Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MANDIRI

KEWARGANEGARAAN

MANAJEMEN

Oleh

Rinaldi Hutauruk

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, swt, berkat Ridho Nya, penulis akhirnya mampu
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “DAMPAK KORUPSI,
KOLUSI DAN NEPOTISME”.

Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari
orang terdekat, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena
itu penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima Teman-teman yang
telah memberikan semangat dan motivasi bagi penulis untuk
menyelesaikan makalah ini..
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis
terima dengan baik.
Semoga makalah DAMPAK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME ini
bermanfaat bagi kita semua.

Batam, November 2021

Rinaldi Hutauruk

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................. 2

Daftar Isi........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 4


1.2 Tujuan.................................................................................................. 4
1.3 Rumusan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DAMPAK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME................ 5

BAB III PENUTUP

3.1.............................................................................................................Kesimpulan
............................................................................................................. 12
3.2.............................................................................................................Saran
............................................................................................................. 12

Daftar Pustaka…………………………………………………………………

13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurangnya pengetahuan masyarakan tentang DAMPAK KORUPSI,


KOLUSI DAN NEPOTISME

Maka dalam makalah ini penulis akan membahasnya

1.2 Tujuan

Tujuan utama penulis membuat maklah ini adalah sebagai Tugas


akhir dari mata kuliah pendidikan pancasila dan kewarganegaraan

Dan tujuan kedua yaitu sebagai wawasan bagi masyarakat umum

1.3Rumusan Masalah

4
Pembahasan dalam makalah ini penulis batasi pada topik DAMPAK
KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

BAB II PEMBAHASAN

DAMPAK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

( KKN )

Korupsi ( bahasa latin: courruptio dari kata kerja corrumpere, yang


bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok).
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia telah menjadi


penyakit sosial yang sangat membahayakan kelangsungan kehidupan
bangsa dari upaya mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran dan
kemandirian, bahkan memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat
rentan (fakir miskin, kaum jompo dan anak-anak terlantar). Menurunnya
tingkat kesejahteraan (menyengsarakan rakyat), kerusakan lingkungan
sumber daya alam, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hilangnya
modal manusia yang handal, rusaknya moral masyarakat secara besar-
besaran bahkan menjadikan bangsa pengemis merupakan cerminan dari
dampak KKN.

Pada umumnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur


pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan negara. Selain itu, Korupsi merupakan

5
bagian dari gejala sosial yang masuk dalam klasifikasi menyimpang
(negative), karena merupakan suatu aksi tindak dan perilaku sosial yang
merugikan individu lain dalam masyarakat, menghilangkan kesepakatan
bersama yang berdasar pada keadilan, serta pembunuhan karakter
terhadap individu itu sendiri. Makna korupsi, sebagai suatu tindakan
amoral, tidak memihak kepentingan bersama (egois), mengabaikan etika,
melanggar aturan hukum, dan terlebih melanggar aturan agama.

Kolusi adalah suatu kerja sama melawan hukum antar penyelenggara


negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan
orang lain, masyarakat, dan atau Negara. Dan
Nepotisme adalah tindakan atau perbuatan yang menguntungkan
kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,
bangsa dan Negara.

Dalam prakteknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sangat sukar


bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit
memberikan pembuktian-pembuktian yang otentik.Disamping itu sangat
sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses
perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini merupakan bahaya
laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat itu sendiri. Tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini
merupakan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang
memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan
mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi
korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang
berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status
sosial yang tinggi dimata masyarakat.

Dalam konteks USDRP yang diinisasi Pemerintah dan Bank Dunia,


KKN menjadi penyebab rendahnya daya saing suatu daerah,
terhambatnya proses pertumbuhan dan pengembangan ekonomi
lokal/daerah maupun semakin jeleknya kualitas dan kuantitas layanan
publik. Untuk itu, menjadi suatu kewajaran salah satu manual UIDP yang

6
dikembangkan oleh CPMU dengan dukungan Team Manajemen
Konsultan UIDP dan MTAS mengembangkan manual tentang Program
Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dikenal Anti Corruption Action
Plan/ACAP. Tentunya pengembangan manual ACAP yang sedang
disiapkan oleh Team Konsultan Tingkat Nasional tersebut menjadi saksi
bahwa Pemerintah dan Bank Dunia melalui USDRP serius untuk
membasmi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) beserta benih-
benihnya. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi tumbuh subur
pada suatu tatanan pemerintahan yang mengabaikan prinsip
demokratisasi dasar yakni transparansi, partisipasi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan sumber daya publik. Dampaknya paling dirasakan oleh
kelompok sosial masyarakat rentan baik secara ekonomi maupun akses,
selain itu tumbuh kembangnya budaya dan relasi informal dalam
pelayanan publik serta distrust terhadap pemerintahnya. Hernando de
Soto (1992) misalnya  menyatakan. “….terdapat perilaku rasional (rational
choice) dari masyarakat untuk menjadi “informal” secara ekonomis
terhadap pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah.Munculnya perilaku rational choice masyarakat tidak terlepas
dari perilaku birokrasi yang selama ini dirasakan oleh masyarakat.”
Barzelay (1982) dalam ‘Breaking Through Bureaucracy’ menyatakan “
masyarakat bosan pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban”

Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis


dan basah.Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi.
Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-
undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberan

Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis


dan basah.Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk
korupsi.Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk
undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan
bukan pencegahan (preventif).

7
Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang banyak menimpa
para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif
menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun
1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-
nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan
para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan
bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang
diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum
dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi
pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus
dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian
banyak perkara pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di negara
yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment
sebagai salah satu cita-cita reformasi.

Akibat – akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini adalah :

Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap


penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.

ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,


menimbulkan ketimpangan sosial budaya.

pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas


administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah


ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah,
memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan
untuk berusahaterutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik,
pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

8
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
akibatakibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :

Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap


perusahaan, gangguan penanaman modal.

Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.

Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar


negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.

Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan


administrasi,hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara,
keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan
represif.

Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah


merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta
memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai


dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan
dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN).Harapan terhadap produk-produk hukum diatas
adalah praktek sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan
uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi
dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan
tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus dimasa orde baru ada
yang sampai kemeja hijau.Walau ada yang sampai pada putusan hakim
tapi lebih banyak yang diputuskan atau bahkan hanya sampai pada
penyidik dan Berita acara perkaranya (BAP) mungkin disimpan dilemari
sebagai koleksi pribadi pengadilan.Kemudian timbul pertanyaan
bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama
saja walaupun sebenarnya dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono

9
genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa
hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat.

Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan


dan berkekuatan hukum tetap.Tapi perkara korupsi, kolusi dan Nepotisme
(KKN) ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan
akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit.Pertanyaan
selanjutnya?Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan
stategis dan basah.Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk
korupsi.Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk
undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan
bukan pencegahan (preventif).Korupsi ternyata bukan hanya masalah
hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan
agama.Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan
bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan
hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya
semakin banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) ini
akan  semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi
dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan negara-negara lain
tertinggal jauh dalam hal ini.Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada
kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia
negara terkorup tapi koruptornya tidak ada.Sepertinya ini sesuatu yang
aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah.Selain korupsi,
dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga
merupakan tindak pidana.Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait
dengan hal itu.

Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya


sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja?Atau memang
bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang
telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita?
Kenapa UU No.28/1999 tidak berjalan efektif dalam aplikasinya?Apakah
ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-

10
undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila
tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat
tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum.

Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas
yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai
engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang
muncul dimasyarakat.Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya
sebagai obat penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan
upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah
kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal
permasalahan.

Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah


karena adanya ketidaktertiban sosial.Bila bicara masalah hukum
seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena
hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan
kebiasaan dalam masyarakat.Namun sangat disayangkan hukum sering
dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan
melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam
penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang
penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan
lebih baik karena memungkinkan memutus mata rantainya.

Upaya Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) :

Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di


instansipemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan
tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.

mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai


negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar
pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya
dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh
wewenangnya.

11
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri
setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah
bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena
jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.

Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.

menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk


kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu
cenderung disalahgunakan.

hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense


ofbelongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka
merasaperuasahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha
berbuat yang terbaik.

Pada akhirnya pemerintah mempunyai peran penting dalam penanganan


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini sehingga bangsa kita bisa lebih
menjadi lebih baik dan lebih maju.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis
berkesimpulan sebagai berikut.

Pentingnya pembaelajaran kewarganegaraan bagi kehidupan ,

12
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini, makapenulis memberikan
sedikit saran dengan harapan dapat menunjang era global dan
kemajuan bagi semua pihak yang berkepentingan.

Daftar pustaka

http://lussychandra.blogspot.com/2013/02/dampak-korupsi-kolusi-dan-nepotisme
kkn.html

13

Anda mungkin juga menyukai