Anda di halaman 1dari 140

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA


PADA KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF
MENGGUNAKAN MODIFIKASI MODEL ADAPTASI ROY
DAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON DI RSMM BOGOR

KARYA ILMIAH AKHIR

EMILIA PUSPITASARI SUGIYANTO


12060195243

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
9

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA


PADA KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF
MENGGUNAKAN MODIFIKASI MODEL ADAPTASI ROY
DAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON DI RSMM BOGOR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Jiwa (Sp.Kep.J)

EMILIA PUSPITASARI SUGIYANTO


12060195243

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ini adalah hasil kaiya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyalakan dengan benar

Nama : F.mime Puspitasari Sugiyan4o


: 1206195243
Tanda Tangan

Yanggal : Agustus 2015

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


HALAMAN PERSETUJUAN

Kaq a Ilmiah Akhir ini diajukan Oleh:


Nama Mahasiswa : Emilia Puspitosari Sugiyanto
NPT : 1206 I9524S
Program SNdi Program Studi Ners Spesialis Kcperawalan.

Judul Kara Ilmiah : Manajemen Asuhan Keperawatan Spesialis Jiwa pada


Ke\uarga dengen Koping Tidak Efsktif Menggunakan Modifikasi Model Adaptasi
Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson di RSMM Bogor

Karya Ilmiah rat telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing serta teIah
dipertahankan di hadapan tim penguji. Karya llmiah Akhir Spesialis
Keperawatan sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Spesialis Keperawatan Jiwa pada Program Studi Ners Spesialis
Keperawatan, Fakultas llmu
Keporawatun Unive sitas [ndnnesia

SUPERVISOR

Supewisor Utama: Prof. Achir Yalll . Hamid, M.N., D.N.Sc, (

Yossie Susanti Eta Putri, SKp, MN

Disefujui di npoi
Tanggal

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


I IALAMAN PENGESA HAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan Oleh:


Nama Mahasiswa : Emilia Puspitasari Sugiyaniu
N PM 1 206195243
Program StudiProgram Siudi Ners Spesiaiis Keperawatan,

Judul Karya Ilmiah : Manajemen Asuhan Keperawatan Spesialis Jiwa pada


Keluarga dengan Koping tidak Efektif Menggunakan Modifikasi Model Adaptasi
Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson di RSMM 8ogor

Karya Ilmiah ini telah telah berhasiJ dipertahankan di hudapan tim penguj i dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis Keperawatan Jiwa padn Program Slndi Ners Spesialis Keperawatan,
Fakultas Ihnu Kepernwatan Univcrsitas Indonesia

DE WAN PENGUJI

Pembimbin : Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc, (


g

Penguji : Ns. Ice Yulia Wardani., M.Kep., Sp.Kep.


I
Penguj i 2 : dr. Prastyawan., ( )
Sp.K.I
Penguj i 3 . iNs, Heni Dwi, W., M.Kep. Sp.Kep.I

Diserujui di - Depok

Tanggal

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


IIALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibnwah ini:

Nama Emilia Puspitasari Sugiyanto


h PM 1206195243
Program Studi Ners Spesialis (Sp.1) Kcpcrawatan Jiwa
Departemen Keperawatan Jiiva
Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya Karyn Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia flat Bobas Royalti Noncksklusif (Non-exclusive
2toyalty- Free 2tigiit) otos karya ilmiah saya yang be udul:
Manajemen Asuhan Keperawatan Spesiolis Jiwa pada Kcluarga Dengan
Koping Tidak Efektif Menggunakan Modifikasi Modcl Adaptasi Roy dan
Kebutuhan Dasar Henderson di RSMM Bogor

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak mcnyimpan,
mengalihmedia/formotkan, mengelola dalam bentuk pnngknlan data
{database), merawat, don mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nams saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak
Cipta.

Demikian pemyataa ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juli
2015

E i is% Su iynnto
m

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


ABSTRAK

Nama : Emilia I’uspitasariSugiyanto


Program Studi : Ners Spesialis Keperaivatan Jiwa
Judul Manajemen Asuhan Kcpcrawatan Spesialis Jiwa pada Keluargii dengan
Koping 4“idak El’ektiF Menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy
dan Kebutuhan Dasar Henderson di RSMM Dogor

Perubahan status kesehatankelua' Ba merupakan salah satu stressor yang dapat


mempengaruhi keluarga. Koping keluarga adalah suatu upaya yang dilakukan oleh keluarga
untuk mengalu.si stressor. Kctidak mampuan keluarga dalam mengatasi stressor yang ada
menyebabkan beban keluarga. Upaya perlu dilakukan untuk membantu keluarga dalam
mengalasi kondisi tersebut. Tujuan pcnulisan karya ilmiah ini ad*lah memperoleh gambaran
tentang “Manajemen
.Muhan Keperawatan Spesialis Jiwa pada Keluarga dengan Koping Tidak F.fektif
menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson”.MQdel Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson
memberikan gambaran tentang proses te adinya koping tidak cfcktif dan bentuk
ketidakmampuan yang dialami oleh kcluarga.Analisis dilakukan pada 24 keluarga. i-IilSil
didapatkan tanda gejala koping kcluarga tidak efektifmenurun, kemampuanmcrawat anggota
keluarga yang sakit dan kemampuan keluarga mengelola beban keluarga meningkat. Karya
ilmiah akhir ini merekomendasikan manajemcn asuhan keluarga perlu dilakukan di rumah
mkit. dcngan meningkatkan kemampuan pcrawatan keluatga dan meningkatkan kemampuan
mengelola beban yang dialami oleh keluarga.

KataKunci: KopingKeliiarga’l’idakefektif, Model Adaptasi Roy, KcbutuhanDasar Henderson

Depok, Agustus 2015


Pembimbing I Mahasiswa

ant S. Hamid, M.N., Emilia Puspilasari.S.


D.N.Sc.

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


ABSTRACT

Nama Emilia Pu.spitasariSugiyanto


Study Program: Psychiatric Specialistic NUrsing PiograM
Title Case Management Specialist in Mentnl Nursing 1•amily with
Ineffectix'e Coping Ilsing ’I’he Modification ot‘Roy Adaptation Model
and Henderson’s Basic Needs at MarzukiMahdi Hospital, Bogor.

The healthstatus attention of the familly membcrs is one ot the stcssor which effected to
the family.Family coping is one of the effort to solvc this problem.’ldc unability of the
family to solve the stressor, caused familly burden. Some cffons needed to support ihe
familly to solves the problem. Thc purpuse of this essay is to gct the explanation about
“Psychiatric Specialist Nursing Caro Management at The Family with Ineffective Coping
by The modification of Roy Adaptation Model and Henderson’s Banic Needs”. TheRoy's
Adaptation Slodel and virginia Henderson’s Basic Needs give us the explanation about
the uneffective coping piocccss and the family unabilily to take cam of them.There are 24
families that have been analyzed. The result is indicated the decreation of the uncffectivc
family coping, and showed the recreation of the family ability to take care the family
member while showed the increation of family burden management. This final project
recommended the application of ihe family nursing care management in hospitasl Io
increased the ability of family member nursing either to increased the ability of family
burden management.

key Words: Uneffcciive Coping Family, Roy's Adaptation Model, Virginia Henderson's
Basic Human Needs

Depok,K Agustus 2015


Supervisor I Student

hi Yani S. Hamid, M.N., Emilia Puspitasari.S.


D.N.Sc.

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Spesialis
(Sp.1) Keperawatan Jiwa pada Program Studi Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan
Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan, kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terima kasih saya kepada:
(1) Ibu Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DNSc., selaku Pembimbing I yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya
ilmiah akhir ini;
(2) Ibu Yossie Susanti Eka Putri, SKp, MN., selaku Pemimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya
ilmiah akhir ini;
(3) Ibu Junaiti Sahar,S.Kp.,M.App.Sc.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
(4) Ibu Dr. Novy Helena CD, SKp, MSc., selaku ketua program studi Magister
dan Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia;
(5) Direktur Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi Kota Bogor beserta jajaranya
yang telah memberikan kesempatan, ijin, dan dukungan selama penyusunan
karya ilmiah akhir ini;
(6) Teman-teman sejawat perawat Ruang Gayatri RSMM Kota Bogor yang
telah memberikan semua dukungan dan bantuan material dan moral selama
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(7) Suami, anak-anaku dan keluarga besarku yang selalu memberikan kasih
sayang, bantuan, dan dukungan material serta moral selama menempuh
pendidikan ini;

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


(8) Klien dan keluarga yang telah bersedia berpartisipasi dalam penyusunan
karya ilmiah akhir ini;
(9) Sahabatku mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan jiwa
angkatan 2014 atas segala dukungan dan kebersamaannya;
(10) Semua pihak yang telah membantu selama proses dan penyusunan karya
ilmiah akhir ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Juli 2015
Penulis

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii


LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 5
1.3 Manfaat ................................................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 11


2.1. Keluarga Sebagai Sistem Terbuka .......................................................... 12
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan
Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson
............................................................................................... 13
2.2.1. Input Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif
dengan menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan
Kebutuhan Dasar Henderson .................................................................. 13
2.2.1.1 Stimulus Fokal ............................................................................ 13
2.2.1.2 Stimulus Konstektual .................................................................. 14
2.2.1.3 Stimulus Residual ....................................................................... 21
2.2.2. Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan
menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson .............................................................................................. 22
2.2.2.1 Proses Koping Keluarga.............................................................. 22
2.2.2.2 Proses Kontrol Koping ................................................................ 26
2.2.2.3 Model Adaptasi .......................................................................... 27
2.2.2.4 Intervensi keperawatan................................................................ 32

Henderson.. ............................................................................................. 33
2.2.3.1 Respon Adaptif ........................................................................... 34
2.2.3.2 Respon Inefektif .......................................................................... 34

BAB 3 MANAJEMEN PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN


Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF DI RSMM BOGOR
3.1. Manajemen Pelayanan Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak
Efektif Di R.S Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor. ....................... 35
3.2. Pelaksanaan Praktik Keperawatan Koping Keluarga tidak efektif di
Ruang Gayatri ........................................................................................ 37

BAB 4 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA


DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF
4.1 Input Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif ......... 41
4.1.1 Stimulus Fokal ............................................................................... 41
4.1.2 Stimulus Konstektual ..................................................................... 41
4.1.3 Stimulus Residual .......................................................................... 45
4.2 Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan
menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson ................................................................................................. 46
4.2.1 Gambaran Proses Koping Keluarga ............................................... 46
4.2.2 Gambaran Model Koping Keluarga ............................................... 47
4.2.3 Gambaran Beban Keluarga ............................................................ 47
2.2.4.Output Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan
menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson.. ............................................................................................. 49
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Input Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif ......... 52
5.1.1 Stimulus Fokal ............................................................................... 53
5.1.2 Stimulus Konstektual ..................................................................... 54
5.1.3 Stimulus Residual .......................................................................... 63
5.2 Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan
menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson ................................................................................................. 63
5.2.1 Proses Koping Keluarga................................................................. 63
5.2.2 Model Koping Keluarga................................................................. 66
5.2.3 Beban Keluarga .............................................................................. 67
5.2.4 Intervensi keperawatan................................................................... 68

Henderson.. ................................................................................................ 69
5.4 Kendala ...................................................................................................... 70
5.5 Rencana Tindak Lanjut .............................................................................. 70
5.6 Rekomendasi .............................................................................................. 71
BAB 6 Simpulan dan Saran ............................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


LAMPIRAN

Lampiran : Instrumen Assessment Tanda dan Gejala Koping Keluarga


1
Tidak efektif
: Instrumen Kemampuan Generalis Koping Keluarga Tidak
Lampiran
2 efektif
: Instrumen Kemampuan
: FPE Matrik Kelolaan
Lampiran
3 : Pasien
Lampiran Modul Family Psychoeducation
4
Lampiran
5

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson pada
Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif.....................11

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halam


Tabel an
Tabel : Stimulus Fokal Keluarga Dengan Koping Keluarga Tidak
4.1 Efektif di Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16
Februari 41
– 17 April 2015 (n=36)
…………………………………………..
Tabel : Karakteristik Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status
4.2 Perkawinan Keluarga di Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi
Bogor 16 Februari – 17 April 2015 (n=36) 42
………………………
Tabel : Karakteristik Usia Keluarga di ruang Gayatri dan Basudewa
4.3 Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015 (n=36)
........ 42
Tabel : Karakteristik Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, dan
4.4 Status Perkawinan Klien dengan Koping Keluarga Tidak
Efektif di ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16
Februari – 17 April 2015 43
(n=36)....................................................................................
Tabel : Karakteristik Lama Rawat Klien dan Usia Klien dengan
4.5 Koping Keluarga Tidak Efektif di ruang Gayatri RS Marzoeki
Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015 43
(n=36) ...................................
Tabel : Diagnosis Medis Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif
4.6 diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari –
17 44
April 2015
(n=36)..........................................................................
Tabel : Diagnosis psikososial Klien dengan Koping Keluarga Tidak
4.7 Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16
Februari 44
– 17 April 2015
(n=36)..................................................................
Tabel : Diagnosis Gangguan Klien dengan Koping Keluarga Tidak
4.8 Efektif diruang Gayatri Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari –
17 April 2015 44
(n=36).....................................................................
Tabel : Diagnosis Fisik Klien dengan Koping Keluarga Tidak
4.9 Efektif
diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 45
April 2015 (n=36)
.........................................................................
Ta : Proses Koping Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi
bel Bogor 16 Februari – 17 April 2015 45
4.1 (n=36) ...................................
0
Ta : Pola Koping Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi 46
bel Bogor 16 Februari – 17 April 2015
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL
4.1 (n=36)....................................
1
Ta : Beban Keluarga di ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
bel 16 Februari – 17 April 2015 47
4.1 (n=36) ...................................................
2
Ta : Beban Keluarga Setelah Terapi Generalis di ruang Gayatri RS
bel Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015 48
4.1 (n=36) .......
3
Ta : Kemampuan Keluarga setelah Tindakan Generalis di ruang
bel Gayatri dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari 49
4.1 – 17 April 2015 (n=36)
4 ……………………………………………

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


Ta : Kemampuan Terapi Keluarga setelah Tindakan family
bel psikoedukasi diruang Gayatri dan Basudewa RS Marzoeki 50
4.1 Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015 (n=36)
5 ......................
Ta : Beban Keluarga Setelah Terapi FPE diruang Gayatri
bel dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 51
4.1 April
6 2015 (n=36) ...................................................................................

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga merupakan bagian terpenting dari individu, dalam keluarga setiap


individu saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Friedman (2010)
mendefinisikan keluarga sebagai sekumpulan orang yang saling berhubungan,
yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggotanya. Hubungan
dan interaksi dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai sebuah sistem terbuka.
Kaakinen, (2010) lebih lanjut menjelaskan tentang status kesehatan keluarga
sebagai sebuah sistem terbuka dimana struktur, fungsi, dan proses keluarga saling
mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga masing-masing dan status
kesehatan secara keseluruhan dari keluarga itu sendiri, sehingga pada
perkembangannya keperawatan menganggap keluarga merupakan sebuah unit
sosial yang penting dalam pelayanan perawatan.

Roy dalam Friedman, (2010) menjelaskan bahwa individu, keluarga, kelompok


dan masyarakat merupakan sebuah unit analisis dan dapat digunakan sebagai
fokus praktik keperawatan, seorang perawat dalam melakukan asuhan
memandang klien sebagai sistem yang adaptif, dimana ada proses interaksi yang
terjadi didalamnya. ANA (1982) dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa
keluarga merupakan salah satu fokus asuhan keperawatan dan merupakan uni
sosial terpenting dalam pelayanan keperawatan, sehingga perlu adanya
pengembangan dalam praktik keperawatan baik dimasyarakat maupun di rumah
sakit.

Status sehat sakit menjadi salah satu contoh bentuk interaksi yang terjadi dalam
keluarga sebagai sebuah sistem dalam mencapai sebuah keseimbangan untuk
menjalankan peran dan fungsinya. Penyakit akan mempengaruhi seluruh anggota
keluarganya dan sebaliknya, keluarga juga dapat mempengaruhi jalanya suatu
penyakit dan status kesehatan keluarganya. Berdasarkan penelitian yang

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


2

dilakukan oleh McCubbin, Patterson dan Wison (1983), dalam Friedman (2010)
dari 71 kategori peristiwa hidup penuh stres, yang diukur menggunakan Family
Inventory of Life Event and Change Scale (FILE) sebuah keluarga yang memiliki
anggota keluarga yang sakit fisik maupun sakit kronis dapat mempengaruhi stress
dalam keluarga, peristiwa sakit dilihat sebagai bentuk stresor langsung yang
dialami oleh keluarga sehingga secara tidak langsung keluarga akan berespon
terhadap kejadian tersebut untuk tetap mampu menjalankan fungsinya. Salah satu
perisiwayangberhubungandenganpenyakitkronisantaralainadalah
Hospitalisasi.

Hospitalisasi adalah suatu kondisi dimana seseorang dirawat dirumah sakit,


kondisi tersebut menjadi salah satu bentuk stresor yang dialami oleh keluarga.
Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga dipandang
sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang, dukungan,
perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar
anggota keluarga. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya
dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress
ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga, tidak bisa tidur,
tidak nafsu makan ketakutan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
perawatanya (biaya perawatan). Penelitian lain juga menggambarkan tentang
masalah emosional yang terjadi dalam sistem keluarga yang dirawat di rumah
sakit. Kloss & Daly (2008) dalam Kaaken (2010) menjelaskan tentang keluarga
yang anggotanya dirawat dirumah sakit mempunyai perasaan negatif tentang
kondisi fisik yang dialami oleh keluarga yang sakit, selain itu juga menjelaskan
bahwa keluarga juga mempunyai harapan tentang kondisi fisik yang lebih baik.
dari keterikatan tersebut terhadap keluarga itu sendiri, dampak tersebut sering
Kondisi
disebutmenggambarkan
diatas sebagai beban perawaan keluarga.
adanya keterikatan antar anggota keluarga serta
dampak

Beban perawatan keluarga menjadi salah satu kondisi yang muncul akibat ketidak
mampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yang sakit.
Stuart & Sundeen, (2009) Beban keluarga didefinisikan sebagai suatu keadaan

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan keluarga dengan
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Davidson, (2007)
menjelaskan tentang keluarga mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan
mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit, hal tersebut depengaruhi oleh
cemas dan depresi keluarga. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ketidak
mampuan keluarga dalam mengatasi beban keluarga akan berdampak pada
kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit.

Kondisi tersebut berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam berespon


terhadap harapan atau tujuan yang ingin dicapai oleh keluarga. Kemampuan
keluarga dalam berespon terhadap stresor disebut sebagai mekanisme koping.
Koping keluarga adalah respon perilaku dari anggota keluarga dan seluruh
keluarga sebagai satu kesatuan unit untuk mangatasi stressor, dan memperbaiki
konflik dan tekanan dalam keluarga agar keluarga bisa beradaptasi kembali
dengan lingkunganya (Mc cubbin & Patterson, 1983, dalam Friedman 2010).
Sebagai sebuah sistem yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi antar
anggotanya peran dan fungsi keluarga sangat mempengaruhi proses ini. Satir,
menjelaskan bahwa keluarga selalu mempertahankan sebuah keseimbangan,
dimana jika keinginan dan harapan tidak mampu dipertahankan melalui peran
yang tidak sesuai maka disfungsi akan terjadi.

Perawat mempunyai peran penting untuk membantu keluarga dalam mengatasi


masalah yang dialami oleh keluarga. Family Mental Health Alliance (FMHA),
(2006) menjelaskan bahwa keluarga merupakan bagian terpenting dari klien yang
sakit, sehingga perlu suatu program dan layanan bagi keluarga selama merawat
anggota keluarga yang sakit. Dukungan yang diberikan diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi stresor yang ada.

Gambaran di atas ditemui oleh mahasiswa selama mengikuti kegitan praktek


klinik residensi di Rumah Sakit Marzuki Mahdi bogor unit umum yang
dilaksanakan pada tanggal 16 Februari sampai 17 April 2015, dimana mahasiswa
mendapatkan kesempatan untuk mengelola ruangan Gayatri. Ruang Gayatri
merupakan ruangan penyakit dalam dan bedah dewasa dan lansia untuk kelas 2,
dengan kapasitas tempat tidur adalah 15 tempat tidur. Diagnosis medis yang
paling banyak ditemukan di ruang Gayatri adalah Hipertensi sebanyak 24%
dengan masalah psikososial terbanyak adalah Ansietas 64.8% dan koping keluarga
tidak efektif sebanyak 24%.

Data tersebut menunjukan bahwa koping keluarga tidak efektif merupakan salah
satu masalah psikososial yang ditemukan di ruangan tersebut. Tanda gejala yang
ditunjukan oleh keluarga antara lain perasaan tertekan, kawatir sampai panik,
sulit tidur, tidak nafsu makan, pusing lelah capek dan sebagian menyatakan
aktifitas terganggu. Kondisi tersebut menggambarkan adanya interaksi yang
terjadi antara kondisi sakit fisik yang dialami keluarga berpengaruh terhadap
anggota keluarga yang lain. Upaya yang dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan
memberikan tindakan generalis dan psikoedukasi keluarga. Psikoedukasi keluarga
adalah suatu program yang dirancang untuk pendidikan dan dukungan bagi
keluarga, sehingga hasilnya keluarga dapat menolong dirinya sendiri. Tujuan dari
terapi ini adalah untuk memberi pengetahuan bagi keluarga tentang masalah
yang dialami klien
/keluarga, mengajarkan pada anggota keluarga saat dihadapkan pada kondisi
yang
Pendekatan
dialami klien,teori yang digunakan
dan meningkatkan adalah keluarga.
kekuatan dengan menggunakan modifikasi tiga
teori yaitu Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson. Roy dalam Friedman (2010) menjelaskan keluarga sebagai suatu
sistem yang adaptif dimana keluarga akan berespon terhadap suatu
kejadian
stresor yaitu anggota keluarga yang sakit dengan memunculkan gejala yang

dialami oleh keluarga baik gejala fisik maupun gejala psikososial. Kondisi
tersebut disebabkan oleh ketidak mampuan keluarga dalam berespon mengatasi
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarganya termasuk didalamnya
adalah fungsi keluarga. Emilia, 2014 menjelaskan bahwa fungsi keluarga
mempengaruhi beban keluarga, dimana beban keluarga akan meningkat
bersamaan dengan fungsi keluarga yang menurun.
Perawat berperan dalam peningkatan kemampuan keluarga merawat dan
memandirikan keluarga dalam mengatasi beban keluarga dan merawat anggota
keluarga yang sakit. Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan
keperawatan sebagai “penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan
kegiatan tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika
mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Koping keluarga

tidak efektif terjadi karena ketidak mampuan, ketidaktauan dan ketidakinginan


keluarga memenuhi fungsi perawatan untuk anggota keluarganya. Konsep
tersebut menjelaskan bagian yang mengalami gangguan dari proses koping
keluarga dan intervensi yang tepat untuk keluarga.

Berdasarkan uraian di atas mahasiswa ingin menganalisis tentang asuhan


keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan Modifikasi
Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Henderson pada masalah
koping keluarga tidak efektif di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi
Kota Bogor”.

