KOMUNIKASI UMUM
BAB I
KONSEP KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam kehidupan sehari-hari
kita tidak dapat lepas dari komunikasi. Kenyataan memang komunikasi secara mutlak
merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali bagi perawat yang tugasnya
sehari-hari berhubungan dengan orang lain. Maka komunikasi merupakan sarana yang efektif
dalam memudahkan tugas perawat melaksanakan peran dan tugasnya dengan baik.
Dalam keperawatan, disadari dan diakui bahwa asuhan keperawatan akan lebih efektif
jika diberi dalam hubungan perawat-klien yang positif. Komunikasi terapeutik merupakan media
dalam mengembangkan hubungan perawat-klien yang positif. Selain itu, kualitas komunikasi
mempengaruhi kualitas hubungan dan efektifitas dari asuhan keperawatan (Cormiet dan
Wersser, 1984).
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Berikut ini, beberapa pengertian komunikasi menurut pendapat para ahli, antara lain :
1. Dr. Phill Astrid Susanto, Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang
yang mengandung arti.
2. Keith Davis (Human Relation at Work), Komunikasi adalah proses lewatnya informasi
dan pengertian seseorang ke orang lain.
3. Harold Kont & Cyril O’Donell, Komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu
orang ke orang lain terlepas percaya atau tidak.
4. William Ablig, Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang
mengandung pengertian antara individu-individu.
5. Burgess (1988), Komunikasi adalah proses penyampaian informasi atau pesan dari
pengirim ke si penerima pesan.
6. Yuwono (1985), Komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan
dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang
diinginkan dari penerima informasi.
7. Mc Dublin & Dahl (1985), Komunikasi adalah suatu proses tukar-menukar perasaan,
keinginan, kebutuhan dan pendapat.
Ratna1
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah :
1. Harus dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih
2. Memuat pesan berupa ide, pikiran, fakta, pendapat dan lain-lain
3. Menggunakan lambang-lambang yang dimengerti oleh yang melakukan komunikasi
B. MANFAAT KOMUNIKASI
Menurut Johnson (1981), ada 4 (empat) manfaat dan juga peranan komunikasi dalam
rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, antara lain :
1. Komunikasi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.
Artinya, bahwa perkembangan kita sejak masih bayi sampai masa dewasa mengikuti
pola makin meluasnya ketergantungan kita kepada orang lain. Bersamaan proses itu,
perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita
dengan orang lain.
2. Identitas atau jati diri kita terbentuk melalui komunikasi dengan orang lain.
Ini berarti bahwa selama proses komunikasi, sadar maupun tidak, kita akan mengamati,
memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang
lain terhadap diri kita. Pelan tapi pasti, berkat refleksi orang lain kita akan mampu
menemukan seperti apa jati diri kita sebenarnya.
3. Dengan komunikasi yang benar kita akan mampu memahami kenyataan yang ada
disekeliling kita.
Kita mampu menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang
kenyataan yang ada di sekitar kita melalui perbandingan dengan kesan-kesan yang
muncul pada orang-orang di lingkungan kita.
4. Komunikasi berperan sebagai sarana pembentuk kesehatan mental.
Jika proses komunikasi yang dilakukan menemui berbagai kendala atau masalah, tentu
akan mempunyai dampak langsung terhadap kualitas kesehatan mental kita. Kita akan
menjadi frustasi, cemas dan putus asa.
C. TIPE-TIPE KOMUNIKASI
Beberapa tipe komunikasi menurut jenisnya dapat dibagi :
1. Berdasarkan pelaksanaannya
a. Formal, adalah komunikasi yang terjadi dalam situasi formal dan lingkup pekerjaan
yang secara hirarki berbeda.
b. Informal, adalah komunikasi yang pelaksanaannya tidak mengenal hirarkis dan tidak
ada sanksinya.
2. Berdasarkan bentuknya
a. Verbal communication, adalah komunikasi yang menggunakan lambang bahasa
dalam penyampaian pesan kepada penerima yang meliputi bicara/lisan dan tertulis.
b. Non-verbal communication, adalah komunikasi yang mempergunakan gerak-gerik,
sikap, ekspresi wajah, isyarat, penampilan, tekanan suara dan lain-lain sebagai
lambang dalam penyampaian pesan.
3. Berdasarkan umpan-balik
a. Satu arah, adalah komunikasi yang dilakukan satu orang (komunikator) tanpa
memberikan kesempatan kepada penerima (komunikan) untuk meminta penjelasan,
pembenaran dan lain-lain.
Ratna2
b. Dua arah, adalah komunikasi yang mempunyai sistem umpan-balik yang melekat
dan menjamin bahwa informasi jelas, terbuka untuk pertanyaan yang belum jelas.
c. Berantai, adalah komunikasi yang berlangsung dari satu penerima ke penerima lain,
dan disampaikan lagi kepada penerima lain sehingga pada akhirnya tidak dikenal
sumber informasi tersebut. Kelemahan tipe ini dapat menyebabkan pesan berkurang
atau bertambah dari satu komunikan kepada komunikan lainnya.
