Anda di halaman 1dari 67

MUJAROBAT DARI AYAT AL-QUR’AN

(STUDI ATAS KITAB ‫ّفتح امللكّّاجملي ّد املؤلف لنف ّع العبي ّد و قم ّع كلّّجبّارّعني ّد‬
KARYA SYEKH AHMAD DAIROBI AL-KABIR)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :
ILDA NURIS SAPITRI
NIM: 1113034000143

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H/2020 M.
MUJAROBAT DARI AYAT AL-QUR’AN

(STUDI ATAS KITAB ‫ّفتح امللكّّاجملي ّد املؤلف لنف ّع العبي ّد و قم ّع كلّّجبّارّعني ّد‬
KARYA SYEKH AHMAD DAIROBI AL-KABIR)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :
ILDA NURIS SAPITRI
NIM: 1113034000143

Pembimbing:

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H/2020 M.
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul MUJAROBAT DARI AYAT AL-QUR’AN


(STUDI ATAS KITAB FATḤUL MULK AL-MAJĪD AL-MUALLAF LI
NAF’IL ‘ABID WA QAM’I KULLI JABBĀRIN ‘ANĪD KARYA
SYEKH AḤMAD DAIRABI AL-KABĪR) telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2020. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama
(S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 1 Oktober 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M. Ag Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH


dcNIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,
Penguji I, Penguji II,

Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A Drs. Harun Rasyid, M. Ag


NIP. 19780424 201503 1 001 NIP. 19600902 198703 1 001

Pembimbing,

Dr. Eva Nugraha, M. Ag


NIP. 19710217 199803 1 002
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda di bawah ini:


Nama : Ilda Nuris Sapitri
NIM : 1113034000143

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “MUJAROBAT


DARI AYAT AL-QUR’AN (STUDI ATAS KITAB FATḤUL MULK
AL-MAJĪD AL-MUALLAF LI NAF’IL ‘ABID WA QAM’I KULLI
JABBĀRIN ‘ANĪD KARYA SYEKH AHMAD DAIROBI AL-
KABIR)” adalah benar merupakan karya pribadi dan tidak melakukan
plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam
penyusunan karya ini telah penulis cantumkan sumber kutipannya dalam
skripsi. Penulis bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini
sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Ciputat, 27 Agustus 2020

Ilda Nuris Sapitri


1113034000143
ABSTRAK

ILDA NURIS SAPITRI


Mujarobat Dari Al-Qur’an (Studi Atas Kitab Fatḥul Mulk Al-Majīd
Al-Muallaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbārin ‘Anīd Karya
Syekh Ahmad Dairobi Al-Kabir)

Al-Qur’an adalah wahyu Allah swt., yang diturunkan kepada nabi


Muhammad saw. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur, salah satunya
ketika ada suatu permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh nabi
Muhammad saw, maka dari itu al-Qur’an sebagai petunjuk untuk umat
manusia. Selain petunjuk, al-Qur’an juga hadir sebagai penenang dan
penyembuh jiwa. Tenangnya jiwa sebagian akan terlihat dari sehatnya
jasmani, namun tidak semua sehatnya jasmani merasakan tenangnya jiwa,
akan tetapi pada dasarnya hal itu merupakan satu kesatuan jika
membicarakan manusia seutuhnya. Disini penulis menemukan ayat al-
Qur’an digunakan sebagai penyembuh jasmani, namun apakah benar ayat
al-Qur’an yang digunakan sudah sesuai dengan makna utamanya ? Hal
inilah yang menjadi dasar atas tujuan dari penulis, apakah ayat al-Qur’an
yang digunakan sesuai dengan keutamaan maknanya ?

Penulis menemukan buku karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir yang


berisikan amalan-amalan, wirid, rajah serta azimat dengan menggunakan
ayat al-Qur’an. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis
deskriptif yang nantinya akan dianalisa, penulis menggunakan data primer
yaitu dari Kitab Mujarobat karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir lalu
dikomparasikan dengan data sekunder yaitu dari mufasir Ibnu Katsīr dan
Ibnu Jarīr ath-Thabarī.

Berdasarkan analisa data yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan


bahwa ayat al-Qur’an pada kitab Mujarobat baik berupa dibaca maupun
ditulis beberapa kali, tidak sepenuhnya selaras dengan keutamaan ayat
tersebut, namun hanya ada satu kata dalam ayat tersebut yang dapat di
benarkan dalam penggunaannya. Pada akhirnya, bagi pembaca yang ingin
melakukan amalan pada kitab Mujarobat tersebut sah-sah saja, karna hal ini
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir
yakni jika Allah swt menghendaki.

Kata kunci: Obat, Mujarobat.

i
KATA PENGANTAR

‫يم‬ ‫ٱلرحْ َٰم ِن ه‬


ِ ‫ٱلر ِح‬ ‫ٱَّلل ه‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ‫ِب‬

Puji syukur kehadirat Allah swt., yang telah memberikan nikmat sehat
dan akal untuk senantiasa bertasbih kepada Allah swt., mudah-mudahan
keberkahanpun selalu senantiasa bersamai kita semua. Șalawat serta salam
semoga selalu terlimpah curahkan kepada nabi Muhammad saw, nabi yang
akan memberikan syafa’at untuk orang yang senantiasa berșalawat
kepadanya, juga doa untuk keluarga nabi, sahabat nabi, dan para
pengikutnya sampai akhir nanti.
Alḥamdulillah, atas izin Allah swt., penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini ada karna keterlibatan berbagai pihak
yang jika tanpanya penulisan ini tidak akan terwujud. Begitupun dengan
dorongan keluarga yang selama ini terus mendukung dan mendoakan.
Kepada seluruhnya ucapan terima kasih ini akan selalu terucap dari hati ini.
Dengan berbagai ujian dan cobaan yang hadir, akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan dengan bantuan limpahan karunia-Nya, juga penulisan
ini dapat teratasi sampai akhir berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ungkapan rasa terima kasih
yang sedalam-dalamnya akan selalu tersampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir, juga selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah membuka
wawasan serta membimbing sampai akhir. Ucapan terimakasih saja
tidak cukup untuk menggantikan jasa-jasa yang telah diberikan, akan

ii
tetapi lantunan doa terbaik akan selalu terpanjatkan, mudah-mudahan
selalu sehat dan dalam keberkahan Allah swt.,
4. Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir beserta segenap jajaran pengurus Fakultas Ushuluddin yang
telah banyak membantu mempermudah proses administrasi dalam
perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.
5. Moh. Anwar Syarifuddin, MA, selaku penasihat akademik yang telah
membantu selama dalam masa perkuliahan.
6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, terkhusus jurusan Tafsir Hadis yang dengan ikhlas dan tulus
serta penuh sabra dalam mencurahkan upaya serta mendidik selama ini.
7. Kedua orang tua tercinta Idan Saehuddin dan Nurhayati yang selalu
mengirimkan doa kepada penulis skripsi ini. Terimakasih untuk kasih
sayang yang tak pernah lepas dari sejak lahir hingga dewasa. Mohon
maaf atas kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat, semoga senantiasa
dalam lindungan Allah swt.,
8. Kakakku tercinta Ima Nuris Hafiani yang telah membiayai selama
perkuliahan dan keperluan lainnya, mudah-mudahan apa yang telah
diberikan menjadikan tabungan pahala.
9. Suami tercinta Cep Ridwan Aulia yang telah memberikan dukungan
penuh, mudah-mudahan Allah swt., senantiasa melancarkan setiap
urusannya.
10. Seluruh keluarga RZ di Garut yang selalu memberikan semangat serta
motivasi dan meyakinkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Kawan-kawan dan teman seperjuangan yang tak bisa disebutkan
semua, serta keluarga besar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2013.
12. Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa dan Federasi
Olahraga Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah sebagai sarana aktifitas

iii
dan kreasi selama perkuliahan, terimakasih atas pengalaman yang telah
diberikan.
Akhir kata, dalam penulisan skripsi ini pastinya masih terdapat banyak
kekurangan dan bahkan tidak menutup kemunginan di dalamnya masih
terdapat banyak kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran
akan selalu penulis terima agar lebih baik lagi untuk kedepannya. Semoga
skripsi ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi
penulis sendiri. Semoga Allah swt., selalu memberkahi dan membalas
semua kebaikan kepada pihak-pihak yang turut serta membantu. Ᾱmīn yā
Rabb al-Ᾱlamīn.

Ciputat, 27 Agustus 2020


Hormat Saya

Penulis

iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987

1. Pandanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ṡ es dengan titik atas

‫ج‬ j je

‫ح‬ ḥ ha dengan titik bawah

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ Ż zet dengan titik atas

‫ر‬ r er

‫ز‬ z zet

v
‫س‬ s es

‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ ṣ es dengan titik bawah

‫ض‬ ḍ de dengan titik bawah

‫ط‬ ṭ te dengan titik bawah

‫ظ‬ ẓ zet dengan titik bawah

‫ع‬ ‘
koma terbalik di atas hadap
kanan

‫غ‬ gh ge dan ha

‫ف‬ f ef

‫ق‬ q qi

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

vi
‫ه‬ h ha

‫ء‬ “ apostrof

‫ي‬ y ye

2. Vokal
Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vocal tunggal dan vokal rangkap.
Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ﹷ‬ a fatẖah

‫ﹻ‬ i kasrah

‫ﹹ‬ u ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:


Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ﹷي‬ ai a dan i

‫ﹷو‬ au a dan u

3. Vocal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫َي‬ Ā a dengan topi di atas

vii
ْ‫يِي‬ Ī I dengan topi di atas

‫ىُْو‬ Ū u dengan topi di atas

4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti
huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-
syamsiyyah, al-rijâl bukan ar-rijâl.
5. Syaddadah (Tasydῑd)
Huruf yang ber-tasydîd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-

turut, seperti ‫السنَّة‬


ٌ = al-sunnah.
6. Ta Marbūṭah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika
tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,
jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialih aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ْ‫ضةٌْاألَط َف ِال‬
َ ‫َرو‬ Rauḍah al-aṭfāl

2 ِ ‫امل ِدي نَةٌْال َف‬


ٌ‫اضلَْة‬ Al-madīnah al-fāḍilah
َ
3 ٌ‫احلِك َم ْة‬ Al-ḥikmah

viii
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan
Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-
Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara
terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan
diatas:
Kata Arab Alih Aksara

‫ات‬ ِ
َ ‫ض‬َ ‫تَبْ تَغ ْي َم ْر‬ tabtagī marḍāta

ِ ِ
ْ ‫ََتلَّةَ اَْْيَانك‬
‫ٌم‬ taḥillata aimānikum

ix
‫اَْزَو ِاج ِه َح ِديْثًا‬ azwājihī ḥadīṡā

‫ي‬ ِِ ِ ‫و‬
َ ْ ‫صال ُح الْ ُم ْؤمن‬
ََ wa ṣāliḥu al-mu`minīn

‫ِمنْ ُك َّن ُم ْسلِمت‬ mingkunna muslimātin

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialih
aksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad
Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fazl al-Rahmān.
9. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt, Subḥȃh wa ta’ȃlȃ
Saw, Ṣalla Allȃh ‘alaih wa sallam
QS. Quran Surah
M Masehi
H Hijriyah
w. Wafat

x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………...…… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………… iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………...… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1
B. Permasalahan …………………………………………………… 4
1. Identifikasi Masalah ………………………………………… 4
2. Pembatasan Masalah ………………………………………… 5
3. Rumusan Masalah …………………………………………… 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………….. 5
D. Tinjauan Pustaka ………………………………………………… 6
E. Metodologi Penelitian ……………………..…………………… 13
1. Jenis Penelitian …………………………….………….…… 13
2. Sumber Data ……………………………………………..… 13
F. Teknik Penulisan ……………………………………………..… 13
G. Sistematika Penulisan ………………………………………..… 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AL-QUR’AN
A. Al-Qur’an …………………………………………………….… 15
1. Pengertian al-Qur’an ………………………………….…… 15
2. Fungsi dan Manfaat al-Qur’an ………………………..…… 18
B. Bentuk-Bentuk Pengobatan Menggunakan Ayat al-Qur’an ….... 19
1. Ruqyah …………………………………………………..… 19
2. Bekam ……………………………………………...……… 20
3. Mujarobat ………………………………………………..… 21

xii
BAB III GAMBARAN UMUM BUKU MUJAROBAT
A. Biografi Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir …………………….… 22
1. Sejarah Hidup Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir …………… 22
2. Karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir …………………..… 22
B. Struktur Isi Buku ……………………………………………...… 23
1. Deskripsi Kitab Mujarobat ……………………………….… 23
2. Sistematika Isi Buku ……………………………………..… 23
BAB IV PENGGUNAAN QUR’AN DALAM MUJAROBAT
A. Khasiat dan Penggunaan Basmalah ……………………………. 26
1. Tulisan Basmalah ………………………………………..… 26
2. Bacaan Basmalah ………………………………………..… 27
B. Khasiat dan Penggunaan Surah al-Fatihah …………………...… 28
1. Tulisan al-Fatihah ……………………………………….… 29
2. Bacaan al-Fatihah ………………………………………..… 29
C. Khasiat dan Penggunaan Ayat Kursi ………………………...… 30
1. Tulisan Ayat Kursi ………………………………………… 31
2. Bacaan Ayat Kursi ………………………………………… 31
D. Pandangan Tafsir atas Fadhilah Qur’an ………………………… 32
1. Basmalah ………………………………………………...… 33
2. Al-Fatihah ………………………………………………..… 35
3. Ayat Kursi ………………………………………………..… 41
E. Komparasi Ayat ………………………………………………… 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………...……………………………………… 46
B. Saran-saran ……………………………………………..…….… 48
DAFTAR PUSTAKA

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Allah swt., menurunkan al-Qur’an kepada nabi Muhammad saw., agar
dapat memberikan petunjuk kepada manusia. Turunnya al-Qur’an
merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi
penghuni langit dan bumi.1
Al-Qur’an merupakan panutan bagi seluruh umat manusia, jin dan alam
sekitarnya. Maka al-Qur’an merupakan penuntun atas kekuasaan seseorang
yang telah dipilih oleh Allah swt., yaitu mereka yang mendapat karunia oleh
Allah SWT, berupa akal, pikiran dan kekuasaan. Mukjizat merupakan suatu
kejadian luar biasa yang diberikan kepada para rasul-Nya sebagai karunia
Allah swt., untuk menunjukkan ketentuan-ketentuannya, juga menetapkan
mereka di atas dasar-dasar tertentu, melalui perantara malaikat. Selain itu,
Allah swt., juga mengingatkan manusia, bahwa nabi Muhammad saw.,
adalah utusan-Nya yang telah mendapat dukungan dan bantuan khusus dari-
Nya. Namun apabila suatu perkara itu sudah mendapat dukungan dan
bantuan dari-Nya, niscaya ia akan membendung segala peraturan dan
kebiasaan manusia dan menjadikannya menyerah ketika berhadapan
dengan perkara tersebut.2
Al-Qur’an juga diturunkan kepada nabi Muhammad saw., mengandung
berbagai keistimewaan lainnya, salah satunya ialah dapat memecahkan
persoalan-persoalan kemanusiaan dalam segi ruhani dan jasmani.3 Dengan

1
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 1996) 144.
2
Muhammad al-Mutawalli asy-Sya’rowi, Mukjizat al-Qur’an (Semarang: CV
Morodadi, 1995) 1-2.
3
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Anunur
Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2012), 15.

1
2

kata lain al-Qur’an menyebutkan dirinya sebagai “penyembuh penyakit”,


yang oleh kaum muslimin diartikan bahwa petunjuk yang kandungannya
akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan fisik.4

‫ْي اَِّّل َخ َس ًارا‬ ِّ ِّ‫ونُنَ ِّزُل ِّمن الْ ُقراٰ ِّن ما هو ِّش َف ۤاء َّور ْْحةٌ لِِّّْلم ْؤِّمنِّْي وَل ي ِّزي ُد ال ٰظِّل‬
‫م‬
َْ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ ٌ َ ُ َ ْ َ ِّ َ
“Dan Kami turunkan dari al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (al-
Qur'an itu) hanya akan menambah kerugian.”
Dengan kata lain, al-Qur’an juga merupakan pengingat kita agar
senantiasa menjaga kesehatan dan menjauhi hal-hal yang dapat
menyebabkan penyakit.5 Di dalam al-Qur’an menyebutkan bahwa terdapat
dua jenis penyakit, yaitu penyakit ruhani dan penyakit jasmani. Penyakit
jasmani yaitu penyakit mengenai tubuh yang disebabkan oleh mikroba atau
virus yang menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh oleh satu atau
beberapa organisme. Adapun penyakit ruhani terjadi karena adanya
serangan ruhani dari luar terhadap tubuh dan ruhani menjadi sakit, dan
akhirnya unsur dari luar tersebut mengalahkan dan menguasainya.6 Adapun
metode dalam Islam terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pencegahan dan
penyembuhan.7
Al-Qur’an juga mengingatkan kita agar senantiasa menjaga kesehatan
dan menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit.8
Adapun mengenai pengobatan, Ibnu Qayyim, dalam bukunya yang berjudul

4
Nina Amina, Pendidikan kesehatan dalam al-Qur’an (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), 105.
5
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di, Bacalah al-Qur’an Seolah-Olah Ia Diturunkan
Kepadamu (Jakarta: PT Mizan Publika, 2008) 248.
6
Syekh Riyadh Muhammad Sa Mahah, Dālilul Mu’aliĵin bil Qur’ānil KarĪm,
ter. Irwan Raihan (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007) 20.
7
Muhammad Ibrahim Salim, Berobat dengan Ayat-Ayat Qur’an (Bandung:
Trigenda Karya, 1995) 15.
8
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Bacalah al-Qur’an Seolah-Olah Ia Diturunkan
Kepadamu ( Jakarta: PT Mizan Publika, 2008), 248.
3

Zādul Ma’ād, menyebutkan bahwa pengobatan yang dilakukan nabi


Muhammad saw., terdiri atas tiga macam, yaitu dengan menggunakan obat
alami, obat Ilahi, dan kedua-duanya.9 Beberapa dalil dalam al-Qur’an juga
menerangkan bahwa berbagai penyakit dapat disembuhkan dengan
membaca atau dibacakannya ayat-ayat al-Qur’an, dalam hal ini termasuk
kedalam kategori pengobatan secara ruqyah atau yang dikenal dengan
jampi-jampi, dan ini pernah diajarkan oleh malaikat Jibril kepada nabi
Muhammad saw., ketika nabi Muhammad saw., sedang sakit, maka
datanglah Jibril mendekati tubuh nabi Muhammad saw., kemudian Jibril
membacakan salah satu doa sambil ditiupkan ke tubuh nabi Muhammad
saw., dan seketika itu nabi Muhammad saw., sembuh.10
Untuk mencapai kesehatan tubuh dan keselamatan jiwa, ulama fikih
terkemuka asal Mesir yang bernama Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir telah
membuat sebuah buku yang ia tulis didalamnya berupa amalan-amalan
yang memiliki banyaknya manfaat yang ia dapatkan dari catatan-catatan
yang ditulis oleh para ulama, juga dari beberapa kitab yang agung, dengan
tujuan untuk mendapatkan manfaat darinya yang ia beri judul dalam
kitabnya yaitu Fathul Mulk al-Majid al-Muallaf li Naf’il ‘Abid wa Qam’I
Kulli Jabbarin ‘Anid (Pembuka Kekuatan Allah Sang Maha Agung untuk
kebermanfaatan Hamba dalam Menghadapi Penguasa yang Menindas dan
Keras).
Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir pada bukunya yakni kitab Mujarobat
menjelaskan berbagai khasiat dan manfaat dari ayat al-Qur’an yang
digunakan untuk di jadikan sebagai amalan-amalan, doa-doa al-Qur’an dan
sunah, rajah, wirid, dan azimat. Namun hal ini perlu dianalisa apakah ayat
al-Qur’an yang digunakan sudah sesuai dengan makna utama dari ayat

9
Sayyid Quthb, Keindahan al-Qur’an yang Menakjubkan, 16.
Jalaluddīn al-Suyutī, al-Qur’an al-Syafī, terj. Achmad Sunarto (Semarang: CV.
10

Surya Angkasa 1995) 86.


4

tersebut atau belum dengan mengkomparasikan dengan mufassir Ibnu


Katsīr dan Ibnu Jarīr ath-Thabarī.
Untuk alasan inilah penulis mencoba meneliti amalan-amalan pada
pengobatan / mujarobat dengan menggunakan ayat al-Qur’an yang di
utarakan dalam kitab tersebut, apakah sudah sesuai dengan keutamaan dari
ayat sesungguhnya itu ? Maka, dari sinilah penulis melakukan penelitian ini
dengan melihat dari sudut pandang para mufassir. Agar kita sebagai umat
manusia lebih mengetahui keutamaan dari ayat pada al-Qur’an tersebut.
A. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Telah kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an merupakan kitab suci yang
ketika kita membacanya akan mendapat pahala dari Allah swt., maka
sepatutnya sebagai umat muslim yang taat beragama, ia seharusnya
menjadikan al-Qur’an sebagai pendamping kehidupan sampai akhir zaman
nanti. Fungsi dari al-Qur’an amatnya banyak, kita bisa mendapatkan
petunjuk dari al-Qur’an, karena al-Qur’an memiliki kandungan berupa
petunjuk-petunjuk untuk permasalahan selama di dunia dan di akhirat.
Fungsi lain dari al-Qur’an adalah dapat menenangkan atau pengobat hati
yang kita kenal sebagai asy-syifa. Jika hati kita tenang maka pikiranpun
akan tenang, sehingga akan menjadikannya pribadi yang damai dalam
melakukan aktifitas sehari-harinya. Namun jika ada permasalahan dalam
pikirannya tidak tenang disebabkan hati yang terganggu, hal ini dapat
menyebabkan terganggunya pula metabolisme dalam tubuh, sehingga tubuh
atau fisik akan merasakan tidak nyaman hal ini dinamakan dengan sakit.
Jika fisik sudah merasa sakit, apakah ayat al-Qur’an dapat
menyembuhkannya ? Pada kenyataannya ada orang yang berhasil
menyembuhkan penyakit fisik dengan al-Qur’an. Dan penulis menemukan
langsung dalam kitab karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir bagaimana ia
5

menggunakan ayat al-Qur’an untuk dijadikannya amalan-amalan


kehidupan. Yang perlu dikaji kembali adalah, apakah benar ayat al-Qur’an
yang digunakan oleh Syekh Ahmad Dairobi Al-Kabir ini sudah sesuai
dengan keutamaan kandungan dari ayat tersebut. Akhirnya penulis
memutuskan untuk menelaah dengan harapan memberikan penjelasan lebih
konkrit mengenai kandungan yang sesungguhnya dari ayat tersebut.
1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan
mendalam, maka penulis melihat permasalahan penelitian ini dengan
membatasi variabelnya. Dan, penulis membatasi penelitian ini dengan ayat
di al-Qur’an yang dipilih oleh penulis yakni ayat basmalah, ayat kursi, dan
surah al-Fatihah yang nantinya akan di komparasikan dengan mufassir Ibnu
Katsīr dan Ibnu Jarīr ath-Thabarī.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan permasalahan di atas, maka pokok permasalahan
yang akan diteliti adalah “Apakah ayat pada al-Qur’an yang dipilih oleh
penulis dalam buku Kitab Mujarobat sejalan dengan pendapat para mufassir
mengenai keutamaan dari ayatnya ?”
A. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui amalan-amalan dengan menggunakan ayat al-
Qur’an.
2. Untuk mengetahui penafsiran mufassir mengenai ayat tersebut.
3. Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai keutamaan
dari ayat al-Qur’an.
Dengan penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan kontribusi
teoritis maupun praktis, antara lain:
6

1. Kegunaan teoritis penelitian ini sebagai pembahasan yang


mengupayakan bagaimana ayat al-Qur’an selain dibaca untuk
mendapatkan pahala, juga al-Qur’an dapat digunakan sesuai dengan
makna utama dari kandunganya.
2. Kegunaan praktis adalah sebagai bahan tambahan ajar pada mata kuliah
tafsir seperti metodologi penelitian tafsir.
Untuk manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi
pemahaman kepada masyarakat mengenai keutaman dari ayat al-Qur’an.
Serta menambah kajian sunnah dan hadis khususnya di dalam akademisi
jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan masyarakat lainnya.
D. Tinjauan Pustaka
Penalitian ini mengkaji mengenai keutamaan ayat dalam al-Qur’an
khususnya dalam pembahasan penyembuhan. Dan penulis telah
menemukan pembahasan hal ini juga di beberapa karya lainnya seperti
jurnal, buku tesis, makalah, juga disertasi.
Adapun hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan
penelitian ini diantaranya adalah:
Skripsi yang disusun oleh Umi Ibroh, seorang mahasiswa Universitas
Diponegoro Tahun 2017 dengan judul “Fungsi Teks Mujarobat dalam
Masyarakat Desa Pesarean”. Pada skripsi ini penulis memberikan kajian
pada aspek kemasyarakatan terkait fungsi mujarobat dengan menjelaskan
suntingan mengenai teks mujarobat, serta bagaimana aplikasi mujarobat
dalam kegiatan pada masyarakat di desa Pesarean. Penelitian ini
menyimpulkan bahwasanya mujarobat merupakan satu dari banyaknya
naskah kuno yang masih di akui keberadaannya, khususnya di sekitar
masyarakat desa Pesarean, Pagerbarang, Tegal. Di sana mujarobat di
gunakan sebagai naskah pedoman untuk menentukan sesuatu, seperti
7

mengamalkan amalan tertentu agar terpenuhi hajatnya, memilih hari baik,


juga sebagai pedoman untuk meramalkan sesuatu seperti watak dan nasib
seseorang maupun peristiwa yang akan terjadi berdasarkan alam yang
terlihat.11
Telaah pustaka ke dua yaitu jurnal yang disusun oleh saudara
Khainuddin pada tahun 2019 yang berjudul “as-Shifa Perspektif Tafsir al-
Ibris Karya Bisri Mustofa”. Jurnal ini membahas mengenai as-Shifa pada
tafsir al-Ibriz yang akan mendapatkan kesehatan lahir dan batin di dalam
tafsir al-Ibriz karya KH Bisri Mustofa. Penulis menafsirkan ayat-ayat shifa
adalah sebagai obat bagi kesehatan ruhani, tapi beberapa pendapat lain juga
yang mengemukakan bahwa al-Qur’an tidak hanya digunakan sebagai obat
bagi kesehatan ruhani, akan tetapi dapat diaplikasikan juga sebagai obat
bagi kesehatan jasmani. Penelitian ini menggunakan pembahasan dengan
pendekatan tafsir tematik interdisipliner melalui teori kedokteran, tasawuf
dan psikologi. Pada akhirnya Bisri Mustofa menafsirkan pada beberapa ayat
dalam surat bahwa shifa selain memiliki fungsi menyembuhkan penyakit
ruhani juga dapat menyambuhkan penyakit secara fisik.12
Skripsi yang di susun oleh Fatkhul Khakim mahasiswa Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang tahun 2014 yang berjudul “Makna
Tradisi Rebo Wekasan di Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal”. Skripsi
ini membahas tentang bagaimana asal usul, pelaksaanaan, makna, motivasi,
dampak sosial antar warga, serta prospek terkait pelaksanaan tradisi Rebo
Wekasan di Desa Suradadi Kab. Tegal. Dalam metodenya, penulis
menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu dengan data disajikan dalam
bentuk verbal yang diolah menjadi ringkas dan sistematis dimulai dari

