Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH MASUKAN PANAS SAMBUNGAN LAS ERW

TERHADAP KEKERASAN MATERIAL PIPA BAJA


API 5L – GR.B (Diameter 10” dan Tebal 9.30 mm)

Oleh
Koos Sardjono KP*)

Abstrak
Salah satu proses terpenting dalam industri logam, permesinan dan manufaktur adalah proses
penyambungan logam. Penggunaan teknologi las seperti pada pipa baja, menuntut mutu
pengelasan yang baik yang sesuai dengan Welding Procedure Specification .
Dalam banyak kasus sambungan las pada logam baja, sering dijumpai timbulnya gejala
retak. Retak dalam pengelasan dapat terjadi kerana pengaruh siklus termal, salah dalam
pemilihan parameter las, atau akibat dari design - fault. Fenomena ini akan berpengaruh
terhadap ukuran butir, sturktur mikro dan tegangan sisa yang akhirnya mempengaruhi terhadap
sifat mekanis sambungan las. maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter masukan panas pada proses pengelasan
dengan metode ERW terhadap material pipa baja API 5L–Gr. B adalah sebesar 84.670 Joule/mm
tidak berpengaruh terhadap sifat mekanis dalam hal ini nilai kekerasan Vickers di Base Metal
(BM), Heat Affected Zone (HAZ) dan di Weld Metal (WM).

Kata kunci: pipa baja API 5L–gr.B, pengelasan ERW, masukan panas, nilai kekerasan

I. PENDAHULUAN

Salah satu proses terpenting dalam industri logam, permesinan dan manufaktur adalah
proses penyambungan logam. Penggunaan teknologi las seperti pada pipa baja, menuntut
mutu pengelasan yang baik.
Dalam banyak kasus sambungan las pada logam baja, sering dijumpai timbulnya
gejala retak dan patah getas. Patah getas umumnya terjadi sewaktu temperatur lingkungan
turun dengan drastis. Kebanyakan teknisi/operator las tidak sabar, untuk mempersingkat
waktu pengerjaan mereka memberikan nilai masukan panas tinggi, ini mengakibatkan
terjadinya siklus termal pada logam sangat cepat terutama disekitar logam lasan.
Fenomena ini akan berpengaruh terhadap ukuran butir, sturktur mikro dan tegangan
termal yang akhirnya mempengaruhi terhadap sifat mekanis sambungan las.
Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan
besaran masukkan panas (head input) terhadap sifat mekanis sambungan las.
Untuk itu diperlukan beberapa pengujian terhadap sampel sambungan las yang terdiri
dari:

*)
Peneliti Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur – BPPT
a. Pengujian Tidak Merusak (Non Destructive Test)
Tujuan pengujian adalah untuk mengetahui kondisi cacat pengelasan, yang
dilakukan dengan metode radiografi.
b. Pengujian Merusak (Destructive Test)
Tujuan pengujian adalah untuk mengetahui sifat mekanis sambungan las terhadap
beberapa tipe pembebanan. Pengujian yang dilakukan antara lain: uji pukul takik
(impact test), uji tarik (tensile test), uji kekerasan (hardness test), dan pemeriksaan
metalografi (metallography examination).

II. BAHAN DAN METODE

Pengelasan adalah suatu proses penyambungan dua atau lebih logam menjadi satu
akibat panas dan atau tanpa pengaruh tekanan. Definisi lain adalah ikatan metalurgi yang
ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Sebelum atom-atom tersebut
membentuk ikatan, permukaan yang menjadi satu perlu bebas dari gas yang terserap atau
oksida-oksida. Bila dua permukaan yang rata dan bersih ditekan, beberapa kristal akan
tertekan dan bersinggungan. Bila tekanan diperbesar, daerah singgung ini bertambah luas,
lapisan oksida yang rapuh, pecah logam mengalami deformasi plastik. Batas antara dua
permukaan kristal dapat menjadi satu dan terjadilah sambungan, proses ini disebut
pengelasan dingin.Sampai saat ini telah berhasil dikembangkan kurang lebih empat puluh
jenis proses pengelasan yang berbeda, tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
a. Proses pengelasan busur listrik (Arc Welding Proses).
b. Proses pengelasan gas (Gas Welding Proses).
c. Proses pengelasan tahanan listrik (Electric ResisitanceWelding).

2.1 Las Resistansi Listrik (Electric Resistance Welding)

Dalam bab ini hanya dibahas mengenai las resistansi listrik karena pengelasan yang
digunakan untuk pembuatan pipa pada BPI menggunakan Electric Resistance Welding
(ERW). Proses pengelasan las resistansi listrik yaitu dengan menggunakan arus yang
cukup besar dialirkan melalui logam sehingga menimbulkan panas pada sambungan, dan
dibawah pengaruh tekanan dan pengaturan hambatan listrik sehingga terbentuklah
sambungan las. Transformator yang terdapat dalam mesin las merubah tegangan arus
bolak - balik dari 110-220 V menjadi 4-12 V dan arusnya menjadi cukup besar sehingga
menghasilkan panas yang diperlukan. Bila arus mengalir dalam logam, panas timbul
didaerah ujung elektrode dengan tahanan listrik yang terbesar, yaitu pada batas
permukaan kedua logam atau lembaran dan terjadilah sambungan las. Besar arus yang
diperlukan didaerah sambungan bekisar antara 50-60 MVA/m2 dengan tenggang waktu
sekitar 12 m/menit, tekanan yang diperlukan berkisar antara 30-50 MPa.
Las resistansi listrik ini pada dasarnya merupakan proses penyambungan lembaran
tipis. Pada proses ini sambungan mengalami tekanan selama proses pemanasan yang
diatur dengan cermat dan prosesnya sendiri berlangsung secara cepat. Hampir semua
logam dapat dilas dengan las resistansi listrik, meskipun ada beberapa logam seperti
timah putih, seng dan timbel agak sulit dilas. Pada pengelasan resistansi listrik ada tiga
faktor yang perlu diperhatikan:
a. Besarnya arus listrik yang dipergunakan untuk pengelasan.
b. Besarnya tahanan arus listrik yang digunakan dalam pengelasan.
c. Waktu yang digunakan dalam siklus pengelasan.
Sehingga besarnya masukan energi panas yang dihasilkan dapat dihitung dengan rumus:
Q = η . I 2. R . t ( Joul /m )
Dengan:
η = Efisiensi pengelasan (0,7)
I = Arus listrik (A)
R = Tahanan listrik (Ohm)
t = Waktu siklus pengelasan (sekon)
Untuk mendapatkan hasil yang baik ketiga variable diatas, perlu diperhatikan dan
ditentukan dengan cermat. Dan ketiga besaran sangat tergantung pada tebal bahan,
diameter elektroda dan tekanan yang digunakan. Proses Pengelasan Resistansi Listrik
meliputi:
2.1.1 Las Titik (Spot Welding)
Las titik merupakan cara las resistansi listrik dimana dua atau lebih lembaran logam
dijepit diantara elektroda dan logam. Kemudian siklus las mulai pada saat elektroda
bersinggungan dengan logam dibawah pengaruh tekanan sebelum arus dialirkan, waktu
yang singkat disebut waktu tekan, kemudian dialirkan arus bertegangan rendah diantara
elektroda, logam yang saling bersinggungan menjadi panas dan suhu naik sampai
mencapai suhu pengelasan. Segera setelah suhu pengelasan dicapai tekanan antara
elektroda memaksa logam menjadi satu dan terbentuklah sambungan las.
Gambar 1 Distribusi Suhu pada Las Titik
2.1.2 Pengelasan Kampuh (Seam Welding)
Las kampuh adalah proses las yang menghasilkan sambungan las yang kontinyu pada dua
lembaran logam. Sambungan terjadi oleh panas yang di timbulkan tahanan. Arus
mengalir melalui lembaran logam yang ditekan antara dua buah elektroda bulat. Metode
ini merupakan pengelasan titik yang kontinyu. Pengelasan kampuh berkecepatan tinggi
digunakan arus bertindak sebagai interuptor.
Panas yang dihasilkan pada permukaan kontak elektroda adalah minimal karena
disini digunakan elektroda paduan tembaga dan panas berdesipasi dengan cepat karena
elektroda dan daerah las dialiri air. Jumlah panas yang terjadi pada permukaan batas
karena tahanan kontak dapat ditingkatkan dengan menurunkan tekanan elektroda variable
lain, yang berpengaruh adalah waktu pengelasan. Bila kecepatan pengelasan bertambah
maka panas yang dihasilkan akan berkurang.
Las kampuh digunakan dalam pembuatan wadah logam, knalpot kendaraan dan
spatbor, lemari es dan tangki bahan bakar. Keuntungan metode pengelasan ini adalah
disain yang rapi, penghematan bahan, sambungan yang rapat, sambungan yang rapat dan
biaya yang murah.

Gambar 2 Las Kampuh Tumpang


2.1.3 Pengelasan Kampuh Kontinyu (Continuous Seam Welding)
Proses inilah yang dipakai pada pembuatan pipa baja pada BPI. Proses ini biasanya
digunakan pada produk yang panjang dan sejenis. Cara kerjanya yaitu lembaran logam
ditekuk dengan tekanan yang telah ditentukan sehingga membentuk sudut 4o-7o. puncak
bentuk V yang terbuka meninggalkan kontak, sesuai arah gerakan. Aliran frekuensi tinggi
menyusuri daerah yang terlakolisasi pada sisi V satu dan lalu balik lagi pada sisi yang
lainnya yang menyebabkan efek kulit dan “proximiki”. Tahanan logam terhadap aliran
arus memanasi daerah tepi saja tidak sampai melebur kedalam. Kecepatan pengelasan
dan tingkat power disesuaikan sehingga dua tepi yang dilas selalu pada temperatur
welding ketika ditemukan. Pada saat tersebut, tekanan rol menekan tepi panas dan menset
tepi-tepi tersebut sehingga menghasilkan daerah pengelasan. Logam panas yang terdiri
dari impurities dari permukaan lembaran ditekan keluar dari sambungan dan terbentuklah
sambungan las yang kontinyu.

Gambar 3 Pengelasan Resistansi Tumpul secara Kontinyu pada Tabung

2.2 Uji Kekerasan Vickers (Vickers Hardness Test)

Pada uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya
berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan–permukaan piramid adalah 1360.
Sudut ini dipilih karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang
diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan
Brinell. Karena penumbukan piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan
piramida intan. Angka kekerasan piramid intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers
(VHV), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya,
luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat
ditentukan dengan persamaan:
DPH = 2P sin (θ/2)/L2 = 1.854 P/L2
Dengan:
P = Beban yang diterapkan (kgf)
2
L = Panjang diagonal rata–rata (mm )
θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136o).
Beban yang biasa digunakan pada pengujian Vickers antara 1 hingga 120 kg,
tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan
pemakaian metode Vickers adalah, uji kekerasan Vickers tidak dapat dipergunakan
secara rutin karena pengujian tersebut lambat, memerlukan permukaan benda uji yang
hati-hati dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar dalam penentuan diagonal.
Lekukan yang benar yang dibuat oleh penumbuk piramida intan harus berbentuk
bujur sangkar, akan tetapi sering terjadi penyimpangan pada penumbuk piramida
(Gambar 4). Lekukan bantal jarum pada Gambar 4b adalah akibat penurunan logam
disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan ini terjadi pada logam yang
dilunakkan mengakibatkan pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan
berbentuk tong pada gambar II.4c terdapat pada logam-logam yang mengalami proses
pengerjaan dingin. Bentuk demikian diakibatkan penimbunan keatas logam–logam
disekitar permukaan penumbuk. Ukuran diagonal pada kondisi demikian akan
menghasilkan luas permukaan kontak yang kecil, sehingga menimbulkan kesalahan
angka kekerasan yang besar. Sedangkan untuk lekukan yang sempurna dapat dilihat pada
gambar II.4a, dimana panjang diagonal rata–rata dapat ditentukan dengan tepat sehingga
dihasilkan kekerasan yang akurat. Karena nilai kekerasan mudah ditentukan dan tidak
merusak contoh,cara pengujian ini sering dimanfaatkan untuk pengendalian mutu pada
proses–proses perlakuan panas. Bila nilai kekerasan merata, dapat ditarik kesimpulan
umum bahwa sifat-sifat mekanismenya pun seragam.

(a) (b) (c)

Gambar 4 Tipe-Tipe Lekukan Piramida Intan


a. Lekukan yang sempurna
b. Lekukan bantal jarum.
c. Lekukan berbentuk tong
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan metode Vickers dijejak pada Weld
Metal, Heat Affected Zone (HAZ), Base Metal (BM) dengan menggunakan standar
pengujian ASTM A370 dengan beban yang diguinakan 10 kg dan ketentuan-ketentuan:
a. Kekerasan Base Metal, HAZ, Weld Metal tidak boleh melebihi 250 HV
b. Distribusi kekerasan antara daerah-daerah Base Metal, HAZ, Weld Metal
tidak boleh melebihi 50 HV
c. Test Frekuensi = 1 spl/Heat
Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Vickers, dimana diamond
pyramid digunakan sebagai indikator dengan sudut antara sisi-sisi puncak sebesar 136o
Tabel 1 Hasil Uji Kekerasan API 5L–gr.B
Base Metal HAZ FL HAZ Base Metal
No Posisi
I II III IV V VI VII
A 165.3 162.1 174.4 170.7 168.8 171.1 166.0
1 B 163.2 161.3 171.6 170.1 172.1 174.7 164.7
C 164.6 163.6 172.7 166.0 175.6 168.0 167.4
A 165.3 160.9 174.4 171.2 166.8 166.8 167.4
2 B 160.3 164.8 184.2 169.1 170.2 165.1 163.2
C 163.9 166.7 170.1 168.0 171.6 163.2 166.5
A 169.8 160.0 162.8 161.8 165.9 159.1 170.1
3 B 163.1 162.5 162.9 161.9 160.2 161.4 166.7
C 171.7 163.3 166.5 162.1 170.3 165.3 171.1

175
KEKERASAN

170
165
160
155
1 2 3 Rata2
Base Metal I Base Metal II Base Metal VI Base Metal VII

Gambar 5 Grafik Kekerasan vs Base Metal API 5L – gr. B

Tabel 2 Hasil Rata – Rata Uji Kekerasan API 5L – gr. B

Base Metal HAZ WM HAZ Base Metal


No Posisi
I II III IV V VI VII
1 A+B+C 3 164.3 162.3 172.9 168.9 172.1 171.2 166.0
2 idem 163.1 164.1 176.2 169.4 169.5 165.0 165.7
3 idem 168.2 161.9 164.0 161.9 165.4 161.9 169.3
Total Rata-rata 165.2 162.7 171.0 166.7 169 166.0 167

180
KEKERAS

175
170
AN

165
160
155
1 2 3 Rata2

HAZ III HAZ V

Gambar 6 Grafik Kekerasan vs HAZ API 5L – gr.B


170

KEKERASAN
165
160
155
1 2 3 Rata2

WELD METAL

Gambar 7 Grafik Kekerasan vs Weld Metal API 5L – gr.B


Dari data-data yang diperoleh dari uji kekerasan Vickers pada API 5L–gr.B
menunjukkan bahwa nilai kekerasan di BM (rata-rata 165 HV), HAZ (rata-rata 170 HV)
dan di WM (rata-rata 166,7 HV). Hal ini menunjukkan bahwa nilai kekerasan masing-
masing cukup tinggi sehingga baik Base Material (BM), Heat Affected Zone (HAZ) dan
Weld Metal (WM) masuk kedalam standar American Petroleum Institute (API) yang
mempunyai nilai kekerasan minimal 141,7 HV. Dari data parameter proses pengelasan
diperoleh informasi sebagai berikut:
Tabel 3 Data Parameter Pengelasan
Kuat Arus Voltage Kecepatan Las
No Benda uji
(Ampere) (Volt) (m/menit)
1 AP API 5L – gr. B 200 336 0,2

Sehingga masukan panas dihitung dengan panjang setiap pipa 6 m, adalah sebagai
berikut:
Q = η . I2 . R . t (Joule/m)
= 0,7.( 200 )2.336/200.6/0,2
= 84.670 Joule/mm

IV. KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan, pengujian dan pembahasan serta dari referensi yang ada, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Masukan panas yang terjadi pada proses pengelasan dengan metode ERW terhadap
material pipa baja API 5L–gr.B adalah sebesar 84.670 Joule/mm.
2. Pengujian kekerasan metode Vickers terhadap sampel material pipa baja spesifikasi
API 5L–gr.B, setelah mengalami pengelasan ERW tidak berpengaruh terhadap
masukan panas diatas, karena nilai kekerasan di Base Metal 165 HV, di Heat
Affected Zone 170 HV dan di Weld Metal 166,7 HV masih diatas nilai ambang
batas minimal stándar API 5L–gr.B (141,7 HV).
DAFTAR PUSTAKA

1. Amsted, B.H, Ostwald, P.F. Begeman, M.L., Djaprie, S., ”Teknologi Mekanik”,
Edisi Ketujuh, Versi SI, Jakarta: Erlangga, Januari 1985.
2. Wiryosumatro, Harsono, Prof, Dr, Ir, Okumura, Toshie, Prof, Dr, “Teknologi
Pengelasan Logam”, Jakarta paramita, 2000, Cetakan Kedelapan.
3. Dieter, G., Djaprie, S., “Metalurgi Mekanik”, Edisi Ketiga, Erlangga 1987

Anda mungkin juga menyukai