Tujuan
Tujuan Umum

Memperoleh gambaran tentang menejemen asuhan keperawatan spesialis jiwa


pada keluarga dengan koping tidak efektif menggunakan modifikasi Model
Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson pada keluarga
dengan masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif di ruang Gayatri
Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Teridentifikasi stimulus yang menyebabkan masalah keperawatan koping
keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi
Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri
Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.
1.2.2.2 Teridentifikasi masalah keluarga koping tidak efektif dengan
menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki
Mahdi Bogor.
1.2.2.3 Teridentifikasi rencana asuhan keperawatan untuk keluarga dengan
masalah keperawatan koping tidak efektif dengan menggunakan
pendekatan Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.
1.2.2.4 Terlaksananya asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah

keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi


Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang
Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.
Teridentifikasi rencana tindak lanjut asuhan keperawatan pada keluarga dengan
masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan
modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.
Teridentifikasi rekomendasi asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah
keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi
Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson di ruang
Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.
Teridentifikasi hasil evaluasi asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah
keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan modifikasi
Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson di ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor.

Manfaat
Manfaat Aplikatif

1.3.1.1 Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi panduan perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan koping keluarga tidak efektif
dengan menggunakan modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan
Dasar Manusia Virginia Henderson.
1.3.1.2 Meningkatkan kemampuan dalam kerjasama antara perawat spesialis dan
generalis di ruangan dalam pelaksanaan rawat bersama terutama dalam
membudayakan perilaku baru yang adaptif pada keluarga untuk mengatasi
masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan
Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson.

1.3.1.3 Menjadi dasar pertimbangan dan pemikiran dalam mengembangkan dan


menerapkan terapi keperawatan jiwa spesialis dengan menggunakan
modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia
Henderson

1.3.1.4 Masukan bagi pengelola program kesehatan jiwa RSMM Bogor dalam
merencanakan program-program yang lebih efektif dan dasar dalam
merumuskan kebijakan dalam memberikan asuhan keluarga diruang rawat
umum

1.3.2 Manfaat Keilmuan


1.3.2.1 Memberikan informasi mengenai gambaran peran perawat kesehatan jiwa
di rumah sakit dalam menangani masalah koping keluarga tidak efektif
selama merawat anggotanya yang dirawat di rumah sakit

1.3.2.2 Mengembangkan cara untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam


mengatasi masalah koping keluarga tidak efektif.

1.3.3 Manfaat Metodologi

1.3.3.1 Menerapkan model teori Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Manusia Virginia Henderson secara benar dan baik untuk meningkatkan
kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak
efektif

1.3.3.2 Hasil penulisan ilmiah ini berguna sebagai data dasar Model Adaptasi Roy
dan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Henderson secara benar dan baik
untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
koping keluarga tidak efektif

1.3.4 Manfaat Kehidupan Profesionalisme

1.3.4.1 Memperoleh ganbaran dan menjadi data acuan pelaksanaan manajemen

kasus spesialis terkait dengan manajemen pelayanan kesehatan jiwa dan asuhan
keperawatan jiwa di tatanan rumah sakit.

1.3.4.2 Memperoleh pengalaman dalam penerapan ilmu dan model konseptual


keperawatan jiwa khususnya dalam menerapkan terapi spesialis pada keluarga dan
melakukan koordinasi di tatanan rumah sakit.
9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan Modifikasi Model Teori Adaptasi Roy
dan kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson di ruang Gayatri RSMM Bogor.
Kerangkan teori sebagai dasar penulisan ini dimulai dengan menjelaskan keluarga
sebagai sebuah sistem terbuka dengan pendekatan input, proses dan output. Input

merupakan penyebab atau stimulus yang menyebabkan masalah keperawatan


koping keluarga tidak efektif dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi
Roy. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang stimulus fokal, stimulus kontektual
yang merupakan faktor penyebab dan pencetus, selain itu juga dijelaskan tentang
stimulus residual yang berisi tentang nilai, norma, keyakinan dan pemahaman
keluarga yang mempengaruhi kejadian koping keluarga tidak efektif.

Komponen proses dalam asuhan keperawatan merupakan proses terbentuknya


mekanisme koping keluarga dan model adaptasi yang ditunjukkan dalam
mengatasi masalah yang terjadi akibat adanya input atau stimulus. Pada proses
juga akan dijelaskan mengenai akibat yang terjadi karena proses koping yang tidak
maksimal dengan menggunakan pendekatan konsep kebutuhan dasar Virginia
Henderson. Intervensi dan tindakan keperawatan juga dijelaskan dengan
menggunakan modifikasi dari kedua teori tersebut. Bagian komponen output
dalam sistem asuhan keperawatan, penulis menjelaskan tentang respon dan
kemampuan keluarga dalam merawat klien. Koping keluarga tidak efektif terjadi
karena ketidak mampuan keluarga dalam mengatasi stimulus atau stressor yang
timbul akibat anggota keluarga yang sakit. Perawat memberikan intervensi guna
membuat model adaptif yang awalnya terganggu akan menjadi adaptif kembali
meningkatkan kemampuan adaptif keluarga, mekanisme koping adaptif akan
dengan bantuan mekanisme koping yang baru. Kerangka konsep penulisan karya
ilmiah akhir ini dijelaskan dalam bagan 2.1.

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
11

Proses Out put


Input

Stimulus Fokal: Koping keluarga efektif


Proses koping (fungsi Keluarga) Peningkatan
Anggota keluarga yang sakit.
Komunikasi & pengambilan keputusan kemampuan keluarga
Sumber daya keluarga dan penurunan Tanda
Stimulus Kontekstual: Fleksibilitas peran gejala
Emosional experience
Karaktersitik klien (usia, jenis Berkaukas, 2002
kelamin, pekerjaan, status
perkawinan) lama dirawat,
Diagnosis medis, Diagnosiis
keperawatan, Tindakan Invasif.
Koping keluarga tidak efektif
Karakteristik keluarga (usia, Ketidakmampuan, ketidaktauan, dan ketidakmauan Koping keluarga
jenis kelamin, pekerjaan, status Henderson tidak efektif tidak
perkawinan, bentuk keluarga) ada peningkatan
Beban Keluarga (Subyektif, Obyektif) kemampuan
keluarga dan tidak
ada penurunan
tanda gejala
Stimulus Residual: Persepsi Tindakan keperawatan :
tentang penyakit, norma Tindakan keperawatan generalis
keluarga. Tindakan keperawatan spesialis psikoedukasi Keluarga :

Umpan Balik

Bagan 2.1
Model Adaptasi Roy, Kebutuhan Dasar Henderson Dalam Asuhan
Keperawatan pada Keluarga dengan Koping Tidak Efektif

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


12

2.1. Konsep Keluarga Sebagai Sistem Terbuka

Keluarga merupakan sebuah sistem terbuka, keluarga adalah sekelompok orang


yang tinggal bersama karena ada ikatan pernikahan, adopsi, hubungan darah
karena kelahiran, dimana setiap-setiap anggotanya saling tergantung dan saling
mempengaruhi baik fisik, mental, sosial, maupun emosional. Hanson, (2005)

dalam Kaakine, (2010) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
saling bergantung satu sama lain dalam hal hubungan emosional, fisik, dan
dukungan ekonomi. Bailon & Maglaya 1978 dalam Friedman (2010), individu di
dalam keluarga akan saling berinteraksi satu sama lainnya dalam menjalankan
perannya dan menciptakan mempertahankan suatu budaya. Dilihat dari sudut
pandang kesehatan menunjukan bahwa status kesehatan keluarga dipengaruhi
dan mempengaruhi setiap status kesehatan anggotanya. Kaaken, 2010
menjelaskan tentang status kesehatan keluarga sebagai sebuah sistem terbuka
dimana struktur, fungsi, dan proses keluarga saling mempengaruhi status
kesehatan anggota keluarga masing-masing dan status kesehatan secara
keseluruhan dari keluarga itu sendiri, sehingga pada perkembangannya
keperawatan menganggap keluarga
merupakan sebuah unit yang penting dalam pelayanan perawatan.

Kondisi sehat sakit menggambarkan interaksi didalam sebuah sistem keluarga


dimana untuk mencapai tujuan dalam mewujudkan derajat kesehatan keluarga
yang diinginkan setiap anggota keluarga harus mampu beradaptasi dan mampu
menyeimbangkan antara kebutuhan dan kemampuan perawatan yang dimiliki
oleh
dirumah sakit
keluarga. mengalami
Yosiana, tingkatan stress
(2012) menjelaskan bahwa yang bervariasi.
keluarga Stress ditunjukan
yang anggotanya dirawat
dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga, tidak bisa tidur, tidak nafsu
makan ketakutan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatanya
(biaya perawatan). Davidson, (2007) menjelaskan tentang keluarga mengalami
kesulitan untuk mengambil keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang
sakit, hal tersebut depengaruhi oleh cemas dan depresi keluarga Berikut akan di

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


13

jelaskan tentang stimulus sehat sakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit
menggunakan pendekatan adaptasi Roy, dan kebutuhan Henderson.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan


menggunakan Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar
Henderson.

Roy dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa seorang perawat dalam


melakukan asuhan memandang klien sebagai sistem yang adaptif, klien yang
dimaksud adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sebagai sebuah
sistem klien dianggap mempunyai suatu kemampuan untuk dapat menyesuaikan
diri, kemampuan tersebut dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, Sosial)
sebagai satu kesatuan yang mempunyai Input (masukan), Proses dan Output
(keluaran/hasil). Proses perkembangan keluarga akan menuntut keluarga untuk
berespon terhadap stimulus yang ada salah satunya adalah anggota keluarga yang
sakit.

Input Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan


Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson

Roy, (2009) Stimulus diartikan sebagai penyebab atau pencetus respon klien
dimana stimulus ini merupakan awal adanya interaksi dalam sebuah sistem klien.
Stimulus tersebut dibagi menjadi tiga antara lain stimulus fokal, kontekstual, dan
residual.
Stimulus Fokal
Roy, (2009) Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal langsung yang
mempengaruhi sistem klien, dalam hal ini stimulus fokal merupakan hal yang
berhubungan kondisi keluarga yang sakit. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa
keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang
bervariasi, stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
keluarga. Anggota keluarga yang sakit menjadi faktor pencetus utama koping
keluarga tidak efektif.

2.2.1.2 Stimulus Kontektual

Stimulus konstektual merupakan stimulus lain yang memberikan konstribusi atau


memberikan pengaruh pada stimulus fokal (Roy, (2009); Alligood, (2014)).

Stimulus tersebut mempengaruhi stimulus fokal dan berkontribusi dalam


meningkatkan atau mengurangi pengaruh stimulus fokal terhadap sistem. Berikut
akan dijelaskan yang merupakan stimulus kontekstual:
a. Stimulus Kontekstual Keluarga

Faktor keluarga yang berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif atau stress
keluarga meliputi jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status sosial,
pengalaman sosial, latar belakang budaya, agama dan keyakinan, dan kondisi
politik (Stuart & Laraia, 2005). Ennis, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi
beban keluarga antara lain seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, status
perkawinan dan pendapatan rumah tangga secara signifikan berpengaruh pada
beban keluarga.
1.) Jenis kelamin

Sebagian besar pemberi asuhan adalah wanita dibanding laki –laki. Prucno &
Resch, (1989), dalam Fredman (2010), pemberi perawatan wanita lebih banyak
mengalami efek negatif dari pada pemberi asuhan laki-laki. Dylis, (2003)
dalam penelitianya
menjelaskan bahwa jenis kelamin secara signifikan mempengaruhi
stress keluarga. Panganiban, (2011) penelitian yang dilakukan
menjelaskan ibu muda menunjukan tingkat stress lebih tinggi
dalam merawat anggota keluarganya yang sakit.

2.) Pendidikan

Status tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi


kemampuan untuk menyerap informasi, menyelesaikan masalah,
dan berperilaku. Stuart (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi ditemukan lebih sering menggunakan pelayanan
kesehatan. Klien yang berpendidikan tinggi akan dapat
membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sedangkan pada saat
mengikuti psikoterapi klien mampu menceritakan kemampuan
dirinya dalam melakukan stimulasi tahap perkembangan. Menurut
Notoatmodjo (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan individu

Pendidikan menjadi suatu tolok ukur kemampuan seseorang dalam


berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Emilia, (2014) dalam
penelitianya menjelaskan bahwa sebagian besar care giver memiliki
pendidikan rendah dan memiliki koping serta fungsi keluarga yang
rendah. Stuart & Laraia, (2009). Menjelaskan pendidikan merupakan
sumber penerapan koping untuk mencegah peningkatan masalah
kejiwaan dan mempercepat pemulihanya. artinya seseorang yang
berpendidikan tinggi akan mampu menerapkan koping dalam upaya
menyelesaikan masalah ketimbang seseorang dengan pendidikan
yang rendah.
3.) Status pekerjaan

Kondisi sakit atau kecacatan meningkatkan kebutuhan ekonomi.


Kogan & Strickland, (2008) hasil penelitianya menjelaskan
tentang keluarga dana
membutuhkan yangyang
mempunyai
lebih besar anak dengan kecacatan
untuk perawatan anaknya dan
sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering
salah satu orang tua berhenti bekerja. Townsend, (2014) yang
mengungkapkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah merupakan
salah satu faktor sosial yang menyebabkan tingginya angka
gangguan jiwa, status sosio-ekonomi yang rendah lebih rentan
mengalami gangguan jiwa dibanding pada tingkat sosio-ekonomi
tinggi. Vega, et al (1999) dalam Stuart, (2013) menyatakan bahwa
pada beberapa penelitian terkait dengan kemiskinan dan kesehatan
mental ditemukan bahwa ada perbedaan risiko untuk mengalami
gangguan jiwa antara kelompok dengan status ekonomi rendah
lebih rentan terhadap masalah kesehatan jiwa.

4.) Status Perkawinan

Dukungan sosial seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo, (2003) seseorang yang memiliki
pasangan hidup atau sudah menikah akan mempengaruhi ketenangan atau
pengambilan keputusan dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah
kognitif dalam menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup.
5.) Bentuk Keluarga

Beberapa bentuk keluarga diantaranya adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak, yang kedua adalah extended family yaitu keluarga yang terdiri dari
keluarga inti dan anggota keluarga yang lainya ( kakek, nenek, adik, atau anggota
keluarga yang lain), dan yang ketiga adalah keluarga orang tua tunggal. Friedman,
(2010) menjelaskan orang tua tunggal mempunyai beban peran dan konflik peran
dan perubahan peran orang tua tunggal. Hal tersebut mempunyai peran terhadap
perkembangan keluarga khususnya stress keluarga. Kozier, (2010) juga
menjelaskan bahwa ada

banyak tekanan yang dihadapi oleh keluarga orang tua tunggal


antara lain kekhawatiran tentang pengasuhan anak, urusan
finansial, kelebihan peran dan keletihan mengatur tugas harian, dan
isolasi sosial.
b. Stimulus Kontekstual Klien

Faktor Klien yang berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif


atau stress keluarga meliputi jenis kelamin, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, status sosial, pengalaman sosial, latar belakang budaya,
agama dan keyakinan, dan kondisi politik (Stuart & Laraia, 2005).

1.) Jenis kelamin

Karasadivis, (2011) menjelaskan faktor jenis kelamin anak mempengaruhi tingkat


sress orang tua hal ini berhubungan dengan impian dan harapan berkaitan dengan
jenis kelamin. Harapan dan keinginan terkait jenis kelamin berhubungan dengan
harapan terhadap peran. Fredman, (2010) peran merupakan sekumpulan perilaku
yang diharapkan dari seseorang. Konflik akan terjadi jika seseorang merasa
menempati suatu posisi yang tidak sesuai.
2.) Pendidikan

Status tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk


menyerap informasi, menyelesaikan masalah, dan berperilaku. Stuart, (2013)
menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi ditemukan lebih sering
menggunakan pelayanan kesehatan. Klien yang berpendidikan tinggi akan dapat
membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sedangkan pada saat mengikuti
psikoterapi klien mampu menceritakan kemampuan dirinya dalam melakukan
stimulasi tahap perkembangan. Menurut
Notoatmodjo, (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan individu


Pendidikan menjadi suatu tolok ukur kemampuan seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Stuart & Laraia,
(2009). Menjelaskan pendidikan merupakan sumber penerapan
koping untuk mencegah peningkatan masalah kejiwaan dan
mempercepat pemulihanya. artinya seseorang yang berpendidikan
tinggi akan mampu menerapkan koping dalam upaya
menyelesaikan masalah ketimbang seseorang dengan pendidikan
yang rendah. Iswanti, (2012) menunjukkan pendidikan
berhubungan dengan perfoma fungsional, klien yang mempunyai
tingkat pendidikan rendah (SMP) mempunyai kemungkinan lebih
tinggi untuk mempunyai perfoma fungsional yang rendah
dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi).
Pendidikan yang tinggi menjadi sumber koping terutama dalam mengatasi
stimulus yang ada.
3.) Status pekerjaan

Kondisi sakit atau kecacatan meningkatkan kebutuhan ekonomi. Kogan &


Strickland (2008) hasil penelitianya menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai
anak dengan kecacatan membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan
anaknya dan sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering
salah satu orang tua berhenti bekerja. Townsend, (2014) mengungkapkan bahwa
tingkat sosial ekonomi rendah merupakan salah satu faktor sosial yang
menyebabkan tingginya angka gangguan jiwa, status sosio-ekonomi yang rendah
lebih rentan mengalami gangguan jiwa dibanding pada tingkat sosio-ekonomi
tinggi. Vega, et al (1999) dalam Stuart (2013) menyatakan bahwa pada beberapa
penelitian terkait dengan kemiskinan dan kesehatan mental ditemukan bahwa ada
perbedaan risiko untuk mengalami gangguan jiwa antara
kelompok dengan status ekonomi rendah lebih rentan terhadap

masalah kesehatan jiwa. Klien yang tidak bekerja memiliki risiko


mengalami performa fungsi yang rendah dibandingkan dengan
klien yang bekerja (Iswanti, 2012). Tuntutan kebutuhan yang
diakibatkan oleh sakit berbanding terbalik dengan usaha yang
dilakukan, kondisi sakit akan menyebabkan sesorang mengalami
performa fungsi yang rendah.
4.) Status Perkawinan

Dukungan sosial seseorang dapat diperoleh dari pasangan


hidupnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Notoatmodjo, (2003) seseorang yang memiliki pasangan hidup

atau sudah menikah akan mempengaruhi ketenangan atau pengambilan


keputusan dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam
menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup. Status pernikahan erat
hubungannya dengan kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik. Lehman,
(2006) menjelaskan bahwa status pernikahan dapat meningkatkan kemampuan
bersosialisasi, membina hubungan intim, serta membantu mendapatkan hubungan
emosional yang lebih baik.
5.) Lama rawat

Waktu atau lamanya terpapar stresor, yaitu sejak kapan, sudah berapa lama dan
berapa kali kejadian (frekuensi) akan memberikan dampak adanya keterlambatan
dalam mencapai kemampuan dan kemandirian (Stuart & Laraia, 2005). Mariam
(2008) juga menemukan bahwa tingkat kecemasan keluarga dipengaruhi oleh lama
rawat klien semakin lama semakin cemas berkaitan dengan biaya perawatan di
rumah sakit. Lama rawat dapat meningkatkan stresor pada anggota keluarga.
Kecemasan merupakan salah satu bebankeluarga yang timbul akibat dari koping
keluarga tidak

efektif. Stuart & Sundeen, (2009) Beban Subyektif, yaitu beban


yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga
meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam
situasi sosial, koping stress terhadap gangguan prilaku dan frustrasi
yang disebabkan karena perubahan hubungan.
6.) Diagnosis Medisdan Diagnosis Keperawatan

Lisiane, (2005) anggota keluarga yang mempunyai dua diagnosa


yaitu skizofrenia dan dan skizoafektif disorder menunjukan beban
keluarga yang lebih tinggi dibandingakan dengan yang diagnosis

tunggal, hal tersebut berhubungan dengan perubahan status kesehatan


(kekambuhan) dan hospitalisasi. Weldeslassie, (2008) menjelaskan faktor yang
mempengaruhi beban keluarga dalam merawat lansia satunya adalah tingkat
ketergantungan klien. Heru, (2000) menjelaskan beban keluarga di pengaruhi oleh
gejala yang dialami oleh klien, hal tersebut berhubungan erat dengan kemampuan
keluarga dalam mengatasi gejala yang dialami oleh klien. Handayani (2009).
Menjelaskan kelurga dengan stroke mengalami kemunduran aktifitas karena
tingkat ketergantungan klien.
7.) Tindakan Invasif

Sukoco, (2002) dalam Mariam (2008) Reaksi cemas yang timbul akibat hospitalisasi
berbeda pada setiap orang, karena tinggal di rumah sakit bukanlah suatu
pengalaman yang menyenangkan, dimana klien harus mengikuti peraturan serta
rutinitas ruangan salah satunya adalah tindakan invasif yang diberikan ke klien.
Tindakan tersebut tidak sedikit yang menimbulkan sakit pada anggota keluarga,
kondisi tersebut yang menjadi salah satu

pengalaman yang tidak menyenangkan.

Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga


dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih
sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi
perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Yosiana,
(2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat
dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress
ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga.
Kondisi tersebut dapat diperburuk dengan kurangnya informasi
terkait dengan kondisi penyakit atau tindakan sehingga perlu
adanya inform consen yang tepat sebelum melakukan tindakan
tersebut.

Stimulus residual

Rangsangan Residual adalah faktor lingkungan dengan atau tanpa efek yang jelas
pada sistem manusia dalam situasi saat ini. Stimulus residual sering tidak disadari
dan secara tidak jelas juga mempengaruhi kondisi manusia (Roy dan Andrews,
2009). Stimulus residual berupa sikap, norma, keyakinan dan pemahaman individu
yang mempengaruhi keadaan yang tidak efektif (Alligood, 2014). Stimulus residual
dalam bab ini menjelaskan tentang kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi
kondisi keluarga.
Norma masyarakat

Norma yang sering berhubungan dengan pemberian asuhan adalah peran siapa
yang harusnya merawat dan siapa yang harusnya dirawat, seperti anak merawat
orang tua, orang tua merawat anak istri merawat suami, suami merawat istri,
menjelaskan faktor lain yang mempengaruhi beban situasi pemberi asuhan adalah
pelanggaran norma social. Friedman, (2010)
Keyakinan/kepercayaan masyarakat tentang penyakit

Stigmatisasi, stereotip dan diskriminasi menjadi masalah utama dalam


pengobatan, mengatasi masalah kesehatan. Stigmatisasi membuat klien
berpenyakit kronis atau menular, klien semakin jauh dari bantuan dan
layanan kesehatan dan sosial. Stigma dan diskriminasi mengganggu
dan menghalangi intervensi yang baik, meminimalkan penderitaan dan
meningkatkan integrasi sosial. Klien dan keluarga menjadi putus asa
oleh stigmatisasi, sehingga menyebabkan meningkatkan beban social
yang dihadapi keluarga. Friedman, 2010 menjelaskan bahwa stereotip
adalah kurangnya pengakuan terhadap individu dan pemberian label,
melibatkan penolakan tidak mengijinkan adanya keragaman individu.

Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif dengan menggunakan


Modifikasi Model Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson.

