Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Nadlif

Kelas : Ekonomi Syariah

NIM : 1838206030

JAWABAN

1. Mata uang Indonesia adalah Rupiah, dalam hal ini Rupiah dikategorikan dalam jenis
uang Kartal menurut lembagaya yang menerbitkannya. Dikarenakan, Jenis uang kartal
merupakan uang yang biasa diterbitkan oleh Bank Sentral. Dalam hal ini Bank Indonesia
menjadi penerbit dari uang kartal. Jenis uang kartal pun bisa digunakan oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Karena uang kartal sama dengan uang berdasarkan bahan
pembuatannya. Adapun yang termasuk dalam uang kartal adalah uang kertas dan juga
uang logam. Jika ditinjau berdasarkan jenis uang pada kawasan penggunaannya. Rupiah
dikategorikan pada jenis uang lokal sebab uang Rupiah yang hanya bisa digunakan di
negara Indonesia saja.

2. Adapun Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah:

a. Sistem Operasional dan Sumber Hukum

Perbedaan bank konvensional dan bank syariah yang pertama bisa dilihat dari segi
sistem operasionalnya. Bank syariah menjalankan setiap kegiatannya berdasarkan
prinsip syariah yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, dan fatwa ulama (MUI).
Sedangkan bank konvensional memiliki sistem operasional yang bebas nilai.
Maksudnya, bank konvensional berdiri sendiri dan bebas dari nilai-nilai agama
seperti yang dianut bank syariah.

b. Bunga dan Keuntungan

Bank konvensional melakukan berbagai kegiatan dengan berbasis bunga,


sedangkan bank syariah tidak mengenal bunga, tetapi menerapkan prinsip untung dan
rugi. Jadi, keuntungan dan kerugian yang didapatkan akan ditanggung secara bersama
atau kolektif.

c. Akad Transaksi

Pada bank konvensional, perjanjian transaksi mengikuti aturan hukum yang


berlaku secara umum. Sedangkan pada bank syariah terdapat syarat- syarat yang
mengikuti hukum Islam, seperti barang dan jasa yang harus jelas dan halal, tempat
penyerahan yang jelas, serta status kepemilikan barang yang harus sepenuhnya
dimiliki penjual, dan lainnya.
d. Cara Mengelola Dana

Dalam bank syariah, dana nasabah yang diterima dalam bentuk titipan ataupun
investasi tidak bisa dikelola pada semua lini bisnis secara sembarangan. Pengelolaan
dan investasi yang dilakukan bank syariah harus memenuhi aturan syariat Islam.
Sementara dalam bank konvensional, pengelolaan dana ini bisa dilakukan pada
berbagai lini bisnis yang dianggap aman dan menguntungkan.

e. Denda Keterlambatan

Perbedaan bank konvensional dan bank syariah lainnya bisa dilihat dari denda
keterlambatan. Bank syariah tidak memiliki ketentuan beban uang tambahan yang
harus dibayarkan bagi nasabah yang melakukan keterlambatan pembayaran. Namun
terdapat sanksi yang dikenakan bagi nasabah yang mampu namun sengaja menunda-
nunda pembayaran dan tidak memiliki itikad baik. Sanksi ini bisa berupa uang yang
jumlahnya sesuai dengan akad yang sudah disetujui dan ditandatangani. Pada sistem
bank konvensional, ada uang tambahan atau bunga yang dibebankan jika nasabah
terlambat melakukan pembayaran. Besaran bunga ini akan semakin bertambah, jika
nasabah tidak mampu membayar pada periode berikutnya.

3. Perkembangan lembaga perbankan dan keuangan di Indonesia diawali dengan berdirinya


Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan beroperasi secara efektif pada
tahun 1992. Hal ini bermula pada awal tahun 1990, yang diinisiasi oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Ide ini didukung oleh Ikatan Cendikiawan Ulama Indonesia (ICMI),
sekolompok pengusaha Muslim dan Pemerintah. Presiden Soeharto memberikan
dukungan secara politik dan dana bagi pendirian bank syariah tersebut. Respon positif
Soeharto terhadap pendirian bank Islam di Indonesia berkaitan dengan politik akomodasi
yang dijalankan oleh pemerintah orde baru terhadap umat Islam dan juga ketertarikannya
terhapat sistem bagi hasil yang akan diterapkan dalam bank Islam.

Berdasarkan dukungan tersebut akhirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI), bank


syariah pertama di Indonesia, pada tahun 1991 didirikan. Kelahiran lembaga keuangan
syariah di Indonesia ditandai secara resmi dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia
(BMI) pada tahun 1991. Berdirinya BMI, dan seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat atas pelayanan keuangan berbasiskan syariah, memotivasi lahirnya lembaga
keuangan syariah lainnya. Sebagai contoh, pada awal tahun 1994, berdiri perusahaan
asuransi syariah yang dinamakan dengan Syarikat Takaful Indonesia. Pada 1997, PT
Danareksa Investment (DIM) meluncurkan reksa dana syariah yang merupakan produk
pasar modal syariah pertama di Indonesia. Pada tahun 1998, dual system
bankdiberlakukan dengan diamandemennya UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 dengan
UU No.10 Tahun 1998. Di samping itu, pada tahun 2000, Bursa Efek Jakarta, bersama
dengan PT. Danareksa Investment Management (DIM), meluncurkan Jakarta Islamic
Index (JII) yang terdiri atas saham-saham blue chip yang memiliki kepatuhan syariah.

Menurut data statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa
keuangan (OJK) pada April 2018, terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit
Usaha Syariah (UUS) dan 168 BPRS dengan total aset BUS dan UUS sebesar Rp.
423.944 Miliar. Sedangkan jumlah perusahaan asuransi syariah sebanyak 13, perusahaan
asuransi UUS sebanyak 50, lembaga pembiayaan syariah sebanyak 7 dan UUS sebanyak
40, Dana Pensiun Syariah sebanyak 1, Lembaga Keuangan Khusus Syariah sebanyak 4,
dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah sebanyak 42.

4. Bank Indonesia merupakan bank sentral yang ada di Indonesia. Bank ini sebelumnya
bernama De Javasche Bank (DJB). Bank sentral dan umum merupakan jenis bank yang
berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada faktor-faktor berikut.

a. Kepemilikan hak monopoli, bank sentral memiliki hak monopoli/oktroi berupa


kewenangan menciptakan alat pembayaran berupa uang; bank umum tidak memiliki
hak ini.

b. Jenis bank, bank sentral berdiri secara independen (terdapat hanya satu jenis bank
sentral); bank umum terdiri atas berbagai jenis bank-bank lain.

c. Kedudukan bank, bank sentral berstatus instansi pemerintah; bank umum dapat
berstatus BUMN, BUMS, maupun BUMD.

d. Pemberian kredit, bank sentral memberi kredit kepada bank-bank lain di Indonesia;
bank umum memberi kredit kepada masyarakat.

e. Penghimpunan dana, bank sentral tidak menghimpun dana dari masyarakat; bank
umum adalah sebaliknya.

f. Target pelayanan, bank sentral hanya melayani jasa terkait bidang perbankan dan
perusahaan yang merupakan lembaga keuangan di Indonesia; bank umum melayani
jasa terkait bidang perbankan oleh masyarakat.

g. Peraturan perundang-undangan, kegiatan bank sentral diatur dalam UU No. 23, 1999;
kegiatan bank umum diatur dalam UU No. 10, 1998.

h. Tujuan lembaga keuangan, tujuan utama bank sentral adalah untuk mencapai dan
menjaga kestabilan mata uang negara (rupiah); tujuan utama bank sentral adalah
memperoleh keuntungan.

i. Pengawasan, bank sentral mengatur, membina, dan mengawas bank umum; bank
umum tidak mengatur, membina, maupun mengawas bank sentral.
j. Penetapan kebijakan moneter, bank sentral berwenang menetapkan target moneter
dengan memperhatikan laju inlasi yang ditetapkan; bank umum tidak berwenang atas
hal tersebut.

k. Pengeluaran jenis uang, bank sentral mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal
(uang kertas dan logam); bank sentral hanya mengedarkan uang kartal dan
mengeluarkan uang giral (cek, digital, dsb.)

l. Persaingan, bank sentral tidak memiliki pesaing; bank umum memiliki pesaing.

m. Kepemilikan rekening, bank sentral tidak wajib membuka rekening di bank umum;
bank umum wajib membuka rekening di bank sentral.

5. Dalam menjalankan kegiatannya, Lembaga keuangan Syariah tentunya tidak berjalan


sendiri. Terdapat lembaga fasilitator lembaga keuangan syariah, yang meliputi:

a. Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

DSN MUI yang memegang otoritas dalam mengkaji, menggali, dan merumuskan
nilai dan prinsip syariah dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam
bertransaksi di lembaga keuangan syariah. Sedangkan DPS bertugas mengawasi
kegiatan usaha dalam lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan fatwa DSN MUI.

b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memegang otoritas secara kelembagaan dan
operasional dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyelidikan di sektor
jasa keuangan.

c. Pengadilan Agama, untuk menengahi persengketaan secara litigasi yang terjadi pada
lembaga keuangan syariah.

d. Badan Arbritase Syariah Nasional (BASYARNAS), untuk menengahi persengketaan


secara non litigasi yang terjadi pada lembaga keuangan syariah.

6. Lembaga keuangan Syariah terdiri dari 2 lembaga yaitu Bank dan Non-Bank. Lembaga
non-bank di antaranya adalah asuransi, pegadaian, reksa dana, pasar modal, BPRS, dan
BMT. Adapun Asuransi syariah adalah sebuah sistem asuransi yang mana peserta saling
menanggung risiko dengan menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi melalui dana
tabarru’. Hal ini sering diistilahkan dengan sharing of risk. Kemudian, BMT merupakan
kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Maal wa Tamwil, yaitu
lembaga keuangan mikro (LKM)yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi,yaitu:

 Baitut tamwil (rumah pengembangan harta), yang bertugas melakukan kegiatan


pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antera lain mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.

 Baitul maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta
mengoptmalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Sedangkan, prinsip syariah yang digunakan dalam akad gadai pada perbankan
syariah ialah Ar-rahn yaitu, menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya

Anda mungkin juga menyukai