Anda di halaman 1dari 42

Aug

25

Askep Klien Dengan Cedera Kepala Sedang


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan

otak, dan cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara

penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan

raya. (Brunner & Suddarth, 2002 : hal. 2210)

Cedera Kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Arief

Mansjoer, 2000 : hal. 3)

Cedera kepala adalah gangguan traumatik pada daerah kepala yang menggangu

fungsi otak dengan atau menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kepala yang

biasanya disebabkan oleh trauma keras (Sylvia A. Price, 2006 : hal. 1173).
Dari pengertian-pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa cedera

kepala adalah traumatik pada daerah kepala yang dapat mengganggu fungsi otak yang

biasanya disebabkan oleh trauma keras sebagai hasil kecelakaan jalan raya.

2. Anatomi Fisiologi Otak

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.

Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera

kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah

merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekunder akibat

cedera.

Meninges melindungi otak dan memberikan perlindungan tambahan. Ketiga lapisan

meninges adalah dura meter, araknoid, dan pia meter. Masing-masing mempunyai fungsi

tersendiri dan strukturnya berbeda dari struktur lain. Dura meter adalah membran luar

yang liat, semitranslusen, dan tidak elastis. Fungsinya untuk (1) melindungi otak, (2)

menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas dura meter dan lapisan endotelial saja tanpa

jaringan vascular), dan (3) membentuk periosteum tabula interna. Dura meter erat

dengan permukaan bagian dalam tengkorak. Bila dura robek dan tidak diperbaiki dengan

sempurna dan dibuat kedap udara, akan menimbulkan berbagai masalah, fungsi

terpenting dura kemungkinan adalah sebagai pelindung. Di dekat dura (tetapi tidak

melekat pada dura) terdapat membrane fibrosa halus dan elastis yang dikenal sebagai

araknoid. Membran ini tidak melekat pada dura meter. Perdarahan antara dura dan

araknoid (ruang subdural) dapat menyebar dengan bebas, dan hanya terbatas oleh sawar
falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya

mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali terkena cedera

dan robek pada trauma. Diantara araknoid dan pia meter terdapat ruang subaraknoid.

Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu, dan memungkinkan sirkulasi

cairan serebrospinal (CSS). Pada sinus sagitalis superior dan tranversal, araknoid

membentuk tonjolan villus yang bertindak sebagai lintasan untuk mengosongkan cairan

serebrospinal kedalam sistem vena. Sedangkan lapisan terakhir atau pia meter adalah

membrane halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan merupakan

satu-satunya lapisan meningeal yang masuk kedalam sulkus dan membungkus semua

girus; kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus.

3. Klasifikasi Cedera Kepala

Adapun pembagian / pengklasifikasian cedera kepala (Arief Mansjoer, 2000 : hal 3)

adalah :

a. Berdasarkan mekanisme cedera

Berdasarkan adanya penetrasi durameter, cedera kepala dibagi menjadi :

1) Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil), dan kecepaan rendah

(terjatuh, dipukul).

2) Trauma tembus : luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)

b. Berdasarkan Keparahan cedera


1) Cedera Kepala Ringan (CKR) : GCS 13-15

2) Cedera Kepala Sedang (CKS) : GCS 9-12

3) Cedera Kepala Berat (CKB) : GCS 3-8

c. Berdasarkan Morfologi

1) Fraktur tengkorak :

a) Kranium : linear/stelatum: depresi/non depresi; terbuka/tertutup

b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan

nervus VII (Nervus Facialis)

2) Lesi Intrakranial :

a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral

b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonall difus

Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002), pengklasifikasian cedera kepala

berdasarkan cedera spesifik pada otak kepala dibagi :

a. Komosio

Komosio serebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik

sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode

tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa menit. Getaran otak
sedikit saja hanya akan menimbulkan pusing atau berkunang-kunang, atau dapat juga

kehilangan kesadaran komplet sewaktu.

b. Kontusio

Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami

memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode

tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan

gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi

defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan bangun tetapi segera

masuk dalam keadaan tidak sadar.

c. Hematome intracranial

1) Hematom Epidural

Setelah cedera kepala, darah berkumpul didalam ruang epidural


(ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau
rusak, dimana arteri ini berada di antara dura dan tengkorak daerah inferior
menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan
penekanan pada otak. Tanda dan gejala klasik terdiri dari penurunan kesadaran
ringan pada waktu terjadi benturan diikuti oleh periode lucid (pikiran jernih) dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Pasien dengan hematoma epidural
membentuk suatu kelompok yang dapat dikategorikan sebagai “talk” and “die”.

2) Hematom Subdural

Hematom subdural adalah pengumpulan darah di antara dura dan dasar otak,

suatu ruang ini pada keadaan normal diisi oleh cairan. Paling sering disebabkan

oleh trauma, tetapi juga terjadi kecenderungan perdarahan yang serius dan
aneurisma. Hemoragi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan

akibat terputusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural

a)Hematoma Subdural Akut

Trauma yang merobek duramater dan arachnoid sehingga darah dan CSS
masuk ke dalam ruang subdural. Gangguan neurologik progresif disebabkan
oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak. Keadaan ini
menimbulkan berhentinya pernafasan dan hilangnya kontrol denyut nadi dan
tekanan darah. Cedera ini menunjukkan gejala dalam 24 – 48 jam setelah
trauma. Diagnosis dibuat dengan arteriogram karotis dan echoensefalogram /
CT Scan. Pengobatan terutama tindakan bedah.

b) Hematoma Subdural Subakut

Perdarahan ini menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam


waktu lebih dari 48 jam. Peningkatan tekanan intra kranial disebabkan oleh
akumulasi darah akan menimbulkan herniasi ulkus / sentral dan melengkapi
tanda – tanda neurologik dari kompresi batang otak. Pengobatan ini dengan
pengangkatan bekuan darah.

c) Hematoma subdural Kronik

Timbulnya gejala ini pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan,


dan tahun setelah cedera pertama. Perluasan ini massa terjadi pada kebocoran
kapiler lambat. Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental,
kejang, dan kadang -kadang disfasia. Diagnosis dibuat dengan arteriografi.
Pada klien dengan hematoma kecil tanpa tanda–tanda neurologik, maka
tindakan pengobatan yang terbaik adalah melakukan pemantauan ketat.
Sedangkan klien dengan gangguan neurologik yang progresif dan gejala
kelemahan, cara pengobatan yang terbaik adalah pembedahan.

3) Hemoragi intraserebral

Hemoragi intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak.

Hemoragi biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke

kepala sampai daerah kecil. Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan

oleh hipertensi sistemik, yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh

darah; rupture kantung aneurisma; anomali vaskuler; tumor intracranial; penyebab


sistemik, termasuk gangguan perdarahan seperti leukemia, hemofilia, anemia

aplastik, dan trombositopenia.

4. Etiologi

Etiologi / penyebab dan terjadinya Cedera Kepala adalah kecelakaan lalu lintas,

kecelakaan di rumah, kecelakaan kerja, peluru yang menembus tulang tengkorak,

kejatuhan atau jatuh dari pohon, akibat kekerasan.

5. Patofisiologi

Derajat kerusakan yang terjadi pada penderita cedera kepala bergantung pada

kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan, makin parah kerusakan. Kekuatan

tersebut terbagi menjadi 2, yaitu pertama cedera setempat yang disebabkan oleh benda

tajam berkecepatan rendah yang dapat merusak fungsi neurologik pada tempat tertentu

karena benda atau fragmen tulang menembus dura. Kedua, cedera menyeluruh, yang

menyebabkan kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan ke otak.

Karena neurofisiologis pernafasan sangant kompleks, kerusakan neurologist dapat

menimbulkan masalah pada beberapa tingkat. Beberapa lokasi pada hemisfer serebral

mengatur control volunter terhadap otot yang digunakan pada pernafasan, pada

sinkronisasi dan koordinasi serebelum pada upaya otot. Serebrum juga mempunyai

beberapa kontrol terhadap frekuensi dan irama pernafasan. Nucleus pada pons dan area

otak tengah dari batang otak mengatur otomatisasi pernafasan. Sel-sel pada area ini

bertanggunga jawab pada perubahan kecil dari pH dan kandungan oksigen sekitar darah

dan jaringan. Pusat ini dapat dicederai oleh peningkatan TIK dan hipoksia serta oleh
trauma langsung. Trauma serebral yang mengubah tingkat kesadaran biasanya

menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal. Faktor ini akhirnya

menimbulkan gagal nafas, yang mengakibatkan laju mortalitas tinggi pasien dengan

cedera kepala, sedangkan pola pernafasan berbeda dapat diidentifikasi bila terdapat

disfungsi intracranial.

Akibat utama dari cedera otak dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau

hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu,

pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan

perawatan diri dn kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas,

atau kontraktur.

Gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer serebral akan merusak

kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan

untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi dan lidah. Selain itu, refleks menelan dari

batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali.

Pasien dengan trauma serebral disertai gangguan kemampuan komunikasi bukan

terjadi secara tersendiri. Disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada

seseorang yang mengalami cedera kepala. Pasien yang telah mengalami trauma pada area

hemisfer serebral dominan

Skema Patofisiologi
(Hudak & Gallo, 2000)
6. Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal tergantung pada jumlah dan distribusi

cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, bisanya menunjukkan adanya fraktur.

a. Fraktur Kubah Kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan atas alasan ini

diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar-x.

b. Fraktur dasar tengkorak :

Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah

telinga di tulang temporal, dimana dapat menimbulkan tnda seperti :

1) Hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva

2) Ekimosis atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (battle sign)

c. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.