Ratna3
BAB II
PROSES KOMUNIKASI
A. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
Secara teknis, unsur-unsur komunikasi terdiri dari :
1. Komunikator, yaitu orang yang memprakarsai adanya komunikasi; prakarsa dapat timbul
karena jabatan, tugas, wewenang dan tanggung jawab.
2. Message (pesan), yaitu perihal yang akan disampaikan; dapat berupa ide, pendapat,
pikiran dan saran.
3. Channel (saluran), yaitu segala sarana yang digunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan pada pihak lain. Dapat berbentuk panca
indera dan alat teknologi.
4. Metode, yaitu segala cara yang digunakan komunikator dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain.
5. Komunikan, yaitu orang yang menjadi objek atau sasaran dari komunikasi atau pihak
yang menerima pesan/berita.
6. Environment (lingkungan), yaitu suasana di mana proses komunikasi berlangsung.
7. Feed-back (umpan-balik), yaitu respons komunikan terhadap pesan yang diterima dari
komunikator.
Sedangkan Perry dan Potter (1987) membaginya dalam enam kategori antara lain :
1. Referent (faktor yang mempengaruhi)
2. Sender
3. Message
4. Receiver
5. Channel
6. Feed back
B. LAMBANG-LAMBANG KOMUNIKASI
Untuk berkomunikasi diperlukan lambang-lambang yang membentuk pesan/berita sehingga
dapat dimengerti oleh komunikan. Lambang-lambang tersebut berupa :
1. Kata
Kata-kata dapat dipergunakan untuk menunjukkan pengertian-pengertian yang tidak
nyata dan tidak terlihat. Penggunaan kata yang efektif dalam komunikasi harus
mengingat masalah semantic (pemilihan kata dan perangkat kalimat) dan situasi di mana
komunikasi berlangsung sangat mempengaruhi arti kata-kata.
2. Tindakan
Ratna4
Tindakan akan lebih jelas/nyata pengertiannya dari kata-kata. Pengertian yang
ditimbulkan juga berbeda tergantung latar belakang dan posisi daripada komunikator.
3. Gambar
Gambar menunjukkan kekuatan dalam menyampaikan maksud dan pengertian kepada
komunikan. Gambar menguatkan pengertian yang masih samar-samar atau kurang jelas.
4. Angka
Angka dipergunakan untuk memperlihatkan data-data statistik. Komunikan akan lebih
terkesan dengan penggunaan lambang angka, apabila komunikasi yang dilaksanakan
untuk tujuan persuasif.
Ratna5
C. MEKANISME KOMUNIKASI
KOMUNIKATO
R
Mengembangkan
ide/pikiran
Mengkode
ide/pikiran
MESSAGE
Channel FEED-BECK
KOMUNIKAN
Menerima
lambang-lambang
Membaca dan
menyandi lambang
Menerima
lambang-lambang
Ratna6
Ratna7
D. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI
Dalam kondisi apapun akan selalu terdapat faktor-faktor yang menghambat adanya
komunikasi. Faktor-faktor ini adalah :
1. Faktor yang bersifat teknis
a. Kurangnya penguasaan teknik komunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Indra yang rusak
e. Kurang memahami sistem sosial
f. Jarak dalam berkomunikasi
E. KOMUNIKASI EFEKTIF
Menurut “American Management Association” (Burgess, 1988) ada 10 cara untuk
meningkatkan komunikasi, antara lain :
1. Mencoba “mencari” kejelasan ide sebelum bicara
2. “Mengkaji” kejelasan tujuan dari tiap pembicaraan
3. “Pertimbangan” kemampuan fisik secara keseluruhan saat berbicara
4. “Pikirkan” saat berbicara isi pesan yang disampaikan
5. Pesan yang disampaikan “cukup jelas”
6. “Mengikuti” jalannya komunikasi
7. “Bicara untuk besok sama dengan hari ini”
8. “Yakinkan” tindakan yang dilakukan menyokong komunikasi
9. “Konsultasi” dengan orang lain jika perlu dalam merencanakan komunikasi
10. Cobalah untuk “memahami dan dipahami” dan jadilah pendengar yang baik
Ratna8
F. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI
1. Relevan, yaitu pesan yang disampaikan harus sesuai dengan kenyataan atau dapat
diterima akal sehat/logika.
2. Sederhana, yaitu mengurangi ide-ide yang kompleks untuk menyederhanakan
komunikasi
3. Defenisi, yaitu mendefinisikan ide sebelum dijelaskan dan disampaikan
4. Struktur, yaitu pengorganisasian pesan ke dalam suatu kesatuan
5. Pengulangan, yaitu mengulangi konsep-konsep utama dari pesan
6. Perbandingan, yaitu membandingkan ide yang lama dan yang baru, hubungan yang
diketahui dan tidak diketahui
7. Penekanan, yaitu berfokus pada aspek yang utama dan penting dari komunikasi
Ratna9
BAGIAN II
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
BAB III
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Stuart dan Sundeen (1991, Hal. 108), komunikasi sangat penting dalam praktek
keperawatan, karena :
1. Komunikasi adalah cara untuk membina hubungan terapeutik. Dalam proses komunikasi
terjadi penyampaian informasi, pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti keberhasilan
intervensi keperawatan tergantung kepada komunikasi sebab proses keperawatan
ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak
mungkin dapat dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan yang terapeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui
proses komunikasi seperti telah diuraikan sebelumnya. Selain itu, perawat juga perlu memahami
prinsip-prinsip komunikasi terapeutik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam
berinteraksi dengan klien.
Perawat perlu menyampaikan atau mengkaji pesan, selain secara verbal juga non-verbal, antara
lain :
1. Vokal, meliputi nada suara, kualitas, keras atau lembut, kecepatan; yang kesemuanya
menggambarkan respon emosional klien.
2. Gerakan, meliputi refleks, postur, ekspresi wajah, gerakan yang berulang atau gerakan
lain. Khususnya ekspresi wajah dapat menggambarkan suasana hati.
3. Sentuhan, terkadang membawa pesan yang ampuh. Perawat dalam berinteraksi dengan
klien banyak melakukan kontak fisik, misalnya meraba denyut nadi, palpasi, dsb. Atau
meletakkan tangan pada dahi klien.
4. Jarak bicara, meliputi komunikasi yang intim lebih atau sama dengan 45,4 cm;
komunikasi personal 45,5 – 120 cm (Stuart dan Sundeen, 1991). Leahy dan Kizilay
(1998) mengatakan bahwa jarak 50 cm menunjukkan hubungan intim, 50-150 cm
menunjukkan hubungan kurang intim, 150-350 cm menunjukkan hubungan sosial,
sedangkan dihadapan orang banyak biasanya jaraknya minimal 350 cm.
5. Penampilan, cara dan jenis pakaian, rambut, perhiasan dan rias wajah berbicara banyak
tentang kepribadian, peran, pekerjaan, status dan suasana hati seseorang.
Ratna10
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah
pada tujuan yaitu penyembuhan klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien.
Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan dalam praktek komunikasi pribadi di antara perawat
dan klien, di mana perawat membantu klien dan klien menerima bantuan.
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien dan
membantu klien mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan
pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan negatif terhadap
pertahanan diri klien.
2. Empathy (empati)
Merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap perasaan yang
dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu
yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami
Ratna11
orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berpikir
tentang apa yang dilakukan atau dirasakan klien.
3. Warmth (kehangatan)
Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat untuk memberikan
kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan
menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.
Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa
penerimaan perawat terhadap klien.
Ratna12
E. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik terdiri dari :
1. Sumber proses komunikasi yaitu komunikator.
Prakarsa komunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan
sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
2. Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian, baik berupa bahasa
verbal maupun bahasa non-verbal.
3. Komunikan yaitu orang yang menerima pesan dan membahas pesan yang disampaikan
oleh sumber.
4. Lingkungan waktu komunikasi berlangsung; meliputi saluran penyampaian dan
penerimaan pesan (channel), serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan. Saluran
penyampaikan pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan,
pengecapan dan perabaan.
Menurut Egan (1975, Hal. 12), cara menghadirkan diri secara fisik adalah :
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah “Saya siap untuk membantu saudara.”
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu keadaan dari klien.
4. Memperlihatkan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi dan siap untuk membantu.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon kepada klien, walaupun pada situasi yang kurang
menyenangkan.
Menurut Truax, Karkhoff dan Beransan (dikutip dari Stuart dan Sundeen, 1991); kehadiran
secara psikologis dibagi dalam 2 (dua) dimensi, yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan.
1. Dimensi Respon
a. Keikhlasan/kesejatian
Perawat ikhlas dalam memberikan pelayanan terbuka, jujur dan berperan aktif dalam
berhubungan dengan klien.
b. Menghargai
Dapat menerima klien apa adanya, tidak menekan, memarahi dan mengkritik klien.
Sikap menghargai dapat diekspresikan dengan duduk bersama klien yang sedang
sedih, minta maaf atas hal-hal yang tidak disukai klien. Tidak mendesak klien
terhadap informasi yang dirahasiakan klien.
c. Empati
Ikut merasakan apa yang dirasakan klien, namun tidak terlihat secara emosi.
d. Konkrit/nyata
Menggunakan istilah-istilah yang bisa dimengerti klien agar tidak menimbulkan
keraguan.
2. Dimensi Tindakan
Ratna13
a. Konfrontasi
Adalah ekspresi perasaan perawat terhadap perilaku klien yang kurang tepat, seperti
:
1) Ketidaksesuaian verbal dan non-verbal
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi diri klien dan ideal diri klien
3) Ketidaksesuaian pengalaman klien dan perawat
Konfrontasi ini perlu untuk meningkatkan kesadaran dan sikap klien. Namun,
perawat perlu melihat tingkat hubungan dengan klien, bila rasa saling percaya telah
terbentuk, konfrontasi akan membantu merubah perilaku klien. Tetapi sebaliknya
bila belum terbina, perawat harus hati-hati melakukan konfrontasi agar klien tidak
tersinggung.
b. Kesegaran
Kesegaran ingin menolong klien, perawat perlu sensitif terhadap kebutuhan klien.
c. Keterbukaan perawat (pengungkapan diri perawat)
Perawat membuka diri tentang pengalaman yang sama dengan klien. Tukar
pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan
memberi sokongan terhadap klien.
d. Emosional katarsis
Ketakutan dengan kecemasan klien tentang masalah yang sangat mengganggu
dirinya, perawat mengkaji kesiapan klien menceritakan masalahnya. Jika klien bicara
dalam situasi aman dan bersahabat, akan memperluas kesadaran dan penerimaan
diri klien.
e. Bermain peran
Melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini penting untuk meningkatkan
kesadaran klien terhadap situasi tertentu. Jadi mempraktekkan perilaku yang baru
pada lingkungan yang aman secara bebas.
