Anda di halaman 1dari 33

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306012610

PENGANTAR TINJAUAN DESAIN

Book · July 2000

CITATIONS READS

2 42,053

2 authors:

Agus Sachari Yan Yan Sunarya


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
79 PUBLICATIONS   170 CITATIONS    110 PUBLICATIONS   81 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Creative Economy View project

Bahasa Rupa Nusantara (SUNDA) View project

All content following this page was uploaded by Yan Yan Sunarya on 09 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGANTAR

TINJAUAN DESAIN

Agus Sachari
Yan Yan Sunarya

penerbit itb

159
DAFTAR ISI

BAGIAN SATU:
PENDAHULUAN
1.1 Terminologi Desain
1.2 Pengertian Desain
1.3.Makna Desain Modern
1.4 Teori-Teori Tentang Tinjauan Desain

BAGIAN DUA:
MODEL TINJAUAN HISTORIS
2.1 Sejarah Desain dan Desain Sejarah
2.2 Model Tinjauan Historis Desain Barat Modern
2.3 Model Tinjauan Historis Desain Modern di Indonesia

BAGIAN TIGA:
MODEL TINJAUAN SEMIOTIKA
3.1.Teori Semiotika
3.2.Desain :Bahasa Rupa : Sistem Tanda
3.3.Mengadopsi Teori Semiotika Pierce dan Umberto Eco
3.4.Model Tinjauan Semiotika Karya Desain

BAGIAN EMPAT:
MODEL TINJAUAN TRANSFORMASI BUDAYA
4.1.Teori Tentang Transformasi Budaya
4.2.Transformasi Budaya dan Perubahan Sistem Nilai
4.3.Tinjauan Proses Transformasi Budaya di Indonesia

BAGIAN LIMA : MODEL TINJAUAN ESTETIK


5.1. Pendekatan Estetis Dalam Meninjau Senirupa Modern
5.2.Model Tinjauan Estetik
5.3.Nilai Estetik Sebagai Pemberdayaan

Bagian 6 : MODEL TINJAUAN STRATEGI


6.1. Strategi Pembangunan Ekonomi
6.2. Strategi Kompetitif

Bagian 7 : MODEL TINJAUAN MULTI DISIPLIN


7.1. Interdisiplin dan Multi Pendekatan
7.2. Model Tinjauan Multi Disiplin

DAFTAR PUSTAKA

160
Prakata

Tinjauan Desain merupakan mata kuliah wajib bagi para mahasiswa desain, namun
jumlah buku ajar untuk menunjang perkuliahan ini amatlah terbatas. Hal ini
menggugah penulis untuk menyusun buku ajar tentang: "Pengantar Tinjauan
Desain", yang diharapkan dapat membantu memperluas wawasan para mahasiswa
dalam memahami teori-teori desain.

Tinjauan Desain hakikatnya merupakan perluasan dari “Kritik Desain” yang lebih
menekankan kepada kajian spesifik masalah gaya dan bahasa rupa karya desain.
Sedangkan perkuliahan “Tinjauan Desain” , cenderung mengupas desain dari
pelbagai fenomena, baik karya, hal yang melatarbelakangi, situasi sosial, program
pembangunan, tokoh, pemikiran, hingga pendidikannya.

Dalam buku Pengantar Tinjauan Desain diketengahkan beberapa model pendekatan


dalam mengamati desain, baik secara historikal, sosial, budaya hingga inovasi-
inovasi teknologi. Dengan demikian para mahasiswa nantinya dapat memilih
“model” yang tepat sebagai dasar pengamatan terhadap suatu fenomena atau obyek
desain. Untuk kejian-kajian yang lebih spesifik, mahasiswa juga dapat membaca
buku “Tinjauan Historis Desain dan Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana
Transformasi Budaya”, “Estetika : Makna, Simbol dan Daya”, “Sejarah Desain
Indonesia” dan juga “ Sejarah Desain Modern”.

Atas bantuan semua pihak, terutama penerbit ITB yang telah menerbitkan buku ajar
ini, penulis ucapkan banyak terimakasih.

Januari 2000
Agus Sachari
Yan Yan Sunarya

161
BAGIAN SATU

PENDAHULUAN
“Aku memandang jaman.
Aku melihat gambaran ekonomi
Di etalase toko penuh merk asing,
dan jalan-jalan bobrok antar desa
Yang tidak memungkinkan pergaulan.”
(Rendra dari “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon” )

“ The word ‘man made’ must charactererize the look


of much of our environment over the past hundred years”.

“If you can imagine it, if you can depict it


on your screen, then you can have it”.
(Kenneth Grange)

Tinjauan desain merupakan suatu ilmu untuk mencermati, mengamati dan

mengkritisi suatu fenomena desain ( karya desain, falsafah, strategi desain, sejarah
desain, teori-teori desain, metoda desain, nilai estetika, perubahan gaya hidup)
maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia perancangan secara umum. Baik
yang bersifat teraga (karya fisik) maupun tak teraga (konseptual) hingga dampaknya
pada masyarakat. Ilmu mengenai tinjauan desain belum berkembang secara mantap
dibandingkan ilmu sejarah desain ataupun metodologi desain. Sebaliknya, ilmu
tentang Kritik Seni (Art Critique) berkembang sejalan dengan teori-teori seni.1
Dalam wacana seni secara umum, desain memang belum banyak disentuh oleh para
pemikir estetika, beberapa telah memasukkan arsitektur, craft dan seni dekorasi
sebagai bagian kajian kritisnya. Namun secara historis, tinjauan desain yang

1
Dapat dibaca pada Charles Harrison, et al, ed, 1996, Art in Theory 1900-1990, An Anthology of
Changing Ideas, Blackell Pub, Cambridge.

162
dipaparkan oleh Pevsner dan Adolf Loose merupakan perintisan yang memaparkan
desain dalam kajian kritis diparuh pertama abad ke 20.

Sejak berkembangnya pendidikan desain di Indonesia, sejak tahun 1971, ilmu


Tinjauan Desain awalnya lebih menekankan kepada kajian-kajian kritis terhadap
sejarah desain Barat, baik perkembangan gaya, metodologinya, maupun dampak
sosialnya. Namun karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi, kajian-kajian
Metodologi Desain berkembang menjadi ilmu tersendiri, demikian pula kajian-
kajian sosial berkembang menjadi Sosiologi Desain, sedangkan kajian-kajian
historis berkembang menjadi kajian Sejarah Desain Modern dan Sejarah Desain
Indonesia.2

Tinjauan Desain sendiri kemudian secara khusus mengembangkan metodologi kritik


desain berdasar pelbagai pendekatan teoritis. Selain itu, karena tuntutan
pengembangan keilmuan, sejak tahun 1998, Tinjauan Desain juga mengalami
pengkhususan-pengkhususan menjadi Tinjauan Desain Produk, Tinjauan Kria,
Tinjauan Desain Grafis, Tinjauan Desain Interior dan Tinjauan Desain Busana dan
Mode. Meskipun demikian, model-model pendekatan dalam meninjau karya desain
dan kegiatannya, tetap merupakan wilayah kajian Tinjauan Desain secara umum.

Dalam visi lain, pendekatan-pendekatan dalam Tinjauan Desain, lebih menekankan


pada segi apresiasi (design appreciation) dan penafsiran (design interpretation).
Namun kemudian dirasakan kurang mencukupi, karena dalam mengapresiasi karya
desain, selalu mengandung konsekuensi juga untuk mengkaji masalah sosial,
masalah ekonomi, kebudayaan, teknologi dan aspek psikologis suatu karya. Hal itu
sejalan dengan berkembangnya jenjang pendidikan tinggi desain ke arah pendidikan
tingkat master dan doktoral.

Pada periode tahun 80-an, kita tentu perlu menghormati John Heskett, Penny
Sparke,Charles Jencks, Peter Dormer, Victor Papanek, dan lain lain, yang telah

163
memantapkan wacana keilmuan Tinjauan Desain. Dari tangan-tangan merekalah,
kemudian disiplin Desain berkembang, tidak hanya sebagai praksis, tetapi juga
memantapkan diri sebagai suatu wilayah kajian baru yang unik dan bermakna.
Sejak tahun 80-an itulah Tinjauan Desain mengalami perluasan kajian, tidak hanya
sekadar mengapresiasi karya, tetapi juga meninjau teori-teori desain, falsafah
kebendaan, nilai-nilai estetik, pendidikan desain, sejarah artifak, gaya hidup dan
juga model-model pembangunan desain di sejumlah negara.

Perluasan model Tinjauan Desain itulah yang kemudian memantapkan pendidikan


teoritis desain dan juga model-model penelitian di bidang desain. Mengamati desain
pada periode berikutnya menjadi pendekatan lintas disiplin, seperti dalam kajian
Semiotik, Semantik, Transformasi Budaya, Bahasa Rupa, Anropologi Budaya
hingga kajian-kajian yang bersifat filosofis.

2
Dapat dicerrmati pada Agus Sachari & Yanyan Sunarya, 2001, Sejarah Desain Barat’ ; dan juga

164
KARYA & PROSES
DESAIN

TEORI DESAIN

TINJAUAN
NILAI-NILAI
DESAIN ESTETIK
KARYA DESAIN

GAYA HIDUP

DAMPAK SOSIAL
DESAIN

DESAIN DAN
PEMBANGUNAN

SEJARAH DESAIN

Bagan I-1 : Orientasi dan obyek kajian Tinjauan Desain di Indonesia

Sejarah Desain Indonesia, Penerbit ITB, Bandung.

165
1.1 Peristilahan Desain

Sebelum memperbincangkan tentang teori-teori Tinjauan Desain, ada baiknya


terdapat kesepahaman mengenai istilah ‘desain’ sendiri, yang sementara ini
memiliki pemahaman yang berbeda-beda, terutama sudut pandang ilmu rekayasa
dan ilmu kesenirupaan. Namun demikian, secara historis terdapat pula
pengembangan-pengembangan pengertian, sejak istilah ‘desain’ dipergunakan untuk
menyebut suatu profesi ataupun keilmuan.

Desain merupakan kata baru berupa peng-Indonesiaan dari kata design (bhs
Inggris), istilah ini menggeser kata ‘rancang/rancangan/merancang’ yang dinilai
kurang mengekspresikan keilmuan, keluasan dan kewibawaan profesi. Sejalan
dengan itu, para kalangan insinyur menggunakan istilah rancang bangun, sebagai
pengganti istilah desain. Namun dikalangan keilmuan senirupa, istilah ‘desain’ tetap
secara konsisten dan formal dipergunakan. Hal itu ditindaklanjuti pada pembakuan
nama program studi di perguruan tinggi, nama cabang ilmu, nama organisasi
profesi, nama majalah, nama jurnal serta istilah yang dipergunakan pada beberapa
undang-undang perlindungan intelektual.

Dalam kurun hampir tiga dekade, istilah ‘desain’ telah masuk dalam kosa kata
bahasa Indonesia yang mantap dan dipergunakan meluas dalam percaturan keilmuan
maupun profesi, dibandingkan istilah ‘rancangan’ yang mengandung pengertian
amat umum.

a. Asal Kata

1.1.1 Asal Kata

Akar-akar istilah desain, hakikatnya telah ada sejak zaman purba, dengan pengertian
yang amat beragam. Istilah ‘Arch’, ‘Techne’, ‘Kunst’, ‘Kagunan’, ‘Kabinangkitan’,
’Anggitan’, dsb, merupakan bukti-bukti bahwa terdapat istilah-istilah yang berkaitan
dengan kegiatan desain, hanya penggunaannya belum menyeluruh dan dinilai belum
bermuatan aspek-aspek modernitas seperti yang dikenal sekarang. Diawal
perkembangan istilah ‘desain’ tersebut masih berbaur dengan ‘seni’ dan ‘kria’.
Namun ketika seni modern mulai memantapkan diri dalam wacana ekspresi murni,
justru ’desain’ memantapkan diri pada aspek fungsi dan industri. Di Indonesia,
hingga tahun 1970, masih terdapat ‘kebauran’ antara istilah ‘desain’, ‘seni terapan’
dan ‘kerajinan’.

166
Secara etimologis kata ‘desain’ diduga berasal dari kata designo (Itali) yang artinya
gambar (Jervis, 1984). Kata ini diberi makna baru dalam bahasa Inggris di abad ke
17, yang dipergunakan untuk membentuk School of Design tahun 1836. Makna
baru tersebut dalam praktek kerap semakna dengan kata craft (keterampilan
adiluhung), kemudian atas jasa Ruskin dan Morris - dua tokoh gerakan anti
Industri di Inggris pada abad ke 19, kata ‘desain’ diberi bobot sebagai seni
berterampil tinggi (art and craft ).

Pada masa Revolusi Industri dan beberapa dekade sesudahnya, kegiatan desain
dikenal sebagai Industrial Art, Commercial Art, Applied Art, Machine Art,
Decorative Art dan seterusnya. Dalam kamus Oxford kata design (noun) berarti
mental plan; scheme of attack; purpose; end in view; adaption of means to end;
preliminary sketch for picture; delineation; pattern; artistic or literary groundwork,
general idea, construction, plot, faculty of evolving these, invention; (verb) set
(thing) apart of person; destine (person, thing) for a service; contrive; plan;
intend; make preliminary sketch of (picture); draw plan of (building etc to be
executed by others); be adesigner; concieve mental plan of, (book, work of art).

Dalam dunia senirupa di Indonesia, kata desain kerap dipadankan dengan : reka
bentuk, reka rupa, tata rupa, perupaan, anggitan, rancangan, rancang bangun,
gagas rekayasa, perencanaan, kerangka, sketsa ide, gambar, busana, hasil
keterampilan, karya kerajinan, kriya , teknik presentasi, penggayaan, komunikasi
rupa, denah, layout, ruang (interior), benda yang bagus, pemecahan masalah
rupa, senirupa, susunan rupa, tata bentuk, tata warna, ukiran, motif, ornamen,
grafis, dekorasi, ( sebagai kata benda) atau ; menata, mengkomposisi, merancang,
merencana, menghias, memadu, menyusun, mencipta, berkreasi, menghayal,
merenung, menggambar, meniru gambar, menjiplak gambar, melukiskan,
menginstalasi, menyajikan karya ( sebagai kata kerja) dan pelbagai kegiatan yang
berhubungan dengan proses perupaan dalam arti luas.

Perkembangan istilah ‘desain’ tidak hanya dipergunakan di dunia senirupa saja,


tetapi hampir setiap bidang keilmuan kerap menggunakan istilah itu untuk kegiatan
yang amat bervariasi. Bahkan dalam dunia teknologi dan rekayasa, pengertian
desain mendapat tempat yang penting sebagai bagian utama dari inovasi iptek
Namun demikian, para pemegang kebijakan dan para perencana pembangunan di
tanah air, umumnya menafsirkan “desain” dalam konteks bidang keteknikan,
sebagai rancangan rekayasa (engineering design) untuk pandangan-pandangan
yang bersifat makro. Sebaliknya masyarakat awam, memahami istilah “desain”
dalam konteks yang lebih sempit lagi sebagai “fashion” atau mode pakaian.

Pada tahun 50-an, pemerintah Indonesia pada waktu itu menggunakan kata
“rancangan” untuk kegiatan perencanaan yang sifatnya makro (dalam bahasa
Melayu istilah ini masih tetap bepengertian sama hingga sekarang), seperti Dewan
Perancang Nasional dan Biro Perancang Nasional (perancang=perencanaan
pembangunan). Kata ‘rancangan’, kemudian mengalami ‘penyempitan makna’
sejalan perkembangan kebahasaan dan diterapkan pada kegiatan yang terbatas.

167
Sedangkan sebagai kata pengganti untuk lembaga pemerintah ini kemudian
menggunakan istilah ‘perencanaan’ (planning); yang diterapkan menjadi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS) menggantikan Biro Perancang
Nasional.

1.1.2 Kemajemukan dan Kerancuan Arti

Secara historis penggunaan kata ‘desain’ secara historis, tidak bisa dipisahkan dari
kegiatan senirupa dalam arti luas. Kerancuan muncul ketika pada tahun 30-an
pelbagai kalangan, terutama sastrawan memadankan kata Art dalam bahasa
Inggris dengan kata ‘seni’ yang bermakana sebagai segala sesuatu yang indah-
indah, elok, khas dan unik. Namun demikian, S.Sudjojono sebagai tokoh
pembaharu tetap menggunakan istilah ‘gambar’ pada penamaan PERSAGI (
Persatuan Akhli Gambar Indonesia). Selain itu Simon Admiral dan Reis Mulder
sebagai menggunakan istilah ‘guru gambar’ untuk pendidikan senirupa di THS
pada tahun 40-50-an (sekarang ITB) dan tetap menggunakan istilah ‘gambar’ untuk
pelbagai kegiatan perupaan dan desain, termasuk di dalamnya arsitektur. Baru
kemudian setelah ada kebijakan pemerintah menggunakan istilah senirupa untuk
pendirian Akademi Senirupa Indonesia (ASRI), menyebabkan kegiatan perupaan
dan keterampilan yang luas sebelumnya, berubah menjadi spesifik dan mengarah
kepada kegiatan ‘olah rasa’ dan keterampilan berekspresi. Setelah itu istilah
‘senirupa’ kemudian dipakai secara luas dan formal dipadankan dengan dengan kata
‘fine-art’. 3

Sedangkan istilah “desain” sendiri dipakai, awalnya untuk menggantikan istilah


jurusan ‘seni-interior’ di ITB pada tahun 1969. Kemudian sejalan dengan tuntutan
zaman, istilah ini dipakai sebagai penamaan jurusan baru pada tahun 1971, yaitu
jurusan desain produk, jurusan desain interior, jurusan desain grafis, jurusan desain
tekstil (istilah jurusan kemudian diganti menjadi studio, dan sejak tahun 1984
diganti lagi menjadi program studi). Istilah ‘desain’ tetap konsisten dipakai dan
dianggap sebagai cabang dari ilmu kesenirupaan.

Pada akhir tahun 80-an, kecenderungan yang kurang meluas dalam menggunakan
sebutan “seniman” bagi mereka yang berkarya seni, oleh para pengamat seni dirubah
menjadi “perupa” sebagai sebutan baru bagi mereka yang menggunakan sarana
mix-media, juga ‘seni instalasi’ dan pembuat karya rupa yang sarat dengan konsep
pembaruan.

Dalam UU Pendidikan Tinggi tahun 1980, bidang senirupa dan desain ditempatkan
di bawah naungan ilmu budaya. Kebijakan ini kurang menguntungkan ditinjau
dari sudut pengembangan kelembagaan dan prioritas pengembangan
pembangunan yang lebih menekankan kepada iptek. Padahal di negara-negara
maju, justru kegiatan desain mengalami pelbagai perkembangan yang pesat sejalan
dengan industrialisasi dan persaingan produk yang semakin ketat. Akibatnya, di
3
Untuk beberapa hal, istilah ‘fine art’ dipakai juga istilah ‘pure art’, ‘visual art’, atau hanya ‘art’
saja. Sedang pengindonesiaannya juga jadi amat bervariasi, seperti senirupa, senimurni, seni gambar,
seni lukis untuk kegiatan yang sama.

168
kalangan industri dan lembaga pemerintah di tanah air, kurang mengenal profesi ini
dengan baik, sehingga menyulitkan dalam kerjasama riset atau pengembangan
profesi.

Dalam operasionalnya, istilah ‘desain’ juga berkembang dikalangan ilmu rekayasa,


yang kemudian justru berkembang pesat sejalan dengan program pemerintah
mengadakan percepatan dalam bidang iptek. Di lingkungan bidang Teknik Mesin,
Teknik Elektro, Teknik Industri, Teknik Arsitektur, Teknik Kimia, bahkan Teknik
Fisika, istilah “desain” berkembang dengan penekanan pada bobot keteknikan yang
tinggi. Di Institut Teknologi Bandung, sejak tahun 1995, telah dirintis Pusat
Penelitian Desain ITB di bawah pengelolaan ilmu-ilmu keteknikan. Namun ‘desain’
sebagai formalisasi program studi di lingkungan perguruan tinggi, tetap di bawah
naungan ilmu-ilmu seni.

Hal lain yang cukup menggembirakan adalah munculnya pelbagai perguruan


tinggi yang membuka Jurusan Desain, karena kesadaran kalangan masyarakat
akan manfaat profesi ini yang semakin meningkat, khususnya di kalangan para
intelektual yang berwawasan ke depan, disamping juga karena tuntutan kebutuhan
profesi di kalangan industri dan biro konsultan yang semakin tinggi. Demikian pula
dengan gelar kesarjanaan, secara formal telah menggunakan ‘sarjana desain’ (sejak
tahun 2001).4

1.1.3. Beberapa Pengertian dan Perkembangannya

Pengertian desain dapat dilihat dari pelbagai sudut pandang dan konteksnya. Pada
awal abad ke –20, “desain” mengandung pengertian sebagai suatu kreasi seniman
untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan cara tertentu pula (Walter Gropius, 1919).
Dekade ini merupakan satu tahap transformasi dari pengertian-pengertian desain
sebelumnya yang lebih menekankan kepada unsur dekoratif dan kekriaan dari pada
fungsi.

Lembaga Desain Bauhaus yang didirikan pada tahun 1919 di Weimar-Jerman,


secara historis diakui sebagai tonggak pembaharuan dalam kegiatan desain. Hal itu
karena masyarakat Barat sudah sangat keranjingan dengan menghias semua benda
secara berlebihan, terutama setelah gerakan Art Noveau dan Art & Craft di Eropa.
Gerakan Fungsionalisme dan Rasionalisme sebagai implementasi Positivisme yang
digagas Comte kemudian menjadi spirit perngembangan desain di awal abad ke 20.
Falsafah perancangan form follows function (Sulivan), atau less is more (Mies) atau
penghujatan oleh Adolf Loos : Ornament is crime !, merupakan sikap-sikap
radikal untuk merubah pola pikir masyarakat dari pola pikir estetis-ornamentik ke
arah pola pikir modern yang rasional.

4
Pengakuan secara formal untuk memakai sebutan sarjana desain telah berlangsung lebih dari 20
tahun, untuk membedakan dari sarjana ilmu-ilmu seni murni. Hal itu penting, disamping sebagai
pengakuan profesi, juga dalam meraih kesempatan pekerjaan bagi para alumnus perguruan tinggi
desain.

169
Pengertian-pengertian desain yang rasionalistis mengalami puncaknya pada
tahun 60-an, sebagaimana terungkap pada pelbagai pengertian yang diutarakan
sebagai berikut :

• Desain merupakan pemecahan masalah dengan satu target yang jelas


(Acher,1965),

• Desain merupakan temuan unsur fisik yang paling obyektif (Alexander, 1963)
atau

• Desain adalah tindakan dan insiatif untuk merubah karya manusia


(Jones,1970).

Sejalan dengan itu, gaya estetik Modernisme yang kering, mengalami kritik-kritik
yang keras dari para seniman lainnya, yang kemudian melahirkan kelompok Dada,
Art Deco, de Stijl, Pop, dsb. Namun dilain pihak, substansi dan pengertian desain
juga mengalami pengembangan-pengembangan. Pengertian desain pada dekade
selanjutnya amat variatif karena tumbuhnya profesi ini di pelbagai negara. Salah
satu tokoh yang mengevaluasi pengertian desainnya adalah Bruce Archer, yang
mengemukakan bahwa,

• Desain adalah salah satu bentuk kebutuhan badani dan rohani manusia yang
dijabarkan melalui pelbagai bidang pengalaman, keahlian dan
pengetahuannya yang mencerminkan perhatian pada apresiasi dan adaptasi
terhadap sekelilingnya, terutama yang berhubungan dengan bentuk,
komposisi, arti, nilai dan pelbagai tujuan benda buatan manusia (Archer,
1976).

Sejak kritik terhadap Modernisme di tahun 30-an, justru membuat semakin


mantapnya gaya Internasional dan Modernisme dalam gaya desain, karena
industrialisasi semasa pasca perang dunia ke II semakin meluas. Kritik ini diawali
oleh gerakan Pop-Art di Amerika, serta kritik terhadap kebudayaan massa oleh
gaya-gaya alternatif yan muncul dari kaum muda, seperti Pop Modernisme, Hi-Tech,
Seni Psidelik , dsb.

Munculnya Radikalisme di Itali, serta falsafah pelesetan "less is a bore" (pelesetan


dan “less is more” yang dikumandangkan oleh Mies van Der Rohe) yang
dikemukakan oleh Robert Venturi dan pernyataan Charles Jenck tentang
runtuhnya Modernisme; merupakan proses pergeseran pemahaman desain ke abad
baru yang lebih menekankan kepada “penandaan” baru dan “pemaknaan” baru,
disamping penekanan pada aspek lingkungan, dan pengutamaan aspek psikologis
manusia.

170
Inspirasi kebudayaan global dan era perekonomian terbuka pada tahun 90-an,
membuat dunia dilanda “demam” kompetisi disemua sektor, termasuk desain.
Pengertian desainpun mengalami pergeseran-pergeseran dan fokus kepada demam
kompetisi tersebut, seperti :

• Desain dapat dikatakan sebagai suatu seni yang tumbuh dalam


kebudayaan kontemporer.(Rachel Cooper, 1994)

• Desain adalah wahana pembantu untuk melaksanakan inovasi pada


pelbagai kegiatan industri dan bisnis (Bruce Nussbaum, 1997).

• Desain adalah suatu kegiatan yang memberi makna dunia usaha ke


arah strategi kompetisi (Lou Lenzi,1997).

• Desain adalah suatu tindakan yang memberi jaminan inovasi produk


dimasa depan (Ideo,1997).

• Desain adalah sebuah kegiatan kreatif yang mencerminkan keanekaan


bentuk kualitas, proses, pelayanan dan sistem, bagaikan sebuah
lingkaran yang saling berhubungan. Selain itu, desain merupakan
faktor yang membangun kegiatan inovasi pemanusiaan teknologi,
dinamika budaya dan perubahan ekonomi (ICSID,1999).

Demikian pula pengertian desain yang ada di Indonesia, mengalami pelbagai proses
transformasi sejalan dengan pertumbuhan pola pikir masyarakat. Jika menengok
sejarah, pengertian yang berkembang di tanah air, dapat dikatakan merupakan
“proses panjang” sejak pemahaman yang dibawa oleh para desainer Belanda,
yang kemudian mengalami pelbagai perubahan setelah kemerdekaan.
Sebagaimana diutarakan pada buku pedoman pendidikan senirupa dan desain
ITB, bahwa “desain” adalah pemecahan masalah dalam konteks teknologi dan
estetik. Selanjutnya diperkuat oleh kongres Ikatan Akhli Desain Indonesia (IADI)
yang tertuang dalam anggaran dasarnya, bahwa ‘desain’ adalah pemecahan
masalah yang menyuarakan budaya zamannya. Hal itu diperkuat oleh pelbagai
seminar tentang desain Indonesia pada tahun 75-an, bahwa pengertian-
pengertian desain pada lingkup akademisi dan profesional hakikatnya perlu
disejalankan dengan pemikiran dunia internasional.

Baru pada dekade 80-an pengertian-pengertian desain di Indonesia diperkaya oleh


beberapa pendapat, baik oleh para profesional maupun pakar di luar bidang desain.
Sebagaimana di utarakan oleh John Nimpoeno seorang ahli psikologi
menyatakan :

171
• Desain adalah pemaknaan fakta-fakta nyata menjadi fenomen-fenomen yang
subyektif (Nimpoeno, 1981).

Pengertian ini merupakan penegasan bahwa dunia materi dapat diberi pemaknaan
baru menjadi satu bagian dari diri manusia dan kehidupannya oleh kegiatan desain.
Sedangkan, Solichin Gunawan seorang desainer interior profesional, menyatakan :

• Desain adalah terjemahan fisik dari aspek sosial, ekonomi dan tata hidup
manusia dan merupakan cermin budaya zamannya (Gunawan, 1986).

Pengertian ini merupakan penegasan bahwa peran desainer adalah berusaha


menerjemahkan kebutuhan manusia yang abstrak dan majemuk, menjadi suatu
gagas yang kongkrit dan mampu mengekspresikan zamannya.

Widagdo sebagai salah seorang pendidik desain senior mengungkapkan :

• Desain adalah salah satu manifestasi kebudayaan yang berujud dan merupakan
produk nilai-nilai untuk kurun waktu tetentu (Widagdo, 1993).

Pengertian yang diutarakan Widagdo tersebut merupakan ciri adanya pergeseran


pengertian desain dari tahun 80-an di Indonesia, desain dikaitkan dengan nilai-nilai
kontekstual yang menyuarakan kebudayaan. Kenyataan itu membuktikan bahwa
karya desain bukan hanya memecahkan masalah manusia saja, tetapi juga
bermuatan nilai-nilai yang membangun peradaban.

Dengan demikian, pengertian dan persepsi desain selalu mengalami perubahan


sejalan dengan roda peradaban itu sendiri. Hal itu membuktikan bahwa desain
mempunyai arti yang penting dalam kebudayaan manusia secara keseluruhan, baik
ditinjau dari usaha memecahkan masalah fisik dan rokhani manusia, maupun
sebagai bagian kebudayaan yang memberi nilai-nilai tertentu sepanjang perjalanan
sejarah umat manusia. Dari sejumlah definisi yang dipaparkan di atas, desain
hakikatnya merupakan upaya manusia memberdayakan diri melalui benda
ciptaannya untuk menjalani kehidupan yang lebih aman dan sejahtera.

1.1.4. Pengertian Desain Menurut Beberapa Ensiklopedi

Sebagai pembanding, terdapat sejumlah pengertian desain yang tayangkan


dibeberapa kamus dan ensiklopedi yang disusun oleh akhli bahasa dan juga kaum
profesional.

Desain :
• menyiapkan rencana pendahuluan ; perencanaan

172
• membentuk atau memikirkan sesuatu di dalam benak kita; merancang
“rencana”
• menetapkan dalam fikiran; tujuan; maksud.
• garis besar, sketsa; rencana, seperti dalam kegiatan seni, bangunan, gagasan
tentang mesin yang akan diwujudkan.
• merencanakan dan memberi sentuhan artistik yang dikerjakan dengan
kepakaran yang tinggi.
• pelbagai detil gambar, bangunan; wahana lainnya untuk pekerjaan artisitik.
• merupakan pekerjaan artisitik.
(The American College Dictionary)

Desain :
• gambar atau garis besar tentang sesuatu yang akan dikerjakan atau dibuat.
• susunan atau rencana suatu lukisan, buku, bangunan, mesin, dan lainnya
(Readers Dictionary, Oxford Progressive English)

Desain :
Menunjukkan suatu cara bagaimana setiap bagian menyempurnakan suatu
obyek secara bersama. Baik yang ditemukan di alam atau buatan manusia, dan
setiap obyek tersebut memiliki susunannya masing-masing. Ketika obyek itu
dilihat sebagai satu keseluruhan, maka pada saat itu pula kita melihat itu
sebagai satu desain. Kesatuan ini merupakan unsur yang paling penting dalam
satu desain yang berhasil.
(The New Book of Knowledge)

Desain :

Merupakan susunan garis atau bentuk yang menyempurnakan rencana kerja


“seni” dengan memberi penekanan khusus pada aspek proporsi, struktur, gerak
dan keindahan secara terpadu; identik dengan pengertian komposisi yang
berlaku pada pelbagai cabang seni, meskipun secara khusus kerap dikaji
sebagai “seni terapan”.
( Encyclopaedia Britanica)

Desain :

• merupakan rencana atau susunan garis, bentuk, massa dan ruang dalam satu
kesatuan.
• penciptaan untuk melayani kebutuhan fungsional, seperti arsitektur, desain
produk industri, dan lain-lain, atau dapat pula sebagai ekspresi estetis yang
bersifat pribadi.

173
• tahap-tahap persiapan suatu pekerjaan seni; atau merupakan elemen-elemen
yang dikomposisikan pada suatu karya seni.
(The Columbia Encyclopedia)

Desain :
• Panduan untuk menyelesaikan gambar; susunan yang digunakan untuk
melengkapi karya secara keseluruhan; kelayakan penempatan bahan-bahan
dalam sebuah karya.
• Pengembangan gagasan-gagasan lama menjadi satu bentuk yang baru.
(Everyman”s Encyclopaedia)

Desain :
• merupakan susunan elemen rupa pada satu pekerjaan seni.
• elemen rupa pada benda-benda dekoratif.
( Mc Graw-Hill Dictionary of Art)

Desain :
• Sketsa gagasan yang memuat konsep bentuk yang akan dikerjakan.
• Gambar awal atau model yang dibuat oleh seorang pelukis atau pematung.
(Webster Dictionary)

Desain :
• Dorongan keindahan yang diwujudkan dalam suatu bentuk komposisi; rencana
komposisi; sesuatu yang memiliki kekhasan; atau garis besar suatu komposisi,
misalnya bentuk yang berirama, desain motif, komposisi nada, dan lain-lain.
(Encyclopedia of The Art)

1.2 Lingkup Desain

Lingkup desain dapat tidak memiliki batas yang pasti, hal tersebut dikarena setiap
saat terjedai pengembangan-pengembangan sejalan dengan wacana kebudayaan
dunia. Desain melingkupi semua aspek yang memungkinkan untuk dipecahkan
oleh imaji dan kreatifitas manusia. Dalam perkembangan di dunia internasional,
terdapat wilayah profesi yang tegas terdiri dari Desain Produk Industri (Industrial
Design), Desain Grafis (Graphic Design) dan Desain Interior (Interior Design),
Desain Multi Media (Multi Media Design), Desain Komukasi Visual (Visual
Communication Design). Bukan berarti kegiatan desain di luar ketiga profesi itu
tidak dapat dikategorikan sebagai suatu karya desain, misalnya rancang bangun
(engineering design), arsitektur ( building design) dst; tetapi masing-masing telah
memiliki sejarah dan wilayah tersendiri yang mapan, sehingga diletakkan di luar
bidang kesenirupaan, meskipun interaksi atau ‘grey area’ profesi bisa saja terjadi.
Perluasan lingkup desain diakhir abad ke 20, juga meliputi Desain Informasi (
Information Design), Desain Ruang (Space Design) dan Desain Paranormal
(Paranormal Design).

174
Di Indonesia kegiatan desain secara praktis dapat dikelompokkan kepada tiga bagian
besar terdiri dari :

1.2.1 Desain Produk Industri (Industrial Design)

Desain Produk Industri merupakan terjemahan dari Industrial Design, beberapa ada
yang menerjemahkan Desain Produk dan ada pula yang menerjemahkan sebagai
Desain Industri (ctt : penterjemahan yang terakhir dirasa kurang tepat, karena yang didesain bukan
industrinya, melainkan produknya). Dalam perkembangan selanjutnya profesi ini terbagi
atas beberapa kelompok kegiatan (yang mungkin dapat berkembang lagi sejalan
dengan tuntutan zaman) :

a. Desain Produk Peralatan


• Desain Alat Rumah Tangga dan Perkantoran (Consumer Goods)
• Desain Permebelan (Furniture Design)
• Desain Komponen Arsitektur
• Desain Alat Kedokteran dan Kesehatan
• Desain Alat Olah raga dan Rekreasi
• Desain Pendidikan dan Mainan
• Desain Alat Rehabilitasi dan Perlengakapannya
• Desain Alat Pertukangan dan Mekanik Ringan
• Desain Perhiasan dan Asesoris
• Desain Tekstil Industri
• Desain Alat Pertambangan dan Pertanian
• Desain Alat Kedaruratan dan Meliter
• Desain Alat Laboratorium dan Eksperimen
• Desain Produk Industri Kecil.
• Dan perlatan sejenis.

b. Desain Perkakas Lingkungan (Enviromental Design)


• Desain Perangkat Kota (Street Furniture, Environmental Equipment & Sign
• System)
• Desain Sistem Hunian Lepas Pasang (Out Door Equipment)
• Desain Penunjang Sarana Umum
• Desain Panggung Luar dan Pameran Bersistem
• Desain Alat Pengolah dan Pemelihara Lingkungan
• Desain Perangkat Penunjang Pertamanan
• Desain Alat Penanggulangan Bencana
• Desain Alat Sistem Jajanan Luar Rumah
• Desain Alat Diteksi dan Penanggulangan Cemaran
• Dan peralatan sejenisnya.

c. Desain Alat Transportasi ( Transportation Design)


• Desain Alat Transportasi Darat

175
• Desain Alat Transportasi Laut
• Desain Alat Transportasi Udara
• Desain Alat Transportasi Tak Bermesin
• Desain Alat Transportasi Amfibi
• Desain Interior Alat Transportasi
• Alat transportasi alternatif lainnya.

d. Desain Kria (Craft Design)

Di Indonesia, dikenal dua kegiatan kriya, yaitu Desain Kria di bawah keilmuan
desain produk dan kegiatan Seni Kriya di bawah keilmuan Seni Murni. Namun
dalam pelaksanaannya, kerap tumpang tindih. Desain Kriya memiliki kesenderungan
ke arah pengembangan industri kecil kerajinan yang tujuan memproduksi produk-
produk kria, sedangkan Seni Kria memiliki kecenderungan sebagai wahana
pengembangan estetik dan ekspresi kreatif .

Kegiatan Desain Kria, umumnya dikelompokkan berdasar jenis “bahan” yang


dipergunakan dengan penggunaan yang amat luas, baik produk-produk fungsional
maupun produk-produk artistik. Diantaranya adalah :

• Kria Logam (emas, timah, metal, perak, dst....)


• Kria Bahan Alam (bambu,rotan, kayu, batu, lempung, kerang, dst..)
• Kria Bahan Sintetis ( plastik, akrilik, resin, gelas, benang, dst.)
• Kria Bahan Komposit dan Tekstil
• Pelbagai produk kria dengan komposisi bahan baru.

Perkembangan mutakhir, profesi dsain Produk mulai merambah ke wilayah baru


yang sebelumnya kurang mendapat perhatian, yaitu desain yang memanfaatkan
wahana digital. Aktifitasnya melingkup :

• Desain Permainan Gigital,


• Desain Simulasi,
• Desain Mokup Digital.
• Desain Pemodelan Digital.
• Desain Web ,
• Desain Animatronik
• Desain Rekerasi dan Hiburan Virtual.
• Desain Komunikasi Interaktif.

1.2.2. Desain Grafis (Graphic Design )

Desain Grafis kerap disebut sebagai Desain Komunikasi Visual, tetapi organisasi

176
profesi desain grafis internasional (ICOGRADA) tetap menggunakan istilah
“Graphic Design” untuk perofesi ini. Namun perkembangan terakhir mencatat,
bahwa tidak semua karya desain grafis berupa karya cetak, melainkan juga sebagai
karya audio-visual dan multi media, maka beberapa lembaga pendidikan
menggunakan istilah Desain Komunikasi Visual dengan konsekuensi baru, desain
ditempatkan pada ilmu-ilmu komunikasi.

Kegiatan profesi ini terdiri atas :

a. Desain Grafis Periklanan (Advertising)


• Desain Grafis Promosi dan Kampanye
• Desain Grafis Layanan Masyarakat
• Desain Super Grafis
• Desain Komunikasi periklanan lainnya.

b. Desain Komunikasi Audio-Visual


• Animasi (film kartun)
• Sinetron
• Audio Visual
• Pertelevisian
• Film Dokumenter

c. Desain Identitas Usaha (Corporate Identity)


• Logo, Trade Mark dan Terapannya
• Profil Usaha
• Sistem Grafis Perusahaan dan Perkantoran

d. Desain Marka Lingkungan (Environmental Graphics)


• Grafis Perkotaan
• Grafis Arsitektur
• Grafis Kawasan Industri
• Eye Catcher & Grafis Pertunjukkan Terbuka

e. Multi Media
• Komputer Grafis dan Animasi Digital
• Grafis Presentasi, Tele-Conference, Tele Media, Tele Video
• Video klip, manipulasi fotografi,
• Internet Graphic, Home Page

f. Desain Grafis Industri


• Packaging
• Buku, uang, perangko, majalah, surat kabar,..
• Pameran promosi, labeling

g.Fotografi, Tipografi dan Ilustrasi

177
• Kaligrafi
• Ilustrasi
• Komik/Cergam/Humor
• Karikatur
• Segala Bentuk Fotografi

1.2.3. Desain Interior (Interior Design)

Desain interior awalnya kerap disebut sebagai Home Decoration, Seni Interior,
kemudian Interior Architectur. Namun Federasi Interior Internasional (IFI)
melalaui kesepakatan internasional, demikian pula Himpunan Desainer Interior
Indonesia (HDII) tetap menggunakan istilah Interior Design, kemudian di
Indonesiakan menjadi Desain Interior atau ada pula yang memakai istilah Teknik
Desain Interior dan ada juga yang menggunakan istilah Desain Ruang Dalam
(Derudal). Perimbangan-pertimbangan untuk menempatkan diri menjadi bagian dari
arsitektur oleh beberapa pihak kurangl strategis dari sudut pengembangan keilmuan.
Untuk itu, penggunaan nama keilmuan menjadi Arsitektur Interior kemudian
dievaluasi untuk tetap menggunakan nama Desain Interior yang memiliki
kesempatan kesetaraan dengan disiplin Arsitektur yang jauh lebih tua usianya.

Lingkup kegiatannya :

a. Desain Interior Bangunan Umum dan Gedung Pemerintah


• Perkantoran
• Perpustakaan dan Pusat Arsip
• Pusat Pendidikan dan Pelatihan
• Pusat pusat Pelayanan Masyarakat

b. Desain Interior Bangunan Sosial


• Rumah Sakit/ Klinik/Puskesmas
• Pusat Rehabilitasi
• Rumah Jompo/Asrama/
• Pusat Kegiatan Sosial/Balai Pertemuan
• Bangunan sosial lainnya.

c. Desain Interior Bangunan Komersial


• Kantor Perbankan
• Perkantoran Swasta/ Pusat Bisnis
• Gedung Bandara dan pelabuhan
• Supermarket/ Pusat Grosir/Mal
• Gedung Bursa
• Pusat Pertokoan/Shoping Center
• Rumah Makan/Restoran
• Gedung Bioskop dan Hiburan

178
• Gedung Olah Raga dan Kesenian
• Bangunan komersial lainnya.

d. Desain Interior Perumahan


• Interior Rumah Tumbuh
• Interior Rumah Susun
• Bangunan Peristirahatan/Villa
• Rumah Sederhana/ Rumah rakyat

e. Desain Interior Bangunan Industri


• Interior Bangunan Pabrik
• Interior Bangunan Penyimpanan Material
• Interior Bangunan Pengolahan
• Bangunan Khusus ( Pusat Enerji, Pusat Komputer,dst...)

f.. Desain Interior Bangunan Peribadatan


• Mesjid dan prasarananya
• Gereja dan prasarananya
• Bangunan Pendukung
• Bangunan peribadatan lainnya.

g. Desain Interior Bangunan Budaya


• Interior Musium
• Interior Rumah Adat/Tradisional
• Pusat Kesenian, Pusat Desain,
• Galeri
• Dan pelbagai bangunan budaya lainnya.

Lingkup Desain di atas dapat diurai dalam butir-butir yang lebih kecil dan tema-
tema desain baru yang senantiasa berkembang. Semula kegiatan desain tekstil
merupakan kegiatan tersendiri di perguruan tinggi sejajar dengan program studi
desain lainnya, namun karena kurang berkembang kemudian kegiatannya dibagi
dua, desain tekstil industri ikut kelompok desain produk dan desain tekstil seni,
dimasuk ke dalam program studi kria seni. Selain itu dalam kegiatan profesi dikenal
pula daerah ‘tumpang tindih’ (grey area) yang dapat diklaim oleh dua kelompok
profesi atau lebih, misalnya kemasan (desain produk dan desain grafis), interior
transportasi (desain inerior dan desain produk), perangkat pameran (desain produk,
desain interior dan desain grafis), mebel (desain produk dan desain interior), dan
seterusnya.

Dalam lingkup kegiatan desain yang luas, ketegasan wilayah masing-masing


profesi desain semakin kabur karena kode etik dan aturan yang ada kurang
dilaksanakan dengan konsisten, misalnya klaim wilayah profesi desain produk
dan desain rekayasa, atau desain interior dan arsitektur, atau desain grafis dan

179
ilmu komunikasi, atau bahkan antara pelbagai bidang desain dalam wahana ke
senirupaan. Akibat dari itu, wilayah-wilayah profesi menjadi transparan dan kabur
terutama setelah semakin majunya komputer grafik mampu tinggi yang mampu
menyajikan tampilan multi media yang kemudian menjadi alat utama dalam
mendesain menggantikan meja gambar.

1.3 Teori Umum Tentang Tinjauan Desain

a. Teori Kritik Seni

Desain modern secara historis tidak bisa dilepaskan dari sejarah seni dan logika
yang dimulai sejak zaman Yunani, karena dua unsur itulah yang diyakini
membentuk pola pikir barat beberapa abad kemudian. Dari segi metodologi, desain
--sama halnya dengan sains --berkembang dari konsep-konsep pemikiran
Aristoteles mengenai berpikir induktif, deduktif dan silogisma, hingga
berkembangnya natural science dan mekanika Newton yang kemudian melahirkan
peradaban teknologis hingga sekarang. Sedangkan dari segi budaya, desain juga
tidak bisa dilepaskan dari sejarah seni sejak zaman Yunani, yang kemudian
merupakan dasar perkembangan peradaban Barat modern.

Seni modern di negara kita, kerap dianalogikan dengan perkembangan sempit


tentang ekspresi perasaan manusia. Sedangkan ditinjau dari hakekatnya, seni
adalah suatu daya kreatif berujud karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat.
Akhirnya karena formalitas, seni kerap terkotak sebagai bagian akhir dari
kebudayaan fisik, sehingga kerap kurang mendapat prioritas dalam pengembangan
maupun prioritas dalam program pembangunan di negara-negara berkembang..

Peradaban manusia menunjukkan, bahwa seni (art) bukan hanya sekedar


pelampiasan ekspresi rasa saja, tetapi juga merupakan bagian perujudan
terbentuknya karya-karya fisik fungsional. Dalam konteks antroplogi budaya,
dapat kita ambil contoh misalnya karya tembikar, karya arsitektur, karya kerajinan,
karya rancangan hingga karya keterampilan-keterampilan praktis yang melibatkan
unsur estetik di dalamnya. Beberapa kritikus modern mengelompokkannya sebagai
Minor-Art, Applied-Art, Populer-Art, Decorative-Art, Industrial-Art, dst.

Dalam konteks yang luas, seni dapat diindikasi sebagai wahana nilai-nilai, jiwa
zaman, gaya hidup, citra peradaban, cita rasa, dan fenomena budaya yang dapat
diterapkan pada segala aspek kehidupan yang diperbedakan dengan alam,
permesinan atau “sesuatu “ yang tidak bernilai.

b. Teori Bahasa Rupa

Peradaban manusia menunjukkan, bahwa seni (art) bukan hanya sekadar


pelampiasan ekspresi rasa saja, tetapi juga merupakan bagian perujudan

180
terbentuknya karya-karya fisik fungsional. Dalam konteks antroplogi budaya,
dapat diambil contoh seperti karya tembikar, karya arsitektur, karya kerajinan,
karya rancangan hingga karya keterampilan-keterampilan praktis yang melibatkan
unsur estetik di dalamnya. Beberapa kritikus modern mengelompokkannya sebagai
Minor-Art, Applied-Art, Populer-Art, Decorative-Art, Industrial-Art, dst yang dalam
wacana senimurni sering dikategorikan sebagai ‘sampah’.

Dalam konteks yang luas, seni dapat diindikasi sebagai wahana nilai-nilai, jiwa
zaman, gaya hidup, citra peradaban, cita rasa, dan fenomena budaya yang dapat
diterapkan pada segala aspek kehidupan yang diperbedakan dengan alam,
permesinan atau “sesuatu “ yang bebas nilai.5 Runtuhnya paradigma bahwa
terdapatnya seni tinggi (high art) dan seni rendah (kerajinan, desain, arsitektur),
merupakan pertanda teori kritik seni mengalami perubahan yang mendasar. Micahel
Angelo, Raphael maupun Leonardo da Vinci, hakikatnya tidak membedakan hirarki
seni semacam itu, karena yang dikerjakannya juga meliputi seni pesanan gereja atau
para bangsawan.Demikian pula aksi mental Marcel Duchamp ketika menyajikan
‘peturasan’ dalam pameran seni modern, hakikatnya ingin merubah citra seni elitis
yang ditekstualisasi oleh para pedagang seni yang menilai karya seni sebagai
keagungan yang dimiliki oleh seniman-seniman ‘feodalis’.

c. Teori Bahasa Rupa (Semiotika)

Perkembangan peradaban manusia modern, secara umum tidak bisa terlepas dari
tanda-tanda yang dibuat oleh “penanda” atau pencipta karya desain. Demikian pula
seni, tidak terlepas dari aspek tanda-tanda kesejarahan, baik dilihat sudut teknik,
gaya, perubahan sosial, pemakaian bahan, media maupun aspek penunjang. Bahkan
muncul perkembangan seni yang dipicu oleh kemajuan iptek yang memberi tanda-
tanda rupa khusus, misalnya Machine-Art, Optic-Art, Computer-Art, Light-Art, Hi-
Tech, dst.

Banyak ide-ide cemerlang dalam seni yang memacu perkembangan tanda-tanda


baru, misalnya tanda visual gaya streamlining yang memicu perkembangan material
dan ilmu aerodinamika, atau tanda visual gaya Pop-Art yang mampu
mempengaruhi masyarakat dengan sistem produk massal secara luar biasa, atau
bahkan gaya Hyper-realist & Photo-realist yang memacu kecanggihan komputer
grafik.

Memahami tanda-tanda peradaban desain secara struktural, merupakan wahana


kajian semiotik yang tak habis-habisnya. Kajian semiotik lebih menekankan kepada
aspek-aspek struktur atau gejala kuantitatif, sedangkan kajian semantik, cenderung
merupakan kajian yang bersifat kualitatif yang lebih menekankan kepada nilai-nilai
dan budaya. Kajian semiotik jarang dipergunakan karena dinilai oleh pelbagai pihak
terlalu kering dan penafsir amat terikat oleh tanda-tanda yang telah diberi makna.
Sedangkan kajian semantika dalam memahami bahasa rupa, dirasa lebih hidup,

5
Lihat Agus Sachari, Estetika, Penerbit ITB, 2001.

181
karena penafsir diberi “eksistensi” untuk memberi makna berdasar pengalaman
subyektifnya. Semua obyek budaya benda yang bernilai dapat ditempatkan sebagai
suatu komunikasi rupa, suatu yang menyiratkan latar seniman dan kehidupannya.

Namun demikian, kajian semiotik juga dapat memaparkan bahasa rupa apa adanya.
Pengamat dapat memahami ‘struktur’ bahasa rupa, baik yang berkaitan dengan ikon,
indeks, tanda, paradigma, sintagma ataupun kode budaya yang terdapat di dalamnya.

d. Teori Transformasi Budaya

Kejenuhan manusia terhadap Modernisme, terungkap dari pelbagai kritik pedas


bahwa Modernisme telah gagal memanusiakan teknologi. Desain sebagai ujung
tombak mengalami pelbagai penghujatan yang terus menerus, hal itu diungkapkan
oleh pelbagai gerakan seni di negara-negara maju yang mempertanyakan
kembali makna desain dalam kehidupan. Munculnya Radikalisme, Anti Desain,
Anti Modernisme, Memphis, Posmodernisme, Eko-Desain, dan pelbagai ejekan
terhadap desain modern menunjukkan kesangsian yang luar biasa terhadap
perkembangan desain yang ada.

Desain modern juga dihujat sebagai alat ekonomi kaum kapitalis dan terkungkung
dalam kepicikan keilmuan dan terlalu didikte oleh perkembangan teknologi, serta
semata dituduh sebagai alat propaganda konsumtifisme, sudah menjadi ungkapan
sehari-hari para kritikus dan budayawan. Untuk itulah muncul ide tentang
pentingnya “Renesans” atau pencerahan kembali desain yang mendorongnya
menjadi bagian pemanusiaan kehidupan. Desain dituntut menjadi wacana budaya
baru yang lebih mampu mengangkat harkat kemanusiaan di muka bumi.

e. Teori Strategi Peradaban

Karya desain sebagai barang mati atau artefak belaka, tetapi merupakan karya yang
bermuatan nilai-nilai. Sudah menjadi kelaziman, bahwa desain bukanlah suatu
hasilan yang berdiri sendiri; melainkan sebagai suatu tatanan peradaban yang hidup.
Bahkan para ahli sejarah berpendapat, bahwa desain adalah suatu bentuk gabungan
interaktif-sinergis antara manusia, alam, dan lingkungan sosialnya dalam arti yang
luas.

Desain, sebagai karya budaya fisik, lahir dari pelbagai pertimbangan pikir, gagas,
rasa, dan jiwa penciptanya, yang didukung oleh faktor luar menyangkut penemuan
di bidang ilmu dan teknologi, lingkungan sosial, tata nilai, dan budaya, kaidah
estetika, kondisi ekonomi dan politik, hingga proyeksi terhadap perkembangan yang
mungkin terjadi di masa depan.Sementara itu, di masyarakat Indonesia, desain masih
merupakan hal yang ‘tak disadari’ (unconsious activity).

Desain dengan segala permasalahannya, terutama dari segi keilmuan, diyakini


memiliki makna tersendiri, terutama dilihat dari unsur kesejarahannya. Di negara-
negara maju, desain telah dianggap sebagai sesuatu "yang mewakili" peradaban

182
bangsa, yang mewahani perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan nilai-
nilai dalam masyarakat. Hal itu terbukti dari banyaknya buku-buku dan karya tulis
mengenai desain bahkan sangat populer, di samping menjamurnya perguruan tinggi
desain, penghargaan profesi yang tinggi, kegiatan pameran, seminar, dan pusat-pusat
riset desain.

Singapura misalnya, yang pada tahun 1980-an belum dikenal sebagai "negara
desain", tetapi atas insiatif Kepala Negara dan Kementrian Luar Negerinya,
melakukan terobosan untuk menyelenggarakan International Design Forum dan
usaha-usaha memajukan pendidikan tinggi desain di dalam negeri. Maka pada
dekade 90-an, negara ini menjadi negara yang diperhitungkan dalam khasanah
karya-karya desainnya. Demikian pula dengan Malaysia dan Thailand, mengalami
kemajuan pesat dalam program pengembangan desainnya. Dan jauh sebelumnya
Philipina, atas insiatif Ibu Negara pada waktu itu,Ny. Imelda Marcos, mendirikan
sentra-sentra desain kriya, negara ini kemudian menjadi kekuatan tersendiri dalam
bidang desain di belahan timur.

Di samping itu, Pemerintah Singapura secara berkala memberikan anugerah desain:


"The Design Council School Award (DCSA)" khusus untuk sekolah-sekolah
menengah umum, yang dinilai memberi perhatian besar terhadap pendidikan desain
sebagai upaya promosi desain. Karena itu secondary school, junior college, pre-
university centre, menjadi sasaran DCSA. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
minat dan kesadaran desain para pelajar dan kaum muda dalam mengembangkan
potensi desain yang dimiliki, serta menjawab kebutuhan industri Singapura,
sehingga menambah kekuatan saing produk-produk buatan negara ini di masa depan.
Semuanya itu, untuk meningkatkan kedudukan Singapura sebagai "negara sadar
desain" (a design conscious country) di tengah masyarakat internasional.

Dalam hal penyiapan sumber daya manusia, sebagai antisipasi terhadap


pertumbuhan pesat usaha sektor industri manufaktur, yang sangat membutuhkan
para tenaga ahli serta instruktur profesional di bidang desain, untuk itu Pemerintah
Singapura sudah banyak menyiapkan institusi pendidikan desain. Pada tahun 1991
saja, Singapura sudah memiliki 5 pusat pendidikan yang menghasilkan lulusan
desain yang sangat diperlukan di sektor industri-industri hilir, seperti: Temasek
Polytechnic, La Salle School of Design, Nanyang Academy of Fine Arts, Tanglin
Technical School, dan Institute of Design (kerjasama STDB dengan Nanyang
Technological University). Jumlah ini sangatlah besar, jika dibandingkan dengan
penduduk Singapura yang hanya berjumlah + 3 juta jiwa.

Kebijakan ekonomi yang mengarah pada outward-looking strategy, dengan


melakukan ekspansi ekspor produk-produk industri hilir, memanfaatkan potensi
pasar internasional yang sangat besar, adalah kebijaksanaan ekonomi yang tepat bagi
Singapura di dalam mengembangkan industri dalam negerinya. Oleh karena itulah,
Singapura memandang sisi desain sebagai aspek yang menentukan bagi kekuatan
saing produk industrinya. Karena bagi Singapura: "Desain saat ini, bukan lagi
sekadar merupakan nilai tambah tetapi sudah merupakan nilai itu sendiri".

183
Pokok pembicaraan industri Singapura sudah berlanjut pada pendayagunaan
competitive edge, bahwa "desain" sebagai salah satu titik perhatian utamanya. Tidak
mengherankan kalau saat ini, Singapura menempuh pelbagai cara mengatasi
masalah keterbatasan lahan industri dan tenaga kerja dengan menawarkan konsep
segitiga pertumbuhan Singapura-Malaysia-Indonesia (SIJORI: Singapura-Johor-
Riau), yang dalam kerjasama ini Singapura menjadi motornya. Hasilnya sudah dapat
dilihat di Indonesia, saat negara Singapura ini sudah melakukan ekstensifikasi
industri ke propinsi Riau di pulau Bintan (untuk industri ringan), di pulau Batam
(untuk industri menengah), dan di pulau Karimun (untuk industri berat). Dan kini
Singapura dengan percepatannya telah berhasil menjadi negara ‘desain yang
diperhitungkan secara internasional, terutama setelah berhasil menyelenggarakan
beberapa forum desain internasional.

Indonesia sendiri, pernah menyelenggarakan kegiatan desain bertaraf


internasional, di antaranya: seminar Desain Indonesia pada tahun 1975 yang
dihadiri oleh tokoh-tokoh desain dunia, di antaranya: Carl Aubock, Kenji
Ekuan, Misha Black, Victor Papanek, dll. Namun kegiatan itu, tidak
berkesinambungan dengan kegiatan lanjutannya, sehingga kurun dua dekade
setelah itu, Indonesia menjadi negara yang tertinggal dalam bidang desain.
Baru pada akhir tahun 1994, atas insiatif Kepala Negara, dibentuklah Pusat
Desain Nasional di bawah naungan Kementrian Koperasi yang meliputi
pelbagai bidang profesi. Kemudian Pusat Desain ini akan ditarik dibawah
pengelolaan Departemen Perdagangan dan Perindustrian di bawah BPEN
(Badan Pengembangan Ekspor Nasional). Pusat Desain Nasional yang
diharapkan memiliki peran strategis, kemudian menjadi lembaga yang
menangani persoalan praktis.

Di pihak lain, peran desain dinilai semakin penting dalam peradaban manusia,
terutama guna menunjang pertumbuhan industri dan peningkatan kualitas hidup
manusia. Namun demikian, sejarah menunjukkan bahwa dampak sosial yang
ditimbulkannya juga tidak kecil. Kenyataan mencatat, bahwa karya desain dan
desainer tak dapat mengelak dari tanggungjawab sosial dan moral masyarakat, di
samping juga sebagai "tanda-tanda" positif kemajuan bangsa yang beradab.

f.Teori Sejarah Sosial Desain

Dalam rentang waktu perjalanan sejarah peradaban manusia, desain merupakan


wujud kebudayaan teraga yang dapat diintrepetasi keberadaannya sebagai sebuah

184
teks sosial yan bermakna. Melalui desain, pengamat dapat mencermati konsep
berpikir setiap peradaban, bahkan kebijakan politik, budaya, tingkat teknologi dan
juga konsep ekonomi yang menyertainya. Lingkup kajian sejarah sosial desain
diantaranya dapat memaparkan hal-hal sebagai berikut :

(1). Latar belakang terjadinya perubahan-perubahan masyarakat modern di negara


Barat, khususnya yang berhubungan dengan nilai-nilai masyarakatnya;
(2) Menelusuri "jejak" sejarah desain ditinjau dari aspek sosial, pola pikir, dan
peristiwa penting yang berhubungan;
(3) Mengkaji kemajuan gagas desain dan teknologi di pelbagai negara beserta
dampak sosialnya;
(4) Memahami sejumlah perubahan dan pergeseran gagas desain, serta pengaruhnya
kepada kelahiran sejumlah faham estetika, gaya hidup, dan dinamika
pembangunan;
(5) Menilai dan menyimpulkan pola perkembangan desain di negara maju, sebagai
bahan kajian lanjut bagi pengembangan ilmu Sejarah Sosial Desain,
Metodologi Desain, Sosiologi Desain, Estetika Desain, Tinjauan Desain,
Politik Pembangunan, dan Sejarah Kebudayaan;
(6) Sebagai studi perbandingan, tentang bagaimana interelasi antara perkembangan
desain dan pertumbuhan masyarakat Barat.

Harapan yang ingin dicapai, adalah untuk memberikan gambaran secukupnya bagi
kerangka tinjauan sejarah sosial desain secara luas, dan masukan bagi kajian desain
dari sudut lain. Di samping itu, aspek yang utama dari tulisan ini adalah munculnya
apresiasi dan kesadaran, bahwa negara-negara maju memiliki identitas kuat pada
karya-karya desainnya.

DAFTAR PUSTAKA
AHIMSA PUTRA, Heddy Shri, 2001, Strukturalisme Levi Strauss, Galang Press, Yogyakarta.

ALISYAHBANA, Sutan Takdir, Seni dan Sastera Ditengah-tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan,
Dian Rakyat,1985.

AZIZ, Imam, ed,2001, Galaksi Simulacra, Esai-esai Jean Baudrillard, LKIS, Yogyakarta.

BAKER, JWM , 1984, Filsafat Kebudayaan, Kanasius, Yogyakarta.

BARTHES, Roland, 1988, The Semiotic Challenge, Hill and Wang, New York.

---------------------, 1967, Elements of Semiology, Hill and Wang,New York.

---------------------, 1988, The Semiotic Challenge, Hill and Wang, New York.

BAYNESS,Ken.,1975, Attitude of Design Education, Collier Mac Millan, London.

BEL GEDDES, Norman, 1977, Horizon, Dover Publications, New York.

BERTENS,1985, Filsafat Barat Abad XX Jilid 2,Gramedia. Jakarta.

185
BLOOM, 1980,Deconstruction and Criticism, London.

BRANNEN,Julia, 1996, Mixing Method : Qualitative and Quantitative Research, diindonesiakan oleh Nuktah A,
Pustaka Pelajar Offset.

BUDIMAN, Arief , Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1995.

BUDIMAN, Kris, 1999, Kosa Semiotika, LKIS, Yogyakarta.

CLARKE,S, 1986, The Foundation of Strukturalism, Harvester, Brighton.

CLAUDE, Levi Strauss, 1967, Antropologie Structurale, diterjemahkan oleh oleh Claire Jacobson, : Structural
Anthropology, Volume I, Anchor Books, New York.

COLLINS, Michael, 1987, Towards Post Modernsm, British Museum Publications, London.

COLLINS, Michael,1989,Post Modern Design,Academy Edition,London.

DORMER,Peter,1990,The Meaning Of Modern Design, Thames & Hudson, London.

DRUCKER,Peter.,1991,Inovasi dan Kewiraswastaan, Erlangga, Jakarta.

--------------------.,1980, Managing In Turbulent Times, Harper & Row Pub, London.

DURKHEIM, Emile, 1950, The Rules of Sociological Method, Catlin University of Chicago.

DURLING, David, ed, 2000, Doctoral Edication in Design Foundations For The Future, Staffordshire
University Press.

ECO, Umberto, 1976, A Theory of Semiotics, Bloomington, London.

---------------------, 1984, Semiotics and The Philosophy of Language, MacMillan, London.


---------------------, 1984, Semiotics and The Philosophy of Language, MacMillan, London.

ETZIONI, Amitai, 1964, Social Change, New York.

FISHER, Volker,, ed, 1989, Design Now, Industry or Art ?, Prestell-Verlag, Munich.

GREEN,Peter., 1978, Design Education,Bastford Ltd, London.

GHOSE, Rajeswari, ed, Design and Development in South and Southeast Asia, Centre of Asian Studies,
University of Hongkong, 1990.

HAKS, Leo, 1995, Lexicon Foreign Artists Who Visualized Indonesia (1600-1950), Archipelago Press,
Singapore.

HAMILTON, Peter, 1983,Reading From Talcott Parsons yang diedit oleh Peter Hamilton, Ellis Horwood.

HARRISON, Charles , et al, ed, 1996, Art in Theory 1900-1990, An Anthology of Changing Ideas, Blackell Pub,
Cambridge.

HAWKES,1977,T, Structuralism and Semiotics, Methuen, London.

HERATY, Tutty, 1978, Aku Dalam Budaya, Disertasi Program Studi Filsafat UI yang diterbitkan oleh Pustaka
Jaya, Jakarta.

HOLT Claire, 1967, Art in Indonesia : Continuities and Change, Cornel University Press, New York.

HOLT,Knut.,1983, Product Inovation Management, Butterworths, London.

186
HUNTINGTON,Samuel, 1976, The Change to Change : Modernization, Development and Politics dalam Cyril
E Black (ed), Comparative Modernization : A Reader, The Free Press, New York.

JAQUES, Bertin,1967, Semiologie Graphique, Mouton & Gauthier Vil-lars,Paris.

JASPER,, 1912-1927, De Inlandsche Kunstnijverheid in Nederlansch Indie, 5 Jilid, The Hague, Mouton.

JENKCS, Charles, 1986,,What Is Post Modernism ?,St Martins Press,New York.

--------------------, 1980, Late Modern Architecture, Academy Edition, London.

JUNUS, Umar,1981, Mitos dan Komunikasi, Sinar Harapan, Jakarta.

KARTAMIHARDJA, Achadiat,1977, Polemik Kebudayaan, Bali Pustaka, Jakarta.

KAYAM, Umar, 1990, Transformasi Budaya Kita dalam Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Seni Indonesia, Penerbit ITB.

KLEDEN, Ignas, 1987, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES Jakarta.

KOENTJARANINGRAT,1994, Mengenal Kebudayaan Kebudayaan Indonesia, LP3ES, Jakarta..

------------------------------, 1983, Kebudayaan dan Manusia Indonesia, Jambatan, Jakarta.

KREOBER, A.L , 1948, Anthropology, Harcourt, Brace & Co, New York.

KUNTOWIJOYO, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, bentang, Yogyakarta.

KUNTOWIJOYO,1987, Budaya dan Masyarakat, Tiara Wacana, Yogyakarta,.

KURNIAWAN, 2001, Semiologi Roland Barthes, Tera,Magelang.

LANE, Michael Lane, ed, Introduction to Structuralism, Basic Book.

LANGDON,Richad.1985, Design and Inovation, St.Martins Press, New York.

LOMBARD, Dennys, 1996, Nusa Jawa : Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris, Volume 3,
Gramedia, Jakarta.

LUBIS, Muchtar,1988, Transformasi Budaya Untuk Masa Depan, CV Haji Masagung,

MARK, Abrahmson, 1981, Sociological Theory, A Introduction to Concepts, Issues and Research, Englewood
Cliffs,NJ; Prentice Hall, Inc, 1981.

NADEL, Laure , 1990, Sixth Sense, Prentice Hall Press, New York.

PARSONS, Talcon,1951, The Social System, Free Press, New York.

PAZ, Octavio, 1970, Claude Levi Strauss An Introduction, Cornel University.

PEURSEN, Van, 1976, Strategi Kebudayaan, Kanasius, Yogyakarya.


Product Innovation, The Free Press, Collier Mac Millan, London, 1976.

ROSE, Margaret, 1991, The Post Modern & The Post Industrial A Critical Analysis, Cambridge University
Press.

ROTHBERG,Robert., 1976, Corporate Strategy and

ROY, Robin.,ed., 1986, Product Design and Technological Innovation, Open University Press, Philadelphia.

SACHARI, Agus, & Yanyan S, 2001, Tinjauan Historis Desain dan Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana
Transformasi Budaya, Penerbit ITB, Bandung.

187
------------------, 1998, Pengantar Desain, Penerbit ITB, Bandung.

------------------, 1998, Pengantar Sejarah Desain Indonesia, Penerbit ITB, Bandung.

------------------, 1998, Pengantar Sejarah Desain Modern, Penerbit ITB,Bandung.

-------------------, 1999, Modernisme, Tinjauan Desain Modern, Balai Pustaka, Jakarta.

-----------------, 2001, Estetika, Penerbit ITB, Bandung.

-----------------, et al, 2001, Sejarah Desain Barat’ ; Penerbit ITB, Bandung.

-----------------,1990,Dekonstruksi Nilai Nilai Estetik Pada Desain Furniture Tradional Masyarakat Jawa
Modern,Toyota Foundation.

SAUSSURE, Ferdinand de, 1970, On The Nature of Language, dalam Lane, Michael, ed, Introduction to
Structuralism, Basic Book, Noew York.

SEDYAWATI, Eddy, “Seni Pertunjukkan Dalam Perspektif Sejarah”, dalam Jurnal Seni Pertunjukkan
Indonesia, Th IX,1998/1999, Keragaman dan Silang Budaya.

SOEJITO, Irawan Soejito, Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pradnya Paramitra, Jakarta, 1984.

SOEKANTO, Soerjono ,1987, Pengantar Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta.

----------------------------, 1986, Talcott Parsons, Fungsionalisme Imperatif, Rajawali, Jakarta, 1986,

--------------------------, 1986, WF Ogburn : Ketertinggalan Kebudayaan, Seri Pengenalan Sosiologi No.6.


Rajawali Press, Jakarta.

SOEMARSAID,Moertono, State and Statecraft in Old Java : A Study of The Later Mataram Period 16th to 19th
Century, Monograph Series, Modern Indonesia Project, South East Asia Program, Departement of Asian Studies,
Cornell University, Ithaca, New York.

SOROS, George, 1997, Soros On Soros, Berjalan Mendahului Kurva, diindonesiakan oleh Agus Maulana,
Profesional Books.

----------------------, 1998, The Crisis of Global Capitalism (Open Society Endangered), Brown and Company,
diindonesiakan oleh penerbit Qalam, Yogyakarta.

SPARKE, Penny , 1986, An Introduction to Design and Culture in the Twentieth Century, Allen & Unwin,
London.

-----------------------, 1986, The Age of Streamlining, dalam Design Source Book, Macdonald Orbis, London.

STRAUSS, Claude Levi, 1997, Mitos, Dukun & Sihir, Kanasius, Yogyakarta.

---------------------------, 2000, Ras dan Sejarah, LKIS, Yogyakarta.


SUDJIMAN, Panuti , ed, 1992, Serba-Serbi Semiotika, Gramedia, Jakarta.

SUMINTARDJA, Djauhari, 1981, Kompedium Sejarah Arsitektur (Jilid I),Lembaga Penyelidikan Masalah
Bangunan, Bandung.

TABRANI, Primadi, 1995, Belajar Dari Sejarah dan Lingkungan, Penerbit ITB, Bandung.

TAHKOKALLIO, Paivi, et al,ed, 1994, Design-Pleasure or Responsibility ?, University of Art and Design
Helsinki UIAH, Finland.

TAWNEY, RH, 1958, dalam pengantar The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, Charles Sribners
Sons, New York, diindonesiakan oleh Yusup Priyasudiarja

TOFFLER, ALvin, 1980, The Third Wave, Terjemahan Penerbit Panca Simpati Jakarta.

188
VAN ZOEST, Aart, 1978, Semiotiek, Basisboeken, Baarn.

VEEGER, KJ, Realitas Sosial, Refleksi Filasafat Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat Dalam
Cakrawala Sejarah Sosiologi, Gramedia, Jakarta.

WALKER, John A, 1989, Design History and History of Design, Billing & Sons Ltd, Worcester;

WETHEIM, W F,1999, Indonesian Society in Transition, a Study of Social Change, diindonesiakan oleh
penerbit Tiara Wacana, Jogyakarta,.

WHITEHEAD, 1929, Process and Reality, New York.

-----------------,1954, The Dialoges of Alfred North Whitehead, Max Reinharrdt. London.

WONG, Wucius, 1992, Two Dimensional Design, diindonesiakan oleh Penerbit ITB, Bandung.

YULIMAN, Sanento, 1983, Pendidikan Senirupa di Indonesia,ITB,Bandung

-------------------------,1976, Senilukis Indonesia Baru, Sebuah Pengantar, Dewan Kesenian Jakarta.

-------------------------, 2001, Dua Senirupa, Sekumpulan Tulisan, Kalam, Jakarta

ZOETMULDER, 1983,PJ, Kalangwan Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang, Terjemahan Dick Hartoko,
Penerbit Jambatan, Jakarta.

TENTANG  PENULIS  

Agus Sachari lahir tahun 1956 di Bandung, ayah seorang Sunda asli dan ibu dari
Jawa. Sejak kecil ia memiliki kesenangan menggambar dibanding mata pelajaran
lain. Meskipun demikian, gambar-gambarnya hanya menghiasi kamarnya
saja.Sejak menamatkan pendidikannya di bidang desain, kemudian bekerja sebagai
desainer di Industri Pesawat Terbang Nusantara antara tahun 1980-1995, kerinduannya
terhadap tulis menulis sempat melahirkan beberapa buku, seperti editor buku Paradigma
Desain Indonesia (1984), kemudian menulis sebuah buku Desain Gaya dan Realitas
(1985) dalam bentuk liris. Ia juga menjadi editor buku Desain,Seni dan Teknologi volume
I dan II, (1986,1989) menulis buku Estetika Terapan (1989). Buku berjudul ‘Modernisme’
yang ditulis oleh Agus Sachari bersama Yanyan Sunarya memperoleh penghargaan Buku
Terbaik Nasional bidang sains dan teknologi dari Menteri Pendidikan Nasional tahun
2000. Ia kini menjadi staf pengajar di Departemen Desain FSRD dan mengajar di
program Pasca Sarjana bidang Desain di ITB. Selain itu, ia juga terlibat dalam pelbagai
kegiatan penelitian desain yang dibiyai oleh pemerintah, maupun swasta, serta juga
mempersiapkan beberapa buku ajar untuk ilmu desain dan kesenirupaan.

189
YanYan Sunarya lahir di Bandung, berpendidikan Pasca-sarjana bidang kajian
Senirupa dan Desain di ITB, Aktif meneliti dan melakukan pengembangan di bidang
Tekstil dak Kriya, kegiatan sehari-harinya adalah dosen tetap di Fakultas Senirupa
dan Desain ITB. Selain, itu giat pula menulis artikel mengenai desain dan
permasalahan sosial di pelbagai media, disamping menjadi kurator seni dan
konsultan desain di beberapa lembaga swasta. Bukunya yang telah diterbitkan
adalah : Batik Indonesia (1996) dan buku Modernisme : Tinjauan Histori Desain
Modern, bersama Agus Sachari.

190

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai