Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN I

KOMUNIKASI UMUM

BAB I
KONSEP KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam kehidupan sehari-hari
kita tidak dapat lepas dari komunikasi. Kenyataan memang komunikasi secara mutlak
merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali bagi perawat yang tugasnya
sehari-hari berhubungan dengan orang lain. Maka komunikasi merupakan sarana yang efektif
dalam memudahkan tugas perawat melaksanakan peran dan tugasnya dengan baik.

Ada 4 (empat) alasan mengapa komunikasi penting dalam kehidupan, yaitu :


 Memberi dan menerima informasi
 Mengurangi ketidakpastian
 Menguatkan keyakinan
 Mengungkapkan perasaan

Dalam hal ini, komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan dan


melaksanakan kegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam
lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia.

Dalam keperawatan, disadari dan diakui bahwa asuhan keperawatan akan lebih efektif
jika diberi dalam hubungan perawat-klien yang positif. Komunikasi terapeutik merupakan media
dalam mengembangkan hubungan perawat-klien yang positif. Selain itu, kualitas komunikasi
mempengaruhi kualitas hubungan dan efektifitas dari asuhan keperawatan (Cormiet dan
Wersser, 1984).

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Berikut ini, beberapa pengertian komunikasi menurut pendapat para ahli, antara lain :
1. Dr. Phill Astrid Susanto, Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang
yang mengandung arti.
2. Keith Davis (Human Relation at Work), Komunikasi adalah proses lewatnya informasi
dan pengertian seseorang ke orang lain.
3. Harold Kont & Cyril O’Donell, Komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu
orang ke orang lain terlepas percaya atau tidak.
4. William Ablig, Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang
mengandung pengertian antara individu-individu.
5. Burgess (1988), Komunikasi adalah proses penyampaian informasi atau pesan dari
pengirim ke si penerima pesan.
6. Yuwono (1985), Komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan
dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang
diinginkan dari penerima informasi.
7. Mc Dublin & Dahl (1985), Komunikasi adalah suatu proses tukar-menukar perasaan,
keinginan, kebutuhan dan pendapat.

Ratna1
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah :
1. Harus dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih
2. Memuat pesan berupa ide, pikiran, fakta, pendapat dan lain-lain
3. Menggunakan lambang-lambang yang dimengerti oleh yang melakukan komunikasi

B. MANFAAT KOMUNIKASI
Menurut Johnson (1981), ada 4 (empat) manfaat dan juga peranan komunikasi dalam
rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, antara lain :
1. Komunikasi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.
Artinya, bahwa perkembangan kita sejak masih bayi sampai masa dewasa mengikuti
pola makin meluasnya ketergantungan kita kepada orang lain. Bersamaan proses itu,
perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita
dengan orang lain.
2. Identitas atau jati diri kita terbentuk melalui komunikasi dengan orang lain.
Ini berarti bahwa selama proses komunikasi, sadar maupun tidak, kita akan mengamati,
memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang
lain terhadap diri kita. Pelan tapi pasti, berkat refleksi orang lain kita akan mampu
menemukan seperti apa jati diri kita sebenarnya.
3. Dengan komunikasi yang benar kita akan mampu memahami kenyataan yang ada
disekeliling kita.
Kita mampu menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang
kenyataan yang ada di sekitar kita melalui perbandingan dengan kesan-kesan yang
muncul pada orang-orang di lingkungan kita.
4. Komunikasi berperan sebagai sarana pembentuk kesehatan mental.
Jika proses komunikasi yang dilakukan menemui berbagai kendala atau masalah, tentu
akan mempunyai dampak langsung terhadap kualitas kesehatan mental kita. Kita akan
menjadi frustasi, cemas dan putus asa.

C. TIPE-TIPE KOMUNIKASI
Beberapa tipe komunikasi menurut jenisnya dapat dibagi :
1. Berdasarkan pelaksanaannya
a. Formal, adalah komunikasi yang terjadi dalam situasi formal dan lingkup pekerjaan
yang secara hirarki berbeda.
b. Informal, adalah komunikasi yang pelaksanaannya tidak mengenal hirarkis dan tidak
ada sanksinya.

2. Berdasarkan bentuknya
a. Verbal communication, adalah komunikasi yang menggunakan lambang bahasa
dalam penyampaian pesan kepada penerima yang meliputi bicara/lisan dan tertulis.
b. Non-verbal communication, adalah komunikasi yang mempergunakan gerak-gerik,
sikap, ekspresi wajah, isyarat, penampilan, tekanan suara dan lain-lain sebagai
lambang dalam penyampaian pesan.

3. Berdasarkan umpan-balik
a. Satu arah, adalah komunikasi yang dilakukan satu orang (komunikator) tanpa
memberikan kesempatan kepada penerima (komunikan) untuk meminta penjelasan,
pembenaran dan lain-lain.

Ratna2
b. Dua arah, adalah komunikasi yang mempunyai sistem umpan-balik yang melekat
dan menjamin bahwa informasi jelas, terbuka untuk pertanyaan yang belum jelas.
c. Berantai, adalah komunikasi yang berlangsung dari satu penerima ke penerima lain,
dan disampaikan lagi kepada penerima lain sehingga pada akhirnya tidak dikenal
sumber informasi tersebut. Kelemahan tipe ini dapat menyebabkan pesan berkurang
atau bertambah dari satu komunikan kepada komunikan lainnya.

D. RUANG LINGKUP KOMUNIKASI


Komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pikiran seseorang atau orang-orang kepada
orang lain, komunikasi dapat diadakan dalam bentuk :
1. Sebagai suatu perintah  terkait dengan proses manajemen
2. Sebagai suatu permintaan
3. Sebagai suatu observasi
4. Sebagai informasi
5. Sebagai pelajaran  terkait dengan pendidikan dan penyuluhan

Ratna3
BAB II
PROSES KOMUNIKASI

A. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
Secara teknis, unsur-unsur komunikasi terdiri dari :
1. Komunikator, yaitu orang yang memprakarsai adanya komunikasi; prakarsa dapat timbul
karena jabatan, tugas, wewenang dan tanggung jawab.
2. Message (pesan), yaitu perihal yang akan disampaikan; dapat berupa ide, pendapat,
pikiran dan saran.
3. Channel (saluran), yaitu segala sarana yang digunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan pada pihak lain. Dapat berbentuk panca
indera dan alat teknologi.
4. Metode, yaitu segala cara yang digunakan komunikator dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain.
5. Komunikan, yaitu orang yang menjadi objek atau sasaran dari komunikasi atau pihak
yang menerima pesan/berita.
6. Environment (lingkungan), yaitu suasana di mana proses komunikasi berlangsung.
7. Feed-back (umpan-balik), yaitu respons komunikan terhadap pesan yang diterima dari
komunikator.

Gillies (1994) dalam bukunya berjudul Nursing Management : a Systems Approach


membagi komponen komunikasi dalam 7 (tujuh)kategori :
1. Sender (komunikator)
2. Message (pesan)
3. Signal (tanda/simbol/lambang)
4. Channel (saluran)
5. Receiver (komunikan)
6. Noise (suara/kebisingan)
7. Feed back (umpan-balik)

Sedangkan Perry dan Potter (1987) membaginya dalam enam kategori antara lain :
1. Referent (faktor yang mempengaruhi)
2. Sender
3. Message
4. Receiver
5. Channel
6. Feed back

B. LAMBANG-LAMBANG KOMUNIKASI
Untuk berkomunikasi diperlukan lambang-lambang yang membentuk pesan/berita sehingga
dapat dimengerti oleh komunikan. Lambang-lambang tersebut berupa :
1. Kata
Kata-kata dapat dipergunakan untuk menunjukkan pengertian-pengertian yang tidak
nyata dan tidak terlihat. Penggunaan kata yang efektif dalam komunikasi harus
mengingat masalah semantic (pemilihan kata dan perangkat kalimat) dan situasi di mana
komunikasi berlangsung sangat mempengaruhi arti kata-kata.
2. Tindakan
Ratna4
Tindakan akan lebih jelas/nyata pengertiannya dari kata-kata. Pengertian yang
ditimbulkan juga berbeda tergantung latar belakang dan posisi daripada komunikator.
3. Gambar
Gambar menunjukkan kekuatan dalam menyampaikan maksud dan pengertian kepada
komunikan. Gambar menguatkan pengertian yang masih samar-samar atau kurang jelas.
4. Angka
Angka dipergunakan untuk memperlihatkan data-data statistik. Komunikan akan lebih
terkesan dengan penggunaan lambang angka, apabila komunikasi yang dilaksanakan
untuk tujuan persuasif.

