Anda di halaman 1dari 6

ALI BIN ABI TALIB

Kelahiran

Ketika lahir oleh ibunya diberi nama Haidarah, atau Haidar yang berarti
singa, seperti nama ayahnya,Asad, yang juga berarti singa. Tetapi Abu Talib
memberi nama Ali yang berarti luhur, tinggi dan agung, nama yang kemudian
lebih dikenal, nama yng memang sesuai dengan sifat-sifatnya. Ali orang pertama
dari kalangan Kuraisy yang lahir dari ibu-bapak sama-sama dari Bani Hasyim.
Sebelum itu keluarga Bani Hasyim selalu bersemenda dengan keluarga lain diluar
mereka.

Ia dilahirkan di Makah, tepatya di Ka’bah, Masjidilharam, di kota


kelahiran Bani Hasyim, Jumad 13 Rajab (sekitar tahun 600 Masehi). Orang
berbeda pendapat mengenai tahun kelahiran ini. Kalau dikatakan ia lahir tiga
puluh dua tahun kelahiran Muhammad, mungkin didasarkan pada catatan sejarah,
yang pada umumnya menyebutkan, bahwa sepupunya itu lahir pada tahun 570
Masehi.

Perawakan, Sifat-sifat dan Ciri-ciri Keistimewaannya

Penulis-penulis biografinya dan buku-buku sejarah mengatakan ia tahan


udara panas dan dingin, malah konon di musim dingin yang begitu luar biasa
sampai membuat orang menggigil kedinginan ia tahan tidak menggunakan baju
dingin.

Watak dan keberanian Ali dalam perang juga banyak diceritakan para
penulis, dalam biografinya dan dalam buku-buku sejarah.Mereka mengatakan
tenaganya begitu kuat diatas tenaga orang rata-rata.Ia dapat membanting
penunggang kuda berikut kudanya sekaligus, mengangkat daun pintu gerbang
besar seorang diri. Suaranya yang lantang bergetar dapat menggetarkan hati
musuh.

Ketika sejarah berbicara tentang kepahlawanan, siapa pun, di mana dan


sejak kapan pun, dari dulu sampai sekarang, ada orang yang suka melebih-
lebihkan. Ini juga tentunya yang kit abaca dengan kisah kepahlawanan Ali bin Abi
Talib, yang karena ingin memperlihatkan kebesaran dan kelebihannya, tanpa
disadari, bahwa yang demikian ini malah dapat merendahkannya. Ini jugalah yang
ingin kita lihat dengan kisah kepahlawanannya, akhlaknya dalam keluarga dan
dalam pergaulan, yang rupanya memang sudah tertanam sejak masa remaja. Kita
lihat misalnya kisah ini dan para sejarawan sepakat ketika semua orang sudah
pergi meninggalkan Makah, Ali berani tinggal seorang diri, bahkan menggantikan
Nabi di tempat tidurnya, Nabi yang sudah diancam akan dihabisimalam itu juga
oleh pemuda-pemuda musyrik Kuraysi yang memang sudah disiapkan untuk itu.

Bagaimana perannya dalam perang Badr bersama Nabi dan sahabat-


sahabat, dan di tempat-tempat lain. Dia yang berkata: Maut yang paling mulia,
mati dalam pertempuran. Dia pula yang berkata, bahwa mati dengan seribu
pukulan pedang lebih baik daripada mati di atas ranjang. Bagaimana kita lihat
peranannya dalam ekspedisi-ekspedisi kecil sampai ke perang besar seperti Perang
Badr, Perang Uhud dan yang lain. Dalam menghadapi musuh ia sendiri tak pernah
memulai, tetapi kalau diserang tak pernah mundur.

Sesungguhnya begitu, ia sangat lemah lembut, terhadap siapa pun, dan


tekun menerima pelajaran dari Nabi, banyak senyum dengan tutur bahasa yang
manis dan fasih. Dan bila terjadi perdebatan, selalu ia mengemukakan
argumentasi yang kuat sehingga membuat lawan bicaranya menyerah dengan rasa
puas. Tetapi bila argument pihak lawan bicaranya dilihat cukup kuat dengan
senang hati ia pun menerimanya.

