Anda di halaman 1dari 17

Manajemen Bank Syari’ah

Di Susun Oleh :

Nadia Novera

Dosen Pengampuh :

Anita Mauliyanti,, M.E

Judul : Potensi Fintech Di Indonsia

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BATURAJA

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


Abstrak. Fintech di Indonesia adalah peluang pasar yang belum dimanfaatkan. Sebagai
negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, prospek fintech syariah di
Indonesia sangat baik. Studi ini mencoba menjawab masalah yang terjadi, strategi, dan
pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan fintech syariah di Indonesia
menggunakan pendekatan Interpretive Structural Model (ISM). Masalah inti yang dihadapi
dalam pengembangan industri teknologi keuangan syariah adalah kurangnya instrumen
kebijakan yang menjaga proses kerja fintech dan ketersediaan sumber daya manusia untuk
fintech. Strategi atau fondasi inti yang diperlukan dalam kerangka pengembangan fintech
syariah adalah kemampuan untuk mengelola dan menganalisis data di era big data dan
sumber daya manusia dalam pemasaran digital. Untuk aspek ekosistem atau aktor yang
terlibat dalam pengembangan fintech syariah di Indonesia, aktor pentingnya, antara lain
pemerintah atau regulator, lembaga pendidikan (universitas), dan juga industri yang ada
(bank dan lembaga keuangan lainnya).

PENDAHULUAN

Industri keuangan syariah menjadi obyek studi yang selalu menarik diteliti. Terutama jika di
bandingkan dengan kondisi industri keuangan konvensional yang telah lebih dahulu eksis.
Misalnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurfalah et al. (2018) yang menyatakan
bahwa perbankan syariah relatif lebih stabil dibandingkan dengan perbankan konvensional
dalam menghadapi guncangan, baik dari internal maupun eksternal. Hal ini menjadi temuan
menarik yang perlu dibuktikan melalui berbagai riset di masa mendatang. Saat ini ekonomi
Islam sedang mengalami euforia, baik di negara berkembang atau di negara maju sekalipun.
Industri keuangan serta bentuk lembaga ekonomi Islam lain tumbuh di seantero jagat, mulai
dari Timur Tengah, kawasan Asia, hingga negara-negara Barat, seperti Inggris Saat ini,

Industri yang menarik dan sedang mengalami perkembangan adalah industri teknologi
keuangan atau lebih dikenal dengan fintech. Riset ini akan mencoba mengelaborasi
pengembangan industri fintech syariah di Indonesia. Teknologi keuangan atau fintech di
Indonesia merupakan peluang pasar yang sangat potensial. Geografi yang luas, pertumbuhan
kelas menengah yang cukup besar, dan penetrasi produk keuangan yang relatif kurang baik
secara bersama-sama bergabung untuk menciptakan pasar yang tangguh untuk
pengembangan fintech di Indonesia. Dengan hanya 36% dari populasi yang memiliki
rekening bank, fintech di Indonesia menjanjikan layanan keuangan yang dapat diakses
kepada penduduk yang tidak tersentuh perbankan (unbankable). Platform fintech di Indonesia
secara umum tumbuh dengan pesat dari tahun 2015 hingga akhir 2017. Sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia, prospek industri fintech syariah di Indonesia tampak
sangat baik. Secara keseluruhan, fintech di Indonesia memiliki potensi besar karena dapat
memberikan solusi untuk kebutuhan mendesak yang tidak dapat disediakan oleh lembaga
keuangan tradisional. Selain itu, ledakan dalam penetrasi seluler (70% penduduk
menggunakan ponsel untuk mengakses web) di negara ini telah menciptakan lahan subur bagi
peningkatan pesat industri fintech

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fintech Syari’ah

Perkembangan financial technology  atau fintech syariah sangat pesat di Indonesia seiring


dengan semakin majunya teknologi dan informasi. Hal ini membuat semua orang menyadari
bahwa perkembangan teknologi kini telah merubah banyak hal yang berpengaruh terhadap
kehidupan manusia. Nah, perkembangan fintech ini nantinya dipercaya akan menjadi salah
satu pembentuk ekosistem ekonomi digital. Lantas, apa sebenarnya pengertian fintech syariah
itu? Fintech  syariah merupakan suatu kombinasi dari inovasi yang berada di bidang 
financial atau keuangan dan teknologi dalam memudahkan proses transaksi dan investasi
yang didasarkan pada dasar-dasar hukum syariah atau hukum islam. Meskipun tergolong
masih baru di Indonesia, namun perkembangannya sudah terhitung cukup cepat. Anda juga
perlu tahu bahwa fintech ini dulunya dimulai semenjak
ditemukannya  blockchain dan cryptocurrency. Di mana penemuan teknologi tersebut
memungkinkan untuk dilakukannya transaksi digital serta pembuatan mata uang digital
beserta penyimpanan yang sangat aman meskipun digunakan dalam jangka waktu yang
cukup panjang. Tidak heran jika penemuan kedua teknologi tersebut juga membuat fintech
kini banyak digunakan di dalam dunia perbankan maupun lainnya.

Tahukah kamu bahwa dengan adanya perkembangan fintech ini memiliki pengaruh


yang sangat besar dalam dunia perekonomian digital. Nah, ekonomi digital sendiri akan
semakin terbentuk jika didukung oleh dua hal yang tidak kalah penting seperti financial
inclusion  dan juga cashless society. Merupakan suatu keputusan yang tepat
jika fintech syariah ini diterapkan di Indonesia karena negara Indonesia sendiri merupakan
negara dengan penganut muslim terbanyak di dunia. Hal ini membuat
kemunculan fintech syariah dinilai tepat.
Terlebih fintech syariah ini memang ditujukan kepada umat Islam di Indonesia untuk
menggunakan sistem ekonomi berdasarkan hukum islam. Dengan begitu dapat terhindar dari
sistem ekonomi kapitalis yang mengandung riba. Dengan demikian fintech syariah hadir
sebagai bentuk evaluasi dari sistem fintech yang sudah-sudah yang sesuai dengan hukum
Islam serta hadir sebagai suatu sistem yang berperan untuk mengubah
sistem fintech konvensional.
B. Konsep Akad Fintech Syari’ah
Sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia bahwa
semua fintech syariah harus menjalankan hal-hal yang berkaitan dengan fintech sesuai dengan
aturan Islam. Hal ini membuat akad yang digunakan juga harus berlandaskan dengan hukum
Islam. Berdasarkan hal itu, konsep akad yang digunakan di dalam fintech syariah ini
menggunakan akad mudharabah dan juga musyarakah. Dengan menganut konsep
berdasarkan kedua akad tersebut, maka diharapkan fintech syariah ini benar-benar
menggunakan hukum dasar Islam. Nah, pertanyaannya adalah, bagaimana penjelasan
berkaitan dengan konsep akad mudharabah dan juga musyarakah.
Akad Mudharabah merupakah suatu kerja sama yang dilakukan antara pemilik modal dengan
pengelola dana. Sedangkan untuk sistemnya nanti, kedua pihak ini akan saling bertemu serta
menentukan berapa besaran keuntungan yang nantinya akan dibagi dengan adil. Bagaimana
jika terjadi kerugian? Jika hal ini terjadi, maka pemilik modal akan bertanggung jawab.
Kecuali jika si pengelola dana melakukan keteledoran.

Sedangkan untuk Akad Musyarakah sendiri merupakan suatu kerja sama yang dilakukan dua
orang maupun lebih dengan menganut sistem bagi rata. Dengan begitu, pemilik modal dan
pengelola dana tersebut mendapatkan keuntungan yang sama sesuai dengan kesepakatan awal
yang sudah disepakati. Nah, kerugian juga menjadi tanggung jawab oleh kedua pihak dengan
pemberian beban yang sama.

C. Mewujudkan Fintech Islami

Bisnis yang menawarkan solusi investasi Islam secara digital harus memberikan dua hal:
kepatuhan dan akses.

1. Operasional yang Sesuai Syariah


Untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum syariah, fintech harus memenuhi
seperangkat aturan yang rumit. Biaya bunga, atau riba, dilarang. Begitu pula investasi
dalam “saham yang dilarang” dari bisnis yang memperoleh keuntungan dari alkohol,
senjata, tembakau, dan perjudian. Aturan tersebut juga melarang keuntungan dari
hutang dan mengharuskan investasi untuk didukung oleh aset nyata. Hal ini yang
kemudian menginisiasi pembuatan Sukuk — sertifikat keuangan yang sesuai dengan
syariah, mirip dengan obligasi, yang memberikan investor sebagian kepemilikan atas
aset yang mendasarinya.