Kemampuan keluarga dalam mengatasi masalahnya dapat dijelaskan pada


komponen proses. Roy, 2009 menjelaskan komponen proses koping individu yaitu
terdiri dari subsistem koping regulator dan kognator, proses kontrol koping serta
efektor atau model adaptasi.
Subsistem

Proses koping merupakan cara bawaan atau yang dari interaksi dengan lingkungan
yang berubah (Alligood, 2014). Berikut akan dijelaskan tentang subsistem yang ada
di individu dan keluarga.
Subsistem regulator

Subsistem regulator merupakan proses koping mayor yang melibatkan saraf, kimia,
dan sistem endokrin (Alligood, 2014). Stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal (atau melalui penginderaan) yang bekerja sebagai input pada sistem
saraf dan mempengaruhi cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, dan
sistem endokrin. Informasi ini disalurkan secara otomatis dalam bentuk perilaku
otomatis, terjadi tanpa disadari, input pada subsistem regulator
yang tepat dan
berperan alam bentuk persepsi (Roy, 2009).

b. Subsistem kognator

Sedangkan subsistem kognator merupakan proses koping yang


melibatkan empat saluran kognitif emotif: perceptual and information
prosessing, learning, judgment, and emotion (Alligood, 2014). Pada
bab ini akan dijelaskan perceptual and information prosessing,
learning, judgment, and emotion yang dapat terjadi pada koping
keluarga tidak efektif.

a. Proses mengolah informasi dan persepsi

Pengolahan persepsi dan informasi meliputi kegiatan perhatian

selektif, koding, dan memori (Roy, 2009). Individu dapat menilai adanya suatu
masalah atau potensi yang dipengaruhi oleh persepsi individu, dan persepsi atau
penilaian seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap adanya
perubahan dan kemampuan mengontrol diri terhadap pengaruh lingkungan.
Menurut Stuart (2013) penilaian kognitif merupakan suatu mediator bagi interaksi
antara individu dan lingkungan.
b. Proses pembelajaran (learning)

Pembelajaran ini melibatkan imitasi, penguatan, insight. Belajar melibatkan imitasi,


penguatan, dan wawasan. Pada proses belajar ini (imitasi, penguatan, dan insight),
klien menggunakan keterampilan yang dimiliki dan dibutuhkan untuk
mengoperasikan kendaraan (Roy, 2009). Keluarga merupakan interaksi simbolik
Blumer, 1969 membuat tiga asumsi tentang interaksi simbolik diantaranya adalah
manusia malakukan tindakan berdasar makna, makna berasal dari interaksi sosial,
dan makna tersebut ditangani dan dimodifikasi melalui proses interpretasi yang
digunakan seseorang dalam menghadapi sesuatu. Dengan kata lain keluarga akan
berespon

terhadap stimulus yang ada melalui interpretasi dan modifikasi.

c. Proses memberikan pendapat atau keputusan/pertimbangan

Subsistem kognator ini melibatkan proses penilaian seperti


pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Penilaian ini
berlangsung secara aktif dan terus menerus, walaupun pada
beberapa kali penilainan mungkin lebih baik dari penilaian yang
lain. Penilaian akan membuat seseorang mampu mengambil
keputusan secara tepat ketika menghadapi masalah yang sederhana
maupun yang kompleks (Roy, 2009).

d. Proses emosi

Respons terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara

menyeluruh yang dilakukan klien terhadap sumber stres dengan


tujuan untuk melihat tingkat kemaknaan dari suatu kejadian yang
dialami (Stuart, 2013). Melalui emosi klien, pertahanan digunakan
untuk mencari bantuan untuk mengatasi kecemasan yang
dialaminya dengan membuat penilaian secara afektif dan segala
sesuatu yang menyertainya. Emosi sering digunakan oleh klien
dalam bertindak, khususnya ketika dirinya menghadapi situasi sulit
(Roy, 2009). Bowen, menjelaskan tentang teory sistem keluarga
dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional,
kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan
akan mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota
keluarga.

Proses adaptasi keluarga dalam sebuah sistem keluarga dapat dilihat dari fungsi
keluarga. Roy dalam Alligod, (2014) menjelaskan klien dilihat sebagai suatu
kesatuan yang saling berhubungan antara unit - unit fungsionil atau beberapa
unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Proses adaptasi dimulai
saat
keluarga merasa bahwa ada perubahan fungsi yang dimiliki oleh karena adanya
stimulus yang ada. Mc. Cubbin (1993) dalam Friedman (2014) menjelaskan
adaptasi adalah proses yang melibatkan adanya restrukturisasi pola fungsi.
Friedman, (2010) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga,
fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk
mencapai tujuan keluarga tersebut. Definisi tersebut menjelaskan bahwa fungsi
keluarga merupakan subsistem dari keluarga. Berikut akan dijelaskan mengenai
komponen dari fungsi keluarga.
Berkaukas, 2002 dalam Stuart (2009) menjelaskan tentang instrumen yang
digunakan untuk menilai fungsi keluarga yang dikenal dengan APGAR terdiri
dari: Resouce, Decision, Fleksibilitas peran dan Emotional Experience. Resouce,
yaitu sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga. Sumber koping merupakan bagian
dari kekuatan individu dalam menghadapi suatu stressor dan digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Sumber koping meliputi kemampuan dan ketrampilan
diri (personal abilities), dukungan sosial (social support), ketersediaan materi
(material aset) (financial dan pelayanan kesehatan), kepercayaan (positive beliefs)
terhadap penggunaan pelayanan kesehatan yang dapat mengurangi masalah
(Stuart, 2013). Decision, yaitu kemampuan keluarga dalam komunikasi dan
pemecahan masalah. Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan,
kebutuhan, informasi, dan pendapat (Mc. Cubbin & Dahl, (1985) dalam
Friedman, (2014)). Satir, menjelaskan bahwa semakin disfungsional komunikasi
keluarga, maka semakin disfungsional keluarga tersebut.

Penjelasan komponen fungsi selanjutnya adalah nurturing atau fleksibilitas peran,


menilai sejauh mana fleksibilitas peran digunakan dalam keluarga, Friedman,
(2014) menjelaskan bahwa keluarga sering tidak dapat dipertahankan fungsi
peranya karena ada anggota keluarganya yang sakit. Emotional Experience,
Sejauh mana keluarga mempertahankan keintiman dan interaksi emosional
anggotanya. Bowen, menjelaskan tentang teori sistem keluarga dimana keluarga
dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan akan kasih sayang,
dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi perasaan dan
ketergantungan antar anggota keluarga. Friedman, (2014) menjelaskan banyaknya
stressor yang ada akan membuat anggota keluarga semakin tidak sensitif dan
kurang saling mencintai.
2.2.2.2 Proses kontrol koping

Roy, 2009 mengkategorikan mekanisme kontrol sebagai subsistem stabilizer dan


subsistem inovator yang bertepatan dengan subsistem regulator dan kognator pada
diri individu tersebut. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut proses kontrol koping
yang dapat dilakukan individu dapat berupa proses kontrol stabilizer dan proses
kontrol inovator.

Proses kontrol koping stabilizer

Roy, 2009 menjelaskan proses kontrol koping stabiliser memiliki dua tujuan utama,
satu terkait dengan stabilitas, yang kedua untuk berubah, Subsistem stabilizer
melibatkan struktur yang terbangun, nilai-nilai, dan kegiatan sehari-hari dimana
klien mencapai tujuan utamanya dan berkontribusi terhadap tujuan umum dari
kelompok dan masyarakat.
Proses kontrol koping inovator

Pada proses koping inovator faktor kognitif dan emosional lebih berperan dalam
merespon stressor yang ada . Alligood, (2014) Stressor yang ditemukan pada
lingkungan akan dipersepsikan sebagai hal positif atau hal negatif. Sistem
innovator melibatkan struktur proses untuk perubahan dalam sistem sosial
manusia. Roy, (2009) Proses ini melibatkan strategi kognitif dan emosional menuju
perubahan pada tingkat yang lebih tinggi dan potensial dilakukan, dalam hal ini
strategi jangka panjang dan jangka pendek digunakan dalam perubahan itu. Proses
kontrol koping dengan mempertahankan penggunaan mekanisme
koping atau perilaku adaptif dan melakukan inovasi atau memodifikasi
perilaku inefektif dilakukan untuk memperkaya sumber koping (Roy,
2009). Perilaku yang adaptif akan berdampak pada penurunan tanda dan
gejala yang lebih optimal (Alligood, 2014).

Upaya modifikasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien.


Koping tidak efektif disebabkan oleh ketidak mampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhanya. Intervensi keperawatan diberikan dalam upaya
memperkaya sumber koping yang ada sehingga berdampak pada penurunan tanda
gejala.

2.2.2.3 Model Adaptasi Keluarga

Proses koping yang melekat pada subsistem regulator-kognator dan stabilizer-


inovator, sering tidak dapat atau tidak mungkin diamati secara langsung.
Pengamatan proses ini dapat dilakukan melalui empat kategori atau model
adaptif individu yang sering digunakan sebagai kerangka kerja pengkajian. Roy
dalam Alligood (2014) menjelaskan mekanisme koping yang dilakukan klien
dalam proses koping dapat diamati melalui empat model tersebut. Keempat
mode tersebut adalah fisiologik-fisik, konsep diri-identitas kelompok, fungsi
peran, dan interdependensi (Roy, 2009). Proses kontrol koping dengan
mempertahankan penggunaan mekanisme koping atau perilaku adaptif dan
melakukan inovasi atau memodifikasi perilaku inefektif dilakukan untuk
memperkaya sumber koping
(Roy, 2009).

Roy & Andrews dalam Alligood, (2014) menjelaskan mekanisme koping terdiri
dari: Mekanisme koping bawaan dimana mekanisme koping bawaan ini
ditentukan secara genetik yang umumnya dipandang sebagai proses otomatis,
manusia tidak harus berpikir tentang mekanisme koping tersebut. Roy (2009)
menyampaikan mekanisme koping bawaan adalah mekanisme koping yang
prosesnya tidak disadari klien yang dapat ditentukan secara genetik atau
secara
turun menurun dipandang sebagai proses yang otomatis pada tubuh. Mekanisme
koping yang dipelajari adalah mekanisme koping yang dikembangkan melalui
strategi seperti belajar. Berbagai pengalaman yang muncul sepanjang hidup
berkontribusi terhadap tanggapan terhadap rangsangan/stimulus tertentu.
merupakan sebuah interaksi simbolik dimana dalam keluarga akan ada proses
interpretasi dan modifikasi yang akan digunakan dalam menghadapi suatu
stressor. Dapat disimpulkan mekanisme koping terbentuk oleh karena adanya
stimulus yang menuntut keluarga untuk mengatasi masalah yang muncul yang
diakibatkan oleh stimulus yang ada.

Stuart & Sundeen, (1998) menjelaskan proses koping merupakan suatu upaya

yang dilakukan untuk mengatasi stress, upaya tersebut berupa pengelolaan


antara tuntutan dan sumber daya, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Koping keluarga adalah respon perilaku dari anggota keluarga dan seluruh
keluarga sebagai satu kesatuan unit untuk mangatasi stressor, dan memperbaiki
konflik dan tekanan dalam keluarga agar keluarga bisa beradaptasi kembali
dengan lingkunganya (Mc
cubbin & Patterson, (1983), dalam friedman (2010)).

Berikut adalah beberapa strategi koping keluarga yang dikembangkan oleh Mc


Cubbin diantaranya adalah F-COPES dan CHIP, F-COPES (Family Crisis Oriented
Personal Evaluation Scale) memberikan gambaran tentang kemampuan koping
keluarga dalam menghadapi stressor. Beberapa variabel yang digunakan untuk
mengidentifikasi koping keluarga diantaranya adalah memperoleh dukungan
sosial (kemampuan keluarga dalam berbagi dengan anggota keluarga yang lain,
teman, atau tetangga), reframing (kemampuan keluarga dalam mengatasi situasi
yang berat dengan berfikir positif dalam upaya mencapai kenyamanan sampai
keadaan kembali seimbang), mencari dukungan spiritual
(berfokus dalam kegiatan keagamaan dalam upaya mengatasi masalah),
memobilisasi keluarga untuk memperoleh dan mencari informasi (kemampuan
keluarga dalam mencari informasi baik pada tenaga professional maupun non
provisional), dan penilaian pasif (upaya mengatasi masalah dengan pengalihan).
McCubbin, Olson, & Larsen , (1991).
CHIP (Coping Health Inventory For Parents) Strategi koping yang dikembangkan
untuk dapat menilai koping keluarga dengan keluarga sakit untuk jangka waktu
singkat atau ketika anggota keluarga memiliki kondisi medis yang memerlukan
perawatan medis terus menerus. Strategi koping ini digambarkan dalam 3 pola
dimana pola yang pertama perilaku kerjasama adalah integrasi Keluarga,
kerjasama, dan pernyataan optimis terhadap situasi yang dialami, yang difokuskan

pada penguatan kehidupan keluarga atau hubungan, dan pada masa depan
orang tua pada anak sakit kronis. Pola koping yang kedua perilaku pemeliharaan
lingkungan adalah perilaku memelihara dukungan sosial, harga diri, dan stabilitas
psikologis, pola ini menggambarkan upaya keluarga untuk mengembangkan
hubungan dengan orang lain, perilaku yang meningkatkan harga diri dan
identitas, dan perilaku untuk mengelola tekanan psikologis, dan yang terakhir
perilaku memahami perawatan adalah tentang kemampuan keluarga dalam
memahami situasi perawatan kesehatan melalui komunikasi dengan orangtua
lain dan konsultasi dengan tim kesehatan atau profesional kesehatan lainya.
McCubbin,
Patterson (1983).

Stimulus yang ada akan mempengaruhi fungsi sebuah keluarga. Keluarga sebagai
sebuah unit fungsional akan berupaya untuk mempertahankan fungsinya. Roy
mengungkapkan bahwa adanya perubahan stimulus pada lingkungan ekternal
maupun internal klien menyebabkan respon untuk melakukan adaptasi melalui
proses koping (Roy, 2009). Koping keluarga tidak efektif merupakan sebuah
wujud ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi fungsinya. Perawat
berperan
dalam mengatasi beban keluarga dan merawat anggota keluarga yang sakit.
dalam peningkatan kemampuan keluarga merawat dan memandirikan
Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai “penolong
keluarga
klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin
klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan,
keinginan, atau pengetahuan. Koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidak
mampuan, ketidaktauan dan ketidakinginan keluarga memenuhi fungsi perawatan
untuk anggota keluarganya. Konsep tersebut menjelaskan bagian yang mengalami
gangguan dari proses koping keluarga.

Koping keluarga tidak efektif adalah keadaan ketika sebuah keluarga


memperlihatkan perilaku destruktif dalam berespons terhadap ketidakmampuan

untuk menangani stressor internal maupun eksternal karena sumber-sumber


yang tidak adekuat (fisik, psikologis atau kognitif). Koping keluarga tidak efektif
merupakan perilaku orang terdekat (anggota keliuarga atau orang penting
lainnya) yang membatasi kapasitas/kemampuannya dan kemampuan klien untuk
secara efektif menangani tugas penting mengenai adaptasi keduanya terhadap
masalah
kesehatan (NANDA, 2014).

Tanda gejala koping keluarga tidak efektif antara lain depresi, penyangkalan
kondisi yang dialami klien, pengabaian, sikap bermusuhan, melakukan rutinitas
tidak biasa, agitasi, perkembangan ketergantungan klien, perubahan perilaku
keluarga yang mengganggu, meninggaalkan, acuh, intoleransi, gejala
psikosomatis, penolakan, keprihatinan yang mendalam pada klien (NANDA, 2014;
Carpenito, 2007). Tanda gejala tersebut merupakan bentuk dari proses
adaptasi yang dihadapi oleh keluarga terhadap anggota yang sakit.

Ketidakmampuan keluarga dalam berespon terhadap harapan atau tujuan yang


ingin dicapai oleh keluarga akan menyebabkan beban keluarga meningkat.
Emilia,
keluargamenjelaskan
(2014) meningkat. Stuart & Sundeen,
rendahnya koping (2009)
keluargaBeban
akan keluarga didefinisikan
menyebabkan beban
sebagai suatu keadaan yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
keluarga dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Koping keluarga tidak efektif dapat diidentifikasi dengan adanya beban keluarga
yang meningkat.
Stuart & Sundeen, (2009) beban keluarga terdiri dari beban obyektif dan subyektif
: (1) Beban Obyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan masalah dan
pengalaman anggota keluarga meliputi gangguan hubungan antar anggota
keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktifitas kerja, kesulitan finansial dan
dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga. (2) Beban Subyektif,
yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga

meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam situasi sosial,
koping stress terhadap gangguan prilaku dan frustrasi yang disebabkan karena
perubahan hubungan.

Dapat diambil kesimpulan bahwa tanda gejala koping keluarga tidak efektif
merupakan respon yang muncul akibat adanya stimulus atau stressor yang ada.
Tanda gejala koping tidak efektif dapat berupa beban yang dirasakan keluarga
dalam merawat klien. Stuart & Laraia, (2005) Penilaian terhadap stresor
menggambarkan arti dan makna sumber stress pada suatu situasi yang dialami
individu, penialian stressor dapat dilihat dari respon fisiologis, Kognitif, afektif,
perilaku dan sosial. Respon fisiologis adalah Respon fisiologis merefleksikan
interaksi beberapa neuroendokrin seperti hormon pertumbuhan, prolaktin,
ACTH, luteinizing dan follicle-stimulating hormone, TSH, vasopresin, oksitosin,
insulin, epineprin, norepineprin, dan beberapa neurotransmiter dalam otak.
Respon kognitif adalah respon yang berhubungan dengan persepsi penilaian yang
berfokus pada ancaman, bahaya, prtumbuhan dan perkembangan. Respon
afektif adalah Respon afektif adalah pemunculan dari perasaan. Dalam penilaian
yang selanjutnya diekspresikan sebagai emosi. Hal ini diantaranya adalah
stressor
respon afektif yang
kegembiraan, utamaketakutan,
kesedihan, adalah reaksi ansietas yang
kemarahan, non spesifik
penerimaan, atau umum,
ketidakpercayaan,
antisipasi, atau terkejut. Respon perilaku adalah Respon perilaku adalah hasil dari
respon emosional dan respon fisiologis, seiring dengan analisis kognitif seseorang
mengenai situasi yang menyebabkan stres.
2.2.2.4 Intervensi Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif.

Penjelasan diatas mengarahkan perawat tentang bagaimana peran perawat dalam


memberikan asuhan kepada keluarga di rumah sakit. Perawat berperan dalam
peningkatan kemampuan keluarga merawat dan memandirikan keluarga dalam
mengatasi beban keluarga dan merawat anggota keluarga yang sakit. Henderson

dalam Alligood, (2014) mendefinisikan keperawatan sebagai “penolong klien,


saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin klien
akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan, keinginan,
atau pengetahuan. Koping keluarga tidak efektif terjadi karena ketidak
mampuan, ketidaktauan dan ketidakinginan keluarga memenuhi fungsi
perawatan untuk anggota keluarganya. Konsep tersebut menjelaskan bagian
yang mengalami
gangguan dari proses koping keluarga dan intervensi yang tepat untuk keluarga.

Berikut adalah intervensi yang diberiakan pada koping keluarga tidak efektif
meliputi tindakan generalis dan spesialis. Tindakan generalis meliputi mengenal
masalah yang terjadi dalam keluarga, melakukan cara penyelesaian masalah
dalam keluarga, tindakan Keperawatan untuk Pasien dengan koping keluarga
tidak efektif, mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga, mengidentifikasi
koping yang dimiliki keluarga, mendiskusikan tindakan atau koping yang
dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, mendiskusikan alternatif koping
atau cara penyelesaian masalah yang baru, melatih menggunakan koping atau
cara mengatasi masalah yang baru, mengevaluasi kemampuan keluarga
menggunakan
koping yang efektif.
Tindakan spesialis Stuart, (2009) psikoedukasi keluarga adalah salah satu elemen
program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan
edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan
pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik. Intervensi kepada keluarga
diberikan untuk memperkuat sistem keluarga, mencegah atau menghambat
kekambuhan, dan mempertahankan klien di masyarakatnya. Program
psikoedukasi ini memperlakukan keluarga sebagai sumber, bukan sebagai
stressor, dengan berfokus pada penyelesaian masalah yang konkrit, dan perilaku
menolong yang spesifik untuk beradaptasi dengan stress. Dengan memberikan
informasi pada keluarga tentang penyakit dan menyarankan tentang mekanisme
koping yang efektif, program psikoedukasi mengurangi kecenderungan klien
untuk kambuh dan mengurangi pengaruh penyakit ini pada keluarga yang lain
(Townsend, 2009). Psikoedukasi ini terbukti memperbaiki gejala umum dan
mengurangi penolakan serta beban keluarga (Stuart, 2009).

Pelaksanaan terapi psikoedukasi keluarga terdiri dari 5 sesi, adapun urutan dari
terapi ini adalah sebagai berikut: sesi 1: Pengkajian Masalah Keluarga, sesi II:
Perawatan Klien Gangguan Jiwa, sesi III: Manajemen Stress Keluarga untuk
membantu mengatasi masalah masing-masing individu keluarga yang muncul
karena merawat klien, sesi IV: Manajemen Beban Keluarga dan sesi V
Pemberdayaan Komunitas Untuk Membantu Keluarga.

Efektifitas terapi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyati (2010);
Setiawan (2012) Kemampuan keluarga merawat klien yang mendapatkan terapi
psikoedukasi keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak
mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga. Waluyo (2014) menyimpulkan bahwa
terapi psikoedukasi dapat meningkatkan pengetahuan responden dan
menurunkan tingkat depresi. Terapi psikoedukasi dapat digunakan sebagai terapi
alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi perawatan keluarga
dan
kemampuan keluarga dalam mengatasi beban perawatan.
2.2.3. Komponen Output Sistem Asuhan Keperawatan

Perilaku yang teridentifikasi pada komponen ouput sistem asuhan keperawatan


aadalah respons adaptatif, yaitu respons yang meningkatkan integritas dalam hal
tujuan dari sistem manusia. Sedangkan respons inefektif merupakan respon yang
tidak berkonstribusi terhadap integritas dalam hal tujuan dari sistem manusia
(Roy, 2009 dalam McEwn & Wills, 2011)

2.2.3.1 Respon adaptif

Respon adaptif adalah mereka yang mempromosikan integritas sistem manusia


dalam hal tujuan adaptasi: kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi,

penguasaan, dan orang dan lingkungan transformasi. Respon adaptif, kemudian,


mempromosikan tujuan adaptasi dan mempromosikan integritas sistem manusia.
Respon adaptif tersebut ditunjukan dengan penurunan tanda gejala dan
peningkatan kemampuan perawatan keluarga untuk klien yang sakit dan untuk
perawatan dirinya sendiri.
2.2.3.2 Respon tidak efektif

Respon yang tidak efektif, di sisi lain, adalah mereka yang tidak mempromosikan
integritas atau berkontribusi pada tujuan adaptasi dan integrasi orang dengan
bumi. Respon tidak adaptif tersebut ditunjukan dengan tidak adanya penurunan
tanda gejala dan tidak ada peningkatan kemampuan perawatan keluarga untuk
klien yang sakit dan untuk perawatan dirinya sendiri.
35

BAB 3
MANEJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KOPING KELUARGA
TIDAK EFEKTIF DI RUANG GAYATRI RUMAH SAKIT DR. H.
MARZOEKI MAHDI BOGOR

Bab ini akan menguraikan tentang menejemen pelayanan keperawatan koping


keluarga tidak efektif yang dilaksanakan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
(RSMM) Bogor khususnya di ruang Gayatari.