Banyak sekali akhlak yang terpuji pada Ali bin Abi Talib jika akan
disebutkan semua. Kesadaran Ali memang sudah tinggi tentang misi Rasulullah.
Bukankan Nabi yang telah mengajarkan: “Ali maukah jika aku mengajarkan
kepadamu perangai yang berlaku dahulu dan sekarang?”. Diajarkan juga
kepadanya: “Barang siapa mempekerjakan tenaga buruh lalu berbuat zalim
kepadanya, dan tidak memenuhi upahnya, akulah musuh orang itu dihari kiamat.”
Katany lagi: “Barang siapa dapat menahan nafsu amarah dan melaksanakannya,
Allah akan menggantinya dengan keimanan dan keamanan.”
Ada dua sifat yang terkenal melekat pada Ali, akhlak dan keberanian.
Tetapi sebenarnya ia bukan seorag politikus dalam pengertian ang umum seperti
yang kita lihat dalam Buku tiga. Orang yang pernah bergaul dengan Ali, tidak
mudah akan terpisan begitu saja tanpa meninggalkan kesan dalam hatinya. Ada
diceritakan, bahwa begitu dalam pengaruh Ali bin Abi Talib terhadap orang yang
pernah dekat kepadanya. Ia membeli seorang budak llu diberi pelajaran agama.
Setelah itu ia dimerdekakan. Tetapi bekas budak itu tak mu meninggalkannya.
Ketika Najasyi, raja Abisinia meninggal dan terjadi kegelisahan politk di negeri
itu, kalangan tekemuka Abisinia baru tahu bahwa budak itu adalah putra Najasyi,
yang waktu kecil dulu diculik seorang pedagang budak dan dijual di Makah.
Beberapa tahun kemudian, setelah diketahui anak itu di Makah, sebuah delegasi
dating dari Abisinia kepadanya, menggantikan mendiang Raja ayahnya. Tetapi
ternyata tawaran kerajaan itu ditolaknya dan ia tetap dalam Islam bersama Ali.

Ada beberapa ciri dan keistimewaan Ali tak dipunyai oleh sahabat-sahabat
yag lain. Selain dikenal sebagai zahid, menjauhi segala kesenangan dan
kemewahan duniawi, dia adalah orang yang wara’, orang yang menjauhi segala
macam dosa dan syubhad. Dialah orang yang sarat dengan ilmu, tempat para
sahabat terkemuka bertanya dalam masalah-masalah hukum agama yang musykil
atau tentang makna sebuah ayat dalan Qur’an atau tafsirnya, tetapi juga mengenai
turunannya ayat: mengenai apa dan siapa, di mana dan kapan diturunkan, malam
atau siang. Mereka juga meminta fatwanya dalam menghadapi perkara yang sulit.

Ali bin Abi Talib Dilantik sebagai Khalifah

Muslimin dalam kesedihan yang sangat mendalam, dan dalam kebingunan


setelah kematian Usman. Selam lima hari berikutya mereka tanpa pemimpin.
Sejarah sedang kosong buat Madinah, selain pemberontak yang selama itu pula
membuat kekacauan dan menanamkan ketakutan di hati orang.

Kaum pemberontak mengadaka pendekatan kepada Ali bin Abi Talib


dengan maksud mendukungnya sebagai khalifah, dipelopori oeh al-Gafiqi dari
pemberontak Mesir sebagai kelompok terbesar. Tetapi Ali menolak. Setelah
Khalifah Usman taka da orang lain yang pantas menjadi khalifah dari pada Ali bin
Abi Talib. Dalam kenyataannya Ali memang merupakan tokoh paling popular
saat itu. Di samping itu, mayoritas umat Muslimin di Madinah dan kota-kota besar
lainnya sudah memberikan pilihannya pada Ali, kendati ada juga beberap kalagan,
kebanyakan dari kalangan Bani Umayyah yang tidak mau membaiat Ali, dan
sebagian dari mereka ada yang pergi ke Suria.

Sebenarnya bukan ini yang diiginkan oleh Ali.Kedudukannya sekarang


memang serba sulit.Tetapi kalu dia mundur, juga salah.Mayoritas mereka tetap
mendesak agar Ali bersedia dibaiat.Umat tak boleh terlalu lama tanpa imam, tanpa
pemimpin.Dalam keadaan yang masih kacau setelah terjadi pemberontakan
sampai Khalifah terbunuh, keadaan memang sangat eksplosif. Akibatnya
perpecahan akan bertambah parah, umat akan saling curiga. Bukan tidak mungkin
akan berakibat pecah perang saudara justru di Madinah. Jalan tengah baginya
harus menerima kenyataan, atas pertimbangan itu akhirnya Ali pun setuju
memikul tanggung jawab yang amat berat itu.