Kebanyakan komunikasi dilaksanakan secara lisan sehingga harus mempergunakan


pendengaran. Terdapat 3 (tiga) jenis sifat pendengaran, yaitu :
1. Marginal, yaitu suatu proses memberikan sedikit perhatian kepada pembicara.
Kelemahan dari pendengaran ini dapat menyebabkan kesalahpahaman, sebab pesan
yang disampaikan tidak begitu dipahami atau dianggap tidak berarti.
2. Evaluatif, yaitu suatu proses memberikan perhatian penuh sehingga dirasa terlalu cepat
oleh komunikan.
3. Projektif, yaitu suatu proses mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan
kritik, menyetujui dan tidak menyetujui.

Ratna5
C. MEKANISME KOMUNIKASI

KOMUNIKATO
R

Mengembangkan
ide/pikiran
Mengkode
ide/pikiran

MESSAGE

Channel FEED-BECK

KOMUNIKAN

Menerima
lambang-lambang

Membaca dan
menyandi lambang

Menerima
lambang-lambang

Ratna6
Ratna7
D. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI
Dalam kondisi apapun akan selalu terdapat faktor-faktor yang menghambat adanya
komunikasi. Faktor-faktor ini adalah :
1. Faktor yang bersifat teknis
a. Kurangnya penguasaan teknik komunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Indra yang rusak
e. Kurang memahami sistem sosial
f. Jarak dalam berkomunikasi

2. Faktor yang sifatnya perilaku


a. Pandangan yang bersifat apriori
b. Prasangka yang didasarkan atas emosi dan tidak beralasan
c. Suasana yang otoriter
d. Ketidakmauan untuk berubah walaupun salah
e. Sifat yang egosentris
f. Berbicara berlebihan dan mendominir pembicaraan

3. Faktor yang bersifat situasional


a. Perbedaan pengalaman yang lalu, sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan,
pendidikan dan pekerjaan.
b. Situasi lingkungan yang bising atau ribut
c. Reaksi emosional, seperti cemas, perasaan tidak aman dan merasa terancam
d. Perbedaan nilai dan standar

E. KOMUNIKASI EFEKTIF
Menurut “American Management Association” (Burgess, 1988) ada 10 cara untuk
meningkatkan komunikasi, antara lain :
1. Mencoba “mencari” kejelasan ide sebelum bicara
2. “Mengkaji” kejelasan tujuan dari tiap pembicaraan
3. “Pertimbangan” kemampuan fisik secara keseluruhan saat berbicara
4. “Pikirkan” saat berbicara isi pesan yang disampaikan
5. Pesan yang disampaikan “cukup jelas”
6. “Mengikuti” jalannya komunikasi
7. “Bicara untuk besok sama dengan hari ini”
8. “Yakinkan” tindakan yang dilakukan menyokong komunikasi
9. “Konsultasi” dengan orang lain jika perlu dalam merencanakan komunikasi
10. Cobalah untuk “memahami dan dipahami” dan jadilah pendengar yang baik

Syarat-syarat komunikasi yang baik adalah :


1. Mempergunakan bahasa yang baik dan dimengerti oleh komunikan
2. Pesan yang disampaikan harus lengkap agar dapat dipahami secara menyeluruh oleh
komunikan
3. Atur arus informasi sehingga antara pengirim dan umpan-balik seimbang
4. Dengarkan dengan aktif
5. Tahan emosi
6. Perhatikan isyarat non-verbal

Ratna8
F. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI
1. Relevan, yaitu pesan yang disampaikan harus sesuai dengan kenyataan atau dapat
diterima akal sehat/logika.
2. Sederhana, yaitu mengurangi ide-ide yang kompleks untuk menyederhanakan
komunikasi
3. Defenisi, yaitu mendefinisikan ide sebelum dijelaskan dan disampaikan
4. Struktur, yaitu pengorganisasian pesan ke dalam suatu kesatuan
5. Pengulangan, yaitu mengulangi konsep-konsep utama dari pesan
6. Perbandingan, yaitu membandingkan ide yang lama dan yang baru, hubungan yang
diketahui dan tidak diketahui
7. Penekanan, yaitu berfokus pada aspek yang utama dan penting dari komunikasi

Ratna9
BAGIAN II
KOMUNIKASI TERAPEUTIK

BAB III
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Menurut Stuart dan Sundeen (1991, Hal. 108), komunikasi sangat penting dalam praktek
keperawatan, karena :
1. Komunikasi adalah cara untuk membina hubungan terapeutik. Dalam proses komunikasi
terjadi penyampaian informasi, pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti keberhasilan
intervensi keperawatan tergantung kepada komunikasi sebab proses keperawatan
ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak
mungkin dapat dicapai tanpa komunikasi.

Dalam memberikan asuhan keperawatan, komunikasi terapeutik memegang peranan


penting untuk membantu klien memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi tidak dapat
dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan aktifitas fisik, mental, disamping juga
dipengaruhi latar belakang sosial, pengalaman, usia, pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai.

Dalam membina hubungan yang terapeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui
proses komunikasi seperti telah diuraikan sebelumnya. Selain itu, perawat juga perlu memahami
prinsip-prinsip komunikasi terapeutik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam
berinteraksi dengan klien.

Perawat perlu menyampaikan atau mengkaji pesan, selain secara verbal juga non-verbal, antara
lain :
1. Vokal, meliputi nada suara, kualitas, keras atau lembut, kecepatan; yang kesemuanya
menggambarkan respon emosional klien.
2. Gerakan, meliputi refleks, postur, ekspresi wajah, gerakan yang berulang atau gerakan
lain. Khususnya ekspresi wajah dapat menggambarkan suasana hati.
3. Sentuhan, terkadang membawa pesan yang ampuh. Perawat dalam berinteraksi dengan
klien banyak melakukan kontak fisik, misalnya meraba denyut nadi, palpasi, dsb. Atau
meletakkan tangan pada dahi klien.
4. Jarak bicara, meliputi komunikasi yang intim lebih atau sama dengan 45,4 cm;
komunikasi personal 45,5 – 120 cm (Stuart dan Sundeen, 1991). Leahy dan Kizilay
(1998) mengatakan bahwa jarak 50 cm menunjukkan hubungan intim, 50-150 cm
menunjukkan hubungan kurang intim, 150-350 cm menunjukkan hubungan sosial,
sedangkan dihadapan orang banyak biasanya jaraknya minimal 350 cm.
5. Penampilan, cara dan jenis pakaian, rambut, perhiasan dan rias wajah berbicara banyak
tentang kepribadian, peran, pekerjaan, status dan suasana hati seseorang.

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien.

Ratna10
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah
pada tujuan yaitu penyembuhan klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien.
Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan dalam praktek komunikasi pribadi di antara perawat
dan klien, di mana perawat membantu klien dan klien menerima bantuan.

B. KEGUNAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan, komunikasi terapeutik berguna untuk
mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien melalui
hubungan/interaksi perawat-klien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan.

Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien dan
membantu klien mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan
pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan negatif terhadap
pertahanan diri klien.

C. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk :
1. Membantu klien memperjelas dan mengurangi beban perasaan/pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang
diperlukan.
2. Mengurangi keraguan; membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara


dan penyuluhan. Dalam praktek keperawatan, wawancara dipergunakan untuk berbagai
tujuan; misalnya : pengkajian, memberi penyuluhan kesehatan dan perencanaan, serta
sebagai media terapeutik.

D. KARAKTERISTIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Ada tiga hal yang mendasar yang memberikan karakter pada komunikasi terapeutik antara
lain :
1. Genuineness (keikhlasan)
Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan
perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa
ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga
mampu belajar mengkomunikasikannya secara tepat. Tidak selalu mudah melakukan
suatu keikhlasan.

2. Empathy (empati)
Merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap perasaan yang
dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu
yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami
Ratna11
orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berpikir
tentang apa yang dilakukan atau dirasakan klien.

3. Warmth (kehangatan)
Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat untuk memberikan
kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan
menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.
Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa
penerimaan perawat terhadap klien.

Ratna12
E. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik terdiri dari :
1. Sumber proses komunikasi yaitu komunikator.
Prakarsa komunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan
sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
2. Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian, baik berupa bahasa
verbal maupun bahasa non-verbal.
3. Komunikan yaitu orang yang menerima pesan dan membahas pesan yang disampaikan
oleh sumber.
4. Lingkungan waktu komunikasi berlangsung; meliputi saluran penyampaian dan
penerimaan pesan (channel), serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan. Saluran
penyampaikan pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan,
pengecapan dan perabaan.

F. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERPAEUTIK


Dalam menjalin hubungan yang terapeutik perawat-klien yang baik, perawat harus mampu
menghadirkan diri secara fisik dan psikologis pada saat berkomunikasi dengan klien. Oleh
karena itu, sikap dan penampilan saat berkomunikasi sangat penting.

Menurut Egan (1975, Hal. 12), cara menghadirkan diri secara fisik adalah :
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah “Saya siap untuk membantu saudara.”
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu keadaan dari klien.
4. Memperlihatkan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi dan siap untuk membantu.
5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon kepada klien, walaupun pada situasi yang kurang
menyenangkan.

Menurut Truax, Karkhoff dan Beransan (dikutip dari Stuart dan Sundeen, 1991); kehadiran
secara psikologis dibagi dalam 2 (dua) dimensi, yaitu dimensi respon dan dimensi tindakan.
1. Dimensi Respon
a. Keikhlasan/kesejatian
Perawat ikhlas dalam memberikan pelayanan terbuka, jujur dan berperan aktif dalam
berhubungan dengan klien.
b. Menghargai
Dapat menerima klien apa adanya, tidak menekan, memarahi dan mengkritik klien.
Sikap menghargai dapat diekspresikan dengan duduk bersama klien yang sedang
sedih, minta maaf atas hal-hal yang tidak disukai klien. Tidak mendesak klien
terhadap informasi yang dirahasiakan klien.
c. Empati
Ikut merasakan apa yang dirasakan klien, namun tidak terlihat secara emosi.
d. Konkrit/nyata
Menggunakan istilah-istilah yang bisa dimengerti klien agar tidak menimbulkan
keraguan.

2. Dimensi Tindakan
Ratna13
a. Konfrontasi
Adalah ekspresi perasaan perawat terhadap perilaku klien yang kurang tepat, seperti
:
1) Ketidaksesuaian verbal dan non-verbal
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi diri klien dan ideal diri klien
3) Ketidaksesuaian pengalaman klien dan perawat

Konfrontasi ini perlu untuk meningkatkan kesadaran dan sikap klien. Namun,
perawat perlu melihat tingkat hubungan dengan klien, bila rasa saling percaya telah
terbentuk, konfrontasi akan membantu merubah perilaku klien. Tetapi sebaliknya
bila belum terbina, perawat harus hati-hati melakukan konfrontasi agar klien tidak
tersinggung.
b. Kesegaran
Kesegaran ingin menolong klien, perawat perlu sensitif terhadap kebutuhan klien.
c. Keterbukaan perawat (pengungkapan diri perawat)
Perawat membuka diri tentang pengalaman yang sama dengan klien. Tukar
pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan
memberi sokongan terhadap klien.
d. Emosional katarsis
Ketakutan dengan kecemasan klien tentang masalah yang sangat mengganggu
dirinya, perawat mengkaji kesiapan klien menceritakan masalahnya. Jika klien bicara
dalam situasi aman dan bersahabat, akan memperluas kesadaran dan penerimaan
diri klien.
e. Bermain peran
Melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini penting untuk meningkatkan
kesadaran klien terhadap situasi tertentu. Jadi mempraktekkan perilaku yang baru
pada lingkungan yang aman secara bebas.

Menurut Carl Rogers, prinsip-prinsip komunikasi terapeutik adalah :


1. Mengenal dirinya sendiri; berarti menghayati dan memahami dirinya sendiri serta nilai
yang dianut.
2. Sikap; komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3. Nilai; perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Kebutuhan; perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik secara fisik
maupun mental.
5. Lingkungan; perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas
berkembang tanpa rasa takut dan memiliki motivasi untuk merubah dirinya, baik sikap,
tingkah-lakunya, sehingga tumbuh makin matang dan memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
6. Menguasai perasaan; perawat harus mampu menguasai perasaan diri sendiri secara
bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi. Dan mampu mengekspresikan perasaan bila dianggap
perlu.
7. Empati; memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik, dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
8. Jujur dan komunikasi terbuka; merupakan dasar dari komunikasi terapeutik.
9. Role model; perawat mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Oleh karena itu, perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik-mental, spiritual dan gaya hidup.
Ratna14
10. Altruisme; mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
11. Etika; berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
12. Bertanggung jawab; dalam 2 (dua) dimensi yaitu bertanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Ratna15
G. PERBEDAAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK DENGAN
KOMUNIKASI SOSIAL
KOMUNIKASI TERAPEUTIK KOMUNIKASI SOSIAL
 Terjadi antara perawat dengan klien atau  Terjadi setiap saat antara orang per-
anggota tim kesehatan lain orang, baik dalam pergaulan maupun
 Komunikasi ini umumnya lebih akrab lingkungan kerja
karena mempunyai tujuan, berfokus pada  Komunikasi bersifat dangkal karena tidak
klien yang membutuhkan bantuan mempunyai tujuan
 Perawat secara aktif mendengarkan dan  Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan,
memberi respon kepada klien dengan aktifitas sosial dan lain-lain
cara menunjukkan sikap mau menerima  Pembicaraan tidak mempunyai fokus
dan mau memahami sehingga dapat tertentu, tetapi lebih mengarah pada
mendorong klien untuk berbicara secara kebersamaan dan rasa senang
terbuka tentang dirinya. Selain itu  Dapat direncanakan, tetapi dapat juga
membantu klien untuk melihat dan tidak direncanakan
memperhatikan apa yang tidak disadari
sebelumnya.

Ratna16
BAB IV
PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. FASE-FASE DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Terdapat 4 (empat) fase berurutan dalam hubungan perawat-klien agar hubungan antara
perawat dan klien lebih efektif, meliputi :
1. Fase pre-interaksi (pre-interaction phase)
Fase ini dimulai sebelum kontak dengan klien, perawat perlu mengkaji kesiapan diri
untuk berinteraksi dengan klien.
Tugas perawat dalam fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan
menentukan kontak pertama, meliputi :
a. Menggali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri
b. Menganalisa kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri
c. Mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan
d. Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien

2. Fase perkenalan atau orientasi (orientation phase)


Fase ini dimulai saat pertemuan pertama dengan klien. Tugas perawat dalam fase ini
adalah :
a. Menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan
b. Membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka
c. Identifikasi masalah klien
d. Menetapkan tujuan bersama dengan klien
e. Merumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan, mencakup
nama, peran, tanggung jawab, harapan, tujuan, tempat pertemuan, waktu
pertemuan, kondisi untuk terminasi dan kerahasiaan

Dalam fase orientasi ini secara umum dicirikan dengan lima kegiatan pokok, antara lain :
a. Testing; sering klien menguji perawat selama tahap ini, karena kesulitan klien untuk
mengetahui kebutuhannya yang harus dibantu oleh perawat. Ketakutan untuk
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan kecemasan yang dirasakan sering
menyebabkan kebutuhan klien berubah-ubah. Dalam kondisi seperti ini, perawat
harus menunjukkan keinginan (desire) untuk membantu dengan cara menerangkan
tindakan yang akan dilakukan dan melakukan tindakan keperawatan tersebut secara
hati-hati.
b. Building trust; rasa percaya (trust) menjadikan seseorang mengikuti apa yang
dikatakan dan diminta seseorang tanpa rasa ragu atau menimbulkan pertanyaan.
Kredibilitas, rasa percaya diri dan rasa untuk dapat dipertanggung jawabkan
terbangun ketika rasa percaya diri itu telah ada dan berkembang.
c. Identification of problems and goals; pada awal pertemuan klien, pada saat itu pula
perawat telah memulai mengkaji status kesehatan klien. Melalui pengamatan dan
interaksi yang terjadi, perawat mulai membuat diagnosis masalah yang dihadapi
klien.
d. Clarification of roles; dalam tahap ini perawat kembali mengklarifikasi prosedur-
prosedur yang akan dilaksanakan pada klien secara teliti dan akurat.
e. Contract formations; perawat menetapkan kontrak pertemuan dengan klien untuk
pertemuan berikutnya.

Ratna17
3. Fase kerja (working phase)
Dalam fase ini, perawat bersama klien menggali ancaman yang mungkin timbul dan
meningkatkan kesadaran diri. Perawat membantu klien mengatasi masalah klien dengan
memberi informasi atau saran. Tugas perawat dalam fase ini adalah :
a. Menggali stessor yang relevan
b. Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan
c. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan masalah dan
dalam mengembangkan hubungan kerjasama
d. Membahas dan mengatasi perilaku resistens
e. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada
f. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan
masalah yang ada

4. Fase terminasi (termination phase)


Pada fase ini, hubungan intim perawat-klien terbina baik, sehingga sulit untuk
memutuskan hubungan, keduanya merasa kehilangan. Oleh karena itu, perlu dikaji dan
dipersiapkan respon emosi yang mungkin timbul. Fase ini dapat terjadi pada saat
perawat pindah tugas atau klien pulang. Terminasi yang dipersiapkan dengan baik akan
memberikan pengalaman yang positif untuk klien. Sedangkan terminasi yang tiba-tiba
membuat klien merasa kehilangan dan kecewa.
Tugas perawat pada fase ini, meliputi :
a. Membina realitas tentang perpisahan
b. Meninjau kemampuan terapi dan persiapan pencapaian tujuan-tujuan
c. Menggali secara timbal-balik perasaan penolakan, kehilangan, kesedihan dan
kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya

B. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Untuk menanggapi pesan yang disampaikan klien, beberapa teknik komunikasi yang dapat
dipergunakan perawat menurut Stuart dan Sundeen (1991, Hal. 118-120), antara lain :
1. Active listening (mendengarkan dengan aktif)
Merupakan dasar komunikasi. Dengan mendengar perawat dapat memahami perasaan
klien. Beri waktu pada klien untuk mengekspresikan perasaan dan jadilah pendengar
yang baik. Menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan dasar dalam
melakukan hubungan perawat-klien. Selama mendengarkan, secara aktif perawat
mengikuti apa yang dibicarakan klien dan memperhatikan pembicaraannya. Perawat
memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan
perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.

2. Beri kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan


Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil inisiatif dalam memilih topik
pembicaraan. Ciptakan suasana di mana klien merasa terlibat penuh dalam suatu
pembicaraan. Bagi klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya
dalam suatu interaksi, maka perawat dapat mengarahkan klien, misalnya dengan
menanyakan, “Adakah sesuatu yang ingin bapak bicarakan dengan saya?” Pertanyaan
ini akan menrangsang klien untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa dia
diharapkan untuk membuka pembicaraan.

3. Memberikan penghargaan

Ratna18
Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan namanya, menunjukkan
kesadaran tentang perubahan yang terjadi, menghargai klien sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai
individu. Misalnya, “Selamat pagi Bu Elsa, saya perhatikan ibu tampak ceria hari ini.”

4. Restating (mengulang kembali)


Mengulangi isi pikiran atau ungkapan klien untuk menegaskan arti pesan yang
disampaikan. Cara ini menunjukkan perawat memperhatikan klien bicara. Perawat
mengulang sebagian pertanyaan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri, yang
menunjukkan bahwa perawat mendengarkan apa yang dikatakan atau diungkapkan
klien. Apabila isi pikirannya tidak dimengerti, maka klien dapat mengulang kembali apa
yang pernah diucapkannya sehingga menjadi jelas. Misalnya klien berkata, “Suster, saya
tidak dapat tidur malam ini, sepanjang malam terjaga.” Perawat dapat mengulang,
“Apakah bapak mengalami kesulitan tidur?”

5. Refleksi
Merefleksikan isi pikiran dan perasaan klien agar klien mengetahui dan menerima pikiran
dan perasaannya. Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan klien untuk
menunjukkan bahwa perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan klien,
refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami sikap sendiri,
mengerti perasaan dan kebingungan, keragu-raguan serta persepsinya yang benar,
diungkapkan oleh orang lain dengan caranya sendiri. Teknik ini digunakan untuk
membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya agar menjadi lebih jelas, menyadari
bahwa perawat mengharapkan dirinya untuk melakukan hal-hal tersebut, maka klienpun
akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Ketika klien mengekspresikan perasaan dan idenya, maka perawat sebaiknya
menghargai dan menerima serta merefleksikan perasaan dan ide-ide tersebut. Misal :
Klien : “Apakah menurut suster saya lebih baik dioperasi?”
Ners : “Bagaimanakah menurut bapak, apakah lebih baik dioperasi?” atau
Klien : “Saya tidak dapat menerima sikap suami saya yang seenaknya saja!”
Ners : “Ibu marah pada suami ibu?”

6. Klarifikasi
Menjelaskan kembali ungkapan pikiran yang dikemukakan klien yang kurang jelas bagi
perawat, agar tidak terjadi salah pengertian.
Klien : “Saya dianggap benda mati barangkali, ya dokter dan perawat hanya lewat-lewat
saja.”
Ners : “Apakah yang bapak maksud bahwa kami kurang memperhatikan bapak?” atau
“Dapatkah bapak menjelaskan kembali apa maksud bapak tadi?”

7. Mengarahkan pembicaraan (focusing)


Perawat membantu klien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih spesifik dan
terarah. Biasanya teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi yang mendalam
tentang suatu masalah.
Klien : “Saya tidak mau lagi dirawat di rumah sakit!”
Ners : “Barangkali bapak dapat menjelaskan apa yang bapak alami, sehingga bapak
tidak mau lagi di rawat di rumah sakit.” Atau “Coba bapak ceritakan bagaimana
pengalaman bapak tentang perawat di rumah sakit yang membuat bapak tidak ingin lagi
di rawat di rumah sakit.”
Ratna19
8. Membagi persepsi (Sharing perception)
Perawat mengungkapkan persepsinya tentang klien dan meminta umpan-balik dari klien
berupa pendapat klien tentang hal yang dipikirkan atau dirasakan perawat. Dengan
demikian juga perawat dapat memberikan umpan-balik dan memberi informasi.
Ners : “Ibu tersenyum, tapi saya rasa ibu marah kepada saya.” Atau “Ibu tampak lain
hari ini, kelihatan cantik, barangkali akan ada tamu istimewa datang?”

9. Diam (Silence)
Diam yang positif dan penuh penerimaan merupakan media terapeutik yang sangat
berharga karena dapat memotivasi klien untuk berbicara, mengarahkan pikiran terhadap
masalah yang dialaminya. Memberikan waktu kepada klien untuk menimbang alternatif
tindakan yang perlu dilakukan dan memberikan kesempatan untuk merasakan bahwa
dirinya diterima seutuhnya, meskipun klien tetap berdiam diri atau merasa malu, tetapi
klien tetap merasa bahwa dirinya berharga dan diterima. Diam dapat mendorong atau
menghambat komunikasi, sehingga perawat harus berhati-hati dalam menerapkan teknik
ini. Bagi klien depresi, diam dapat diartikan sebagai dorongan pengertian dan
penerimaan.

10. Memberi informasi (Informing)


Memberikan informasi kepada klien tentang hal-hal yang tidak atau belum diketahuinya
atau bila klien bertanya. Informasi yang diberikan bisa sebagai cara untuk membina
hubungan saling percaya dengan klien sehingga menambah pengetahuan klien yang
akan berguna baginya untuk mengambil keputusan secara realistic.
11. Memberi saran
Merupakan teknik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu yang tepat dan cara
yang konstruktif, sehingga klien dapat memilih alternatif ide untuk pemecahan
masalahnya dan baik digunakan pada fase kerja.

12. Pertanyaan terbuka (Open-ended question)


Memberikan pertanyaan yang luas, sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya,
perasaannya dengan kata-kata sendiri atau dapat memberikan informasi yang
diperlukan.
Ners : “Selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?” atau “ Coba bapak ceritakan
tentang riwayat penyakit bapak.” Atau “Apa yang biasa bapak lakukan bila sakit kepala.”
Dan berikan dorongan pada klien untuk bicara dengan menganggukkan kepala atau
mengatakan, “Saya mengerti atau o… o… o…”

13. Eksplorasi
Menggali lebih dalam ide-ide, pengalaman atau masalah klien perlu diketahui. Banyak
klien yang berbicara hanya hal-hal yang ringan-ringan saja, sepertinya klien sedang
menguji apakah perawat cukup tertarik untuk mengetahui lebih lanjut. Atau juga klien
menganggap bahwa pengalaman masa lalu seakan-akan tidak penting. Misalnya, Ners :
“Maukah Anda menceritakan secara lengkap akan hal-hal itu?”

14. Identifikasi thema


Latar belakang yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Digunakan untuk
mengungkapkan pengertian dan mengekspresikan masalah klien. Misalnya, Ners : “Saya
dengar dari keterangan yang ibu berikan, ibu telah dikecewakan suami; apakah ini latar
belakang masalah ibu?”
Ratna20
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI
Ada banyak faktor yang mempengaruhi penafsiran seseorang dalam mengirim dan
menerima pesan dalam komunikasi. Perry dan Potter (1987) mengindikasikan ada tujuh
faktor yang mempengaruhi berlangsungnya proses komunikasi, antara lain :
1. Persepsi
Persepsi merupakan pantulan “perasaan jiwa” seseorang terhadap stimulus tertentu
yang terjadi dalam lingkungannya, baik yang ada dalam diri individu yang bersangkutan
maupun yang diluar dirinya atau dihadapannya. Persepsi biasanya terbentuk melalui
tujuan dan harapan individu. Persepsi seseorang sangat sulit diubah terutama yang telah
mengakar lama dalam pikiran dan terjadi pada pengalaman yang sama. Persepsi
seseorang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang dipunyai, budaya, sosial
ekonomi, ras, jenis kelamin dan juga pengamalan yang mereka alami sebelumnya.

2. Nilai
Adalah keyakinan seseorang tentang nilai suatu ide atau tingkah laku. Nilai yang dimiliki
seseorang akan mencerminkan kebutuhan atau keinginan yang dimiliki, budaya dan
refleksi sosial yang disandangnya, termasuk pola hubungan atau interaksi dengan orang
lain. Nilai masing-masing orang sangat bervariasi dan akan berubah serta berkembang
setiap saat. Perbedaan pengalaman dan harapan akan membentuk nilai yang beragam
pula.

3. Emosi
Emosi yang mempengaruhi jalannya komunikasi dimaknai sebagai perasaan subjektif
seseorang tentang kejadian dan mempengaruhi bagaimana individu menggunakan
kapasitas yang dimiliki dan bagaimana individu menggunakan kapasitas yang dimiliki
serta bagaimana dia berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini perawat harus
mampu mengendalikan emosi agar tidak bercampur dengan optimalisasi tindakan
keperawatan yang sedang diberikan.

Ratna21
4. Latar belakang sosial budaya
Budaya yang dipunyai seseorang akan membentuk pandangan umum dan persepsi yang
dimilikinya tentang dunia tempat mereka tinggal. Bahasa, gerak-isyarat (gesture) dan
sikap seseorang akan mencerminkan budaya yang dimilikinya (cultural origins). Dalam
hal ini perawat harus mampu menerima perbedaan latar belakang budaya klien dengan
perawat.

5. Pengetahuan
Perbedaan tingkat pengetahuan membuat proses komunikasi semakin sulit. Semakin
tinggi perkembangan dan pendidikan seseorang, akan semakin kompleks pula bahasa
yang dipakai dalam proses komunikasi. Dalam kasus ini, pemakaian bahasa yang lazim
digunakan sangat membantu dalam mengkomunikasikan atau menjembatani perbedaan
yang terjadi.

6. Peran dan pola hubungan


Adan kalanya peran dan pola hubungan seseorang dapat sama dengan peran dan pola
hubungan lawan bicaranya. Tetapi bisa juga sebaliknya tidak sama. Jika tidak sama,
konflik komunikasi kemungkinan besar terjadi. Karena, beberapa strategi dapat
digunakan untuk mengeliminasi perbedaan tersebut misalnya dengan menentukan
secara tepat kapan menggunakan komunikasi formal dan kapan informal. Perawat harus
mampu mengidentifikasi peran dan pola hubungan seperti yang dimiliki lawan bicara kita.
Sehingga komunikasi yang efektif dapat diciptakan ketika pelaku komunikasi menyadari
peran dan pola hubungan yang dimiliki masing-masing.

7. Kondisi lingkungan
Proses komunikasi akan menjadi lebih efektif jika dilakukan pada kondisi yang nyaman
dan kondusif. Kebisingan atau gangguan dan pembatasan hak pribadi kemungkinan
dapat menyebabkan kebingungan, tekanan dan ketidaknyamanan dalam berkomunikasi.

D. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT KOMUNIKASI


Faktor-faktor penghambat dalam komunikasi terapeutik adalah :
1. Kemampuan pemahaman yang berbeda
2. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu
3. Komunikasi satu arah
4. Kepentingan yang berbeda
5. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
6. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
7. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
8. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari klien mengenai tindakan perawat
9. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
10. Menghentikan atau mengalihkan topik pembicaraan
11. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan
12. Memperlihatkan sikap jemu dan pesimis

Ratna22
BAB V
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
DALAM PROSES KEPERAWATAN

A. PERANAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PROSES KEPERAWATAN


Komunikasi memegang peranan penting pada setiap tahapan proses keperawatan,
meliputi :
1. Pengkajian
a. Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi
b. Mengevaluasi data tentang status mental klien untuk menentukan batas intervensi
c. Mengevaluasi kemampuan klien dalam berkomunikasi secara verbal
d. Mengobservasi apa yang terjadi pada klien tersebut saat ini
e. Mengidentifikasi tingkat perkembangan klien sehingga interaksi yang diharapkan
bisa realistic
f. Menentukan apakah klien memperlihatkan sikap verbal dan non-verbal yang sesuai
g. Mengkaji tingkat kecemasan klien sehingga dapat mengantisipasi intervensi yang
dibutuhkan

2. Rencana tindakan
a. Membantu klien untuk memenuhi kebutuhan sendiri
b. Membantu klien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan
c. Meningkatkan harga diri klien
d. Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan
e. Perawat dan klien sepakat untuk berkomunikasi secara terbuka

3. Implementasi
a. Memperkenalkan diri kepada klien
b. Mulai interaksi dengan klien
c. Membantu klien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya
d. Mengajurkan kepada klien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya
e. Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri klien

4. Evaluasi dari hasil yang diharapkan


a. Klien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi
kebutuhan sendiri
b. Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah
c. Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan

B. KATEGORI INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Kegiatan membantu; perawat akan membantu kegiatan sehari-hari klien yang tidak dapat
dilakukan sendiri oleh klien.
2. Kegiatan hygiene; perawat menciptakan dan meningkatkan kebersihan klien dan
lingkungan keperawatan.
3. Kegiatan rehabilitasi/dukungan; perawat akan meningkatkan kemampuan diri klien dalam
aktifitas dan fungsi mobilitas, makan, minum, eliminasi, pergaulan, dan sebagainya.
4. Kegiatan pendorong dan penunjang; seperti pemberian infus, oksigenase, pemberian
lavase, kateterisasi, menciptakan lingkungan yang menyenangkan, dsb.
Ratna23
5. Kegiatan preventif; seperti pencegahan infeksi, pencegahan luka/komplikasi,
pencegahan kecelakaan, pencegahan pengobatan lama.
6. Kegiatan observasi; pada kegiatan ini perawat akan melaksanakan pemeriksaan fisik,
mengecek segala sesuatunya, mengamati perilaku dan respon klien, pengalaman dan
penghayatan sakit.
7. Kegiatan pendidikan dan penyuluhan; dalam kegiatan ini perawat memberikan informasi,
penjelasan dan penyuluhan tentang kesehatan dan keperawatan seperti dalam
komunikasi sosial.
C. MEMPELAJARI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi terapeutik adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari. Dalam membimbing
para perawat untuk dapat menerapkan proses komunikasi terapeutik perlu ditempuh 2 (dua)
hal, yaitu :
1. Dalam interaksi antara perawat dan klien, perlu dipahami :
a. Komunikasi terapeutik membutuhkan minat, perhatian dan kesadaran akan tujuan
komunikasi terapeutik.
b. Kewaspadaan terhadap perasaan-perasaan dan pikiran klien yang bersifat verbal
maupun non-verbal.
c. Mendengarkan dengan baik, sehingga diperlukan sensitifitas dalam mendengar
pesan-pesan yang diekspresikan secara terbuka atau tertutup.
d. Mengerti setiap pesan klien, ini membutuhkan empati atau kesediaan untuk
mengetahui persepsi dari klien.
e. Respon yang jelas dan bertujuan untuk mengarahkan kepada proses komunikasi.
f. Evaluasi kegiatan yang berlangsung terus untuk menyakinkan bahwa proses
komunikasi berjalan dengan baik.

2. Cara-cara yang digunakan perawat hendaknya meningkatkan komunikasi yang baik


dengan cara menetapkan hubungan antara pribadi dengan klien secara baik dalam
proses keperawatan. Teknik-teknik yang diuraikan sebelumnya hendaknya disesuaikan
dengan pribadi perawat dan kebutuhan-kebutuhan klien pada situasi itu.

Ratna24
BAB VI
KOMUNIKASI DALAM PEMERIKSAAN

Wawancara merupakan salah satu kegiatan yang banyak dilakukan dalam hubungan antar
manusia, antara lain digunakan dalam pemeriksaan. Wawancara merupakan komunikasi antar
personal. Dalam melaksanakan wawancara aktifitas utama yang terletak pada yang
mewawancarai. Pertama, pewawancara harus berusaha menjalin hubungan akrab sehingga
yang diwawancarai menaruh kepercayaan sepenuhnya. Selanjutnya pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mengumpulkan informasi. Data yang diperoleh perlu
dianalisis pada tahap berikutnya.

A. HUBUNGAN ANTAR MANUSIA DALAM WAWANCARA


Pengertian hubungan antar manusia (HAM) adalah sifat-sifat, waktu, tingkah laku manusia
serta aspek-aspek lain yang terdapat pada manusia. Kemampuan mengenali sifat, tingkah
laku, pribadi seseorang dimaksud dengan hubungan antar manusia. Ruang lingkup
hubungan antar manusia dalam arti luas ialah interaksi antara seorang dengan orang lain
dalam segala kehidupan untuk memperoleh kepuasan hati. Suksesnya hubungan antar
manusia sebagai akibat dari tidak mengabaikan sopan-santun, ramah-tamah, hormat-
menghormati dan menghargai orang lain serta faktor etika.

Hubungan antar manusia yang baik akan mengatasi hambatan-hambatan komunikasi,


mencegah salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat/tabiat manusia.
Kunci aktifitas hubungan antar manusia adalah motivasi. Memotivasi seseorang agar
melakukan suatu aktifitas berdasarkan kebutuhan.

Perluasan cakrawala pengetahuan dari pewawancara sangat diperlukan. Sebagai


pewawancara harus mengerti betul gerak-gerik tingkah laku yang menjadi lambang
komunikasi, baik lambang verbal maupun non-verbal. Wilbiech Schraemm menyatakan
bahwa wawancara yang berhasil bila pesan cocok dengan pengalaman dan pengertian yang
pernah diperoleh si pewawancara. Kondisi yang harus diciptakan menurut Wilbiech
Schraemm adalah :
1. Pesan harus disampaikan sedemikian rupa hingga dapat menarik perhatian yang
diwawancarai.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang yang tertuju pada perjalanan yang sama
antara pewawancara dan yang diwawancarai.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi yang diwawancarai dan menyarankan
bagaimana memperolehnya.
4. Pesan harus menyarankan jalannya memperoleh kebutuhan sesuai yang diwawancarai.
5. Pesan disampaikan dengan keadaan pribadi, norma-norma kelompok yang mengikat
yang diwawancarai serta situasi di mana pesan disampaikan.

Untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif, pewawancara dalam mengadakan
wawancara tidak dapat bersifat egoistis. Perlu adanya identifikasi dan persuasi sehingga
suasana wawancara dijiwai kerjasama, saling menghargai, saling mempercayai, saling
menerima dan saling memberi. Cara memperoleh situasi ini adalah :
1. Melalui partisipasi; pewawancara dapat ikut dalam kegiatan yang diwawancarai sehari-
hari. Partisipasi umumnya meminta pengorbanan waktu dan tenaga.
Ratna25
2. Melalui identifikasi; pewawancara memperkenalkan diri sebagai orang dalam dan
meyakinkan yang diwawancarai bahwa pewawancara adalah sahabat yang
diwawancarai.
3. Melalui persuasi; pewawancara secara sopan dan ramah-tamah menerangkan maksud
dan keperluan kedatangannya. Pewawancara harus dapat menyakinkan betapa
pentingnya informasi yang akan disampaikan.
4. Melalui tokoh pengantar; dalam hal ini mengajak tokoh masyarakat ke tempat yang akan
diwawancarai.
B. MENGENAL YANG DIWAWANCARAI
Titik sentral hubungan antar manusia adalah manusia. Untuk mengetahui sifat dan tabiat
manusia, pewawancara perlu mempelajari manusia secara individu dalam hubungan
kelompok. Manusia memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain baik fisik mapun
jiwanya.

Ada 2 (dua) faktor yang menentukan sifat atau tabiat manusia yakni pembawaan dan
lingkungan. Antara pembawaan dan lingkungan saling berpengaruh membentuk tabiat
manusia. Selanjutnya dalam perjalanan hidupnya dan perkembangan jiwanya, seseorang
akan mengalami aktifitas psikis dan apabila aktifitas itu tetap tidak dipengaruhi oleh kesan-
kesan tertentu, maka muncullah fungsi psikis.

Seseorang yang diwawancarai mempunyai dominasi dalam pikiran, perasaan, intuisi atau
penginderaannya, meliputi :
1. Orang yang dominan pikirannya akan berusaha memahami lingkungan dengan jalan
pengetahuan yang satu dengan yang lainnya, lalu mengambil kesimpulan yang logis,
sedangkan penilaiannya adalah benar atau salah.
2. Orang yang dominasi perasaan tidak akan sama ukuran penilaiannya mengenai benar
atau salah, walau hati tidak senang, pikirannya bisa menyatakan benar. Sebaliknya
meskipun hatinya senang, pikirannya menyatakan tidak benar.
3. Orang yang dominan intuisi menangkap segala hal dari lingkungan lebih banyak
melewati batin, tidak terlihat secara mendetail, tetapi melihat makna secara keseluruhan.
4. Orang yang dominan penginderaannya menangkap hal-hal yang ada dalam lingkungan
sebagaimana adanya tanpa penilaian apapun atau tidak melakukan suatu penilaian.

Ada kenyataannya pikiran tidak pernah bekerja sendiri, tetapi dibantu oleh penginderaan dan
intuisi, dan sebaliknya. Diantara keempat fungsi psikis tersebut, yang pokok adalah pikiran
dan perasaan, dua yang lainnya adalah membantu.

Yang perlu diketahui oleh pewawancara adalah tipe-tipe manusia. Beberapa ahli psikologi
membagi tipe-tipe manusia berdasarkan arah perhatiannya, antara lain :
1. Extrovert
Orang yang bersikap extrovert lebih mementingkan lingkungan dari pada dirinya,
mengutamakan kepentingan umum, berhati terbuka, gembira, ramah-tamah, lancar
dalam pergaulan, memancarkan sikap hangat sehingga banyak kawan.
2. Introvert
Orang yang bersikap introvert lebih memetingkan dirinya sendiri, biasanya pendiam,
egois, suka merenung, senang mengasingkan diri, tidak bisa bergaul.
3. Ambiverse
Orang yang sifatnya merupakan pencampuran tipe extrovert dan introvert; biasanya lebih
banyak orang bertipe ambiverse dari pada kedua tipe di atas.

Ratna26
Ada 3 (tiga) faktor yang mendasari interaksi manusia, antara lain :
1. Imitasi
Akan jelas tampak pada tingkah laku anak-anak dalam pertumbuhan menuju dewasa.
Penguasaan bahasa merupakan imitasi.
2. Sugesti
Diterima dari seseorang yang mempunyai popularitas, prestise sosial atau ahli dalam
lapangan tertentu.
3. Simpati
Sangat penting dalam kehidupan kekaryaan, di mana ada bawahan dan atasan. Simpati
adalah perasaan tertariknya seseorang pada orang lain. Dorongan munculnya simpati
adalah keinginan bekerjasama dengan orang lain.

Ratna27
Perasaan seseorang dapat dilihat dari wajah. Wajah yang melankonis terlihat pada arah
pandang ke bawah; ujung bibir, pandangan mata dan kantung pipi mengarah ke bawah.
Orang demikian biasanya mempunyai sifat tertutup, perasaan halus, murung, mudah
tersinggung dan sulit mengemukakan perasaan. Pewawancara hendaknya jangan
membentuk-bentak, karena klien akan semakin tertutup.

Tipe orang yang agresif cenderung menonjolkan dagunya ke depan, kesadaran diri kuat,
kepala tegak lurus, dadanya ke depan, berjalan dengan langkah-langkah tegap dan pasti,
kadang-kadang mempunyai sifat agak menentang. Menghadapi orang seperti ini,
pewawancara harus siap betul dengan pesan yang akan disampaikan. Pesan harus terarah
dan masuk akal, sekali jatuh orang tipe ini akan semakin mencongkak.

Para psikolog mempunyai pendapat bahwa wajah dan air muka adalah gambaran dari
perjalanan hidup yang telah dilalui. Ciri-ciri perasaan akan muncul pada cara menulis, cara
bicara dan lain-lain.

Dr. Kretschmer membagi tipe manusia menurut bentuk tubuh, antara lain :
1. Leptosom (tipe kurus)
Badan kurus tinggi, tulang tangan dan kaki panjang-panjang serta kurus, dada sempit.
Mempunyai sifat suka murung dan kurang terbuka. Menghadapi orang tipe ini,
pewawancara harus sabar, pertanyaan harus lincah agar tidak dijawab pendek-pendek.

2. Atletic (tipe atletis)


Dada lebar, kaki kuat, muka terbuka. Orangnya sabar dan terbuka serta cerdik.
Menghadapi orang tipe ini, pewawancara harus menguasai undang-undang atau
peraturan-peraturan yang berlaku, sebab adu argumentasi akan berkisar pada hal-hal
tersebut.

3. Picnic (tipe piknis)


Kepala agak menunduk, juga bahunya, muka agak pucat. Sifatnya suka curiga pada
orang lain, tidak cepat percaya pada orang lain. Menghadapi tipe orang ini,
pewawancara harus menimbulkan simpati dengan pembuktian bila dirasa perlu.

4. Cycloid (tipe bulat)


Sama dengan tipe atletis, tetapi biasanya kurang disiplin dan kurang teratur hidupnya.
Menghadapi orang seperti ini, pewawancara harus siap dengan pesan yang disampaikan
agar informasi yang diberikan sistematis dan terarah.

5. Tipe gemuk
Badan gemuk, gerakannya lambat, kurang lincah, muka bulat, hidungnya pesek besar,
mulut lebar, bibir tebal sehingga keseluruhannya bulat seperti bola. Sifatnya raha,
humoris, senang bicara dan tertawa. Menghadapi orang dengan tipe ini tidak begitu sulit,
tetapi harus terarah sebab kalau tidak akan menghabiskan waktu dan tenaga untuk
tertawa dan bercanda.

C. MEKANISME PERTAHANAN DIRI


Menurut Wolf, dkk.; mekanisme pertahanan diri adalah proses tidak sadar yang dipakai
untuk melindungi diri dari kecemasan. Jenis-jenis mekanisme pertahanan diri yang sering
ditemui antara lain :
Ratna28
1. Rasionalisasi
Suatu usaha untuk menghindari konflik jiwa dengan memberikan alasan yang rasional
dan masuk akal sehingga orang lain menjadi percaya.

2. Displacement (mengisar/menghindar)
Adalah pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang lain bentuknya atau ke objek
lain. Misalnya : seorang mahasiswa dimarahi oleh kepala ruangan, lalu mahasiswa
tersebut marah-marah lagi kepada klien yang cerewet.

Ratna29
3. Identification (identifikasi)
Cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi
kepribadiannya, dia ingin serupa dengan orang lain dan bersifat seperti orang tersebut.

4. Compensation (kompensasi)
Apabila tidak mendapatkan kepuasan disalah satu sektor kegiatan, lalu memperoleh
kepuasan pada sektor kegiatan lain. Misalnya : seorang mahasiswa yang prestasi
belajarnya rendah, tetapi ia dapat menonjol dalam kesenian atau olahraga.

5. Over compensation (reaction formation)


Tingkah laku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan dia tidak mengakui tujuan
pertama tersebut dengan melupakannya dan melebihi-lebihkan tujuan yang kedua yang
biasanya berlawanan dengan tujuan yang pertama. Misalnya : seorang mahasiswa yang
dimarahi karena tidak rapi berpakaian, bereaksi dengan menjadi sangat rapi dan bersih
dalam kesehariannya, menghidari hal-hal yang kotor.

6. Sublimation (sublimasi)
Mekanisme sejenis yang memegang peranan yang positif dalam menyelesaikan suatu
konflik dengan mengembangkan kegiatan yang konstruktif. Penggantian objek dalam
bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat yang derajatnya lebih tinggi.
Misalkan : impuls agresif disalurkan dengan menjadi petinju atau tukang potong hewan.

7. Projection (proyeksi)
Mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri
atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain. Mutu proyeksi lebih rendah
dari rasionalisasi. Misalnya : Ia membenci si A, tetapi ia mengatakan kepada orang lain
bahwa si A-lah yang benci kepadanya. Atau seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian
karena tidak belajar, menyalahkan dosennya yang memberikan soal terlalu berat.

8. Introjections (introyeksi)
Memasukkan dalam diri pribadi sifat-sifat dari pribadi orang lain. Misalkan : seorang
wanita yang mencintai seorang pria, ia memasukkan pribadi pria tersebut ke dalam
pribadinya.

9. Reaction conversion (reaksi konversi)


Secara singkat mengalihkan konflik ke alat tubuh atau mengembangkan gejala fisik.
Misalkan : seorang mahasiswa yang kurang siap menghadapi ujian dan mengalami
ketegangan, lalu sering buang air kecil atau tangannya menjadi basah oleh keringat.

10. Repression (represi)


Konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke alam
tidak sadar dan sengaja dilupakan. Misalkan : kita mencoba melupakan pengalaman
pahit dimasa lalu. Hal-hal yang ditekan ini akan tetap hidup di alam tidak sadar dan suatu
saat akan muncul kembali.

11. Suppression (supresi)


Menekan konflik, impuls-impuls yang tidak dapat diterima secara sadar. Individu tidak
mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya. Misalkan : individu tersebut
berkata, “Sebaiknya kita tidak lagi membicarakan hal itu.”

Ratna30
12. Denial
Mekanisme penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalkan : ibu
dengan penyakit diabetes mellitus, memakan semua makanan yang seharusnya
dipantangkan.

Ratna31
13. Menarik diri
Mekanisme tingkah laku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik
diri dari pergaulan dengan lingkungannya. Misalkan : seseorang mahasiswa yang tidak
lulus mata ajaran fisiologi, sering merenung sendiri dan tidak mau bergabung dengan
teman-teman lainnya yang lulus mata ajaran tersebut.

14. Fantasi
Apabila seseorang menghadapi konflik pribadi, ia menarik diri dengan
berkhayal/berfantasi, misalkan dengan melamun.

15. Negativisme
Perilaku seseorang yang selalu bertentangan/menentang otoritas orang lain dengan
tingkah laku tidak terpuji. Misalkan : seorang mahasiswa yang menentang dosennya
dengan tidak masuk kuliah pada mata ajaran yang diajarkan oleh dosen tersebut.

16. Critical negative


Bentuk tingkah laku pertahanan diri untuk menyerang orang lain. Tingkah laku ini
termasuk tingkah laku agresif yang aktif (terbuka).

Ratna32
BAB VII
HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN

Hubungan terapeutik perawat-klien merupakan pengalaman belajar timbal-balik dan


pengalaman emosional korektif bagi klien. Dalam hubungan ini perawat menggunakan diri (self)
dan teknik-teknik klinik tertentu dalam bekerja dengan klien untuk meningkatkan penghayatan
dan perubahan perilaku klien.

Rogers mendefinisikan bahwa hubungan perawat-klien yang dilakukan adalah bagian


dari peningkatan pertumbuhan, perkembangan, pendewasaan, kemampuan fungsi dan
meningkatkan koping untuk dapat berinteraksi dengan yang lainnya. Disamping itu, hubungan
ini juga dapat diimplementasikan dalam intervensi keperawatan.

King memandang hubungan perawat-klien merupakan pengalaman belajar yang terjadi


pada dua orang yang berinteraksi dan terkait dengan masalah kesehatan, membagi dalam
menyelesaikan masalah dan menemukan cara beradaptasi dengan situasi.

A. SIFAT HUBUNGAN
Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri
2. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung
dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan personal yang realistic

Untuk mencapai tujuan ini, berbagai aspek pengalaman hidup klien perlu digali selama
berlangsungnya hubungan. Perawat memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengekspresikan persepsi, pikiran dan perasaannya serta menghubungkan hal tersebut
untuk mengamati dan melaporkan tindakan. Area konflik dan ansietas diklarifikasi. Juga
penting bagi perawat untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan kekuatan ego klien dan
memberikan dukungan untuk bersosialisasi serta menjalin ikatan dengan keluarga. Masalah
komunikasi diperbaiki dan pola perilaku maladaptive dimodifikasi sejalan dengan klien
menguji coba perilaku baru dan mekanisme koping yang lebih adaptif.

B. DIMENSI HUBUNGAN
Keterampilan atau kualitas tertentu harus dicapai oleh perawat untuk memulai dan
meneruskan hubungan yang terapeutik. Keterampilan tersebut menggabungkan perilaku
verbal dan non-verbal serta sikap dan perasaan di balik komunikasi perawat. Keterampilan
ini secara luas dibagi menjadi dimensi responsif dan dimensi tindakan, yang antara lain :
1. Dimensi responsif
Dimensi ini penting dalam fase orientasi untuk membina hubungan saling percaya dan
komunikasi yang terbuka. Dan selalu bermanfaat sepanjang fase kerja dan fase
terminasi serta memungkinkan klien untuk mencapai suatu penghayatan atau kesadaran
diri.

Ratna33
2. Dimensi tindakan
Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan dan
kemajuan hubungan terapeutik dengan mengidentifikasi hambatan terhadap
pertumbuhan klien dan tanpa hanya memperhitungkan kebutuhan akan pengertian atau
penghayatan internal, tetapi juga terhadap tindakan dan perubahan perilaku eksternal.

C. KEBUNTUAN TERAPEUTIK
Kebuntuan terapeutik atau hambatan kemajuan hubungan perawat-klien, terdiri dari 3 (tiga)
jenis utama : resistens, transferens dan kontratransferens. Ini timbul dari berbagai alasan
dan mungkin timbul dalam berbagai bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
hubungan terapeutik. Oleh karena itu, perawat harus mengatasinya. Kebuntuan ini
menimbulkan perasaan tegang baik perawata maupun bagi klien yang bis berkisar dari
ansietas dan aprehensi sampai frustasi, cinta atau sangat marah.

1. Resistens
Adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resistens merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi
yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah dalam aspek diri
seseorang. Sikap ambivalens diarahkan pada eksplorasi diri, di mana klien menghargai
juga menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas, merupakan bagian yang
normal dari proses terapeutik. Resistens utama sering merupakan akibat dari
ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resistens biasanya diperlihatkan klien selama fase kerja, karena fase ini sangat
banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2. Transferens
Adalah respon tidak sadar di mana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya yang lalu. Istilah
ini merujuk pada sekelompok reaksi yang berupaya untuk mengurangi atau
mengentaskan ansietas. Sifat yang paling menonjol dari transferens adalah
ketidaktepatan respon klien dalam ansietas dan penggunaan mekanisme pengisaran
(displacement) yang maladaptive. Reaksi transferens membahayakan untuk proses
terapeutik hanya bila ini diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada 2 (dua) jenis
utama yaitu : reaksi bermusuhan atau reaksi ketergantungan.

3. Kontratransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat, bukan oleh klien.
Kontratransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien
yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi. Kontratransferens adalah transferens yang diterapkan pada
perawat. Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan tetapi lebih
mencerminkan konflik terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti otoritas, seks,
keasertifan dan kemandirian.
Reaksi kontratransferens berbentuk salah satu dari 3 (tiga) jenis : reaksi sangat
mencintai atau “caring”, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat
cemas, seringkali digunakan sebagai respon terhadap resistens klien.

4. Pelanggaran batas
Merupakan hambatan hubungan terapeutik yang sangat penting. Hal ini terjadi jika
perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial,
Ratna34
ekonomi atau personal dengan klien. Sebagai ketetapan umum, kapanpun perawat
melakukan atau memikirkan sesuatu yang khusus, berbeda atau tidak biasa terhadap
klien, seringkali melibatkan pelanggaran batasan.
Contoh pelanggaran batasan yang mungkin terjadi :
a. Klien mengajak perawat makan siang atau makan malam di luar
b. Perawat menghadiri pesta atau undangan klien
c. Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya, seperti anaknya untuk
tujuan hubungan sosial
d. Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien, dan sebagainya.

Ratna35
D. MENGATASI KEBUNTUAN TERAPEUTIK
Untuk mengatasi kebuntuan terapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien. Awalnya perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan mengenali perilaku yang
menunjukkan adanya kebuntuan tersebut. Klarifikasi dan refleksi perasaan dan isi, kemudian
dapat digunakan agar perawat dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang terjadi.

Latar belakang perilaku perlu digali, baik klien (untuk reaksi resistens dan transferens) atau
perawat (untuk reaksi kontratransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab
terhadap kebuntuan terapeutik dan dampak negatif pada proses terapeutik.

Ratna36
KEPUSTAKAAN

Arwani (2003), Komunikasi Dalam Keperawatan, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Cangara, H (2002), Pengantar Ilmu Komunikasi, Cetakan III, PT. Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta.

Ellis, R.B, dkk (2000), Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan : Teori dan Praktik,
Cetakan I, EGC, Jakarta.

Friedman, MM (1987). Family Nursing : theory and assessment, Appleton-Century-Crofts,


Connecticut.

Gillies, DA (1991). Nursing Management : a system approach, WB. Saunders Company,


Philadelphia.

Mulyana, D (2001), Ilmu Komunikasi : Suatu Pengatar, Cetakan II, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.

Karyoso (1994), Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Purwanto, H (1994), Komunikasi Untuk Perawat, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Dep.Kes. RI (1999), Modul Pelatihan Fungsional Perawat Puskesmas (Klasikal) : C2, Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Stuart, G.W. dan Sundeen, SJ (1998), Buku Saku : Keperawatan Jiwa (Pocket Guide to
Psychiatric Nursing), Edisi 3, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Pooter, PA dan Perry, AG (1993), Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice,
Third Edition, Mosby Year Book, St. Louis.

Ratna37
Inyanti
Musdalifah
Nur khafifah
Dahlia

Nilai bekerja
Masnita
Sindi
Cantika sarI
SARI SARAPANG
SULFIANTI GAMBO
SURIANTI
IKHA ALIFYA
INDA OCTAVIANA
MINCE
SERI GOMMO
ELMI RANDAN
EKA NUSRIYANTI
IKA PUTRI
PUTRI WULANSAARI

Ratna38

Anda mungkin juga menyukai