3.1 Menejemen Pelayanan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif Yang


Dilaksanakan Di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor merupakan rumah sakit jiwa
pertama di Indonesia yang didirikan oleh pemerintah India Belanda pada tahun
1882. Tahun 2007 RS Dr. H. Marzoeki Mahdi sesuai dengan keputusan Menteri
Kesehatan RI yang menetapkan RSMM menjadi 15 UPT Depkes sebagai status
Badan Layanan Umum, sehingga sejak saat itu RSMM bukan hanya memberikan
layanan psikiatri, dan NAPZA, RSMM juga memberikan layanan umum. Sekarang ini
RSMM Bogor telah mempunyai 516 tempat tidur untuk rawat inap psikiatri, 60
tempat tidur untuk rawat inap NAPZA, dan 144 tempat tidur untuk rawat inap
umum. RSMM Bogor ini telah memiliki 14 rawat inap psikiatri, 3 rawat inap NAPZA
dan 8 rawat inap umum. RSMM Bogor juga memiliki unit rawat jalan psikiatri,
instalasi gawat darurat psikiatri, unit rawat jalan spesialis lain dan instalasi gawat
darurat umum. Rumah Sakit Dr. H

Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi mempunyai Visi “menjadi rumah sakit jiwa
rujukan nasional dengan unggulan layanan rehabilitasi psikososial pada tahun
2019”. Dalam rangka mencapai visi tersebut RSMM memiliki Misi1)
Mewujudkan layanan kesehatan jiwa dengan unggulan rehabilitasi psikososial, 2)
Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan riset unggulan dalam
bidang kesehatan jiwa, 3) Meningkatkan peran strategis dalan program kesehatan

35

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
36

jiwa nasional, 4) Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan stakeholder, 5)


Meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai untuk mencapai kesejahteraan.

Rumah Sakit Marzoeki Mahdi bogor guna melaksanakan visi dan misi yang
tertera di atas terus berupaya meningkatkan pelayanan bekerjasama dengan
berbagai pihak termasuk Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK
UI). Pelayanan kesehatan kepada klien baik yang mengalami masalah fisik
maupun psikiatri mencoba ditangani secara komprehensif dan holistik. Guna
mencapai hal tersebut maka RSMM Bogor telah menyiapkan satu ruang untuk
Consultation Liaison Psychiatric (CLP) yaitu ruang Basudewa yang mulai dibuka
pada tanggal 12 Juli 2012. Pelayanan psikososial saat ini juga telah dikembangkan
diseluruh ruang RSMM Bogor. Sebagai langkah awal RSMM Bogor telah
menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan keperawatan
(SAK) baik untuk unit umum psikiatri termasuk didalamnya adalah SOP dan SAK
yang berkaitan dengan masalah psikososial.

Upaya lain juga dilakukan oleh RSMM, diantaranya adalah asuhan yang ditujukan
untuk keluarga klien yang dirawat di RSMM. . Sebagai langkah awal RSMM
Bogor telah menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan
keperawatan (SAK) baik untuk unit umum psikiatri termasuk didalamnya adalah
SOP dan SAK yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan perawatan
anggota keluarga yang sakit. SOP dan SAK yang disusun juga berkaitan dengan
masalah yang dialami keluarga, seperti SOP dan SAK koping keluarga tidak
efektif. Program pelatihan dilakukan dalam upaya sosialisasi SOP dan SAK
tersebut. Program pelatihan tersebut telah dilaksanakan hampir merata di seluruh
unit rumah sakit. Pembentukan kelompok swabantu baik di unit psikiatri dan
umum merupakan bentuk upaya lain yang ditujukan untuk keluarga yang dirawat
diRSMM. Terakhir kelompok swabantu yang dibentuk adalah kelompok
swabantu keluarga yang menjalani haemodialisa di RSMM Bogor.

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
3.2 Gambaran Pengembangan Manajemen Asuhan Keperawatan Koping
keluarga tidak efektif di Ruang Gayatri.

Ruangan Gayatri adalah salah satu ruangan yang menjadi focus tanggung jawab
penulis. Gayatri merupakan ruang MPKP sejak tahun 2009 ruang rawat umum
kelas 2 dengan spesifikasi penyakit dalam dan bedah dewasa dan lansia dengan
kapasitas 15 tempat tidur dengan 1 ruang isolasi. Manajemen ruangan MPKP,
Terdiri dari tim 1 dan 2. Jumlah tenaga keperawatan 14 (S1: 3, D3: 11) dan tenaga
non keperawatan 2 orang. Hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan MPKP pada
ruangan Gayatri rata-rata telah mencapai nilai batas lulus yaitu 75.

Berdasar indikator mutu ruangan Gayatri di bulan Maret 2015 angka pemakaian
tempat tidur (BOR) menunjukan dalam batas standar indikator nasional yaitu
74.3%. Nilai rata–rata hari tempat tidur tidak ditempati (TOI) adalah sekitar 2 hari
dengan kata lain TOI ruangan Gayatri masih dalam batas ideal. Hasil survei
diagnosis keperawatan yang paling banyak muncul diantaranya adalah diagnosis
fisik nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sebesar 19.2 % dilanjutkan pada
diagnosis pola nafas tidak efektif sebesar 12.4%. Diagnosi psikososial terbanyak
Ansietas 64.8%, koping keluarga tidak efektif 24.18%,. Diagnosis medis
terbanyak pada rung gayatri adalah DM, dispepsi, CKD, CHF, dan PPOK.

Asuhan dilakukan pada 69 klien, dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan


didapatkan diagnosis psikososial terbanyak diantaranya adalah ansietas 62.5%,
koping keluarga 32.69% risiko perilaku kekerasan dan halusinasi masing-masing
9%, dan 10,4% resiko perilaku kekerasan, serta risiko bunuh diri hanya 3.4%.
Gambaran karakteristik pasien secara umum rata-rata berusia antara 25-60 th.
Uraian diatas menunjukan diagnosis koping keluarga merupakan salah satu
diagnosis yang ditemukan diruang tersebut. Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi koping keluarga tidak efektif meliputi tindakan generalis dan spesialis
dengan psikoedukasi keluarga. Kegiatan asuhan keperawatan telah mencakup
kebutuhan klien dan keluarga. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan
pendidikan kesehatan tentang masalah keperawatan yang dihadapi oleh klien dan
penatalaksanaanya. Kegiatan inovasi juga telah dilakukan sebagai upaya
peningkatan kemampuan perawat ruangan. Kegiatan inovasi tersebut terdiri dari
pelatihan komunikasi terapeutik untuk pasien dan keluarga. Pelatihan tersebut
mencakup 11 diagnosa. Pelatihan yang kedua adalah pelatihan komunikasi efektif
metode SBAR (Situation, Background, Analisis, Recomendation) dan TBAK (Tulis,
baca ,Konfirmasi). Pelatiahan tersebut diikuti oleh 5 perawat Gayatri dan 6
perawat Basudewa dengan nilai rata-rata diataas batas lulus yaitu 75.
39

BAB 4
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA PADA
KELUARGA DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF MENGGUNAKAN
MODEL ADAPTASI ROY DAN KEBUTUHAN DASAR HENDERSON

Pada bab ini dijelaskan mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa pada
keluarga dengan koping tidak efektif. Pelaksanaan asuhan keperawatan melalui
proses keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy dan Kebutuhan
dasar Henderson. Manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada keluarga
dengan koping tidak efektif ini dilakukan pada tanggal Februari sampai dengan 17
April 2015 di Ruang Gayatri RS Dr Marzoeki Mahdi (RSMM), Bogor. Jumlah
keluarga yang mengalami koping tidak efektif untuk ruang Gayatri adalah
sebanyak 24
Keluarga.

Bagian pertama pada bab ini akan menjelaskan tentang Input Proses Asuhan
keperawatan koping keluarga tidak efektif. Input merupakan Stimulus yang
menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi stimulus fokal,
konstektual, dan residual. Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi)
yang menyebabkan kejadian koping keluarga tidak efektif dalam hal ini adalah
anggota keluarga yang sakit. Stimulus konstektual merupakan faktor penyebab
(Presipitasi) kejadian koping keluarga tidak efektif yang meliputi Karakteristik
keluarga,karakteristik klien kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi
diagnosis medis, diagnosis keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat.
Stimulus residual meliputi nilai yang dianut dan norma keluarga.

Bagian kedua pada bab ini akan menjelaskan tentang proses asuhan keperawatan.
Identifikasi dilakukan dengan menganalisa ketidak efektifan adaptasi dari proses
koping Adaptasi Roy dan Kebutuhan Dasar Henderson. Bagian yang ketiga akan

40

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
40

menjelaskan tentang Output dari pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang


diberikan pada keluarga dengan menggunakan pendekatan kedua teori tersebut.

4.1 Input Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif


Pengkajian dilakukan dengan menganalisa stimulus atau penyebab koping
keluarga tidak efektif yang dialami oleh keluarga yang melipiti stimulus fokal,
konstektual, dan residual.

4.1.1 Stimulus fokal


Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian
koping keluarga tidak efektif dalam hal ini ditunjukan dalam table 4.1.

Tabel 4.1
Stimulus Fokal Keluarga dengan Koping Keluarga Tidak Efektif di
Ruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)
Karakteristik Juml Presentase
ah (%)
Anggota keluarga 24 100
sakit
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa stimulus fokal semua keluarga
adalah anggota keluarga yang sakit. Penjelasan spesifik tentang diagnosis medis
terkait dengan gangguan fisik yang dialami oleh klien, dijelaskan pada table 4.6.

4.1.2 Stimulus Konstektual

Stimulus konstektual merupakan faktor penyebab atau pendukung kejadian


koping keluarga tidak efektif yang meliputi karakteristik keluarga, bentuk
keluarga, karakteristik klien kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi

diagnosis medis, diagnosis keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat.

tabel 4.2 dapat dijelaskan tentang karakteristik keluarga klien dimana sebagian
besar berjenis kelamin perempuan yaitu 92%, dengan status pekerjaan sebagian
besar tidak bekerja sebanyak 83% dan pendidikan terbanyak adalah SMA yaitu

Universitas Indonesia
Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016
88%. Sebagian besar keluarga adalah keluarga inti sebanyak75% dengan
penghasilan terbanyak rata-rata Rp 1000.000,00-Rp2000000,00 sebanyak 88%

Tabel 4.2
Karakteristik Keluarga Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status
Perkawinan Keluarga di Ruang Gayatri
RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Demografi dan Karakteristik Jumlah Presentase (%)


Jenis kelamin
a. Perempuan 2 9
b. Laki-laki 2 2
2 8
Pendidikan
a. SD 1 4
b. SMP 1 4
c. SMA/SMK 2 8
d. PT 1 8
1 4
Pekerjaan
a. Tidak kerja 2 8
b. Bekerja 0 3
4 1
7
Tipe keluarga
a. Keluarga inti 1 7
b. Extended Family 8 5
6 2
5
Penghasilan
a. < Rp1000.000,- Tabel 4.3 3 1
b. Rp 1000.000,-Rp2000.000,- 2 2
Karakteristik Usia Keluarga diruang Gayatri
1 RS 8
Marzoeki Mahdi Bogor 8
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Tabel 4.3 menunjukan rata - rata usia keluarga adalah 47 tahun dengan
umur
Karakteristik Me Min-
an Maks
Usia 47 33-58

paling muda adalah 33 tahun dan tertua adalah umur 58 th.

Tabel 4.4 menjelaskan tentang karakteristik klien. Sebagian besar klien adalah
berjenis kelamin laki-laki yaitu 41.6 % dengan tingkat pendidikan
terbanyakSLTA. Sebagian besar klien menikah yaitu 41.7 % dan status pekerjaan
bekerja sebanyak 58.4%.
Tabel 4.4
Karakteristik Klien Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
dan Status Perkawinan Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif
diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Demografi dan Karakteristik Jumlah Presentase (%)


Jenis kelamin
a. Laki-laki 1 4
b. Perempuan 4 1,
1 6
0 5
8,
4
Pendidikan
a. SD 1 5
b. SMA/SMK 3 4,
c. S1 1 1
0 4
1 1,
7
4,
2
Pekerjaan
a. Tidak kerja 1 4
b. Bekerja 4 1,
1 6
0 5
8,
4

Tabel 4.5
Karakteristik Lama Rawat Klien dan Usia Klien dengan Koping Keluarga
Tidak Efektif diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Karakteristik Mean Min-Maks


Lama dirawat 2-3 1-7 hari
Usia 55,7 27-80 th

Tabel 4.5 menunjukan rata –rata hari rawat yaitu 2-3 hari dengan lama rawat
paling sedikit 1 hari dan paling lama 7 hari. Rata - rata usia pasien adalah umur
55.7 tahun dengan umur paling muda adalah 27 tahun dan tertua adalah umur 80
th.

Tabel 4.6
Diagnosis Medis Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang
Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Karakteristik Juml Persentase


ah (%)
Hipertensi 9 37,5
CHF 8 33,3
CKD 7 29,2
Stroke 5 20,8
Pneumonia 4 16,7
Diabetus meletus 4 16,7
TBC 2 8,3
PPOK 2 8,3
Tabel 4. 6 menunjukan diagnosis medis terbanyak adalah Hipertensi yaitu 37,5%.
Sebagian besar pasien tidak hanya mempunyai satu diagnosis medis tapi lebih
dari satu misalnya hipertensi dan stroke.

Tabel 4.7
Diagnosis psikososial Klien Dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang
Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Karakteristik Juml Persentase


ah (%)
Ansietas 19 79,2
Gangguan citra tubuh 5 20,8
Ketidak berdayaan 4 16,7

Tabel 4.7 menujukan diagnosis psikososial terbanyak adalah ansietas yaitu


sebanyak 79.2%.

Tabel 4.8
Diagnosis Fisik Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang
Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Karakteristik Juml Persentase


ah (%)
Gangguan perfusi jaringan 14 58,3
Pola nafas Tidak Efektif 9 37,5
Intoleransi aktifitas 8 33,3
Kelebihan cairan 8 33,3
Nyeri 6 25
Penurunan Cardiak output 5 20,8
Gangguan mobilitas fisik 5 20,8
Nutrisi 4 16,7
Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.8 menujukan diagnosis fisik terbanyak adalah gangguan perfusi jaringan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu sebanyak 58.3%. Sebagian besar pasien
tidak hanya mempunyai satu diagnosis Keperawatan tapi lebih dari satu

Tabel 4.9 menujukan tindakan invasif terbanyak adalah pemasangan infus dan
injeksi yaitu sebanyak 100%.
Tabel 4.9
Tindakan Invasif Klien dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang
Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Karakteristik Juml Persentase


ah (%)
Terpasang selang infus 24 100
Injeksi atau pengambilan darah 24 100
oksigen 17 47
Cuci darah 2 6
Proses Koping Keluarga dengan Koping Keluarga Tidak Efektif
Proses Koping Keluarga
Proses koping keluarga dapat dilihat dalam keberfungsian keluarga.
Tabel 4.10
Fungsi Keluarga Dengan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri RS
Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Fungsi Keluarga Juml Presentase


ah (%)
1. Sumber daya keluarga
a. Pelaku Rawat:
- Istri 13 54
-Anak 6 25
-Lain-lain (saudara jauh, teman dll) 5 21
b.Bentuk kemampuan keluarga:
-Pengetahuan (cara merawat klien) 0 0
-Kemampuan (kesulitan) 24 100
-Motivasi 24 100
c. belum adakeikutsertaan dalam kelompok suportif 24 100
d.Belum ada KKJ 24 100
eMaterial Assets:
-Ada BPJS 15 63
-.Umum 9 38
-.Ada tabungan 12 50
-.Ada fasilitas kesehatan dengan jarak terjangkau 24 100
2.Komunikasi dan pengambilan keputusan
a.tidak ada hambatan 5 6
b.ada hambatan 19 94
3.Fleksibilitas peran
a.tidak ada hambatan 3 83
b.ada hambatan 21 17
4.Pengalaman emosional
a.tidak ada hambatan 7 86
b.ada hambatan 17 14
Tabel 4.10 menunjukkan fungsi keluarga diantaranya adalah sumber daya
keluarga dimana sebagian besar pelaku rawat adalah istri yaitu sebanyak 54%,
dengan 100%. Ketidak mampuan keluarga ditunjukan oleh ketidaktahuan dan
ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarganya yg sakit
sebanyak 100%, tidak ada keikut sertaan kelompok suportif atau kader kesehatan

jiwa dilingkungan keluarga. Pembiayaan sebagian besar menggunakan jaminan


kesehatan sebanyak 63%. Fungsi yang ke dua adalah fungsi komunikasi dan
pengambilan keputusan, dimana sebagian besar keluarga mengalami kesulitan
atau hambatan dalam komunikasi sebanyak 94%. Keluarga sulit
mempertahankan fleksibilitas peran sebanyak 83% dan mengalami hambatan
dalam emosional
experience sebanyak 86%.
5.6.1Model Adaptasi Keluarga
Model adaptasi keluarga ini ditunjukan dalam pola koping
keluarga.
Tabel 4.11 Strategi Koping Keluarga di Ruang Gayatri dan
Basudewa
16 Februari-17 April 2015( n= 24)

Strategi koping keluarga Juml Presentase


ah (%)
Mencari dukungan sosial 15 63
Menggunakan pikiran positif 3 13
Mencari dukungan spiritual 24 100
Mencari informasi 17 71
Mengalihkan perhatian 1 4
Lima strategi koping yang terdiri dari mencari dukungan social, menggunakan
pikiran positif, mencari dukungan spiritual, mencari informasi, mengalihkan

perhatian. Strategi koping dengan mencari dukungan sosial ditunjukkan keluarga


dengan berbagi dengan anggota keluarga yang lain, teman, atau tetangga. Strategi
berfikiran positif ditunjukan dengan dengan cara berfikir positif dalam upaya
mencapai kenyamanan sampai keadaan kembali seimbang. Mencari dukungan
spiritual merupakan strategi koping yang paling sering digunakan oleh keluarga
yaitu sebanyak100%. Mencari informasi merupakan upaya yang dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah dengan cara mencari informasi baik pada
tenaga professional maupun non profesional. Tabel tersebut juga menjelaskan
bahwa strategi koping keluarga yang digunakan rata-rata lebih dari 1 pola.

4.2.3 Gambaran Beban Keluarga


Beban Keluarga Stuart & Sundeen, (2009) beban keluarga terdiri dari beban
obyektif dan subyektif : (1) Beban Obyektif, yaitu beban yang berhubungan dengan
masalah dan pengalaman anggota keluarga meliputi gangguan hubungan antar
anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktifitas kerja, kesulitan
finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga meliputi,
gejala fisiologis, keluarga mengalami kemunduran aktifitas dan Mengabaikan
perawatan pasien dan pemenuhan kebutuhan dasar . (2) Beban Subyektif, yaitu
beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi
perasaan merasakan tanda gejala yang dialami klien, Mengungkapkan
ketidakmampuan membangun kehidupan yang bermakna untuk diri sendiri,
merasakan tertekan, perasaan khawatir. Tabel 4.13 menjelaskan tentang
gambaran beban keluarga klien.
Tabel 4.12
Beban Keluarga diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April
2015 (n=24)
Tanda Gejala Juml Presentase
ah (%)
Subyektif
1 Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami
klien 9 37
2 Mengungkapkan ketidakmampuan
membangun kehidupan yang bermakna untuk
diri sendiri 6 25
3 Merasa tertekan 11 45
4 Khawatir tentang klien 24 100

Obyektif
1 Perubahan pola tidur/ tidur kurang 15 62
2 Merasa letih dan lesu 12 50
3 Pusing/sakit kepala 18 75
4 Tidak selera makan 17 70
5 perubahan tanda-tanda vital 4 16
6 Keluarga mengalami kemunduran
dalam melakukan aktivitas 18 75
Tabel 4.12 menunjukan adanya gambaran beban keluarga dimana beban
subyektif ditunjukan adanya perasaan cemas khawatir dan tertekan. Beban
obyektif ditunjukan adanya perubahan atau kesulitan dalam melakukan aktifitas
sebelumnya, lelah, letih, sulit tidur tidak nafsu makan. Tanda gejala subyektif

terbanyak adalah perasaan cemas yang dirasakan oleh 100% keluarga. Beban
obyektif terbanyak ditunjukan dengan adanya perubahan fisiologis yang dialami
keluarga antara lain tidak bisa tidur 62%, pusing 75%, tidak nafsu makan
sebanyak 75%, letih lesu 50% dan penurunan dalam beraktifitas sebanyak 75%.

4.3 Out Put Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak Efektif diruang Gayatri
dan Basudewa RS Marzoeki Mahdi Bogor

Tabel 4.13
Kemampuan Keluarga dalam Mengatasi Koping Tidak Efektif Setelah Tindakan
Generalis Diruang Gayatri RS Marzoeki Mahdi Bogor
16 Februari – 17 April 2015 (n=24)
Kemampuan Keluarga Pre Post pers
en
%
Mampu menyadari masalah kesehatan yang terjadi
dalam keluarga 12 24 50
Mampu manajemen konflik diantara anggota
keluarga dengan mengembangkan komunikasi
efektif 5 24 79
dukungan sosial 15 24 38
spiritual 24 24 0
aktivitas lain 1 24 96
Mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga
termasuk pengobatan anggota keluarganya yang
sakit.
0 24 100
Rata rata 8 21 52

Table 4.13 menunjukan rata –rata 52% kemampuan keluarga meningkat setelah
dilakukan tindakan generalis dalam mengatasi masalah koping keluarga tidak
efekti. Kemampuan tersebut diukur dengan menggunakan format kemampuan
tindakan generalis koping keluarga tidak efektif.
Tabel 4.14
Gambaran Beban Keluarga Setelah Tindakan Generalis diruang Gayatri
Marzoeki Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015 (n=24)

Tanda p po selisih
Gejala r st
e
Subyektif J J j %
m ml m
l l
1 Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami klien 9 9 0 0
2 Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan
yang bermakna untuk diri sendiri 6 2 4 1
6
3 Merasa tertekan 1 9 2 8,
1 3
4 Khawatir sampai panik tentang klien 2 2 0 0
4 4
Obyektif
1 Perubahan pola tidur/ tidur kurang 1 1 0 0
5 5
2 Merasa letih dan lesu 1 1 0 0
2 2
Tabel
3 4.14 menunjukan
Pusing/sakit kepala penurunan beban keluarga setelah tindakan
1 1 generalis
5 yaitu
2
8 3 0
rata-
4 rata
Tidaksebanyak
selera makan13.7%. Penurunan beban keluarga 1 tidak 1 menunjukan
4 1
7 3 6
penurunan
5 secara
perubahan signifikan
tanda-tanda vital hal tersebut berkontribusi terhadap
4 4 tanda
0 gejala
0
6 Keluarga mengalami kemunduran dalam melakukan aktivitas 1 1 2 8,
koping keluarga tidak efektif. 8 6 3
Tabel 4.15
Rata-rata 3 1
Kemampuan Keluarga Setelah tindakan Psikoedukasi Diruang Gayatri Marzoeki 3,
7
Mahdi Bogor 16 Februari – 17 April 2015
(n=24)

Kemampuan Psikoedukasi Keluarga pre post pers


en
jml jml %
Mengenal masalah dalam merawat 0 24 100
Mengenal masalah selama merawat 0 24 100
Tau cara merawat 0 24 100
Manajemen stress tarik nafas dalam 0 100
diatraksi 0
Kegiatan spiritual 24
Menghentikan pikiran 0
PMR 0
Manajemen beban 0 64
Menggunakan pendukung yg ada didlm atau luar 0 64
Menggunakan fasilitas pelayanan 2 64
4

Table 4.15 menunjukan kemampuan psikoedukasi keluarga dalam mengatasi


masalah koping keluarga tidak efektif. Sebagian keluarga sebanyak 13 keluarga
tidak mengikuti kegiatan psikoedukasi sampai selesai. Dari tabel tersebut
menggambarkan keluarga yang diberikan psikoedukasi sampai selesai

menunjukan peningkatan kemampuan merawat keluarga dan dalam mengelola


stress dan bebanya. Kemampuan pengelolaan beban keluarga ditunjukan dengan
penurunan tanda gejala lebih dari 75%. Kondisi tersebut berbeda saat keluarga
hanya diberikan tindakan generalis yang rata-rata penurunanya sebanyak
11,42%.
Tabel 4.17 Menunjukan rata-rata penurunan tanda gejala yang setelah dilakukan
tindakan FPE yaitu 87%.

Tabel 4.17
Perubahan Tanda Gejala Keluarga dengan Koping Tidak Efektif Setelah
Tindakan FPE diruang Gayatri dan Basudewa Marzoeki Mahdi Bogor 16
Februari – 17 April 2015 (n=36)

Tanda Gejala Pre dan post Seli


sih
Subyektif Jml jml Jml %
h
1 Ikut merasakan tanda dan gejala yang
dialami klien 14 1 13 92
2 Mengungkapkan ketidakmampuan
membangun kehidupan yang
bermakna untuk diri sendiri 10 0 10 100

3 Merasa tertekan 17 0 17 100


4 Khawatir sampai panik tentang klien 36 18 28 77

Obyektif
1 Perubahan pola tidur/ tidur kurang 24 2 22 91
2 Merasa letih dan lesu 18 1 17 94
3 Pusing/sakit kepala 28 3 25 89
4 Tidak selera makan 25 1 24 96
5 perubahan tanda-tanda vital 8 0 8 100
6 Keluarga mengalami kemunduran
dalam melakukan aktivitas 2 4 21 84
5
7 Mengabaikan perawatan pasien dan
pemenuhan kebutuhann dasar 5 3 2 40
Rata-rata 87

BAB 5
PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang pembahasan manajemen kasus spesialis yaitu


asuhan keperawatan pada keluarga dengan koping tidak efektif di Ruang
Basudewa dan Gayatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Pembahasan
juga dilakukan
terkait manajemen pelayanan yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan

tersebut, serta keterbatasan yang ditemukan selama proses pelaksanaan asuhan


keperawatan. Pembahasan manajemen kasus spesialismengunakan pendekatan
model konsep adaptasi Roy, Self Care Orem, dan Kebutuhan dasar Henderson. ga
tidak efektif yang meliputi stimulus fokal, konstektual, dan residual. Stimulus
fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian koping
keluarga tidak efektif dalam hal ini adalah anggota keluarga yang sakit. Stimulus
konstektual merupakan faktor penyebab (Presipitasi) kejadian koping keluarga
tidak efektif yang meliputi Karakteristik keluarga,karakteristik klien kondisi sakit
yang dialami oleh keluarga meliputi diagnosis medis, diagnosis keperawatan,
tindakan invasif, dan lama rawat. Stimulus residual meliputi nilai yang dianut dan
norma keluarga. Selain pengkajian stimulus juga akan dijelaskan tentang hasil
pengkajian perilaku keluarga dengan mengidentifikasi beberapa tanda yang
menunjukkan ketidak efektifan adaptasi dari sistem regulator dan
kognator.

Bagian kedua pada bab ini akan menjelaskan tentang analisis diagnosis koping
keluarga tidak efektif dengan menggunakan pendekatan teori kebutuhan dasar
Henderson. Bagian yang ketiga akan menjelaskan tentang intervensi,
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang diberikan pada keluarga dengan
menggunakan
pendekatan ke dua teori tersebut.
5.1 Input Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak efektif

Pembahasan pengkajian dilakukan dengan menganalisa stimulus atau penyebab


koping keluarga tidak efektif yang dialami oleh keluarga yang meliputi stimulus
fokal, konstektual, dan residual. Stimulus diartikan sebagai penyebab atau
52
pencetus respon klien. Stimulus ini m erupakan awal adanya interaksi dalam

sebuah sistem klien. Interaksi yang terjadi merupakan sebuah wujud upaya untuk
mempertahankan keseimbangan yang ada dalam sebuah sistem keluarga. Roy
dalam Friedman (2010) menjelaskan keluarga sebagai suatu sistem yang adaptif
dimana keluarga akan berespon terhadap suatu kejadian stresor
dengan
psikososial. Satir, menjelaskan bahwa keluarga selalu mempertahankan sebuah
memunculkan gejala yang dialami oleh keluarga baik gejala fisik maupun gejala
kesimbangan, dimana jika keinginan dan harapan tidak mampu dipertahankan
melalui peran yang tidak tidak sesuai maka disfungsi akan terjadi.

5.1.1 Stimulus fokal


Stimulus fokal adalah faktor pencetus (Predisposisi) yang menyebabkan kejadian
koping keluarga tidak efektif. Hasil pengkajian didapatkan stimulus fokal semua
keluarga adalah anggota keluarga yang sakit. Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa
keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang
bervariasi. Stress ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik
keluarga, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan ketakutan ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan perawatanya (biaya perawatan). Penelitian lain juga


menggambarkan tentang masalah emosional yang terjadi dalam sistem keluarga
yang dirawat di rumah sakit, Kloss & Daly (2008) dalam Kaaken (2010)
menjelaskan tentang keluarga yang anggotanya dirawat dirumah sakit
mempunyai perasaan negatif tentang kondisi fisik yang dialami oleh keluarga
yang sakit, selain itu juga menjelaskan bahwa keluarga juga mempunyai harapan
tentang kondisi fisik yang lebih baik. Bowen, menjelaskan tentang teori sistem
keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional, kebutuhan
akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan mempengaruhi
perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga. Kebutuhan akan kasih
sayang, dukungan perhatian dan harapan menjadikan adanya keterikatan
emosional antar anggota keluarga. Kondisi tersebut menimbulkan respon yang
bervariasi antar anggota keluarga. Respon tersebut muncul sebagai sebuah
akibat bentuk pemenuhan
kebutuhan tersebut.
5.1.2Stimulus Konstektual

Stimulus konstektual merupakan faktor penyebab (Presipitasi) kejadian koping


keluarga tidak efektif yang meliputi Karakteristik keluarga,karakteristik klien
kondisi sakit yang dialami oleh keluarga meliputi diagnosis medis, diagnosis
keperawatan, tindakan invasif, dan lama rawat. Bagian ini akan menjelaskan
tentang masing-masing stimulus yang ada.
5.1.2.1 Karakteristik Keluarga
a. Umur
Sebagian besar keluarga dalam tahapan usia dewasa yaitu dalam rentan
usia 25-60 tahun sebanyak 92%. Menurut tahapan perkembangan
erikson dalam towsend, (2009) keluarga berada pada tahap
perkembangan usia dewasa dimana mempunyai tugas perkembangan
yang sering disebut generavity vs stagnation stage yang mencapai
tujuan hidup yang mapan bagi individu sementara juga memikirkan
kesejahteraan generasi mendatang ( anak-anaknya). Kematangan usia dipengaruhi
oleh tekanan hidup, sumber dukungan dan kemampuan koping seseorang stuard,
(2013). Tahapan perkembangan tersebut menunjukan adanya kebutuhan
pemenuhan peran ganda dimana individu tidak hanya dituntut untuk memenuhi
kebutuhan dirinya sebagai individu, tetapi juga dituntut untuk pemenuhan
kebutuhan generasinya, selain itu usia juga mempengaruhi kemampuan koping
seseorang. Kondisi tersebut didukung hasil penelitian Dilys, (2003) yang
menjelaskan faktor usia pemberi rawat mempengaruhi kemampuan koping
keluarga.
b. Jenis Kelamin

Sebagian besar anggota keluarga berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 78%.
Sebagian besar pemberi asuhan adalah wanita dibanding laki –laki. Friedman
(2010) menyatakan bahwa peran penting wanita disebagian besar keluarga yaitu
sebagai pemimpin kesehatan dan pemberi asuhan. Prucno &resch, 1989, dalam
Friedman 2010, pemberi perawatan wanita lebih banyak mengalami efek negatif
dari pada pemberi asuhan laki-laki. Gunarso, (1995) dalam Mariam,

(2008) menjelaskan tentang kecemasan lebih banyak dialami oleh


perempuan karena perempuan dirasa lebih sensitif terhadap
permasalahan, sehingga mekanisme koping perempuan lebih kurang
baik dibandingkan laki-laki. Mariam (2008) juga menemukan bahwa
tingkat kecemasan keluarga laki-laki lebih rendah daripada keemasan
perempuan.
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan terbanyak adalah SLTA sebanyak 75%. Status tingkat
pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan keluarga
untuk menyerap informasi, menyelesaikan masalah, dan berperilaku.
Stuart (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
ditemukan lebih sering menggunakan pelayanan kesehatan. Klien
yang berpendidikan tinggi akan dapat membedakan antara kebutuhan

dan keinginan, sedangkan pada saat mengikuti psikoterapi klien


mampu menceritakan kemampuan dirinya dalam melakukan stimulasi
tahap perkembangan. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa dalam
jangka pendek pendidikan akan menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan individu Pendidikan menjadi suatu tolok
ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain
secara efektif. Mariam (2008) menjelaskan bahwa faktor pendidikan
menjadi slah satu penyebab kejadian kecemasan. Tingkat pendidikan
yang rendah akan menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami
kecemasan dibandingkan seseorang yang mempunyai status
pendidikan tinggi (Kaplan & Sadock, 1997).

d.Satus perkawinan

Sebagian besar keluarga telah menikah sebanyak 89 %. Dukungan sosial


seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) seseorang
yang memiliki pasangan hidup atau sudah menikah akan
mempengaruhi ketenangan atau pengambilan keputusan dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam
menghadapi suatu masalah atau tekanan hidup. Hasil praktek ini
menunjukan bahwa status pernikahan belum bisa meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah. Hasil ini bisa
dipengaruhi oleh usia dimana tugas perkembangan yang dialami
menuntut keluarga untuk meningkatkan kemampuanya dalam upaya
memenuhi peranya. Keluarga An Sly, dimana anggota keluarga (ibu)
merasa kesulitan membagi tugas antara merawat anak yang sakit
dengan tugas yang lain terutama dalam memenuhi kebutuhan anggota
keluarga (anak) yang lain.

e. Status pekerjaan

Sebagian besar keluarga tidak bekerja yaitu sebanyak 72%. Kondisi sakit
meningkatkan kebutuhan ekonomi. Kogan & Strickland (2008) hasil penelitianya
menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan
membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan anaknya dan sebaliknya
anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering salah satu orang tua
berhenti bekerja. Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang
emmpengaruhi stress keluarga, dengan ada satu anggota keluarga yang sakit akan
terjadi kemungkinan ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhanya. Keluarga
Tn Wlly mengatakan bahwa keluarga mengalami kesulitan keuangan karena Tn
Wlly merupakan tulang punggung keluarga dan istri tidak bekerja sehingga saat Tn
Wlly sakit otomatis keuangan keluarga terganggu karena tidak ada yang memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya karena istri tidak bekerja.
f. Status Ekonomi

Sebagian besar keluarga mempunyai penghasilan antara Rp 1000.000,-


Rp 2000.000,-, 64% dan sebagian besar keluarga menggunakan BPPJS 62%.
Friedman, (2010). Menjelaskan tentang karakteristik keluarga

dengan sumber ekonomi yang tidak memadai diantaranya adalah


penghasilan yang rendah atau tidak stabil sehingga kurang untuk
memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Stuard (2009), menjelaskan
bahwa seseorang dengan penghasilan yang mapan dapat lebih menjaga
dirinya dan keluarganya dari gangguan kejiwaan, dikarenakan dapat
memperoleh layanan kesehatan dengan muadah dan cepat. Keluarga
rata-rata berada dalam kondisi keuangan menengah kebawah.
Hospitalisasi secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan
pengeluaran keluarga, kondisi tersebut bisa berdampak pada kondisi
psikologis keluarga. Keluarga Ny tt menjadi contoh keluarga
mengalami kesulitan tentang keuangan dan biaya perawatan klien.

g. Bentuk keluarga

Sebagian besar keluarga merupakan keluarga inti dan ada beberapa


diantaranya adalah orang tua tunggal. Friedman, (2010) menjelaskan
orang tua tunggal mempunyai beban peran dan konflik peran dan
perubahan peran orang tua tunggal. Hal tersebut mempunyai peran
terhadap perkembangan keluarga khususnya stress keluarga. Kozier
(2010), juga menjelaskan bahwa ada banyak tekanan yang dihadapi oleh
keluarga orang tua tunggal antara lain kekhawatiran tentang pengasuhan
anak, urusan finansial, kelebihan peran dan keletihan
mengatur tugas harian, dan isolasi sosial.

Karakteristik Klien
a. Jenis kelamin

Sebagian besar klien adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 61 %. Karasadivis


2011 juga menjelaskan faktor jenis kelamin anak mempengaruhi tingkat sress
orang hal ini berhubungan dengan impian dan harapan berkaitan dengan jenis
kelamin. Keluarga Tn Pujiatmoko
menjadi salah satu contoh, dimana klien merupakan anak laki-laki

satu-satunya dalam keluarga tersebut. Ibu klien mengatakan sangat


sedih dengan kondisi sakit jiwa yang dialami oleh anaknya klien
sebelumnya berharap anaknya akan menjadi tempat tergantung saat
klien sudah tua tetapi kondisi yang terjadi menjadi kebalikan, keluarga
merasa klien menjadi tergantung dengan ibunya yang sekarang sudah
lansia.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan klien terbanyak adalah SLTA. Stuart (2013)
menyatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi ditemukan lebih
sering menggunakan pelayanan kesehatan. Klien yang berpendidikan
tinggi akan dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan,
sedangkan pada saat mengikuti psikoterapi klien mampu menceritakan
kemampuan dirinya dalam melakukan stimulasi tahap perkembangan. Menurut
Notoatmodjo (2010) bahwa dalam jangka pendek pendidikan akan menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan individu Pendidikan menjadi suatu
tolok ukur kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain secara
efektif. Kondisi tersebut menjadi kekuatan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
c. Umur

Sebagian besar klien berusia dewasa sebanyak 58% Menurut tahapan


perkembangan erikson dalam towsend, (2009) keluarga berada pada tahap
perkembangan usia dewasa dimana mempunyai tugas perkembangan yang sering
disebut generavity vs stagnation stage yang mencapai tujuan hidup yang mapan
bagi individu sementara juga memikirkan kesejahteraan generasi mendatang
(anak-anaknya). Kematangan usia dipengaruhi oleh tekanan hidup, sumber
dukungan dan kemampuan koping seseorang stuard, (2013). Tahapan
perkembangan tersebut menunjukan adanya kebutuhan pemenuhan peran ganda
dimana individu tidak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sebagai
individu, tetapi juga dituntut untuk

pemenuhan kebutuhan generasinya, selain itu usia juga mempengaruhi


kemampuan koping seseorang.

d. Status Perkawinan
Sebagian besar klien telah menikah yaitu 72 % Dukungan sosial
seseorang dapat diperoleh dari pasangan hidupnya. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) seseorang yang
memiliki pasangan hidup atau sudah menikah akan mempengaruhi
ketenangan atau pengambilan keputusan dalam meningkatkan
kemampuan mengatasi masalah kognitif dalam menghadapi suatu
masalah atau tekanan hidup. Lehman, (2006) menjelaskan bahwa
status pernikahan dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi,
membina hubungan intim, serta membantu mendapatkan hubungan
emosional yang lebih baik. Klien Pj belum menikah ibu klien sudah berusia hamper
70 th, keluarga mengeluhkan tidak adanya dukungan social dan kemandirian yang
dimiliki oleh anaknya sehingga keluarga merasa terbebani.
e. Status pekerjaan

Sebagian besar klien tidak bekerja sebanyak 61%. Kogan & Strickland (2008) hasil
penelitianya menjelaskan tentang keluarga yang mempunyai anak dengan
kecacatan membutuhkan dana yang lebih besar untuk perawatan anaknya dan
sebaliknya anak membutuhkan perhatian khusus sehingga sering salah satu orang
tua berhenti bekerja. Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi stress keluarga, dengan ada satu anggota keluarga yang sakit akan
terjadi kemungkinan ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhanya. Keluarga
Nn Rasni, Nn Rasni salah satu klien yang tidak bekerja karena sakit yang
dialaminya, setiap hari kebutuhan dicukupi oleh orang tuanya dan
saudaranya.kondisi tersebut semakin berat jika klien harus dirawat dirumah sakit
karena beban biaya akan bertambah.
f. Lama Rawat

Hari rawat yaitu 3-4 hari dengan lama rawat paling sedikit 1 hari dan
paling lama 17 hari. Hari rawat berkaitan dengan kondisi keuangan.
Mariam (2008) juga menemukan bahwa tingkat kecemasan keluarga
dipengaruhi oleh lama rawat klien semakin lama semakin cemas
berkaitan dengan biaya perawatan di rumah sakit. Lama rawat dapat
meningkatkan stresor pada anggota keluarga. Kecemasan merupakan
salah satu beban keluarga yang timbul akibat dari koping keluarga
tidak efektif. Stuart & Sundeen, (2009) Beban Subyektif, yaitu beban
yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi
perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam situasi sosial,
koping stress terhadap gangguan prilaku dan frustrasi yang disebabkan
karena perubahan hubungan.

g. Diagnosis Medis
diagnosis medis terbanyak adalah Hipertensi yaitu 22%. Sebagian
besar pasien tidak hanya mempunyai satu diagnosis medis tapi lebih
dari satu misalnya skizofrenia dengan low intake. dilakukan oleh
McCubbin, Patterson dan Wison (1983, dalam Friedman 2010) dari 71
kategori peristiwa hidup penuh stres, yang diukur menggunakan
Family Inventory of Life Event and Change Scale (FILE) sebuah
keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sakit fisik maupun
sakit kronis menempati peringkat kelima dengan bobot nilai 73.
Karasidivis, (2011) menjelaskan bahwa karakteristik anak dengan
retardasi mental berperan dalam tingkat stress yang dimiliki oleh orang
tua diantaranya adalah prognosis penyakit, gejala yang ditunjukan
anak termasuk keparahan tanda dan geljalanya.

h. Diagnosis Keperawatan
Menujukan diagnosis psikososial terbanyak adalah ansietas yaitu
sebanyak 58%. Diagnosis Gangguan terbanyak adalah defisit
perawatan diri yaitu sebanyak 19%., dan diagnosis fisik terbanyak
adalah gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu
sebanyak 28%. Data tersebut menunjukan bahwa saat klien sakit
banyak kebutuhan dasar klien yang tidak terpenuhi, hal tersebut
menuntuk keluarga untuk mampu memenuhinya. Weldeslassie, (2008)
menjelaskan faktor yang mempengaruhi beban keluarga dalam
merawat lansia salah satunya adalah tingkat ketergantungan klien.
Heru, (2000) menjelaskan beban keluarga di pengaruhi oleh gejala
yang dialami oleh klien, hal tersebut berhubungan erat dengan
kemampuan keluarga dalam mengatasi gejala yang dialami oleh klien.
Handayani (2009). Menjelaskan kelurga dengan stroke mengalami
kemunduran aktifitas karena tingkat ketergantungan klien.

Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai


“penolong klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan
tersebut perawat yakin klien akan dapat melakukannya sendiri jika
mereka mempunyai kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Perawat
berperan membantu keluarga dalam melaksanakan fungsi perawatan
kesehatan dengan tiga tingkatan hubungan dengan klien yaitu perawat
sebagai pengganti bagi klien, perawat sebagai penolong, dan perawat
sebagai mitra dengan klien, klien yang dimaksud adalah keluarga.
Stress keluarga timbul karena ketidak mampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang sakit.

i. Tindakan Invasif
Tindakan invasif terbanyak adalah pemasangan infus dan injeksi
yaitu sebanyak 100%. Sukoco, (2002) dalam Mariam (2008) Reaksi
cemas yang timbul akibat hospitalisasi berbeda pada setiap orang,
karena tinggal di rumah sakit bukanlah suatu pengalaman yang
menyenangkan, dimana klien harus mengikuti peraturan serta rutinitas
ruangan salah satunya adalah tindakan invasif yang diberikan ke klien.
Tindakan tersebut tidak sedikit yang menimbulkan sakit pada anggota
keluarga, kondisi tersebut yang menjadi salah satu pengalaman yang
tidak menyenangkan.

Bowen, dalam Fredman (2010) menjelaskan tentang teori sistem


keluarga dimana keluarga dipandang sebagai sebuah unit emosional,
kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, perhatian dan harapan akan
mempengaruhi perasaan dan ketergantungan antar anggota keluarga.
Yosiana, (2012) menjelaskan bahwa keluarga yang anggotanya dirawat
dirumah sakit mengalami tingkatan stress yang bervariasi. Stress
ditunjukan dengan perasaan cemas dengan kondisi fisik keluarga.
Kondisi tersebut dapat diperburuk dengan kurangnya informasi terkait
dengan kondisi penyakit atau tindakan sehingga perlu adanya
informed
consent yang tepat sebelum melakukan tindakan tersebut.

Penjelasan diatas menjelaskan tentang stimulus yang mempengaruhi kejadian


koping keluarga tidak efektif . Anggota keluarga yang sakit menjadi satu
penyebab utama koping keluarga tidak efekti. Stimulus konstektual berupa
karakteristik klien dan keluarga, kondisi penyakit yang dialami klien meliputi
diagnosis medis, diagnosis keperawatan, lama rawat, tindakan invasif, faktor
keluarga antara lain pola komunikasi keluarga.
5.1.3 Stimulus Residual

Stigmatisasi, stereotip dan diskriminasi menjadi masalah utama dalam


pengobatan, mengatasi masalah kesehatan. Stigmatisasi membuat klien
berpenyakit kronis atau menular, klien semakin jauh dari bantuan dan layanan
kesehatan dan sosial. Stigma dan diskriminasi mengganggu dan menghalangi
intervensi yang baik, meminimalkan penderitaan dan
meningkatkan integrasi sosial. Klien dan keluarga menjadi putus asa oleh

stigmatisasi, sehingga menyebabkan meningkatkan beban sosial yang


dihadapi keluarga. Friedman, 2010 menjelaskan bahwa stereotip adalah
kurangnya pengakuan terhadap individu dan pemberian label, melibatkan
penolakan tidak mengijinkan adanya keragaman individu.
Penjelasan diatas menunjukan bahwa stress keluarga dipengaruhi oleh
persepsi keluarga terhadap penyakit kronis yang dialami oleh klien.
Keluarga Ade putri, berkeyakinan bahwa klien tidak mungkin mengalami
sakit jiwa klien beranggapan bahwa klien hanya kelelahan sehingga klien
perlu dirawat dirumah sakit.

