Anda di halaman 1dari 3

TUGAS SESI 3 BIOETIKA

LINA RUSLINAWATI/20200302112

Pandangan masyarakat akan peran dan fungsi perawat dalam dunia kesehatan belum seimbang. Masih
banyak masyarakat khususnya masyarakat awam memandang profesi perawat sebagai profesi yang
hanya membantu dokter. Sedangkan untuk kegiatan memberi obat dilakukan perawat setelah
mendapat instruksi dari dokter. Pandangan yang kurang tepat ini tidak akan terjadi jika masyarakat
memahami bahwa esensi dari kegiatan yang dilakukan perawat adalah dalam upaya memenuhi
kebutuhan dasar manusia dalam hal ini pasien yang mengalami keterbatasan, gangguan bahkan
kerusakan fungsi motorik dan sensorik. 

Dokter sendiri, selaku tenaga kesehatan yang juga berperan dalam pembangunan kesehatan, belum
sepenuhnya merasakan bahwa perawat sebagai mitra kerja. Masih banyak dokter yang memandang
perawat sebagai tenaga vokasi, perawat sebagai asistennya. Selain itu kebijakan Rumah Sakit seringkali
kurang mendukung eksistensi profesi keperawatan. 

Kenyataan ini sungguh ironis, mengingat dokter dan perawat adalah tenaga kesehatan yang berperan
penting dalam upaya melayani dan melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan
jasa pelayanan kesehatan. Pemahaman yang kurang tepat ini baik dari masyarakat maupun dokter dapat
menghambat perkembangan keperawatan sebagai profesi. 

Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2019 serta Undang-Undang Keperawatan No 38 Tahun 2014


telah menjelkan peran masing-masing profesi dalam memberikan kontribusi dalam pembangunan
kesehatan bangsa. Untuk dapat menempatkan posisi yang sejajar anatar dokter dan perawat,
pemerintah sebagai pembuat kebijakan seyogyanya memberi ruang yang proporsional terhadap peran
profesi keperawatan dalam pembangunan kesehatan. 

Dokter sebagai tenaga medis yang mempunyai hubungan interaksi yang telah cukup lama dengan
perawat dalam merawat pasien diharapkan membuka komunikasi dan hubungan kolaboratif yang baik
dengan perawat. Keperawatan sebagai profesi juga dituntut untuk menunjukkan profesionalismenya
dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien sehingga mampu menampilkan asuhan
terbaik untuk pasien dari sisi ilmu keperawatan.

Konteks dan urgensi masalah

"Seorang perawat harus memulai pekerjaannya dengan ide tegas ditanamkan dalam pikirannya bahwa
dia hanya instrumen dokter yang akan mendapatkan instruksi yang dilakukan. Dia tidak menempati
posisi independen dalam memberikan asuhan kepada pasien" McGregor-Robertson, 1902

"Tidak peduli betapa berbakat dia, dia tidak akan pernah menjadi perawat yang handal sampai dia dapat
patuh melakukan instruksi tanpa bertanya. Yang pertama dan paling membantu kritik yang pernah saya
terima dari seorang dokter adalah ketika dia bilang aku seharusnya hanya sebuah mesin cerdas untuk
tujuan melaksanakan perintah" Sarah dock, 1917 (Fagin and Garelick 2004)
Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka
terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya. 

Studi sosiologis tradisional dari hubungan dokter-perawat menggambarkan sifat patriarki (Dingwall &
McIntosh, 1978), dipahami dalam hal stereotip seksual, dengan assignations gender dari pengasuhan
dan kepasifan untuk peran perempuan, dan sikap tegas dan daya saing terhadap peran pria (Savage,
1987). Menggambarkan paralel dengan peran keluarga, dokter mengambil posisi kepala keluarga,
memutuskan di mana dan bagaimana pekerjaan penting harus dilakukan, sementara perawat (' istri ')
tampak setelah kebutuhan fisik dan emosional mereka tergantung pada mereka, apakah mereka pasien,
perawat  atau dokter berpengalaman (Oakley, 1984; Wildi & Parish, 1997; Tatapan, 2001) (Fagin and
Garelick 2004). 

Jika konflik ini tidak segera ditangani dimana masih terjadi perilaku dokter yang terlalu arogan sehingga
tidak mau menerima masukan dari perawat tentang masalah pasien, perawat yang selalu mengikuti
perintah dokter tanpa mempunyai kewenangan secara mandiri. Sehingga pelayanan kepada pasien
menjadi tidak prima dan menambah hari pasien tinggal di rumah sakit (Anggarawati and Sari 2016). 

Konflik yang terjadi ini dapat diselesaikan salah satunya dengan membangun hubungan kolaboratif yang
baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit
melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung
pada hasil yang dialami pasien ( Kramer dan Schamalenberg, 2003). 

Kritik terhadap kebijakan yang telah ada

Dalam upaya membangun kesehatan bangsa, pemerintah melalui Undang-Undang Kesehatan No 36


Tahun 2019 serta Undang-Undang Keperawatan No 38 Tahun 2014 telah mengatur bagaimana peran
masing-masing profesi kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kode etik,
standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional. 

Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan perawat memiliki pendekatan yang saling melengkapi.
Dokter yang berfokus pada curing (pengobatan) sedangkan perawat berfokus pada caring yaitu
kemampuan untuk mendedikasikan dirinya untuk orang lain, melakukan pengawasan dengan waspada,
menunjukkan perhatian, empati, cinta, dan menyayangi yang merupakan inti dari keperawatan. 

Caring lebih dititikberatkan pada kebutuhan dan respon klein untuk ditanggapi dengan asuhan
keperawatan yang dilihat secara holistic baik bio, psiko,sosio, kultural, dan spiritual pasien. Konsep
curing dan caring tidak  bisa dipisahkan, keduanya saling melengkapi dalam asuhan pasien yang
komprehensif dan terintegrasi. 

Departemen Kesehatan sebagai lembaga pemerintah yang salah satu fungsinya adalah pelaksanaan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia di bidang kesehatan serta pengelolaan tenaga
kesehatan memberi ruang yang proporsional terhadap peran profesi keperawatan dalam pembangunan
kesehatan sehingga mendapat tempat yang sejajar dengan profesi kesehatan lain khususnya profesi
kedokteran.

Upaya yang dapat dilakukan untuk merubah pandangan masyarakat terhadap profesi perawat serta
perubahan hubungan dokter-perawat yang tidak lagi berdasarkan hubungan tradisional yang
menimbulkan konflik (Lancaster, KolakowskyHayner et al. 2015) dapat diatasi dengan cara :
Meningkatkan pendidikan keperawatan menjadi pendidikan professional Ners. Pendidikan vokasi
seyogyanya dihilangkan secara bertahap sehingga profesionalisme keperawatan dapat dirasakan baik
oleh dokter sebagai mitra kerja maupun masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan.

Kurikulum pendidikan tenaga kesehatan memuat tentang hubungan kolaborasi yang baik antar tenaga
kesehatan sehingga semua tenaga kesehatan mempunyai persepsi yang sama bahwa melaui hubungan
kemitraan, saling menghargai dan memahami keilmuan masing-masing profesi dapat meningkakan
kualitas asuhan yang diterima oleh pasien.

Organisasi profesi diharapkan juga berperan dalam pengaturan batas dan kewenangan masing-masing
profesi. Selain itu organisasi profesi dapat menjembatani harmonisasi hubungan antar tenaga kesehatan
melalui pendidikan dan pelatihan multidisiplin keilmuan.

https://www.kompasiana.com/yunisusiana/5df9c399d541df0a3c616582/hubungan-dokter-perawat-
mitra-atau-pembantu?page=all#sectionall

Anda mungkin juga menyukai