11
Umi Ibroh, “Fungsi Teks Mujarobat dalam Masyarakat Desa Pesarean”,
(Skripsi SI, Universitas Diponegoro, 2017)
12
Khainuddin, “as-Shifa Perspektif Tafsir al-Ibris Karya Bisri Mustofa”, (Jurnal,
Institut Agama Islam Negeri Kediri, 2019).
8

menuliskan observasi, wawancara, mengedit, mengklasifikasi, dan


menyajikannya, jadi bukan dalam bentuk angka. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa masyarakat di kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal
secara umum menerima adanya trasi Rebo Wekasan, karena pada dasarnya
pelaksaannya berawal untuk mendo’akan ulama yang sudah meninggal,
tetapi karena waktu pelaksanaannya bertepatan dengan hari Reco Wekasan
maka tradisi itu dimasukkan praktik-praktik dengan membaca al-Qur’an,
Pengajian, pembacaan ad-Diba / al-Barzanji, pembacaan kitab Dala’il dan
doa Jauzyan agar terhindar dari mara bahaya.13
Siti Nurwahidah Barkah mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan
Maulana Hasanuddin Banten tahun 2018 yang berjudul “Penerapan Model
Terapi Islami Bagi Penyembuhan Pasien Gangguan Jiwa (Studi di Yayasan
Pondok Pesantren Darul Muqimin Kecamatan Banjar Kabupaten
Pandeglang)”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana kondisi kejiwaan
pasien dengan gangguan jiwa dengan penerapan metode terapi Islami bagi
pasien gangguan jiwa di Yayasan Pondok Pesantren Muqimin. Dalam
penelitiannya, Siti Nurwahidah Barkah menggunakan metode kualitatif
yang berdasarkan pada filsafat postpositifisme (hasil akhirnya lebih
mengarah ke hasil di lapangan, bukan terpaku pada teori saja). Dan hasil
dari penelitiannya, peneliti menyimpulkan bahwa tahapan pelaksanaan
terapi Islami bagi penyembuhan pasien gangguan jiwa adalah dengan terapi
shalat, terapi zikir, terapi wafak, terapi mandi, dan terapi air, sehingga dapat
dikatakan bahwa proses penerapan terapi Islami bagi penyembuhan
gangguan jiwa dapat dikatakan “cukup berhasil”.14

13
Fatkhul Khakim, “Makna Tradisi Rebo Wekasan di Kecamatan Suradadi
Kabupaten Tegal”, (Skripsi S1, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2014).
14
Siti Nurwahidah Barkah, “Penerapan Model Terapi Islami Bagi Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa (Studi di Yayasan Pondok Pesantren Darul Muqimin Kecamatan
9

Aang Istihori Aang Istihori mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah Jakarta pada tahun 2019 yang berjudul “al-Qur’an dan
Pengobatan (Praktik Amaliah Pembacaan Surah al-Hasyr di Pondok
Pesantren al-Kholidin Kebayoran Baru Jakarta Selatan)”. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana santri-santri di Kebayoran Baru Jakarta
Selatan tepatnya di Pondok Pesantren al-Kholidin mengenai manfaat surah
al-Hasyr yang dijadikan media pengobatan dengan praktik amaliah yang
tidak memerlukan media pengobatan. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian lapangan bercorak kualitatif, dan juga menggunakan penelitian
pustaka. Penelitian ini menyimpulkan yaitu praktik amaliah adalah praktik
amaliah yang menggunakan al-Qur’an pada surah al-Hasyr sebagai media
pengobatan alternatif.15
Yanita Vanela mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Raden Inta
Lampung pada tahun 2016 yang berjudul “Doa sebagai metode Psikoterapi
Islam untuk Kesehatan Mental Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar Lampung”. Skripsi ini membahas
tentang berharap dan memohon sesuatu kepada Allah SWT (berdoa) itu
sudah dikenal sejak pertama kali diciptakannya umat manusia, dan
bagaimana penggunaan doa sebagai metode psikoterapi Islam untuk
kesehatan mental pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hi.
Abdul Moeloek Bandar Lampung tersebut. Adapun metode yang digunakan
yaitu dengan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

Banjar Kabupaten Pandeglang)”. (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, 2018).
15
Aang Istihori, “al-Qur’an dan Pengobatan (Praktik Amaliah Pembacaan Surah
al-Hasyr di Pondok Pesantren al-Kholidin Kebayoran Baru Jakarta Selatan)” (Skripsi S1,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019)
10

system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Pada
kesimpulannya skripsi ini menyimpulkan bahwa do’a adalah bagian yang
tepat untuk kesehatan mental pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar Lampung tersebut.16
Baytul Muktadin, Lc. Baytul Muktadin, Lc. Mahasiswa Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga pada tahun 2015 yang berjudul “Penggunaan Ayat-Ayat al-
Qur’an untuk Pengobatan Penyakit Jiwa (Studi Living Qur’an di Desa
Kalisabuk Kesugihan Cilacap Jawa Tengah)”. Tesis ini membahas tentang
bagaimana praktik serta makna praktik pengobatan penyakit jiwa dengan
al-Qur’an di daerah Kalisabuk Kesugihan Cilacap Jawa Tengah. Metode
dalam penelitian living Qur’an ini yaitu penelitian lapangan dengan metode
deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan
ethonometodologi. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
pengobatan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan K.H
Himamuddin ada langkah-langkah yang harus dilewati pasien jika akan
diobati penyakitnya. Di mulai dari pra pengobatan, sampai pada proses
pengobatan itu sendiri, adapun ayat yang digunakan yaitu dengan bacaan
salah satu ayat dalam surat Yasin.17
Yayuk Mahzumah mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang pada
tahun 2008 yang berjudul “Peranan Siaran Pengajian Agama melalui Radio
Persada FM dalam Menciptakan Learning Community pada Masyarakat
Desa Dalegan-Panceng-Gresik”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana
siaran pengajian agama berperan di Radio Persada FM yang dapat
menghasilkan learning community untuk masyarakatnya. Untuk

16
Yanita Vanela, “Doa sebagai metode Psikoterapi Islam untuk Kesehatan
Mental Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar
Lampung” (Skripsi S1, Institut Agama Islam Negeri Raden Inta Lampung, 2016).
17
Baytul Muktadin, Lc. “Penggunaan Ayat-Ayat al-Qur’an untuk Pengobatan
Penyakit Jiwa (Studi Living Qur’an di Desa Kalisabuk Kesugihan Cilacap Jawa Tengah)”
(Tesis S2, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2015).
11

penelitiannya peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan


metodnne observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk menguji
mengenal validnya observasi ini, maka penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi data, presisten observation, dan perderieting. Dan untuk
kesimpulannya penelitian ini menyimpulkan bahwa siaran pengajian agama
di Radio Persada DM memiliki beberapa peranan, yaitu sebagai sarana
tanya jawab seputar pengetahuan Islam, media dakwah dan pendidikan,
serta sebagai media silaturami. Metode yang digunakan oleh Radio Persada
FM dalam melakukan pengajian agama yaitu untuk menciptakan learning
community, dengan aktifitasnya yaitu mengadakan promo melalui jaringan
udara juga melakukan aktifitas tanya jawab secara tidak langsung,
selanjutnya untuk meteri pengajian agama dikaitkan dengan perkembangan
zaman.18
Firda Ayu Wahyuni mahasiswi Universitas Islam Negeri Alauddin
Makasar pada tahun 2014 yang berjudul “Hubungan Pemenuhan Kebutuhan
Spiritual dengan Motivasi Kesembuhan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Ibnu Sina YW-UMI Makasar”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana
kebutuhan spiritual di terapkan di Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI
Makasar dan hubungannya dengan motivasi kesembuhan pasien rawat inap.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional. Dan hasil dari
penelitiannya dapat diperoleh responden dengan pemenuhan kebutuhan
spiritual terpenuhi yang motivasi kesembuhannya tinggi sebanyak 76,6%,
dan yang tidak terpenuhi tetapi motivasi kesembuhannya tinggi 6,2%,
motivasi sedang 14,1% dan motivasi kurang yaitu 3,1%. Hal ini
menunukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemenuhan

18
Yayuk Mahzumah, “Peranan Siaran Pengajian Agama melalui Radio Persada
FM dalam Menciptakan Learning Community pada Masyarakat Desa Dalegan-Panceng-
Gresik”, (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Malang, 2008).
12

kebutuhan spiritual dengan motivasi kesembuhan pasien pada pasien rawat


inap di Rumash Sakit Ibnu Sina YW-UMI Makasar.19
Mohammad Zamzami ‘Urif mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2015 yang berjudul “Fadail al-Suwar
dalam Kitab Zubdatu al-Bayan di Bayani Fadail al-Suwar al-Qur’an Karya
KH.Shodiq Hamzah Semarang”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana
karakteristik keutamaan al-Qur’an juga tipologinya dalam kitab Zubdatu al-
Bayan karya KH.Shodiq Hamzah. Penelitian ini menggunakan penelitian
kepustakaan dengan metode anaisis isi. Pada akhirnya penelitian ini
menghasilkan beberapa poin-poin penting untuk mengetahui karakteristik
dalam kitab Zubdatu al-Bayan, seperti: kitab ini adalah karya ulama
nusantara, kemudian kitab ini adalah rangkuman fadhilah al-Qur’an dari
kitab terdahulu, dalam penyusunannya disajikan secara praktis dan spesifik
membahas Fada’il al-Suwar melalui hadis yang tercantum di dalam kitab
Zubdatu al-Bayan.20
Dari beberapa kajian terdahulu, sebagian ada yang membahas
mujarobat namun berbeda dalam pembatasan masalahnya, tetapi belum ada
yang lebih memfokuskan terhadap penjelasan kitab Mujarobat yang di tulis
oleh Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir yang akan dikomparasikan dengan
mufasir Ibnu Katsīr dan Ibnu Jarīr ath-Thabarī. Sehingga penulis merasa
perlu mengkaji karena belum ada yang mengkaji terhadap kitab karya
Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir tersebut.

19
Firda Ayu Wahyuni, “Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan
Motivasi Kesembuhan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI Makasar”
(Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2014)
20
Mohammad Zamzami ‘Urif, “Fadail al-Suwar dalam Kitab Zubdatu al-Bayan
di Bayani Fadail al-Suwar al-Qur’an Karya KH.Shodiq Hamzah Semarang” (Skripsi S1,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).
13

E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah studi kepustakaan library research yakni penelitian
kepustakaan yang merupakan telaah atau kajian pustaka yang merupakan
data verbal. Peneliti melakukan penelitian ini dengan cara menuliskan,
mengedit, mengklarifikasi dan mengkaji. Karena library research maka
dalam pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi. Penelitian ini
juga bersifat kualitatif. Sumber referensi yang berasal dari bahan-bahan
tertulis digunakan untuk melengkapi data-data dalam menyelesaikan skripsi
ini. Juga bersifat Deskriptif Analisis. Dengan demikian data diperoleh dari
hasil telaah literatur kemudian di deskripsikan dan dianalisa.
2. Sumber Data
Adapun data yang digunakan ada dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer disini merupakan objek kajian utama yang akan
diteliti yakni penulis menggunakan “Kitab Mujarobat” karya Syeikh
Ahmad Dairobi al-Kabir yang akan di komparasikan dengan mufassir Ibnu
Katsīr dan Ibnu Jarīr ath-Thabarī. Sedangkan data sekunder ialah data yang
dikumpulkan sebagai penunjang atau pendukung dari sumber pertama.
Data-data yang dimaksud berbentuk dokumen-dokumen seperti literatur,
buku, jurnal, artikel, dan situs di internet yang berkenaan dengan penelitian.
F. Teknik Penulisan
Teknik penulisan pada penelitian ini mengacu pada Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah tahun 2017 yang diterbitkan oleh Rektor Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pada metode penulisan transliterasi, penulis
menggunakan pedoman Translitasi Arab dan Latin yang merupakan
keputusan bersama (SKB) Mentri Agama dan Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan R.I Nomor158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
14

G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan di bahas dengan disusun ke dalam bab demi bab,
yaitu:
Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang akan mengulas latar
belakang masalah yang menjadi dasar pada penelitian ini. Didalamnya juga
membahas tentang identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tentang penjelasan tinjauan umum mengenai al-
Qur’an yang nantinya akan membahas mengenai definisi serta fungsi al-
Qur’an secara umum. Serta pada bab ini akan dibahas mengenai bentuk-
bentuk pengobatan di dalam al-Qur’an.
Bab Ketiga berisi tentang gambaran umum mengenai penulis dari
kitab mujarobat yaitu Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir dari segi biografi,
sejarah hidup, karya-karyanya, juga penjelasan dari bagaimana gambaran
mengenai kitabnya.
Bab Keempat berisi tentang penjelasan khasiat dan penggunaan dari
ayat al-Qur’an pada kitab Mujarobat, lalu pandangan mufassir mengenai
ayat tersebut yang nantinya akan dianalisis secara komparasi oleh penulis.
Bab Kelima berisi mengenai penutup dari akhir penelitian yang telah
diteliti oleh penulis dalam sebuah laporan hasil penelitian, dalam bab ini
berisikan tentang kesimpulan yang menjawab atas rumusan masalah yang
telah tertulis pada bab pertama, dan yang terakhir adalah saran-saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG AL-QUR’AN
A. Al-Qur’an
1. Pengertian al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan mukjizat islam yang kekal, bila kita melihat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa kini, maka akan tampak
jelas kebenaran dari al-Qur’an tersebut. Allah swt., menurunkan al-Qur’an
kepada nabi Muhammad saw, untuk menyelamatkan manusia sehingga
dapat hidup dengan cahaya Ilahi, juga membantu manusia kepada jalan
yang benar. Nabi Muhammad saw menyampaikan al-Qur’an kepada para
sahabatnya yang asli penduduk Arab, dan sudah sangat memahami
tabiatnya. Namun jika terdapat ketidakpahaman pada ayat-ayat yang
mereka terima, maka mereka akan langsung menanyakan kepada nabi
Muhammad saw.21

َ‫مَم ْهتَ ُدون‬


ُّ ‫َٱْل َْم َُنَ ََوُه‬ ََ ِ‫ينَءَ َامنُواَ ََوَلََْيَلْبِ ُسواَإِيََٰنَ ُهمَبِظُلْمََأ ُْوَٰلَئ‬
ْ َ‫كَ ََلَُُم‬ ِ َّ
َ ‫ٱلذ‬
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-An’am:
82).
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami
definisi al-Qur’an, yaitu dengan pendekatan bahasa dan istilah. Secara
bahasa, al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qira’atan, wa qur’anan
yang memiliki arti menghimpun atau mengumpulkan. Maka dari itu al-
Qur’an dapat didefinisikan sebagai bacaan atau kumpulan dari huruf-huruf

21
Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar studi ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur
Rafiq El-Mazni (Jakarta, pustaka al-kausar,2005).3.

15
16

yang sangat rapi dalam penstrukturannya.22 Adapun di dalam al-Qur’an hal


ini terdapat pada Q.S. al-Qiyamah:

ُ‫إِ َّن َعلَيْ نَا ََجْ َعهُۥ َوقُ ْرءَانَهُۥ فَإِذَا قَ َرأْنََٰهُ فَٱتَّبِ ْع قُ ْرءَانَه‬
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”. (Q.S. al-Qiyamah [75]: 17-
18).
Adapun al-Qur’an secara istilah menurut ulama Ushul Fiqh
mengenjelaskan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah swt., yang diturunkan
kepada nabi Muhammad saw., secara bertahap, yaitu melalui perantara
malaikat Jibril dan bagi orang yang membaca al-Qur’an akan mendapatkan
pahala, dan untuk membacanya yaitu dengan diawali surah al-Fatihah dan
ketika sudah selesai dibaca surah an-Nas.23
Dan banyak pendapat lainnya tentang pengertian al-Qur’an. Namun
nama yang paling popular adalah al-Qur’an yang merupakan bentuk kata
masdar dari qa-ra-a, sehingga kata al-Qur’an dapat dimengerti oleh setiap
orang sebagai nama Kitab Suci yang mulia. Subhi al-Shalih mengemukakan
berbagai pendapat dari para pakar al-Qur’an sebagai berikut: Pertama,
Imam al-Syâfi’î menjelaskan bahwa lafadz al-Qur’an yang telah kita
ketahui bersama bukanlah musytaq akan tetapi bukan juga ber-hamzah.
Lafadz itu sudah sering dipergunakan untuk definisi kalâm Allah swt., yang
telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Jadi lafadz al-Qur’an
bukanlah dari akar qa-ra-a asalnya. Karena jika memang seperti itu, maka
semua yang dibaca akan dinamai al-Qur’an. Penamaan itu akhirnya khusus
untuk al-Qur’an, sama seperti halnya Taurat dan Injil. Kedua, al-Farra yang
mengungkapkan bahwa lafadz al-Qur’an yaitu pecahan dari kata musytaq

22
Amirulloh Syarbini & Sumantri Jamhari, Kedahsyatan Membaca al-Qur’an,
(Bandung, Ruang Kata, 2012), 2.
23
Amirulloh Syarbini & Sumantri Jamhari, Kedahsyatan Membaca al-Qur’an, 3.
17

dari kata qarâ’in, bentuk plural dari qarînah yang memiliki arti “kaitan”,
hal ini jelas terlihat dari ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan antar satu
dengan yang lainnya. Maka dapat disimpulkan, bahwa huruf “nun” pada
akhir lafadz al-Qur’an adalah huruf asli, bukan tambahan huruf. Ketiga, al-
Asy’ârî dan para pengikutnya mengungkapkan lafadz al-Qur’an adalah
musytaq dari akar kata qarn. Ia menjelaskan pada contoh kalimat qarn al-
sya’i yang memiliki arti “menggabungkan sesuatu dengan sesuatu”. Jadi,
kata qarn memiliki makna “gabungan atau kaitan”, karena ayat-ayat dan
surah-surah itu saling bergabung.24
Adapun pendapat yang ketiga, lafadz al-Qur’an tanpa hamzah di
tengahnya, jauh dari kaidah isytiqâq Bahasa Arab. Namun sekelompok
ulama lain mengemukakan bahwa dalam penulisan al-Qur’an harus
diletakan hamzah di tengahnya. Di antara mereka ialah al-Lihyani dan al-
Zajjâj. Al- Zajjâj mengatakan bahwa lafadz al-Qur’an ditulis dengan huruf
hamzah di tengahnya berdasarkan pola kata atas wazn fu’lan. Lafadz
tersebut pecahan dari kata qar’un yang berarti jam’un. Ia memberikan
sebuah contoh quri’a al-ma’ufî al-haudi, yang berarti “air berkumpul di
kolam”. Jadi dalam kalimat tersebut mengumpulkan jam’un atau kumpul.
Karna, al-Qur’an memiliki makna mengumpulkan atau menghimpun
intisari dari kitab-kitab dari dahulu.
Sementara, al-Lihyani mengemukakan jika lafadz al-Qur’an ditulis
dengan huruf hamzah berada di tengahnya, maka dilihat dari pola kata
ghufrân yang merupakan pecahan kata dari kata qa-ra-a yang berarti talâ
atau “membaca”. Kita dapat menggunakan lafadz al-Qur’an untuk menamai
sesuatu objek yang dibaca, yaitu pada objek berbentuk mashdar.
Pendekatan ini lebih tepat, karena di dalam Bahasa Arab lafadz al-Qur’an

24
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an (Pengantar Ilmu-Ilmu al-Qur’an), (Jakarta:
Kencana, 2017), 27.
18

adalah bentuk mashdar yang maknanya sinonim dengan kata qirâ’ah yaitu
“bacaan”.25
2. Fungsi dan Manfaat al-Qur’an
Al-Qur’an jika dilihat bukanlah buku tentang kesehatan semata, akan
tetapi al-Qur’an adalah kitab petunjuk untuk manusia agar bisa selamat
selama di dunia maupun di akhirat. Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa
ayat yang menyebutkan bahwa al-Qur’an adalah penawar (syifa’) dan
rahmat bagi prang-orang yang senantiasa beriman. Dan al-Quran dapat
dikatakan sebagai media penyembuhan, di antaranya:
1. Al-Qur’an Berfungsi Untuk Petunjuk
Malik Abdul Karim Amrullah mengungkapkan bahwa al-Qur’an
dikatakan sebagai penunjuk jalan, pelopor, pemandu, untuk menjalani
kehidupan manusia selama di dunia agar tidak tersesat dalam amal,
kepercayaan, menuntun akal dan ibadah, kemasyarakatan dan agama.
Hal inilah yang akhirnya menjadikan al-Qur’an juga dikatakan obat
untuk penyakit yang pada diri manusia baik itu penyakit ruhani ataupun
jasmani. Malik Abdul Karim Amrullah juga mengungkapkan mengenai
berbagai penyakit yaitu kebimbangan atau keraguan batin juga tentang
keputusasaan.
2. Al-Qur’an Berfungsi Untuk Rahmat
Rahmat di dalam Bahasa Arab di yaitu rahmah. Hal ini mengandung
makna yang mengarah kepada “riqqah taqtadli al-ihsan ila al-
marhum”, yaitu perasaan halus atau kasih yang memberikan kebaikan
teruntuk yang dikasihi. Pada penggunaannya kata “rahmah” itu bisa
diartikan sebagai rasa kasih atau memberikan kebaikan saja.26

25
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an (Pengantar Ilmu-Ilmu al-Qur’an), 28.
26
Ar-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfadh al-Qur’an (Beirut: Dar al-
Fikr, t.th), 196.
19

3. Al-Qur’an Berfungsi Untuk Obat


Al-Qur’an dapat menjadi obat untuk orang yang memiliki penyakit hati
di dalam hatinya, namun yang perlu diperhatikan yaitu penyakit hati
juga akan menjadi penyakit jasmani jika hal tersebut berlangsung
secara berlarut-larut, dan banyak dari ulama tafsir memahami bahwa
syifa memiliki peran sebagai obat penawar dari berbagai penyakit hati.
B. Bentuk-Bentuk Pengobatan Menggunakan ayat al-Qur’an
1. Ruqyah
a. Definisi Ruqyah
Ruqyah menurut para ulama adalah suatu bacaan dan doa yang
dibacakan yang ditiupkan untuk mencari kesembuhan.27 Dalam
penggunaannya, ruqyah yakni upaya penyembuhan melalui ayat-ayat al-
Qur’an.
- Ruqyah Secara Bahasa
o Al-Qamusul Muhith Imam Majduddin Muhammad bin Ya’qub al-
Fairuz Abady pada halaman 1161:

َّ ‫ اِب‬, ُ‫ُّارقْ يَة‬


ُ ‫لض ام‬
ُ‫الع ْوذَة‬
ar Ruqyatu dengan Ra’ di dhammah yang memiliki arti memohon
perlindungan. Ruqyah berasal dari kata:

‫ِف ُع ْوذَتااه‬ ‫ا‬ ‫ا‬


ْ‫ث ا‬
َ ‫َرقَى يَ ْر ق ْي َرقْ يًا َوُرقيًّا َوُرقْ يَةَ نَ َف‬

“artinya meniup dalam memohon perlindungan.”


o Muhammad bi Ahmad al-Azhari dalam Tahdzibul Lughah 9/293:

‫ت‬ ‫ا‬
َ ‫اع َّوذَ َونَ َف‬
َ َ‫َرقَى َّاراق ْي ٌرقْ يَةً َوَرقْ يًا !ذ‬

27
Perdana Akhmad, Ruqyah Syar’iyyah vs Ruqyah Gadungan (Syirkiyyah),
(Quranic Media Pustaka), 1.
20

Seorang peruqyah melakukan ruqyah apabila ia membaca doa


perlindungan dan meniupkannya.
o Ibnu Atsir dalam an Nihayah fi Ghabiril Hadits 3/254:

‫ب اآل فَاة َوا ْْلٌ َّمى غَ ْاي‬ ‫ اِبلض اَّم العوذَةٌالَّاِت ي ر قَى ابا ا‬,ٌ‫اارقْ ية‬ ‫ا‬
ُ ‫صاح‬
َ َ ٌْ ْ ْ ٌ َ ٌّ َ‫ِه‬
Ar Ruqyatu dengan Ra’ di dhammah memiliki arti memohon
perlindungan apabila ia diruqyahkan bagi orang yang mendapat
bencana atau bala’, demam, dan yang lainnya.
- Ruqyah Secara Istilah
o Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pada Majmu’ul Fatwa 10/195 :
“Ruqyah artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah
memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari
doa.”
o Sa’ad Muhammad Shadiq dalam Shira’Bainal Haq wal Bathil pada
halaman 147 menyebutkan: “Ruqyah pada hakekatnya adalah doa
dan tawassul untuk memohon kepada Allah sekembuhan bagi
orang sakit dan hilangnya gangguan dari badannya.”
o Ruqyah menurut para Ulama ialah sesuatu bacaan dan orang yang
meruqyah membaca disertai menuipkan untuk mendapatkan
kesembuhan.28
2. Bekam
Bekam secara Bahasa berarti menghisap. Menurut istilah, bekam artinya
sebagai peristiwa penghisapan yang dimulai dari penyayatan kulit dan
dilanjutkan dengan proses pengeluaran darah dari permukaan kulit yang
disayat, dan darah yang keluar kemudian di tampung ke dalam wadah
bekam, baik berupa gelas maupun plastik.

28
Perdana Akhmad, Ruqyah Syar’iyyah vs Ruqyah Gadungan (Syirkiyyah), 2.
21

Dalam Bahasa Arab, bekam disebut dengan hijamah, sedangkan mihjam


dan mihjamah artinya alat bekam yang meliputi semua alat yang dipakai
dalam prosedur bekam, baik itu alat penghisap yang menciptakan tekanan
negatif, alat untuk menyayat kulit permukaan maupun alat untuk
mengumpulkan darah selama proses pembekaman.
Dalam sebuah bukunya, Ibnu Al-Qayyim lebih jauh menyebutkan
bekam adalah proses mengeluarkan darah melalui kulit yang tujuannya
untuk mengeluarkan darah kotor dari badan seseorang dengan cara memberi
sedikit perlukaan pada kulit permukaan bagian tertentu tubuh, seperti kepala
atau bagian punggung badan. Darah kotor yang keluar itu, dihisap dengan
cara memanaskan bagian dalam tanduk atau cawan atau wadah kaca panas
untuk menciptakan tekanan negatif. Tanduk atau cawan atau wadah kaca
yang sudah dipanaskan tadi lalu ditelungkupkan di atas permukaan kulit
yang telah diberi perlukaan.29
2. Mujarobat
Kitab Mujarobat di dalam kalangan masyarakat Jawa disebut dengan
primbon. Primbon adalah buku yang memuat berbagai petunjuk atau ilmu.
Sedangkan Mujarobat adalah satu dari banyaknya naskah kuno yang masih
dipergunakan di kehidupan masyarakat. Kandungan teks pada mujarobat
dibagi menjadi empat bagian, diantaranya: ketauhidan, fiqih, ilmu tafsir,
dan perhitungan yang didalamnya juga merupakan tentang pengobatan
melalui rajah dan doa.30

29
Flori Ratna Sari, BEKAM (Sebagai Kedokteran Profetik, dalam Tinjauan
Hadis, Sejarah dan Kedokteran Berbasis Bukti) (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2018),
9.
30
Umi Ibroh, “Fungsi Teks Mujarobat dalam Masyarakat Desa Pesarean”,
(Skripsi SI, Universitas Diponegoro, 2017).
BAB III
TINJAUAN KITAB MUJAROBAT: KARYA SYEKH AHMAD
DAIROBI AL-KABIR
A. Biografi Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir
1. Sejarah Hidup Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir
Syekh Ahmad Dairabi al-Kabir lahir pada tahun 1651, beliau hidup di
Mesir, belakang di al-Azhar dan menjadi murid dari Syekh Muhammad an-
Nasyrati yang pada saat itu sedang mendapat jabatan sebagai Grand Syekh
al-Azhar yang ketiga tahun 1651 M. dan beliau wafat pada tahun 1758.
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Ibnu Umar Ad-Dairibi Asy-Syafi’I.
Syekh Ahmad Dairabi al-Kabir (Ulama Fikih Terkemuka Asal Mesir) yang
namanya sudah terkenal di lingkungan umat islam karena karya
masterpiecenya. Beliau salah seorang pengarang buku yang percaya bahwa
al-Quran bukan hanya sekedar firman Allah swt., yang suci, melainkan juga
bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, bahkan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan manusia.31
2. Karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir
Berikut adalah karya-karya yang ditulis oleh Syekh Ahmad Dairobi al-
Kabir, yaitu:
- Ghayatul maqshud liman yata’atha al’Uqud
- Fathul mulk al-jawwad
- Fathul mulk al-majid al-muallaf li naf’il ‘abid wa qam’i kulli jabbarin
‘anid