2. Teknologi yang Tepat


Untuk akses, memilih teknologi yang tepat adalah kuncinya. Fintech menyebarkan
beragam platform pembayaran halal, dompet elektronik, asuransi, dan layanan
pengiriman uang melalui aplikasi ponsel. Bank Islam digital baru seperti Niyah Inggris
dan Insha Jerman menawarkan produk bebas bunga melalui saluran serupa. Selain
pengiriman produk, teknologi perusahaan fintech berjanji untuk mendukung keuangan
Islam dengan mendorong efisiensi dan mengurangi biaya. Pada gilirannya, ini dapat
memotong biaya layanan pembayaran dan transaksi. Teknologi seperti kecerdasan
buatan juga dapat membantu meningkatkan kepatuhan. Jika diterapkan dalam skala
besar, Blockchain memiliki potensi untuk mengurangi risiko transaksi penipuan.
Emirates Islamic Bank sudah menggunakan teknologi untuk mengautentikasi cek kertas
di Uni Emirat Arab.

D. Contoh Layanan Fintech Syari’ah


1. Layanan Pendanaan
Setoran berbasis Deposit (bisa juga berdasarkan Qard), layanan Akun investasi, dan
Pembayaran, penagihan, dan manajemen likuiditas yang sesuai dengan Syariah. Contoh
perusahaan fintech yang menyediakan jasa ini adalah PayHalal (Souqa Fintech Sdn
Bhd, Malaysia), AmalPay (Malaysia), Platform Akun Investasi (IAP –Malaysia).
2. Layanan Modal Kerja
Yakni Modal kerja Murabahah, Murabahah / Wakala / Mudharabah / Surat Kredit.
Contoh perusahaan fintech syariah yang menyediakan layanan ini adalah Waqfe –
Bahrain (penyedia platform perbankan digital).
3. Pembiayaan
Layanan pembiayaan fintech syariah dengan akad Murabahah / Mudaraba /
Musharaka /Pembiayaan Salam / Istisn’a / Ijara, Keuangan Mikro Syariah. Perusahaan
yang menyediakan layanan ini adalah Ethis Crowd – Singapura, Indonesia, Malaysia,
Australia dan Blossom Finance.
4. Pasar Modal
Layanan yang diberikan berupa treasury Bank Islam, Sukuk (Obligasi Islam).
Perusahaan yang menyediakan layanan ini adalah Adab Solution (pertukaran Crypto).
5. Manajemen Kekayaan

Layanan fintech syariah yang berupa manajemen kekayaan yang sesuai dengan Syariah
untuk ritel dan HNWI. Disediakan oleh Wahed – AS (investasi penasehat Robo
platform) dan HelloGold (emas berbasis blockchain investasi).

6. Asuransi
Mencangkup layanan Asuransi dan re-Asuransi, perusahaan yang menyediakan layanan
ini yaitu Uplift Mutuals dan Insure Halal
Perusahaan fintech syariah dewasa ini semakin terlihat posisi dan urgensinya dalam
meningkatkan inklusi keuangan baik di Indonesia maupun secara global.

E. Perkembangan Fintech Syariah OJK Indonesia

Sebelum Fintech syariah OJK Indonesia tumbuh subur, keberadaan Fintech dengan prinsip
Islami justru telah muncul bertahun-tahun sebelumnya di dunia. Tercatat kalau Fintech
syariah pertama muncul pada tahun 2014 di Dubai, Uni Emirat Arab dengan nama
perusahaan Beehive. Mengantongi sertifikat P2P Lending Marketplace, Beehive pun sangat
terkemuka.

Kesuksesan Beehive yang sudah mencapai skala global memicu munculnya Fintech-Fintech
syariah di berbagai negara Asia Tenggara yang memang mayoritas dihuni penduduk
beragama Islam, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Di Malaysia, nama Hello Gold
yang merupakan Fintech syariah dengan teknologi blockchain dianggap sebagai pelopor.

Sementara itu di Indonesia, hanya dalam waktu tiga tahun saja sejak 2018, Fintech syariah
OJK Indonesia semakin mencatatkan laporan keuangan yang fantastis. Dilansir Kontan,
hingga akhir 2020 nilai pinjaman Fintech syariah bahkan menembus Rp1,7 triliun! Alias
meningkat dari realisasi tahun 2019 yang mencapai Rp1 triliun.
Salah satu Fintech syariah OJK Indonesia yakni PT Alami Fintek Sharia (Alami) berhasil
menyalurkan pembiayaan Rp187 miliar, pada kuartal pertama 2021 saja. Nilai ini bahkan
disebut meningkat 20 kali lipat daripada periode sama tahun 2020. Kemudian ada juga
Investree yang berhasil menyalurkan Rp226 miliar hingga Februari 2021 untuk 208
peminjam.