Ia pun pergi ke Masjid. Pada tanggal 21 Dzulhijah 35/20 Juli 656 itu Ali
bin Abi Talib di baiat, dan orang pertama yang membaiat adalah Talhal bin
Ubaidillah, seraya berkata: “Yang pertama melakukan baiat tangan yang sudah
lumpuh ini,” katanya. Setelah itu baiat disusul oleh Zubair ada juga yang
menyebutkan bahwa Zubair tidak segera membaiatnya. Sumber lain
menyebutkan, bahwa baiat pertama oleh para pegemuka pemberontak, diikuti oleh
jemaah yang lain di Madinah. Tetapi Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin
Awwam belum mau membaiatnya sebelum soal pembunuhan Usman dapat
diselesaikan. Sunguhpun begitu, di bawah tekanan kaum pemberontak akhirnya
mereka juga membaiatnya dengan syarat “Anda (yakni Ali) menyelesaikan
maslah ini berdasarkan Qur’an dan Sunah dan akan menjatuhkan hukuan kepada
yang bersalah sesuai dengan hukum Islam.”Imam Ali r.’a.setuju.

Sesudah Ali bin Abi Talib dibaiat sebagai khalifah menggantikan


almarhum Khalifah Usman, tidak bebrti segalanya sudah selesai sampai di situ.
Bani Umayyah seolah mendapat alasan untuk menuntut kematian Usman. Dalam
suasana demikian ini dengan mudah sekali pihak-pihak tertentu turun tangan dan
menyiramkan bahan bakar kedalam percikan api itu, yang kemudian dibakar
dengan kerusuhan membabi buta. Di seluruh Kedaulatan itu Muslimin pecah: satu
golongan membela Bani Hasyim dan golongan yang lain membela Bani
Umayyah. Hal ini membekas cukup lama dalam sejarah Islam kemudian.Cobaan
peninggalan lama ini sungguh berat buat Khalifah yang baru ini.

Mengapa Ali terus menolak dan menarankan mencari yang lain menjadi
pengganti Usman. Agaknya ia sudah membayangkan hal-hal yang oleh sebagian
besar mereka tidak disadari.

Tak lama usai insiden Unta (Waq’at al-Jamal) penduduk dan pemuka-
pemuka di Basrah membaiat Ali.Sebelum baiat itu Amirulmukminin telah
menyampaikan khutbahnya di Masjid Basrah.Khutbah itu sangat menyentuh hati
Muslimin, dan mereka yakin Ali adalah Khalifah yang adi. Amirulmukminin
memasuki Basrah sebagai orang terhormat dan sangat dihormati, ia memberikan
amnesti umum kepada semua yang terlibat dalam pertempuran melawannya,
termasuk Marwan bin Hakam dan orang-orang dari Bani Umayyah yang lain.
Seperti dikatakannya sendiri: “Saya memperlakukan penduduk Basrah seperti
Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam memperlakukan penduduk Mekah.”

Mengorbankan diri demi keadilan dan kebenaran

Sepertinya sudah mendarah daging buat Ali bin Abi Talib ‘ mengatak
yang benar sekalipun pahit,’ mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu
salah. Ia selalu berterus terang dalam mempertahankan kebenaran dan tak mau
bermuka-muka, kendati akan berakibat merugikan politiknya, karir dan
pribadinya. Dan untuk itu ia menjadi korban. Itulah sebabnya, seperti sedah
disebutkan di bagian lain dalam buku ini, kalau berkelok-kelok dan
mengorbankan keadilan dan kebenaran, suara hatinya menolak.Ia akan tetap
mempertahankan kejujuran kendati dalam arti politik akan merugikannya, seperti
yang sudah kita lihat dulu dalam pemilihan khalifah di Majelis Syura. Terlihat
sekali ia bukan tokoh politik, dan karenanya, bolehjadi ia akan menjadi korban
politik.

Kekhalifaan baginya adalah suatu amanat Allah kepada hamba-Nya agar


menciptakan perdamaian, keamanan dan kesejahteraan bagi umat, bukan untuk
kekuasaan atau untuk kepentingan pribadi.Ia melihat bahwa dalam banyak
peristiwa para gubernur yang diangkat oleh Usman harus bertanggung jawab.
Tanpa basa-basi ia akan memecat mereka yang enggan memberikan perhatian
terhadap kegiatan para pemberontak di daerah mereka masing-masing. Menurut
keyakinannya, kebenaran dan keadilan tak boleh dimanfaatkan untuk mengambi
keuntungan politik demi keuntungan dirinya atau golongan, yang sifatnya
duniawi.

Anda mungkin juga menyukai