d. Penurunan kesadaran

e. Nyeri kepala

f. Mual, muntah

g. Brill Hematom

h. Pingsan

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan Kepala

Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

pergeseran jaringan otak. Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada

iskemik/ infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma.

b. MRI

Sama dengan skan CT dengan/ tanpa menggunakan kontras.

c. Angiografi

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat

edema, perdarahan, dan trauma.

d. EEG

Untuk memperlihatkan keberdaan atau berkembangnya gelombang patologis

e. Sinar X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur garis

tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmrn tulang

f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)

Menentukan fungsi korteks dan batang otak

g. PET (Positron Emission Tomography)


Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak

h. Pungsi Lumbal, CSS

Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subaraknoid

i. GDA (Gas Darah Arteri)

Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan

TIK

j. Kimia / elektrolit darah

Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK / perubahan

mental

k. Pemeriksaan Toksikologi

Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran

l. Kadar antikonvulsan darah

Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi

kejang

8. Penatalaksanaan

a. Pedoman Resusitasi dan Penilaian awal

1) Menilai jalan nafas


Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan

tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang

gudel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka

pasien harus diintubasi.

2) Menilai Pernafasan

Tentukan apakah pasien bernafas spontas atau tidak. Jika tidak, beri oksigen

melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera

dada berat seperti penumotorak, pneumotoraks tensif.

3) Menilai sirkulasi

Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan

menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra abdomen atau

dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat

pemantau atau EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk

pemeriksaan darah perifer lengkap ureum, elektrolit, glukosa dan AGD, serta

berikan cairan koloid.

4) Obati Kejang

Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-mula

berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3

kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan penitoin 15 mg/kg BB

diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.


5) Menilai tingkat keparahan

a) Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)

GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, dan orientif); tidak ada kehilangan

kesadaran; tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang; pasien tidak

mengeluh nyeri kepala dan pusing; pasien tidak menderita abrasi, laserasi,

atau hematoma kulit kepala.

b) Cedara kepala sedang (kelompok resiko sedang)

GCS 9-12 (konfusi, letargi, stupor); konkusi amnesia pasca trauma; muntah;

tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea, atau rinorea cairan serebrospinal).

c) Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

GCS 3-8 (koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif; tanda

neurologist fokal; cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

b. Pedoman penatalaksanaan

1) Pada semua pasien dengan cedera kepala dan / atau leher, lakukan foto tulang

belakang servikal (proyeksi antero – posteriol, lateral, dan adontoid), kolar

servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7

normal.
2) Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur

berikut :

a) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau larutan

Ringer Laktat : cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler

daripada cairan hipotonis, dan cairan ini tidak menanbah edema serebri.

b) Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit,

kimia darah, glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa

tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alcohol bila perlu.

c) Lakukan CT Scan dengan jendela tulang : foto rontgen kepala tidak diperlukan

jika CT Scan dilakukan, karena CT scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi

fraktur. Pasien dengan cedera ringan , sedang atau berat, harus dievaluasi

adanya :

(a). Hematoma Epidural,

(b). Darah dalam subarachnoid dan intraventrikal

(c). Kontusio dan perdarahan jaringan

(d). Obliterasi sisterna perimesensefalik

(e). Fraktur kranium, cairan dalam sinus dan pneumosefalus.

3) Pada pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi,

lakukan tindakan berikut ini :


a) Elevasi kepala 300

b) Hiperventilasi

c) Berikan manitol 20% 1 gram / kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis ulangan

dapat diberikan 4-6 jam kamudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam

sampai maksimal 48 jam pertama

d) Pasang kateter foley

e) Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematom epidural besar,

hematom subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi > 1 diploe)

4) Penatalaksanaan khusus

a) Cedera kepala ringan : Pasien dengan cedera kepala ringan ini umumnya dapat

dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT scan bila

memenuhi kriteria berikut :

(1). Hasil pemeriksaan neurologist (terutama status mini mental dan gaya

berjalan) dalam batas normal

(2). Foto servikal jelas normal

(3). Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama

24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat

darurat jika timbul gejala perburukan.


Sedangkan criteria perawatan di rumah sakit adalah :

(1). Adanya darah intrakrnial atau fraktur atau fraktur yang tampak pada CT

Scan

(2). Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

(3). Adanya tanda atau gejala neurologist fokal

(4). Intoksikasi obat atau alcohol

(5). Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

(6). Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di

rumah

b) Cedera kepala sedang : pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak),

dengan skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti

perintah) dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat

dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual,

muntah, pusing, atau amnesia. Resiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang

bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

c) Cedera kepala berat : penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya

dilakukan di unit rawat intensif. Hal yang harus diperhatikan pada pasien

dengan cedera kepala berat adalah :

(1).Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi


(2).Monitor tekanan darah : karena autoregulasi sering terganggu pada cedera

kepala akut, maka tekanan arteri rata-rata harus dipertahankan untuk

menghindari hipotensi (<70 mmHg) dan hipertensi (>130 mmHg).

