Anda di halaman 1dari 13

A.

Judul : Uji Efektivitas Senyawa Tanin Pada Daun Jambu Biji


Sebagai Antibakteri Staphylococcus aureus
B. Latar Belakang Masalah.
Senyawa tanin merupakan senyawa polifenol yang berada di tumbuhan,
makanan dan minuman (Makkar and Becker, 1998) dapat larut dalam air dan
pelarut organik (Haslam, 1996). Tanin dapat diperoleh dari hampir semua
jenis tumbuhan hijau baik tumbuhan tingkat rendah maupun tingkat tinggi
dengan kadar dan kualitas yang bervariasi. Tanin merupakan senyawa
polifenol yang sangat kompleks. Oleh karena adanya gugus fenol, maka tanin
dapat bereaksi dengan formaldehid (polimerisasi kondensasi) membentuk
produk thermosetting yang dapat digunakan sebagai bahan perekat.
Efektivitas antibakteri senyawa tanin yang terdapat dalam tumbuhan
misalnya daun jambu biji salah satunya dipengaruhi oleh konsentrasi tanin.
Semakin tinggi kadar tanin aktivitas antibakteri akan meningkat. Hasil penelitian
Faharani (2008) menunjukkan bahwa ekstrak air daun jambu bijimemliki aktivitas
sebagai antibakteri terhadap S. aereus pada konsenrasi 40%, sedangkan pada E.
coli hasil ekstrak tidak menunjukkan aktivitas penghambat pada konsentrasi 40%
dan senyawa aktif yang diduga memiliki aktivitas antibakteri adalah flavonoid,
tanin dan saponin. Dan pada daun jambu biji mengandung tanin sebesar 9 % yang
dapat digunakan sebagai antibakteri.
Pada penelitian ini akan ditekankan untuk mengetahui potensi senyawa tanin
yang terdapat dalam daun jambu biji yang diduga mempunyai kemampuan
sebagai antibakteri. Pemisahan senyawa tanin salah satunya dipengaruhi oleh
pelarut, sehingga dalam penelitiaan ini digunakan variasi pelarut dan pelarut yang
digunakan adalah pelarut yang bersifat polar kerena tanin merupkan senyawa
polar. Pemilihan metode aktivitas tanin yang diekstrak dengan pelarut yang
berbeda adalah untuk mengetahui pelarut yang dapat mengekstrak tanin dengan
kadar tertinggi yang selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya Staphylococcus
aureus. Dalam hal ini yang akan diteliti ialah daun jambu biji, yang dimana
kandungan daun jambu biji mengandung tanin yang dapat digunakan sebagai
antibakteri. Dalam hal ini peneliti berniat membuat “Uji Efektivitas Senyawa
Tanin Pada Daun Jambu Biji Sebagai Antibakteri Staphylococcus aureus.”
C. Rumusan Masalah
Seberapa efektif tanin pada daun jambu biji yang digunakan sebagai
antibakteri ?
D. Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui seberapa besar efektivitas senyawa
tanin pada daun jambu biji sebagai antibakteri Staphylococcus aureus.
E. Luaran Yang Diharapkan.
Hasil dari penelitian program kretivitas mahasiswa (PKM) ini dapat
memberikan informasi tentang kegunaan senyawa tanin pada daun jambu biji
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat (1) memberikan manfaat bagi masyarakat
untuk menambah informasi mengenai bahan alami yang dapat digunakan sebagai
obat tradisi, (2) dapat mengurangi penyebarluasan infeksi bakteri Staphylococcus
aureus dan mengurangi jumlah penderita penyakit yang disebabkan bakteri ini,
serta (3) dapat menciptakan surnber penghasilan baru bagi dunia farmasi

G. Tinjauan Pustaka
G.1. Jambu Biji
Jambu batu (Psidium guajava) atau sering juga disebut jambu biji, jambu
siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil, disebarkan
ke Indonesia melalui Thailand. Jambu batu memiliki buah yang berwarna hijau
dengan daging buah berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah
jambu batu dikenal mengandung banyak vitamin C.

Gambar 1 Jambu Biji


Klasifikasi Ilmiah Jambu biji
Kingdom : Plantae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava
G.1.1. Kandungan Kimia Jambu Biji
Daun mengandung minyak atsiri yang terdiri dari limonen, kariofilen, dan
tanin. Kulit batang mengandung 0,4% campuran stereoisomer dari leukosiaidin,
asam elagat (sedikit), banyak mengandung amritosid. Kulit akar mengandung zat
samak tipe galat. Buah yang belum masak mengandung kuertesin, guajaverin,
asam galat dan buah yang masak mengandung asam elagat, dan sedikit
leukosianidin.
Kandungan jambu biji adalah lemak, damar, minyak atsiri, garam mineral,
avikuralin, dan guajaverin. Daun, kulit batang, dan buah jambu biji mengandung
tanin. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa kandungan jambu biji adalah
tanin, minyak atsiri dan flavonoid

G.2. Tanin
Tanin dapat digunakan sebagai antibakteri karena mempunyai gugus fenol,
sehingga tanin mempunyai sifat-sifat seperti alkohol yaitu bersifat antiseptik yang
dapat digunakan sebagai komponen antimikroba. Tanin merupakan senyawa yang
dapat mengikat dan mengendapkan protein berlebih dalam tubuh. Pada bidang
pengobatan tanin digunakan sebagai obat diare, hemostatik (menghentikan
pendarahan), dan wasir (Naim, 2004). Siswantoro (2006) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa tanin yang terdapat dalam tanaman dapat digunakan untuk
membunuh bakteri baik pada Streptococcus pyogenes maupun Pasteurella multocida
secara in vitro.
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk polimer yang tidak larut dalam air. Tanin merupakan
senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan yang terpisah dari protein
dan enzim sitoplasma. Senyawa tanin tidak larut dalam pelarut non polar,
seperti eter, kloroform dan benzena tetapi mudah larut dalam air, dioksan, aseton, dan
alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat (Harborne, 1987).

Gambar 2. Strukktur Senyawa Tanin

Tanin adalah suatu nama deskriptif umum untuk satu kelompok subtansi
fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan,
suatu sifat yang dikenal dengan astringent. Tanin terbentuk dari senyawa fenol yang
berikatan atau bergabung dengan senyawa fenol-fenol yang lain sehingga membentuk
polifenol dan pada akhirnya membentuk senyawa tanin (Pansera, 2004). Monomer
tanin adalah digallic acid dan D-glukosa, ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa
polifenol yang sangat komplek dan biasanya bergabung dengan karbohidrat, dengan
adanya gugus fenol maka tanin akan dapat berkondensasi dengan formaldehid
(Linggawati, 2002).
Tanin merupakan himpunan polihidroksi fenol yang dapat dibedakan dari
fenol-fenol lain karena kemampuannya untuk mengendapkan protein. Tanin
mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor. Tumbuhan yang
mengandung tanin banyak jenisnya diantaranya adalah daun teh, daun jambu biji, dan
daun jambu biji(Averrhoa bilimbi L.). Bahan aktif pada daun jambu bijiyang dapat
digunakan sebagai anti diare dan antipiretik salah satunya adalah tanin. Tanin pada
saat ini sudah banyak diisolasi dari tanaman dan dapat dijumpai di pasaran berupa
bubuk atau serbuk putih kekuningan, amorf, beraroma khas. Tanin atau asam tannat
biasanya mengandung H2O 10 % (Pansera dkk, 2004). Senyawa tanin yang
menimbulkan rasa sepat pada jambu biji dapat dimanfaatkan untuk memperlancar
saluran pencernaan dan sirkulasi darah serta dapat menyerang virus (Savitri, 2008).
G.2.1Tanin Sebagai Antibakteri
Tanin diduga berperan sebagai antibakteri karena memiliki kemampuan
membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen, jika
terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan protein kemungkinan protein akan
terdenaturasi sehingga metabolisme bakteri menjadi terganggu (Makkar, 1991).
Tanin merupakan growth inhibitor sehingga banyak mikroorganisme yang dapat
dihambat pertumbuhannya oleh tanin. Buah-buahan yang telah matang umumnya
lebih peka terhadap serangan mikroba daripada yang masih muda, hal ini
kemungkinan disebabkan menurunnya kandungan tanin dalam buah tersebut.
Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba adalah protein dan protein akan mengendap
oleh tanin sehingga enzim tersebut tidak akan aktif (Winarno, 1981).
Tanaman diduga memproduksi tanin sebagai upaya pertahanan melawan
jamur dan bakteri pathogenik serta melawan pemakannya seperti serangga dan
herbivora. Tanin juga banyak digunakan dalam industri kulit untuk mencegah
pembusukan, terdapat beberapa peneliti berpendapat mengenai mekanisme
antimikroba senyawa tanin. Vargaz (2002) menyebutkan bahwa aktivitas
antimikroba tanin kemungkinan berhubungan dengan penghambatan enzim
antimikroba seperti celulase pektinase dan xylonase selain itu tanin juga dapat
meracuni membran sel. Senyawa tanin dapat menghambat dan membunuh
pertumbuhan bakteri dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi
enzimenzim esensial dan destruksi atau inaktivasi fungsi dan materi genetik.
Tanin berperan sebagai antibakteri karena dapat membentuk komplek dengan
protein dan interaksi hidrofobik, jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin
dengan protein enzim yang terdapat pada bakteri maka kemungkinan akan
terdenaturasi sehingga metabolisme bakteri terganggu, selain itu dengan adanya
tanin (asam tanat) maka akan terjadi penghambatan metabolisme sel, mengganggu
sintesa dinding sel, dan protein dengan mengganggu aktivitas enzim.
Tanin dapat dibentuk dengan kondensasi derivatif flavon yang
ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman. Tanin juga dapat dibentuk
dengan polimerisasi unit quinon. Konsumsi minuman yang mengandung tanin,
terutama teh hijau dan anggur merah dapat mengobati atau mencegah sejumlah
penyakit. Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel fagositik,
host-mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti-infektif telah ditetapkan
untuk tanin. kemampuan molekul tanin adalah membentuk kompleks dengan
protein melalui kekuatan non-spesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik
sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja aksi antimikroba tanin
dapat terjadi karena berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktivasi
adhesin mikroba, enzim, protein transport cell envelope (Naim, 2005).
G.3. Staphylococcus aureus

Gambar 3. Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora
dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan
diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC
dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal
manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit.
Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang
menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier.
Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya
perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid
atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya
bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini
disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang
mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang
menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan
dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini
terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai
bakteri dan fagositosis terhambat.
Staphylococcus aureus dapat membentuk toksin penyebab muntah yang
bersifat tahan panas. Tangan dan rongga hidung adalah sumber S. aureus terbesar
sehingga hindari kebiasaan buruk seperti memegang hidung, batuk dan
menggaruk wajah saat mengolah makanan. Keracunan oleh S. aureus kebanyakan
terjadi pada makanan yang telah dimasak, karena bakteri lain yang dapat
menghambat pertumbuhannya sudah berkurang (mati oleh pemasakan). Bakteri
ini ada di mana-mana (udara, debu, air, dll) dan flora normal pada berbagai bagian
tubuh manusia terutama pada kulit, hidung dan mulut sehingga sangat mudah
merekontaminasi makanan yang sudah dimasak.
Bakteri ini memproduksi toksin (enterotoksin) yang bersifat stabil
terhadappemanasan (termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-
enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan. Selain enterotoksin,
dia juga memproduksi hemolisin (toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel
darah merah). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin
ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu
dan produk olahannya. Sementara itu keberadaan bakteri S.aureus dan toksin yang
dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara visual karena tidak
menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan. Jika makanan yang
mengandung enterotoksin masuk ke dalam saluran pencernaan dan mencapai usus
halus, toksin akan merusak dinding usus halus. Keracunan makanan oleh
enterotoksin memiliki masa inkubasi yang pendek (hanya beberapa jam) dengan
gejala-gejala mual, sakit perut, muntah-muntah mendadak, dan diare, tanpa diikuti
demam. Muntah-muntah dapat terjadi tanpa diare dan sebaliknya diare dapat
terjadi tanpa muntah-muntah. Gejala lain yang sering menyertai ialah sakit kepala,
kejang otot perut, kulit dingin dan penurunan tekanan darah.

G.4.Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan bakteri. Antibakteri dalam definisi yang luas adalah suatu zat yang mencegah
terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Antibiotik maupun antibakteri sama-
sama menyerang bakteri, kedua istilah ini telah mengalami pergeseran makna selama
bertahun-tahun sehingga memiliki arti yang berbeda. Antibakteri biasanya dijabarkan
sebagai suatu zat yang digunakan untuk membersihkan permukaan dan menghilangkan
bakteri yang berpotensi membahayakan (Volk and Wheeler, 1993).
Antibakteri adalah jenis bahan tambahan yang digunakan dengan tujuan
untuk mencegah kebusukan atau keracunan oleh mikroorganisme pada bahan
pangan. Beberapa jenis senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah
sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai medium
dan esternya, sulfur dioksida dan sulfit, nitrit, senyawa kolagen dan surfaktan,
dimetil karbonat dan metil askorbat. Antibakteri alami baik dari produk hewani,
tanaman maupun mikroorganisme misalnya bakteriosin (Luthana, 2008). Zat
antibakteri dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), baktei static
(menghambat pertumbuhan bakteri), dan germisidal (menghambat germinasi
spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikrobia dalam menghambat
pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya : 1)
konsentrasi zat pengawet, 2) jenis, jumlah ,umur, dan keadaan mikrobia, 3) suhu,
4) waktu, dan 5) sifat-sifat kimia dan fisik makanan termasuk kadar air, pH, jenis
dan jumlah komponen di dalamnya (Luthana, 2008).
H. Metode Penelitian
H.1. Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan metode eksperimen dengan tahap-
tahap sebagai berikut: preparasi sampel, ekstraksi senyawa tanin dengan metode
maserasi dengan variasi pelarut, uji kadar tanin hasil ekstraksi dengan metode
Lowenthal-Procter, uji aktivitas antibakteri dari hasil ekstrak terbaik, dan analisis
data.
H.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Negeri
Medan, Jl. Williem Iskandar, Pasar V Medan Estate Sumatera Utara.

H.3. Alat dan Bahan


H.3.1. Alat.
Alat yang digunakan untuk proses ekstraksi dan penentuan kadar tanin
dalam penelitian ini adalah kertas saring, neraca analitik, seperangkat alat gelas,
corong pisah, rotary evaporator dan buret. Alat yang digunakan untuk uji
antibakteri adalah cawan petri, tabung reaksi, kertas, kapas, botol media, jarum
ose, pinset, inkubator, kompor listrik, autoklaf, bunsen, pipet mikro dan penggaris
H.3.2. Bahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jambu bijiyang
masih muda. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah
metanol p.a, aseton p.a, etanol p.a, kloroform p.a, etil asetat p.a, FeCl3 1%,
formalin, HCl, larutan gelatin, indikator indigokarmin, KMnO4, Na-oksalat dan
Asam askorbat, Bahan yang digunakan untuk uji antibakteri adalah nutrien agar, alkohol
90%, kertas wathman, aquades steril, wrap serta biakan bakteri S. aureus
H.4. Prosedur Penelitian
H.4.1. Preparasi Sampel
Sampel daun jambu biji dicuci dengan air kemudiaaan dipotong kecil-kecil dan
dikeringkan didalam oven pada suhu 60ºC selama 5 jam, selanjutnya didinginkan dan
dihaluskan sampai menjadi bubuk.
H.4.2. Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi
Sampel sebanyak 50 gram direndam menggunakan 400 ml pelarut metanol
p.a dan ditambah 10 ml asam askorbat, didiamkan selama 2 x 24 jam dengan
beberapa kali pengocokan yang dibantu dengan menggunakan shaker, kemudiaan
disaring, ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary
evaporator, kemudiaan ekstrak pekat diekstraksi kembali dengan 25 ml kloroform
menggunakan corong pisah sehingga terbentuk dua lapisan dan dilakukan
pengulangan 4 kali.
Lapisan bawah (kloroform) dipisahkan dan lapisan air diekstraksi dengan
etil asetat 25 ml sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan etil asetat (atas)
dipisahkan dan lapisan air (bawah) dan dipekatkan kembali dengan menggunakan
rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak tanin (Nuraini, 2002). Perlakuan di
atas diulang untuk pelarut air hangat (aquades yang dipanaskan pada
suhu pemanasan 50 ºC), etanol p.a dan aseton : air (7:3).
H.4.3. Uji Tanin
Ekstrak daun jambu bijidari masing-masing pelarut diambil sebanyak 3 ml
dan dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Ekstrak pada tabung pertama
direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%. Jika larutan mengandung senyawa
tanin akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua
ditambahkan dengan larutan gelatin jika terbentuk endapan putihsenyawa positif
mengandung tanin. Pada tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin
katekol dan galat dengan cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3% :
asam klorida (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90ºC jika
terbentuk endapan merah muda merupakan tanin katekol. Filtratdipisahkan
dengan disaring dan dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1%
adanya tanin galat ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.
Uji tanin dilakukan pada setiap ekstrak yang diperoleh dalam setiap tahapan
ekstraksi (Widowati, 2006).
H.4.4. Uji Kadar Tanin Metode Lowenthal – Procter (Sudarmadji, 1997)
Sebanyak 1 gram ekstrak ditambah 100 ml aquades, kemudiaan diambil
50ml ditambah dengan 2 ml larutan indigokarmin kemudian dititrasi dengan
larutan KMnO4 0,1 N sampai warna kuning emas (A ml). Selanjutnya diambil 50
ml ditambah berturut-turut 10 ml larutan gelatin, 20 ml larutan NaCl jenuh, 2
gram serbuk kaolin kemudian digojok kuat-kuat selama beberapa menit dan
disaring. Filtrat dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 2 ml dan
selanjutnyatitrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N ( B ml). Standarisasi larutan
KMnO4 dengan Na - Oksalat.

Perhitungan : 1 ml KMnO4 0,1 N = 0,00416 g tanin


Kadar tanin = (50 A – 50 B) x 0,00416 x 100 %
Berat sampel
(A-B) : Banyaknya KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi.
A : Senyawa Tanin
B : Senyawa Non Tanin

H.4.5 Uji Antibakteri


H.4.5.1. Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu
dengan cara semua alat dibungkus menggunakan kertas dan disterilkan dalam
autoklaf pada 121oC dengan tekanan 15 psi (per square inci) selama 15 menit.
Alat yang tidak tahan terhadap panas tinggi disterilkan dengan alkohol 90 %.
H.4.5.2. Pembuatan Media Padat
Pembuatan media dilakukan dengan cara 2 g nutrien agar dilarutkan dalam
100 ml aquades. Suspensi yang dihasilkan dipanaskan sampai mendidih,
kemudian dimasukkan dalam beberapa tabung reaksi masing-masing sebanyak 10
ml dan 5 ml kemudian ditutup dengan kapas. Proses ini dilakukan di dekat nyala
api. Tabung-tabung tersebut kemudian disterilkan dalam autoklaf pada 1210C
dengan tekanan 15 psi selama 15 menit kemudian tabung reaksi yang berisi 5 ml
NA diletakkan dalam posisi miring sampai padat pada suhu ruang (Volk and
Wheeler, 1993).
H.4.5.3. Peremajaan Biakan Murni
Biakan murni bakteri diremajakan pada media Nutrien Agar yang
diletakkan dalam posisi miring dengan cara menggoreskan jarum ose yang
mengandung bakteri S. aureus secara aseptis yaitu dengan mendekatkan mulut
tabung pada nyala api saat menggoreskan jarum ose. Kemudian tabung reaksi
ditutup kembali dengan kapas dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 0C
dalam inkubator.
H.4.5.4 Pembuatan Biakan Aktif
Satu ose hasil peremajaan biakan murni bakteri dibiakkan dalam 10 mL
Nutrient Broth dihomogenkan dan diinkubasi selama 24 jam. Larutan ini
berfungsi sebagai biakan aktif.
H.4.5.5 Uji Antibakteri
Media padat yang telah dipanaskan hingga mencair, didinginkan sampai
suhu ± 40 0C, dan dituang dalam cawan petri steril yang telah ditambahkan 0,1
mL larutan biakan aktif bakteri, dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat.
Kertas cakram (diameter 5 mm) diresapkan dalam ekstrak dan kontrol. Proses
peresapan dilakukan dengan cara meneteskan 20 μL kontrol positif (penisilin dan
streptomisin), kontrol negatif (pelarut) dan ekstrak tanin dari pelarut terbaik
(Zakaria et al., 2007). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.
Pembacaan awal dapat dilakukan setelah 6-8 jam. Diameter zona hambatan yang
terbentuk diukur menggunakan penggaris (Volk and Wheeler, 1993). Uji
antibakteri dilakukan dengan menggunakan ekstrak terbaik ekstrak tersebut diuji
untuk mengetahui efektifitas senyawa antibakteri pada daun jambu biji (kosentrasi
ekstrak 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 mg/mL) dan zona hambatan
diukur dengan cara mengurangi diameter keseluruhan (cakram + zona hambatan)
dengan diameter cakram. Sehingga dapat diketahui nilai konsentrasi dari tanin
yang dapat menghambat bakteri. Pada penelitian ini kontrol positif penisilin
(konsentrasi 25 mg/mL) digunakan untuk bakteri S. aureus (Soetan et al., 2006),
dan kontrol negatif adalah pelarut yaitu dengan meresapakan 20μl pelarut
kedalam cakram.
H.4.6. Analisis Data
Analisis Data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan
data-data yang diperoleh dalam bentuk tabel untuk mengetahui nilai konsentrasi
tanin dari masing-masing pelarut dan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari
pelarut terpilih digunakan uji statistik dengan uji BNT 1 %.
Jadwal Kegiatan Program

Jadwal kegiatan selama pelaksanaan kegiatan ini diuraian dalam Bar-chart


berikut ini:

N Uraian Kegiatan Bulan Ke-


o
I II III IV

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

1. Koordinasi dengan dosen


pendamping

2. Menyusun rencana kegiatan

3. Mempersiapkan alat dan bahan

2 Pelaksanaan

1. Ekstraksi Tanin dengan


Metode Maserasi

2. Uji Tanin

3. Uji Kadar Tanin Metode


Lowenthal – Procter

4. Uji Antibakteri

a) Sterilisasi Alat

b) Pembuatan Media
Padat
c) Peremajaan Biakan
Murni
d) Pembuatan Biakan
Aktif

e) Uji Antibakteri

5. Analisis Data

3 Penyusunan Laporan

Anda mungkin juga menyukai