Anda di halaman 1dari 12

Unnes J Life Sci3(2) (2014)

Unnes Journal of Life Science


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci

Analisis Morfometrik dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesemani


(Melanotaenia boesemani) dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis incisus)

Irsyah Afini1, Dewi Elfidasari1, Tutik Kadarini2, Siti Zuhriyah Musthofa2

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar, Indonesia


Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BP2BIH)

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Ikan pelangi merupakan jenis ikan hias air tawar yang diminati masyarakat, diantaranya adalah
Diterima Juli 2014 ikan pelangi boesemani dan ikan pelangi merah. Kedua jenis ikan tersebut merupakan ikan
Disetujui Agustus 2014 endemik yang berasal dari Irian Jaya dan termasuk kelompok ikan yang terancam punah.
Dipublikasikan November Tingginya minat masyarakat terhadap ikan pelangi menyebabkan breeder melakukan usaha
2014 budidaya dengan cara persilangan. Ikan hasil persilangan memiliki karakter fenotip yang khas
________________ meliputi, warna, bentuk, morfometrik dan meristik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
Kata Kunci variasi morfologi, karakter morfometrik dan meristik serta pola pertumbuhan individu ikan hasil
Ikan pelangi boesemani persilangan antara ikan pelangi boesemani normal (jantan) dan ikan pelangi merah abnormal
normal (betina). Pengukuran 30 karakter morfometrik dan meristik dilakukan terhadap ikan dewasa
Ikan pelangi merah (hidup) yang berusia 9 bulan. Analisis data menggunakan analisis komponen utama (PCA),
Abnormal analisis perbandingan karakter meristik, analisis hubungan panjang-berat. Hasil PCA
Persilangan menunjukkan perbedaan karakter dan ciri khas morfometrik tertentu antara ikan hasil persilangan
Morfometrik yang normal dan abnormal. Hasil analisis perbandingan karakter meristik menunjukkan bahwa
Meristik kisaran nilai setiap karakter meristik tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya. Hasil
___________________ analisis hubungan panjang-berat menunjukkan bahwa ikan jantan normal bersifat allometrik
positif, sedangkan ikan jantan abnormal dan ikan betina (normal-abnormal) bersifat allometrik
negatif. Perbedaan dalam setiap parameter ini disebabkan oleh perbedaan bentuk dari tubuh ikan
akibat keabnormalan.

Abstract
___________________________________________________________________
Rainbow fish is species of freshwater fish that interest the public, such as the boesemani rainbow fish and red
rainbow fish. Both of these fishes are endemic fish from Irian Jaya and includes a group of endangered fish.
The high of public interestcause a rainbow fish breeders to do cultivation by crossing way. The fish from crosses
have distinctive phenotypic characters include, color, shape, morphometric and meristic. This study aims to
analyze morphological variation, morphometric and meristic characters and growth patterns of individual fish
from crosses between normal boesemani rainbow fish (males) and abnormal red rainbow fish (females). 30
characters of morphometric and meristic measurement were conducted on adult fish (live) 9 month old.
Analysis of data by using principal component analysis (PCA), comparative analysis of meristic characters,
analysis of the length-weight relationship. PCA results showed the characteristic differences in morphometric
characters and certain fish from crosses between normal and abnormal. The results of comparative analysis of
meristic characters show that the range of values of each character was not much different from the previous
results of the study. The results of the analysis of the length-weight relationship showed that the normal male
fish are positively allometric whereas, abnormal male fish and female fish (normal-abnormal) are negatively
allometric. Differences in each parameter was caused by differences in the shape of a fish's body as a result of
abnormality.
© 2014UniversitasNegeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6579
E-mail: irsyah10@ymail.com

112
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

PENDAHULUAN bernilai ekonomis. Persilangan pada ikan


Indonesia memiliki keragaman jenis merupakan proses yang dapat terjadi secara
ikan hias yang tinggi, baik ikan hias air alami atau buatan antara ikan berlainan
tawar ataupun ikan hias air laut. Terdapat spesies, ras dan strain (Syamsiah 2001).
15 jenis ikan hias air tawar yang sangat Proses ini bertujuan untuk menghasilkan
diminati oleh masyarakat yaitu, Arwana, strain baru yang lebih unggul, bersifat steril
Barbus, Black ghost, Botia, Cupang, Diskus, atau monosek, dan menghasilkan produk
Frontosa, Guppy, Koi, Lou Han, Maanvis, ikan yang seragam, namun proses ini akan
Maskoki, Oskar, Platy, Rainbow (Pelangi) berdampak negatif terhadap keberadaan wild
(Lesmana & Daelami 2009). Ikan pelangi type (Robisalmi et al. 2010). Tingginya
merupakan salah satu ikan yang diminati potensi ekonomi ikan pelangi berbanding
masyarakat karena memiliki morfologi lurus dengan status kepunahannya, sehingga
tubuh dan pola warna yang khas dan unik. dibutuhkan pengelolaan budidaya yang
Ikan pelangi boesemani dan ikan tepat agar kelestariannya tetap terjaga.
pelangi merah merupakan jenis ikan Pengelolaan budidaya membutuhkan
endemik yang berasal dari Irian Jaya, berbagai informasi yang terkait dengan
Indonesia. Kedua jenis ikan ini paling dasar biologi perikanan ikan pelangi, namun
diminati masyarakat di antara lima genus pada keyataannya informasi tersebut masih
dan 37 spesies dari famili Melanotaeniidae sedikit, khususnya pada ikan pelangi perot
(Kadarusman et al. 2010). Harga jual ikan dan ikan pelangi hasil persilangan. Beberapa
pelangi boesemani sekitar 10.000 informasi yang belum banyak diketahui
rupiah/ekor sedangkan, ikan pelangi merah yaitu, penampilan secara morfologi, ciri
sebesar 5000 rupiah/ekor (Kuncoro 2011). morfometrik dan meristik, serta hubungan
Ikan pelangi boesemani dan ikan panjang-berat.
pelangi merah tercatat sebagai spesies ikan Penelitian ini bertujuan untuk
yang terancam punah, menurut IUCN Red menganalisis morfologi, karakter
List of Threatened Species (IUCN 2013). morfometrik dan meristik ikan hasil
Penemuan terbaru terkait keabnormalan persilangan antara ikan pelangi boesemani
ikan pelangi atau disebut ikan perot juga normal (jantan) dan ikan pelangi merah
menjadikan nilai tambah bagi daya tarik abnormal atau perot (betina). Penelitian ini
masyarakat. Ikan perot memiliki bentuk diharapkan dapat menjadi bahan informasi
tubuh yang unik dibandingkan ikan pelangi dasar biologi perikanan yang berguna untuk
normal lainnya. Ikan ini memiliki bentuk kelestarian dan pengelolaan budidaya ikan
tubuh pendek dengan bagian perut pelangi.
membulat (Musthofa & Kadarini 2012).
Usaha budidaya dengan cara METODOLOGI
persilangan telah banyak dilakukan agar Penelitian ini dilakukan di Balai
produksi ikan pelangi meningkat dan Penelitian dan Pengembangan Budidaya

113
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

Ikan Hias (BPPBIH), Depok, Jawa Barat. phenoxy etanol dengan dosis 0,1 ml/L air
Objek penelitian adalah ikan dewasa yang untuk membius ikan.
berusia 9 bulan hasil persilangan antara ikan Sampel ikan yang diukur sebanyak 32
pelangi boesemani normal (jantan) dan ikan ekor. Masing-masing sampel berupa 8 ekor
pelangi merah abnormal (perot) betina. ikan normal dan ikan perot berjenis kelamin
Alat yang digunakan dalam jantan dan betina. Pengukuran bobot tubuh
penelitian yaitu, jaring, akuarium dengan pada kedua kelompok ikan hasil persilangan
aerator, wadah plastik berdiameter 28,5 cm (normal dan abnormal) dilakukan sebelum
dengan tinggi 15 cm, syringe, pinset, pengukuran karakter morfometrik dan
milimeter blok, penggaris dengan ketelitian meristik. Pengukuran karakter morfometrik
0,5 mm, timbangan digital dengan ketelitian dan meristik dilakukan saat sampel ikan
0,01 g dan kaca pembesar. Bahan yang telah dibius dengan phenoxy etanol dengan
digunakan dalam penelitian yaitu, larutan dosis 0,1 ml/L air.
Karakter morfometrik yang diukur
dalam penelitian ini merujuk pada metode
Allen & Cross (1980) dengan beberapa
modifikasi dan tambahan yang dilakukan
oleh Musthofa & Kadarini (2012). Ciri-ciri
tersebut meliputi, SL = panjang standar, TL
= panjang total, HL = panjang kepala, HD
= tinggi kepala, SNL = panjang moncong,
ED = diameter mata, LUJ = panjang
Gambar 1. Parameter Morfometrik Ikan
rahang atas, LLJ = panjang rahang bawah,
Pelangi Merah (Musthofa & Kadarini 2012)
BD = tinggi badan, LCP = panjang batang
ekor, DCP = tinggi batang ekor, PDL1 =
Semua karakter morfometrik yang
panjang sebelum sirip punggung 1, PDL2 =
diperoleh dibandingkan dan dipersentasekan
panjang sebelum sirip punggung 2, PVL =
dengan panjang standar (SL). Pengukuran
panjang sebelum sirip perut, PAL = panjang
karakter meristik meliputi, NDF1 = jumlah
sebelum sirip dubur, LDB1 = panjang dasar
sirip punggung 1, NDF2 = jumlah sirip
sirip punggung 1, LDB2 = panjang dasar
punggung 2, NFC = jumlah sirip ekor, NPF
sirip punggung 2, LAB = panjang dasar sirip
= jumlah sirip dada, NVF = jumlah sirip
dubur, LPF = panjang sirip dada, LVF =
perut, NAF = jumlah sirip dubur. Data
panjang sirip perut, LCF = panjang sirip
dianalisis menggunakan Analisis
ekor, LDF1 = panjang sirip punggung 1,
KomponenUtama (PCA) dengan program
LDF2 = panjang sirip punggung 2, LAF =
minitab 15, Analisis perbandingan karakter
panjang sirip dubur, LMCF = panjang sirip
meristik, dan Analisis hubungan panjang-
ekor bagian tengah (Gambar 1).
berat dengan program Microsoft Excel 2007.