Hipertensi dapat menyebabkan iskemia otak sedangkan hipertensi dapat

mengeksaserbasi serebri.

(3).Pemasangan alat monitor tekanan intracranial pada pasien dengan skor

GCS <8, bila memungkinkan

(4).Penatalaksanaan cairan : hanya larutan isotonis (salin normal atau ringer

laktat) yang diberikan kekpada pasien dengan cedera kepala karena air

bebas tambahan dalam salin 0,45% atau dekstrose 5% harus diberikan

sesegera mungkin.

(5).Nutrisi : cedera kepala berat menimbulkan respon hipermetabolik dan

katabolic, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal. Pemberian

makanan enteral melalui pipa nasogatrik harus diberikan sesegera

mungkin

(6).Temperatur badan : demam dapat mengakserbasi cedera otak.

(7).Anti kejang : fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudia 300

mg/hari intravena.
(8).Steroid : tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera

kepala dan dapat meningkatkan resiko infeksi, hiperglikemi dan

komplikasi lain.

(9).Antibiotik : penggunaan antibiotic rutin untuk profilaksis pada pasien

dengan cedera kepala terbuka masih controversial. Golongan penisilin

dapat mengurangi resiko meningitis.

9. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematom intracranial,

edema serebral progresif, dan herniasi otak. (Brunner & Suddarth, 2002 : hal. 2215)

a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena

ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar meskipun peningkatan volume

oleh pembengkakan otak diakibatkan dari trauma.

b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui atau terhadap

struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel,

dan kematian.

c. Defisit neurologik dn psikologik

d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)

e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)

f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat badan)
Menurut Arief Mansjoer (2000), komplikasi dari cedera kepala berat, yaitu:

a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan

terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup.

b. Fistel karotis kavernosus ditandai dengan trias gejala: eksolftalmus, kemosis, dan bruit

orbita, dapat segera timbul atau beberapa hari setelah cedera.

c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,

menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.

d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dini(minggu pertama) atau

lanjut (setelah satu minggu).

B. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival klien dan aspek-aspek

pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan (Merilynn E. Doenges, 2000 :

hal. 6).

Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang

komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses

perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan respons klien, baik

respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan

perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan

suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien.


1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data yang sistematis untuk menentukan status

kesehatan pasien dan untuk mengidentifikasi semua masalah kesehatan yang actual atau

potensial. (Brunner & Suddarth, 2002 : hal. 32)

Adapun pengkajian pada klien dengan trauma kepala (Marlyn E. Doenges. 2000 :

hal. 270) adalah :

a. Aktivitas / Istirahat

Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan

Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegi, ataksia cara berjalan


tidak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma ortopedi),
kehilangan tonus otot, otot aspastik

b. Sirkulasi

Gejala : perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi


jantung (bradikardi, tachycardi, disrhitmia).

c. Integritas Ego

Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)

Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsive

d. Eliminasi

Gejala : incontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi

e. Makanan / Cairan

Gejala : mual, muntah, dan mengalami, perubahan selera

Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia)

f. Neuro Sensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada eksremitas

Tanda : perubahan kesadaran bias sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi / tingkah laku dan memori), perubahan pupil, deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti, kehilangan pengindraan, penciuman dan
pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang,
refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese,
quadraplegi, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat sensitive
terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh,
kesulitan dalam menentukan posisi.

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya

Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih..

f. Pernapasan

Tanda : perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif.

g. Keamanan

Gejala : trauma baru / trauma karena kecelakaan

Tanda : fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit ; laserasi, abrasi, perubahan


warna, seperti “racoon eyes”, tanda battle di sekitar telinga, adanya
aliran (drainase) dari telinga / hidung, gangguan kognitif, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralise, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh

h. Interaksi Sosial

Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria, anomia.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi

kebutuhan spesifik klien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi

(Marilynn E. Doenges. 2000 : hal. 8)

Adapun Diagnosa Keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien dengan cedera

kepala (Merilynn E. Doenges, 2000 : hal 273.)

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh

SOL (hemoragi, hematome) ; edema serebral (respons local atau umum pada cedera,

perubahan metabolic, takar lajak obat / alcohol) ; penurunan TD sistemik / hipoksia

(hipovolemia, distrimia jantung).

b. Resiko tinggi terhadap pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif,

obstruksi trakeobronkial

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi

dan / atau integrasi (tauma atau deficit neurologist)

d. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis ; konflik psikologis

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,

penurunan kekuatan / tahanan, terapi pembatasan / kewaspadaan keamanan, missal

tirah baring, imobilisasi.

f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,

prosedur invasive, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kekurangan nutrisi,
respons inflamasi tertekan (penggunaan steroid), perubahan integritas system tertutup

(kebocoran CSS)

g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat

kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan, status

hipermetabolik

h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasuional,

ketidakpastian tentang hasil / harapan

i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan

kurang pemajanan, tidak mengenal informasi / sumber-sumber, kurang mengingat /

keterbatasan kognitif.

