Anda di halaman 1dari 6

VIII

PENCEMARAN KOTORAN (ANNEX IV)

A. KOTORAN (SEWAGE)
Kotoran adalah segala jenis limbah yang berasal dari air limbah toilet,tempat pembuangan air,buangan air besar,air
buangan dari ruang medis,tempat cuci tangan (westafel) atau bak cucian,air buangan dari kotoran hewan hidup,dan
air limbah yang bercampur dengan yang tersebut diatas. Pada saat kapal sedang melaju/berlayar,kotoran-kotoran
ini ditampung dalam sebuah tangki penampungan yang berada diatas kapal. Bila kapal berada dipelabuhan,kotoran
dalam tangki penampungan ini dibuang ke “receiption facility” atau fasilitas penampungan yang ada di pelabuhan.
1. Persyaratan membuang kotoran kelaut menurut Annex IV MARPOL 73/78 :
a. kapal membuang kotoran yang telah dihancurkan dan bebas bakteri dengan menggunakan suatu “system
sewage treatment plan“yang diakui oleh administrasi pemerintah, pada jarak > 4 mil dari daratan terdekat
b. kotoran yang belum dibebas bakteri/bebas hama dibuang pada jarak lebih dari 12 mil dari daratan terdekat.
c. kotoran yang telah ditampung dalam suatu tangki, tidak boleh dibuang secara serentak, tetapi dengan aliran
kapal yang sedang melaju pada kecepatan tidak lebih dari 4 knot.
d. selama dipelabuhan, dibuang ke receiption facility
2. Ukuran Kapal-kapal yang diberlakukan dalam Annex IV ini yaitu :
a. Kapal baru, > 400 GT
b. Kapal baru, < 400 GT yang disertifikasi untuk mengangkut > 15 orang
c. Kapal lama, > 400 GT : 5 tahun setelah diberlakukan Annex ini
d. Kapal lama, < 400 GT yang disertifikasi untuk mengangkut > 15 orang, 5 tahun setelah tanggal diberlakukan
Annex ini yang terlibat dalam pelayaran internasional.

B. SERTIFIKAT YANG HARUS DIMILIKI SETIAP KAPAL YANG MENGANGKUT KOTORAN


Adalah: ”International Sewage Pollution Prevention Certificate” Disingkat ISPPC.
Receiption Facility adalah fasilitas penampungan didarat yang tidak hanya digunakan untuk menampung kotoran,
tetapi digunakan juga untuk menampung sisa-sisa minyak,zat cairan beracun,dan sampah yang berasal dari
kapalnegara peserta konvensi MARPOL 73/78 diwajibkan untuk menyiapkan dan memelihara fasilitas penampungan
yang cukup didarat.

Kepedulian Lingkungan dan Pencegahan Polusi 24


IX

PENCEMARAN OLEH SAMPAH (ANNEX V)

A. SAMPAH (GARBAGE)
Yang dimaksud dengan sampah adalah semua jenis sisa makanan, limbah domestik dan operasional,semua jenis
bahan-bahan buangan dari kapal yang tidak digunakan atau bahan-bahan buangan rumah tangga, contoh jenis
sampah dikapal yaitu kertas, plastik, metal, dan lain-lain.
Berbeda dengan kotoran, penanganan sampah mempunyai sebuah aturan khusus yaitu adanya Garbage
Management Plan dan Garbage Record Book (buku catatan sampah) yang berfungsi sebagai rekaman/catatan dalam
setiap pembuangan/pembakaran sampah.Buku ini diisi dalam bahasa Inggris oleh perwira yang bertugasdan tiap
halamannya di tandatangani oleh Nakhoda.
Isi dari Garbage Management Plant adalah :
1. Setiap pembuangan atau pembakaran harus dicatat dalam Garbage Record Book.
2. Posisi kapal.
3. Waktu pelaksanaan.
4. Volume sampah
5. Jenis sampah
Dalam hal pembuangan karena kecelakaan, harus dicatat lingkungan tempat pembuangan dan alasan pembuangan.
Semua kapal yang berukuran > 400 GT dan membawa 15 orang harus membawa Garbage Management Plan dan
Garbage Record Book.

