Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ILMU YANG MEMPELAJARI FAKTOR

PENGOLAHAN PERTANIAN

DISUSUN OLEH :

1. Laily Rahma Andini (002)


2. Berta Dwi Febrianti (003)
3. Nur Devi Arum R (017)

UNIVERSITAH MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
AGRIBISNIS A
2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemakmuran bersama seharusnya menjadi landasan berfikir dari para pemimpin


kita. persoalannya adalah bagaimana mendorong agar kekayaan negara dinikmati
oleh rakyat, termasuk mereka yang miskin. Kriteria minimal untuk ini adalah
terpenuhinya semua kebutuhan material pokok semua orang. Inilah hak ekonomi
yang harus dihargai dan diakui oleh kita semua, terlebih oleh pemerintah.
Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat kita masih kesulitan untuk memnuhi
kebutuhan pokoknya (fisiologikal needs). Di sisi lain pemerintah lebih
berorientasi pada peningkatan PAD melalui investasi yang masuk. Pertanyaan
mendasar adalah apakah semua masyarakat akan terakomodir sebagai tenaga
kerja? Tentu tidak. Untuk itu harus ada solusi bagi mereka yang tidak terakomodir

Masyarakat harus mempunyai pekerjaan milik sendiri. Hak tersebut memberi


jaminan agar tiap orang dalam masyarakat tidak mati kelaparan karena
kekurangan makanan atau kedinginan karena tidak memiliki rumah dan pakaian
yang cukup.

Untuk mernjadikan pertanian sebagai leading sector maka dibutuhkan penguatan


wawasan pertanian kepada para petani. Perubahan wawasan inilah menjadikan
petani lebih bisa merencanakan dan mengatur hidupnya di sektor ini. Hal yang
penting yang harus dikuasai oleh para petani adalah bagaimana mereka bisa
mengelolah faktor-faktor produksi sehingga hasil yang mereka dapatkan lebih
maksimal.Dengan penguasaan faktor-faktor produksi akan memberikan kepastian
tentang kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan serta mereka bisa
menghitung pendapatan bersih mereka.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah factor-faktor produksi pertanian ?
2. Bagaimanakah Teknologi hasil pertanian ?
3. Apakah yang dimaksud dengan mikrobiologi ?
4. Apakah yang dimaksud dengan biokimia dalam pertanian ?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan faktor- faktor produksi
2. Menjelaskan kelompok ilmu yang mempelajari faktor pengolahan
produk pertanian
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori

Pertanian merupakan kebudayaan yang pertama kali dikembangkan manusia


sebagai respon terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur
menjadi sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas
akibat laju pertumbuhan manusia (Damanik, 2014). Pertanian adalah kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
bahan pangan, bahan baku industry, sumber energy serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaat sumber daya hayati, yang termasuk
dalam pertanian biasa di pahami orang sebagai budidaya tanaman atau
bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak. Dapat pula berupa
pemanfaatan mikro organisme dan bioenzim dalam pengolahan produk
lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe atau sekedar ektraksi semata,
seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Usaha tani (farming) adalah
bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang
dilakukan dalam budidaya. Bagian terbesar penduduk dunia, bermata
pencaharian dalam bidang – bidang di lingkup pertanian, namun pertanian
hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia, sejak masa
kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan
perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting
dalam menentukan pembentukkan berbagai realitas ekonomi 13 social
masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002,
bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi penduduk
sekitar 44,3% meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total
pendapatan domestic bruto
BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor produksi pertanian

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu tumbuh/berkembang dan menghasilkan hasil
memuaskan. Faktorproduksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan
produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi
yang diperoleh. Kembali Macam-macam faktor produksi dibagi menjadi empat
yaitu:

1. Tanah (land)
2. Tenaga Kerja (labour)
3. Modal (capital)
4. Manajemen (science and skill)
5. Tanah ( land)

Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian
yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar. Faktor
produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari
besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi
lainnya (Mubyarto, 1995). Potensi ekonomi lahan pertanian organik dipengaruhi
oleh sejumlah faktor yang berperan dalam perubahan biaya dan pendapatan
ekonomi lahan. Setiap lahan memiliki potensi ekonomi bervariasi (kondisi
produksi dan pemasaran), karena lahan pertanian memiliki karakteristik berbeda
yang disesuaikan dengan kondisi lahan tersebut. Maka faktor-faktornya bervariasi
dari satu lahan ke lahan yang lain dan dari satu negara ke negara yang lain. Secara
umum, semakin banyak perubahan dan adopsi yang diperlukan dalam lahan
pertanian, semakin tinggi pula resiko ekonomi yang ditanggung untuk perubahan-
perubahan tersebut. Kemampuan ekonomi suatu lahan dapat diukur dari
keuntungan yang didapat oleh petani dalam bentuk pendapatannya. Keuntungan
ini bergantung pada kondisi-kondisi produksi dan pemasaran. Keuntungan
merupakan selisih antara biaya (costs) dan hasil (returns).

B. Teknologi hasil pertanian

Teknologi pengolahan hasil pertanian adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil


pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa
untuk kegiatan tersebut. Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan
pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimia, penyimpanan dan distribusi.
Produk pengolahan hasil pertanian ini dapat merupakan produk akhir yang siap
dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.

Produk pertanian bersifat mudah rusak dan lebih cepat mengalami penurunan
mutu, sehingga harga jual di pasaran cenderung menjadi rendah. Untuk mengatasi
hal tersebut, perlu dilakukan penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian.
Dalam perkembangannya, teknologi pengolahan hasil pertanian di samping
digunakan untuk mengurangi kerusakan juga untuk memperkaya zat gizi dan juga
untuk merubah sifat bahan pangan sehingga sesuai dengan selera konsumen.

Kemampuan mengolah produk hasil pertanian masyarakat di Indonesia umumnya


masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas pertanian
yang diekspor merupakan bahan mentah dengan indeks retensi pengolahan
sebesar 71-75%. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk
pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentu saja
memperkecil nilai tambah yang diperoleh dari ekspor produk pertanian, sehingga
pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan agroindustri di era
global ini. Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi pengolahan hasil
pertanian antara lain ; fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah,
destilasi, dan sebagainya. Sedangkan tahap pengolahan lebih lanjut yaitu
penerapan pengubahan (kimiawi, biokimiawi, fisik) pada hasil pertanian menjadi
produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Produk-produk yang dihasilkan
ada yang dapat digunakan secara langsung dari sejak tahap awal, seperti rempah
rempah, sari buah dan lainnya, serta ada pula yang menjadi bahan baku untuk
industry lainnya, seperti industri makanan, kimia dan farmasi.
Seiring majunya dunia teknologi menambah kemudahan dalam kehidupan
diantaranya dalam hal pengolahan bahan pangan. Bukan hanya bahan yang
setengah jadi saja yang dapat diolah namun bahan-bahan segar dapat diolah
menjadi panganan yang lebih awet dan lebih praktis untuk disajikan misalnya
tepung, aneka kue, sirup,manisan, permen dan masih banyak produk hasil olahan
lainya. Untuk mempertahankan keawetan dan kemudahan dalam menyimpan serta
praktis saat disajikan, tentunya diperlukan teknologi tepat guna untuk mengolah
bahan pangan agar memiliki nilai tambah. Dalam memilih teknologi tepat guna
yang digunakan dalam pengolahan hasil pertanian, maka perlu memperhatikan
faktor-faktor di bawah ini :

1. Sesuai dengan bahan baku yang tersedia


2. Produk hasil olahan mempunyai prospek pasar yang baik/besar
3. Pengoperasian alat tidak sulit
4. Mudah merawat dan memperbaiki alat
5. Spesifikasi alat
6. Peralatan pengolahan sebaiknya multi fungsi
7. Tidak memerlukan biaya yang tinggi

C. Manfaat Penerapan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian

Penerapan teknologi pengolahan pada produk-produk hasil pertanian tentunya


memberikan banyak manfaat bagi masyarakat yaitu:

1. Memberikan nilai tambah bagi hasil pertanian sehingga dapat


meningkatkan pendapatan masyarakat
2. Dapat menyediakan keanekaragaman makanan bagi penduduk atau
masyarakat secara berkesinambungan yang sesuai dengan daya beli
3. Pasaran dan permintaan aneka produk olahan cukup luas, bahkan
cenderung meningkat
4. Dapat mengoptimalisasikan sumberdaya yang ada di daerah-daerah,
khususnya di pedesaan
5. Memperluas penerapan dan alih teknologi pengolahan hasil pertanian di
pedesaan
6. Mampu memberikan pengaruh perubahan kearah perbaikan struktur
perekonomian masyarakat
D. Biokimia dalam Peningkatan kualitas dan kuantitas produk pertanian

Pada dasarnya penerapan biokimia banyak terdapat dalam bidang pertanian.


Penggunaan pestisida di bidang pertanian telah kita kenal lama. Pada umumnya
pestisida bekerja dengan jalan menghambat enzim yang bekerja pada hama atau
organisme tertentu.

Dalam hal ini biokimia berperan dalam meneliti mekanisme kerja pestisida
tersebut sehingga dapat meningkatkan selektivitasnya dan dengan demikian dapat
dicegah dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang dapat ditimbulkannya.
Jadi biokimia juga merupakan komponeri penting dalam pengetahuan tentang
lingkungan hidup.

Peningkatan kualitas produk dalam bidang pertanian dan peternakan telah dapat
diwujudkan dengan menerapkan hasil-hasil penelitian dalam bidang genetika..

Ilmu biokimia mempunyai posisi yang kuat dalam bidang pertanian yaitu

1.        Dapat meningkatkan kualitas tumbuhan

2.        Memahami dan melakukan penanganan suatu penyakit secara efektif.

E. Mikrobiologi Pangan

Mikrobiologi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan


terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme
terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan
ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan seperti
kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang
menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses pengolahan dan
pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-
perubahan yang merugikan. Contonya, pada makanan-makanan yang telah
diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di
dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna,
tekstur maupun citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum
produk pangan mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya
dilakukan proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna
untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.

Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel


mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan.
Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut
bahkan dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong
psikrofilik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Begitu juga dengan
penambahan garam pada umumnya dapat menghambat kebanyakan
mikroorganisme, tetapi dapat merangsang pertumbuhan bakteri halofiilik yang
sering mengakibatkan perubahan warna. Tidak saja ketahanan mikroorganisme
dalam bahan pangan yang berbeda, karakteristik dalam masing-masing produk
pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut akan mempengaruhi komposisi dari
bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi penyimpananannya. Hal ini
menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk berbeda dan sangat
spesifik (Arifah, 2010).

F. Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan


1.1 Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan)
Faktor–faktor intrinsik atau faktor dalam yang dapat mempengaruhi
populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi sifat-sifat kimia
atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Faktor ini meliputi nilai
aktivitas aira(Aw), komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan
pengawet alamiah atau tambahan dan sebagainya.
1. Aktivitas Air (aw= water activity)
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan jenis
mikrooganisme khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk
setiap jenis bahan makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi
( nilai aw: 0,95 – 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis
mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena
bakteri dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan
khamir.
2. Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0
dan hanya jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan
pada bahan makanan dengan pH yang lebih rendah.
3. Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks
dari tingkat oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks
yang tinggi akan membantu pertumbuhan dari jenis-jenis
mikroorganisme yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas.
4. Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme
yang dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat
gizi yang penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme.
Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan
mikrooragnisme seperti, Lactobacillus yang membutuhkan banyak zat
gizi.
5. Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan
makanan seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal
tumbuh-tumbuhan dan lizozyme serta avidin pada bahan makanan dari
hewani seperti telur.
6. Struktur Biologis
Struktur biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari bagian
tanaman berguna untuk mencegah masuknya mikroorganisme
kedalam bahan makanan (Muctahdi, 1978).

2.1 Faktor Pengolahan


Faktor pengolahan ini akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme yang
dominan dalam bahan makanan yang telah diolah atau diawetkan. Proses
pengolahan seperti pemanasan atau irradiasi dapat membunuh sebagian
atau seluruh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang tidak tahan
terhadap panas dan irradiasi. Pengeringan dan pembekuan bahan makanan
dapat mengakibatkan kerusakan pada mikroorganisme yang terdapat
didalamnya. Tetapi beberapa jenis mikroorganisme yang tahan terhadap
perlakuan tersebut akan tetap dapat hidup dan dapat menyebabkan
kerusakan bila bahan makanan tersebut dicairkan.
3.1 Faktor Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi
memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor
yang mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban
dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang
mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan.
4.1 Faktor Implisit
Berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikro organisme hidup bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan
pertumbuhan jenis mikrorganisme yang lain (antagonisme).
5.1 Faktor Makanan
1. Makanan yang mudah rusak, yaitu yang mempunyai aktivitas air
(aw), dan pH yang relatif tinggi (pH>5,3), misalnya : daging ,
daging ayam, ikan ,susu dan sebagainya.
2. Makanan yang agak awet, yaitu makanan yang mempunyai pH
pertengahan (antara 4,5 sampai 6,3 ) atau telah mengalami proses
pengawetan sehingga kadar airnya menjadi agak rendah, misalnya:
jam, jeli, susu kental manis, acar, sosis terfermentasi dan sebagainya.
3. Bahan makanan yang awet (tahan lama disimpan) yaitu makanan
yang telah diawetkan dengan pengeringan sehingga kadar airnya (aw)
rendah, misalnya dendeng, abon, ikan asin dan sebagainya.
BAB IV

PENUTUP
1. Kesimpulan
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Dalam praktek,
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu: (1) Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan,
tersedianya kredit, dan sebagainya, (2) Faktor biologi, seperti lahan pertanian
dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit pupuk, obat-obatan, gulma, dan
sebagainya. Serta kelompok ilmu yang mempelajari faktor pengolahan produk
pertanian adalah teknologi hasil pertanian, mikrobiologi, dan biokimia.

Anda mungkin juga menyukai