Anda di halaman 1dari 6

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-86335/PP/M.

VIA/99/2017

Jenis Pajak : Gugatan Pajak

Tahun Pajak : 2016

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat
Tergugat Nomor SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember

K
2016 tentang Surat Paksa atas Surat Tagihan Pajak Nomor
00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015, yang tidak disetujui oleh
Pengugat;

JA
Menurut Tergugat : bahwa gugatan Penggugat ini terkait pelaksanaan Surat Paksa Nomor
SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 yang
disampaikan KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga melalui Berita Acara

PA
Pemberitahuan Surat Paksa tanggal 26 Januari 2017 atas Surat Tagihan
Pajak Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015;

bahwa atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 telah
diterbitkan Surat Teguran Nomor ST-00690/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 10 Mei 2016 dan telah
dikirimkan melalui jasa ekspedisi tertanggal 18 Mei 2016 sesuai alamat Penggugat yang terdaftar

N
dalam masterfile SIDJP, yaitu Jl. XXX;

ILA
bahwa berdasarkan data administrasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Tiga
diketahui bahwa tidak terdapat upaya hukum atas STP Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28
September 2015 sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
AD
bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk
objek keberatan dan/atau banding sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sehingga pengajuan keberatan dan/atau banding atas
SKPKB Nomor 00034/207/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak serta merta menangguhkan
NG

jatuh tempo pembayaran STP Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015;

bahwa menurut Tergugat Surat Paksa yang diterbitkan atas STP sudah dilakukan sesuai dengan
ketentuan, karena ketika STP diterbitkan maka sudah menjadi utang pajak sehingga Tergugat sudah
melakukan penagihan aktif mulai dari diterbitkannya Surat Teguran sampai dengan penerbitan Surat
PE

Paksa, namun dokumen tersebut belum Tergugat dapatkan dari KPP terkait;

bahwa menurut Tergugat, STP terkait dengan SKP yang diatur dalam Pasal 18 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tidak dapat dilakukan upaya Pasal 36 ayat (1) huruf C Undang-
Undang KUP, tetapi bukan berarti tidak dapat melakukan upaya Pasal 36 ayat (1) huruf A Undang-
AT

Undang KUP;

bahwa sesuai dengan Undang-Undang KUP, untuk utang pajak di SKP, jika Wajib Pajak mengajukan
keberatan maka utang pajak tertangguh satu bulan setelah keputusan keberatan dan jika
mengajukan banding maka akan tertangguh lagi satu bulan setelah putusan banding. Namun, hal ini
RI

tidak berlaku apabila STP karena STP bukan merupakan objek keberatan. Upaya yang dapat
dilakukan atas STP adalah Pasal 36 Undang-Undang KUP. Dalam Pasal 36 tidak mengatur apakah
jika Wajib Pajak mengajukan upaya administratif Pasal 36 Undang-Undang KUP, maka utang pajak
TA

menjadi tertanggguh. Artinya, hal ini berbeda dengan SKP dimana ketika STP diterbitkan maka utang
pajak harus dilunasi;

bahwa Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP adalah terkait dengan pengajuan keberatan atas
SKPKB, dimana mengatur sebagai berikut “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka
RE

waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat
(7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding”;

bahwa Pasal 27 ayat (5b) mengatur “Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
K

permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a)”;
SE

bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (5a) adalah terkait dengan pengajuan keberatan atas SKPKB;

bahwa menurut Tergugat poin dalam Pasal 27 ayat (5a) adalah pada kalimat “.....jumlah pajak yang
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan...”. “jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan adalah jumlah pajak yang belum disetujui oleh Wajib Pajak dan jumlah pada
yang tidak disetujui memang bukan menjadi utang pajak sesuai dengan peraturan Pasal 25 ayat (8);
bahwa tanggapan Tergugat terkait dengan frasa “dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding,
jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)...”. Nilai pajak yang
dimaksud adalah yang tercantum di STP, SKP,dan SKPKBT;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, utang pajak adalah
pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan
yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan;

K
Menurut Penggugat : bahwa Surat Paksa yang diterbitkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Gambir Tiga atas tunggakan pajak yang tercantum dalam STP PPN
Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal

JA
28 September 2015, tanpa didahului dengan adanya Surat teguran, Surat
Peringatan, atau surat lain yang sejenis;

bahwa STP PPN Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak November

PA
2012 adalah sanksi denda yang timbul dari hasil penerbitan SKPKB PPN Nomor
00034/207/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak November 2012;

bahwa atas Surat Keputusan Keberatan Nomor KEP-00426/KEB/WPJ.06/2016 tanggal


20 Desember 2016 berkenaan dengan keberatan Penggugat atas SKPKB PPN Nomor
00034/207/12/029/15 tanggal 28 September 2015 Masa Pajak November 2012 telah Penggugat

N
ajukan banding pada Pengadilan Pajak, yang diterima oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 10
Januari 2017;

ILA
bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, atas STP PPN Nomor 00096/107/12/029/15
tanggal 28 September 2015, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Banding;
AD
bahwa Penggugat menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor 21/Penjelasan Gugatan/VII/2017
tanggal 18 Juli 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat
NG

Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagai berikut:

Pasal 2 : Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat:


Huruf c : mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
PE

Bagian Keempat : Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar;

Pasal 17 ayat (1) : Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
AT

a. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak;
dan
b. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
RI

Pasal 17 ayat (2) : Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak
dengan jumlah sanksi administrasi yang tidak benar;
TA

Pasal 18 ayat (1) : Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal
Pajak;
RE

Pasal 18 ayat (2) : Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait
dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a hanya
dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. Tidak diajukan keberatan;
K

Pasal 18 ayat (3) : Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
SE

permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan surat
ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a juga harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a; atau
b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
bahwa atas STP PPN Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 adalah produk
hukum karena koreksi Pasal 7 dan Pasal 14 (4) KUP terkait adanya koreksi Pelaporan SPT Masa
PPN dan Penyerahan DPP PPN berdasarkan SKPKB PPN No 00034/207/12/029/15 tanggal 28
September 2015 Masa Pajak November 2012;

bahwa menurut Penggugat, STP PPN No. 00096/107/12/029/15 Masa November 2012 sebesar
Rp64.578.967,00 yang terkait dengan koreksi denda administrasi karena Penggugat tidak
melaporkan SPT Masa PPN dan DPP PPN pada SKPKB a quo maka tidak dapat diajukan upaya
hukum atas Kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP dikarenakan SKPKB a quo diajukan

K
keberatan;

bahwa oleh karena TIDAK ADA DASAR HUKUM yang memperbolehkan Penggugat untuk

JA
melakukan upaya hukum untuk membatalkan STP yang tidak benar yang timbul sebagai akibat
(terkait) dengan penerbitan SKPKB yang diajukan keberatan maka tidak seharusnya Tergugat
menerbitkan Surat Paksa No. SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 terkait
penagihan utang pajak yang tertuang dalam Surat Tagihan Pajak PPN No. 00096/107/12/029/15

PA
tanggal 28 September 2015 Masa Pajak November 2012;

bahwa status Penggugat adalah Non-PKP karena omset Penggugat masih berada di bawah
Rp600.000.000,00 sehingga dalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPN Penggugat tidak
mempunyai kewajiban untuk melaporkan SPT Masa PPN, membuat faktur pajak, dan kewajiban
lainnya. Penggugat dilakukan koreksi karena dianggap sudah termasuk dalam PKP. Timbulnya STP

N
karena adanya pemeriksaan terhadap Penggugat dalam rangka uji kepatuhan. Terdapat perbedaan
pada beberapa masa pajak, dimana alasannya adalah Penggugat dikenakan Pasal 14 ayat (7) yang

ILA
mana Penggugat dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan Pasal 14 ayat (4), temuan
koreksi atas DPP PPN atas penyerahan BKP Penggugat;

bahwa pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan SKP atau STP pada
bagian 4 disebutkan “pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar” dan karena Penggugat
AD
mengajukan upaya hukum atas induk dari STP tersebut maka STP tersebut menjadi tidak benar.
Dalam Pasal 17 ayat (1) disebutkan “STP yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi: a. STP yang tidak
benar yang terkait dengan penerbitan SKP”;
NG

bahwa pada Bagian Keempat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 khusus mengatur
Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, Penggugat dan Tergugat
seharusnya mengacu kepada bagian tersebut karena yang menjadi sengketa adalah STP atas
SKPKB yang sampai dengan saat ini masih diajukan upaya hukum sehingga menurut Penggugat,
STP Tergugat adalah produk hukum yang tidak benar;
PE

bahwa menurut Penggugat STP mengikuti ketentuan Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP
dimana dalam ketentuan tersebut juga mengacu pada Pasal 9 ayat (3). Dalam Pasal 9 ayat (3)
sudah jelas menyebutkan STP, SKPKB, dan seterusnya. Artinya STP sebagai anak dari SKP yang
masih disengketakan seharusnya menunggu putusan atas induk dari STP tersebut. Apabila
AT