3. Perencanaan

a. Diagnosa Keperawatan Pertama : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematome) ; edema serebral

(respons local atau umum pada cedera, perubahan metabolic, takar lajak obat /

alcohol) ; penurunan TD sistemik / hipoksia (hipovolemia, distrimia jantung).

1) Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat

2) Kriteria Hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD, nadi, RR, dan suhu

tubuh), pupil isokor, klien tidak gelisah, GCS 15, tidak ada tanda

peningkatan TIK
3) Intevensi :

a) Kaji status status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda TIK;


terutama GCS.

Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan


potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

b) Monitor tanda-tanda vital setiap jam sampai keadaan klien stabil.

Rasional: normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang


konstan pada sat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.

c) Naikkan kepala dengan sudut 15o-45o tanpa bantal dan posisi netral.

Rasional: meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan


mengurangi kongesti dan edema.

d) Monitor asupan setiap delapan jam sekali.

Rasional: pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema


serebral.

e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan anti edema seperti
manitol, gliserol dan lasix.

Rasional: dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak,
menurunkan edema otak dan TIK.

f) Berikan oksigen sesuai program terapy.

Rasional: menurunkan hipoksemia yang dapat meningkatkan vasodilatasi dan


volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

b. Diagnosa Keperawatan kedua : Resiko tinggi terhadap pola nafas tak efektif

berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak),

kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial

1) Tujuan : pola nafas efektif.


2) Kriteria hasil : pola napas dalam batas normal frekuensi 16 – 20 x/menit dan
iramanya teratur, tidak ada stridor, ronchi dan wheezing, gerakan
dada simetris tidak ada retraksi, nilai AGD normal, pH 7,35 -
7,45, PaO2 80 - 100 mmHg, PaCO2 35 - 45 mmHg.

3) Intervensi:

a) Kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi napas.

Rasional: perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau


menandakan luasnya keterlibatan otak.

b) Atur posisi klien dengan posisi semi fowler (15o – 45o).

Rasional: untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya


kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.

c) Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik. Catat sifat,
warna dan bau sekret. Lakukan bila tidak ada retak pada tulang basal dan
robekan dural.

Rasional: Penghisapan biasanya dibutuhkan jika klien koma atau dalam


keadaan imobilisasi dan tidak dapat memberikan jalan napasnya sendiri.

d) Anjurkan klien latihan napas dalam apabila sudah sadar.

Rasional: Mencegah / menurunkan atelektasis

e) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.

Rasional: untuk mencegah terjadinya komplikasi

c. Diagnosa keperawatan ketiga : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan

perubahan persepsi sensori, transmisi dan / atau integrasi (tauma atau deficit

neurologist)

1) Tujuan : mengembalikan persepsi sensoris/normal dan komplikasi dapat dicegah


atau seminimal mungkin tidak terjadi.

2) Kriteria hasil : tingkat kesadaran normal, fungsi alat-alat indra baik, klien
kooperatif kembali dan dapat berorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
3) Intervensi:

a) Kaji respon sensoris terhadap raba/sentuhan, panas atau dingin, tajam dan
tumpul dan catat perubahan-perubahan yang terjadi.

Rasional: informasi penting untuk keamanan klien

b) Kaji persepsi klien, beri umpan balik dan koreksi kemampuan klien berorientasi
terhadap orang, tempat dan waktu.

Rasional: membantu klien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan


persepsi.

c) Berikan stimulus yang berarti saat penurunan kesadaran sampai kembalinya


fungsi persepsi yang maksimal.

Rasional: pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk


menstimulasi klien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi
kognitifnya.

d) Berbicaralah dengan klien tenang, lembut dan menggunakan kalimat yang


sederhana.

Rasional: menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan


kemampuan / pola respons yang memanjang.

e) Berikan pengamanan klien dengan pengamanan sisi tempat tidur, bantu latihan
jalan dan lindungi dari cedera.

Rasional: agitasi, gangguan pengambilan keputusan, gangguan keseimbangan


dan penurunan sensorik meningkatkan resiko terjadinya trauma pada klien.

f) Kaji kemampuan berfikir dengan menanyakan nama dan orientasi terhadap


lingkungan sekitar.

Rasional: fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh
adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi.

g) Kaji perhatian dan cara klien mengalihkan perhatiannya dan catat tingkat
cemas.

Rasional: respons individu mungkin berubah-ubah namun umumnya seperti


emosi yang labil, frustasi, apatis dan muncul tingkah laku impulsif selama
proses penyembuhan dari trauma kepala.
h) Berikan penjelasan pada keluarga/klien tentang perubahan berfikir klien dan
rencana keperawatan.

Rasional: membantu klien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan


persepsi.

i) Ajarkan tehnik relaksasi, jangan berikan tantangan berfikir keras dan beri
aktivitas sesuai kemampuan.

Rasional: menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan


kemampuan pola respon yang menunjang

d. Diagnosa keperawatan keempat : Perubahan proses fikir berhubungan dengan

perubahan fisiologis ; konflik psikologis

1) Tujuan : tidak terjadi perubahan proses fakir

2) Kriteria hasil : melakukan kembali orientasi mental dan realitas adanya, mengenali

perubahan berfikir / perilaku, berpartisipasi dalam aturan

terapeutik / penyerapan kognitif

3) Intervensi :

a) Kaji tingkat perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ancietas pasien

Rasional : untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang

menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang

mempengaruhi proses berfikir

b) Pastikan orang-orang terdekat untuk membandingkan kepribadian / tingkah

laku pasien sebelum mengalami trauma dengan respon pasien sekarang


Rasional : masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi, respons marah,

dan berbicara / proses fikir yang kacau

c) Usahakan untuk menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas, hindari

pikiran-pikiran yang tidak masuk akal

Rasional : orientaasi realitas yang terstruktur dapat menurunkan reaksi

perlawanan pasien sendiri

d) Tingkatkan sosialisasi dalam batas-batas yang wajar

Rasional : pengutan terhadap tingkah laku yang positif, mungkin bermanfaat

dalam proses belajar struktur internal.

e) Hindari meninggalkan pasien sendirian ketika mengalami agitasi, gelisah, atau

berontak

Rasional : amsietas dapat mengakibatkan kehilangan control dan

meningkatkan kepanikan. Dukungan dapat memberikan ketenangan yang

menurunkan ansietas dan resiko terjadinya trauma

e. Diagnosa Keperawatan kelima : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan

kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan / tahanan, terapi pembatasan /

kewaspadaan keamanan, misal tirah baring, imobilisasi.

1) Tujuan : mampu melakukan aktivitas fisik, tidak terjadi komplikasi dekubitus dan
kontraksi sendi.
2) Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut dan gerak,
mampu melakukan aktivitas ringan pada tahap rehabilitasi sesuai
dengan kemampuan.

3) Intervensi:

a) Kaji kemampuan mobilisasi.

Rasional: dapat mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien.

b) Kaji derajat ketergantungan klien dengan menggunakan skala ketergantungan.

Rasional : Untuk mengetahui derajat ketergantungan klien :

(0) : Klien mandiri

(1) : Klien memerlukan bantuan minimal

(2) : Klien memerlukan bantuan sedang, pengawasan dan pengarahan

(3) : Memerlukan bantuan terus menerus dan memerlukan alat Bantu

(4) : Memerlukan bantuan total

c) Atur posisi klien dan ubahlah secara teratur tiap dua jam sekali bila tidak ada
kejang.

Rasional: perubahan posisi secara teratur dapat meningkatkan dan mencegah


adanya penekanan pada organ yang menonjol.

d) Bantu klien dalam gerakan-gerakan kecil secara pasif apabila kesadaran


menurun dan secara aktif bila klien kooperatif.

Rasional: mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus otak.

e) Observasi/kaji kemampuan gerakan motorik, keseimbangan, koordinasi


gerakan dan tonus otot.

Rasional: mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan


informasi mengenai pemulihan.
f) Lakukan massage, perawatan kulit dan jaga kebersihan alat tenun.

Rasional: meningkatkan sirkulasi intensitas kulit dan integritas kulit.

g) Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam memenuhi kebutuhan sesuai
kebutuhan.

Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu


mencegah kontraktur.

h) Pantau pola – pola eliminasi dan bantu untuk dapat berdefekasi secara teratur

Rasional : Defekasi adalah kebutuhan poko dan untuk mencegah komplikasi

i) Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapy).

Rasional: program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan


kebutuhan yang berarti / menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.

f. Diagnosa Keperawatan keenam : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan

jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasive, penurunan kerja silia, stasis cairan

tubuh, kekurangan nutrisi, respons inflamasi tertekan (penggunaan steroid),

perubahan integritas system tertutup (kebocoran CSS)

1) Tujuan : tidak terjadi infeksi

2) Kriteria hasil : tidak terdapatnya tanda-tanda infeksi seperti rubor, dolor, calor,
tumor,pus di daerah kulit yang rusak

3) Intervensi:

a) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan


secara septik dan aseptik.

Rasional: cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nasokomial.

b) Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran.

Rasional: dapat mengidentifikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya


memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera
c) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah invasive, dan tanda-
tanda inflamasi / infeksi

Rasional :Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk


melakukan pencegahan

d) Berikan perawatan perineal (cateter), infuse, pertahankan integritas

Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri atau


infeksi yang merambah naik

e) Lakukan perawatan luka dang anti balutan sesuai indikasi

Rasional : sejumlah drainase serosa menuntut penggantian dengan sering

untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi

f) Pantau suhu tubuh secara teratur

Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan tanda – tanda infeksi dan


perlu tindakan segera

g) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik.

Rasional: terapi profitaktik dapat digunakan pada klien yang mengalami


trauma untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nasokomial.

g. Diagnosa keperawatan ketujuh : Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna

nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk

mengunyah, menelan, status hipermetabolik

1) Tujuan : kekurangan nutrisi tidak terjadi.

2) Kreteria hasil : BB klien normal, tanda-tanda malnutrisi tidak ada, Hb tidak kurang
dari 10 gr%.

3) Intervensi:

a) Kaji kemampuan mengunyah, menelan, reflek batuk dan pengeluaran sekret.


Rasional: kelemahan otot dan refleks yang hipoaktif/ hiperaktif dapat
mengidentifikasikan kebutuhan akan metode makan alternatif.

b) Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising usus.

Rasional: kelemahan otot dan hilangnya peristaltik usus merupakan tanda


bahwa fungsi defekasi hilang yang kemudian berhubungan dengan kehilangan
persyarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba.

c) Timbang berat badan.

Rasional: mengkaji keefektifan aturan diet.

d) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering baik melalui NGT maupun
oral.

Rasional: dapat diberikan jika klien tidak mampu untuk menelan.

e) Tinggikan kepala klien ketika makan dan buat posisi miring dan netral setelah
makan.

Rasional: latihan sedang membantu dalam mempertahankan tonus otot / berat


badan dan melawan depresi.

f) Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemeriksaan HB, Albumin,


protein total dan globulin.

Rasional: pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status


nutrisi.

h. Diagnosa keperawatan kedelapan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan

transisi dan krisis situasional, ketidakpastian tentang hasil / harapan

1) Tujuan : tidak terjadi perubahan proses keluarga

2) Kriteria Hasil : mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat,

mendorong orang yang sakit untuk menuju kearah kemandirian,

3) Intervensi
a) Catat bagian-bagian dari unit keluarga, keberadaan / keterlibatan sistem

pendukung

Rasional : menentukan adanya sumber keluarga dan mengidentifikasi hal-hal

yang diperlukan

b) Anjurkan keluarga untuk mengungkapkan hal-hal yang menjadi perhatiannya

tentang keseriusan kondisi kesehatan

Rasional : Pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat menurunkan

ansietas dan meningkatkan koping terhadap realitas

c) Evaluasi harapan keluarga / tujuan keluarga

Rasioanl : keluarga mungkin percaya bahwa pasien akan sembuh dan hidup,

rehabilitasi akan sangat dibutuhkan untuk pengobatannya. Walaupun

informasinya akurat, harapan dapat tidak terwujud.

d) Kaji kekuatan yang dimiliki, seperti apakah usaha pengambilan keputusan

bermanfaat atau malah tidak ada gunanya

Rasional : mungkin memerlukan bantuan untuk memfokuskan kekuatan agar

menjadi efektif / meningkatkan koping.

e) Tentukan dan anjurkan penggunaan cara-cara koping tingkah laku yang cukup

berhasil sebelumnya dilakukan


Rasional : berfokus pada kekuatas dan pengutan kemampuan khusus untuk

menghadapi krisis saat sekarang ini.

i. Diagnosa Keperawatan kesembilan : Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal

informasi / sumber-sumber, kurang mengingat / keterbatasan kognitif.

1) Tujuan : pengetahuan klien dan keluarga meningkat.

2) Kriteria hasil : klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar,


mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan
dan potensial komplikasi.

3) Intervensi:

a) Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari klien juga keluarganya.

Rasional: memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas


kebutuhan klien secara individual.

b) Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan


pengaruh sesudahnya.

Rasional: membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan


meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.

c) Berikan kembali penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang.

Rasional: aktivitas, pembatasan, pengobatan/ kebutuhan terapi yang diberikan


atas dasar pendekatan antar disiplin evaluasi amat penting untuk
perkembangan pemulihan.

d) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Rasional: berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang


didasarkan atas kebutuhan yang individual.

e) Rujuk / tegaskan kembali pentingnya melakukan evaluasi dengan tim


rehabilitasi.
Rasional: kerja keras akhirnya menghasilkan defisit neurologis dan
kemampuan klien untuk memulai gaya hidup baru/ produktif.

4. Pelaksanaan

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah diskripsi untuk perilaku yang

diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa

yang direncanakan (Merilynn E. Doenges, 2000). Implementasi pada klien Cedera

Kepala sedang meliputi pencapaian perfusi jaringan serebral adekuat, status nutrisi

adekuat, pencegahan cedera, penigkatan fungsi kognitif, koping keluarga efektif,

peningkatan pengetahuan tentang proses rehabilitasi dan pencegahan komplikasi

(Merilynn E. Doenges, 2000).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku

yang diamati dan dipantau, untuk menentukan pencapaian hasil dalam jangka waktu yang

telah ditentukan (Merilynn E. doenges, 2000).

