Anda di halaman 1dari 12

TEORI-TEORI PEKERJAAN SOSIAL KELOMPOK PEMBERDAYAAN

A. Pengertian teori pemberdayaan


B. Gagasan keterkaitan pemberdayaan dengan pekerjaan sosial
C. Politik pemberdayaan
D. Aplikasi pemberdayaan
E. Pendekatan pemberdayaan Lee (2001)
F. Aspek pemberdayaan berkaitan dengan perspektif lain
G. Prinsip-prinsip praktik pemberdayaan Lee (2001)

A. Pengertian Teori Pemberdayaan

Pemberdayaan berupaya menolong para klien memperoleh kekuasaan untuk mengambil


keputusan dan melakukan tindakan atas kehidupan mereka sendiri dengan mengurangi efek dari
hambatan-hambatan sosial atau personal agar dapat menggunakan kekuasaan yang mereka miliki,
meningkatkan kapasitas dan kepercayaan diri mereka untuk menggunakan kekuasaan, dan
mentransfer kekuasaannya kepada orang-orang yang lemah. Pemberdayaan bertujuan mencapai
tujuan-tujuan yang terkait dengan keadilan sosial dalam pekerjaan sosial, baik pada saat hal ini
dipraktikkan maupun dalam tujuan-tujuannya.

B. Gagasan keterkaitan pemberdayaan dengan pekerjaan sosial

1. Hambatan-hambatan atau rintangan dapat menghambat orang dalam mencapai


tujuan-tujuan sosialnya.

2. Normalisasi bertujuan menciptakan lingkungan tempat tinggal orang atau


lembaga-lembaga perawatan lain yang akan semakin bernilai.

3. Validasi perasaan-perasaan dan pengalaman manusia merupakan hal yang


penting.

C. Peran Politik Pemberdayaan


Pemberdayaan sudah ada dalam pekerjaan sosial sejak dahulu, namun tidak pernah menjadi
pusat perhatian sampai tahun 1980-an. Simon (1950) berpendapat bahwa pemberdayaan merupakan
cita-cita jangka panjang pekerjaan sosial di Amerika. Akan tetapi, sejarah kebanyakan hanya terjadi
pada bidang pertolongan pribadi, bukan pada perubahan politik dan sosial. Selain pendapat diatas,
Rees (1991) menganalisis menegenai peran politik pemberdayaan dalam pekerjaan sosial
mengidentifikasi lima gagasan praktik penting dalam pemberdayaan :
 Biografi menganalisis pengalaman klien dan pemahaman mengenai dunia, sehingga
memungkinkan kita mendapatkan berbagai gagasan yang berbeda. Dengan
menganalisis biografi klien, maka akan mempermudah proses identifikasi hal-hal
yang melatarbelakangi perilaku manusia dalam mengambil tindakan serta
hambatannya.

 Kekuasaan dipandang sebagai sesuatu yang dapat digunakan secara positif. Karena
dengan kekuasaan (politik) memungkinkan kemudahan dalam upaya mengadakan
pembebasan dari penindasan.

 Pemahaman politis perlu dijadikan dasar dalam praktik serta proses pengamatan
permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan manajerial lembaga-lembaga dan
sistem sosial dalam hubungannya dengan efisiensi dan efektivitas yang berdampak
pada kehidupan manusia.

 Keterampilan menjadi sebuah alternatif dalam proses intervensi terhadap klien.

 Interdependensi kebijakan dan praktik harus ditegakkan mengingat dalam praktiknya


pekerjaan sosial pasti didasari oleh kebijakan yang mengatur.

D. Aplikasi-aplikasi Pemberdayaan
Ada tiga aspek utama pemberdayaan yang penting dalam menerapkan beragam teori praktik
yang begitu kompleks :

 Partisipasi dalam pembuatan keputusan, sebagai pekerja sosial bukan bertugas untuk
memberikan keputusan untuk klien melainkan memberikan beberapa pilihan solusi
dengan penjelasan segala resiko yang akan diterimanya. Jadi keputusan tetap
dikembalikan kepada klien untuk menentukan pilihannya yang dirasa tepat.

 Suara, kapasitas untuk mempengaruhi layanan-layanan yang disediakan dan


bagaimana itu dilakukan.