114
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan pelangi normal dan ikan pelangi


Morfologi Ikan Hasil Persilangan abnormal memiliki kesamaan morfologi,
Berdasarkan pada ciri morfologi ikan antara lain mata yang sehat, tipe mulut
yang diamati secara visual, terlihat bahwa terminal, 2 sirip punggung, sepasang sirip
sampel ikan hasil persilangan terbagi dada dan perut, serta sirip ekor yang
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok bercagak.Ikan hasil persilangan abnormal
ikan normal dan abnormal (perot) (Gambar memiliki bentuk tubuh serupa dengan induk
2). Ikan pelangi abnormal hasil persilangan betinanya, yaitu ikan pelangi merah
memiliki pola warna lebih bervariasi, abnormal. Hal ini membuktikan, bahwa
panjang tubuh dan batang ekor lebih pendek keabnormalan ikan diturunkan dari induk
daripada ikan pelangi normal, namun ke anaknya melalui efek maternal genetik.
memiliki mulut membengkok ke bawah, Keabnormalan bentuk tubuh ikan
lebar dan tinggi kepala serta tinggi badan merupakan salah satu variasi fenotip.
lebih besar. Tinggi badan yang besar Fenotip merupakan ciri penampakan fisik,
merupakan indikasi dari bagian perut yang anatomi, fisiologi, serta perilaku suatu
membulat dan bagian punggung yang lebih organisme yang dipengaruhi genotip dan
menonjol ke atas, sehingga saat ikan lingkungan (Campbell 2003).
abnormal tersebut berenang terlihat seperti
ikan mati (Tabel 1).

A B C

1 cm 1 cm 1 cm

D E

1 cm 1 cm

F G

1 cm 1 cm
(Foto: Rio Adhitia 2014)
Gambar 2. Ikan Pelangi Hasil Persilangan F1, (A-C) Kelompok ikan normal, (D-G)
Kelompok ikan abnormal, (A, D, E) Ikan jantan, (B, C, F, G) Ikan betina
115
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

Tabel 1. Perbedaan karakter morfologi ikan hasil persilangan


Karakter Ikan Normal Ikan Abnormal
Pola Warna Sedikit variasi Banyak variasi
Panjang Tubuh 6,5-7,2 cm 4,8-5,1 cm
Tinggi Badan 1,8 cm 1,8-2 cm
Lebar Kepala 1,2-1,5 cm 1,3 cm
Tinggi Kepala 0,8-1 cm 0,6 cm
Panjang Batang Ekor 0,9-1 cm 0,3-0,4 cm

Berdasarkan pola warna tubuhnya, tubuh bagian depan abu-abu kebiruan


ikan hasil persilangan memiliki pola warna dengan bagian belakang oranye kemerahan.
mirip dengan ikan induknya (ikan pelangi Tubuh betina memiliki garis gelap mid-
boesemani jantan dan ikan pelangi merah lateral yang luas disertai warna kuning
abnormal betina) (Gambar 2). Ikan normal kemerahan (Tappin 2010). Pada ikan
jantan hasil persilangan memiliki warna pelangi merah betina warna tubuhnya hijau
oranye hingga kemerahan, mirip dengan kekuningan hingga kecoklatan, sangat
warna induk jantannya. Ikan abnormal berbeda dengan ikan pelangi merah jantan
jantan memiliki warna hijau kekuningan, yang memiliki warna tubuh merah cerah
dengan mid lateral berwarna biru dan oranye hingga keperak-perakan di bagian kepala
kemerahan, serta sirip berwarna merah. dan kedua sisinya (Allen 2001).
Ikan betina (normal dan abnormal) Perbedaan pola warna dapat
memiliki warna hijau kekuningan yang lebih disebabkan oleh gen, pakan, dan kondisi
pucat daripada induk betinanya. lingkungan. Kondisi lingkungan dapat
Menurut Djamhuriyah & Carman mempengaruhi fisiologi sel pigmen sehingga
(2006), ikan persilangan antara ikan pelangi memunculkan perubahan formasi pola
boesemani jantan dan ikan pelangi merah pigmen pada tubuh ikan. Kondisi cahaya
betina memiliki kombinasi warna baru yang yang terang akan memberikan penampilan
lebih menarik. Sebanyak 85% ikan hasil warna yang terbaik dan lebih menarik pada
persilangan cenderung memiliki warna ikan pelangi merah (Djamhuriyah et al.
tubuh hijau pada arah kepala, dan warna 2005). Kandungan pakan juga dapat
jingga terang ke arah posterior. Sebanyak mempengaruhi pola warna tubuh ikan.
15% lainnya memiliki kombinasi warna Hasil penelitian Nurbaety (2012),
intermediet pada ikan betina pelangi merah menunjukkan bahwa penambahan tepung
dan pelangi boesemani. udang rebon dapat meningkatkan kualitas
Pada umumnya, ikan warna pada ikan pelangi kurumoi.
pelangiboesemani jantan memiliki warna

116
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

Secara genetik, pola warna tubuh pelangi induk dan anakan jantan normal
ikan juga merupakan fenotip yang sifatnya maupun abnormal, memiliki warna tubuh
diturunkan. Gen yang bertanggung jawab lebih cerah daripada ikan betina. Hal ini
terhadap variasi pola warna pada ikan, berarti ikan pelangi memilki sifat
adalah gen tyrosinase (Tyr). Gen tyrosinase dikromatisme seksual. Dikromatisme
secara spesifik bertanggung jawab terhadap seksual merupakan sifat seksualitas
sintesis enzim tirosinase yang merupakan sekunder berdasarkan perbedaan warna
kunci utama sintesis melanocyte(Sembiring et tubuh jantan dan betina, selain
al. 2013). Menurut Boonanuntanasarn et al. menggunakan ciri seksualitas primer (organ
(2004), mutasi gen tyrosinase menyebabkan reproduksi). Menurut Tappin (2010),
defisiensi pigmentasi pada retina dan kulit umumnya ikan pelangi jantan memiliki
embrio pada ikan rainbow trout. Mutasi gen warna lebih cerah dibandingkan dengan
tyrosinase diduga terjadi akibat proses ikan betina.
rekombinasi selama meiosis. Proses tersebut
menyebabkan anakan memiliki kombinasi Analisis Morfometrik
gen berbeda dari induknya, dan dapat Studi morfometrik dan meristik
menghasilkan alel kimerik yang baru. Hasil merupakan salah satu cara untuk melihat
penelitian Sembiring et al. (2013), pengelompokan populasi ikan, selain untuk
melaporkan bahwa secara genotip, koefisien identifikasi (Nasution et al. 2004). Hasil
kemiripan warna antara induk dan anakan Analisis Komponen Utama menunjukkan
pada ikan hias klon biak (Amphiprion adanya perbedaan kelompok ikan dalam
percula), menunjukkan 50% dipengaruhi satu populasi ikan hasil persilangan, yaitu
oleh gen induk. Hal ini terjadi karena ikan jantan (normal-abnormal) dan ikan
adanya perbedaan jumlah nukleotida yang betina (normal-abnormal). Hal ini
mengkode gen Tyr antara induk dan anakan ditunjukkan dari adanya kolerasi antara
pada ikan klon biak. ikan jantan normal dan betina normal, serta
Pada ikan pelangi, warna tubuh juga ikan jantan abnormal dan betina abnormal
mengindikasi jenis kelamin ikan. Ikan (Gambar 3).

117
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

0.5

0.4

0.3 IVV I
LAB:SL PAL:SL
0.2
Second Component

0.1 Ik an Jantan Normal


PVL:SL Ik an Betina Normal PDL2:SL TL:SL
0.0
Ik an Betina Abnormal
PDL1:SL
Ik an Jantan Abnormal
-0.1

-0.2
IVV II
HL:SL
-0.3

-0.4
BD:SL

-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
First Component

Gambar 3. Grafik Analisis Komponen Utama, penyebaran karakter morfometrik dari ikan
jantan dan betina (normal-abnormal)

Hasil analisis ini juga menunjukkan normal dicirikan dari rasio panjang total
penyebaran dari setiap karakter yang diuji. (TL), panjang sebelum sirip punggung 1
Matriks data yang terlihat menunjukkan (PDL1), panjang sebelum sirip perut (PVL),
kedekatan suatu karakter dengan karakter panjang sebelum sirip punggung 2 (PDL2),
lainnya (Gambar 3). Pada karakter panjang panjang sebelum sirip dubur (PAL) dan,
sebelum sirip punggung 1 terhadap panjang panjang dasar sirip dubur (LAB). Kelompok
standar (PDL1:SL) terlihat bahwa ikan ikan abnormal dicirikan dengan rasio
jantan normal memiliki hubungan yang panjang kepala (HL), serta tinggi badan
sangat erat dengan ikan betina abnormal (BD) (Gambar 3).
karena terletak pada satu kuadran, yaitu Nilai komponen koefisien masing-
kuadran I. Pada karakter panjang kepala masing kelompok ikan memiliki tanda
terhadap panjang standar (HL:SL) terlihat negatif dan positif pada setiap variabel. Hal
bahwa ikan jantan abnormal memiliki ini menunjukkan adanya variasi bentuk
hubungan yang sangat erat dengan ikan antar variabel, yaitu ikan jantan (normal-
betina abnormal karena terletak juga pada abnormal) dan betina (normal-abnormal).
satu kuadran, yaitu kuadran II. Menurut Doherty & McCarthy (2004),
Selain melihat penyebaran dan apabila komponen koefisien memiliki tanda
kedekatan karakter, analisis ini dapat yang sama (positif semua atau negatif
menunjukkan ciri di antara kelompok ikan semua), hal ini mengindikasikan adanya
normal dan abnormal. Kelompok ikan variasi ukuran tubuh ikan. Komponen yang
118
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

memiliki kedua tanda (positif dan negatif), ikan, seperti jari-jari sirip dan sisik. Kisaran
mengindikasikan adanya variasi bentuk nilai karakter meristik ikan hasil persilangan
tubuh ikan. Hal-hal ini terlihat dari ciri pada penelitian ini tidak berbeda jauh
morfologiikan hasil persilangan tersebut. dengan yang dikemukakan oleh beberapa
Ikan abnormal memiliki bentuk tubuh relatif peneliti terdahulu, yaitu karakter meristik
lebih pendek daripada normal, bentuk ikan persilangan antar ikan pelangi merah
kepala dan lebar tubuh terlihat lebih besar, abnormal, dan ikan induk, yaitu ikan
dan jarak antar sirip lebih pendek. pelangi boesemani dengan ikan pelangi
Perbedaan rasio karakter merah (Tabel 1).
morfometrik antara ikan hasil persilangan Hal ini membuktikan, bahwa
tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan keabnormalan tidak berpengaruh besar
spesies, umur, dan jenis kelamin (Affandi et terhadap karakter meristik, dan karakter
al. 1992). Keabnormalan induk ikan meristik merupakan fenotip yang
menyebabkan variasi genetik pada diturunkan. Perbedaan jumlah jari-jari sirip
anakannya, sehingga mempengaruhi fenotip ikan pada penelitian ini dengan kepustakaan
yang dihasilkan (pola warna, bentuk, lain menjelaskan adanya variasi spesies,
morfometrik dan meristik tubuh ikan). ataupun faktor lingkungan yang
Fenotip dipengaruhi oleh genetik dan mempengaruhinya.
lingkungan. Pada proses budidaya ikan, Karakter morfometrik dan meristik
faktor lingkungan diduga tidak memiliki dalam penandaan populasi lebih
pengaruh besar terhadap rasio morfometrik, dipengaruhi oleh faktor genetik (isolasi
karena dianggap berasal dari habitat dengan reproduktif) daripada faktor lingkungan
faktor lingkungan yang sama (Widiyanto (Fitriadi 2013). Menurut Smith et al. (2002),
2008). karakter meristik memiliki dasar genetik,
Variasi genetik suatu populasi yang namun komponen lingkungan (suhu,
bereproduksi secara seksual, dapat berasal salinitas, oksigen, pH, dan makanan) dapat
dari 4 sumber yaitu pemilahan independen memodifikasi ekspresi karakter tersebut
dari kromosom-kromosom homolog pada selama perkembangan larva, sehingga
saat meiosis I, pemindahan silang antara lingkungan dapat mempengaruhi sifat
kromosom-kromosom homolog pada saat keturunan.
profase I, fertilisasi random satu sel telur Hubungan Panjang-Berat Ikan Hasil
oleh satu sel sperma dan mutasi. Hal-hal Persilangan
tersebut dapat mengubah susunan suatu gen Variasi hubungan panjang-berat pada ikan
yang dibawa oleh setiap anggota populasi secara individu maupun kelompok dapat
(Campbell 2002). menunjukkan informasi kegemukan,
Analisis Perbandingan Karakter Meristik kesehatan, produktivitas, dan kondisi
Meristik merupakan karakter yang fisiologis, sebagai indikasi pola pertumbuhan
terkait dengan jumlah bagian tubuh dari ikan (Mulfizaret al. 2012).

119
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

Tabel 2. Karakter meristik ikan hasil penelitian dan berbagai literatur


MK AC WdB
Objek Penelitian
(2012) (1980) (1922)
Meristik JN JA BN BA JN JA PB PM
NDF1 I. 4-5 I. 4-5 I. 4-5 I. 4-5 I.4-5 I.4-6 IV-V1. IV-V
NDF2 I. 11-13 I. 10-13 I. 11-14 I. 11-13 I.8-11 I.9-11 10-14 I. 9-10
NCF 17-18 12-18 17-18 16-17 18-21 18-20 - -
NPF 12-15 12-16 12-14 12-14 9-11 9-11 13-16 I. 14
NVF I. 4-5 I. 5 I. 5-6 I. 5-6 I.5-6 I.4-6 - I. 5
NAF I. 21-24 I. 21-23 I. 19-22 I. 19-22 I.19-21 I.18-21 I. 17-23 I. 20-23

Keterangan: MK (Mustofa & Kadarini), AC (Allen & Cross), WdB (Weber & de Beaufort), JN
(Jantan Normal), JA (Jantan Abnormal), BN (Betina Normal), BA (Betina Abnormal), PB (Ikan
Pelangi Boesemani), PM (Ikan Pelangi Merah)

Hasil analisis hubungan panjang-berat, dapat bersifat sementara contohnya, kematangan


diketahui nilai b pada ikan jantan normal sebesar gonad.
3,497, sedangkan pada ikan jantan abnormal Ikan jantan normal menunjukkan nilai
sebesar 1,512 (Gambar 4).Nilai b pada ikan b>3, artinya pertumbuhan bersifat allometrik
betina normal 2,474, dan pada ikan betina positif. Sifat tersebut menunjukkan bahwa
abnormal sebesar 2,921 (Gambar 5). Hal ini pertumbuhan bobot lebih cepat dari pada
berarti pertumbuhan ikan jantan dan betina pertumbuhan panjang. Pada ikan jantan
(normal maupun abnormal) tidak bersifat abnormal, betina normal dan betina abnormal,
isometrik (b≠3). Pertumbuhan isometric adalah memiliki nilai b<3, artinya pertumbuhan bersifat
perubahan terus-menerus secara proposional allometrik negatif. Sifat tersebut menunjukkan
dalam tubuh ikan. Pertumbuhan allometrik bahwa pertumbuhan panjang tidak diikuti
adalah perubahan yang tidak proposional dan dengan pertumbuhan bobot (Gambar 4 & 5)
(Effendie 1997; Mulfizaret al. 2012.

120
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

6
y = 0,004x3,497
5
JANTAN NORMAL
4
y = 0,231x1,512 JANTAN ABNORMAL
3
Power (JANTAN
2 NORMAL)
Power (JANTAN
1
ABNORMAL)

0
0 2 4 6 8

Gambar 4. Hubungan panjang-berat ikan jantan normal dan abnormal

7
y = 0,030x2,474
6 BETINA NORMAL

5
BETINA ABNORMAL
4
y = 0,022x2,921 Power (BETINA
3
NORMAL)
2
Power (BETINA
1 ABNORMAL)

0
0 2 4 6 8 10

Gambar 5. Hubungan panjang-berat ikan normal dan ikan abnormal

Analisis hubungan panjang-berat juga faktor pembatas kehidupan ikan, menentukan


dapat mengindikasi faktor kondisi perairan bagi tingkat stres ikan, dan pemicu dalam
suatu populasi ikan. Semakin besar nilai b, pemijahan. Ikan pelangi merah menyukai
maka semakin baik kondisi lingkungan perairan perairan dengan kisaran suhu 21-28°C dan
bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan kisaran pH 6,5-8,5; adapunikan pelangi
(Mulfizar et al. 2012). Faktor utama kualitas air boesemani menyukai perairan dengan kisaran
yang mempengaruhi pertumbuhan dan suhu 21-25°C dan kisaran pH 7-8 (Kuncoro
perkembangan ikan adalah suhu air dan pH. 2011).
Ikan yang dianalisis disimpan dalam Pada umumnya, nilai b dipengaruhi oleh
akuarium yang memiliki suhu air berkisar24,5- kondisi fisiologis dan lingkungan yaitu, suhu,
25,3 °C dan pH 7. Suhu air dan pH adalah pH, salinitas, perilaku, letak geografis, teknik

121
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

sampling, perkembangan gonad, dan bersifat allometrik positif, sedangkan ikan


ketersediaan pakan (Mulfizar et al. 2012). Hasil jantan abnormal dan ikan betina
penelitian ini menunjukkan bahwa ikan betina (normalmaupunabnormal) bersifat allometrik
normal, ikan betina abnormal, dan ikan jantan negatif.
abnormal membutuhkan kondisi perairan yang
berbeda untuk pertumbuhan masing-masing DAFTAR PUSTAKA
ikan pelangi tersebut. Nilai b yang rendah pada Allen GR, Cross. 1980. Description of Five New

ikan betina (normalmaupunabnormal) dan ikan Rainbowfishes (Melanotaeniidae) from New

jantan abnormal juga dapat berhubungan Guinea Rec. West. Aust. Mus 8(3):337-396.
Allen GR. 2001. A New Species of Rainbowfish
dengan alokasi energi untuk reproduksi
(Glossolepis: Melanotaeniidae) from Irian
(perkembangan ovary ataupun kematangan
Jaya. Indonesia. Fishes of Sahul. J of Aust New
gonad), pertumbuhan, dan pergerakan, karena
Guinea Fish Assoc 13(3):766-775.
ikan abnormal cenderung memiliki pergerakan Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono.
pasif. 1992. Ikhtiologi, Suatu Pedoman Kerja
Laboratorium. IPB.
SIMPULAN Boonanuntanasam SG, Yoshizaki KI, Takeuchi T.
Morfologi ikan hasil persilangan ikan 2004. Molecular cloning, gene expression in

pelangi boesemani dan ikan pelangi merah albino mutants and gene knockdown studies
of tyrosinase mRNA in tainbow trout.
menunjukkan perbedaan bentuk tubuh antara
Pigment Cell Res, 17:413-421.
ikan normal dan ikan abnormal seperti, pola
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi
warna, panjang tubuh, tinggi badan, lebar dan
Edisi Kelima, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
tinggi kepala, serta panjang batang ekor. Pola
Djamhuriyah SS, Carman O. 2006. Variasi
warna ikan hasil persilangan mirip dengan ikan Penampilan Ikan Pelangi Irian (Famili
induknya,namunmemiliki variasi warna yang Melanotaeniidae) Hibrida. Aquacult Indo 7(2):
lebih beragam. 115-121.
Hasil analisis morfometrik antara Djamhuriyah SS, Supyawati WD, Noortiningsih.

kelompok ikan normal dan abnormal 2005. Pengaruh Jenis Pakan dan Kondisi
Cahaya Terhadap Penampilan Warna Ikan
menunjukkan perbedaan nyata pada hampir
Pelangi Merah, Glossolepis incices Jantan.
setiap karakter yang diuji, akibat perbedaan
Jurnal Iktiologi Indonesia 5(2): 61-67.
bentuk tubuh ikan. Kisaran nilai setiap karakter
Doherty D, Mccarthy TK. 2004. Morphometric and
meristik tidak berbeda jauh dengan yang
Meristic Characteristics Analyses of Two
dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu. Western Irish Populations of Arctic char,
Hasil analisis hubungan panjang-berat Salvelinus alpinus (l.). J of Bio and Env: Proc of
menunjukkan keabnormalan mempengaruhi The Royal Irish Acad 104b(1): 75-85.
pertumbuhan ikan pelangi, karena adanya Fitriadi AF. 2013. Morfometrik dan Meristik Ikan

pengurangan ukuran tubuh ikan abnormal Parang Parang (Chirocentrus dorab Forsskal,

dibandingkan dengan ikan normal. Analisis 1775) Di Perairan Bengkalis [Skripsi].


Pekanbaru. Universitas Riau. Pekanbaru.
hubungan panjang-berat ikan jantan normal

122
Irsyah Afini/ Unnes Journal of Life Science 3 (2) (2014)

Effendie MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Nurbaety AT. 2012. Peningkatan Warna Ikan
Dewi Sri. 111 hal. Rainbow Kurumoi (Melanotaenia sp.) Melalui
IUCN. 2013. The IUCN Red List of Threatened Penambahan Tepung Udang Rebon Pada
Species (M. boesemani&G. incisus) Pelet Komersil [Skripsi]. Bogor: Sekolah
http://www.iucnredlist.org/details/13058/0&htt Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
p://www.iucnredlist.org/details/full/9268/0 [30 Smith PJ, McMillan PJ, Bull B, McVeagh SM,
Maret 2014]. Gaflhey PM, & Chow S. 2002. Genetic and
Kadarusman, Sudarto E, Paradis dan Pouyaud L. Meristic Variation in Black and Smooth
2010. Description of Melanotaenia fasinensis, A Oreos in the New Zealand Exclusive
New Species of Rainbowfishes Economic Zone. J. Mar. Freshw. Res 36: 737-
(Melanotaeniidae) from West Papua, 750.
Indonesia with Comment on The Sembiring SBM, Setiawati KM, Hutapea JH,
Rediscovery of M. ajamaruensis and The Subamia W. 2013. Pewarisan Pola Warna
Endangered Status of M. Parva. Cybium Ikan Klon Biak, Amphiprion percula. Jurnal
34(2):207-215. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 5(2): 343-
Kuncoro EB. 2011. Sukses Budi Daya Ikan Hias Air 351.
Tawar. Yogyakarta: Lily Publisher. Robisalmi A, Listiyowati N, Aryanto D. 2010.
Lesmana DS, Daelami D. 2009. Panduan Lengkap Evaluasi Keragaan Pertumbuhan dan Nilai
Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta: Penebar Heterosis Pada Persilangan Dua Strain Ikan
Swadaya. Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum
Mulfizar, Muchlisin ZA, Dewiyanti I. 2012. Inovasi Teknologi Akuakultur 553-559.
Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Syamsiah H. 2001. Karakteristik Morfometrik dan
Tiga Jenis Ikan yang Tertangkap di Perairan Meristik Benih Ikan Hibrida Antara Ikan
Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Mas Betina (Cyprinus carpio L.) dan Ikan
Depik Jurnal 1(1): 1-9. Nilem Jantan (Osteochilus hasselti C.V.)
Musthofa S, Kadarini T. 2012. Abnormalitas [Skripsi]. Bogor. IPB. Bogor.
Morfologi Tubuh Ikan Pelangi Merah, Tappin AR. 2010. Rainbowfishes: Their Care &
Glossolepis incices Dari Hasil Budidaya. Keeping In Captivity. Art Publication:
Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Australia. 493 pages.
Perikanan dan Kelautan; Universitas Gadjah Widiyanto IN. 2008. Kajian Pola Pertumbuhan dan
Mada, Yogyakarta 1-7. Ciri Morfometrik-Meristik Beberapa Spesies
Nasution SH, Sulistiono, Sjafei DS, Haryani GS. Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea) Di
2004. Variasi Morfologi Ikan Endemik Perairan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa
Rainbow Selebensis (Telmatherina celebensis Barat [Skripsi]. Bogor. IPB. Bogor.
Boulenger) Di Danau Towuti, Sulawesi
Selatan. Jurnal Akuakultur Indonesia 3(2): 5-11.

123

Anda mungkin juga menyukai