Evaluasi bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh intervensi keperawatan

yang telah dilakukan, dengan cara yang berkesinambungan dengan melibatkan klien dan

tenaga kesehatan lainnya, dituliskan dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk

mendokumentasian keadaan klien, baik berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan

berdasarkan masalah yang ada.

Evaluasi ini dapat bersifat formatif yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus

menerus, untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan, yang juga disebut tujuan jangka
pendek. Dan dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada

akhir dari semua tindakan keperawatan, yang disebut dengan mengevaluasi pencapaian

tujuan jangka panjang

Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan

cedera kepala sedang adalah tidak ada tanda-tanda peningkatan intra kranial seperti

tekanan darah meningkat, denyut nadi lambat, pernapasan dalam dan lambat, pupil

melebar, reflek terhadap cahaya negatif, kesadaran memburuk.

Yang diharapkan adalah pasien mampu dan pulih setelah pasca akut dalam

mempertahankan fungsi gerak, tidak terjadi dekubitus, mampu melaksanakan aktivitas

sedang, tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor. Klien tampak

tenang dan nyeri hilang, klien dapat beristirahat dengan tenang.

Diposkan 25th August 2009 oleh Perawat Ganteng


0

Tambahkan komentar

Bruder Aras

  Beranda
Feb
18

Khanza and I

First time pake baju korpri semenjak jadi PNS 5 Thn..

Jan
23

My Office Puskesmas Talisayan

Halohaaa....

Assalamualaikum wr... wb...

Lama ga ngepost apapun nih...

Terakhir tahun 2013...

It was long time ago...

Kali ni iseng aja habis pulang main badminton..baring di kamar trus utak atik gadget ni...nah
iseng dah mau upload photo...

Poto pertama itu poto lingkungan tempat kerjaku yang tampak dari belakang bagian tengah
(bingung kan.?)...hahah

Kurang asri sih menurutku tuh puskesmas...

Trus poto yang kedua itu poto q pas lagi dinas malam...

Oct
22

My Hobby

My Yellow Yonex... My favourite Jersey.....

Aug
21

Me with my Racket....

Sebelum pergi main badminton in court.. foto dulu lah utk dokumentasi kelak utk diliat anak
cucu... hahahah

Mainx biasa, tp gayax boleh lah lebih..haha

So enjoy my pict...

Aug
21

Late Post.... Me with my tie...

Nih gue suka gaya gue, cool aja..haha... narsisx keluar...

Actuallu, model gni yg q suka, seragam dengan dasi,..kece aja rasanya...

Hahaha

It was past time.... LPJ 2011...

May
27
Pict Of The Day....

Pagi2 saya mau pamer foto dulu lah...

Boleh lah....

Pede dengan seragam Linmasnya...

Inilah saya Aras, A.Md.Kep...wkwkwk....

Pagi2 iseng2 aja moto diri sendiri di kamar...hahaha

Soalx lg ngerasa kece aja....

Jan
27

Mbah Dukun Lagi Baca Doa

Ni foto gue tadi sianh, ni lagi di rawat inap puskesmas...mau makan siang bareng temen2...

Sebenarnya gue udh laper buanget... but we were still waiting others...

Wenak temam, menune iwak bakar, iwak goreng, tempe, tahu...suambale, pudes pisan....

Dec
26

Curahan hati di tengah malam...

Pengen curhat aja nih tengah malam di blog q yg jarang q post..heheh

sekali ngepost pasti yg aneh...hehehe

tp bingung jg mau mulai dari mana....

okelah let start....

banyak hal yang q bingung kan di sni...dalam kehidupanku...

i don't know why these happened to me...


yo wes lah anggap aja cobaan dr Allah swt...

kok jadi lupa curhat....oke qta mulai....

1. Masalah kerja..q mulainbete nih kerja di pustu..ngebosenin..belum lg pasienx yang


nyebelin...nda tw diutunng..ya sudah lah..forgot it..

Jun
15

Gila Badminton

Halo semua...lama ga update blog nih...maklum lah sibuk kerja (pdhl di pustu cuma tidur aja)
hahaha...

Feb
14

Ucapan Selamat Hari Valentine 2012

……. , . – . – , _ , …….bunga ini

……… ) ` – . . ‘ `( …….ku persembahkan

…….. / . . . .`\ . . \ ……..untukmu

…….. |. . . . . |. . .| ……..yang terindah

……… \ . . . ./ . ./ ……… ……….. `=(\ /.=` ………walau

…………. `-;`.-’ …………kita tak

…………… `)| … , ……..pernah bertemu

……………. || _.-’| ……..

…………. ,_|| \_,/ ……..ku yakin

……. , ….. \|| .’ ………….bintang pasti ……. |\ |\ ,. ||/ ………….kan bersinar

…. ,..\` | /|.,|Y\, …………yang selalu

…..
Memuat
Template Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai