Periode masuknya agama Islam ke Indonesia berbeda antara daerah yang satu dan yang
lainnya. Menurut sejarawan Islam, Islam masuk ke tanah air untuk pertama kalinya di daerah
Sumatera yaitu tepatnya pada abad ke 7 dan 8 M. Kemudian, Islam masuk ke pulau Jawa pada
tahun 475 H. Masuknya ajaran islam di bagian timur hingga Maluku pada tahun 14 M juga
dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan masyarakat dan pedagang muslim. Proses islamisasi di
wilayah Kalimantan, tepatnya di wilayah Banjarmasin diperkirakan terjadi pada 1550 M.
Adapun di wilayah bagian Sulawesi, proses islamisasi ini berlangsung sekitar abad ke 15 M.
Setelah semakin meleburnya ajaran Islam ke masyarakat saat itu maka kerajaan-kerajaan di tanah
air pun mulai bercorak Islam. Beberapa kerajaan bercorak Islam pertama di nusantara saat itu di
antaranya ialah Samudera Pasai, Perlak, Aceh Darussalam, Mataram, Gowa, Tallo, Ternate
hingga Tidore di wilayah bagian Maluku.
Dalam sebuah tulisan di digital Library UIN Surabaya juga disebutkan bahwa lokasi
tersebut dianugerahkan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan bersama putranya
Panembahan Senapati. Lokasi tersebut diberikan sebagai bentuk jasa mereka dalam
keikutsertaannya dalam pertempuran yang mengalahkan Adipati Jipang Panolan dan Arya
Penangsang. Setelah diberikan, daerah itupun dibersihkan oleh Ki Ageng Pemanahan. Tanah
yang diberikan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan tersebut merupakan sebuah hutan
atau mentaok yang terletak di kota Gede, Yogyakarta. Berawal dari wilayah inilah, Kesultanan
atau Kerajaan Mataram Islam terus berkembang dan mencapai puncak kejayaannya.
Sebuah sumber tulisan menambahkan jika Jawa sebenarnya Jawa bisa dikuasai oleh
Kesultanan Mataram Islam ketika Sultan Agung atau Raden Mas Rangsang masih yang
memimpin pada tahun 1613 hingga 1645 jika para pendahulunya berhasil mengambil ibu kota di
wilayah Kotagede. Selanjutnya Sultan Agung bisa mengambil ibukotanya di wilayah Kera atau
Kerta.
Kejayaan Kerajaan Mataram saat itu juga tidak terlepas dari kekuatan Panembahan
Senapati yang berhasil lepas dari cengkaraman Pajang. Runtuhnya Kerajaan Pajang juga menjadi
puncak kejayaan dari Kerajaan Mataram. Seorang sastrawan juga menjelaskan jika Panembahan
Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara lebih besar di sepanjang
Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Tak sampai di situ saja, wilayah
kekuasaan Kerajaan Mataram juga makin meluas dari Jipang, Madiun, Kediri, Ponorogo,
Magetan hingga Pasuruan. Di wilayah barat, Kerajaan Mataram Islam juga berhasil menaklukan
wilayah Cirebon dan Galuh pada tahun 1595. Di tahun 1957, Panembahan Sanepati berusaha
menaklukkan Banten, sayangnya usaha tersebut gagal karena transportasi air yang sangat kurang.
Seiring berkembangnya wilayah kekuasaan yang berhasil ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam,
kekuatan militer serta berbagai aspek di bidang kehidupan di kerajaan ini pun semakin maju.
Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun
1613 hingga 1645 M, kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram semakin berada di puncak. Di
eranya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa.
Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung juga
berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu. Beberapa di antaranya ialah
pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan masih banyak lagi. Di
masa kepemimpinannya, Sultan Agung memiliki beberapa kebijakan penting dalam bidang
ekonomi yang diusungnya yakni sektor pertanian, fiskal dan juga moneter.
Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah
kepada petani dan membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan. Adapun dalam
urusan fiskal, Sultan Agung mengatur regulasi pajak yang tidak memberikan beban kepada
rakyat. Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga keuangan untuk
mengelola dana kerajaan. Di bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan Agung juga
menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam. Tak hanya itu, ulama pada kala itu juga
diberikan ruang untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung juga
menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal
tersebut merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah.
Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat
berperan dalam memajukan kesenian wilayahnya. Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian,
gamelan hingga wayang sangat berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Agung. Selain
mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut serta dalam menghasilkan karya seni
berupa Serat Sastra Gendhing. Sastra bahasa di zaman tersebut juga semakin berkembang ketika
Sultan Agung mulai memberlakukan penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta
hingga Jawa Timur. Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya
provinsi dengan memilih adipati sebagai kepala wilayah di setiap daerah yang dikuasai Mataram.
Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam dimulai ketika Sultan Agung kalah dalam sebuah
misi yang bertujuan untuk merebut Batavia. Saat itu Sultan Agung berjuang menaklukkan
seluruh wilayah Jawa dari tangan Belanda. Setelah peristiwa kekalahan tersebut, aspek ekonomi
para masyarakat di Kesultanan Mataram Islam semakin melemah karena banyak masyarakat
yang dikerahkan untuk menghadapi perang. Dengan demikian, pihak kerajaan serta masyarakat
pun tidak mampu lagi memperbaiki kondisi ekonomi yang terjadi kala itu.
Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam juga disebabkan oleh adanya rasa dendam dan
juga permusuhan dari Wangsa Sailendra kepada Jawa yang tidak pernah berhenti. Permusuhan
ini terus menerus terjadi hingga Wangsa Isana meraih kekuasaan selanjutnya. Saat Mpu Sindok
memimpin pemerintahan di Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang untuk menyerang
wilayahnya. Pada akhirnya pertempuran pun terjadi di wilayah Anjuk Ladang yang sekarang
telah dikenal dengan sebutan kota Nganjuk, Jawa Timur. Pertempuran itupun dimenangkan oleh
kubu Mpu Sindok.
Kerajaan Mataram Islam yang merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di tanah air tentulah
memiliki banyak barang peninggalan. Barang peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam selain
menjadi situs atau sumber sejarah kepada para generasi di tanah air juga bisa menjadi tempat
wisata. Berikut ini merupakan beberapa sumber sejarah sekaligus peninggalan Kerajaan
Mataram Islam yang masih bisa ditemui hingga hari ini.
Masjid Gedhe Mataram
Tak ada biaya masuk untuk mengunjungi masjid ini. Para wisatawan hanya perlu memberikan
infak seikhlasnya di kotak infak masjid. Jangan lupa, jika ingin mengunjungi tempat ini maka
Anda wajib untuk memakai pakaian adat Jawa yang bisa di sewa di lokasi. Jika ingin menikmati
pemandangan silahkan berkeliling di area makam Raja-raja Mataram. Tempat wisata makam ini
dibuka untuk para wisatawan pada hari tertentu saja yaitu hari Senin, Kamis, Jumat dan Minggu.
Tempat wisata akan dibuka mulai pukul 13.00 hingga 16.00 WIB.
Between Two Gates
Di area ini Anda akan melihat rumah-rumah Joglo yang bernuansa Jawa Kuno dan masih dihuni
oleh para warga setempat hingga sekarang. Dinamakan Between Two Gates karena area ini
diapit oleh dua gerbang. Selain bisa menikmati nuansa Jawa Kuno, di tempat ini Anda juga bisa
menemukan banyak spot foto untuk berfoto instagenik.
Nuansa jadul dan arsitektur yang sangat unik menjadikan tempat ini sangat cocok untuk
berswafoto. Tak hanya itu nuansa tenang, damai dan nyaman akan membuat Anda semakin betah
di sini. Untuk menikmati semuanya itu Anda cukup berdonasi seikhlasnya saja. Jika ingin
mampir di tempat wisata ini, para pengunjung wajib parkir di luar lokasi karena adanya larang
untuk menyalakan mesin motor. Bahkan, untuk warga tetap di wilayah ini mesti mendorong
mereka hingga ke depan gerbang terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga
pelestarian permukiman tradisional di dalam wilayah Between Two Gates.
Benteng Cepuri