31
Syekh Ahamad Dairobi al-Kabir, Kitab Mujarobat, (Jakarta Selatan: Turos
Pustaka, 2018), vi.

22
23

B. Struktur Isi Buku


1. Deskripsi Kitab Mujarobat
Kitab mujarobat karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir ini merupakan
kitab spiritual yang memuat berbagai pembahasan, yaitu: ilmu rajah,
hikmah, jimat, alaman-amalan dan lain-lain. Kitab mujarobat ini ialah kitab
kuning yang didalamnya berisikan tentang fadlilat suatu amalan-amalan,
dan amalan tersebut menggunakan ayat al-Qur’an, hadits, maupun ucapan
dari ‘Ulama, contohnya seperti amalan untuk menyembuhkan diri dari
penyakit. Namun tidak hanya satu amalan, melainkan banyak yang termuat
di dalam kitab tersebut, dan hal tersebut di iringi dengan contoh-contoh
kejadian yang telah terjadi di masa sahabat dan tabi’in serta yang lainnya.
2. Sistematika Isi Buku
Di dalam kitab mujarobat yang bernama Fathul Mulk al-Majid al-
Muallaf li Naf’il ‘Abid wa Qam’I Kulli Jabbarin ‘Anid ini memiliki
pembahasan sebanyak 36 bab. Walaupun di dalamnya lebih banyak ucapan
dari ‘Ulama, namun terdapat pembahasan khusus yaitu pada bab keutamaan
al-Mulk, Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir menyantumkan beberapa hadits
nabi Muhammad saw sebagai referensi karyanya.
Adapun 36 bab yang dibahas, yaitu:
1. Berbagai Khasiat dan Manfaat Basmalah
2. Berbagai Khasiat dan Manfaat Surah al-Fatihah
3. Berbagai Khasiat dan Manfaat Ayat Kursi
4. Berbagai Khasiat dan Manfaat Surah Yasin
5. Beberapa Khasiat dan Manfaat Surah al-Mulk
6. Beberapa Khasiat dan Manfaat Surah al-Waqi’ah
7. Beberapa Khasiat dan Manfaat Surah al-Qadr
8. Beberapa Khasiat Surah al-Insyirah dan Surah al-Fil
24

9. Beberapa Khasiat Surah al-‘Ashr, al-Humazah, Quraisy, dan al-


Kautsar
10. Beberapa Khasiat Surah al-Ikhlas dan al-Mu’awidzatain serta
Hadits-Hadits yang Menjelaskan Manfaatnya
11. Beberapa Khasiat Surah-Surah dan Ayat-Ayat yang di Khususkan
12. Beberapa Khasiat Ayat-Ayat yang Dikhususkan
13. Beberapa Keutamaan Shalawat Nabi dan Dalil yang Menunjukkan
Keutamaannya
14. Beberapa Amalan yang Bermanfaat
15. Penjelasan Seputar Asma al-Latif
16. Beberapa Khasiat Lafzhul Jalalah, Asma Allah dan Penjelasan
Mengenai al-Asykal as-Sab’ah
17. Penjelasan Seputar Doa-Doa Agung dan Istigasah yang Berkhasiat
untuk Mengurai Kesusahan dan Keprihatinan
- Macam-Macaam Doa
- Hizib Nashar
- Doa Sufyan ats-Tsauri
- Istigasah
18. Doa-Doa yang Dibaca Pada Pagi, Siang dan Sore Hari serta
Beberapa Amalan yang Berkaitan dengan Penjagaan Iman, Doa
Awal dan Akhir Tahun, Do ‘Asyura, dan Lain-lain
19. Beberapa Penjelasan Terkait Tata Cara Istikharah dan Lain
Sebagainya
20. Beberaapa Penjelasan Terkait dengan Amalan Ketika dalam
Perjalanan Darat dan Laut agar Bisa Kembali dengan Selamat
21. Beberapa Amalan untuk Mengobati Sakit ‘Ain
22. Beberapa Amalan untuk Mengobati Kepala Pusing, Migrain,
Radang Mata, Vertigo, dan Lain Sebagainya
25

23. Berbagai Cara untuk Mengobati Sakit Panas


24. Amalan yang Bermanfaat sebagai Penolak Jin Pengganggu dan
Keguguran
25. Penjelasan Terkait dengan Amalan Penolak ar-Rîh al-Ahmar (Angin
Merah) dan Sakit Parah
26. Amalan yang Bermanfaat untuk Mengobati Bisul, Kutil, Bengkak,
Luka, Kulit Terkelupas, Cacar, memar, Mimisan, Keluar Darah,
Wabah, Tha’un, Mengeluarkan Cacing dari Mata dan Telinga,
Gatal, Gudik, dan Lain Sebagainya
27. Amalan untuk Anak Kecil yang Suka Menangis, Tolak Jin
Pengganggu, Sakit Panas yang Sering Kumat, dan Lain-lain
28. Amalan untuk Mengobati Sakit Limpa yang Kerap Menimpa Anak
Kecil
29. Amalan untuk Perempuan yang Sulit Melahirkan, Perawan yang
Sulit Menikah, Mengembalikan Keperawanan, Mengetahui yang
Mandul antara Suami dan Istri, Mengetahui Hamil Tidaknya
Seorang Perempuan, Melariskan Dagangan, dan Lain-lain
30. Amalan untuk Mengobati Berbagai Penyakit pada Tubuh
31. Amalan yang Berkhasiat untuk Melepaskan Perempuan dari
Belenggu SIhir dan Berbagai Amalan Agung Lainnya
32. Manfaat Kayu Peony, Caper Spurge, dan Peganum Harmala
33. Amalan agar Cepat Paham
34. Rukiah yang Berkah, Masyhur dan Bermanfaat
35. Amalan untuk Mengembalikan Barang Hilang, Orang Minggat,
Barang yang Dicuri, dan Lain Sebagainya
36. Amalan Penolak Kutu, Nyamuk, Semut, Rayap, Tikus, Belalang,
dan Berbagai Hama Tanaman serta Amalan untuk Menarik Merpati
dan Ikan.
BAB IV
PENGGUNAAN AYAT QUR’AN DALAM KITAB MUJAROBAT
Dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil beberapa bab yang
berada di dalam Kitab Mujarobat yang berjudul Fathul Mulk Al-Majid Al-
Muallaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’I Kulli Jabbarin ‘Anid karya dari Syekh
Ahmad Dairobi al-Kabir, yakni pada ayat basmalah, surah al-Fatihah, dan
ayat kursi, karna ayat ini begitu erat dengan penggunaan sehari-hari pada
masyarakat.
A. Khasiat dan Penggunaan Basmalah

‫ٱلرِحي ِم‬
َّ ‫حم ِن‬ َّ ِ‫ٱَّلل‬
َٰ ْ ‫ٱلر‬ َّ ‫بِ ْس ِم‬
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”

Di dalam lafadz basmalah terdapat 19 huruf, jika diumpakan jumlah hal


itu sama persis dengan jumlah malaikat yang memiliki tugas untuk menjaga
neraka. Barang siapa yang banyak mewiridkan-nya, Allah akan
memberikan rezeki diantaranya kewibawaan baik di bumi maupun di
akhirat. Syekh al-Minawi mengatakan “diriwayatkan bahwa ketika ayat
basmalah yang mulia itu diturunkan, gunung-gunung bergetar karena
keagungannya. Malaikat zabaniah kemudian berkata: “barang siapa
membacanya, ia tidak akan masuk neraka” hal ini terdapat dalam kitab
Syarẖ al-Kabir ‘alâ Jami’ ash-Shaghîr.32
Adapun khasiat dan penggunaan basmalah terbagi menjadi dua, yaitu
ditulis ayatnya atau hanya dibaca saja ayatnya.
1. Tulisan Basmalah
Khasiat basmalah dengan ditulis ayatnya, diantaranya:

32
Syekh Ahamad Dairobi al-Kabir, Kitab Mujarobat, 1.

26
27

- Ayat basmalah ditulis sebanyak enam ratus kali, orang yang menulis
ayat tersebut harus membawanya kemanapun ia pergi, maka khasiat
yang akan di dapatkan yaitu ia akan tampak berwibawa tatkala orang
lain melihatnya.
- Ayat basmalah ditulis sebanyak enam ratus dua puluh lima kali, orang
yang menulis ayat tersebut harus membawanya kemanapun ia pergi,
maka khasiat yang akan di dapatkan yaitu kewibawaan yang agung
dan tidak ada seorangpun yang memiliki kuasa untuk melakukan
kejahatan kepadanya.
- Ayat basmalah ditulis sebanyak seratus tiga belas kali, namun ayat ini
ditulis pada awal hari bulan Muharam di kertas, maka khasiat yang
akan di dapatkan yaitu ia tidak akan menjumpai sesuatu yang ia benci
selama sisa hidupnya.
- Ayat basmalah ditulis sebanyak enam puluh satu kali kemudian
diletakkan pada anak yang rawan mati, maka anaknya akan sehat dan
hidup.
- Ayat basmalah ditulis sebanyak seratus satu kali kemudian
dimasukkan kedalam tanah sawah atau ladang yang sudah di gali
kedalam, kemudian di tutup kembali dengan tanah, maka sawah atau
ladang tersebut akan menjadi subur juga akan terlindungi dari semua
penyakit.
- Ayat basmlah ditulis sebanyak dua puluh satu kali di dalam kertas
kemudian di kalungkan kepada orang yang sakit kepala, maka ia akan
mendapatkan manfaat dari hal tersebut.
2. Bacaan Basmalah
Khasiat basmalah dengan dibaca ayatnya, diantaranya:
- Ayat basmalah dibaca sebanyak dua belas ribu kali, namun tepat di
seribu kali basmalah di bacakan harus di selingi dengan shalat dua
28

rakaat dan shalawat kepada nabi Muhammad saw., lalu ia sebutkan


apa yang menjadi hajatnya, dan seperti itu sampai selesai di bilangan
dua belas ribu kali, maka hajatnya akan terkabul.
- Ayat basmalah dibaca di hadapan unta yang sudah tua sebanyak tujuh
ratus delapan puluh enam kali selama tujuh hari tanpa putus, maka
apa yang ia hajatkan akan terkabul.
- Ayat basmalah dibaca sebanyak dua puluh satu kali sebelum tidur,
maka khasiatnya yaitu Allah akan memberikan kemanan pada malam
hari itu dari pencuri, bahaya, mati mendadak dan terhindar dari setan.
- Ayat basmalah dibaca sebanyak lima puluh kali tepat di hadapan
orang yang dzalim, maka Allah akan menghinakan orang tersebut.
- Ayat basmalah dibaca sebanyak seratus kali selama tiga hari tanpa
putus, maka setiap penyakit yang mengahmpiri akan terangkat.
- Ayat basmalah dibaca sebanyak tujuh ratus delapan puluh enam kali
pada wadah yang telah terisi air selama tujuh hari berturut-turut, maka
khasiatnya yaitu jika diminumkan kepada orang yang kita suka maka
ia akan berbalik mencintai kita, jika diminumkan kepada orang yang
lemah berfikir dan sulit menghafal maka akan menjadi kebalikannya
dari itu.
B. Khasiat dan Penggunaan Surah al-Fatihah
ِ ‫ك ي وِم‬
ِِ ِ َّ ‫ح ِن‬ ِ ِ ‫ّلِل ر‬ ِِ ِ ِ َّ ‫ح ِن‬ َّ ِ‫ٱّلِل‬
َّ ‫بِ ْس ِم‬
،‫ٱلدي ِن‬ ْ َ ‫ َمَٰل‬،‫ٱلرحي ِم‬ ََٰ ْ ‫ٱلر‬
َّ ،‫ي‬
َ ‫ب ٱلْ ََٰعلَم‬َ َّ ‫ ٱ ْْلَ ْم ُد‬،‫ٱلرحيملالل‬ ََٰ ْ ‫ٱلر‬
ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ت َعلَْي ِه ْم غَ ِْْي‬
َ ‫ين أَنْ َع ْم‬ ُ ‫إِ ََّّي َك نَ ْعبُ ُد َوإِ ََّّي َك نَ ْستَع‬
َ ‫ ص ََٰر َط ٱلذ‬،‫ ْٱهد ََن ٱلص ََٰر َط ٱلْ ُم ْستَق َيم‬،‫ي‬
ِ ِ ‫ض‬
َ ‫وب َعلَْي ِه ْم َوََل ٱلضَّال‬
‫ي‬ ُ ‫ٱلْ َم ْغ‬
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan.
Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah
29

kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat.”

Sesungguhnya khasiat dalam surah al-fatihah sangat menakjubkan.


nabi Muhammad saw., bersabda, “Barang siapa membaca surah al-Fatihah
saat hendak tidur dan membaca pula surah al-Ikhlas dan al-Mu’awidzatain
(al-Falaq dan an-Nas) maka sungguh ia akan aman dari segala sesuatu,
kecuali maut”. Nabi Muhammad saw., bersabda “Al-Fatihah (bisa
memberikan manfaat) sesuai dengan tujuan dibacakannya”. juga dalam
sabdanya “Ummul Qur’an (surah al-Fatihah) adalah penawar segala
penyakit”.
Ibnu ‘Abbas ra. Meriwayatkan “Hasan bin ‘Ali ra. Pernah sakit
sehingga nabi Muhammad saw., pun susah. Maka Allah mewahyukan
kepada beliau agar membaca suatu surah yang ayat-ayatnya tidak
mengandung huruf Fâ (yakni surah al-Fatihah) karena Fâ maknanya al-âfât
atau penyakit”.34
Adapun khasiat dan penggunaan basmalah terbagi menjadi dua, yaitu
di tulis ayatnya atau hanya di baca saja ayatnya.
1. Tulisan al-Fatihah
Khasiat basmalah dengan ditulis ayatnya, diantaranya:
- Surah al-Fatihah ditulis pada kertas namun di setiap hurufnya di pisah
kemudian di masukan kedalam air dan diminumkan kepada orang yang
sakit dan orang tersebut akan sembuh.
- Surah al-Fatihah ditulis pada kertas kemudian di masukan kedalam air
kemudian diminumkan, maka sifat pelupa akan hilang darinya.
2. Bacaan al-Fatihah
Khasiat basmalah dengan dibaca ayatnya, diantaranya:

34
Syekh Ahamad Dairobi al-Kabir, Kitab Mujarobat, 15.
30

- Surah al-Fatihah dibaca sebanyak empat puluh kali terhadap wadah


yang diisi air, lalu di basuhkan ke seluruh tubuh, maka Allah swt., akan
menyembuhkan dari segala penyakit.
- Surah al-Fatihah dibaca sebanyak empat puluh satu kali diantara shalat
sunah qabliyah subuh dengan shalat shubuh, maka ia akan
disembuhkan dari sakit matanya.
C. Khasiat dan Penggunaan Ayat Kursi
ِ ‫ٱلس َٰم َٰو‬ ِ َٰ َّ
ِ ‫ت َوَما ِِف أٱْل أَر‬
ۗ‫ض‬ ِ َّ
َ َ َّ ‫وم ۚ ََل ََتأ ُخ ُذهُۥ سنَةٌ َوََل نَ أوٌم ۚ لهُۥ َما ِف‬ ُ ُّ‫ٱَّللُ ََلٓ إِلَهَ إََِّل ُه َو ٱ أْلَ ُّى ٱلأ َقي‬
‫ْي أَيأ ِدي ِه أم َوَما َخ أل َف ُه أم ۖ َوََل ُُِييطُو َن بِ َش أى ٍء‬ ِِ َ ِ‫َمن ذَا ٱلَّ ِذى يَ أش َف ُع ع‬
َ ‫ندٓهُۥ إََِّل ِبِِ أذنهۦ ۚ يَ أعلَ ُم َما بَأ‬
‫ودهُۥ ِح أفظُ ُه َما ۚ َوُه َو ٱلأ َعلِ ُّى‬ َ ‫ٱلس ََٰم ََٰوت َو أٱْل أَر‬
ُ َُ‫ض ۖ َوََل ي‬
ِ َّ ‫ِمن عِ أل ِم ِهٓۦ إََِّل ِِبَا َشآء ۚ و ِسع ُكرِسيُّه‬
ُ ‫َ َ َ أ‬ ‫أ‬
‫يم‬ ِ
ُ ‫ٱلأ َعظ‬
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang
Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk
dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang
dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-
apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Ayat Kursi diturunkan kepada nabi Muhammad saw., diturunkannya


ayat kursi ini merupakan sebuah keagungan yang dapat dilihat dengan tujuh
puluh ribu malaikat yang turun bersama ayat kursi ini. Nabi Muhammad
saw., bersabda: “Seagung-agungnya ayat dalam al-Qur’an adalah ayat
kursi”, juga nabi Muhammad saw., bersabda “Barang siapa membaca Ayat
Kursi setiap kali selesai mendirikan shalat maka tidak ada yang
mencegahnya untuk masuk surga, kecuali maut”.35
Adapun khasiat dan penggunaan basmalah terbagi menjadi dua, yaitu
ditulis ayatnya atau hanya dibaca saja ayatnya.

35
Syekh Ahamad Dairobi al-Kabir, Kitab Mujarobat, 22.
31

1. Tulisan Ayat Kursi


Khasiat basmalah dengan ditulis ayatnya, diantaranya:
- Ayat Kursi ditulis kertas, kemudian kertas tersebut dimasukkan ke
dalam wadah yang berisi air yang nantinya akan di minumkan kepada
orang yang memiliki penyakit hati, paru-paru, jantung, dan Sebagian
penyakit perut. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali, namun diawali
dengan membaca niat “Nawaitu asy-syifâ’a minal ‘illah” (saya mohon
kesembuhan kepada Allah swt., dari penyakit …), jadi penyakitnya di
sebutkan setelah kata tersebut.
2. Bacaan Ayat Kursi
Khasiat basmalah dengan dibaca ayatnya, diantaranya:
- Ayat Kursi dibaca disaat awal siang dan awal malam, maka orang yang
membacanya akan mendaparkan jaminan keamanan dari Allah saw.,
yaitu berupa gangguan penguasa bahkan setan.
- Ayat Kursi dibaca sebanyak jumlah hurufnya ketika tengah malam tiba,
dibacakan dengan menghadap kiblat dan disaat suasana yang sepi atau
jauh dari keramaian, maka apa yang diinginkan akan dikabulkan.
- Ayat Kursi dibaca sebanyak jumlah rasul, syuhada perang Badar, dan
para sahabat Thalut yakni tiga ratus tiga belas kali, kemudian dilanjut
dengan menyebut nabi Muhammad saw., bertawashul kepadanya,
maka apa yang diinginkan baik di dunia maupun di akhirat akan
dikabulkan.
- Ayat Kursi dibaca sebanyak empat puluh sembilan kali, hal ini dapat
menghingkan dahak dengan cara penggunaan mengambil terlebih
dahulu tujuh garam yang berwarna putih, ke tujuh garam tersebutnya
nantinya akan di remukan satu persatu dan diselingi dengan membaca
ayat Kursi tersebut, kemudian garam tersebut di masukkan ke dalam air
putih yang nantinya akan diminumkan oleh orang yang ingin
32

menghilangkan dahak tersebut, amalan ini dilakukan selama tujuh hari,


maka dahaknya akan hilang.
- Ayat Kursi dibaca sebanyak tiga kali, hal ini dilakukan untuk orang
yang tidak dapat mengambil tidur dengan nyenyak. Ulama shaleh
berkata, “Apabila engkau hendak tidur, bacalah ta’awudz tiga kali dan
ayat Kursi tiga kali. Lalu, sampai pada penggalan ayat, ‘Wa lâ ya
‘ȗduhu difzhuhumâ wa huwal ‘aliyyul ‘azhȋm (dan Allah swt., tidak
merasa bersat memelihara keduanya, dan Allah swt., Mahatinggi lagi
Mahabesar)’ ulangi sebanyak tiga kali, maka engkau akan aman dari
apa yang engkau temui dalam tidurmu”35
- Ayat Kursi dibaca sebanyak sebelas kali, hal ini di lakukan untuk orang
yang memiliki penyakit epilepsy dengan membaca tepat di atas
kepalanya, maka orang yang menderita tersebut akan sembuh. Jika
dibacakan setelah sholat maka akan dihapuskan dosanya juga
kesalahannya.
D. Pandangan Tafsir atas Fadhilah Qur’an
Kitab Mujarobat karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir menggunakan
ayat al-Qur’an untuk amalan, doa-doa dan lain sebagainya. Namun yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ayat al-Qur’an
yang dipakai untuk amalan, doa-doa dan lain sebagainya sudah tepat sesuai
dengan makna yang terkandung, atau bisa dikatakan tidak sejalan dengan
makna sesungguhnya, maka dalam penyelesaiannya, penulis akan
mengkomparasikannya dengan pandangan mufassir. Peneliti mengambil
penafsiran dari Ibnu Katsīr dan Ibnu Jarīr ath-Thabarī. Berikut
penjelasannya:

35
Syekh Ahamad Dairobi al-Kabir, Kitab Mujarobat, 25.
33

1. Ayat Basmalah
- Penafsiran Ibnu Katsīr
Ada beberapa pendapat ulama meriwayatkan menganai ayat basmalah,
diantaranya ayat basmalah merupakan salah satu ayat yang berdiri sendiri
di setiap awal surah, sebagai pemisah antar surah, bahkan ada yang
berpendapat bahwa bukan termasuk dari ayat al-Qur’an.36
Ayat basmalah dalam keutamaannya yaitu bagaimana basmalah
disunnahkan untuk di baca ketika mengawali suatu aktifitas, seperti: masuk
ke kamar mandi, berwudhu, makan, juga melakukan hubungan badan.37
Umar bin Abi Salamah meriwayatkan hadits dalam shahih Muslim
bahwa nabi Muhammad saw., bersabda:
‫ا ا‬ ‫( قٌل اِبس ام ها‬
)‫ك‬ َ ‫ َو ُك ْل بايَ امْينا‬،‫اَّلل‬
َ ‫ َو ُك ْل ِمها يَلْي‬،‫ك‬ ْ ْ
“Ucapkan ‘‫اَّللا‬
‫ه‬ ‫’با ْس ام‬, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah

makanan yang dekat darimu”

Kata ‫ ا هَّلل‬ialah nama untuk Allah swt., Hal ini dikatakan dengan al-Ismul

a’zham (nama yang paling agung), yaitu nama yang mencakup seluruh
macam sifat.

‫الهر ْْحَ ان الهراحْي ام‬ terdiri dari dua nama di dalam bentuk mubalaghah

(bermakna lebih) yang berasal dari datu kata ar-Rahmah, namun ar-Rahman
lebih menunjukkan makna yang lebih daripada kata ar-Rahim.38 Maka dari

36
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004), 18.
37
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 20.
38
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 22.
34

itu, Dia memulai dengan nama Allah, hal ini karna ar-Rahman yang
menyifati-Nya, ar-Rahmah lebih khusus daripada ar-Rahim.39

- Penafsiran Ibnu Jarīr ath-Thabarī


‫ٱَّللا‬
‫با ْس ام ه‬ “Dengan menyebut nama”, Abu Ja’far mengatakan:

“Sesungguhnya Allah swt, telah mengajarkan kepada nabi Muhammad


saw., agar mendahulukan nama-Nya yang mulia atas sekalian perbuatan-
Nya, dan menjadikan apa yang telah diajarkan kepada nabi Muhammad
saw., tersebut sebagai sunnah yang patut diikuti oleh semua makhluk-Nya
dalam memulai setiap pembicaraan, penulisan surah, buku dan aktifitas

manusia, sehingga makna dzahir dari indikasi ‫ٱَّللا‬


‫با ْس ام ه‬ mencukupi makna

yang tersembunyi dari maksud pengucapnya. Hal itu karena huruf baa’

pada kata ‫ٱَّللا‬


‫با ْس ام ه‬ menghendaki adanya suatu pekerjaan, dan tidak ada

pekerjaan yang tampak padanya, sehingga sekedar mendengar kata ‫ٱَّللا‬


‫ه‬ ‫با ْس ام‬
diucapkan, maka orang yang mendengarnya telah memahami maksud
pengucapnya.40
‫ٱَّللا‬
‫( ه‬Allah), adapun makna yang terkandung ialah “Yang di Tuhan-kan
oleh segala sesuatu dan disembah oleh seluruh makhluk”, ini diriwayatkan
oleh Abdullah bin Abbas.41

‫ْحَ ان ٱلهراحي ام‬


َٰ ْ ‫ ٱلهر‬Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Dua kata ayat

ini memilikinya tersendiri, kata ‫ْحَ ان‬


َٰ ْ ‫ ٱلهر‬lebih spesifik, dimana yang disifati

39
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 23.
40
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari (Kairo: Pustaka Azam, 2007), 201.
41
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 207.
35

dengannya lebih utama dari pada bentuk benda aslinya jika menyangkut

pujian atau celaan, lain dengan kata ‫ٱلرِحي ِم‬


َّ , walaupun keduanya terdiri dari
asal kata yang sama. 42
2. Al-Fatihah
- Penafsiran Ibnu Katsīr
Al-Fatihah di sebut ash-Shalah, hal ini dikarnakan al-Fatihah menjadi
syarat sah dalam shalat. Namun al-Fatihah juga di sebut asy-Syifa’, hal ini
terdapat dalam hadits marfu Riwayat ad-Darimi dari Abu Sa’id, “Fatihatul
kitab itu merupakan syifa’ (penyembuh) dari setiap racun” juga didalam
haditsnya nabi Muhammad saw., bersabda, “Dari mana engkau tahu bahwa
al-Fatihah itu adalah ruqyah”.43
Al-Fatihah dalam penggunaannya yaitu menjadi wajib adanya pada
shalat, jika seseorang tidak membaca al-Fatihah maka shalatnya tidak sah.
Hal ini di riwayatkan oleh Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin
Hanbal, para sahabat mereka, serta jumhur ulama.44
Al-Fatihah memiliki keutamaan, Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu
Sa’id bin al-Mualla, “Aku pernah mengerjakan shalat, lalu nabi Muhammad
saw., memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya, hingga aku
menyelesaikan shalat. Setelah itu aku datangi beliau, maka beliau pun
bertanya, ‘Apa yang menghalangimnu datang kepadaku ?’ maka aku
menjawab ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tadi sedang mengerjakan
shalat’, lalu beliau bersabda, ‘Bukanlah Allah swt., telah berfirman: Wahai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah swt., dan seruan Rasul
apabila Rasul menyerumu kepada yang memberi kehidupan kepadamu’ dan
setelah itu beliau bersabda, ‘Akan aku ajarkan kepadamu suatu surat yang

42
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 210.
43
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 7.
44
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 12.
36

paling agung di dalam al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid ini’,
maka beliau pun menggandeng tanganku. Dan Ketika beliau kehendak
keluar dari masjid, aku katakana, ‘Ya Rasulullah, engkau tadi telah berkata
akan mengajarkan kepadaku surah yang paling agung di dalam al-Qur’an’,
kemudian beliau menjawab ‘Benar, ia adalah as-Sab’ul Matsani dan al-
Qur’an al-Azhim yang telah diturunkan kepadaku”. Ishak bin Rahawaih,
Abu Bakar Ibnu al-Arabi, Ibnu al-Haddar yang menganut madzhab Maliki
menjadikan hadits tersebut menjadi keutamaan dan kelebihan dari surah
lainnya.45

‫ ا‬dan ‫ ل‬pada kata ‫ ا حْلَ حم ِد‬memiliki maksud yaitu untuk melengkapi segala
macam jenis dan bentuk pujian secara keseluruhan, dan hal ini hanya untuk
Allah swt., semata. Ibnu Jarīr ath-Thabarī mengatakan, alhamdulillah ialah
pujian yang disampaikan Allah swt., untuk diri-Nya. Hal ini memiliki
makna perintah untuk hamba-hambanya agar senantiasa memuji-Nya. Para
ulama mutaa’khairin telah mengenal bahwa al-Hamdu adalah pujian
melalui ucapan kepada yang berhak untuk mendapatkan pujian tersebut,
tidak lupa pula disertai dengan menyebutkan sifat-sifat baik lainnya.

ِ‫الرب‬
َّ ialah pemilik, penguasa, dan pengendali. Ar-Rabb merupakan

nama yang agung. ِ‫ي‬ ِ ialah bentuk jama’ dari kata ِ‫ عا َل‬yang memiliki arti
َ ‫العلَم ح‬
َ َ
segala sesuatu yang ada selain Allah swt.

ِ‫ِالرِححيم‬
َّ ‫الر حْحَ ِن‬
َّ hal ini di bahas pada paragraf di atas.

ِ‫ َمَٰلِك‬berasal dari kata ِ‫ الح ِم حلك‬yang memiliki arti kepemilikan, Allah swt.,
berfirman dalam Q.S. Maryam: 40,

45
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 9.
37

‫ض حو حم ْن حع لح يْ حه ا حو إِ لح يْ نح ا يُ ْر حج عُ و حن‬ ُ ِ‫إِ اَّن حَنْ ُن نحر‬


‫ث ْاْل ْحر ح‬
“Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya.
Dan hanya kepada Kami-lah mereka dikembalikan”.

ِ ‫ي وِم‬
‫الديْ ِن‬ ْ‫ح‬ memiliki arti hari pembalasan, hari pembalasan ialah hari

dimana perhitungan untuk semua makhluk, hal ini disebut dengan kiamat,
dimana mereka akan mendapatkan balasan dari amal perbuatannya. Jika apa
yang ia lakukan selama di dunia baik, maka balasannya akan baik, pun
dengan sebaliknya, kecuali orang-orang yang diampuni oleh Allah swt.
Ulama salaf meriwayatkan bahwa surah al-Fatihah adalah rahasia al-
ِ
Qur’an, dan rahasia tersebut ada pada dalam ayat ُ ‫إِ اَّي حك نح ْعبُ ُد حوإِ اَّي حك نح ْستحع‬
‫ي‬
artinya “hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu pula kami
memohon pertolongan”. Jika di bedah kalimatnya, maka “Hanya kepada-
Mu kami beribadah” hal ini memiliki kandungan lepasnya dari
kemusyrikan, sedangkan “Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”
memiliki kandungan bagaimana sikap melepaskan diri dari upaya dan
kekuatan serta berserah diri kepada Allah swt.,46 Hal ini bermakna dengan
ibadah kepada-Nya merupakan tujuan, sedangkan permohonan merupakan
sarana untuk beribadah, karna ibadah ialah sesuatu yang sangat agung,
siapapun yang melakukan ibadah maka akan menjadi manusia yang mulia,
karna hati yang akan selalu terpatri kepada Allah swt., juga menjadikannya
hamba nabi Muhammad saw., yang paling mulia pula.47

Al-Fara menjelaskan bahwa ‫ص‬ dalam ‫ٱلص َٰحر حط ٱلْ ُم ْستح ِق حيم‬
ِ ‫ْٱه ِد حَّن‬ “ini

merupakan bahasa Bani Udzrah dan Bani Kalb” yakni setelah

46
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 29.
47
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 31.
38

menyampaikan pujian kepada Allah swt., maka permohonan pun ditujukan


kepada-Nya pula, hal ini menjadi layak jika diikuti dengan sebuah
permintaan. Karna hal ini lah yang akan menjadikan mudahnya
mendapatkan hajat yang diinginkan dan lebih cepat peluangnya untuk
terkabulnya, dengn Allah swt., yang akan menuntun dan membimbing
kita.48

‫ت حعلحْي ِه ْم‬ ِ‫ِ ا‬


‫ين أحنْ حع ْم ح‬
‫ص َٰحر حط ٱلذ ح‬ “Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau

anugerahkan nikmat kepada mereka” hal ini merupakan badal49 namun


boleh pula sebagai athaf bayan50, wallahu a’lam.51

‫ي‬ ِ ‫وب علحي ِهم وحَل ٱل ا‬


ِ ُ ‫“ غح ِْْي ٱلْم ْغ‬Bukan jalan mereka yang dimurkai dan
‫ضآل ح‬ ‫ض حْ ْ ح‬ ‫ح‬
bukan pula jalan mereka yang sesat”. Hal ini memiliki makna “tunjukkanlah
kepada kamu jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau
berikan nikmat kepadanya. Yaitu mereka yang memperoleh hidayah,
istiqamah, dan ketaatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya, serta
mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Bukan jalan
orang-orang yang mendapat murka, yang kehendak mereka telah rusak
sehingga meskipun mereka mengetahui kebenaran, namun menyimpang
darinya. Bukan juga jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang yang
tidak memiliki ilmu pengetahuan, sehingga mereka berada dalam kesesatan
serta tidak mendapatkan jalan menuju kebenaran”.52

48
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 32.
49
Badal: Isim (kata benda) yang mengikuti isim sebelumnya dalam hukum
bacaannya.
50
Athaf bayan: Isim yang mengikuti kepada isim sebelumnya, berupa isim
jamid (isim yang bukan berasal dari kata kerja ‫ – َح َج ََر‬batu) yang berfungsi seperti na’at
(sifat/keterangan) dalam menjelaskan makna yang dimaksudkan. Isim tersebut
kedudukannya dari isim yang diikuti seperti kedudukan kalimat yang menjelaskan
kalimat atau kata asing sebelumnya.
51
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 34.
52
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 35.
39

- Pandangan Ibnu Jarīr ath-Thabarī


ّ‫ٱ حْلم ُد َّلِل‬
‫َح‬ ayat ini bermakna segala kesyukuran hanya bagi Allah swt.,

dan bukan sesembahan yang lain, karena atas karunianya yang dilimpahkan
kepada makhluk-Nya yang tidak dapat dihitung. Karunianya terdiri dari
kesehatan jiwa dan raga sehingga makhluk-Nya dapat menjalankan segala
perintahnya, rezeki dengan macam bentuk selama di dunia, juga
kenikmatan di akhirat yang kekal bagi makhluk yang menaati perintah
Allah swt.53
ّ ‫“ ر‬Telah kami jelaskan penakwilan kata ّ‫ َالِل‬dalam firman-Nya ّ‫ٱلِل‬
‫ب‬ َ ‫بّ حس ّم‬
َ
, dan tidak perlu kami mengulanginya.54

‫ي‬ ّ
َ ‫“ ٱلح ََٰعلَم‬Sekalian alam” ialah bentuk jama’ dari kata ‫عامل‬, dan kata ‫العامل‬
adalah bentuk jama’ yang tidak memiliki kata tunggal. ‫ العامل‬juga nama bagi

seluruh jenis makhluk, dimana setiap kelompoknya jenisnya disebut ‫عامل‬,


seperti seperti jenis manusia, jin, dan yang lainnya.55

‫حَ ّن ٱلَرّحي ّم‬


َٰ ‫ ٱلَر ح‬berada pada penjelasan sebelumnya.

ّ ‫ك ي وّم‬
‫ٱلدي ّن‬ ّّ
‫َمَٰل َ ح‬ “Yang Menguasai hari Pembalasan”. Ayat ini

mengandung makna bahwa Allah swt., lah yang memiliki segala kerjaan
pada hari kiamat dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat menguasainya
selain Allah swt., hari dimana tidak ada lagi makhluk yang dapat
menyombongkan dan membanggakan dirinya layaknya di dunia, karna

53
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 218.
54
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 223.
55
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 225.
40

Ketika sudah berhadapan dengan Allah swt., semua makhluk akan


menyadari akan kekurangannya dan mengakui bahwa Allah swt., lah yang
maha pemilik segala yaitu segala kerajaan.56

‫إّ ََّي َك نَ حعبُ ُد‬ “Hanya kepada-Mu kami menyembah”, ayat ini memiliki

penejelasan yaitu “Ya Allah, kepada-Mu kamu kami tunduk, patuh dan
merendahkan diri, dengan mengakui bahwa hanya Engkau-lah Tuhan yang
tiada Tuhan selain Engkau”.57
ّ
ُ ‫“ َوإّ ََّي َك نَ حستَع‬dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”, ayat
‫ي‬
ini kandungannya yaitu hanya kepada Allah swt., setiap makhluk
memohon pertolongan dalam segala urusan.58

‫“ حٱه ّد َن‬Tunjukilah kami”. Ibnu Abbas meriwayatkan dalam ayat ini yaitu
“berilah kami taufiq untuk tetap berpegang teguh pada-Nya”59

‫ٱلص ََٰر َط ٱلح ُم حستَ ّق َيم‬


ّ “jalan yang lurus”, Abu Ja’far mangatakan bahwa para

ahli tafsir bersepakat bahwa ayat ini memiliki kandungan jalan lurus yang
tidak berliku.60

‫ت َعلَحي ّه حم‬ َّ ّ
َ ‫ين أَنح َع حم‬
َ ‫(“ ص ََٰر َط ٱلذ‬yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka”. Penjelasan pada ayat ini ialah
tentang bagaimana maksud dari jalan yang lurus itu, yakni jalan yang lurus
merupakan jalan yang benar, maka nabi Muhammad saw., bersabda
“Tunjukilah kami jalan yang lurus wahai Tuhan kami, yaitu jalan orang-
orang yang Kau anugerahkan nikmat kepada mereka dengan menaati-Mu

56
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 230.
57
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 237.
58
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 238.
59
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 243.
60
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 247.
41

dari para malaikat, para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang
mati syahid dan orang-orang yang shalih.61

‫ْعلَيْ ِه ْم‬ ِ ‫ض‬


َ ‫وب‬ ُ ‫غَ ِْي ْٱل َمغ‬ “bukan (jalan) mereka yang dimurkai), potongan

ayat ini bermakna dimana makhluk yang diberikan anugerah berupa


petunjuk agama oleh Allh swt., dengan kata lain ia akan selamat dari murka
Allah swt.62

ْ‫ي‬ ِ َّ ‫“ وََل‬dan (bukan pula) jalan mereka yang sesat”, jika melihat dari
َ ‫ْٱلضآل‬ َ
artinya disini akan tampak timbul pertanyaan, “Lalu siapakah orang-orang
yang tersesat tersebut ?”. Hal ini di jelaskan dalam Q.S. Al-Maa’idah [5]:
77
۟ ٍ‫ْد ْينِ ُكمْغَْيْٱْل ِقْوََلْتَتَّبِعو۟اْأَهوآءْقَو‬
ِ ‫ب ََْلْتَغلُو۟ا ِِْف‬
ْ‫ْضلُّوا ِْمن‬
َ ْ ‫د‬َ‫ق‬ْ ‫م‬ َ َ ُٓ َ َ َ
ِ َ‫َْيَهلْٱلكِ ٓت‬
ٓ
َ َ ‫قُل‬
۟ ُّ ِ‫قَبلْوأَضلُّو۟اْ َكث‬
َّ ‫نْس َوآِء‬
ْ‫ْٱلسبِ ِيل‬ َ َ ‫ْع‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ض‬
َ ‫اْو‬
ًَ‫ْي‬ َ َُ
"Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas)
dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan
Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan
mereka tersesat dari jalan yang lurus".

3. Ayat Kursi
- Penafsiran Ibnu Katsīr
Pada hadits shahih nabi Muhammad saw., menjelaskan bahwa ayat
Kursi merupakan ayat yang laing utama pada al-Qur’a (kitab Allah swt.,)
dan hal ini lah yang menjadikan ayat kursi menjadi suatu hal yang sangat
agung.63 Imam Muslim meriwayatkan bahwa “Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, sesungguhnya ayat kursi itu mempunyai satu lidah

61
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari, 253.
62
Ibnu Jarīr ath-Thabarī, Tafsir Ath-Thabari,256.
63
Ibnu Katsīr, Tafsir Ibnu Katsir, 508.
42

dua bibir yang senantiasa menyuncikan al-Malik (Allah swt.,) di sisi tiang
‘Arsy”.64
ٓ
ُ ُّ‫ْه َو ْٱْلَ ُّى ْٱل َقي‬
ْ‫وم‬ ُ ‫ٱَّللُ ََْلٓ ْإِلَهَ ْإََِّل‬
َّ “Allah swt., tidak ada Ilah yang berhak

diibadahi melainkan Dia yang Mahahidup, kekal lagi terus-menerus


mengurus makhluknya”, hal ini memiliki kandungan bahwa Allah akan
senantiasa memberikan perlindungan dan niscaya tidak akan ada syetan
yang mendatangi hingga kembali menjadi pagi hari lagi.65
ِ ‫َْتخ ُذه‬
ْ‫ۥْسنَةٌ َْوََل ْنَوٌم‬ُ ُ َ ‫“ ََل‬Tidak mengantuk dan tidak pula tidur”. Artinya
Allah swt., itu suci tiada sebuah kekurangan, lengah maupun lalai dalam
mengatur makhluk-Nya. Bahkan Allah swt., senantiasa selalu mengatur dan
memperhatikan disetiap apa yang dikerjakan oleh makhluknya,
menyaksikan segalanya, bahkan tidak ada sesuatupun yang dapat
menghalanginya. Hal ini dapat dikatakan bahwa Allah swt., memiliki sifat
yang bergitu sempurna tanpa merasa kantuk sedikitpun.
ِ َّ ‫اِْف‬
ِ ‫ت ْوَم‬ ِ ‫ْم‬
ِ ‫اِْف ْٱْلَر‬
ْ‫ض‬ َ ‫ْٱلس َٓم َٓو‬ َ ُ‫لَّه‬ “Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit

dan di bumi”. Hal ini memiliki arti bahwa semua makhluk merupakan
hamba-Nya, semua berada dalam naungan-Nya, juga berada dalam
kekuasaannya.

َ ِ‫“ َمنْذَاْٱلَّ ِذىْيَش َف ُعْع‬Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi


ْ‫ندْهُْْإََِّلِْبِِذنِِه‬
Allah swt., tanpa izin-Nya”. Hal ini merupakan bagian dari kekuasaan-Nya
di setiap keagungan-Nya, keperkasaan-Nya, juga kebesaran-Nya, untuk
memberikan syafa’at kepada makhluknya.66

64
Ibnu Katsir, “Tafsir Ibnu Katsir”, 509.
65
Ibnu Katsir, “Tafsir Ibnu Katsir”, 512.
66
Ibnu Katsir, “Tafsir Ibnu Katsir”, 513.
43

‫ْي أَيْ ِدي ِه ْم َوَما َخ ْل َف ُه ْم‬


َ َْ‫يَ ْعلَ ُم َما ب‬ “Allah swt., mengetahui apa-apa yang di

hadapan mereka di belakang mereka”. Hal ini menjadi bukti bahwa ilmu-
Nya meliputi segala yang ada, baik di masa lalu, masa kini, dan masa yang
akan datang.
ِ ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ ِ
َ‫“ َوََل ُُييطُو َن ب َش ْىء م ْن علْمهٓۦ إاَل ِبَا َشآء‬Dan mereka tidak mengetahui apa-
apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya” Hal ini memuat
kandungan bahwa tidak ada makhluk satupun yang dapat mengetahui walau
sedikit dari ilmu Allah kecuali yang telah diajarkan dan diberitahukan oleh
Allah swt., juga dalam hal ini setiap makhluk tidak dapat melihat
sesuatupun tanpa Allah perlihatkan kepada makhluk tersebut.

‫ض‬ ِ ِ ِ
َ ‫“ َوس َع ُك ْرسيُّهُ ٱل اس ََٰم ََٰوت َو ْٱْل َْر‬Kursi Allah meliputi langit dan bumi”. Ibnu
Abi Hatim menjelaskan bahwa hal ini yang dimaksud adalah “Yaitu ilmu-
Nya”.

‫ودهُۥ ِح ْفظُ ُه َما‬


ُ َُ‫َوََل ي‬ “Dan Allah swt., tidak merasa berat memelihara

keduanya” hal ini memiliki kandungan bahwa Allah swt tidam merasa
kewalahan bahkan keberatan dalam memelihara apa yang telah diciptakan-
Nya seperti langit, bumi, maupun keduanya.

‫يم‬ ِ ِ
ُ ‫“ َوُه َو ٱلْ َعل ُّى ٱلْ َعظ‬Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar”, untuk
memahami ayat tersebut, para ulama Salafush Shaleh memahami dengan
makna yang sama yang digunakan pada ayat tersebut, tanpa
menyerupakan dengan makhluk.67

67
Ibnu Katsir, “Tafsir Ibnu Katsir”, 514.
44

- Penafsiran Ibnu Jarīr ath-Thabarī

ُ ُّ‫اَّللُ َل إِلَهَ إَِل ُه َو ا ْْلَ ُّي الْ َقي‬


‫وم‬ ‫“ ا‬Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, yang Maha

Hidup”. Lafadz ُ‫اَّلل‬


‫ ا‬disini memiliki kandungan yakni, “tiada Tuhan selain
Dia” artinya larangan menyembah sesuatu selain Tuhan yang hidup dan
abadi.

‫العظيم‬ “Yang Agung”, maknanya yaitu bahwa Dia memiliki kebesaran

yang memiliki segalanya.


E. Komparasi Ayat
- Ayat Basmalah
Telah dijelaskan diatas mengenai apa saja khasiat pada ayat basmalah
serta bagaimana penjelasan penggunaannya sehingga kita bisa
mendapatkan hajat yang diinginkan, namun didalam buku Kitab Mujarobat
tidak dijelaskan secara rinci bagaimana ayat di tafsirkan sehingga menjadi
formula untuk menjadi suatu amalan, doa-doa dan lain sebagainya. Setelah
penulis Analisa pada penafsiran Ibnu Katsîr dan Ibnu Jarîr ath-Thabari,
penulis hanya menyimpulkan hal yang dapat mendukung atas apa yang

terkandung dalam kitab Mujarobat ini yakni dengan tafsiran pada lafadz ُ‫اَّلل‬
‫ا‬
yang memiliki makna agung jika dibaca. Namun jelas hal ini tidak dapat
dibenarkan bahkan bisa dikatakan tidak sejalan dengan amalan dan doa-
doa agar mendapatkan hajat seseorang.
- Surah al-Fatihah
Manfaat dari surah al-Fatihah begitu banyak pada kitab mujarobat
diantaranya untuk meminta penyembuhan dan hajat kepada Allah swt, dan
apa yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsîr yakni beliau juga menjelaskan bahwa
kandungan pada surah al-fatihah memiliki sifat penyembuh sedangkan Ibnu
45

ّ‫ٱ حْلم ُد َّلِل‬


Jarîr ath-Thabari menjelaskan pada lafadz ‫َح‬ yang memiliki makna

segala kesyukuran salah satunya kenikmatan dalam menjalankan perintah


Allah, dan untuk menjalankan perintah Allah dengan nikmat yakni dengan
sehat akal dan sehat fisik. Jika kembali lagi pada penjelasan Syekh Ahmad
Dairobi al-Kabir, dalam amalan memita penyembuhan bisa saja selaras
dengan apa yang ditafsirkan oleh mufassir, namun jika dikaitkan dengan
amalan meminta hajat, hal ini tidak dapat dibenarkan jika merujuk pada
penafsiran Ibnu Katsîr dan Ibnu Jarîr ath-Thabari.
- Ayat Kursi
Ibnu Katsîr menjelaskan bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling
agung yang di dukung pula dengan penafsiran Ibnu Jarîr ath-Thabari pada

lafadz ‫العظيم‬ yang memiliki makna bahwa Allah memiliki kebesaran atas

segalanya. Penjelasan pada kitab mujarobat mengenai hajat salah satunya


yakni meminta perlindungan diri khususnya dari gangguan syetan, maka
kesimpulannya sejalan dengan apa yang telah fi tafsirkan oleh mufassir.
Namun untuk hajat lainnya, tidak dapat dibenarkan jika merujuk pada
penafsiran mufassir.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah kita ketahui bahwasanya al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat
manusia untuk menjalani kehidupan. Namun, selain menjadi petunjuk, al-
Qur’an pun dapat dijadikan sebagai penawar hati atau bisa kita katakan
sebagai obat.
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana ayat
al-Qur’an dapat digunakan sebagai penyembuhan fisik yang disebut dengan
ayat mujarobat. Namun penulis tidak menemukan penafsiran secara
langsung dari penulis Kitab Mujarobat Fathul Mulk Al-Majid Al-Muallaf
Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbarin ‘Anid Karya Syekh Ahmad
Dairobi Al-Kabir ini, melainkan ia hanya memaparkan cara bagaimana ayat
al-Qur’an dapat digunakan serta khasiat yang dapat diraih berdasarkan
pengalaman dari banyak ulama serta yang menulis kitab mujarobat ini ikut
andil dalam membenarkan amalannya karna sudah terbukti dengan apa
yang pernah dialami.
Sehingga penulis hanya mengkomparasikan dari khasiat yang
terkandung dari penjelasan Syekh Ahmad Dairobi Al-Kabir dengan
penafsiran dari mufassir Ibnu Katsîr dan Ibn Jarîr ath-Thabari.
Pada ayat basmalah Ibnu Katsîr dan Ibn Jarîr ath-Thabari sepakat bahwa
ayat ini memang disunnahkan dibaca untuk memulai aktifitas apapun, karna

makna dari lafadz ‫ٱّلله‬


َِ yang Maha Agung. Jadi bisa dikatakan lazim jika

para ulama melakukan amalan-amalan dengan menggunakan ayat basmalah


ini karna pada dasarnya bertujuan untuk meminta pertolongan kepada Allah
swt., atas segala urusannya. Namun tidak dijelaskan bahkan tidak ada
rincian pada tafsiran mufassir bahwa ayat basmalah bisa untuk
mendapatkan hajat sesuatu. Sehingga penulis menyimpulkan hal ini jelas
46
47

tidak sejalan dengan terjaminnya kita melakukan amalan-amalan hajat


kita akan terkabulkan. Namun jika kembali lagi pada penjelasan Syekh
Ahmad Dairobi al-Kabir, ia pun mengatakan semuanya atas kehendak Allah
swt, hal ini dapat dikatakan bahwa manusia hanya ikhtiar dan untuk hasil
hanya Allah swt yang memiliki kehendak.
Untuk surah al-Fatihah, di dalam tafsir Ibnu Katsīr ia meriwayatkan
bahwa “Fatihatul kitab itu merupakan syifa’ (penyembuh) dari setiap
racun”, pun di dalam tafsir Ibnu Jarīr ath-Thabarī ia menyebutkan bahwa
َّّ ‫ٱ حْلم ُد‬
‫لِل‬
pada lafadz ‫َح‬ mengandung makna segala kesyukuran hanya bagi

Allah swt., bersyukur atas karunia berbagai bentuk seperti kesehatan jiwa
dan raga sehingga dapat menjalankan segala perintahnya, juga kenikmatan
lainnya baik di dunia dan di akhirat. Maka dapat disimpulkan jika kita
meminta kepada Allah swt atas suatu penyembuhan diri, maka atas
kehendak Allah swt manusia itu akan sembuh, karna kandungan al-Fatihah
yang telah dijelaskan oleh mufassir juga sejalan dengan Syekh Ahmad
Dairobi al-Kabir. Namun jika membahas dengan hajat lainnya yang telah
dipaparkan pada kitab Mujarobat, hal ini tidak dapat dibenarkan karna tidak
ada penjelasan dari mufassir.
Dan untuk ayat Kursi, pada tafsirannya Ibnu Katsīr meriwayatkan bahwa
nabi Muhammad saw., mengatakan bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang
paling utama di dalam al-Qur’an bahkan menjadi sangat agung. Ibnu Jarīr

ath-Thabarī pun mengungkapkkan karna adanya lafadz ‫العظيم‬ “Yang

Agung”. Jadi sudah terlihat bahwa apa yang terkandung di dalam ayat Kursi
ini memiliki keistimewaan yang lebih dari ayat yang lainnya, dan terdapat
penjelasan bagaimana kita bisa melindungi diri dari syetan. Hal ini bisa
sejalan dengan apa yang dipaparkan pada kitab mujarobat mengenai
48

perlindungan diri, namun untuk hajat lainnya pada kitab mujarobat, tidak
dapat dibenarkan dapat berhasil karna tidak ada keterangan pada penafsir.
Sehingga, jika disimpulkan secara menyeluruh ada beberapa yang
sejalan dengan isi dari kitab mujarobat tersebut dengan apa yang ditafsirkan
oleh mufassir Ibnu Katsîr dan Ibnu Jarîr ath-Thabari, namun dalam
pelaksanaan tata cara yang di jelaskan oleh Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir
tidak dapat dibenarkan atau sejalan dengan apa yang ditafsirkan oleh para
mufassir.
B. Saran
Dalam penggunaan doa untuk meminta hajat kepada Allah swt,
sebenarnya kita sudah dibekali oleh nabi Muhammad saw dari hadits-
haditsnya yang tentu sudah benar kejelasannya, dan kita dapat
menggunakan doa tersebut sebagaimana mestinya. Namun di dalam
penelitian ini, penulis hanya menyampaikan sedikit analisa yang dapat
diambil, karna masih ada kekurangan data tentang penafsiran dari penulis
karya Kitab Mujarobat ini. Penulis juga sangat mengharapkan agar
diskursus dan penelitian ini selalu dieksplorasi dari berbagai sudut pandang
lainnya. Hal tersebut menjadikan kajian teks dalam al-Qur’an senantiasa
hidup dan terus berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel, Buku, dan Jurnal
Akhmad, Perdana, “Ruqyah Syar’iyyah vs Ruqyah Gadungan
(Syirkiyyah)”, (Quranic Media Pustaka).
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 1996).
Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2012).
Amina, Nina, Pendidikan kesehatan dalam al-Qur’an (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013).
Al-Ashfahani, Ar-Raghib, “Mu’jam Mufradat Alfadh al-Qur’an, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.th).
As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman, Bacalah al-Qur’an Seolah-Olah Ia
Diturunkan Kepadamu (Jakarta: PT Mizan Publika, 2008).
Asy-Sya’rowi, Muhammad al-Mutawalli, Mukjizat al-Qur’an (Semarang:
CV Morodadi, 1995).
Al-Suyutī Jalaluddīn, al-Qur’an al-Syafī, terj. Achmad Sunarto (Semarang:
CV. Surya Angkasa 1995).
Drajat, Amroeni, “Ulumul Qur’an (Pengantar Ilmu-Ilmu al-Qur’an)”,
(Jakarta: Kencana, 2017).
Jarīr ath-Thabarī, Ibnu, Tafsir Ath-Thabari (Kairo: Pustaka Azam, 2007).
Katsīr, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004).
Mahah, Syekh Riyadh Muhammad, Sa, Dālilul Mu’aliĵin bil Qur’ānil
KarĪm, ter. Irwan Raihan (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007).
Quthb, Sayyid, Keindahan al-Qur’an yang Menakjubkan.
Salim, Muhammad Ibrahim, Berobat dengan Ayat-Ayat Qur’an (Bandung:
Trigenda Karya, 1995).

49
50

Sari, Flori Ratna, “BEKAM (Sebagai Kedokteran Profetik, dalam Tinjauan


Hadis, Sejarah dan Kedokteran Berbasis Bukti)”, (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2018).

Disertasi, Skripsi dan Tesis

Barkah, Siti Nurwahidah, “Penerapan Model Terapi Islami Bagi


Penyembuhan Pasien Gangguan Jiwa (Studi di Yayasan Pondok
Pesantren Darul Muqimin Kecamatan Banjar Kabupaten
Pandeglang)”. (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, 2018).
Istihori, Aang, “al-Qur’an dan Pengobatan (Praktik Amaliah Pembacaan
Surah al-Hasyr di Pondok Pesantren al-Kholidin Kebayoran Baru
Jakarta Selatan)” (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019)
Ibroh, Umi, “Fungsi Teks Mujarobat dalam Masyarakat Desa Pesarean”,
(Skripsi SI, Universitas Diponegoro, 2017)
Khainuddin, “as-Shifa Perspektif Tafsir al-Ibris Karya Bisri Mustofa”,
(Jurnal, Institut Agama Islam Negeri Kediri, 2019).
Khakim, Fatkhul, “Makna Tradisi Rebo Wekasan di Kecamatan Suradadi
Kabupaten Tegal”, (Skripsi S1, Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang, 2014).
Muktadin, Baytul. “Penggunaan Ayat-Ayat al-Qur’an untuk Pengobatan
Penyakit Jiwa (Studi Living Qur’an di Desa Kalisabuk Kesugihan
Cilacap Jawa Tengah)” (Tesis S2, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,
2015).
Mahzumah, Yayuk, “Peranan Siaran Pengajian Agama melalui Radio
Persada FM dalam Menciptakan Learning Community pada
51

Masyarakat Desa Dalegan-Panceng-Gresik”, (Skripsi S1,


Universitas Islam Negeri Malang, 2008).
‘Urif, Mohammad Zamzami, “Fadail al-Suwar dalam Kitab Zubdatu al-
Bayan di Bayani Fadail al-Suwar al-Qur’an Karya KH.Shodiq
Hamzah Semarang” (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2015).
Vanela, Yanita, “Doa sebagai metode Psikoterapi Islam untuk Kesehatan
Mental Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Hi. Abdul
Moeloek Bandar Lampung” (Skripsi S1, Institut Agama Islam Negeri
Raden Inta Lampung, 2016).
Wahyuni, Firda Ayu, “Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan
Motivasi Kesembuhan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Ibnu Sina
YW-UMI Makasar” (Skripsi S1, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makasar, 2014)

Anda mungkin juga menyukai