permohonan banding dari Penggugat dikabulkan maka Tergugat secara jabatan harus membatalkan
STP tersebut;

bahwa dalam Pasal 9 ayat (3) sudah jelas dinyatakan bahwa apabila suatu upaya hukum sampai
pada keberatan maupun banding maka pelunasan pajak terdiri dari pokok pajak dan sanksi-sanksi
RI

yang timbul. Ketika Penggugat sudah mengajukan keberatan atas SKPKB, dan atas sanksi-sanksi
administrasi yang ada, Penggugat tidak diperkenankan untuk mengajukan permintaan penghapusan
sanksi sesuai Pasal 36 ayar (1) huruf a. Artinya, proses ini meliputi keseluruhan dari putusan banding
TA

agar inkrah;

Menurut Majelis : bahwa dari hasil penelitian atas data yang terdapat dalam berkas gugatan,
keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan para pihak yang bersengketa
dalam persidangan, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
RE

bahwa terhadap Penggugat telah diterbitkan Surat Paksa Nomor SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016


tanggal 27 Desember 2016 terkait Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal
28 September 2015 yang telah jatuh tempo pembayarannya telah terlewati dan belum dilakukan
pembayarannya oleh Penggugat;
K

bahwa Penggugat menyatakan Surat Paksa atas STP yang terkait dengan Surat Ketetapan Pajak
SE

Kurang Bayar PPN yang sudah diajukan keberatan dan ditolak oleh Tergugat, dan saat ini sedang
dalam proses sengketa banding, sehingga sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5)
UU KUP, tidak seharusnya diterbitkan surat paksa;

bahwa Penggugat juga menyatakan bahwa Surat Paksa a quo diterbitkan tanpa didahului dengan
penerbitan Surat Teguran sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
bahwa Penggugat berpendapat sesuai ketentuan yang ada, utang pajak yang tercantum di STP
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding;

bahwa Penggugat juga menyatakan bahwa atas STP yang terkait atas SKP (SKP Induk) sedang
diajukan upaya sengketa pajak, maka STP tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum, hal ini sesuai
dengan Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 Tanggal 02 Januari 2013
tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau
Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat tagihan Pajak;

K
bahwa menurut Tergugat, yang dimaksud dengan pengertian utang pajak yang masih harus dibayar
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding sebagaimana
diatur dalam Pasal 27 ayat (5) UU KUP adalah utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan

JA
pajak yang dapat dan sedang diajukan upaya banding sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan
STP tidak dapat diajukan banding dengan demikian utang pajak yang tercantum di STP tidak
termasuk dalam kategori jatuh tempo pelunasan utang pajaknya menjadi tertangguh;

PA
bahwa berdasarkan keterangan para pihak dan bukti bukti yang disampaikan dalam persidangan
serta ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku, Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa yang menjadi pokok sengketa gugatan ini adalah penerbitan Surat Paksa Nomor SP-
01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 terkait Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor
00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 yang menurut Penggugat tidak benar dan yang

N
seharusnya tidak perlu diterbitkan;

ILA
bahwa menurut Tergugat penerbitan Surat Paksa a quo sudah sesuai ketentuan, karena STP
tersebut jatuh temponya sudah terlewati, dan utang pajak atas STP tersebut tidak tertangguh sesuai
ketentuan Pasal 27 ayat (5) UU KUP;

bahwa berdasarkan keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan oleh para pihak dalam
persidangan serta ketentuan perpajakan yang berlaku Majelis berpendapat sebagai berikut :
AD
bahwa Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, mengatur sebagai berikut :

“Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang
NG

Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan”;

bahwa Pasal 25 ayat (1) Undang-undang KUP a quo mengatur sebagai berikut :
PE

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
AT

d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau


e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

bahwa Pasal 25 ayat (7) Undang-undang KUP a quo mengatur sebagai berikut :
RI

“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
TA

pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Keberatan”;

bahwa Pasal 27 ayat (5a) Undang-Undang KUP a quo mengatur sebagai berikut :
RE

“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
Putusan Banding”;
K

bahwa Pasal 27 ayat (5b) dan ayat (5c) Undang-Undang KUP a quo mengatur sebagai berikut :
SE

Ayat 5b :
“Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1) dan ayat (1a)”;

Ayat 5c :
“Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan
pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan”;

bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa mengatur sebagai berikut:
(1) surat paksa diterbitkan apabila :
a. penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran
atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;
b. terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c. penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

