Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS GANGGUAN SISTEM

PERNAFASAN (PNEUMONIA)

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah 1


Dosen Pengampu Ns. Ginanjar Sasmito Adi, Sp.Kep.M.B

Disusun oleh:

1. Intan Rusdian Permata Sari (1911011066)


2. Farrel Ascarya Awana (1911011076)
3. M. Zainun Zakkyamani (1911011090)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Dengan Kasus Gangguan Sistem Pernafasan (Pneumonia).

Penulisan makalah adalah salah satu tugas mata kuliah Keperawatan


Medikal Bedah 1. Dalam Penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan, baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis belum maksimal. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, kepada :
1. Ns. Ginanjar Sasmito Adi, Sp.Kep.M.B
2. Ns. Ali Hamid, M.Kes
3. Dr. Wahyudi Widada
Yang telah membimbing dan mengarahkan bagaimana seharusnya
makalah ini dibuat. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan
imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat
menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, serta makalah ini dapat menjadi
manfaat bagi pembaca. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Jember, 30 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

KONSEP TEORI.................................................................................................1

I. Konsep Dasar Medis..................................................................................1


A. Definisi..................................................................................................1
B. Etiologi..................................................................................................2
C. Patofisiologi dan Pohon Masalah (Pathway)........................................3
D. Manifestasi Klinik.................................................................................6
E. Pemeriksaan Penunjang........................................................................6
F. Penatalaksanaan Medis.........................................................................8
II. Konsep Dasar Keperawatan.....................................................................9
A. Pengkajian.............................................................................................9
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................12
C. Rencana Asuhan Keperawatan.............................................................12

KESIMPULAN....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20

iii
KONSEP TEORI

I. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena
eksudat yang mengisi alveoli dan bronkiolus (Terry & Sharon, 2013). Pneumonia
adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh karena infeksi atau iritasi
bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat peradangan (Mutaqin, 2008).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2015).
Pneumonia adalah peradangan pada baru yang tidak saja mengenai jaringan paru
tapi dapat juga mengenai jaringan paru tapi dapat juga mengenai bronkioli
(Nugroho, 2011).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah
akut dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri,mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi benda
asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsulidasi (Nurarif,
2015).
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
dan mempunyai gejala batuk, sesak nafas, bunyi nafas ronki, dan infiltrat pada
foto rontgen. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut disebut bronkopneumonia. Dalam pelaksanaan
pengendalian penyakit ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun
bronkopneumonia), disebut “Pneumonia” saja (Christian, 2016).
Berdasarkan data WHO tahun 2015, pneumonia merupakan masalah
kesehatan di dunia karena angka kematian- nya sangat tinggi, tidak saja di
Indonesia dan negara-negara berkembang tetapi juga di Negara maju seperti
Amerika, Kanada dan Negara- Negara Eropa lainya. Di Amerika pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor satu setelah kardiovaskuler dan TBC.
Pneumonia sering ditemukan pada anak balita, tetapi juga pada orang
dewasadan kelompok usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika
tidak segera ditangani. Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian

1
tertinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan bahwa 15% kematian anak-anak berusia di bawah 5 tahun
disebabkan oleh penyakit ini. WHO juga menyatakan bahwa pada tahun 2017,
terdapat lebih dari 800.000 anak-anak meninggal akibat pneumonia.

B. Etiologi
1. Pneumonia oleh bakteri.
"S. pneumoniae adalah jenis bakteri penyebab pneumonia pada anak-
anak semua umur berdasarkan komunitas penyakit pneumonia. Sedangkan
M pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae adalah penyebab utama
pneumonia pada anak di atas umur 5 tahun." Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru
dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui aliran darah. Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa
saja, mulai dari bayi sampai usia lanjut. Pada pencandu alkohol, pasien
pasca- operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, dan
penurunan kekebalan tubuh adalah golongan yang paling berisiko. Anak-
anak juga termasuk kelompok yang rentan terinfeksi penyakit ini karena
daya tahan tubuh yang masih lemah.
2. Pneumonia oleh virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh
virus. Sebagian besar virus-virus ini menyerang saluran pernapasan bagian
atas (terutama pada anak). Namun, sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan dapat disembuhkan dalam waktu singkat. Bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan ini masuk ke dalam
tingkatan berat dan kadang menyebabkan kematian. Virus
yangmenginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan
paru yang dipenuhi cairan.

3. Pneumonia oleh Mikoplasma


Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidakbisa diklasifikasikan sebagai

2
virus maupun bakteri walaupun memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas.
Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak
pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan pada
orang yang tidak menjalani pengobatan. Pneumonia jenis ini berbeda
gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada
umumnya. Oleh karena itu. pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus
yang belum ditemukan ini sering disebut Atypical Pneumonia pneumonia
yang tidak tipikal". Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi saat
perang dunia II.
4. Pneumonia jenis lainnya
Pneumonia lain yang jarang ditemukan, yakni disebabkan oleh
masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Pneumocystitis
Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, adalah
salah satu contoh dari pneumonia jenis lainnya. PCP biasanya menjadi
tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP dapat
diobati pada banyak kasus. Namun bisa saja penyakit ini muncul lagi
beberapa bulan kemudian Rickettsia (golongan antara virus den bakteri
yang menyebabkan demam Rocky Mountain, demam Q, tipus, dan
psittacosis) juga mengganggu fungsi paru.

C. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi
karena eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus. Saat saluran nafas bagian
bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan jalan obstruksi
nafas (Terry & Sharon, 2013).
Sebagian besar pneumoni didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti
menghirup bibit penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan
normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau
terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila
suatu partikel dapat mencapai paruparu, partikel tersebut akan berhadapan dengan
makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan humoral.

3
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah
besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten
limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru
menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi
menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan
menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan
saturasi oksigen dan hiperkapnia (Nugroho.T, 2011).

4
Pathway:
Normal
(sistem pertahanan)
terganggu

Organisme

Virus Saluran nafas bafas bagian Stapilokokus


bawah Pneumokokus

Kuman patogen Trombus


mencapai bronkioli, Eksudat masuk ke
terminalis merusak alvioli
sel epitelbersilia, sel Toksin,
cv goblet coagulase
Alveoli

Cairan Permukaan lapisan


Sel darah merah pleura tertutup tebal
edema+leukosit
leokjosit, pneumokokus eksudat trombus
ke alvioli
mengisi alveoli vena pulmonalis

Konsolidasi paru
vvvsvv Leokosit + fibrin Nekrosis
mengalami
Kapasitatas vital, konsolidasi
compliance
menurun, hemoragik

Leokositosis

Bersihan jalan Kekurangan Intoleransi Defisiensi


nafas tidak volume cairan aktifitas pengetahuan
efektif

Ketidakefektifan
pola nafas (Sumber pathway : Nurarif A.H, 2015)

5
D. Manifestasi Kliniks
Menurut Wahab (2000: 884, dalam skripsi Annisa Rizkianti)
menyebutkan gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya
pelebaran cuping hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering disebut
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing). Rizkianti
menambahkan bahwa penyakit yang sering terjadi pada anak-anak ini ditandai
dengan ciri-ciri adanya demam, batuk disertai nafas cepat (takipnea) atau nafas
cepat.
Gejala dan tanda pneumonia tergantung kuman penyebab, usia, status
imunologis, dan beratnya penyakit. Gejala dan tanda dibedakan menjadi gejala
umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural, dan ekstrapulmonal.
Gejala-gejala tersebut meliputi:
1. Demam
2. Menggigil
3. Sefalgia
4. Gelisah
5. Muntah, kembung, diare (terjadi pada pasien dengan gangguan
Gastrointestinal)
6. Wheezing (pneumonia mikoplasma)
7. Otitis media, konjungtivitis, sinusitis (pneumonia oleh streptococcus
pneumonia atau haemophillus influenza)

E. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula

6
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat.
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah
untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi
antigen polisakarida pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik

Gb.1 Paru-paru Pnrumonia Gb. 2 Paru-paru Normal

Pada Gbr. 1, area lingkaran merah merupakan pulmonary yang mengalami


inflamasi akibat virus, sehingga menyebabkan terjadinya pneumonia. Area
tersebut berwarna putih kelabu, karena pulmonary dipenuhi cairan. Kondisi ini
berbeda dengan paru-paru normal yang ditunjukkan pada Gbr. 2. Kondisi paru-
paru yang ditampilkan pada Gbr. 2 terlihat bersih dengan kondisi pulmonary yang
terlihat dengan jelas dan tidak ada area yang berwarna putih kelabu seperti pada
Gbr. 1.

7
F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
4. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
5. Kebersihan pulmonari yang baik seperti: napas dalam, batuk, terapi fisik dada
(Meadow, 2015).

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan


antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab
infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan
terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis
pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis
pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan
antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien.
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis
mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat
diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran
untuk mengurangi dahak.
Pilihan Antibiotika
Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan. Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera

8
diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang
rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika
terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas
spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada
hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih
sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas.
Penatalaksanaan yang baik terhadap bakteriemik streptococcal pneumonia
akan secara signifikan menurunkan angka kematian pasien CAP. Terdapat isu
penting tentang penggunaan dual terapi meningkatkan outcome yang lebih baik
dibandingkan denganmonoterapi pada pasien CAP. Dual terapi yang dimaksud
adalah kombinasi antara regimen yang terdiri dari antibiotika β-lactam,
makrolide, atau fluroquinolon. Sedangkan monoterapi yang dimaksud adalah
penggunaan golongan β-lactam atau fluoroquinolon sebagai agen tunggal.

II. Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian Pnemonia
a. Anamnesa
Menurut Wong (2009), asuhan keperawatan pada anak dengan pneumonia
meliputi :
1. Identitas
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur , Agama, Jenis Kelamin ,Pekerjaan,
Status perkawinan, Alamat, Tanggal masuk, Yang mengirim, Cara masuk RS,
dan Diagnosa medis dan nama Identitas Penanggung Jawab meliputi : Nama,
Umur, Hub dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum
masuk ke rumah sakit. Riwayat Kesehatan Sekarang
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
c) Riwayat kesehatan keluarga

9
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan pasien.

b. Pemeriksaan Fisik (dada Paru)


1. Inspeksi:
a. Amati bentuk thorax
b. Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya
c. Amati tipe pernapasan : Pursed lip breathing, pernapasan diafragma,
penggunaan otot Bantu pernapasan
d. Tanda tanda reteraksi intercostalis , retraksi suprastenal
e. Gerakan dada
f. Adakan tarikan didinding dada , cuping hidung, tachipnea
g. Apakah daa tanda tanda kesadaran meenurun
2. Palpasi
a. Gerakan pernapasan
b. Raba apakah dinding dada panas
c. Kaji vocal premitus
d. Penurunan ekspansi dada
3. Auskultasi
a. Adakah terdenganr stridor
b. Adakah terdengar wheezing
c. Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan suara tambahan
4. Perkusi
a. Suara Sonor/Resonans merupakan karakteristik jaringan paru normal
b. Hipersonor , adanya tahanan udara
c. Pekak/flatness, adanya cairan dalan rongga pleura
d. Redup/Dullnes, adanya jaringan padat
e. Tympani, terisi udara

d. Pola Kebutuhan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia

10
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : Kistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi)
3. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : Perusakan mental (bingung)
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgi
Tanda : Melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
5. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : Sputum: merah muda, berkarat
perpusi: Pekak datar area yang konsolidasi
premikus: Taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun : Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
6. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguasn sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar (Wong, 2009).

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang nonspesifik yang seringkali dilakukan
diantaranya :
a) Hitung leukosit :Dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke
kiri

11
b) Baju endap darah : Meningkat pada infeksi bacterial namun banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
c) C Reactive Protein (CRP) : meningkat pada infeksi bacterial
d) Procalcitonin : dianggap lebih baik disbanding CRP

Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan


keadaan hiposekmia (karena ventilation perfusion mismatch).Kadar PaCO2 dapat
rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya.0apat terjadi asidosis
respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal napas.Pemeriksaan kultur darah jarang
menunjukkan respons terhadap penanganan awal.

Luas kelainan pada gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajat


klinis penyakit, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologislebih
berat daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
a) Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris.
b) Penebalan pleura pada pleuritis.
c) Komplikasi pneumonia seperti atelectasis, efusi pleura, pneumomediastinum,
pneumotoraks, abses, pneumatokel

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan pneomonia
antara lain :
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2. Toleransi Aktifitas
3. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
4. Hipertermia
5. Gangguan Pertukarann Gas
6. Pola Nafas Tidak Efektif

C. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor penumpukan
sputum pada jalan napas.
Tujuan:

12
Mampu bernafas dengan baik dan efektif
Kriteria Hasil:
Menghilang dan frekuensi napas dapat kembali normal sesuai dengan usia
Intervensi:
1. Memperbaiki Potensi jalan napas. Sembuang sekresi adalah penting karena
sekresi yang tertahan akan mengganggu pertukaran gas dandapat
memperlambat pemulihan. Perbanyak masukan cairan (2-3 L/ hari), karena
hidrasi yang adekuat mengencerkan dan membebaskan sekresi parudan juga
mengganti cairan yang diakibatkan oleh demam, diaphoresis,dehidrasi, dan
frekuensi pernapasan cepat. Udara yang dilembabkan
Rasional : Untuk melepaskan sekresi yang memperbaiki ventilasi. Masker
wajah dengan kelembaban tinggi (menggunakan baik udara yang dikompres
atau oksigen) memberikan udara yang hangat, dilembabkan pada
percabangan bronkialdan mengencerkan cairan. Pasien didorong untuk
batuk dengan cara yangdiuraikan bagi pasien pascaoperatif.
2. Fisioterapi dada sangat penting dalam melepaskan danmemobilisasi sekresi.
Pasien dibaringkan dalam posisi yang tepat untuk melakukan drien terhadap
paru yang sakit, kemudian dada divibrasi dan diperkusi. Setelah paru
didrainase selama 10 sampai 20 menit (tergantung toleransi), pasien
didorong untuk napas dalam dan batuk. Jika pasien terlalu lemah untuk
batuk dengan efektif.
Rasional : Mukus mungkin harus dikeluarkandengan menggunakan
penghisap nasotrakea atau aspirasi bronkoskopis sesuai indikasi. Oksigen
diberikan sesuai yang diresepkan. Keefektifan konsentrasi oksigen dipantau
dengan mengkaji terhadap manifestasi klinishipoksia da analisis gas darah.

b) Diagnosa Keperawatan :
Intoleransi aktivitas
Tujuan :
Anak dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Kriteria hasil :

13
Dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan dan tidak meraskaan sesak
napas.
Intervensi :
1. Peningkatan istirahat dan penghematan energi. Pasien yang lemah didorong
untuk istirahat dan tetap ditempat tidur untuk menghindari terlalu banyak
gerakan dan kemungkinan memperburuk gejala. Posisi yangnyaman untuk
meningkatkan istirahat dan pernapasan (misalnya posisi semi fowler)
dilakukan dan diubah dengan teratur.
Rasional : Pasien rawat jalan untuk tidak terlalu bekerja berat dan hanya
melakukan aktivitas sedang B sedang saja. Jika diresepkan sedatif atau
transkuiliser, status mental pasien (sensorium) dievaluasi sebelum obat B
obat diberikan. gelisah, konfusi, dan agresimungkin timbul karena hipoksia
serebral, dalam kasus ini pemberian sedatif merupakan kontraindikasi.
2. Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah. Setelah demam
menghilang, pasien secara bertahap dapat meningkatkan aktivitas. Keletihan
dan kelemahan dapat berkepanjangan setelah pneumonia. Dorong latihan
pernapasan untuk membersihkan paru B parudan meningkatkan ekspansi
penuh paru.
Rasional : Pasien diinstruksikan untuk kembalike klinik atau ke dokter
untuk pemeriksaan rontgen dada tindak lanjut dan pemeriksaan lengkap.
Pasien yang sangat lemah dapat membutuhkankunjungan rumah oleh
perawat untuk memantau status, mencegah komplikasi lebih lanjut, dan
memberikan penyuluhan pasien yang berkepanjangan.
3. Dorong pasien untuk berhenti merokok. Karena merokok akanmerusak
aktivitas siliaris trakeobronkial, yang merupakan pertahanan garisdepan
paru B paru. 'erokok juga mengiritasi sel B sel mukosa bronki
danmenghambat fungsi sel B sel makrofag (pemangsa).
Rasional : Pasien diinstruksikanuntuk menghindari keletihan, perubahan
suhu mendadak, dan masukanalkohol yang berlebihan, yang menurunkan
daya tahan terhadap pneumonia. Perawat bersama pasien meninjau prinsip
B prinsip nutrisi dan istirahat yang adekuat, karen satu episode pneumonia
dapat membuat pasien retan terhadapkambuhan infeksi saluran pernapasan.

14
Pasien didorong untuk mendapatkanvaksinn influenza pada waktu yang
diharuskan, karena influenza meningkatkan kerentanan terhadap pneumonia
bakterialis sekunder, terutama yang disebabkan oleh Staphylococcus, H.
Influenzae, dan S. Pneumoniae. Pasien juga didorong untuk mendapatkan
nasihat medis mengenai penerimaan vaksin (Pneumovax) untuk s.
Pneumoniae.

c) Diagnosa Keperawatan :
Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan.
Tujuan:
Memperbaiki nafsu makan anak
Kriteria Hasil :
1. Kebutuhan nutrisi tubuh dapat terpenuhi
2. Nafsu makan dapat kembali membaik
Intervensi :
1. Peningkatan masukan cairan. Frekuensi pernapasan pasiendengan
pneumonia meningkat karena dispnea dan demam. Peningkatan frekuensi
pernapasan mengarah pada peningkatan kehilangan cairan tidak kasat mata
selama ekhalasi.
Rasional : Pasien dapat dengan cepat menjadi dehidrasi. Oleh karenanya,
perbanyak pemberian cairan (sedikitnya 2 L/1hari). Seringkali, pasien yang
mengalami kesulitan bernapas kehilangan napsu makan mereka dan hanya
akan minum cairan. Cairan, selanjutnya akan bermanfaat untuk penggantian
kehilangan volume. Nutrien juga dapat diberikan melalui IV.
2. Pantau jumlah makanan yang dikonsumsi. Penurunan nafsu makan pada
pasien dapat mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Rasional : Dengan pemantauan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh klien
dapat mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan sasaran
yang diharapkan.
3. Jaga kebersihan mulut. bau yang kurang menyenangkan dapat
mempengaruhi nafsu makan klien. Sering kali klien yang merasa tidak enak
makan

15
Rasional : Bau mulutnya yang dianggap mengganggu lebih memilih untuk
tidak makan. Oleh karea itu menjaga dan mempertahankan baukesegaran
mulut dan ruangan sangat perlu dilakukan.

d) Diagnosisi Keperawatan :
Hipertermia
Tujuan :
Temperatur tubuh anak normal
Kriteria Hasil:
1. Klien dapat memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh, Suhu tubuh
dalam batas normal : 36,5 -37,5 0C
2. Frekuensi denyut jantung dalam batas normal
Intervensi :
1. Observasi suhu tubuh tiap jam dan peningkatan frekuensi denyut jantung
Rasional : untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien
2. Pantau warna kulit, sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh
terhadap umum
3. Berikan kompres dingin
4. Kolaburasi pemberian antipirestik
Rasional : untuk mempercepatkan penurunan suhu tubuh
5. Kolaburasi pemberian antibiotik, bila perlu
6. Berikan cairan tambahan setiap kenaikan 1 0C diatas 380C kebutuhan cairan
naikkan 12,5%, sesuaikan dengan kondisi klinis pasien
7. Jika klien sadar anjurkan banyak minum
8. Cek kultur darah dan kultur sputum, bila perlu dan pantau hasilnya

e) Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Pertukaran Gas
Tujuan :
Pertukaran gas dapat diperbaiki
Kriteria Hasil :
1) Respirasi anak mudah dan kecepatan respirasi dalam batas normal

16
2) Warna kulit tampak merah muda
3) Gelisah menurun
Intervensi dan rasional :
1. Kaji status pernapasan anak terhadap adanya dyspnea, takipnea, wheezing,
krekel, ronchi, dan sianosis.
Rasional : Tanda-tanda adanya dyspnea, takipnea, wheezing, krekel,
ronchi, dan sianosis menunjukan pengobatan yang tidak efektif dan
kondisi anak mungkin buruk
2. Berikan anak istirahat yang cukup.
Rasional : Periode istirahat yang cukup menghemat energi yang butuh
untuk penyembuhan infeksi.
3. Berikan lingkungan yang dingin dan lembab pada bagian facemask,
pemberian oksigen maupun dengan tanda oksigen.
Rasional : Dingin dan lembab dapat melembabkan jalan napas dan
membantu mengurangi sekresi dan edema bronchial
4. Atur posisi anak setiap 1-2 jam
Rasional : Posisi yang diubah membantu mobilisasi sekresi
5. Biarkan anak beransumsi untuk merasakan posisi yang nyaman baginya.
Rasional : Anak berasumsi merasakan posisi yang nyaman seperti semi
fowler membuat anak bernapas lebih mudah.
6. Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam sesuai order.
Rasional : fisioterapi dada termasuk perkusi manual, vibrasi, dan tekanan
dad, batuk, kekuatan ekspirasi, dan latihan napas dalam untuk
membersihkan mukus dari jalan napas serta meningkatkan pengembangan
paru kembali.
7. Anjurkan pemberian intake cairan oral, jika tidak ada kontraindikasi
Rasional: Pemberian cairan dapat mengencerkan sekresi.
8. Anjurkan anak untuk batuk, latihan napas dalam setiap 2 jam.
Rasional: Batuk merupakan mekanisme pembersihan jalan napas alami,
dan membantu silia mempertahankan kepatenan jalan napas.
9. Kolaborasi: Berikan oksigen melalui masker, kanul, maupun tenda oksigen
sesuai order.

17
Rasional: Oksigen membantu menurunkan kegelisahan yang berhubungan
dengan distres pernapasan dan hipoksemia

f) Diagnosa Keperawatan :
Pola Nafas Tidak Efektif
Tujuan :
Irama dan pola pernafasan normal
Kriteria Hasil:
1) Respirasi dalam batas normal
2) Tidak terjadi dispnea
3) Tidak ada akumulasi sputum.
4) Tidak terdapat pernapasan pursed-lip
5) Tidak terdapat orthopnea.
Intervensi :
Airway Management
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
6. Atur intake untuk cairan mengobtimalkan keseimbangan
7. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory monitoring
1. Monitor nadi, suhu dan respirasi
2. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kualitas bernapas
3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas
5. Monitor saturasi oksigen
6. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot dada

18
KESIMPULAN

Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus


terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti


bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia sendiri menurut Riskesdas 2013,
menduduki urutan ke-9 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia, yaitu
sebesar 2,1%. Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit
yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat
infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala.

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan


antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab
infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan
terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien

19
DAFTAR PUSAKA

Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc ed 1. Jogjakarta : Penerbit Mediaction
Dewanto, George, Wita J. Suwono, Budi Riyanto, dan Yuda Taruna. 2009.
Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta :
EGC
Mutta Gin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
NANDA. (2018). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2018-2020.
Philadelphia: NANDA International.
Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan
Sistem Pernafasan, Jakarta; TIM
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas PNEUMONIA Pada Anak
Balita, Orang Tua, Usia lanjut Ed.1. Jakarta: Pustaka Obor
Somantri, Irwan. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan GANGGUAN
sistem Pernapasaan. Jakarta: Salemba Medika
Saputri, D. (2019). Perencanaan Keperawatan Pada Pasien Pneumonia.
I Md. Dendi Maysanjaya. 2020. Klasifikasi Pneumonia pada Citra X-rays Paru-
paru dengan Convolutional Neural Network. Jurnal Nasional Teknik Elektro
dan Teknologi Informasi. Vol. 9 (2) : 190-195.
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. Jakarta:
EGC

20

Anda mungkin juga menyukai