Anda di halaman 1dari 7

RESUME PEMBEAJARAN IPS SD II (KEAHLIAN III)

tentang
PENERAPAN FAKTA, KONSEP, GENERALISASI, NILAI dan SIKAP dalam
KURIKULUM IPS SD
(PERTEMUAN 4)

OLEH KELOMPOK 2:

1. VINA RIZKY OKTAVIA (17129121)

2. SITI FAUZIAH (17129119)

3. WIDYA APRIZA (17129455)

4. YUNIZA RAHMI (17129091)

DOSEN MATA KULIAH PEMBELAJARAN IPS SD II (KEAHLIAN III):


Dra. HAMIMAH, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020/2021
Penerapan Fakta, Konsep, Generalisasi, Nilai dan Sikap dalam Kurikulum IPS SD

A. Penerapan Fakta
Fakta adalah informasi data yang ada atau terjadi dalam kehidupan dan dikumpulkan
oleh para ahli sosial terjamin bentuk kebenarannya. Fakta merupakan salah satu materi
yang dikaji dalam IPS. Dengan fakta-fakta yang ada kita dapat menyimpulkan sesuatu
atau beberapa pristiwa yang pernah terjadi. Fakta merupakan titik awal untuk
membentuk suatu konsep. Dari beberapa konsep yang saling berkaitan kita dapat
membentuk suatu generalisasi. Fakta, konsep dan generalisasi merupakan bahan kajian
dalam Ilmu Pengetahuan Sosial yang harus dipahami siswa.
Fakta adalah kejadian atau suatu hal yang sifatnya berdiri sendiri yang berkaitan
dengan manusia, misalnya banjir, tradisi budaya, dan orang yang memproklamasikan
kemerdekaan. Di sekitar kita ada jutaan fakta. Fakta-fakta tersebut perlu diketahui dan
dipahami sebagai bahan untuk melakukan analisis. Fakta yang sama bisa menghasilkan
makna yang berbeda, kerena setiap manusia memiliki persepsi sendiri. Fakta disiplin ilmu
sejarah: nama pelaku, tempat peristiwa, tanggal, bulan, dan tahun kejadian. Fakta
geografi: nama daerah, letak daerah, pantai, datar atau daerah pegunungan, bagaimana
tingkat kesuburan tanahnya, dan lain-lain.
Untuk mendefenisikan fakta sesungguhnya tidaklah semudah yang sering kita
bayangkan. Masih terdapat berbagai pendapat dan tafsiran yang cukup melelahkan. Apa
sesungguhnya fakta itu?
1. Sesuatu yang digunakan untuk mengacu pada situasi tertentu atau khusus.
2. Sesuatu hal yang dikenal sebagai yang benar-benar ada dan terjadi, terutama
dinyatakan dengan bukti yang benar-benar terjadi.
3. Suatu penegasan, pernyataan atau informasi yang berisi atau berarti mengandung
sesutu yang memiliki kenyataan objektif, dalam arti luas dalah sesuatu yang
ditampilkan dengan benar atau salah dengan karena memiliki realitas objektif.

Tentunya tidak semua pernyataaan di atas relevan dengan pembahasan kita sekarang
ini, oleh karena itu kita seleksi. Suatu hal yang menarik dari pernyataan diatas bahwa
fakta itu sifatnya khusus maupun ataupun terbatas, tidak bersifat general atau umum
yang tidak terbatas. Selain itu menunjukkan suatu sifat yang nyata, yang ditampilkan
dengan benar- benar ada, terjadi karena memiliki realitas objektif.
Fakta harus dirumuskan atas dasar sistem kerangka berpikir tertentu. Fenomena yang
sama akan menghasilkan fakta yang berbeda, apabila kerangka berpikir yang
dipergunakan  berbeda. Fakta harus merupakan rumusan yang tajam, tertentu, tidak
mengandung pernyataan dan memiliki bukti sendiri.

Sebagai contoh para sejarawan memperoleh fakta-fakta itu dari dokumen, inskripsi
dan ilmu-ilmu bantu sejarah lainnya. Seperti arkeologi, epigrafi, numismatik, dan
kronologi. Disinilah para sejarawan harus pandai menyeleksi terhadap apa yang
dijadikan fakta tersebut. Dengan demikian, sejarawan yang lebih menentukan untuk
berbicara dengan alasan-alasan tetentu untuk menjadikan suatu cerita sejarah, tentang
seorang tokoh, peristiwa, benar tidak  berbuat sesuatu atas fakta yang ia koleksi sendiri.
Namun, tidak berarti sejarawan itu menjadi diktator dan mengabaikan prinsip-prinsip
kebenaran.

Hubungan sejarawan maupun ahli ilmu sosial dengan fakta pada hakikatnya setaraf,
menurut Carl ibarat memberi dan meneima, keduanya saling membutuhkan. Mengikat
fakta itu pun memerlukan suatu penafsiran yang lebih maju oleh sejarawan maupun
ilmu-ilmu sosial menyuaratkan fakta agar dapat bercerita dalam koridor yang memiliki
retifitas objektif, namun tidak rigid, tidak mati, dan tetap ada artinya. Demikian juga
sejarawan dan para ahli ilmu sosial lainnya, jika tidak ada fakta maka hanya karya-
karyanya tidak berguna “tidak berakar sia-sia”

B. Penerapan Konsep
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang
sama (Bahri: 2008). Pembelajaran jenis konsep dikembangkan oleh pengetahuan yang
berhubungan dengan fakta mencakup smeua data khususnya yang terdiri dari kejadian,
objek, orang atau gejala yang dapat dirasakan.
Tanpa kita sadari kita sudahmempelajari studi sosial dari pengalaman-pengalaman
kita sehari-hari baik itumelalui TV ataupun dilingkungan sekitar. Pendidikan IPS berbeda
dengan IISdimana IPS itu menggunakan pendekatan Interdisipliner (kajian bidang
tertentuatau hanya satu ilmu saja) dan Multidisipliner (penggabungan dari bidang-
bidangtertentu) dengan menggunakan bidang-bidang keilmuan. Pendekatan IPS
bersifatdisipliner dari bidang ilmunya masing-masing. Sedangkan pendekatan studi
sosialbersifat multidimensional yaitu melihat satu masalah sosial dari berbagai aspek
kehidupan. Pada hakikatnya IPS merupakan perpaduan pengetahuan sosial. Misalnyadi
tingkat SD perpaduannya antara sejarah dan geografi, SMP perpaduannyaantara sejarah,
geografi dan ekonomi koperasi, sedangkan di SMA perpaduannyaantara sejara, geografi,
ekonomi koperasi, dan antropologi. Dan di perguruantinggi IPS ini dikensl dengan studi
sosial dimana IPS dan Studi sosial merupakanperpaduan berbagai keilmuan ilmu sosial.
Jadi IPS merupakan penyederhanaandan penyaringan terhadap IIS yang penyajian di
persekolahan disesuaikan dengantingkat pendidikan dan kemampuan guru
dalam menyampaikan materi tersebut.Bentuk pembelajaran IPS ini berupa konsep-konsep
dan kenyataan yangada ( fakta ) yang dapat dipahami dan dipecahkan yang berkaitan
dengan masalah-masalah sosial. Contoh:
Dalam Geografi “ PENEBANGAN HUTAN” maka akan terjadilah kerusakan alam
yang tidak hanya kerusakan geografi saja tetapi yanglainnya juga menjadi tidak
stabil/seimbang baik secara ekonomi maupun sosialkemsyarakatan/sosial budaya. Adapun
secara formal proses pembelajaran danmembelajarkan yaitu terjadi di sekolah baik itu di
dalam kelas maupun di luarkelas sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga peserta
didik dibelajarkan padakehidupan yang sesungguhnya.
IPS lebih menekankan kepada pendekatan multidisipliner atauinterdisipliner dari
bidang ilmunya masing-masing. Yaitu pendekatan yangkomprehensif dari berbagai
rumpun pelajaran. Seperti ilmu hukum, ilmu politik,ilmu ekonomi, ilmu sosial lain seperti
Geogafi, Sejarah, Antropologi, dan lainnya.Topik-topik dalam IPS dapat dimanipulasi
menjadi suatu isu, pertanyaan ataupermasalahan yang bersudut pandang
interdisiplin. Misalnya, di dalam Geografitentang perusakan lingkungan, dampak dari
perusakan lingkungan ini dapat dikajisecara Ekonomi, Sosial kemasyarakatan, Politik,
Hukum dan lainnya.Dalam hal ini kita dapat melihat keseluruhan IPS sebagai
saranapendidikan yang memaparkan manusia di dalam segi tiga waktu-ruang-hidup.
C. Penerapan Generalisasi
Generalisasi merupakan sejumlah konsep yang memiliki karakteristik dan makna
(Fakih salmawi:1998). Generalisasi adalah pernyataan tentang hubungan diantara konsep.
Berikut contoh generalisasi yang dikutip dari Savage dan Armstrong (1996:26:) “ketika
suatu masyarakat meningkat menjadi masyarakat terdidik dan masyarakat industri, angka
kelahirannya menurun”.
Generalisasi sering berisi banyak konsep. Pada generalisasi yang diatas misalnya
konsep-konsenya terdiri dari “masyarakat”, “masyarkat terdidik”, “masyarakat industri”
dan “angka kelahiran”. Dari contoh diatas para siswa perlu memahami konsep-konsep
sebelum mengharapkan mereka menangkap makna generalisasi. Penerapan lain mengenai
generalisasi ini yaitu kepada siswa diajarkan lingkungan kehidupan dari yang terdekat
dengan dirinya yaitu keluarga, rumah,kemudian berkembangan kelingkungan kehidupan
yang lebih luas, sekolah RT/RW, desa, kota dan propinsi sendiri melalui aspek sosiologi,
geografis, ekonomi dan sejarah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju simpulan umum yang
mengikat seutuh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.
Generalisasi dalam IPS merupakan hubungan antara dua atau lebih konsep, misalnya
hubungan antara konsep “uang, kebutuhan, dan keinginan”.
D. Penerapan Nilai dan Sikap
Nilai bersifat abstrak. Oleh karena itu, yang dapat dikaji hanya indikator-indikatornya
saja yang meliputi cita-cita, tujuan yang dianut seseorang, aspirasi yang dinyatakan, sikap
yang ditampilkan atau tampak, perasaan yang diutarakan, perbuatan yang dilakukan serta
kekuatiran yang dikemukakan (Djauhari: 1985). 
Penanaman nilai dan sikap pada pengajaran IPS hendaknya dipersiapkan dan
dirancang berkesinambungan dengan penekanan pada setiap tingkat yang berbeda.
Semakin tinggi jenjangnya semakin besar unsur pemahaman dan
pertanggungjawabannya. Pengajaran IPS dilaksanakan dalam waktu yang terbatas,
sehingga tidak mungkin dapat memperkenalkan seluruh nilai- nilai kehidupan manusia
kepada siswa. Oleh karena itu nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada siswa merupakan
nilai-nilai yang pokok dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Seperti halnya pada Kurikulum 2013, dimana terdapat penerapan nilai dan sikap,
seperti adanya penilaian sikap antara siswa satu dengan siswa lainnya, dan ini termasuk
penerapan bagaimana melaksanakan nilai dan sikap yang baik sesuai dengan kurikulum
IPS yang tercantum pada KI 2.
Penanaman nilai dan sikap ini harus sudah dimulai sejak kecil (TK, SD), dan
berkelanjutan pada jenjang berikut/diatasnya. Pada jenjang SD, siswa harus
diperkenalkan pada proses pengembangan pemahaman alasan-alasan akan nilai-nilai yang
diperkenalkan. Pada siswa kelas rendah, unsur-unsur permainan dan penanaman nilai
tidak boleh dilupakan. Sebab pada tahap ini, siswa harus dikondisikan  merasa senang
dalam hidup bersama, bersosialisai, dan mulai mengenal ilmu pengetahuan. Kegiatan
yang dapat diperkenalkan  antara lain: mengunjungi musium, kebun binatang,
tempattempat bersejarah, dan mengenal lingkungan alam. Ilmu pengetahuan haruslah
dicintai bukan ditakuti dan menjadi ancaman bagi siswa. Nilai-nilai yang ditanamkan
kepada siswa harus semakin diperdalam dengan cara memperkenalkan mengapa nilai-
nilai itu ditanamkan. Tahap demi tahap mulai dikembangkan unsur pemahaman kepada
diri siswa, nilai-nilai kejujuran, keadilan, kepahlawanan harus sudah mulai diperkenalkan
dan harus mendapat tekanan serta perhatian. Ceritera dan dongeng  dapat menjadi sarana
yang baik untuk pengenalan dan penanaman nilai-nilai tersebut.
Pada kelas tinggi, harus ditambah porsi pemahamannya, kegiatan-kegiatannya harus
dipilih yang dapat membangun sikap tanggung jawab, keteraturan, kebersamaan dalam
kelompok yang saling membantu. Pemberian tugas baik yang bersifat individu maupun
kelompok, diskusi, dan tanya jawab merupakan metode yang cocok untuk menanamkan
nilai dan sikap dalam pengajaran IPS. 
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah nilai dan sikap yang telah tertanam sejak
SD harus semakin diperdalam sampai suatu keyakinan bahwa apa yang telah diajarkan
dan dilaksanakan adalah baik. Dengan demikian diharapkan nilainilai dan sikap yang
ditanamkan sudah menjadi suatu kebiasaan yang sudah diyakini
kebenarannya.Penanamam nilai dan sikap kepada siswa itu penting, ungkapan ini senada
dengan tujuan pengajaran IPS yang selain mengembangkan pengetahuan juga
mengembangkan keterampilan, dan menanamkan nilai dan sikap kepada siswa.
Daftar Rujukan

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rinneka Cipta.


Djauhari, Kosasih. 1985. Strategi Pengajaran Afektif- Nilai Moral VCT dan Games
dalam VCT. Bandung: Jurusan PMPKN FPIPS IKIP.
Fakih, Samlawi. 1998. Konsep Dasar IPS.Jakarta: Dekdikbud.
Nadir dkk. 2010. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta : PT Bumi Aksara
Muhammad Kaulan Karima,dkk.2019. Ilmu Pengetahuan Sosial: Pengantar dan
Konsep Dasar. Medan: Perdana Publishing
Sunarti, Dian. 2015 Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta Timur: Pustaka Zahra.

Anda mungkin juga menyukai