K
bahwa Pasal 18 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan RI No. 8/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat

JA
Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak mengatur sebagai berikut :
Pasal 18 ayat (1) : Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal

PA
Pajak;

Pasal 18 ayat (2) : Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait
dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a hanya
dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. Tidak diajukan keberatan;

N
bahwa Majelis berpendapat Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28

ILA
September 2015 yang dijadikan sebagai dasar penerbitan Surat Paksa a quo adalah berkaitan
dengan SKPKB yang sedang diajukan upaya banding ;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (5b) dan (5c), terkait dengan sengketa gugatan ini,
Majelis berpendapat jumlah pajak yang tercantum dalam SKPKB yang tidak disetujui oleh Pemohon
Banding dan diajukan upaya keberatan/Banding belum termasuk utang pajak;
AD
bahwa STP yang terkait dengan pokok pajak yang tercantum dalam SKPKB yang sedang diajukan
upaya banding, dikarenakan jumlah pajak yang tercantum dalam SKPKB tersebut belum merupakan
utang pajak, Majelis berpendapat bahwa nilai sanksi yang tercantum dalam STP a quo juga belum
termasuk dalam kategori utang pajak;
NG

bahwa berdasarkan PMK Nomor 8/PMK.03/2013 a quo, Pemohon Banding tidak mempunyai hak
untuk melakukan upaya hukum berupa pengurangan atau pembatalan STP atas sejumlah sanksi
yang dikenakan oleh Terbanding yang berkaitan dengan SKPKB yang diajukan keberatan/ banding;
PE

bahwa Pasal 25 ayat (7) Undang-undang KUP a quo tidak memberikan batasan pengertian bahwa
dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan maka jatuh tempo pelunasan utang pajak yang
tertangguh adalah hanya utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak saja;

bahwa Pasal 27 ayat (5a) Undang-undang KUP a quo tidak memberikan batasan pengertian bahwa
AT

dalam hal wajib pajak mengajukan banding maka jatuh tempo pelunasan utang pajak yang
tertangguh adalah hanya utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak yang diajukan
banding saja;

bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang
RI

Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa mengatur sebagai berikut:
(1) surat paksa diterbitkan apabila :
a. penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran
TA

atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;


b. terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c. penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
(2) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung
RE

Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran."

bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 25 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (5a), ayat
(5b) dan ayat (5c) UU KUP a quo serta Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 a quo,
Majelis berkesimpulan bahwa sanksi pajak yang tercantum dalam STP yang terkait dengan pokok
K

pajak yang tercantum dalam SKPKB dan sedang diajukan upaya banding, belum merupakan utang
pajak sehingga belum dapat diterbitkan Surat Paksa;
SE

bahwa Majelis berkeyakinan dan berkesimpulan bahwa Surat Paksa yang diterbitkan oleh Tergugat
Nomor SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember 2016 atas Surat Tagihan Pajak
Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015, adalah tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karenanya Majelis mengabulkan
seluruhnya gugatan Penggugat dan membatalkan Surat Paksa a quo;
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan
untuk mengabulkan seluruhnya permohonan Gugatan Penggugat dan
membatalkan Surat Paksa Nomor SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal
27 Desember 2016 atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00096/107/12/029/15
tanggal 28 September 2015;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan


ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

K
Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat dan
membatalkan Surat Paksa Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Gambir Tiga Nomor SP-01176/WPJ.06/KP.0304/2016 tanggal 27 Desember

JA
2016, atas Surat Tagihan Pajak Nomor 00096/107/12/029/15 tanggal 28
September 2015, atas nama: PT XXX

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan

PA
dicukupkan pada hari Selasa tanggal 18 Juli 2017 oleh Majelis VIA Pengadilan Pajak, dengan
susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Wishnoe Saleh Thaib, S.H., Ak., CA., M.Sc. .................................sebagai Hakim Ketua,
Juwari Eddy Winarto, S.E., M.M. ................................................... sebagai Hakim Anggota,
Winarsih, S.P., M.M. ………………..…..........................……….... sebagai Hakim Anggota,

N
yang dibantu oleh Ir. Hendaryati, M.M. .........…….……………..... sebagai Panitera Pengganti,

ILA
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal
29 Agustus 2017 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh
Tergugat dan dihadiri oleh Penggugat.
AD
NG
PE
AT
RI
TA
K RE
SE

Anda mungkin juga menyukai