Ratna15
G. PERBEDAAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK DENGAN
KOMUNIKASI SOSIAL
KOMUNIKASI TERAPEUTIK KOMUNIKASI SOSIAL
Terjadi antara perawat dengan klien atau Terjadi setiap saat antara orang per-
anggota tim kesehatan lain orang, baik dalam pergaulan maupun
Komunikasi ini umumnya lebih akrab lingkungan kerja
karena mempunyai tujuan, berfokus pada Komunikasi bersifat dangkal karena tidak
klien yang membutuhkan bantuan mempunyai tujuan
Perawat secara aktif mendengarkan dan Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan,
memberi respon kepada klien dengan aktifitas sosial dan lain-lain
cara menunjukkan sikap mau menerima Pembicaraan tidak mempunyai fokus
dan mau memahami sehingga dapat tertentu, tetapi lebih mengarah pada
mendorong klien untuk berbicara secara kebersamaan dan rasa senang
terbuka tentang dirinya. Selain itu Dapat direncanakan, tetapi dapat juga
membantu klien untuk melihat dan tidak direncanakan
memperhatikan apa yang tidak disadari
sebelumnya.
Ratna16
BAB IV
PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Dalam fase orientasi ini secara umum dicirikan dengan lima kegiatan pokok, antara lain :
a. Testing; sering klien menguji perawat selama tahap ini, karena kesulitan klien untuk
mengetahui kebutuhannya yang harus dibantu oleh perawat. Ketakutan untuk
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan kecemasan yang dirasakan sering
menyebabkan kebutuhan klien berubah-ubah. Dalam kondisi seperti ini, perawat
harus menunjukkan keinginan (desire) untuk membantu dengan cara menerangkan
tindakan yang akan dilakukan dan melakukan tindakan keperawatan tersebut secara
hati-hati.
b. Building trust; rasa percaya (trust) menjadikan seseorang mengikuti apa yang
dikatakan dan diminta seseorang tanpa rasa ragu atau menimbulkan pertanyaan.
Kredibilitas, rasa percaya diri dan rasa untuk dapat dipertanggung jawabkan
terbangun ketika rasa percaya diri itu telah ada dan berkembang.
c. Identification of problems and goals; pada awal pertemuan klien, pada saat itu pula
perawat telah memulai mengkaji status kesehatan klien. Melalui pengamatan dan
interaksi yang terjadi, perawat mulai membuat diagnosis masalah yang dihadapi
klien.
d. Clarification of roles; dalam tahap ini perawat kembali mengklarifikasi prosedur-
prosedur yang akan dilaksanakan pada klien secara teliti dan akurat.
e. Contract formations; perawat menetapkan kontrak pertemuan dengan klien untuk
pertemuan berikutnya.
Ratna17
3. Fase kerja (working phase)
Dalam fase ini, perawat bersama klien menggali ancaman yang mungkin timbul dan
meningkatkan kesadaran diri. Perawat membantu klien mengatasi masalah klien dengan
memberi informasi atau saran. Tugas perawat dalam fase ini adalah :
a. Menggali stessor yang relevan
b. Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan
c. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan masalah dan
dalam mengembangkan hubungan kerjasama
d. Membahas dan mengatasi perilaku resistens
e. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada
f. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan
masalah yang ada
3. Memberikan penghargaan
Ratna18
Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan namanya, menunjukkan
kesadaran tentang perubahan yang terjadi, menghargai klien sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai
individu. Misalnya, “Selamat pagi Bu Elsa, saya perhatikan ibu tampak ceria hari ini.”
5. Refleksi
Merefleksikan isi pikiran dan perasaan klien agar klien mengetahui dan menerima pikiran
dan perasaannya. Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan klien untuk
menunjukkan bahwa perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan klien,
refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami sikap sendiri,
mengerti perasaan dan kebingungan, keragu-raguan serta persepsinya yang benar,
diungkapkan oleh orang lain dengan caranya sendiri. Teknik ini digunakan untuk
membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya agar menjadi lebih jelas, menyadari
bahwa perawat mengharapkan dirinya untuk melakukan hal-hal tersebut, maka klienpun
akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Ketika klien mengekspresikan perasaan dan idenya, maka perawat sebaiknya
menghargai dan menerima serta merefleksikan perasaan dan ide-ide tersebut. Misal :
Klien : “Apakah menurut suster saya lebih baik dioperasi?”
Ners : “Bagaimanakah menurut bapak, apakah lebih baik dioperasi?” atau
Klien : “Saya tidak dapat menerima sikap suami saya yang seenaknya saja!”
Ners : “Ibu marah pada suami ibu?”
6. Klarifikasi
Menjelaskan kembali ungkapan pikiran yang dikemukakan klien yang kurang jelas bagi
perawat, agar tidak terjadi salah pengertian.
Klien : “Saya dianggap benda mati barangkali, ya dokter dan perawat hanya lewat-lewat
saja.”
Ners : “Apakah yang bapak maksud bahwa kami kurang memperhatikan bapak?” atau
“Dapatkah bapak menjelaskan kembali apa maksud bapak tadi?”
9. Diam (Silence)
Diam yang positif dan penuh penerimaan merupakan media terapeutik yang sangat
berharga karena dapat memotivasi klien untuk berbicara, mengarahkan pikiran terhadap
masalah yang dialaminya. Memberikan waktu kepada klien untuk menimbang alternatif
tindakan yang perlu dilakukan dan memberikan kesempatan untuk merasakan bahwa
dirinya diterima seutuhnya, meskipun klien tetap berdiam diri atau merasa malu, tetapi
klien tetap merasa bahwa dirinya berharga dan diterima. Diam dapat mendorong atau
menghambat komunikasi, sehingga perawat harus berhati-hati dalam menerapkan teknik
ini. Bagi klien depresi, diam dapat diartikan sebagai dorongan pengertian dan
penerimaan.
13. Eksplorasi
Menggali lebih dalam ide-ide, pengalaman atau masalah klien perlu diketahui. Banyak
klien yang berbicara hanya hal-hal yang ringan-ringan saja, sepertinya klien sedang
menguji apakah perawat cukup tertarik untuk mengetahui lebih lanjut. Atau juga klien
menganggap bahwa pengalaman masa lalu seakan-akan tidak penting. Misalnya, Ners :
“Maukah Anda menceritakan secara lengkap akan hal-hal itu?”
2. Nilai
Adalah keyakinan seseorang tentang nilai suatu ide atau tingkah laku. Nilai yang dimiliki
seseorang akan mencerminkan kebutuhan atau keinginan yang dimiliki, budaya dan
refleksi sosial yang disandangnya, termasuk pola hubungan atau interaksi dengan orang
lain. Nilai masing-masing orang sangat bervariasi dan akan berubah serta berkembang
setiap saat. Perbedaan pengalaman dan harapan akan membentuk nilai yang beragam
pula.
3. Emosi
Emosi yang mempengaruhi jalannya komunikasi dimaknai sebagai perasaan subjektif
seseorang tentang kejadian dan mempengaruhi bagaimana individu menggunakan
kapasitas yang dimiliki dan bagaimana individu menggunakan kapasitas yang dimiliki
serta bagaimana dia berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini perawat harus
mampu mengendalikan emosi agar tidak bercampur dengan optimalisasi tindakan
keperawatan yang sedang diberikan.
Ratna21
4. Latar belakang sosial budaya
Budaya yang dipunyai seseorang akan membentuk pandangan umum dan persepsi yang
dimilikinya tentang dunia tempat mereka tinggal. Bahasa, gerak-isyarat (gesture) dan
sikap seseorang akan mencerminkan budaya yang dimilikinya (cultural origins). Dalam
hal ini perawat harus mampu menerima perbedaan latar belakang budaya klien dengan
perawat.
5. Pengetahuan
Perbedaan tingkat pengetahuan membuat proses komunikasi semakin sulit. Semakin
tinggi perkembangan dan pendidikan seseorang, akan semakin kompleks pula bahasa
yang dipakai dalam proses komunikasi. Dalam kasus ini, pemakaian bahasa yang lazim
digunakan sangat membantu dalam mengkomunikasikan atau menjembatani perbedaan
yang terjadi.
7. Kondisi lingkungan
Proses komunikasi akan menjadi lebih efektif jika dilakukan pada kondisi yang nyaman
dan kondusif. Kebisingan atau gangguan dan pembatasan hak pribadi kemungkinan
dapat menyebabkan kebingungan, tekanan dan ketidaknyamanan dalam berkomunikasi.
Ratna22
BAB V
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
DALAM PROSES KEPERAWATAN
2. Rencana tindakan
a. Membantu klien untuk memenuhi kebutuhan sendiri
b. Membantu klien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan
c. Meningkatkan harga diri klien
d. Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan
e. Perawat dan klien sepakat untuk berkomunikasi secara terbuka
3. Implementasi
a. Memperkenalkan diri kepada klien
b. Mulai interaksi dengan klien
c. Membantu klien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya
d. Mengajurkan kepada klien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya
e. Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri klien
Ratna24
BAB VI
KOMUNIKASI DALAM PEMERIKSAAN
Wawancara merupakan salah satu kegiatan yang banyak dilakukan dalam hubungan antar
manusia, antara lain digunakan dalam pemeriksaan. Wawancara merupakan komunikasi antar
personal. Dalam melaksanakan wawancara aktifitas utama yang terletak pada yang
mewawancarai. Pertama, pewawancara harus berusaha menjalin hubungan akrab sehingga
yang diwawancarai menaruh kepercayaan sepenuhnya. Selanjutnya pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mengumpulkan informasi. Data yang diperoleh perlu
dianalisis pada tahap berikutnya.
Untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif, pewawancara dalam mengadakan
wawancara tidak dapat bersifat egoistis. Perlu adanya identifikasi dan persuasi sehingga
suasana wawancara dijiwai kerjasama, saling menghargai, saling mempercayai, saling
menerima dan saling memberi. Cara memperoleh situasi ini adalah :
1. Melalui partisipasi; pewawancara dapat ikut dalam kegiatan yang diwawancarai sehari-
hari. Partisipasi umumnya meminta pengorbanan waktu dan tenaga.
Ratna25
2. Melalui identifikasi; pewawancara memperkenalkan diri sebagai orang dalam dan
meyakinkan yang diwawancarai bahwa pewawancara adalah sahabat yang
diwawancarai.
3. Melalui persuasi; pewawancara secara sopan dan ramah-tamah menerangkan maksud
dan keperluan kedatangannya. Pewawancara harus dapat menyakinkan betapa
pentingnya informasi yang akan disampaikan.
4. Melalui tokoh pengantar; dalam hal ini mengajak tokoh masyarakat ke tempat yang akan
diwawancarai.
B. MENGENAL YANG DIWAWANCARAI
Titik sentral hubungan antar manusia adalah manusia. Untuk mengetahui sifat dan tabiat
manusia, pewawancara perlu mempelajari manusia secara individu dalam hubungan
kelompok. Manusia memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain baik fisik mapun
jiwanya.
Ada 2 (dua) faktor yang menentukan sifat atau tabiat manusia yakni pembawaan dan
lingkungan. Antara pembawaan dan lingkungan saling berpengaruh membentuk tabiat
manusia. Selanjutnya dalam perjalanan hidupnya dan perkembangan jiwanya, seseorang
akan mengalami aktifitas psikis dan apabila aktifitas itu tetap tidak dipengaruhi oleh kesan-
kesan tertentu, maka muncullah fungsi psikis.
Seseorang yang diwawancarai mempunyai dominasi dalam pikiran, perasaan, intuisi atau
penginderaannya, meliputi :
1. Orang yang dominan pikirannya akan berusaha memahami lingkungan dengan jalan
pengetahuan yang satu dengan yang lainnya, lalu mengambil kesimpulan yang logis,
sedangkan penilaiannya adalah benar atau salah.
2. Orang yang dominasi perasaan tidak akan sama ukuran penilaiannya mengenai benar
atau salah, walau hati tidak senang, pikirannya bisa menyatakan benar. Sebaliknya
meskipun hatinya senang, pikirannya menyatakan tidak benar.
3. Orang yang dominan intuisi menangkap segala hal dari lingkungan lebih banyak
melewati batin, tidak terlihat secara mendetail, tetapi melihat makna secara keseluruhan.
4. Orang yang dominan penginderaannya menangkap hal-hal yang ada dalam lingkungan
sebagaimana adanya tanpa penilaian apapun atau tidak melakukan suatu penilaian.
Ada kenyataannya pikiran tidak pernah bekerja sendiri, tetapi dibantu oleh penginderaan dan
intuisi, dan sebaliknya. Diantara keempat fungsi psikis tersebut, yang pokok adalah pikiran
dan perasaan, dua yang lainnya adalah membantu.
Yang perlu diketahui oleh pewawancara adalah tipe-tipe manusia. Beberapa ahli psikologi
membagi tipe-tipe manusia berdasarkan arah perhatiannya, antara lain :
1. Extrovert
Orang yang bersikap extrovert lebih mementingkan lingkungan dari pada dirinya,
mengutamakan kepentingan umum, berhati terbuka, gembira, ramah-tamah, lancar
dalam pergaulan, memancarkan sikap hangat sehingga banyak kawan.
2. Introvert
Orang yang bersikap introvert lebih memetingkan dirinya sendiri, biasanya pendiam,
egois, suka merenung, senang mengasingkan diri, tidak bisa bergaul.
3. Ambiverse
Orang yang sifatnya merupakan pencampuran tipe extrovert dan introvert; biasanya lebih
banyak orang bertipe ambiverse dari pada kedua tipe di atas.
Ratna26
Ada 3 (tiga) faktor yang mendasari interaksi manusia, antara lain :
1. Imitasi
Akan jelas tampak pada tingkah laku anak-anak dalam pertumbuhan menuju dewasa.
Penguasaan bahasa merupakan imitasi.
2. Sugesti
Diterima dari seseorang yang mempunyai popularitas, prestise sosial atau ahli dalam
lapangan tertentu.
3. Simpati
Sangat penting dalam kehidupan kekaryaan, di mana ada bawahan dan atasan. Simpati
adalah perasaan tertariknya seseorang pada orang lain. Dorongan munculnya simpati
adalah keinginan bekerjasama dengan orang lain.
Ratna27
Perasaan seseorang dapat dilihat dari wajah. Wajah yang melankonis terlihat pada arah
pandang ke bawah; ujung bibir, pandangan mata dan kantung pipi mengarah ke bawah.
Orang demikian biasanya mempunyai sifat tertutup, perasaan halus, murung, mudah
tersinggung dan sulit mengemukakan perasaan. Pewawancara hendaknya jangan
membentuk-bentak, karena klien akan semakin tertutup.
Tipe orang yang agresif cenderung menonjolkan dagunya ke depan, kesadaran diri kuat,
kepala tegak lurus, dadanya ke depan, berjalan dengan langkah-langkah tegap dan pasti,
kadang-kadang mempunyai sifat agak menentang. Menghadapi orang seperti ini,
pewawancara harus siap betul dengan pesan yang akan disampaikan. Pesan harus terarah
dan masuk akal, sekali jatuh orang tipe ini akan semakin mencongkak.
Para psikolog mempunyai pendapat bahwa wajah dan air muka adalah gambaran dari
perjalanan hidup yang telah dilalui. Ciri-ciri perasaan akan muncul pada cara menulis, cara
bicara dan lain-lain.
Dr. Kretschmer membagi tipe manusia menurut bentuk tubuh, antara lain :
1. Leptosom (tipe kurus)
Badan kurus tinggi, tulang tangan dan kaki panjang-panjang serta kurus, dada sempit.
Mempunyai sifat suka murung dan kurang terbuka. Menghadapi orang tipe ini,
pewawancara harus sabar, pertanyaan harus lincah agar tidak dijawab pendek-pendek.
5. Tipe gemuk
Badan gemuk, gerakannya lambat, kurang lincah, muka bulat, hidungnya pesek besar,
mulut lebar, bibir tebal sehingga keseluruhannya bulat seperti bola. Sifatnya raha,
humoris, senang bicara dan tertawa. Menghadapi orang dengan tipe ini tidak begitu sulit,
tetapi harus terarah sebab kalau tidak akan menghabiskan waktu dan tenaga untuk
tertawa dan bercanda.
2. Displacement (mengisar/menghindar)
Adalah pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang lain bentuknya atau ke objek
lain. Misalnya : seorang mahasiswa dimarahi oleh kepala ruangan, lalu mahasiswa
tersebut marah-marah lagi kepada klien yang cerewet.
Ratna29
3. Identification (identifikasi)
Cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi
kepribadiannya, dia ingin serupa dengan orang lain dan bersifat seperti orang tersebut.
4. Compensation (kompensasi)
Apabila tidak mendapatkan kepuasan disalah satu sektor kegiatan, lalu memperoleh
kepuasan pada sektor kegiatan lain. Misalnya : seorang mahasiswa yang prestasi
belajarnya rendah, tetapi ia dapat menonjol dalam kesenian atau olahraga.
6. Sublimation (sublimasi)
Mekanisme sejenis yang memegang peranan yang positif dalam menyelesaikan suatu
konflik dengan mengembangkan kegiatan yang konstruktif. Penggantian objek dalam
bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat yang derajatnya lebih tinggi.
Misalkan : impuls agresif disalurkan dengan menjadi petinju atau tukang potong hewan.
7. Projection (proyeksi)
Mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri
atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain. Mutu proyeksi lebih rendah
dari rasionalisasi. Misalnya : Ia membenci si A, tetapi ia mengatakan kepada orang lain
bahwa si A-lah yang benci kepadanya. Atau seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian
karena tidak belajar, menyalahkan dosennya yang memberikan soal terlalu berat.
8. Introjections (introyeksi)
Memasukkan dalam diri pribadi sifat-sifat dari pribadi orang lain. Misalkan : seorang
wanita yang mencintai seorang pria, ia memasukkan pribadi pria tersebut ke dalam
pribadinya.
Ratna30
12. Denial
Mekanisme penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalkan : ibu
dengan penyakit diabetes mellitus, memakan semua makanan yang seharusnya
dipantangkan.
Ratna31
13. Menarik diri
Mekanisme tingkah laku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik
diri dari pergaulan dengan lingkungannya. Misalkan : seseorang mahasiswa yang tidak
lulus mata ajaran fisiologi, sering merenung sendiri dan tidak mau bergabung dengan
teman-teman lainnya yang lulus mata ajaran tersebut.
14. Fantasi
Apabila seseorang menghadapi konflik pribadi, ia menarik diri dengan
berkhayal/berfantasi, misalkan dengan melamun.
15. Negativisme
Perilaku seseorang yang selalu bertentangan/menentang otoritas orang lain dengan
tingkah laku tidak terpuji. Misalkan : seorang mahasiswa yang menentang dosennya
dengan tidak masuk kuliah pada mata ajaran yang diajarkan oleh dosen tersebut.
Ratna32
BAB VII
HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN
A. SIFAT HUBUNGAN
Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri
2. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung
dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan personal yang realistic
Untuk mencapai tujuan ini, berbagai aspek pengalaman hidup klien perlu digali selama
berlangsungnya hubungan. Perawat memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengekspresikan persepsi, pikiran dan perasaannya serta menghubungkan hal tersebut
untuk mengamati dan melaporkan tindakan. Area konflik dan ansietas diklarifikasi. Juga
penting bagi perawat untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan kekuatan ego klien dan
memberikan dukungan untuk bersosialisasi serta menjalin ikatan dengan keluarga. Masalah
komunikasi diperbaiki dan pola perilaku maladaptive dimodifikasi sejalan dengan klien
menguji coba perilaku baru dan mekanisme koping yang lebih adaptif.
B. DIMENSI HUBUNGAN
Keterampilan atau kualitas tertentu harus dicapai oleh perawat untuk memulai dan
meneruskan hubungan yang terapeutik. Keterampilan tersebut menggabungkan perilaku
verbal dan non-verbal serta sikap dan perasaan di balik komunikasi perawat. Keterampilan
ini secara luas dibagi menjadi dimensi responsif dan dimensi tindakan, yang antara lain :
1. Dimensi responsif
Dimensi ini penting dalam fase orientasi untuk membina hubungan saling percaya dan
komunikasi yang terbuka. Dan selalu bermanfaat sepanjang fase kerja dan fase
terminasi serta memungkinkan klien untuk mencapai suatu penghayatan atau kesadaran
diri.
Ratna33
2. Dimensi tindakan
Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan dan
kemajuan hubungan terapeutik dengan mengidentifikasi hambatan terhadap
pertumbuhan klien dan tanpa hanya memperhitungkan kebutuhan akan pengertian atau
penghayatan internal, tetapi juga terhadap tindakan dan perubahan perilaku eksternal.
C. KEBUNTUAN TERAPEUTIK
Kebuntuan terapeutik atau hambatan kemajuan hubungan perawat-klien, terdiri dari 3 (tiga)
jenis utama : resistens, transferens dan kontratransferens. Ini timbul dari berbagai alasan
dan mungkin timbul dalam berbagai bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
hubungan terapeutik. Oleh karena itu, perawat harus mengatasinya. Kebuntuan ini
menimbulkan perasaan tegang baik perawata maupun bagi klien yang bis berkisar dari
ansietas dan aprehensi sampai frustasi, cinta atau sangat marah.
1. Resistens
Adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resistens merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi
yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah dalam aspek diri
seseorang. Sikap ambivalens diarahkan pada eksplorasi diri, di mana klien menghargai
juga menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas, merupakan bagian yang
normal dari proses terapeutik. Resistens utama sering merupakan akibat dari
ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resistens biasanya diperlihatkan klien selama fase kerja, karena fase ini sangat
banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2. Transferens
Adalah respon tidak sadar di mana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya yang lalu. Istilah
ini merujuk pada sekelompok reaksi yang berupaya untuk mengurangi atau
mengentaskan ansietas. Sifat yang paling menonjol dari transferens adalah
ketidaktepatan respon klien dalam ansietas dan penggunaan mekanisme pengisaran
(displacement) yang maladaptive. Reaksi transferens membahayakan untuk proses
terapeutik hanya bila ini diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada 2 (dua) jenis
utama yaitu : reaksi bermusuhan atau reaksi ketergantungan.
3. Kontratransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat, bukan oleh klien.
Kontratransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien
yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi. Kontratransferens adalah transferens yang diterapkan pada
perawat. Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan tetapi lebih
mencerminkan konflik terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti otoritas, seks,
keasertifan dan kemandirian.
Reaksi kontratransferens berbentuk salah satu dari 3 (tiga) jenis : reaksi sangat
mencintai atau “caring”, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat
cemas, seringkali digunakan sebagai respon terhadap resistens klien.
4. Pelanggaran batas
Merupakan hambatan hubungan terapeutik yang sangat penting. Hal ini terjadi jika
perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial,
Ratna34
ekonomi atau personal dengan klien. Sebagai ketetapan umum, kapanpun perawat
melakukan atau memikirkan sesuatu yang khusus, berbeda atau tidak biasa terhadap
klien, seringkali melibatkan pelanggaran batasan.
Contoh pelanggaran batasan yang mungkin terjadi :
a. Klien mengajak perawat makan siang atau makan malam di luar
b. Perawat menghadiri pesta atau undangan klien
c. Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya, seperti anaknya untuk
tujuan hubungan sosial
d. Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien, dan sebagainya.
Ratna35
D. MENGATASI KEBUNTUAN TERAPEUTIK
Untuk mengatasi kebuntuan terapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien. Awalnya perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan mengenali perilaku yang
menunjukkan adanya kebuntuan tersebut. Klarifikasi dan refleksi perasaan dan isi, kemudian
dapat digunakan agar perawat dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang terjadi.
Latar belakang perilaku perlu digali, baik klien (untuk reaksi resistens dan transferens) atau
perawat (untuk reaksi kontratransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab
terhadap kebuntuan terapeutik dan dampak negatif pada proses terapeutik.
Ratna36
KEPUSTAKAAN
Cangara, H (2002), Pengantar Ilmu Komunikasi, Cetakan III, PT. Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta.
Ellis, R.B, dkk (2000), Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan : Teori dan Praktik,
Cetakan I, EGC, Jakarta.
Mulyana, D (2001), Ilmu Komunikasi : Suatu Pengatar, Cetakan II, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Karyoso (1994), Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Dep.Kes. RI (1999), Modul Pelatihan Fungsional Perawat Puskesmas (Klasikal) : C2, Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Stuart, G.W. dan Sundeen, SJ (1998), Buku Saku : Keperawatan Jiwa (Pocket Guide to
Psychiatric Nursing), Edisi 3, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Pooter, PA dan Perry, AG (1993), Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice,
Third Edition, Mosby Year Book, St. Louis.
Ratna37
Inyanti
Musdalifah
Nur khafifah
Dahlia
Nilai bekerja
Masnita
Sindi
Cantika sarI
SARI SARAPANG
SULFIANTI GAMBO
SURIANTI
IKHA ALIFYA
INDA OCTAVIANA
MINCE
SERI GOMMO
ELMI RANDAN
EKA NUSRIYANTI
IKA PUTRI
PUTRI WULANSAARI
Ratna38