Proses Asuhan Keperawatan Koping Keluarga Tidak efektif

Analisis proses interaksi akan dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori


Adaptasi Roy. Proses adaptasi keluarga dalam sebuah sistem keluarga dapat dilihat
dari fungsi keluarga. Roy dalam Alligod, (2014) menjelaskan klien dilihat sebagai
suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit - unit fungsionil atau
beberapa unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Berikut akan
dijelaskan lebih lanjut proses kontrol koping yang dapat dilakukan individu dapat
berupa proses kontrol stabilizer dan proses kontrol inovator.
Proses koping

Proses adaptasi keluarga dalam sebuah sistem keluarga dapat dilihat dari fungsi
keluarga. Roy dalam Alligod, (2014) menjelaskan klien dilihat sebagai suatu
kesatuan yang saling berhubungan antara unit - unit fungsionil atau beberapa unit
fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Proses adaptasi dimulai saat
keluarga merasa bahwa ada perubahan fungsi yang dimiliki keluarga oleh karena
adanya stimulus yang ada. Mc. Cubbin (1993) dalam Friedman (2014) menjelaskan
adaptasi adalah proses yang melibatkan adanya restrukturisasi pola
fungsi. Friedman, (2010) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan
keluarga, fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga
untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Kecacatan atau penyakit kronis sangat
mempengaruhi tugas perkembangan keluarga sebagai akibat dari penurunan
fungsi keluarga. Stimulus yaitu anggota keluarga yang sakit secara langsung akan
mempengaruhi sistem keluarga yaitu keberfungsian sebuah keluarga dalam
memenuhi kebutuhan dan pencapaian kebutuhan
5.2.1.1 Struktur Komunikasi dan Pengambilan Keputusan

Sebagian besar keluarga menggunakan komunikasi terbuka yaitu sebanyak 94%


dan musyawarah digunakan sebagai upaya untuk pengambil keputusan dan kepala
keluarga menjadi pembuat keputusan. Komunikasi adalah proses pertukaran
perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi, dan pendapat (Mc. Cubbin
&Dahl,1985dalam Friedman, 2014). Satir, menjelaskan bahwa semakin
disfungsional komunikasi keluarga, maka semakin disfungsional keluarga
tersebut. Hasil dari praktek residensi ini menunjukan bahwa beberapa keluarga
sulit mempertahankan bentuk dan mengembangkan komunikasi terbuka.
Kekuasaan dalam keluarga menurut Olson dan Kronwell (1975, dalam Friedman,
2010) didefinisikan sebagai kemampuan aktual atau potensial dari anggota
keluarga untuk mengubah perilaku anggota keluarga lainnya. Komponen utama
kekuasaan keluarga adalah pengaruh dan pembuatan keputusan.

Sebagian besar keluarga menggunakan komunikasi terbuka yaitu sebanyak 94%.


Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan, informasi,
dan pendapat (Mc. Cubbin &Dahl,1985dalam Friedman, 2014). Satir,
menjelaskan bahwa semakin disfungsional komunikasi keluarga, maka semakin
disfungsional keluarga tersebut. Hasil dari praktek residensi ini menunjukan
bahwa beberapa keluarga sulit mempertahankan bentuk dan mengembangkan
komunikasi terbuka. Keluarga Tn umar. Istri klien merasa kesulitan untuk
menyampaikan keinginan dan perasaan yang dialaminya kepada suaminya hal
tersebut terjadi karena suami mudah marah dan tersinggung selama klien dirawat
di rumah sakit.

5.2.1.2 Peran keluarga

Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan perilaku yang secara homogen


dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi
sosial yang diberikan. Peran keluarga terbagi dua yaitu peran formal atau terbuka
dan peran informal atau tertutup (Friedman,2010). Sebagian besar keluarga adalah
berstatus sebagai istri klien yaitu 28%. Beberapa keluarga menunjukan ada
perubahan peran yang dialami oleh keluarga selain perubahan peran juga
didapatkan peran ganda yang dialami oleh keluarga salah satunya adlah keluarga.
Friedman, 2014 menjelaskan bahwa keluarga sering tidak dapat dipertahankan
fungsi peranya karena ada anggota keluarganya yang sakit. Tn Willy dimana tuan
willy sebagai tulang punggung keluarga tidak dapat memenuhi peranya sebagai
pemenuh kebutuhan ekonomi keluarga sehingga istri harus berupaya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut selain harus memenuhi peran lain yaitu peran
perawatan untuk suaminya.
5.2.1.3 Emotional Eksperience

Emotional Eksperience ditunjukan dengan adanya beberapa keluarga mengalami


kesulitan penyampaian perasaan yaitu sebanyak 14%. Friedman (2010)
menjelaskan tentang fungsi afektif dimana keluarga memberikan kebutuhan
psikologis, kebutuhan untuk memahami, kebutuhan untuk kasih sayang dan
bahagia. Kemampuan keluarga dalam menyampaikan perasaan akan
meningkatkan rasa saying dan bahagia. Friedman, (2010) menjelaskan banyaknya
stressor yang ada akan membuat anggota keluarga semakin tidak sensitif dan
kurang saling mencintai. Anak Ny Fatimah Rosul mengatakan sulit mengerti apa
yang diinginkan oleh ibunya, klien juga mengatakan sulit menyampaikan
kekhawatiran yang dialami oleh ibunya dan yang terjadi ibu selalu salah paham,
marah, dan sering berselisih pendapat dengan klien. Whyte, (2002) ketika mereka
bisa menyampaikan pengalaman emosinya dalam hal ini adalah perasaan
berdukanya bersama-sama maka akan diperoleh perasaan kenyamanan dan
dukungan dari anggota keluarga yang lain. Ketika Sebaliknya, orang tua dalam
konflik dan tidak ada dukungan keluarga, maka keluarga dapat pecah dan / atau
anggota individu merasa tertekan. Pendapat tersebut menjelaskan kemampuan
keluargadalam menyampaikan perasaan aka meningkatkan kekuatan keluarga itu
sendiri karena adanya dukungan dan penguatan, sebaliknya jika tidak ada
ungkapan perasaan maka ada anggota keluarga yang merasa tertekan.

5.2.1.4 Sumber daya keluarga


Sumber daya yang dimiliki oleh keluarga. Dari hasil pengkajian didapatkan 100%
belum tau atau mengalami kesulitan dalam merawat keluarga. Henderson dalam
Alligood, 2014 menjelaskan masalah keperawatan salah satunya dapat disebabkan
oleh ketidaktauan cara perawatan. Keluarga Nn. Rasni mengatakan bingung dan
tidak tau apa yang dilakukan jika perut klien semakin membesar karena asites dan
sesak klien tak tertahan. fungsi perawatan kesehatan, pemenuhan kebutuhan fisik
sandang, papan dan perawatan
kesehatan.

Kemampuan perawatan kesehatan keluarga menjadi salah satu penyebab


masalah keperawatan koping keluarga tidak efektif. Ketidakmampuan keluarga
dalam menstabilkan kebutuhanya sehari hari berdampak pada peningkatan
stress dan beban keluarga. Friedman, (2010) menjelaskan tentang pengaruh
sistem keluarga dimana sakit sangat mempengaruhi tugas perkembangan
keluarga sebagai akibat dari penurunan fungsi keluarga hal inilah yang akan
semakin memperburuk beban
keluarga.
5.2.2Koping Keluarga

Koping keluarga adalah respon perilaku dari anggota keluarga dan seluruh
keluarga sebagai satu kesatuan unit untuk mangatasi stressor, dan memperbaiki
konflik dan tekanan dalam keluarga agar keluarga bisa beradaptasi kembali
dengan lingkunganya (Mc cubbin & Patterson, 1983, dalam friedman 2010). Hasil
pengkajian menunjukan koping yang sering digunakan oleh keluarga adalah
spiritual dan masing masing keluarga tidak hanya menggunakan satu koping tapi
berfariasi lebih dari satu. Hill, 1949 dalam Friedman, 2010, menjelaskan tentang
variabel utama yang menimbulkan krisis keluarga yang pertama adalah sumber
stressor itu sendiri, sumber keluarga dan koping yang dilakukan dan dipengaruhi
oleh persepsi terhadap stress yang akan menghasilkan suatu keadaan krisis atau
non krisis.
Hasil dari analisis didapatkan juga bervariasinya koping yang dilakukan oleh
keluarga dimana keluarga tidak hanya menggunakan 1 koping saja tetapi bisa
lebih. Guess, (1996) menjelaskan tentang bagamana orang tua menggunakan
strategi koping untuk mengatasi stressnya, yaitu dengan melalui kombinasi
strategi problem-focused, misalnya , pemecahan masalah planful konfrontasi , dan
mendapatkan dukungan sosial, bukan dari satu strategi. Dylis, (2003) menjelaskan

bahwa strategi koping yang berfokus pada memperkuat kehidupan keluarga dan
pandangan optimis yang lebih bermanfaat dari pada yang ditujukan untuk
pengembangan diri atau dukungan hubungan dengan orang tua atau profesional
lainnya.

Hasil juga didapatkan bahwa koping yang paling sering digunakan adlah mencari
dukungan spiritual. Blair, (2003) menjelaskan orang tua dengan anak yang
memiliki kecacatan menggunakan koping spiritual sebagai sarana untuk sarana
memberikan makna positif dan dukungan social. Dukungan spiritual digunakan
sebagai upaya penguatan diri dan dukungan social dalam menghadapi masalah
yang dialami keluarga selama merawat anggota keluarga.

5.2.3Beban keluarga

Koping keluarga tidak efektif tersebut dapat diidentifikasi dari tabel beban
keluarga. Hasil kegiatan praktik residensi pada keluarga yang mengalami masalah
koping keluarga tidak efektif mengalami beberapa gejala sebagai berikut
perasaan cemas terhadap klien yaitu sebanyak 100%. Gejala lain meliputi
perubahan
tanda vital. Perubahan perilaku ditunjukan dengan kesulitan mengikuti aktifitas
fisiologis seperti sulit tidur, tidak nafsu makan, kelelahan, dan perubahan tanda-
harian atau aktivitas sebelum ada keluarga yang sakit.

Gejala tersebut merupakan bentuk ketidakefektifan koping keluarga dalam


mengatasi stimulus yang ada. Tanda gejala koping keluarga tidak efektif antara
lain depresi, penyangkalan kondisi yang dialami klien, pengabaian, sikap
bermusuhan, melakukan rutinitas tidak biasa, agitasi, perkembangan
ketergantungan klien, perubahan perilaku keluarga yang mengganggu,
meninggaalkan, acuh, intoleransi, gejala psikosomatis, penolakan, keprihatinan
yang mendalam pada klien (NANDA, 2014; Carpenito, 2007). Tanda gejala
tersebut merupakan bentuk dari proses adaptasi yang dihadapi oleh keluarga
terhadap anggota yang sakit.

5.2.4Intervensi Asuhan Keperatan Koping Keluarga tidak efektif

Henderson dalam Alligood, 2014 mendefinisikan keperawatan sebagai “penolong


klien, saat sehat atau sakit, dalam melakukan kegiatan tersebut perawat yakin
klien akan dapat melakukannya sendiri jika mereka mempunyai kekuatan,
keinginan, atau pengetahuan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa koping
keluarga tidak efektif terjadi karena ketidaktauan dan kekuatan keluarga dalam
memenuhi kebutuhanya. Untuk itu perlu satu upaya untuk meningkatkan
pengetahuan dan kekuatan keluarga dalam memenuhi kebutuhanya.

Rumah Sakit Marzuki Mahdi Bogor telah menerapakan manajemen pelayanan


yang dikembangkan bertujuan untuk menunjang pemberian pelayanan
keperawatan holistik dan komprehensif. Pelayanan tersebut sudah membudaya
di setiap ruangan. Pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan, telah
terintegrasi antara pemberian terapi generalis koping keluarga tidak efektif dan
terapi spesialis keperawatan jiwa psikoedukasi keluarga, dimana hasil
menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam merawat dan mengatasi
masalah
keluarga keluarga yang fungsi perawatannya perawat juga berperan untuk
memenuhi
berkaitan dengan perawatan anggota keluarga yang sakit. Selain membantu
meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam mengelola beban yang
dialami keluarga selama merawat anggota yang sakit. Henderson menjelaskan
bahwa tugas perawat adalah mampu meningkatkan kemandirian klien untuk kelak
dapat merawat dirinya sendiri. Lebih lanjut klien yang dimaksud adalah keluarga,
meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengelola beban anggota keluarganya
juga menjadi tujuan asuhan keperawatan.
5.3 Output Asuhan Keperawatan Koping Keluarga tidak efektif

Hasil dari tindakan generalis dan spesialis menunjukan peningkatan kemampuan


generalis dan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah koping keluarga
tidak efektif. Sebagian keluarga sebanyak 13 keluarga tidak mengikuti kegiatan

psikoedukasi sampai selesai. Dari tabel tersebut menggambarkan keluarga yang


diberikan psikoedukasi sampai selesai menunjukan peningkatan kemampuan
merawat keluarga dan dalam mengelola stress dan bebanya. Kemampuan
pengelolaan beban keluarga ditunjukan dengan penurunan tanda gejala lebih
dari 75%. Kondisi tersebut berbeda saat keluarga hanya diberikan tindakan
generalis
yang rata-rata penurunanya sebanyak 11,42%.
Efektifitas terapi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyati (2010);
Setiawan (2012) Kemampuan keluarga merawat klien yang mendapatkan terapi
psikoedukasi keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak
mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga. Waluyo (2014) menyimpulkan bahwa
terapi psikoedukasi dapat meningkatkan pengetahuan responden dan
menurunkan tingkat depresi. Terapi psikoedukasi dapat digunakan sebagai terapi
alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi perawatan keluarga
dan
kemampuan keluarga dalam mengatasi beban perawatan.
Kendala Pelaksanaan Asuhan Keperatan Koping Keluarga tidak efektif

Pelaksanaan Terapi
Penulis merasakan beberapa kendala dalam pelaksanaan terapi keperawatan. Hasil
pelaksanaan terapi pada keluarga didapatkan belum maksimal danmasih adanya
tanda gejala yang belum teratasi, hal tersebut berkaitan dengan status kesehatan
anggota keluarga yang dapat sewaktu-waktu berubah. Kondisi tersebut juga
dipengaruhi oleh karena koping keluargabersifat dinamis. Jadi perlu upaya yang
berkesinambungan terkait pelaksanaan asuhan koping keluarga tidak efektif.
5.4.1 Lingkungan Perawatan
Kendala yang dihadapi oleh penulis terkait dengan lingkungan perawatan adalah
belum adanya tempat khusus yang dapat digunakan oleh perawat saat melakukan
terapi keluarga dengan klien, padahal terapi keluarga ini membutuhkan privacy
supaya keluarga dapat secara terbuka mengungkapkan masalahnya.

5.5 Rencana Tindak Lanjut

5.5.1 Klien:

Rencana tindak lanjut bagi klien setelah pulang adalah anjuran klien untuk
melakukan terapi baik generalis maupun spesialis yang telah diajarkan oleh
perawat.
5.5.2. Keluarga:
Pada keluarga disarankan untuk melakukan terapi baik generalis maupun
spesialis
yang telah diajarkan oleh perawat. Sebagai upaya membudayakan koping efektif
yang telah dimiliki saat ini.
5.2.3 Perawat Ruangan:

Perawat memberikan kesempatan keluarga untuk sharing mengenai masalah


atau kesulitan yang dihadapi selama menerapkan terapi yang telah diajarkan
kepada klien salah satunya adalah merencanakan pertemuan saat klien kontrol.
Membudayakan bentuk asuhan keperawatan keluarga yang telah diberikan.

5.6 Rekomendasi

Penjelasan diatas menggambarkan tentang penerapan asuhan koping keluarga


tidak efektif dengan menggunakan pendekatan model adaptasi roy dan
kebutuhan
dasar Henderson. Pendekatan model tersebut dapat direkomendasikan dalam
penerapan asuhan keperawatan keluarga dirumasakit mulai pengkajian sampai
evaluasi. Pengkajian bisa berupa stimulus yang dapat mempengaruhi koping
keluarga, pengkajian selanjutnya adalah pengkajian mengenai keberfungsian
keluarga untuk menilai sejauh mana stimulus dapat mempengaruhi keluarga
meliputi struktur komunikasi keluarga, sumber daya keluarga, fleksibilitas peran,
dan emosional eksperience. Pengkajian selanjutnya adalah pengkajian koping
keluarga dan pengkajian tanda gejala koping tidak efektif yang dapat
diidentifikasi dengan ada atau tidaknya beban keluarga. Intervensi diberikan
mengacu pada peningkatan kemandirian keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit dan kemampuan klien dalam mengelola beban keluarga yang
dirasakan. Terapi psikoedukasi keluarga dapat dijadikan sebuah pilihan untuk
mengatasikopingkeluargatidakefektifkhususnya untu peningkata
k n
kemampuan dan untuk mengurangi beban keluarga.

BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan simpulan dari penyusunan karya ilmiah akhir beserta
saran bagi pihak terkait yang berhubungan dengan praktik klinik keperawatan
jiwa di Rumah Sakit.

6.1 Simpulan
6.1.1 Stimulus fokal pada keluarga dengan masalah koping tidak efektif yang
berupa masalah kesehatan anggota keluarga, dimana 100 % disebabkan karena
anggota keluarga yang sakit. Stimulus konstektual berupa karakteristik klien dan
keluarga, kondisi penyakit yang dialami klien meliputi diagnosis medis, diagnosis
keperawatan, lama rawat, tindakan invasif, faktor keluarga antara lain bentuk
keluarga. Stimulus residual yang ditemukan pada keluarga berbentuk norma yang
berkaitan dengan peran perawatan keluarga dimana istri dirawat oleh suami,
suami dirawat oleh istri dan anak dirawat oleh ibu. Nilai atau persepsi berkaitan
dengan persepsi keluarga terhadap penyakit kronis yang diderita oleh klien

Hasil analisis koping keluarga didapatkan adanya perubahan yang terjadi dalam
subsistem stabilizator keluarga dan innovator keluarga sehingga menimbulkan
beban keluarga sebagai bentuk koping keluarga tidak efektif. Koping keluarga
terjadi juga karena ketidak tauan dan ketidakmampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan anggota keluarg yang sakit. tanda gejala tersebut
disebabkan oleh adanya respon regulator dan kognator.
Intervensi pelaksanaan asuhan keperawatan difokuskan dalam membantu
keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kemampuan dalam
perawatan anggotanya yang sakit serta peningkatan perawatan dirinya terkait
dengan beban perawatan yang dialami oleh keluarga.
pelaksanaan asuhan keperawatan difokuskan dalam membantu keluarga untuk
memenuhi kebutuhan dan peningkatan kemampuan dalam perawatan
anggotanya yang sakit serta peningkatan perawatan dirinya terkait dengan beban
perawatan yang dialami 72
oleh keluarga dengan melakukan terapi generalis
spesialis psikoedukasi keluarga.
dan
6.1.5 Hasil evaluasi pelaksanaan terapi menunjukan bahwa terapi psikoedukasi
keluarga lebih yang memberikan efek positif untuk keluarga dengan masalah
koping keluarga tidak efektif. Kedua terapi baik terapi generalis keluarga,
maupun terapi psikoedukasi keluarga sama-sama meningkatkan kemampuan
perawatan keluarga anggota keluarga yang sakit, kemampuan perawatan terkait
beban yang dialami selama perawatan tetapi keduanya tidak sama-sama
menimbulkan efek turunya tanda gejala koping keluarga tidak efektif.
6.1.6 Tindak lanjut perlu diberikan pada klien, keluarga, dan perawat ruangan.
Tindak lanjut berhubungan dengan upaya pembudayaan koping yang sudah
diajarkan
6.1.7 Hasil tulisan ini merekomendasikan pemberian asuhan keperawatan
keluarga dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy dan Kebutuhan
Dasar Henderson. Serta merekomendasikan terapi psikoedukasi keluarga untuk
penatalaksanaan koping keluarga tidak
efektif.

Saran

Berdasarkan simpulan hasil Karya Ilmiah Akhir ini, penulis bermaksud


memberikan saran bagi berbagai pihak terkait dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan jiwa keluarga, saran–saran tersebut antara lain adalah:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Menyusun kebijakan terkait dengan program pelayanan keperawatan jiwa


spesialistik bagi klien dan keluarga di tatanan rumah sakit dengan menetapkan
standar ketenagaan perawat spesialis jiwa ditatanan layanan kesehatan.
Menetapkan dan mengatur kebijakan terkait dengan pelaksanaan program
pelayanan kesehatan jiwa di komunitas yang berkesinambungan dengan
pelayanan di Rumah Sakit dengan meningkatkan program berbasis kesehatan
jiwa masyarakat antara lain CMHN dengan memberdayakan perawat CMHN di
puskesmas dan kader jiwa dimasyarakat sebagai pendamping klien dan keluarga
dalam upaya peningkatan kesejahteraan kesehatan melalui deteksi dini tanda
gejala koping keluarga tidak efektif.

6.2.2 Pelayanan Keperawatan


6.2.2.1 Direktur RSMM
a. Perlunya penempatan perawat yang mempunyai kompetensi melakukan
pengkajian keperawatan keluarga di masing-masing ruangan guna
mendeteksi masalah koping keluarga tidak efektif, dan selanjutnya mampu
mengintegrasikan asuhanya kepada ners spesialis di ruangan rawat inap
umum sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya
dalam pemberian terapi spesialis baik bagi klien maupun keluarga.
b. Menetapkan kebijakan terkait dengan program pelayanan keperawatan
spesialistik khususnya penerbitan standar asuhan keperawatan terkait
dengan pelaksanaan manajemen kasus spesialis pada keluarga dengan
koping keluarga inefektif.
c. Meningkatkan upaya kesehatan yang tidak hanya berfokus pada klien tetapi juga
berfokus pada keluarga contohnya dengan mengikutsertakan keluarga dalam
perawatan klien. Upaya peningkatan pengetahuan keluarga melalui pendidikan
kesehatan yang berkesinambungan diruangan.
d. Membentuk kelompok swabantu keluarga dalam upaya meningkatkan
dukungan sosial keluarga.
Kepala Bidang Keperawatan

Memfasilitasi penerapan pelayanan keperawatan yang bersifat spesialistik melalui


program perencanaan pengembangan tenaga perawat spesialis jiwa.
Memfasilitasi dan mensosialisasikan standar asuhan keperawatan spesialis serta
peranan perawat ruangan untuk manajemen kasus koping keluarga inefektif.
Kepala Ruangan dan Perawat Ruangan

Mempertahankan dan meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien


maupun keluarga secara komprehensif dan berkesinambungan. Pelayanan
keperawatan yang diberikan dapat berupa pendidikan kesehatan yang berkaitan
dengan kemampuan perawatan anggota keluarga yang sakit, serta pelaksananan

asuhan yang terkait dengan beban keluarga yang timbul selama perawatan melalui
manajemen stress dan menejemen beban keluarga.

6.2.3 Program Spesialis Keperawatan Jiwa FIK UI dan Kolegium


6.2.3.1 Melanjutkan kerjasama dengan pihak Rumah Sakit DR.H.Marzoeki Mahdi
Bogor, selain untuk praktik mahasiswa juga untuk pengembangan berbagai terapi
keperawatan spesialistik guna untuk menangani keluarga dengan masalah
keperawatan koping keluarga inefektif.
6.2.3.2 Memfasilitasi praktik mandiri keperawatan jiwa spesialis melalui
program standarisasi dan lisensi praktik keperawatan jiwa spesialis.
6.2.3.3 Menyusun dan mengembangkan Model praktek keperawatan keluarga
terutama di unit perawatan umum.

6.2.4 Riset Keperawatan


6.2.4.1. Perlunya pengembangan penelitian untuk menguji efektifitas terapi
dengan komparasi berbagai karakteristik keluarga klien dengan penyakit fisik
dengan menggunakan pendekatan teori.

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2014). Nursing theorist and Work. Eight Edition. New York:
Elsevier, Inc

Bandji, (2012). Comparison and Contrast of Orem's Self Care Theory and Roy's
Adaptation Model . Nursing Jurnal Vol 1. The Aga Khan University,
School of Nursing and Midwifery

Blair, (2003). The use of religious coping and perceptions of family Functioning
of parents who have a child with a developmental Disability.
http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal 17 Juni 2015
Binyamini, (2011). Mothers of Children with Developmental Disorders In the
Bedouin Community in Israel: Family Functioning, Caregiver Burden,
and Coping Abilities. http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal 17
Juni 2015

Church, (2005). The Effect Of Family Psychoeducational Therapy And social


Skills training On Burden, Coping Skills And Social Support Of
Caregivers Of Patients Diagnosed With Schizophrenia And/ Or
Schizoaffective Disorder. http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal
17 Juni 2015

Dylis, (2003). effects of personal and environmental factors, uncertainty stress,


and coping on family functioning in parents of children with
neurofibromatosis 1:a nursing path analytic study.
http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal 17 Juni 2015

Friedman, M.M. (1998). Keperawatan keluarga Riset teori dan praktek. Jakarta:
EGC.

Friedman, M.M. (2010). Keperawatan keluarga Riset teori dan praktek. Jakarta:
EGC.

Fontaine, K. L. (2009). Mental Health Nursing (6th ed.). New Jersey: Pearson
Publisher, Inc.

Guess. Pamela E, (1996) Parental Perceptions of Stress and Coping: Families of


Preschoolers With and Without Disabilities.
http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal 17 juni 2015

Henderson, (2006). The Consep Of Nursing. Author. Journal compilation.


Blackwell Publishing Ltd

Heru (2000).Family Functioning, Burden, and Reward in the Caregiving for


Chronic Mental illness. http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal
17 januari 2014

Hill, F.,Newmark, R.,and Grange, L, (2003), Subjective Perceptions Of Stress &


Coping By Mathers Of Children With Intelectual Disability A Needs
Assessment International Journal of Special Education, Vol 18, No 1

Hill, M et al. 2007. Parenting resilience. Avaible at: http://www.jrf.org.uk

Hodapp, R., Dykens, E.M., Masino L.L., 1997. Families of Children with

Prader-
Willi Syndrome:Stress-Support and Relations to Child Characteristics.
Journal of Autism and Developmental Disorders 27 (1), 11-24.
Hollahan, (2003) Parental Coping and Family Functioning in Families with
Children with Mental Retardation and Chronic Illness.
http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal 17 Juni 2015

Iswanti, D. I. (2012). Pengaruh Terapi Perilaku Modeling Partisipan Terhadap


kepatuhan Minum Obat Pada Klien Penatalaksanaan Regimen Terapeutik
Tidak Efektif di RSJD Dr. AminoGondohutomo Semarang. (Tesis).Depok.
Tidak dipublikasikan.

Kaakinen, (2005). Family Health care nursing. Davis Company. Philadelpia

Karasavvidis, S, (2011) Mental Retardation and Parenting Stress. International


Journal of Caring Sciences 2011 January-April Vol 4 Issue 1

Kaplan & Sadock.(2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta: EGC

Kimemia, (2006). Caregiver Burden And Coping Responses For Females Who
Are The Primary Caregiver For A Family Member Living With Hiv/Aids
In Kenya. http://proquest.umi.com/pqdweb. diakses tanggal 17 januari
2014

Kogan,M.D.,&Strickland,B.B(2008). A national profile of the health care


experiences and family impact of autism spectrum disorder among
children in the United states, 2005-2006. http://proquest.umi.com/pqdweb.
diakses tanggal 17 januari 2014

Lanfranchi, Silvia & Vianello, Renzo. (2012) Stress, Locus of Control, and
Family Cohesion and Adaptability in Parents of Children with Down,
Williams,Fragile X, and Prader-Willi Syndromes… American Journal On
Intellectual And Developmental Disabilities, Vol. 117, No. 3, 207–224

Lehman, A. (2006). Measure of Quality of Life among persons with severe and
persistent mental disorders. Soc Psychiatry Epidemiology. 31: 78-88.

Lisiane, (2005), The Effect Of Family Psychoeducational Therapy And Social


Skills Training On Burden, Coping Skills And Social Support Of
Caregivers Of Patients Diagnosed With Schizophrenia And/ Or
Schizoaffective Disorder. ProQuest

Luescher, Jennifer L. (1999) Parental burden, coping, and family functioning in


primary caregivers of children with Joubert sy... Journal of Child
Neurology; Oct 1999; 14, 10; ProQuest

Marron, (2012). Burden on Caregivers of Children with Cerebral Palsy:


Predictors and Related Factor. Universitat Oberta de Catalunya:
Barcelona
McCubbin, (1991), Family crisis orientated personal evaluation scales [F
COPES], A sourcebook. 3rd Ed. (2vols.)NY, Free Pr. V. 1, Pg. 294-297

McCubbin, (1983), Coping Health Inventory For Parents (Chip).


http://chipts.ucla.edu/assessment/Assessment_Instruments/Assessment_fil
es_new/assess_chip.htm

Meleis, A. I. (2012). Theoritical Nursing Developmental & Progress. Fifth


Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Potter, P.A. & Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing : Concepts, Process


and Practice. Philadelphia : Mosby Year Book Inc.

Roy, S.C., dan Andrews, H.A. (2009). The Roy Adaptation Model. Third Edition.
Stamford: Appleton & Lange.

Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (Profitasari &
T. M. Nisa, Trans. 2 ed.). Jakarta: Penerbit EGC.

Setiawan (2012). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kemampuan


Keluarga Dalam Merawat Klien HDR Depok. Tesis. FIK-UI. Tidak
dipublikasikan

Sunarti, (2011). Pengelolaan stress pada keluarga korban bencana tanah longsor
di Bogor. Jurnal Keluarga Dan Konseling Vol 4. Bogor. ITB.

Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.).


Missouri: Mosby, Inc.

Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2005). Pinciples and Practice of Psychiatric


Nursing (8 ed.). Missouri: Mosby, Inc.

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in


Evidence-Based Practice. Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis
Company

Varcarolis, E.M., dan Halter, M.J., (2010). Foundations of Psychiatric Mental


Health Nursing A Clinical Approach. Sixth Edition. St Louise. New York.

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (R. Komalasari & A. Hani,
Trans.). Jakarta: EGC.

Waluyo, (2014). Pengaruh Terapi Psikoedukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan


dan Tingkat Depresi Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani
Terapi Hemodialisa Rutin.pDoke. Tesis. FIK-UI. Tidak dipublikasikan
Weldeslassie , (2008). Caregiving To Elders: An Analysis Of Family Caregiver
Burden. ProQuest

Wulan, (2013). Menejemen asuhan keperawatan spesialis koping keluarga tidak


efektif dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy. Depok.
KIA. FIK-UI. Tidak dipublikasikan

Whyte, Doroty, (2002). Explorations in Family Nursing. Routledge, london


Wiyati, R., Wahyuningsih, D., dan Widayanti, E.D. (2010). Pengaruh Psikoedukasi
Keluarga Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Isolasi Sosial.
Jurnal Keperawatan Soedirman

Yosiana, (2012). Gambaran tingkat stress keluarga yang di rawat di RSAl- islam
Bandung. Bandung. Universitas Padjajaran.
0

MODUL PANDUAN

Family Psychoeducation (FPE)

DISUSUN OLEH:

Tim FIK UI

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Family psychoeducation therapy (FPE) adalah psikoedukasi dengan fokus pada


pemecahan masalah dan terapi komunikasi, hasil dari intervensi ini menunjukan

penurunan perasaan penolakan oleh anggota keluarga, menurunkan


kekambuhan perawatan, meningkatkan komunikasi anggota keluarga dan fungsi
pasient, pemulihan dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan (Nathan &
Gorman, 2007 dalam Stuart, 2009). Psikoedukasi pada keluarga termasuk pada
pasien dengan penyakit berat, seperti skizoprenia, depresi dan gangguan bipolar
dan di kombinasi dengan pharmakoterapi (Nathan & Gorman, 2007 dalam Stuart,
2009). FPE merupakan salah satu program perawatan kesehatan jiwa yang
melibatkan keluarga melalui pemeberian informasi dan edukasi yang
menggunakan
komunikasi yang terapeutik dalam penyampainnya.
FPE merupakan salah satu elemen program kesehatan jiwa keluarga dengan cara
pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program
psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik.
Tujuan program pendidikan ini adalah meningkatkan pencapaian pengetahuan
keluarga tentang penyakit dan mengajarkan keluarga teknik pengajaran untuk
keluarga dalam membantu mereka melindungi keluarga dengan mengetahui
gejala-gejala perilaku serta yang mendukung kekuatan keluarga itu sendiri (Stuart
& Laraia,
2005).
FPE menggunakan pendekatan keluarga dengan pendekatan yang bersifat
eduakasi dan pragmatik (Stuart & laraia, 2005). Psikoedukasi keluarga tenaga
keperawatan jiwa profesinal bekerjasama dengan memberikan pelatihan dan
pengajaran serta kepada intervensi aau perawatan keluarga anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa (Anderson, 993, dalam Levine, 2002 dalam Nauli
2011). Berdasarkan definisi tersebut dijelaskan psikoedukasi merupakan salah

1 Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


2

satu jenis terapi keluarga yang memberikan informasi, edukasi dan cara perawatan
keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami masalah psikosial seperti
depresi. Tujuan utama psikoedukasi keluarga adalah berbagi infoemas tentang
perawatan kesehatan jiwa (Varcolis. 2006). Psikoduasi membrikan informasi,
pengetahuan, pembelajran pada keluarga tentang manajemen stres keluarga yang
mengalami distress sehimgga kleuarga memahami dan mampu menggunakan
koping dalam menyelesaikan maslah yang terjadi pada keluarga (Goldenberg &

Goldenberg, 2004 dalam Nauli, 2011). Pengetahuan diperoleh dengan proses


pembelajaran, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup (Notoatmojo, 2010).
Psikodeukasi keluarga memberikan pemahaman dan informasi pada keluarga
tentang dengan penyakit, gangguan jiwa sera masalah keluarga, mengajarkan
keluarga cara melakukan perawatan yang dilakukan dalam mengatasi perubahan
perilaku klien dan memberikan kekuatan dan fungsi keluarga (Mc Farlane dlam
Stuart & Laraia, 2005) mengingat hal tersebut psikoedukasi dapat memberikan
pengaruh positif pad klien gangguan jiwa, masalah psikososial dan juga kepada
keluarga pasien tersebut.

B. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini diharapkan terapis mampu:

Melakukan psikoedukasi keluarga pada keluarga yang anggotanya mengalami


penyakit fisik
Melakukan melakukan evaluasi psikoedukasi keluarga pada keluarga yang
anggotanya mengalami penyakit
Melakukan pendokumentasian

Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


3

BAB II
PEDOMAN PELAKSANAAN

A. Pengertian

Psikoedukasi keluarga adalah salah satu elemen program perawatan kesehatan


jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi

yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat


edukasi dan pragmatik (Stuart & Laraia, 2005).

Psikoedukasi keluarga adalah suatu metoda berdasar pada penemuan klinis


untuk melatih keluarga-keluarga dan bekerja sama dengan para profesional
kesehatan jiwa sebagai bagian dari perawatan menyeluruh secara klinis yang
direncanakan untuk anggota keluarga (Minddisorders, 2009).

Sedangkan menurut Carson (2000) psikoedukasi merupakan alat terapi


keluarga yang makin popular sebagai suatu strategi untuk menurunkan
faktor- faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan gejala-gejala
perilaku. Jadi pada prinsipnya psikoedukasi ini membantu anggota keluarga
dalam meningkatkan pengetahuan tentang penyakit melalui pemberian
informasi dan edukasi yang dapat mendukung pengobatan dan rehabilitasi
pasien dan
meningkatkan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri.
Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan utama dari terapi psikoedukasi keluarga adalah saling bertukar


informasi tentang perawatan kesehatan mental akibat penyakit fisik yang
dialami, membantu anggota keluarga mengerti tentang penyakit anggota
keluarganya seperti gejala, pengobatan yang dibutuhkan untuk
menurunkan gejala dan lainnya (Varcarolis, Carson and Shoemaker,
2006).
3

Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


4

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit dan


pengobatan.
b. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam upaya menurunkan
angka kekambuhan atau serangan berulang pada penyakit yang
diderita.
c. Mengembalikan fungsi pasien dan keluarga
d. Melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan, bertukar
pandangan antar anggota keluarga dan orang lain.

C. Indikasi Psikoedukasi Keluarga


1. Keluarga dengan masalah psikososial dan gangguan jiwa
2. Keluarga yang membutuhkan latihan keterampilan komunikasi atau
latihan menjadi orang tua yang efektif.
3. Keluarga yang mengalami stress dan krisis.
4. Keluarga yang membutuhkan pembelajaran tentang mental, keluarga yang
mempunyai anggota yang sakit mental/ mengalami masalah kesehatan dan
keluarga yang ingin mempertahankan kesehatan mentalnya dengan latihan
ketrampilan
5. Keluarga yang membutukan pendidikan dan dukungan dalam upaya
preventif (pencegahan) timbulnya masalah kesehatan mental keluarga

D. Tempat

Psikoedukasi keluarga dapat dilakukan dirumah sakit baik rumah sakit umum
maupun rumah sakit jiwa dengan syarat ruangan yang tenang. Dapat juga
dilakukan dirumah keluarga sendiri. Rumah dapat memberikan informasi
kepada perawat tentang bagaimana gaya interaksi yang terjadi dalam keluarga,
nilai–nilai yang dalam keluarga dan bagaimanan pemahaman keluarga tentang
kesehatan .

Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


E. Kriteria Terapist

1. Minimal Lulus S2 Keperawatan Jiwa

2. Memiliki pengalaman dalam praktek keperawatan jiwa

F. Metode Terapi,

1. Diskusi atau tanya jawab

2. Demontrasi tergantung kebutuhan terapi.

G. Alat Terapi

Alat terapi tergantung metode yang dipakai. Antara lain alat tulis dan
kertas,booklet/leaflet, poster dan lain sebagainya. Namun alat yang paling
utama adalah diri perawat sebagai terapis.

H. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan pada disesuaikan dengan tujuan setiap sesi dan ada
diformat setiap sesi yang akan dilakukan. Hal yang diharapkan tersebut
adalah:

1. Keluarga bersedia menyepakati kontrak,mengetahui tujuan, dapat


membagi pengalaman keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan
dengan penyakit fisik dan dapat menyampaikan keinginan dan harapannya
selama mengikuti program psikoedukasi keluarga
2. Perawatan pasien yaitu pengertian penyakit tanda dan gejala, penyebab,
dan cara merawatnya hambatan perawatanya..
3. Manajemen stress yaitu pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan cara
mengatasinya
4. Manajemen beban yaitu tanda dan gejala dan cara mengatasi mengatasi
beban yang dirasakan.
5. Hambatan dan Pemberdayaan keluarga

Universitas Indonesia
I. Proses Pelaksanaan

Psikoedukasi Keluarga akan dilakukan dengan anggota keluarga yang


anggota keluarganya mengalami penyakit fisik. Kemudian terapis akan
bertemu dengan keluarga dan menanyakan masalah psikososial yang dihadapi
saat merawat anggota keluarga yang fisik, dan keluarga dapat kesempatan
untuk bertanya, bertukar pandangan dan mencari cara pemecahan masalah
yang dihadapi.

Adapun proses kerja untuk melakukan psiko edukasi pada keluarga adalah :

Persiapan

Identifikasi dan seleksi keluarga yang membutuhkan psikoedukasi sesuai


indikasi dan kriteria yang telah ditetapkan
Menjelaskan tujuan dilaksanakan psikoedukasi keluarga

Membuat kontrak waktu, bahwa terapi akan dilaksanakan dalam beberapa


kali pertemuan dan anggota keluarga yang mengikuti keseluruhan pertemuan
adalah orang yang sama yang tinggal serumah
dan yang merawat pasien yang sakit

b. Pelaksanaan

Berdasarkanuraiantujuankhususyangakandicapaikelompok menganalisa
pencapaian terapi dapat dilakukan pada 5 sesi :

Sesi 1: Pengkajian masalah yang dialami (pengalaman keluarga selama


merawat anggota keluarga yang sakit
Sesi 2:Perawatan pasien dengan penyakit fisik yang tediri dari pengertian,
tanda dan gejala, etiologi, cara merawat anggota
keluarga yang mengalami penyakit serta kesulitan dan
hambatan

Sesi 3 : Menajemen stress yang terdiri dari tanda dan gejala, dan cara
mengurangi ansietas.

Universitas Indonesia
Sesi 4 : Manajemen Beban yang terdiri dari tanda-tanda beban dan cara
mengatasi beban.

Sesi 5 : Hambatan dan Pemberdayaan keluarga yang terdiri dari peran


anggota keluarga dalam merawat pasien kusta dan hambatan
yang akan ditemui.

Universitas Indonesia
8

BAB III
PANDUAN TERAPI PSIKOEDUKASI KELUARGA
(FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY)

SESI I : PENGKAJIAN MASALAH YANG DIALAMI (PENGALAMAN


KELUARGA SELAMA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
DENGAN SAKIT/AIDS

A. TUJUAN SESI I :

Keluarga dapat menyepakati kontrak program psikoedukasi keluarga.

Keluarga mengetahui tujuan program psikoedukasi keluarga.

Keluarga dapat menyampaikan pengalaman keluarga dalam merawat anggota


keluarga dengan penyakit masalah pribadi yang merawat dan masalah dalam
merawat)
Keluarga dapat menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti
program psikoedukasi keluarga.

B. SETTING
Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang

Terapis menggunakan papan nama

C. ALAT DAN BAHAN

Booklet atau leaflet, modul, name tag dan buku kerja keluarga (format evaluasi
dan dokumentasi)

8
Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


9

D. METODE
Curah pendapat, ceramah, diskusi, dan tanya jawab.

E. LANGKAH – LANGKAH :
1. PERSIAPAN
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

PELAKSANAAN Fase Orientasi :


Salam terapeutik : salam dari terapis.
Memperkenalkan nama dan panggilan terapis, kemudian menggunakan
name tag.
Menanyakan nama dan panggilan keluarga
Validasi

Menanyakan bagaimana perasaan keluarga dalam mengikuti program psikoedukasi


keluarga saat ini.
Kontrak :

Menjelaskan tujuan pertemuan pertama yaitu untuk bekerjasama dan membantu


keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan dengan penyakit fisik yang
menimbulkan masalah psikososial.
Terapis mengingatkan langkah – langkah setiap sesi sebagai berikut :
Menyepakati pelaksanaan terapi selama 5 sesi
Lama kegiatan 30 – 45 menit

Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga
yang tidak berganti.

Fase Kerja :
a. Menanyakan tentang apa yang dirasakan keluarga selama ini terkait
dengan penyakit yang dialami salah satu anggota keluarga.
1. Masalah pribadi dari anggota keluarga sendiri.
2. Masalah dalam merawat anggota keluarga yang sakit
3. Keluarga menuliskan masalahnya pada buku kerja keluarga

Universitas Indonesia

Manajemen asuhan ..., Emilia Puspitasari Sugiyanto, FIK UI, 2016


4. Terapis menuliskan pada buku kerja sendiri.
b. Menanyakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga dengan
adanya salah satu anggota keluarga yang menderita
1. Keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan perubahan-
perubahan yang dialami dalam keluarga seperti perubahan peran
dalam keluarga dan fungsi keluarga setelah adanya anggota keluarga
yang mengalami sakit

c. Menanyakankeinginan dan harapan keluarga selama mengikuti


psikoedukasi keluarga.

d. Memberikan kesempatan peserta untuk mengajukan pertanyaan terkait


dengan hasil diskusi yang sudah dilakukan.

Fase Terminasi :
Evaluasi :
Menyimpulkan hasil diskusi sesi I
Menanyakan perasaan keluarga setelah selesai sesi I
Tindak Lanjut :

Menganjurkan keluarga untuk menyampaikan dan mendiskusikan pada


anggota keluarga yang lain tentang masalah psikososial dan perubahan-
perubahan yang terjadi pada keluarga dengan penyakit fisik
Kontrak :
Menyepakati topik sesi 2 yaitu menyampaikan tentang penyakit
Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan selanjutnya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


1. Evaluasi Proses

Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,


keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan.

a.Format Evaluasi

Universitas Indonesia
Berilah tanda ceklist () pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan
yang terapis selama memberikan terapi.

Bagi Keluarga

Nama anggota
N Aspek yang dinilai keluarga
o (caregiver)

1 Menyepakati kontrak kegiatan

2 Menyebutkan tujuan
program
psikoedukasi keluarga
3 Menyampaikan pengalaman yang
dialami selama merawat anggota
keluarga
4 Menyampaikan perubahan yang terjadi
. dalam keluarga misalnya perubahan
peran dan fungsi keluarga setelah
adanya anggota anggota keluarga

4 Menyampaikan keinginan dan harapan


selama mengikuti program psikoedukasi
keluarga

5 Aktif dalam diskusi

Universitas Indonesia
Bagi Perawat
Nama
Perawat:..........................................................................................................
Perawat

N Aspek yang dinilai Ya Ti


o d
a
k
1 Menyepakati kontrak dengan keluarga

2 Menjelaskan tujuan dari program psikoedukasi

3 Mendengarkan pengalaman yang disampaikan


oleh keluarga

4 Mendengarkan keinginan dan harapan anggota


keluarga selama mengikuti program psikoedukasi

5 Kontak mata

6 Bersikap empati

7 Memberikan petunjuk yang jelas

8 Sikap terbuka
b.Format Dokumentasi
Tanggal terapi:.........................................................................................

Diagnosaeperawatan:.............................................................................

Sesi terapi:...............................................................................................

Universitas Indonesia
Nama anggota
Perilaku yang ditampilkan
Keluarga
(caregiver)
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
..

Tanda Tangan Perawat


Universitas Indonesia
SESI II : PERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT

A. TUJUAN SESI II :
1. Keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya.
2. Keluarga mengetahui pengertian, tanda dan gejala, etiologi, cara merawat
anggota keluarga yang mengalami penyakit dan mampu mengatasi
hambatan dan kesulitan selama merawat

B. SETTING
Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang
Terapis menggunakan papan nama

C. ALAT
Booklet , modul, name tag dan buku kerja keluarga/caregiver (format evaluasi
dan dokumentasi)

D. METODE
Ceramah, diskusi, curah pendapat dan tanya jawab

E. LANGKAH – LANGKAH
PERSIAPAN
Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya
Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
PELAKSANAAN
Fase Orientasi

a. Salam terapeutik : salam dari terapis.

b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga (caregiver) hari ini dan


menanyakan apakah keluarga (caregiver) mempunyai pertanyaan dari
pertemuan sebelumnya, misalnya tentang masalah psikososial yang

Universitas Indonesia
dialami oleh anggota keluarga yang lain.

c. Validasi :

Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi


sebelumnya.

d. Kontrak :

Menjelaskan tujuan pertemuan kedua yaitu keluarga mengetahui dan


dapat menyebutkan tentang penyakit yang dialami oleh anggota
keluarganya serta mendapatkan informasi tentang penyakit dari terapis
yang terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, etiologi, cara merawat
anggota keluarga yang mengalami penyakit berdiskusi terkait kesulitan
yang dihadapi selama merawat.

e. Terapis mengingatkan langkah – langkah setiap sesi sebagai berikut :

Lama kegiatan 30 – 45 menit

Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota


keluarga yang tidak berganti.

Fase Kerja

Mendiskusikan tentang penyakit yang dialami oleh salah satu anggota


keluarga:caregiver menyampaikan dari pengertian mereka sendiri
Memberikan reinforcement positif terhadap apa yang sudah disampaikan
oleh caregiver.
c. Menyampaikan tentang konsep meliputi pengertian, penyebab, tanda,
prognosis, cara merawat anggota keluarga yang mengalami SAKIT/AIDS
d. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk menanyakan tentang
penyakit setelah diberikan penjelasan (hal yang kurang jelas setelah
diberi penjelasan).
e. Memberikan reinforcement positif terhadap apa yang sudah disampaikan

Universitas Indonesia
oleh caregiver

Fase Terminasi

a. Evaluasi
1) Menyimpulkan hasil diskusi sesi II

2) Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi II selesai

b. Tindak lanjut : menganjurkan keluarga untuk menyampaikan tentang


materi penyakit yang telah dijelaskan kepada anggota keluarga yang lain

c. Kontrak : menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk


pertemuan berikutnya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI

1. Evaluasi

Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,


keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara
keseluruhan.

a. Format Evaluasi
Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan
pengamatan yang terapis selama memberikan terapi.

Universitas Indonesia
Bagi Keluarga

Nama anggota
N Aspek yang dinilai keluarga (caregiver)
o

1 Mengikuti informasi yang disampaikan

2 Menyebutkan kembali pengertian, tanda


dan gejala, etiologi, cara merawat
anggota keluarga yang mengalami
penyakit
3 Kontak mata

4 Mengikuti kegiatan sampai selesai

Bagi Perawat

Nama Perawat:..........................................................................................................

Perawat
N Aspek yang dinilai
o Y Tidak
a
1 Memberikan informasi tentang penyakit
. kepada anggota keluarga

2 Memberikan umpan balik atas informasi


. yang diberikan kepada keluarga.

3 Kontak mata
.
4 Mendengarkan anggota keluarga
.
5 Bersikap empati
.
6 Memberikan petunjuk yang jelas
.
7 Sikap terbuka
.

Universitas Indonesia
b. Dokumentasi
Tanggal terapi:.........................................................................................

Diagnosa keperawatan:............................................................................

Sesi terapi:...............................................................................................

Nama anggota
Perilaku yang ditampilkan
Keluarga
(caregiver)
............................................................................
............................................................................
............................................................................
............................................................................
............................................................................

Tanda Tangan Perawat

Universitas Indonesia
Sesi III : MANAJEMEN STRESS YANG DIALAMI OLEH KELUARGA
A. TUJUAN:
1. Keluarga mampu menyebutkan pengalaman yang dirasakan akibat salah
satu anggota mengalami penyakit
2. Keluarga mendapatkan informasi tentang perasaan dan masalah
psikologis yang dialami akibat salah satu anggota mengalami penyakit
fisik seperti tanda dan gejala, dan cara mengurangi ansietas.
3.Keluarga dapat mendemontrasikan cara menurunkan masalah psikologis
yang dialami keluarga

B. SETTING :
Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang
Terapis menggunakan papan nama

C. ALAT :
Booklet
Instrumen evaluasi dan pulpen

D. METODE:
Diskusi dan tanya jawab, ceramah dan redemontrasi

E. LANGKAH-LANGKAH:
PERSIAPAN
Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya
Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
PELAKSANAAN
Fase Orientasi

a. Memberikan salam terapeutik.

b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan


apakah keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya,
misalnya penyakit sudah dijelaskan pada sesi sebelumnya.
c. Validasi :

Universitas Indonesia
Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi
sebelumnya.
d. Kontrak :
Menjelaskan tujuan pertemuan ketiga yaitu keluarga mengetahui dan
dapat menyebutkan tentang perasaan dan masalah psikologis yang
dialami oleh anggota keluarganya seperti tanda dan gejala dan cara
menguranginya.
e. Terapis mengingatkan langkah – langkah setiap sesi sebagai berikut :
Lama kegiatan 30 – 45 menit
Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota
keluarga yang tidak berganti.

Fase Kerja

Menanyakan anggota keluarga terkait dengan masalah Psikologis yang


dialami akibat salah satu anggota mengalami penyakit.
Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
menyampaikan pendapat/ perasaannya
Menjelaskan ansietas yang dialami akibat salah satu anggota mengalami
penyakit dengan menggunakan booklet seperti pengertian, tanda dan
gejala dan cara menurunkan masalah Psikologis
Meminta anggota keluarga mengidentifikasi tanda dan gejala dan cara
mengurangi masalah Psikologis sesuai dengan penjelasan terapis.
Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
menyampaikan pendapat/ perasaannya
Mendemontrasikan cara mengurangi masalah Psikologis
Meminta anggota keluarga untuk mendemontrasikan ulang cara
menurunkan masalah Psikologis

Fase Terminasi
a. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan anggota keluarga setelah mengikuti sesi III
2) Menyimpulkan hasil diskusi diskusi sesi III
b. Tindak lanjut

Universitas Indonesia
Menganjurkan anggota keluarga untuk berlatih cara mengatasi ansietas.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati untuk mendiskusikan tanda dan cara dalam mengatasi
beban yang dialami oleh caregiver selama merawat anggota
keluarganya yang sakit
2) Menyepakati waktu dan tempat terapi berikutnya

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


Evaluasi Proses

Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan


keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan.
a. Format Evaluasi

Berilah tanda ceklist ( pada tabel dibawah ini sesuai dengan pengamatan yang
)
terapis selama memberikan terapi.
Bagi Keluarga (Caregiver)

Nama anggota
N Aspek yang dinilai keluarga
o (caregiver)

1 Menyampaikan perasaanya yang


dirasakan akibat anggota keluarga
menderita penyakit

2 Mengikuti informasi yang


disampaikan yaitu tentang
ansietas yaitu tanda dan gejala,
dan cara mengurangi beban
subyektif.
3 Mengidentifikasi tanda dan
gejala serta cara untuk
menurunkan beban subyektif

4 Mendemontrasikan kembali cara


menurunkan ansietas yaitu deep
breathing

Universitas Indonesia
4 Mengikuti kegiatan sampai selesai

5 Kontak mata

Bagi Perawat
Nama
Perawat:..........................................................................................................
Perawat

N Aspek yang dinilai Y T


o a i
d
a
k
1 Mendiskusikan perasaan yang dialami akibat
anggota keluarga yang sakit

2 Memberikan informasi yang disampaikan yaitu


tentang tanda dan gejala serta mengatasi
bebansubyektif
3 Mendemontrasikan cara menurunkan bebansubyektif

4 Kontak mata

5 Mendengarkan anggota keluarga

6 Bersikap empati
.
7 Memberikan petunjuk yang jelas
.
8 Sikap terbuka
Universitas Indonesia
b. Dokumentasi
Tanggal terapi:.........................................................................................
Diagnosa
keperawatan:..........................................................................................
Sesi
terapi:..............................................................................................
Nama
anggota Perilaku yang ditampilkan
Keluarga
(caregiver)
.........................................................................
Tanda...Tangan Perawat

Universitas Indonesia
Sesi 4 : MANAJEMEN MENGATASI BEBAN YANG DIALAMI OLEH
KELUARGA

A. TUJUAN:
1. Keluarga mengenal tanda-tanda beban yang dialaminya akibat adanya
anggota yang sakit

2. Keluarga mengatahui cara mengatasi beban yang dialaminya akibat adanya


anggota keluarga yang sakit

3. Keluarga dapat mendemontrasikan cara berkomunikasi dengan anggota


keluarga yang lain untuk mengurangi beban.

B. SETING :
1. Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang

2. Terapis menggunakan papan nama

C. ALAT :
1. Booklet
2. Instrumen evaluasi dan pulpen

D. METODE:
Diskusi dan tanya jawab, ceramah, redomantrasi

E. LANGKAH-LANGKAH:
1. PERSIAPAN
a. Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya

b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta


2. PELAKSANAAN
Fase Orientasi
a. Memberikan salam terapeutik.
b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah
keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya cara

Universitas Indonesia
yang sudah diterapkan untuk mengurangi ansietas yang sudah dijelaskan
pada sesi sebelumnya.

c. Validasi :

Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi


sebelumnya.

d. Kontrak :

Menjelaskan tujuan pertemuan keempat yaitu keluarga mengetahui dan


dapat menyebutkan tentang beban yang dialami oleh anggota keluarganya
seperti tanda dan gejala dan cara mengurangi beban yang dialami..

e. Terapis mengingatkan langkah – langkah setiap sesi sebagai berikut :

1) Lama kegiatan 30 – 45 menit

2) Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota


keluarga yang tidak berganti.

Fase Kerja
a. Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang tanda-tanda dan cara
mengatasi beban yang dialami akibat adanya anggota keluarga yang sakit
b. Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota
keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya
c. Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang cara mengatasi beban
yang dialaminya akibat adanya anggota keluarga yang sakit
d. Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan
anggota keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya
e. Menjelaskan tentang beban yang dirasakan oleh keluarga seperti
pengertian, tanda-tanda, dan cara mengatasi beban yang dirasakan yaitu
dengan berkomunikasi terbuka dalam keluarga.
f. Meminta setiap anggota keluarga menyebutkan kembali tanda-tanda dan
cara mengatasi beban keluarga yang sakit

Universitas Indonesia
g. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
menyampaikan pendapat/ perasaannya
h. Terapis mendemonstrasikan cara mengatasi beban dengan
menyampaikan perasaan kepada anggota keluarga yang lain, bagaimana
komunikasi terbuka didalam keluarga.
i. Meminta anggota keluarga untuk mendemonstrasikan ulang.
j. Memberikan pujian atas peran anggota keluarga

Fase Terminasi
a. Evaluasi
Menyimpulkan hasil diskusi sesi IV.

Menanyakanperasaananggotakeluargasetelahmengikutiterapi psikoedukasi
keluarga sesi IV.
b. Tindak lanjut

Menganjurkan setiap anggota keluarga untuk berlatih komunikasi terbuka


dalam keluarga dengan menyampaikan perasaannya dan mendiskusikannya
dengan anggota keluarga yang lain.
c. Kontrak yang akan datang

Menyepakati cara mengatasi hambatan pemberdayaan keluarga dalam


merawat anggota keluarga yang sakit
menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan selanjutnya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


Evaluasi proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan
keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara
keseluruhan.

a. Format Evaluasi
Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan
pengamatan yang terapis selama memberikan terapi.

Universitas Indonesia
Bagi Keluarga

Nama anggota
keluarga
N Aspek yang dinilai
o (caregiver)

1 Menyebutkan tanda-tanda beban yang


dirasakan keluarga akibat adanya
anggota keluarga yang sakit

2 Menyebutkan cara mengatasi beban


yang dirasaka keluarga akibat adanya
anggota keluarga yang sakit

3 Mendemonstrasikan cara mengatasi


beban keluarga dengan memaksimalkan
fungsi keluarga

4 Mengikuti kegiatan dari awal sampai


akhir

5 Kontak mata

6 Mendengarkan pendapat orang lain

Universitas Indonesia
Bagi Perawat
Nama
Perawat:..........................................................................................................
Perawat
N Aspek yang Y Tida
o dinilai a k
1 Mendiskusikan tanda-tanda beban yang dirasakan
keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit
2 Mendiskusikan cara mengatasi beban yang dirasaka
keluarga akibat adanya anggota keluarga yang sakit
3 Mendemonstrasikan cara mengatasi beban yang
dirasaka keluarga akibat adanya anggota keluarga
yang
sakit dengan memaksimalkan fungsi keluarga
4 Kontak mata
5 Mendengarkan anggota keluarga
6 Bersikap empati
.
b. Dokumentasi
7 Memberikan petunjuk yang jelas
.
Tanggal terapi:.........................................................................................
8 Sikap terbuka
Diagnosa keperawatan:.........................................................................................
Sesi terapi:............................................................................................

Nama anggota
Perilaku yang ditampilkan
Keluarga
(caregiver)
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
.
..........................................................................

Tanda Tangan Perawat


Universitas Indonesia
SESI V : MENGATASI HAMBATAN DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA

A. TUJUAN SESI V :
1. Keluarga dapat mengatasi hambatan dalam merawat anggota keluarga
yang sakit maupun masalah pada keluarga sendiri.
2. Keluarga dapat berbagi peran dalam merawat anggota keluarga yang sakit
dengan anggota keluarga lainnya.
3. Keluarga dapat membuat jadual dalam merawat anggota keluarga yang
sakit baik di rumah sakit maupun di rumah.

B. SETTING
Keluarga dan terapis duduk berhadapan diruangan yang tenang
Terapis menggunakan papan nama

C. ALAT:
Booklet
Instrumen evaluasi dan pulpen

D. METODE:
Diskusi dan tanya jawab, ceramah, latihan membuat jadual kegiatan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit

E. LANGKAH-LANGKAH:
PERSIAPAN
Mengingatkan keluarga minimal satu hari sebelumnya
Mempersiapkan diri, tempat dan keluarga
2. PELAKSANAAN
Fase Orientasi
a. Memberikan salam terapeutik.
b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah
keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sesi sebelumnya.

Universitas Indonesia
c. Validasi :
Menanyakan bagaimana perasaan keluarga setelah mengikuti sesi
sebelumnya.
d. Kontrak :
Menjelaskan tujuan pertemuan kelima yaitu keluarga dapat memberdayakan
anggota keluarga yang lain dan menyebutkan serta mengatasi hambatan
dalam merawat anggota keluarga yang maupun masalah pada keluarga
sendiri.
e. Terapis mengingatkan langkah – langkah setiap sesi sebagai berikut :
Lama kegiatan 30 – 45 menit

Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga
yang tidak berganti.
Fase Kerja

Menanyakan hambatan yang dirasakan keluarga dalam merawat anggota keluarga


yang sakit dan hambatan yang dirasakan oleh anggota keluarga sendiri.
Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota
keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya
Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang peran setiap anggota keluarga
selama merawat anggota keluarga dengan penyakit.
Mencatat dan memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota
keluarga menyampaikan pendapat/ perasaannya
Menjelaskan tentang cara berbagi peran dalam keluarga yang lain selama merawat
anggota keluarga
Memberi kesempatan pada keluarga menyebutkan kembali bagaimana
membagi peran dalam keluarga selama merawat anggota keluarga yang

sakit
g. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
dalam memberikan pendapatnya.
h. Bersama anggota keluarga untuk membuat jadual dalam merawat anggota
keluarga yang sakitbaik dirumah sakit maupun saat dirumah.

Universitas Indonesia
i. Memberikan pujian/ penghargaan atas kemampuan dan peran anggota
keluarga dalam membuat jadual dalam merawat anggota keluarga yang
sakit
j. Mendiskusikan bersama anggota keluarga cara mengatasi hambatan dan
mencari solusi yang terbaik untuk dan anggota keluarga yang lain.

Fase Terminasi
Evaluasi
Menyimpulkan hasil diskusi pada sesi V

Menanyakan perasaan anggota keluarga setelah mengikuti terapi


psikoedukasi keluarga sebanyak lima sesi
Tindak lanjut
Menganjurkan untuk saling berbagi peran dalam keluarga

Membuat jadual kegiatan dalam merawat anggota keluarga yang sakit dalam
keluarga
Mengatasi hambatan yang dialami bersama-sama dengan anggota keluarga
yang lain.
Terminasi dan menganjurkan anggota keluarga melakukan perawatan dan
rehabilitasidenganmenggunakanfaslitaskesehatanyangmudah
terjangkau untuk tindak lanjut pasien apabila sudah pulang kerumah.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


Evaluasi proses

Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan


keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara
keseluruhan.

a. Format Evaluasi
Berilah tanda ceklist ( ) pada tabel dibawah ini sesuai dengan
pengamatan yang terapis selama memberikan terapi

Universitas Indonesia
Bagi Keluarga

Nama anggota
N Aspek yang dinilai keluarga
o 1

1 Dapat menyebutkan hambatan yang


dialami selama merawat pasien dan
hambatan bagi keluarga sendiri
dengan masalah pribadi yang
dirasakan.
2 Menyebutkan cara berbagi peran dalam
keluarga

3 Membuat jadual kegiatan keluarga

4 Mengikuti kegiatan dari awal sampai


akhir

5 Kontak mata

6 Mendengarkan pendapat orang lain

Universitas Indonesia
Bagi Perawat
Nama Perawat:........................................................................................
Perawa
t
N Aspek yang
Y Ti
o dinilai
a d
a
k
1 Mendiskusikan hambatan yang dirasakan dalam merawat
anggota keluarga yangsakit

2 Mendiskusikan cara berbagi peran dalam keluarga

3 Bersama-sama anggota keluarga membuat jadual


kegiatan keluarga

4 Mendiskusikan cara mengatasi hambatan dalam merawat


pasien berbagi peran dan menyusun jadual kegiatan

5 Kontak mata

6 Mendengarkan anggota keluarga


.
7 Bersikap empati
.
8 Memberikan petunjuk yang jelas
b. Dokumentasi
9 Sikap terbuka
Tanggal terapi:.........................................................................................

Diagnosa keperawatan:...........................................................................

Sesi terapi:..............................................................................................

Nama anggota
Perilaku yang ditampilkan
Keluarga
(caregiver)
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
..
..........................................................................
.
..........................................................................
.
Tanda Tangan Perawat

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The nurse-patient journey. (2th ed.).
Philadelphia: W.B. Sauders Company

Friedman, Marilyn (1998) Keperawatan Keluarga Teori Dan Praktik, Ed.3.


Jakarta EGC

Stuart,G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and Practice of psychiatric nursing.
(7th edition). St Laouis: Mosby

Townsend, C.M. (2009). Essentials of Psychiatric Mental Health


NursingPhiladelphia: F.A. Davis Company

Varcarolis, Elizabet.M et.al (2006). Foundations Of Pshychiatric Mental Health


Nursing A Clinical Approach, Edisi 5. Sounders Elsevier , St Louis
Missouri

Videbeck, S.L. (2001). Psychiatric Mental Health Nursing. (3rd edition).


Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

Universitas Indonesia
EVALUASI TANDA DAN GEJALA, dan KEMAMPUAN KLIEN DAN
KELUARGA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN KOPING
KELUARGA TIDAK EFEKTIF

Nama : .................... Ruangan : ........................


pasien
Nama : ................ Penilai :........................
perawat

N Aspek Tanggal Evaluasi


O Penilaian
I Tanda Gejala
Kognitif
1 Mengingkari masalah yang dihadapi klien
.
2 Membelot dari kenyataan anggota keluarganya sakit
.
3 Ikut merasakan tanda dan gejala yang dialami klien
.
4 Mengungkapkan ketidakmampuan membangun kehidupan
. yang bermakna untuk diri sendiri
Afektif
5 Merasa tertekan
.
6 Khawatir sampai panik tentang klien
.
Fisiologis
7 Perubahan pola tidur/ tidur kurang
.
8 Merasa letih dan lesu
.
9 Pusing/sakit kepala
.
1 Pernapasan meningkat
0
.
1 Denyut nadi meningkat
1
.
Tidak selera makan
Tekanan darah meningkat
Perilaku
1 Sikap bermusuhan
2
.
1 Agitasu/mondar-mandir
3
.
1 Melakukan rutinitas yang tidak biasa
4
.
1 Melakukan rutinitas tanpa menghargai kebutuhan klien
5
.
1 Klien mengalami kemunduran dalam melakukan aktivitas
6
.
1 Keputusan yang diambil keluarga mengganggu kesejahteraan
7 klien
.
1 Mengabaikan perawatan pasien dan pemenuhan kebutuhann
8 dasar
.
1 Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan klien
9
.
2 Pengabaian terhadap anggota keluarga yang sakit
0
.
Sosial
2 Jarang berbicara dengan klien
1
.
2 Menunjukkan penolakan terhadap klien
2
.
Total Jumlah Tanda dan Gejala
II Kemampuan Keluarga
1 Mampu menyadari masalah kesehatan yang terjadi dalam
. keluarga
2 Mampu manajemen konflik diantara anggota keluarga Mampu
. mengembangkan komunikasi terbuka
3 Mampu memenuhi kebutuhan anggota keluarga
. termasuk pengobatan anggota keluarganya yang sakit.
Total Jumlah Kemampuan Keluarga

Universitas Indonesia
EVALUASI KEMAMPUAN PASIEN PADA PELAKSANAAN FAMILY
PSYCHOEDUCATION (FPE)

Nama pasien : ............................. Ruangan : ...................

Tanggal Evaluasi
N Kemampuan
O Caregiver
I Identifikasi Masalah Keluarga
1 Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien (cara
merawat)

2 Mengidentifikasi masalah caregiver dalam merawat pasien

3 Menjelaskan cara merawat anggota keluarga yang


mengalami diagnosis
II Cara Merawat Anggota Keluarga
1 Menjelaskan kembali cara merawat anggota keluarga yang
mengalami:
2 Melatih cara merawat pasien
3 Melaksanakan cara merawat anggota keluarga yang mengalami:
III Manajemen Stres Keluarga
Manajemen stres keluarga/ caregiver dengan cara:
IV Manajemen Beban Keluarga
Manajemen Beban
1 Mengenal beban yang dialami keluarga akibat anggota keluarga
yang sakit
2 Mengetahui cara mengatasi beban yang telah dilakukan
3 Menjelaskan cara mengatasi beban yang telah diajarkan terapis
4 Menyepakati cara mengatasi beban keluarga dan
perannya masing-masing dalam mengatasi beban
keluarga
V Pemberdayaan Komunitas
1 Mampu mengidentifikasi sistem pendukung yang ada
dimasyarakat yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
kesehatan
2 Mampu mengidentifikasi hambatan yang dijumpai dalam
memanfaat sistem pendukung tersebut
3 Mampu menjelaskan kembali cara menggunakan sumber
pendukung yang ada di masyarakat
4 Keluarga mengungkapkan manfaat terapi
Total Jumlah kemampuan FPE
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai