Mata Kuliah
Strategi Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Dosen pengampu
Dr. Suhaimi, M.Pd./Dr Ngadimun, M.M.
(MPD 105)
Kelompok 3 A
Aminudin 2020111310049
Fauzan Adzima 2020111320081
Mutia Fitriani 2020111320051
Tri Noorbudi Wibowo 2020111310107
Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmad dan
anugrah yang dilimpahkan-nya. Sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
Dalam penyusunan Makalah ini kami memperoleh bantuan dari berbagai pihak yang
senantiasa memberikan, masukan sehingga hasil Makalah ini dapat berjalan lancer dan
baik. Oleh karna itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terimaksih kepada:
2020. Yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk segera menyelesaikan
Kelompok 3 A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sampai saat ini dan masih berpengruh pada kurikulum sekarang. Pengkajian tentang
landasan historis akan memberikan pemahaman yang lebih jelas dan utuh tentang
kesalahan yang permah terjadi pada masa lampau dan dapat memberi pemahaman
dimasa sekarang. Jika pendidikan harus tumbuh dari posisinya yang konsveratif
mengevaluasi landasan berfikir, praktik dan prosedur pendidikan saat ini dengan
budaya. Landasan filsafat pendidikan akan menelaah fungsi sebuah kurikulum secara
bukan yang diberikan, oleh karenanya pengalaman yang diberikan guru belum tentu
ditawarkan. Dengan demikian seluruh konsep pendidikan di sekolah dapat dan harus
Kemudian bimbingan dan arahan tidak saja tugas dan kewajiban guru tetapi menjadi
kewajiban sekolah yang komponennya tidak hanya sekedar guru, tetapi juga kepala
sekolah, karyawan dan unsur lain yang terkait dengan pendidikan. Selain itu
Kurikulum diartikan dengan suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan
secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam
proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan.
memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi dan proses
pendidikan. Secara etimologi kata kurikulum diambil dari bahasa Yunani, Curere
berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari mulai start sampai finish. Pengertian
inilah yang kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab,
kurikulum sering disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan yang terang yang
dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Maka dari pengertian tersebut, kurikulum
jika dikaitkan dengan pendidikan, menurut Muhaimin, maka berarti jalan terang yang
dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan kurikulum 2006. Transformasi ini merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan
yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam
setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk
B. Rumusan Masalah
Pendidikan pada hakikatnya, telah ada semenjak manusia ada: pada masa pra
sejarah, orang tua mengajar anak-anak dengan tujuan yang relatif sama dengan
masyarakat saat ini yaitu untuk mewariskan atau mentransfer nilai-nilai budaya kepada
generasi muda melalui pendidikan. Pendidikan atau sekolah, menurut Wiles & Bondi
(1989:4), sering kali menjadi kendaraan bagi rekonstruksi sosial. Beberapa cuplikan
sejarah pendidikan di masa pra abad ke-20 adalah sebagai berikut: pendidikan sejak
masyarakat pra literasi (700-5000 SM) merupakan sejarah panjang, sampai masa kini,
ketika sejak itu umat manusia mengembangkan keterampilan hidup (life skills) seperti
keterampilan hidup (cultural survival skills) itu adalah tema pokok pendidikan,
berdasarkan kenyataan bahwa sejak dahulu sampai kini, manusia merespons berbagai
masalah dan tantangan hidup untuk menemukan cara penanggulangan yang tepat bagi
kehidupan yang baik. Tantangan hidup manusia prasejarah, antara lain, keganasan
alam seperti banjir dan kekeringan, binatang buas dan kelompok sosial lain yang tidak
bersahabat, dan desakan untuk memenuhi kebutuhan seperti pangan, sandang, dan
kehidupan mereka nyaman, para orang tua masyarakat itu ingin mewariskannya kepada
anak cucu mereka yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, bahasa, dan
muatan kebudayaan lain. Bentuk paling awal muatan kebudayaan yang diwariskan itu
ialah hasil pembuatan alat-alat keperluan hidup (tool making), cerita cerita rakyat, dan
penting proses pendidikan yang berlangsung secara alami dari orangtua ke anak-anak
bahasa merupakan modal strategis bagi perkembangan keterampilan hidup warga dan
1. Zaman Purba
Tujuan pendidikan pada zaman ini adalah agar generasi muda dapat mencari
nafkah, membela diri, hidup bermasyarakat, taat terhadap adapt dan terhadap nilai-
masih bersahaja, pada zaman ini belum ada lembaga pendidikan formal (sekolah).
masyarakatnya. Pendidiknya terutama adalah para orangtua (ayah dan ibu), dan
Sekalipun ada yang belajar kepada empu, apakah kepada pandai besi atau kepada
pendidikan yang disebut Perguruan (Paguron) atau Pesantren. Hal ini sebagaimana
menjadi pendidik (guru atau pandita) adalah kaum Brahmana, kemudian lama
Pendidikan bersifat aristokratis, artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu
yaitu anak-anak kasta Waisya dan Syudra, apalagi bagi anak-anak dari kasta Paria.
Pada zaman ini pengelolaan pendidikan bersifat otonom, artinya para pemimpin
Tujuan pendidikan pada umumnya adalah agar para peserta dididik menjadi
penganut agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat sesuai tatanan masyarakat
yang berlaku saat itu, mampu membela diri dan membela negara. Kurikulum
pendidikannya meliputi agama, bahasa sansekerta termasuk membaca dan menulis
(perguruan), maka metode atau cara-cara pendidikannya pun adalah “Sistem Guru
Kula”. Dalam sistem ini murid tinggal bersama guru di rumah guru atau asrama,
Sriwijaya (di Palembang), telah terdapat “Perguruan Tinggi Budha”. Selain dari
dalam negeri sendiri, murid-muridnya juga berasal dari Tiongkok, Jepang, dan
agama Budha. Perhatikan hasil sastra yang ditulis para empu (pujangga) yang
Baratayuda. Para pujangga yang terkenal antara lain Empu Kanwa, Empu Seddah,
Melalui mereka para raja dan masyarakat pesisir memeluk agama Islam. Pada
pertengahan abad ke-14, kota Bandar Malaka ramai dikunjungi para saudagar dari
Asia Barat dan Jawa (Majapahit). Melalui para saudagar dari Jawa yang masuk
memeluk agama Islam, maka tersebarlah Islam ke pulau Jawa. Tujuan pendidikan
pada zaman kerajaan Islam diarahkan agar manusia bertaqwa kepada Allah S.W.T.,
sehingga mencapai keselamatan di dunia dan akhirat melalui “iman, ilmu dan
Lembaga perguruan atau pesantren yang sudah ada sejak zaman HinduBudha
dilanjutkan oleh para wali, ustadz, dan atau ulama Islam. Kurikulum pendidikannya
tidak tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi tentang tauhid
sifat materi pendidikan, tujuan, dan peserta didiknya. Contoh metode yang sering
ajar bagi orang banyak (belajar bersama) biasanya dilakukan di mesjid; mengaji
walaupun para santri bersama-sama dalam satu ruangan, tetapi mereka belajar dan
diajar oleh ustadz secara individual. Cara-cara belajar dilakukan pula melalui
nadoman atau lantunan lagu. Selain itu dilakukan pula melalui media dan cerita-
cerita yang telah digunakan para pandita Hindu-Budha, hanya saja isi ajarannya
diganti dengan ajaran yang Islami. Demikian pula dalam sistem pesantren atau
pondok asrama. Di langgar atau surau, selain melaksanakan shalat, biasanya anak-
anak belajar mengaji AlQur’an dan materi pendidikan yang sifatnya mendasar.
Adapun materi pendidikan yang lebih luas dan mendalam dipelajari di pesantren.
Pada awal abad ke –16 ke negeri kita datanglah bangsa Portugis, kemudian
disusul oleh bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang kedatangan mereka juga
dididik. Pada tahun 1546, di Ambon telah ada tujuh kampung yang penduduknya
mereka mendirikan VOC (1602). Selain berusaha menguasai daerah untuk berdagang,
juga untuk menyebarkan agama Protestan. Sejak tahun 1800-1942 negeri kita menjadi
jajahan Pemerintah Kolonial Belanda. Karaketristik kondisi sosial budaya pada zaman
ini antara lain: (1) berlangsungnya penjajahan, kolonialisme; (2) dalam bidang
ekonomi berlangsung monopoli perdagangan hasil pertanian yang dibutuhkan dan laku
di pasar dunia; (3) terdapat stratifikasi sosial berdasarkan ras atau suku bangsa. Bangsa
dilakukan oleh berbagai kelompok bangsa kita di berbagai daerah di tanah air.
sadarnya bangsa Indonesia akan makna nasionalisme dan kemerdekaan, pada awal
abad ke-20 (sejak kebangkitan nasional tahun 1908) lahirlah berbagai pergerakan.
Implikasi dari kondisi di atas, pada zaman kolonial Belanda secara umum dapat
oleh kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan demi mencapai kemerdekaan dan
sebagai rintisan pendidikan nasional. Ciri-ciri pendidikan zaman ini antara lain:
umumnya hanya diperuntukan bagi bangsa Belanda dan anak-anak bumi putera dari
golongan priyayi; kedua, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja murah
atau pegawai rendahan. Tilaar (1995) mengemukakan lima ciri pendidikan zaman
bangsa Belanda yang dibedakan dengan pendidikan untuk kalangan Bumi Putera; 2)
lain ada efek merugikan dalam hal pembentukan jiwa kaum Bumi Putera yang asing
nasional) antara lain adalah: 1) Penderitaan dan berbagai kondisi yang merugikan
rasa senasib sepenanggungan sebagai bangsa yang dijajah sehingga muncul rasa
rasa harga diri sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka. 3) Kaum terpelajar di
memeluk agama Islam, maka timbul persepsi bahwa Belanda adalah Kafir.
dilakukan melalui berbagai partai dan organisasi, baik dalam jalur politik, ekonomi,
sosial-budaya, dan khususnya melalui jalur pendidikan. Sifat perjuangan bangsa
kita saat itu tidak lagi hanya menitik beratkan pada perjuangan bidang fisik.
yang tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk menjadi cerdas, bebas, bersatu,
perjuangannya.
Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa), Dr. Douwes Dekker atau Dr. Setyabudhi
Padangpanjang, dll
wanita seperti R.A. Kartini (di Jepara), Rd. Dewi Sartika (di Bandung), dan Rohana
sangat anti kolonialis, (2) berdiri sendiri atau percaya kepada kemampuan sendiri,
dan (3) pengakuan kepada eksistensi perguruan swasta sebagai perwujudan harga
Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur
Raya. Dibentuk PETA sebagai program pendidikan militer bagi para pemuda;
dualistis membedakan dua jenis sekolah untuk anak-anak bangsa Belanda dan
terbuka untuk seluruh lapisan anak Indonesia. Namun demikian, hanya satu
jenis sekolah rendah diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu: Sekolah
Rakyat 6 tahun (Kokumin Gakko). Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya
d. Perguruan Tinggi.
sistem Konkordansi dan masuknya sistem baru yang relatif lebih praktis dan
3. Periode 1945-1969
Pada tgl. 18 Agustus 1945 PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi
Negara. Sejak saat itu jenjang dan jenis pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan
bangsa Indonesia. Sekalipun pada tahun 1949 terjadi perubahan dasar negara yaitu
dengan UUD RIS, tetapi pendidikan nasional tetap dilaksanakan sesuai amanat
UUD 1945. Sejak tahun 1950 bangsa Indonesia telah mempunyai UU RI No. 4
dan tanah air”. Adapun Pasal 4 menyatakan: “Pendidikan dan pengajaran berdasar
Pada Tahun 1950-1960 telah dirancang dan dilaksanakan wajib belajar SD,
ditingkatkan menjadi SGB dan SGA. Adapun untuk guru sekolah menengah
didirikan PGSLP dan APD. Tahun 1954 didirikan PTPG yang diubah menjadi
FKIP dan akhirnya menjadi IKIP. Selain LPTK, sejak tahun 1949-1961 pemerintah
1969) sekalipun Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyatakan bahwa Bangsa dan
Negara Kesatuan RI kembali ke UUD 1945, tetapi karena dominasi politik tertentu
maka dasar atau asas pendidikan nasional diubah menjadi Pancasila dan Manipol
USDEK. Pada era ini tujuan pendidikannya adalah untuk melahirkan warga-warga
masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan
Berbagai program pembangunan pada era ini akhirnya rontok akibat terjadinya
Pemberontakan G-30 S/PKI pada tahun 1965 dan lahirlah era baru yang dikenal
Sejak zaman Orde Baru dan dalam era PJP I dasar pendidikan dikembalikan
kepada Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan nasional ditujukan untuk membentuk
manusia Pancasilais sejati berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan Isi UUD 1945,
yang kemudian di dalam UU No. 2 Tahun 1989 ditegaskan lagi bahwa pendidikan
manusia Indonesia seutuhnya. Sejak awal Pelita I PJP I telah dilakukan identifikasi
dilakukan secara bersinambungan pada setiap Pelita. Selama PJP I telah dilakukan
tiga kali pembaharuan kurikulum sekolah, yaitu kurikulum 1968, 1975 dan 1984;
pendidikan dibiayai baik dengan menggunakan dana rupiah maupun dana hasil
kerjasama luar negeri. Memang banyak hasil pembangunan pendidikan selama PJP
I yang telah di raih, namun demikian permasalahan pendidikan masih tetap belum
terpecahkan secara keseluruhan dan masih harus terus diupayakan melalui
A. Kesimpulan
Dari rangkaian sejarah yang menjadi landasan historis pendidikan di
Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa masa-masa tersebut memiliki wawasan
yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain. Mereka sama-sama menginginkan
pendidikan bertujuan mengembangkan individu peserta didik. Dalam arti memberi
kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi mereka secara alami,
dan demi kemajuan bangsa yang lebih baik. Sementara itu, pendidikan pada
dasarnya hanya memberi bantuan dan layanan dengan menyiapkan segala
sesuatunya. Sejarah juga menunjukkan betapa sulitnya perjuangan mengisi
kemerdekaan dibandingkan dengan perjuangan mengusir penjajah.
Dengan demikian kami berharap hasil pendidikan dapat berupa ilmuwan,
innovator, orang yang peduli dengan lingkungan serta mampu memperbaikinya, dan
meningkatkan peradaban manusia. Bukan justru sebaliknya.
Hal ini dikarenakan pendidikan selalu dinamis mencari yang baru, memperbaiki dan
memajukan diri, agar tidak ketinggalan zaman, dan selalu berusaha menyongsong
zaman yang akan datang.
B. Saran
Sebagai calon pendidik atau orang yang akan berkecimpung dalam dunia
pendidikan, sudah sepatutnya mengetahui dan memahami sejarah perkembangan
pendidikan di Indonesia, dalam hal ini Landasan Historis Pendidikan. Dengan
memahami historis tersebut, dimaksudkan agar calon pendidik beserta para
instrument pendidikan lainnya, dapat menghindari kesalahan-kesalahan pada
pendidikan yang terdahulu, sehingga tidak terulang kembali pada pendidikan yang
akan datang. Sebaliknya, yakni dapat mempertahankan bahkan meningkatkan nilai-
nilai pendidikan yang baik dan bermutu demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Dengan mewariskan, menggunakan karya dan pengalaman masa lampau,
pendidikan menjadi pengawal, perantara, dan pemelihara peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Dakir. 2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, cet I (Jakarta: Rineka Cipta),
hal. 2-3
Dwigatama, Dedi. Tentang Kurikulum Indonesia. http://dedidwigatama. wordpress.com/.
2008. Diakses Desember 2013.
Dede Rosyada. 2003. Paradigma Pendidikan Demokratis (Jakarta: Kencana), hal. 26
Djumhur, I dan Danasuparta, (1976), Sejarah Pendidikan, CV. Ilmu, Bandung.
Http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/LANDASAN_PENDIDIKAN/BBM_5.pdf.
Diakses tanggal 16/08/2021
Ibrahim, Thalib (Penyadur), (1978), Pendidikan Mohd. Sjafei INS Kayu Tanam, Mahabudi,
Jakarta.
Majelis Luhur Persatuan Taman siswa, (1977), Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian
Pertama: Pendidikan, Majelis Luhur Taman Siswa, Yogyakarta.
Muchtar, O., (1976), Pendidikan Nasional Indonesia, Pengertian dan sejarah
Perkembangan, Balai Penelitian Pendidikan IKIP Bandung.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 4
Poerbakawatja, S., (1970), Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Gunung Agung,
Jakarta.
Soejono, Ag., (1979), Aliran-Aliran Baru dalam Pendidikan; Bagian ke-2, CV. Ilmu,
Bandung.
Suhendi, Idit, (1997), Dasar-Dasar Historis dan Sosiologis Pendidikan, dalam Dasar-Dasar
Kependidikan, IKIP Bandung.
Tilaar, HAR., (1995), 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995, Suatu
Analisis Kebijakan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Tedjo Narsoyo Reksoatmadjo. 2010. Paradigma Pendidikan Demokratis (Bandung: Refika
Aditama), hal.