Kuseryansyah selaku Direktur Eksekutif AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama


Indonesia) menyebutkan kalau jumlah Fintech syariah akan terus meningkat, karena banyak
yang mendaftar dan menanti izin di OJK saat ini. Dibenarkan pula oleh Ketua Bidang Humas
AFPI, Andi Taufan Garuda Putera yang makin yakin kalau peluang tumbuh Fintech Islami ini
makin besar setelah aturan POJK Nomor 77 Tahun 2016 makin dibenahi.

F. Fintech Syariah OJK Di Indonesia Terbaik

Berdasarkan data OJK pada tahun 2016, indeks literasi keuangan syariah di Indonesia
hanyalah 8,11%, jauh lebih rendah daripada literasi keuangan nasional yang mencapai
29,66%. Artinya masih banyak orang yang belum paham dengan keuangan Islami, padahal
pemerintah sempat menargetkan SNKI (Strategi Nasional Keuangan Inklusi) tahun 2019
sebanyak 75% dari total penduduk. Tentu dibutuhkan usaha yang cukup keras agar siapapun
makin paham keuangan Islami. Hal inilah yang menjadi pendorong semakin menjamurnya
Fintech syariah OJK Indonesia. Tertarik untuk mencoba? Berikut 10 di antaranya yang sudah
menggunakan akad anti riba dan aturan Islami sepenuhnya:

1. Investree Syariah
Jika Anda bertanya siapakah pelopor dari Fintech di Tanah Air? Maka Investree adalah
jawabannya. Sehingga ketika unit bisnis milik PT Investree Radhika Jaya ini menawarkan
layanan syariah, sudah pasti akan langsung diburu oleh konsumen Tanah Air. Sama seperti
layanan keuangan konvensional, Investree syariah juga menawarkan berbagai pembiayaan.

Setidaknya ada tiga jenis pembiayaan utama yang bisa ditawarkan Investree untuk calon
nasabah atau calon investor yakni:

 Invoice Financing: Produk pinjaman dari Investree dengan jaminan invoice atau


tagihan yang tengah berjalan, serta giro mundur dan jaminan pribadi (personal
guarantee) sebagai tambahan. Dengan besaran maksimal 80% dari
total invoice (maksimal Rp2 miliar) dan jangka waktu sesuai jatuh tempo invoice atau
maksimal enam bulan
 Buyer Financing: Produk pinjaman dari Investree untuk para pembeli grosir dari
perusahaan ritel besar
 Working Capital Term Loan: Produk pinjaman dari Investree yang memanfaatkan
keunikan bisnis calon debitur.
2. Alami Sharia

Fintech syariah OJK Indonesia yang berikutnya adalah Alama Sharia. Sudah hadir sejak
Februari 2018, bisnis milik perusahaan PT Alami Fintek Sharia ini berperan
sebagai aggregator dan P2P Lending khusus pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah). Untuk layanannya, Alami menawarkan pembiayaan Invoice Factoring.
Pembiayaan yang disalurkan Alami bekerjasama dengan bank syariah populer di Tanah Air
seperti Mega Syariah, BNI Syariah dan Jamkrindo Syariah. Alami bahkan menjalin
kemintraan dengan Fintech Lending asal Singapura, Kapital Boost. Untuk tahun 2021 saja,
ada pembiayaan tersalurkan sebesar Rp270 miliar dari total Rp565 miliar.

Untuk bisa menjadi peminjam alias debitur di Alami, harus ada beberapa kriteria yang
dipenuhi yakni:

1) Memiliki bukti tagihan (invoice) dan BAST (Berita Acara Serah Terima) sebagai bukti
pekerjaan telah selesai dilakukan
2) Perusahaan berbentuk PT, CV atau Yayasan yang menjalankan aktivitas operasional
tanpa melanggar syariat islam
3) Perusahaan sudah berdiri minimal setahun dan berlokasi di Jabodetabek
4) Perusahaan wajib melampirkan rekening koran dan laporan keuangan minimal enam
bulan terakhir
5) Perusahaan memiliki giro mundur dan jaminan personal sebagai tambahan jaminan
3. Qazwa

Sudah terdaftar OJK sejak 7 Agustus 2019, informasi terakhir pembiayaan ini hanya bisa
dinikmati pelaku UMKM dalam jalur rantai pasokan bisnis di wilayah Jabodetabek saja.
Dengan masa tenor 1-6 bulan dan metode pembayaran sekali lunas, debitur harus membayar
pinjaman sekaligus bagi hasil sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati semua pihak.
Dalam setiap kontrak pembiayaan yang disetujui oleh Qazwa, setidaknya ada tiga akad yang
digunakan yakni murabahah, wakalah dan mudharabah. Sementara untuk skema pembiayaan
yang digunakan adalah supply chain financing. Sekadar informasi, supply chain
financing adalah kegiatan pembiayaan kredit modal kerja yang melibatkan rantai pasokan
bisnis. Sehingga para pelaku UMKM yang bisa terlibat adalah:

1. Pemilik Toko: Calon debitur yang adalah pemilik toko atau pemilik usaha, bisa
mengajukan pembiayaan modal kerja kepada Qazwa. Anda tinggal memberikan
informasi soal data pemasok dan bukti transaksi yang telah berjalan. Nantinya Qazwa
akan menyediakan berbagai barang kebutuhan usaha dan langsung dibayarkan ke
pemasok atau supplier
2. Supplier: Para supplier dapat mengajukan pembiayaan dana ke Qazwa dengan
mendaftarkan siapa saja para pembeli atau distributor tetap. Qazwa akan memproses
pengajuan pembiayaan berdasarkan data pembeli dan bukti transaksi
3. Agen Terverifikasi Khusus: Bagi Anda para agen yang merupakan pemilik atau
karyawan di sebuah lembaga/organisasi dan punya mitra binaan, jika membutuhkan
sumber pembiayaan dapat mengajukan ke Qazwa
4. BSalam

BSalam merupakan Fintech syariah OJK Indonesia lainnya yang memiliki fokus pembiayaan
cukup unik, yakni modal kerja PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh) dan PIHK
(Penyelenggara Ibadah Haji Khusus). Dengan konsep marketplace, ketika ada pengajuan
pinjaman yang sudah lolos verifikasi bisa langsung didanai banyak investor. Nantinya jika
dana dari lender yang terkumpul sudah 60-80%, maka tinggal disalurkan ke debitur. BSalam
juga menetapkan biaya layanan kepada debitur sebesar 2,5% dari total pinjaman yang
diterima. Tentunya biaya layanan ini sudah sesuai dengan aturan syariat sehingga tidak
termasuk riba atau hal-hal dilarang lainnya. Sedangkan untuk pada investor, proyeksi bagi
hasil pendanaan di kisaran 16-18%.

5. Berkah Finteck Syariah


Ada di bawah naungan PT Berkah Finteck Syariah, unit bisnis yang sering disebut BFS ini
berpusat di Surabaya, Jawa Timur meskipun pusat kesekretariatan mereka ada di kawasan
Pegangsaan, Jakarta Pusat. Sebagai Fintech syariah OJK Indonesia yang terakhir dibahas,
BFS bertindak sebagai penyelenggara produk pinjol langsung cair.

Sebagai perantara pendana dan penerima pinjaman syariah, BFS melaksanakan prosedur
pembiayaan sesuai akad murabahah, ijarah multijasa dan IMBT (Ijarah Muntahiya bit
Tamlik). Sedangkan untuk perjanjian pendanaan, menggunakan
akad murabahah dan musyarakah. Direkomendasikan oleh DSN-MUI, berikut tiga produk
utama BFS:

1. Pinjaman konsumtif sesuai prinsip syariah dengan akad murabahah


2. Pinjaman syariah online untuk pemanfaatan biaya sewa sesuai akad IMBT. Dimana
perjanjiannya ditutup dengan hibah pelimpahan kepemilikan sesuai syariat Islam
3. Pinjaman untuk biaya jasa seperti biaya sekolah, biaya ibadah umroh hingga biaya
rumah sakit diatur dengan akad ijarah multijasa
Seluruh produk pembiayaan dari BFS menawarkan tenor antara 1-12 bulan. Dengan total
akumulasi pembiayaan yang sudah tersalurkan sebesar Rp426,7 miliar, BFS sudah
menyalurkan pembiayaan sebesar Rp259,1 miliar di 2021 saja.

6. Duha Syariah
Berbeda dengan Fintech syariah OJK Indonesia lainnya, Duha Syariah punya dua produk
pinjol utama yakni pembiayaan konsumtif serta umroh dan wisata halal. Seperti apa
ketentuannya? Berikut ulasannya:

1. Pembiayaan konsumtif di Duha Syariah punya plafon maksimal Rp20 juta


2. Pembiayaan ibadah umroh atau wisata religi di Duha Syariah punya plafon maksimal
Rp30 juta
3. Tenor pembiayaan konsumtif selama 3, 6, 9 dan 12 bulan. Sedangkan tenor untuk
ibadah umroh dan wisata religi selama 12, 18 serta 24 bulan
4. Margin pembiayaan konsumtif (pembelian barang dan jasa) flat 2.0% per bulan.
Sementara margin untuk paket perjalanan umroh atau wisata halal yang dijual e-
commerce yang bekerjasama dengan Duha Syariah, flat 1.5% per bulan
Hingga sejauh ini, Duha Syariah hanya bekerjasama dengan marketplace duniahalal.com.
Tertarik mengajukan pinjaman? pastikan Anda memenuhi syaratnya. Mulai dari sudah
mengunduh aplikasi dan terdaftar di Duha Syariah, WNI berusia minimal 21 tahun, tinggal di
Jabodetabek, Bandung, Lampung, Palembang dan NTB.

Kemudian calon debitur haruslah bekerja di perusahaan yang bekerjasama dengan Duha
Syariah karena pembayarannya lewat potongan gaji. Terakhir, wajib memberikan mutasi
rekening koran sebulan terakhir. Sementara itu jika berminat jadi calon investor, Anda bisa
melakukan pembiayaan dana mulai dari Rp100 ribu lewat aplikasi Duha Lender.

G. Potensi Besar Industri Fintech Syariah

Ilustrasi Keberadaan industri financial technology (fintech) syariah kian merebak untuk
menjawab kebutuhsan pembiayaan pengguna yang menginginkan sistem berbasis syariah di
Tanah Air. Industri fintech syariah pertama kali muncul pada 2018 dan terus bertambah
seiring berjalannya waktu.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Desember 2019 industri fi
ntechsyariah telah memiliki 13.953 pengguna dan kemungkinan terus bertambah. Saat ini
terdapat 12 industri fintech syariah yakni Alami, Ethis, Qazwa, BSalam, Kapitalboost, Duha,
Syarfi , Berkah, Dana Syariah, Papitupi, Ammana, serta Danakoo Syariah dan 1
penyelenggara fintech lending yang memiliki produk syariah yakni In-vestree. Hingga
Desember 2019, akumulasi rekening lender (agregat) dari penyeleng-gara fintech lending
syariah sebanyak 21.451 entitas. Sementara akumulasi rekening borrower (agregat) mencapai
angka 9.982 entitas. Di samping itu, jumlah akumulasi transaksi lender(agregat) telah
mencapai angka 46.645 transaksi dengan jumlah akumulasi transaksi borrower (agregat) telah
mencapai angka 11.472 transaksi. Adapun akumulasi to-tal penyaluran (agregat) dari
penyelenggara fintech lending syariah telah mencapai angka Rp509,02 miliar dengan
outstandingRp284,71 miliar. Dari angka-angka tersebut diketahui jumlah transaksi borrower
14,93% lebih banyak daripada jumlah akumulasi rekening borrower.

Hal ini menggambarkan terdapat transaksi berulang yang dilakukan borrower serta
menunjukkan kebutuhan dan manfaat yang diperoleh borrower atas transaksi sebelumnya.Tak
heran dengan capaian kinerja tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin terus mendorong agar
fintech syariah bertumbuh. Selain meningkatkan inklusivitas keuangan, industri fintech
syariah juga diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional yang terdampak
pandemi covid-19. “Kita harapkan (fintech syariah) ini akan turut mendorong percepatan
pemulihan ekonomi nasional yang sedang menurun disebabkan penyebaran covid-19. Seperti
diketahui, ekonomi kita di kuartal kedua ini terkontraksi minus 5,32%,” ujar Ma’ruf dilansir
dari Antara. Sedianya industri fi ntech syariah memiliki potensi besar dan menjanjikan bagi
industri keuangan dan perekonomian nasional. Sebab, mayoritas penduduk Indonesia ialah
penduduk muslim yang tentunya erat dengan sistem syariah.

Oleh karena itu, Ma’ruf menilai perlu adanya peningkatan literasi keuangan dan ekonomi
syariah kepada ma-syarakat.“Selain potensi market yang cukup besar, dengan meningkatnya
literasi syariah juga diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk pemanfaatan ekonomi
syariah yang lebih besar lagi,” tuturnya. Faktor pendukung Senada, Ketua Umum Asosiasi
Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wi-jaya menilai literasi mengenai keuangan
dan ekonomi syariah merupakan kunci penting untuk mendorong pertumbuhan fintech
syariah. Apalagi saat ini banyak fak-tor pendukung yang dapat memuluskan laju
pertumbuhan tersebut.“Indonesia kan peluangnya juga besar untuk bisa mengembangkan
keuangan syariah, bahkan belakangan ini sudah ada isu soal merger bank syariah, kemudian
Wakil Presiden kita juga orang ekonomi syariah. Jadi banyak faktor yang bisa mendorong
agar ini lebih eksponensial lagi, kami tetap optimistis, tapi memang saat ini memang perlu
literasi kepada ma-syarakat. Itu menjadi pa-rameter utama karena pemahaman di masya-rakat
mengenai syariah tergolong masih rendah,” ujarnya saat dihubungi, Senin (14/9). Kendati
demikian, Ronald mengakui pertum-buhan industri fintechsyariah membutuhkan waktu.
Apalagi bila di-bandingkan dengan per-tumbuhan industri fintechkonvensional yang telah
lebih dulu menjamur di Tanah Air. Perlahan tapi pasti, kata dia, fintech syariah akan menjadi
sektor keuangan yang bisa memiliki peran besar dalam men-gakselerasi industri keuangan
dan perekonomian nasional. “Kita (fintech syariah) masih banyak PR untuk bisa
mengembangkan. Karena rasio jumlah pemain fi ntech syariah itu kalah cu-kup jauh. Saat ini
sekitar 350 fi ntech yang boleh beroperasional sedangkan fintechsyariah baru ada 24 yang
beroperasional. Secara rasio itu tidak sampai 8% jumlah pemain fintech syariah,”
terangnya.Sementara itu, Founder & CEO Alami Dima Djani menuturkan potensi dan
peluang dari keberadaan industri fintech syariah pada keuangan dan perekonomian nasional
amat besar. Alami yang berfokus membiayai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
meng-alami peningkatan penyaluran pembiayaan yang signifi kan meski di tengah
pandemi.“Kalau dari Alami memang kita saat ini ber-tumbuh pesat, dari sisi penyaluran
pembiayaan pada Agustus kita paling tinggi sekitar Rp20 miliar lebih. Jadi itu meningkat
tinggi, meski di tengah pandemi. Pertumbuhan na-sabah yang membiayai juga tumbuh
kencang, traction mobile apps itu sudah mengalahkan pertumbuhan nasabah dari website,”

Dilansir dari ojk.go.id, Fintech Lending atau bisa disebut juga Peer-to-Peer Lending adalah
layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara
kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis
teknologi informasi. Sebagian besar masyarakat, khususnya para milenial pasti sudah tidak
asing lagi dengan Go-Pay, OVO, T-cash, dan lain sebagainya. Bahkan, beberapa mungkin
tidak bisa terlepas dari fintech dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data dari
Indonesian Fintech Association (IFA), terdapat sekitar 135-140 startup fintech di Indonesia
yang terdata dengan jumlah pemain tumbuh sebesar 78% pada tahun 2016. Pesatnya
pertumbuhan fintech menunjukkan besarnya pangsa pasar teknologi finansial di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia. Seiring pesatnya pertumbuhan pasar teknologi finansial, fakta tersebut
memunculkan adanya potensi yang besar bagi layanan keuangan digital atau financial
technology (fintech) syariah di Indonesia. Berdasarkan laporan Global Fintech Islamic Report
2021 dari saham Gateway, pasar fintech syariah Indonesia berkisar US$2,9 miliar atau
Rp41,7 triliun. Fintech syariah di Indonesia diatur dan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasarkan fatwa
tersebut, fintech syariah adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip
syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan dengan penerima
pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan
menggunakan jaringan internet.

Dalam perkembangannya, fintech syariah didukung oleh Asosiasi Fintech Syariah Indonesia
(AFSI). AFSI didirikan sebagai kongregasi startup, institusi, akademisi, komunitas, dan pakar
syariah yang bergerak dalam jasa keuangan syariah berbasis teknologi. AFSI memiliki peran
penting untuk memajukan potensi fintech syariah di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan
dengan dibentuknya AFSI Institute yang mempunyai beberapa program, seperti konsultasi
bisnis syariah, riset dan kajian-kajian mengenai ekonomi Islam, workshop dan pelatihan fiqih
muamalah, serta AFSI Goes To Campus. Fintech syariah yang sudah berdiri di Indonesia,
diantaranya indves, syarQ, start zakat, paytren, dan lain-lain. Sementara itu, fintech syariah
yang memiliki sertifikasi halal dari MUI pertama di Indonesia yaitu Paytren pada tahun 2017

Berbeda dengan fintech konvensional, fintech syariah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi


islam, seperti larangan bunga atau riba, skema akad, tidak dilakukan dengan cara penipuan
(gharar), tidak memberikan mudharat pada penggunanya, dan harus ada kejelasan antara
pembeli dan penjual. Fintech syariah menerapkan skema akad, yaitu akad wakalah dan akad
musyarakah. Hashbi Ash Shiddieqy menyebutkan bahwa wakalah adalah akad penyerahan
kekuasaan yang mana seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak
(bertasharruf). Hukum wakalah adalah sah, baik dengan ada atau tidak adanya upah. Apabila
sudah akad wakalah dengan upah, akad menjadi lazim dan mengikat sehingga orang yang
diberi wakil tersebut harus melaksanakan apa yang sudah diwakilkan kepadanya. Maka dari
itu, wakil tersebut memiliki hak untuk menerima upah begitu wakalah selesai. Sementara itu,
akad musyarakah adalah akad antara pihak Ammana dan Penyalur dana, antara lain BMT,
KSPPS, BPRS, Lembaga Ventura Syariah. Pemilik modal dan penyalur dana akan sama-
sama menyetorkan modal dengan nominal sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan pihak-
pihak dalam musyarakah tersebut.

Pembiayaan dalam fintech syariah memiliki beberapa prosedur yang sesuai dengan akad
syariah. Akad pembiayaan dilakukan oleh penerima pinjaman dan pemberi pinjaman dengan
skema al qardh. Pemberi pinjaman memberikan pinjaman atas tagihan yang diberikan.
Setelah itu, dilanjutkan akad wakalah bil ujrah yang mana pemberi pinjaman mewakilkan
pada penyelenggara layanan untuk membantu melakukan pengurusan atas tagihan yang
diberikan peminjam. Akad al qardh maupun wakalah bil ujrah dilakukan secara online
melalui website penyelenggara layanan.

Penggunaan fintech syariah memudahkan masyarakat mendapatkan layanan jasa keuangan


syariah, investasi, dan pembiayaan syariah. Pengimplementasian prinsip ekonomi islam pada
fintech syariah mampu memberikan kebermanfaatan bagi pihak-pihak yang saling
bertransaksi. Dengan adanya akad yang jelas, pembiayaan fintech syariah juga dapat
membantu masyarakat memperoleh pembiayaan tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah.
Secara jangka panjang, kehadiran fintech syariah juga bisa memberikan akses dan edukasi
kepada masyarakat dari berbagai kalangan, khususnya milenial yang menjadi pemain utama
dalam pasar teknologi finansial di Indonesia.

Namun demikian, saat ini fintech syariah masih menghadapi berbagai tantangan, salah
satunya yaitu rendahnya literasi di kalangan masyarakat terkait keberadaan layanan keuangan
syariah berbasis teknologi. Maka dari itu, sangat perlu ditingkatkan kerjasama dari berbagai
pihak untuk mendukung edukasi dan sosialisasi fintech syariah di Indonesia.

SIMPULAN
Perkembangan digital menjadi kesempatan bagi semua industri termasuk industri keuangan,
khususnya industri keuangan syariah untuk merevolusi kegiatan konvensional menjadi
sebuah inovasi layanan dan produk digital yang dapat memudahkan masyarakat dalam
mengaksesnya. Namun jika perkembangan digital ini tidak dimanfaatkan, maka akan menjadi
ancaman bagi industri keuangan secara keseluruhan karena banyak bermunculan perusahaan
start-up yang mengembangkan layanan dan produk keuangan digital. Secara umum, fintech
di Indonesia memiliki potensi besar karena dapat memberikan solusi untuk kebutuhan
mendesak yang tidak dapat diberikan oleh lembaga keuangan tradisional, khususnya fintech
syariah.

Anda mungkin juga menyukai