B. PERSYARATAN PEMBUANGAN SAMPAH SESUAI ANNEX V MARPOL 73/78 :


1. pada jarak 3 mil dari daratan terdekat,boleh dibuang sampah sisa-sisa makanan apabila telah dihancurkan dan
dapat melewati saringan 26mm.
2. pada jarak 12 mil dari daratan terdekat,boleh dibuang sisa-sisa makanan pada jarak 500m dari platform, dengan
syarat telah dihancurkan.
3. pada jarak lebih dari 12 mil dari daratan terdekat,boleh dibuang kertas,kain gosok/majun, metal, botol, dan sisa
makanan.
4. pada jarak lebih dari 25 mil dari daratan terdekat,boleh dibuang dunnage, bahan-bahan tali dan packing yang
terapung.
Yang tidak boleh dibuang kelaut adalah: semua jenis plastic
- Tali plastic
- Jaring plastic
- Kantong plastic
- Nylon
- Sisa pembakaran plastik dari incinerator

C. SERTIFIKAT YANG HARUS DIMILIKI JIKA KAPAL MENGANGKUT SAMPAH


”International Air Pollution Prevention Certificate” Disingkat IAPPC
Selain digunakan untuk membakar kertas incinerator juga berfungsi untuk membakar minyak kotor yang berasal
dari hasil pemisahan minyak dan air pada OWS (Oily Water Separator), membakar majun bekas, serbuk kayu, dan
membakar minyak pelumas bekas.

Kepedulian Lingkungan dan Pencegahan Polusi 25


X

PENCEMARAN UDARA (ANNEX VI)

A. PENGERTIAN PENCEMARAN UDARA


Seperti dikutip dari Wikipedia, pengertian pencemaran udara adalah kehadiran substansi fisik, biologi, atau kimia di
lapisan udara bumi dalam jumlah yang bisa membahayakan kesehatan seluruh komponen biotik penyusun
ekosistem, mengganggu keindahan dan kenyamanan, dan merusak properti.
MARPOL 73/78 ANNEX VI Peraturan Pencengahan Pencemaran Udara dari kapal.
Tanggal 26 September 1997, peserta konvensi MARPOL 1973 / Protokol 1978, mengadopsi Annex VI : peraturan-
peraturan untuk Pencengahan Pencemaran Udara dari kapal-kapal (1997 Protokol)
• Bahaya-bahaya yang mengancam kapal :
- internal dan
- external

• Bahaya yang mengancam kelestarian lingkungan laut :


- minyak
- zat-zat cair beracun (NLS)
- barang-barang berbahaya dalam bentuk kemasan (harmful goods in packaged form)
- sewage
- sampah (garbage)

• Yang mengancam Atmosfir :


* pengeluaran ke atmosfir : kelebihan SO2 dari pembakaran bahan bakar dan NO2 dari motor diesel komponen
organik yang mudah menguap dari muatan tanker
gas-gas yang merusak lapisan ozon seperti CFCs

Annex VI Berisi aturan menyangkut pembatasan kadar sulphur oxide (Nok) dari gas buang dan larangan
penggunaan gas yang merusak ozone.

B. CARA MENCEGAH TERJADINYA POLUSI DI KAPAL


1. Menerapkan SOPEP. Team bunker, SBT, ORB, ODM-CS, slop tank, sludge tank.
2. Menerapkan sewage plan
3. Menerapkan garbage plan
4. Kwalitas SDM ditingkatkan
a. Oil water separating equipment (OWS).
b. Oil discharging monitoring sytem (ODM).
c. Crude oil washing (COW)
d. Dedicated clean ballast tank (CBT).

Sebagai tangki bekas muatan dibersihkan untuk diisi dengan air ballast.
- Segerated ballast tank (SBT).
- Sebagai pelindung atau protection location serta memisahkan sama sekali sistem air ballast dari sistem bongkar
muat minyak.

Kepedulian Lingkungan dan Pencegahan Polusi 26


XI

KASUS PENCEMARAN LAUT DAN PANTAI

A. PENCEMARAN OLEH MINYAK


Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
1. Tumpahan Minyak Teluk Arab
Dimulai pada akhir Januari dari Perang Teluk 1991, Angkatan Darat Irak menghancurkan tanker, kilang minyak,
dan sumur minyak di Kuwait, menyebabkan pelepasan sekitar 900,000,000 barel minyak. Ini adalah tumpahan
minyak terbesar dalam sejarah.
2. Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
Kejadian yang berlangsung pada tahun 1975 ini menjadikannya kasus yang menarik untuk dijadikan salah satu
contoh karena kasus ini terjadi di tengah minimnya legislasi internasional maupun nasional. Kapal jepang ini
menumpahkan 1 juta ton minyak mentah Pada bulan Januari 1975 kapal tanker Showa Maru, yang membawa
minyak mentah dari Teluk Persia menuju Jepang, kandas dan menumpahkan minyak di Selat Malaka, sehingga
menumpahkan minyak mentah sebanyak 7300 ton. Berdasar keterangan dari Mahkamah Pelayaran Indonesia,
kandasnya kapal Showa Maru bermula dari kelalaian nakhkoda yang mana tanker membentur karang sehingga
menyebabkan dasar kapal sepanjang 160 meter sobek.
3. Amoco Cadiz di lepas Pantai Perancis 1978
Amoco Cadiz merupakan sebuah VLCC (Very Large Crude Carrier) yang kandas di lepas pantai Brittany, Perancis
pada tanggal 16 Maret 1978. Seluruh kargo dari 68.7 juta galon minyak tumpah ke laut, mencemari sekitar 200
mil dari garis Pantai Brittany itu.
Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan sumber pencemaran yang sangat membahayakan.
Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, atau dari
proses yang disengaja seperti pencucian tangki halas, transfer minyak antarkapal maupun kelalaian awak kapal.

B. PENCEMARAN OLEH LOGAM BERAT


Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia:
Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa
penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver,
AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah
ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir
berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, di mana mereka
memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.

C. PENCEMARAN OLEH SAMPAH DI PANTAI SEKITAR JAKARTA


Sampah mengganggu pergerakan satwa laut yang terjerat didalamnya, banyaknya sampah di laut, baik yang
mengambang maupun yang tenggelam, semua itu mengganggu pergerakan para satwa laut seperti ikan, penyu, dan
anjing laut. Sampah kantong plastik, jaring, dan tali pancing menjadi penghalang bagi pergerakan satwa laut. Banyak
ikan yang perjalanannya terhalang oleh plastik-plastik bahkan terjerat benang pancingan.
Banyak satwa laut yang mati akibat mengira sampah plastik sebagai makanannya, akibat sampah, makanan satwa
laut menjadi tercemar, dan mereka bahkan bingung mengenai makanan apa yang baik dan patut dimakan. Banyak
satwa laut seperti ikan, penyu, bahkan burung yang makan ikan laut yang memakan sampah plastik. Karena
memakan sampah, banyak dari mereka yang mati karena sampah plastik berbahaya dan bahkan tidak bisa terurai.
Lebih bahayanya lagi jika ikan yang memakan racun di laut itulah ikan yang kita makan juga. Banyak pantai yang
sudah tercemar oleh sampah, salah satunya adalah pantai di kota Jakarta.

D. PENCEMARAN AKIBAT PROSES EUTROFIKASI


Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan
Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red
tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada
manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.

Kepedulian Lingkungan dan Pencegahan Polusi 27


XII

PENYELESAIAN KASUS PENCEMARAN LAUT DAN PANTAI

A. KASUS TUMPAHAN MINYAK KAPAL SHOWA MARU


Sebagai akibat tumpahan minyak tersebut, langkah cepat segera diambil oleh pemerintah Indonesia dengan
membentuk 3 Satuan Tugas di bawah koordinasi tiga menteri, yaitu Menteri Perhubungan menangani segi teknis
operasional, Menristek menangani urusan penelitian dan Menteri Kehakiman mempersiapkan perangkat hukum
dan ganti ruginya.Dari segi hukum, masalah Showa Maru di waktu itu justru menempatkan Indonesia pada posisi
sangat lemah dan sulit dalam penyelesaian hukum dan tuntutan ganti rugi. Karena selain belum ada UU Nasional
tentang Pencemaran Laut, juga karena konvensi-konvensi internasional yang ada seperti Konvensi Brussel tahun
1969 belum diratifikasi.
Untuk mengatasinya, delegasi Indonesia berkonsultasi ke Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina. Namun upaya
delegasi tidak berhasil karena penanggulangan hukum pencemaran laut di negara-negara tersebut juga masih pada
tahap awal, kecuali Singapura yang sistem hukumnya telah menggunakan pola Konvensi London tahun 1954.
Indonesia sendiri sudah mulai mendapat ganti rugi dari pemilik Showa Maru, tanker Jepang yang kandas karena
bocor di Selat Malaka, Januari 1975. Pembayaran yang meliputi US $ 1,2 juta itu baru merupakan pembayaran tahap
pertama dan akan digunakan untuk ongkos pembersihan perairan bagian Indonesia yang tercemar serta
pembayaran ganti rugi nelayan yang sementara ini terputus jalur mata pencarian mereka.Namun hingga 3 tahun
setelah kejadian tersebut masalah ganti rugi masih saja meninggalkan persoalan bagi penduduk Kabupaten
Kepulauan Riau, yaitu soal ganti rugi bagi penduduk yang menderita kerugian langsung ataupun tidak langsung
akibat tercemarnya wilayah laut.

B. KASUS TELUK BUYAT


Beberapa langkah penanganan terhadap kasus pencemaran di Buyat yang seharusnya dilakukan adalah:
Kementerian Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila
perlu pencegahan.
Membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tim ini
beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu
tingkat pusat akan bekerjasama dengan Tim Independen ditingkat Daerah.
Memberikan informasi kepada masyarakat secara terus menerus. Penegakan hukum terhadap pihak yang
melanggar.

C. KASUS PENCEMARAN OLEH SAMPAH

1. Membuang Sampah pada Tempatnya


Persoalan sampah merupakan hal paling sederhana dalam pencemaran terhadap lingkungan. Setiap orang tentu
sangat mampu untuk membuang sampah di tempat pembuangan yang telah disediakan. Namun, budaya kita
seolah sudah menghalalkan pembuangan sampah di sembarang tempat hingga membuat lingkungan semakin
gersang. Padahal, membuang sampah pada tempatnya merupakan langkah nyata bagi yang serius mempedulikan
kesehatan lingkungan.Sampah dibedakan dalam sampah kering ataupun basah. Selain itu, ada jenis sampah
organik dan non organik. Adanya penggolongan sampah tersebut untuk membantu upaya pencegahan
pencemaran.

2. Kurangi Penggunaan Plastik


Menghindari penggunaan plastik tentu saja merupakan hal yang sangat sulit. Oleh sebab itu, kita hanya dituntut
untuk mengurangi penggunaan plastik. Jika memang tidak benar-benar butuh, sebaiknya kita menghindari
penggunaan plastik. Sebaiknya, kita pun membawa tas jinjing khusus saat berbelanja agar tidak menggunakan
plastik. Sekalipun benar-benar harus menggunakan plastik, pilihlah plastik ramah lingkungan. Sekarang ini
berkembang pesat bahan-bahannya terbuat dari daur ulang dan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Tujuan
dari bahan-bahan tersebut juga untuk meminimalisir pencemaran terhadap lingkungan melalui bahan-bahan
plastik.

Kepedulian Lingkungan dan Pencegahan Polusi 28


D. PENCEMARAN AKIBAT PROSES EUTROFIKASI
Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat menghasilkan kristal struvite
(MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80%
dalam waktu 120- 150 ,emit (Battistoni, et al., 1997).
Menurut Forsberg 1998, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan
penduduk. Karena sejalan dengan populasi warga bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkatkan pula
kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas.

Kepedulian Lingkungan dan Pencegahan Polusi 29

Anda mungkin juga menyukai