 Hak-hak, adalah ketentuan yang berkaitan dengan pelayanan atau standar-standar


pemberian layanan berdasarkan kebijakan yang berlaku.

E. Pendekatan Pemberdayaan Lee (2001)


Titik awal Lee (2001) adalah aspirasi pekerjaan sosial mengenai keadilan sosial dan
komunitas yang peduli, yang melahiran harapan dan kekuatan, terutama bagi orang-orang kulit hitam.
Lee memfokuskan perhatiannya pada sistem ekonomi internasional sebagai penyokong utama
kemiskinan. Pemberdayaan tidak hanya menjadi praktik klinis yang berhadapan dengan individu-
individu dan keluarga, tetapi juga berupaya fokus pada komunitas.
F. Aspek-aspek Pemberdayaan
Dalam pemberdayaan terdapat aspek aspek pemberdayaan yang berkaitan denggan perspektif-
perspektif lain pada pekerjaan sosial antara lain, sebagai berikut :
1. Pemberdayaan merupakan sebuah teori biopsikososial, yang menggunakan gagasan-
gagasan seperti fungsi ego dari praktik psikodinamika dan adaptasi serta coping dari praktik
ekologi.

2. Pendekatan-pendekatan konstruksi dan naratif, menjelaskan bahwa kemampuan orang


menyimpulkan situasi mereka merupakan hal yang penting

3. Teori kognitif berfokus pada upaya untuk membantu orang menghilangkan persepsi
dengan kepercayaan kepercayaan mereka yang salah

4. Pendekatan-pendekatan feminisme, interaksionis dan pendekatan terpadu menegaskan


bagaimana para pekerja sosial dapat memediasi antara kelompok-kelompok sosial yang
berbeda.

5. Pendekatan-pendekatan group work dan intervensi komunitas merupakan hal yang sangat
penting dalam praktik pemberdayaan Lee.

6. Pekerjaan sosial memiliki dua penekanan, yakni pada individu dan lingkungan mereka
yang menghilangkan berbagai hambatan untuk mencapai kekuasaan baik secara langsung
maupun tidak langsung.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya selalu dilandasi oleh tujuan
untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi seluruh rakyat. Penciptaan tujuan dimaksud
diwujudkan melalui berbagai proses pembangunan di segala bidang yang saling terkait dan
saling menunjang satu sama lain sebagai bagian dari pembangunan nasional. Salah satu
diantaranya adalah “Pembangunan Kesejahteraan Sosial”.
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan terarah yang
meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan
manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial
(Edi Suharto, 1997, 97).
Pengertian tersebut berarti bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup
seluruh masyarakat dan Bangsa Indonesia termasuk warga masyarakat yang menyandang
masalah kesejahteraan sosial. Salah satu langkah dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
adalah pemberdayaan. Pemberdayaan merupakan suatu proses perbaikan yang ditujukan
untuk memberikan kemampuan kepada siapapun untuk mampu melakukan sesuatu yang
bermanfaat.
Pekerjaan sosial adalah aktivitas kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian abad
lalu telah memiliki perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya
masyarakat yang lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin,
orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT). Prinsip-prinsip pekerjaan
sosial, seperti ‘menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri’ (to help people to
help themselves), ‘penentuan nasib sendiri (self determination’), ‘bekerja dengan masyarakat’
(working with people), dan bukan ‘bekerja untuk masyarakat’ (working for people),
menunjukkan betapa pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan
masyarakat.
B. Identifikasi Masalah
Pembangunan masyarakat dan pemberdayaan rakyat tidak mungkin dipisahkan dari
arena dan konteks di mana ia beroperasi. Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari
strategi dan proram pembangunan kesejahteraan sosial (PKS). Untuk memperjelas apa itu
pemberdayaan, maka makalah ini membahas beberapa pokok-pokok yang mencakup konsep
pemberdayaan, yaitu pengertian pemberdayaan, indikator keberdayaan, strategi
pemberdayaan, pendekatan, prinsip, serta tugas-tugas yang dapat dilakukan pekerja sosial
dalam pemberdayaan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemberdayaan
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari
kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya ide pemberdayaan bersentuhan dengan
konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan sering kali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk
membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat
mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan, berkaitan dengan pengaruh
dan kontrol.
Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah
atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada penegrtian diatas.
Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi
sosial antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna.
Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua
hal :
1. Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan
tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan
yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan
lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam
a) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memilki kebebasan (freedom), dalam
arti bukan saja kebebasan mengemukakan pnedapat, melainkan bebas dari kelaparan,
bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.
b) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya, dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang
mereka perlukan;
c) Berpartisipasi dalam proses pembangunan daan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka.
Beberapa ahli dibawah ini mengemukakan defenisi pemberdayaan dilihat dari tujuan,
proses, dan cara-cara pemberdayaan (Suharto, 1997:210-224):
· Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau
tidak beruntung (Ife, 1995).
· Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk
berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap,
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.
Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan,
dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang
lain yang menjadi perhatiannya. (Parsons, et.al.,1994).
· Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui
pengubahan striktur sosial (Swift dan Levin, 1987).
· Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, komunikasi diarahkan
agar menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984).
Menurut Ife (1995:61-64), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut
kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:
· Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam
membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.
· Pendefinisian kebutuhan : kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi
dan keinginannya.
· Ide gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu
forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.
· Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-
pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan.
· Sumber-sumber : kemampuan memobbilisasi sumber-sumber formal, informal dan
kemasyarakatan.
· Aktivitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi,
distribusi, dan pertukaran baranf serta jasa.
· Reproduksi: Kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawataan anak,
pendidikan dan sosialisasi.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebgai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan tuntuk memperkuat atau keberdayaan kelompok
lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai
oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnyabaik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian berpartisipasi dala kegiatan sosialdan
mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebgai
tujuan sering kali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah
proses.
B. Indikator keberdayaan
Menurut kieffer (1981), mecakup tiga demensi yang meliputi kompetensi
kerakyatan, kemampuan sosiopolitik dan kompetensi pertisipatif ( Suharto, 1997:215).
Parsons et.al. (1994:106)juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk
pada :
· Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individu yang
kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.
· Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan
mampu mengendalikan diri dan orang lain.
· Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial yang dimulai pendidikan
dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya
kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan
mengubah struktur-struktur yang masih menekan (Parsons et.al., 1994:106)
Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka
perlu diketahui berbagi indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu
berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan,
segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan
(misalnya keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hashemi, dan Riley
mengembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut
sebagai empowerment index atau indek pemberdayaan (Suharto, 2004). Keberhasilan
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut
kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan
kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan,
yaitu : ‘kekuasaan di dalam’(power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan
atas’ ( power over), dan ‘kekuasaan dengan’ (power with).Tabel 4.1 merangkum
indikator pemberdayaan.
1. Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah
tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah
tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
2. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan individu untuk membeli barang-
barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng,
bumbu) ; kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo).
Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya ; terlebih jika ia dapat membeli
barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
3. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan individu untuk membeli barang-
barang sekunder dan tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah,
pakaian keluarga. Seperti halnya indikator diatas, poin tinggi diberikan terhadap
individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya ;
terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya
sendiri.
4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu membuat
keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan
keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk ternak,
memperoleh kredit usaha.
5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga : responden ditanya mengenai apakah dalam
satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil
uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya ; yang melarang mempunyai anak ; atau
melarang bekerja di luar rumah.
6. Kesadaran hukum dan politik : mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah
desa/kelurahan ; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui
pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.
7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes : seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia
pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya,
terhadap suami yang memukul istri;
Tabel 4.1 : Indikator Keberdayaan
Kemampuan
Jenis Hubungan Kemampuan Kemampuan
Mengakses Manfaat
Kekuasaan Ekonomi Kultural dan Politis
Kesejahteraan
Kekuasaan di dalam · Evaluasi positif · Kepercayaan diri · Assertiveness dan
:Meningkatkan terhadap kontribusi dan kebahagiaan otonomi
kesadaran dan ekonomi dirinya · Keinginan memiliki · Keinginan untuk
keinginan untuk · Keinginan memilki kesejahteraan yang mengahdapi
berubah kesempatanekonomi setara subordinasi gender
yang setara · Keinginan membuat termasuk tradisi
· Keinginan memiliki keputusan mengenai budaya, diskriminasi
kesamaan hak diri dan orang lain hukum dan
terhadap sumber · Keinginan untuk pengucilan politik
yang ada pada mengontrol jumlah · Keinginan terlibat
rumahtangga dan anak dalam proses-proses
masyarakat budaya, hukum dan
politik
Kekuasaan · Akses terhadap · Keterampilan, · Mobilitas dan akses
untuk :Meningkatkan pelayanan keuangan termasuk kemelekan terhadap dunia di
kemampuan individu mikro hurup luar rumah
untuk berubah; · Akses terhadap · Status kesehatan dan · Pengetahuan
Meningkatkan pendapatan gizi mengenai proses
kesempatan untuk · Akses terhadap aset- · Kesadaran mengenai hukum, politik dan
memperoleh akses aset produktif dan dan akses terhadap kebudayaan
kepemilikan pelayanan · Kemampuan
rumahtangga kessehatan menghilangkan
· Akses terhadap reproduksi hambatan formal
pasar · Ketersediaan yang merintangi
· Penurunan beban pelayanan akses terhadap
dalam pekerjaan kesejahteraan publik proses hukum,
domestik, termasuk politik dan
perawatan anak kebudayaan
Kekuasaan · Kontrol atas · Kontrol atas · Aksi individu dalam
atas :Perubahan- penggunaan ukuranbkonsumsi menghadapi dan
perubahan pada pinjaman dan keluarga dan aspek mengubah persepsi
hambatan sumber dan tabungan serta bernilai lainnya dari budaya kapasitas
kekuasaan pada keuntungan yang pembuatan dan hak wanita pada
tingkat rumah tangga, dihasilkannya keputusan keluarga tingkat keluarga dan
masyarakat dan · Kontrol atas termasuk keputusan masyarakat
makro; Kekuasaan pendapatan aktivitas keluarga berencana · Keterlibatan
atautindakan individu produktif keluarga · Aksi individu untuk individu dan
untuk menghadapi yang lainnya mempertahankan pengambilan peran
hambatan-hambatan · Kontrol atas aset diri dari kekerasan dalam proses
tersebut produktif dan keluarga dan budaya, hukum dan
kepemilikan masyarakat politik
keluarga
· Kontrol atas alokasi
tenaga kerja
keluarga
· Tindakan individu
menghadapi
diskriminasi atas
akses terhadap
sumber dan pasar
Kekuasaan · Bertindak sebagai · Penghargaan tinggi · Peningkatan
dengan : Meningkatn mode peranan bagi terhadap dan jaringan untuk
ya solidaritas atau orang lain terutama peningkatan memperoleh
tindakan bersama dalam pekerjaan pengeluaran untuk dukungan pada saat
dengan orang lain publik dan modern anggota keluarga krisis
untuk menghadapi · Mampu memberi · Tindakan bersama · Tindakan bersama
hambatan-hambatan gaji terhadap orang untuk meningkatkan untuk membela
sumber dan lain kesejahteraan publik orang lain
kekuasaan pada · Tindakan bersama menghadapi
tingkat rumah tangga, menghadapi perlakuan salah
masyarakat dan diskriminasi pada dalam keluarga dan
makro akses terhadap masyarakat
sumber (termasuk · Partisipasi dalam
hak atas tanah), gerakan-gerakan
pasar dan menghadapi
diskriminasi gender subordinasi gender
pada konteks yang bersifat
ekonomi makro kultural, politis,
hukum pada tingkat
masyarakat dan
makro
istri yang mengabaikan suami dan keluarga; gaji yang tidak ada adil; penyalahgunaan
bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah .
8. Jaminan ekonomi dan konstribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset
produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-
aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.
C. Strategi Pemberdayaan
Parsons et. al. (1994: 112-113 ) menyatakan bahwa proses pemberdayaan
umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada lieratur yang menyatakan
bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial
dan klien dalam setting pertolomgan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini
dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini dibutuhkan
strategi utma pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervesi pekerjaan sosial
dapat dilakukan melalui kolektivitas.dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat
saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap
berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem
lain di luar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga agas atau matra peembedayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan
makro.
1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya
adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada
Tugas (task centered approach).
2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan
dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan
dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3.  Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-
system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan
yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi
sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah
beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien
sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka
sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
D. Pendekatan
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui
penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu:
Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Suharto, 1997:
218-219).
1. Pemungkinan : menciptapkan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secar optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan
masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.
2. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat
dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan
kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
3. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar
tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghidari terjadinya persaingan yang tidak
seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan
harus diarahkan pada penghapusan segala jebis diskriminasi dan dominasi yang
tidak menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu
menjalanka peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu
menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang
semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan
harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap
orang memperoleh kesempatan berusaha.
Dubois dan Miley (1992:211) memberi beberapa cara atau teknik yang lebih
spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat.
1. Membangun relasi pertolongan yang : (a) mereflesikan respon empati; (b)
menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-
determination); (c) menghargai perbedaan dan keunikan individu; (d) enekankan
kerjasama klien (client parterships).
2. Membangun komunikasi yang: (a) menghormati martabat dan harga diri klien; (b)
mempertimbangkan keragaman indvidu; (c) berfokus pada klien; (d) menjaga
kerahasiaan klien.
3. Terlibat dalam pemecahan masalah yang: (a) memperkuat partisispasi klien dalam
semua aspek proses pemecahan masalah; (b) menghargai hak-hak klien; (c)
merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar; (d) melibatkan klien
dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
4. Mereflesikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui: (a) ketaatan terhadap
kode etik profesi; (b) keterlibatan dalam pengembangan profesional, riset, dan
perumusan kebijakan; (c) penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-
isu publik; (d) penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan
kesempatan.
E. Prinsip
Pelaksanaan pendekatan di atas berpijak pada pedoman dan prinsip pekerjaan
sosial. Menurut beberapa penulis, seperti Solomon (1976), Rappaport (1981, 1984),
Pinderhughes (1983), Swift (1984), Swift dan Levin (1987), Weick, Rapp, Sulivan dan
Kisthardt (1989), terdapat beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan
sosial (Suharto, 1997:216-217).
· Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan masyarakat
harus bekerjasama sebagai partner.
· Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang
kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.
· Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat
mempengaruhi perubahan.
· Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya
pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.
· Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan mengahrgai
keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah
tersebut.
· Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi
penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan
mengendalikan seseorang.
· Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan
hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.
· Tingkat kesadaran merupakan kunci pemberdayaan, karena pengetahuan dapat
memobilisasi tindakan bagi perubahan.
· Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk
menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
· Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif; permasalahan
selalu memiliki beragam solusi.
· Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi
secara paralel.
F. Tugas Pekerja Sosial
Schwartz (1961:157-158), mengemukakan 5 (lima) tugas yang dapat dilaksanakan
oleh pekerja sosial:
1. Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka
sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka.
2. Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan
membuat frustasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasi kepentingan
mereka dan kepentingan orang-orang yang berpengaruh (significant others) terhadap
mereka.
3. Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsepnyang tidak dimiliki
masyarakat, tetapi bermanfaat bagi mereka dalam mengahadapi realitas sosial dan
masalah yang dihadapi meraka.
4. Membagi visi kepada masyarakat; harapan dan aspirasi pekerja sosial merupakan
investasi bagi interaksi antara orang dan masyarakat dan bagi kesejahteraan individu
dan sosial.
5. Mendefinisikan syarat-syarat dan batasan-batasan situasi dengan mana sistem relasi
antara pekerja sosial dan masyarakat dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk
konteks bagi ‘kontrak kerja’ yang mengikat masyarakat dan lembaga. Batasan-
batasan tersebut juga mampu menciptakan kondisi yang dapat membuat masyarakat
dan pekerja sosial menjalankan fungsinya masing-masing.
BAB III
KESIMPULAN
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebgai proses, pemberdayaan
adalah serangkaian kegiatan tuntuk memperkuat atau keberdayaan kelompok lemah
dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnyabaik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial
seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian berpartisipasi dala kegiatan sosialdan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan sering kali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
Indikator pemberdayaan yaitu kebebasan mobilitas, kemampuan membeli komoditas
kecil, kemampuan membeli komoditas besar, terlibat dalam pembuatan keputusan-
keputusan rumah tangga, kebebasan relatif dari dominasi keluarga, kesadaran hukum
dan politik, keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes, dan jaminan ekonomi
dan konstribusi terhadap keluarga.

Daftar Pustaka
Edi Suharto (2009), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai