Anda di halaman 1dari 100

LAPORAN PRAKTIKUM

ERGONOMI TERAPAN

MODUL 1
ANTROPOMETRI

Oleh :
Kelompok 2

Aldi Mahendra ( 2011116)


Veronica Lasmi ( 2011120 )
Chris Toper Fidel Castro (2011125)

TEKNIK INDUSTRI AGRO


(TIA-2B)

LAB. PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


POLITEKNIK ATI PADANG
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum............................................................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi.........................................................................................................................
2.2 Antropometri...................................................................................................................
BAB III. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Rekapitulasi Data Antropometri.....................................................................................
3.2 Pengujian Statistikal........................................................................................................
3.2.1 Uji Kenormalan Data............................................................................................
3.2.2 Uji Keseragaman Data..........................................................................................
3.2.3 Uji Kecukupan Data..............................................................................................
3.3 Perhitungan Nilai Persentil.............................................................................................
BAB IV. ANALISIS DAN TUGAS PERANCANGAN
4.1 Analisis Data Antropometri............................................................................................
4.2 Analisis Statistikal..........................................................................................................
4.2.1 Analisis Kenormalan data .....................................................................................
4.2.2 Analisis Keseragaman data....................................................................................
4.2.3 Analisis Kecukupan data .......................................................................................
4.3 Analisis Nilai Persentil...................................................................................................
4.4 Perancangan Produk/Fasilitas Kerja Ergonomik............................................................
4.4.1 Deskripsi Produk/Fasilitas....................................................................................
4.4.2 Analisis Perancangan Produk/Fasilitas.................................................................
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................................
5.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
LAMPIRAN………………………………………………………………………
BAB I

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pramusaji dan pembeli
di Warteg Muncul jalan Pusponjolo, terdapat beberapa gangguan kesehatan
akibat kerja. Hal ini terjadi karena sikap kerja, posisi duduk,tinggi dataran dan
sarana kerja yang tidak ergonomi. Sehingga dapat menyebabkan nyeri pada
punggung, keluhan muskuloskeletal, kelelahan pada otot dan tulang,serta
gangguan kesehatan lainnya. Berdasarkan pengamatan, yang menjadi
permasalahan utama adalah kursi dan meja yang dipakai oleh pramusaji dan
pembeli di warteg tidak ideal yaitu kursi tidak terdapat sandaran punggung,
lebar dan ukuran kursi terlalu kecil, sehingga tidak nyaman lagi, serta ukuran
tinggi meja yang tidak sesuai standar kriteria ergonomi.
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi
jika dapat diantisipasi berbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para
pekerja. Berbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit
Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan
Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini
harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan
ergonomik.
Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara
kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman
dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba,
2003d). 
Memperhatikan hal tersebut di atas maka pembelajaran juga merupakan
suatu aktivitas kerja yang perlu dikelola dengan pendekatan ergonomi.
Pembelajaran dengan pendekatan ergonomi dapat menyeimbangkan antara
tuntutan tugas (beban kerja) dan kapasitas (kemampuan, kebolehan dan
keterbatasan) belajar sehingga mereka dapat belajar secara efektif, nyaman,
aman, sehat dan efisien serta tercapai prestasi yang setinggi-tingginya.
Kombinasi antara tugas (task), organisasi (organization) dan lingkungan
(environment) merupakan kondisi kerja yang harus diterima dalam proses
belajar mengajar. Bila kombinasi  antara tugas, organisasi dan lingkungan
tersebut belum ergonomis maka dapat menimbulkan gangguan pada diri
pebelajar sehingga kondisi belajar menjadi tidak sehat, tidak aman, tidak
nyaman dan tidak efektif.  Kapasitas pebelajar dalam menerima tugas dan
lingkungan belajar yang tidak ergonomis berbeda-beda tergantung pada
kemampuan, kebolehan dan keterbatasan masing-masing. Tubuh akan
berusaha melakukan adaptasi terhadap perubahan tersebut. Bila tubuh tidak
mampu beradaptasi maka akan menimbulkan gangguan kualitas kesehatan,
seperti keluhan muskuloskeletal meningkat, kelelahan meningkat dan 
kebosanan meningkat. Penurunan kualitas kesehatan  akan berpengaruh
terhadap  luaran proses belajar.
Untuk menganalisis keserasian antara tugas (task), organisasi
(organization) dan lingkungan (environment) dalam proses pembelajaran
dapat digunakan delapan  aspek ergonomi yaitu status gizi mahasiswa, sikap
kerja, penggunaan tenaga otot, kondisi lingkungan, kondisi waktu, kondisi
informasi, kondisi sosial budaya, dan kondisi manusia-mesin. Bila kombinasi
antara tugas (task), organisasi (organization) dan lingkungan (environment)
dalam proses pembelajaran sudah serasi maka akan membuat seseorang
merasa nyaman dalam melakukan aktivitas di ruang belajar tersebut.

Pengukuran antropometri merupakan pengukuran yang dilakukan terhadap


dimensi-dimensi tubuh manusia. !asil dari pengukuran ini kemudian dapat
diaplikasikan pada sistem kerja yang melibatkan manusia saat melakukan
interaksi dengan komponen sistem kerja tersebut baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dalam melakukan perancangan suatu fasilitas dan tempat
kerja dalam suatu sistem diperlukan pengetahuan tentang ergonomi dan
antropometri untuk dapat menghasilkan suatu rancangan yang tepat dan
optimal dengan memanfaatkan data-data pengukuran dimensi tubuh manusia
yang akan berinteraksi dengan fasilitas dan tempat kerja tersebut. Diharapkan
nantinya dengan adanya pengetahuan tentang antropometri fasilitas dan
tempat kerja dapat membuat keadaan kerja lebih produktif dan nyaman.

1.2 Tujuan Praktikum


Mampu mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki manusia dari sisi
antropometri serta mampu melakukan pengukuran antropometri dengan berbagai
parameter serta dapat menggunakannya untuk mengoptimalkan sistem kerja.
1.2.1 Mampu mengukur data antropometri secara statis dan dinamis.
1.2.2 Mampu menentukan ukuran tubuh yang dibutuhkan dalam merancang
tempat kerja.
1.2.3 Mampu menggunakan data antropometri dalam perancangan tempat kerja.
1.2.4 Mengenal dan menggunakan alat-alat yang biasa dipakai untuk
pengukuran antropometri.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Ergonomi
2.1.1 Pengertian ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya aturan atau
hukum Ergonomi adalah teknologi perancangan kerja yang didasarkan pada
ilmu-ilmu biologi manusia, anatomi, fisiologi, dan psikologi. Menurut
(Panero, 2003)

2.1.2 Tujuan ergonomi


Tujuan ilmu ergonomi sebagai berikut :
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan nasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Menurut (Tawarka, 2004)

2.1.3 Ruang Lingkup Ergonomi


ergonomi dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu:
a. Biomekanik
Menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja dan cara
mengukur dari setiap aktivitas tersebut
b. Display
Menitikberatkan pada bagian dari lingkungan yang mengkomunikasikan
pada manusia.
c. Lingkungan
Menitikberatkan kepada fasilitas-fasilitas dan ruangan-ruangan yang biasa
digunakan oleh manusia dan kondisi lingkungan kerja karena kedua hal
tersebut banyak mempengaruhi tingkah laku manusia.
d. Antropometri
Menitikberatkan pada nilai ukuran-ukuran yang sesuai dengan ukuran
tubuh manusia. Dalam hal ini terjadi penggabungan dan pemakaian data
antropometri dengan ilmu statistik yang menjadi prasarat utama.
Menurut (Sutalaksana, 1979)

2.2 Antropometri
2.2.1 Pengertian antropometri
Antropometri merupakan salah satu cabang ilmu ergonomi yang berkaitan
dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang dapat digunakan untuk
merancang fasilitas yang ergonomis. Menurut (Wignjosoebroto, 2000) Kata
antropometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata anthropos (man) yang artinya
manusia dan kata metreinn (to measure) yang artinya ukuran, sehingga
antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia. antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan
dengan karakteristik tubuh manusia dalam hal ukuran, bentuk, dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Antropometri
secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses
perancangan atau desain produk maupun sistem kerja yang akan digunakan
manusia.
Menurut (Nurmianto dalam Prasetyo 2011)
2.2.2.Data Antopometri:

Data antropometri adalah data-data dari hasil pengukuran yang digunakan


sebagai data untuk perancangan peralatan. Mengingat bahwa keadaan dan ciri
dapat membedakan satu dengan yang lainnya, maka dalam perancangan yang
digunakan data antropometri terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan yaitu:

1. Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim (minimum atau


maksimum)
Prinsip ini digunakan apabila kita mengharapkan agar fasilitas yang akan
di rancang tersebut dapat di pakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian
besar orang-orang yang akan memakainya.

Contohnya: Ketinggian kontrol maksimum digunakan tinggi jangkauan


keatas dari orang pendek, ketinggian pintu di sesuaikan dengan orang yang
tinggi dan lain-lain.

2. Prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.


Prinsip digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar fasilitas tersebut
dapat menampung atau bisa dipakai dengan enak dan nyaman oleh semua
orang yang mungkin memerlukannya. Biasanya rancangan ini memerlukan
biaya lebih mahal tetapi memiliki fungsi yang lebih tinggi.

Contohnya: Kursi kemudi yang bisa di atur maju-mundur dan kemiringan


sandarannya, tinggi kursi sekretaris atau tinggi permukaan mejanya.

3. Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan harga rata rata para pemakainya.


Prinsip ini hanya di gunakan apabila perancangan berdasarkan harga
ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika menggunakan
prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Prinsip berdasarkan
harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan bila lebih banyak rugi dari pada
untungnya, ini berarti hanya sebagian kecil dari orang-orang yang merasa
enak dan nyaman ketika menggunakan fasilitas tersebut.

2.2.3 Sumber Variabilitas Ukuran-Ukuran Antropometri


Manusia pada umumnya memiliki bentuk dan dimensi tubuh yang berbeda-
beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga semakin banyak jumlah manusia
yang diukur maka akan didapat variasi ukuran tubuh antara yang satu dengan
yang lainnya. Menurut (Wignjosoebroto dalam Tim Dosen Laboratorium
Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja, 2009)
Variabilitas tersebut disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Usia
Usia merupakan faktor yang dapat menunjukkan secara jelas mengenai
terdapatnya variasi dimensi tubuh manusia. Secara kasat mata dapat
terlihat adanya perbedaan ukuran dimensi tubuh anak balita dengan orang
dewasa. Akibat adanya faktor usia tersebut, ukuran peralatan yang
dibutuhkan antar manusia dengan perbedaan usia ini menjadi berbeda.
b. Jenis Kelamin
Selain faktor usia, faktor lainnya yang menyebabkan terdapatnya variasi
pada ukuran dimensi tubuh manusia adalah jenis kelamin. Secara umum
dimensi tubuh pria lebih besar dibandingkan dimensi tubuh wanita.
Namun pada beberapa bagian tubuh seperti bagian pinggul hal tersebut
tidaklah berlaku.
c. Suku Bangsa
Setiap suku bangsa memiliki karakteristik yang khas terkait dengan
dimensi tubuh mereka. Pengaruh faktor suku bangsa terhadap dimensi
tubuh manusia terekam dalam penelitian yang dilakukan oleh Ashby
(1979). Dalam penelitiannya, Ashby merancang suatu peralatan yang
sesuai untuk digunakan oelh 90% populasi pria di Amerika Serikat dan
kemudian mengenakan peralatan terkait pada populasi pria di negara
lainnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peralatan tersebut hanya
mampu digunakan oleh 90% populasi pria di Jerman, 80% populasi pria di
Perancis, 65% populasi pria di Italia, 45% populasi pria di jepang, 25%
populasi pria di Thailand, dan 10% populasi pria di Vietnam.
d. Nutrisi dan Kondisi Lingkungan
Tidak dapat dipungkiri bahwa nutrisi yang baik akan mendukung
pertumbuhan tubuh manusia. Hal mengenai pengaruh faktor nutrisi dengan
perbedaan ukuran tubuh manusia ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Annis (1978). Penelitian oleh Annis (1978) terhadap
penduduk Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat perubahan tren
pada ukuran dimensi tubuh dan perubahan tersebut berupa peningkatan
sekitar 1 cm per dekade sejak 1920.
e. Postur Tubuh
Faktor ini biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sikap seseorang yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi ukuran dimensi tubuh seseorang.
f. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan khususnya pekerjaan-pekerjaan yang
bersifat fisik dapat melatih otot pada bagian-bagian tubuh tertentu. Hal
tersebut kemudian menyebabkan ukuran yang berbeda pada bagian tubuh
tertentu dengan ukuran tubuh manusia pada umunya. Akibat perbedaan
ini, maka terbentuklah variasi pada ukuran tubuh manusia.

2.2.4 Cara pengukuran Antropometri


Menurut (Panero, 2003) berdasarkan cara pengukurannya, antropometri
terbagi atas dua macam, yaitu:

a. Antropometri Statis
Antropometri statis adalah pengukuran data yang mencakup pengukuran
atas bagian – bagian tubuh seperti dimensi kepala, batang tubuh, dan
anggota badan lainnya pada posisi standar (tegak sempurna). Pengukuran
antropometri statis biasanya digunakan untuk mendesain barang – barang
yang digunakan manusia seperti meja, kursi, dan pakaian.

b. Antropometri Dinamis
Antropometri dinamis yaitu pengukuran yang dilakukan pada posisi tubuh
sedang bekerja atau melakukan aktivitas. Dimensi yang diukur pada
antropometri dinamis diambil secara linier (lurus) dan saat pemakai
melakukan aktivitasnya seperti ketinggian orang saat sedang berjalan.
Hal-hal yang memengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut,

 Umur , ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai
sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan
berkurang setelah 60 tahun.
 Jenis kelamin , Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih
besar kecuali bagian dada dan pinggul.
 Rumpun dan Suku Bangsa
 Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh, Kondisi ekonomi dan
gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga
bergantung pada kegiatan yang dilakukan.
Alat dan Bahan Antropometri

Kursi Antropometri

1. Mistar
2. Meteran
3. Jangka sorong
4. Goniometer (alat ukur putar sudut)
Hasil pengukuran antropometri berupa “Data Antropometri” yang di bagi atas 2
macam yaitu:

1. Data antropometri statis = pengukuran tubuh pada saat diam

2. Data antropometri dinamis = pengukuran pada saat tubuh bergerak

Variabilitas ukuran tubuh manusia

a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Suku bangsa
d) Gizi
e) Cacat tubuh

PEDOMAN
A. Pengukuran Antropometri Statis/ Dimensi
Tubuh A.1 Posisi : Duduk samping
Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur

Ukur jarak vertikal dari permukaan alas


duduk sampai ujung atas
Tinggi duduk
1. TDN kepala. Subjek duduk normal dengan
normal
memandang lurus ke depan, dan
lutut membentuk sudut siku-siku.

Ukur jarak vertikal dari permukaan alas


Tinggi mata duduk sampai ujung mata
2. TMD
duduk bagian dalam. Subjek duduk tegak dan
memandang lurus ke depan.

Ukur jarak vertikal dari permukaan alas


duduk sampai ujung bawah
siku kanan. Subjek duduk tegak dengan
Tinggi siku
3. TSD lengan atas vertikal di sisi
duduk
badan dan lengan bawah membentuk
sudut siku-siku dengan lengan
bawah.

Tinggi sandaran Subjek duduk tegak, ukur jarak vertikal


4. TSP dari permukaan alas duduk
punggung sampai pucuk belikat bawah.

Subjek duduk tegak, ukur jarak vertikal


5. Tinggi pinggang TPg dari permukaan alas duduk
sampai pinggang.

Subjek duduk tegak, ukur jarak


6. Tebal perut TPe samping dari belakang perut sampai
ke depan perut.

Subjek duduk tegak, ukur jarak dari


7. Tebal paha Tpa permukaan alas duduk sampai ke
permukaan atas pangkal paha.

Tinggi
Ukur jarak vertikal dari lantai sampai
8. popliteal/lipat TPo
bagian bawah paha.
lutut

9. Pantat popliteal PPo Subjek duduk tegak. Ukur jarak


horizontal dari bagian terluar pantat
sampai lekukan lutut sebelah dalam
(popliteal). Paha dan kaki bagian
bawah membentuk sudut siku-siku.

Subjek duduk tegak. Ukur jarak


horizontal dari bagian terluar pantat
10. Pantat ke lutut PkL sampai ke lutut. Paha dan kaki bagian
bawah membentuk sudut siku
siku (No.11 + tebal lutut)

A.2 Posisi : Duduk menghadap ke depan.

Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur

Ukur jarak horizontal antara kedua


lengan atas. Subjek duduk
1. Lebar bahu LB tegak dengan lengan atas merapat
ke badan dan lengan bawah
direntangkan ke depan

Subjek duduk tegak. Ukur jarak


horizontal dari bagian terluar
2. Lebar pinggul LP
pinggul sisi kiri sampai bagian
terluar pinggul sisi kanan.

Ukur jarak horizontal antara kedua


tulang belikat. Subjek
Lebar sandaran
3. LSD duduk tegak dengan lengan atas
duduk
merapat ke badan dan lengan
bawah direntangkan ke depan.

Subjek duduk tegak dengan lengan


atas merapat ke badan dan
lengan bawah direntangkan ke
4. Siku ke siku SkS
depan. Ukur jarak horizontal
dari bagian terluar siku kiri sampai
bagian terluar sisi kanan.

A.3 Posisi : Berdiri (1)


Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur

Jarak vertikal telapak kaki


sampai ujung kepala yang
Tinggi badan
1. TBT paling atas. Sementara subjek
tegak
berdiri tegak dengan mata
memandang lurus ke depan.

Ukur jarak vertikal dari lantai


sampai ujung mata bagian
Tinggi mata
2. TMB dalam (dekat pangkal hidung).
berdiri
Subjek berdiri tegak dan
memandang lurus ke depan.

Ukur jarak vertikal dari lantai


Tinggi bahu sampai bahu yang
3. TBB
berdiri menonjol pada saat subjek
berdiri tegak.

Ukur jarak vertikal dari lantai


ke titik pertemuan antara
Tinggi siku lengan atas dan lengan bawah.
4. TSB
berdiri Subjek berdiri tegak
dengan kedua tangan
tergantung secara wajar.

Tangan menjangkau ke atas


setinggi-tingginya. Ukur
Jangkauan
5. JTA jarak vertikal lantai sampai
tangan ke atas
ujung jari tengah pada saat
subjek berdiri tegak.

Subjek berdiri tegak, tangan di


Panjang lengan samping, ukur jarak dari
6. PLB
bawah siku sampai pergelangan
tangan.

Ukur jarak vertikal lantai


Tinggi lutut
7. TLB sampai lutut pada saat subjek
berdiri
berdiri tegak.

TPe Subjek berdiri tegak, ukur


8. Tebal perut
B (menyamping) jarak dari perut
depan sampai perut belakang
secara horizontal.

Menimbang dengan posisi


9. Berat badan BB
normal di atas timbangan.

A.4 Posisi : Berdiri (2)

Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur

Ukur jarak horizontal dari


punggung sampai ujung jari
Jangkauan tengah. Subjek berdiri tegak
1. tangan ke JTD dengan betis, pantat dan
depan punggung merapat ke dinding,
tangan direntangkan
secara horizontal ke depan.

Ukur jarak horizontal dari ujung


jari terpanjang tangan
kiri sampai ujung jari terpanjang
Rentangan
1. RT tangan kanan. Subjek
tangan
berdiri tegak dan kedua tangan
direntangkan horizontal
ke samping sejauh mungkin.

A.6 Posisi : Pengukuran jari tangan.

Data Yang Kod


No. Cara Pengukuran
Diukur e

Diukur dari sisi luar jari


telunjuk sampai sisi luar jari
Lebar jari 2, 3,
1. Lj kelingking. Jari-jari subjek
4, 5
lurus dan merapat satu sama
lain.

2. Lebar tangan LT Diukur dari sisi luar ibu jari


sampai sisi luar jari
kelingking.
Posisi jari seperti pada No. 3.

Diukur dari ujung jari tengah


Panjang
3. PTT sampai pangkal pergelangan
telapak tangan
tangan.

A.7 Posisi : Pengukuran lingkar tubuh

Data Yang Kod


No. Cara Pengukuran
Diukur e

Lingkar Ukur lingkar dari perut


1. LPe
Perut depan ke bagian belakang

Lingkar Ukur lingkar kepala dari


1. LK
kepala dahi ke belakang

B. Pengukuran Antropometri Dinamis

f)
Data Yang Kod
No. Cara Pengukuran
Diukur e

Ukur sudut putaran lengan tangan


bagian bawah dari posisi
awal sampai ke putaran
maksimum. Busur diposisikan
Putaran pada
1. PL
lengan sudut 00. Posisi awal lengan
tangan bagian bawah ditekuk ke
kiri semaksimal mungkin,
kemudian diputar ke kanan sejauh
mungkin.

2. Putaran PuT Ukur sudut putaran cengkraman


telapak T jari tangan. Busur
tangan diposisikan pada sudut 00. Posisi
awal, jari-jari mencengkram
batang tengah busur. Posisi awal
telapak tangan ditekuk ke
kiri semaksimal mungkin,
kemudian diputar ke kanan sejauh
mungkin (pergelangan dan lengan
tangan tetap diam).

Ukur sudut putaran genggaman


telapak tangan kanan atau kiri
diposisikan pada sudut 00. Batang
Putaran
tengah busur digenggam.
3. genggaman PGT
Posisi awal genggaman telapak
tangan
tangan ditarik ke belakang
semaksimal mungkin, lalu diputar
ke depan sejauh mungkin.

Ukur sudut putaran vertikal


telapak kaki. Busur diposisikan
pada sudut 00. Posisi awal,
telapak kaki siku-siku dengan
betis, kemudian diputar ke bawah
Sudut
4. STK sejauh mungkin. Kaki
telapak kaki
kembali ke posisi awal, lalu ujung
kaki dinaikkan setinggi
mungkin. Total putaran vertikal
telapak kaki adalah β = β1 +
β

2.3 Pengujian Statistik


Metode statistika adalah prosedur-prosedur yang digunakan dalam
pengumpulan, penyajian, analisis, dan penafsiran data. Metode dalam statistik
dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu statistic deskriptif dan statistic
inferensi.

Statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan


pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi
yang berguna. Jadi statistic deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data
yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensi atau kesimpulan apapun
tentang gugus dan induknya yang lebih besar. Termasuk dalam kategori statistik
deskriptif ini adalah table, diagram, grafik dan besaran-besaran lain. Sedangkan
statistic inferensi mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis
sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan
mengenai keseluruhan gugus data induknya.

2.3.1 Uji Kenormalan data


Uji kenormalan adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan
untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variable, apakah
sebaran data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan berguna
untuk data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari
populasi normal.

Pengujian data bertujuan untuk menentukan data antropometri


operator tehadap alat yang akan dirancang, dengan menguji kenormalan,
keseragaman dan kecukupan data dapat dijelaskan sebagai berikut: 2.5.1 Uji
Kenormalan Data Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika
tersedia nilai rata-rata (mean) dan standar deviasinya dari suatu distribusi
normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai rata-rata
(mean) dan SD (standar deviasi). Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang
menyatakan persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya
sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95% dari
populasi adalah sama atau lebih rendah dari 95 persentil, dan 5% dari
populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil (Nurmianto,
2005).

Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal


akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat
diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean) dan simpangan standar
dari data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka ”percentiles” dapat
ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Dengan
persentil, maka dimaksudkan disini adalah suatu nilai yang menunjukan nilai
persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai
tersebut. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan 95% ppulasi yang
berada pada atau dibawah pada ukuran tersebut, sedangkan 5-th persentil
akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu
(Wignjosoebroto, 2008).

Dalam pokok bahasan antropometri, 95 persentil akan


menggambarkan ukuran manusia yang berukuran besar, sedangkan 5
persentil sebaliknya akan II-11 menunjukkan ukuran manusia yang berukuran
kecil. Bilamana diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasikan 95%
dari populasi yang ada, maka disini diambil rentang 2,5 dan 97,5 persentil
adalah batas ruang yang dapat dipakai (Nurmianto, 2005). Adapun
pendekatan dalam penggunaan data antropometri, adalah sebagai berikut:

1. Pilihlah standar deviasi yang sesuai untuk perancangan yang


dimaksud.
2. Carilah data pada rata-rata dan distribusi dari dimensi yang
dimaksud untuk populasi yang sesuai.
3. Pilihlah nilai persentil yang sesuai sebagai dasar perancangan.
4. Pilihlah jenis kelamin yang sesuai.

Uji kenormalan data digunakan untuk mengetahui apakah suatu data


berditribusi normal atau tidak.

2.3.2 Uji Keseragaman data

(1) Kelompokkan data ke dalam sub grup


(2) Mencari nilai rata-rata sub grup (x)

(3) Mencari nilai rata-rata keseluruhan (x),a , dimana n = jumlah

Sub grup

(4) Mencari nilai standar deviasi (σ)

σ
(5) Mencari nilai standar deviasi sub grup (σx)  
√n
(6) Mencari Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB)
BKA = x + 2. σx , dan BKB = x - 2. Σx

(7) Buat Peta Kontrol


(8) Jika nilai sub grup keluar dari BKA dan BKB berarti data tersebut

harus dibuang (karena tidak seragam)

2.3.3. Uji Kecukupan data

(1) Menghitung jumlah data yang dibutuhkan (N’)


Untuk tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %,

formulanya :
(2) Membanding nilai N’ dengan nilai N
Jika N’ < N berarti data cukup, jika sebaliknya berarti data tidak cukup

2.3.4. Persentil

Persentil adalah ukuran yang digunakan dalam statistik yang menunjukkan


nilai dibawah ini yang mana persentase tertentu dari pengamatan dalam
kelompok pengamatan.

Persentil 1 = x bar – 2,325 α

Persentil 5 = x bar – 1,645 α

Persentil 10 = x bar – 1,28 α

Persentil 50 = x bar

Persentil 90 = x bar + 1,28 α

Persentil 95 = x bar + 1,645 α

Persentil 99 = x bar + 2,325


BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Rekapitulasi Data Antropometri


Pengambilan data antropometri dilakukan di lab. LPSKE dengan hasil
pengambilan data sbb :

Tabel 3.1 Rekapitulasi data antropometri

Pada pengumpulan dan pengolahan data,kami dari kelas 2B mengambil 34 data

NO Nama Kode Data


1 Dodi Iskandar Tinggi Siku Duduk ( TSD) 26
2 Fajri Adhitya Tinggi Siku Duduk ( TSD) 30
3 Veronica Lasmi Tinggi Siku Duduk ( TSD) 21
4 Aldi Mahendra Tinggi Siku Duduk ( TSD) 25
5 Taufik Hidayat Tinggi Siku Duduk ( TSD) 21
6 Muhammad Ridho Tinggi Siku Duduk ( TSD)
23
Fadhilla
7 Kurniawan Tinggi Siku Duduk ( TSD) 24
8 Andika P. H Tinggi Siku Duduk ( TSD) 24
9 Suhatman Tinggi Siku Duduk ( TSD) 24
10 Shelvi Fazilla Tinggi Siku Duduk ( TSD) 24
11 Syafina Aljanah Tinggi Siku Duduk ( TSD) 21
12 Al ihsan Nur haq Tinggi Siku Duduk ( TSD) 24
13 Pajrul latif Tinggi Siku Duduk ( TSD) 24
14 Khalista Aulia Tinggi Siku Duduk ( TSD) 25
Pramesti
15 Muhammad Rifki Tinggi Siku Duduk ( TSD) 26
16 Rida Oktaviani Tinggi Siku Duduk ( TSD) 23
17 Indah Rahma P Tinggi Siku Duduk ( TSD) 25
18 Hikma W Tinggi Siku Duduk ( TSD) 25
19 Diva yolanda Tinggi Siku Duduk ( TSD) 31
20 Dekri efendi Tinggi Siku Duduk ( TSD) 29

3.2 Pengujian Statistic


Uji kernormalan data bisa dilahkukan dengan cara manual ( excel) dan
siple (sofwere SPSS).Pada pengolaha data kali ini kami melah kukan uji
kernormalan dengan menggunakan software SPSS.

3.2.1 Uji Kenormalan Tinggi Siku Duduk (TSD)

Gambar 3.1 grafik uji TSD

3.2.2 Uji Keseragaman Data Lebar Tinggi Siku Duduk (TSD)


Gambar 3.2 Control Chart

Uji Keseragaman Data

rata-rata 24,75

std 2,712059

BKA 32,88618

BKB 16,61382

Chart Title
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

TSD BKA BKB rata-rata


Gambar 3.3 Grafik Uji Keseragaman Data TSD
3.2.3 Uji Keseragaman Data

Uji Kecukupan Data

Uji Kecukupan Data


Jumlah data 495
(Jumlah Data)^2 24502
5
(jumlah Tiap data)^2 12391
N 20
N' 18,25
12

Berdasarka Perhitungan data Lebar jari diperoleh nilai N adalah 20 dan N’


adalah 18,2512 yang berarti nalai N>N’ sehingga data Tinggi Posisi
Duduk (TSD) tersebut cukup.

3.3 Perhitungan Persentil Nilai Tinggi Posisi Duduk ( TSD )

Presentil
1 18,44446
2,5 19,43436
5 20,28866

10 21,27856
50 24,75
90 28,22144
95 29,21134
97,5 30,06564
99 31,05554
BAB IV
ANALISIS DAN TUGAS PERANCANGAN
4.1 Analisis Data Antropometri

Pada pengambiln data antropometri pengukuran dimensi tubuh manusia


pada setiap kelompok yang terdiri 10 kelompok yang dilakukan pada lokal
1D dengan pengukuran dengan kode (TDN, TMD, TSD, TSP, TPg, Tpo, Ppo,
PKL, LB, LP, LSD, Sks, TBT, TMB, TBB, TSB, JTA, PLB, TLB, TpeB, BB,
JTD, RT, Lj, LT, PTT, Lpe, LK, PL, PuTT, PGT, STK), data yang diambil
terdiri dari 20 orang sampel yang diambil ada sebagian orang memiliki usia
yang berbeda, jenis kelamin, dan tingkat hormon yang berbeda.

4.2 Analisis Statistikal


Untuk menentukan layaknya data suatu ukuran dalam pembuatan produk
maka perlu dilakukan suatu analisa

4.2.1 Analisis Kenormalan Data

Untuk data SkS, TBT dan TMB terdistribusi tidak normal karena sisi kiri dan
kanan tidak sejajar.

4.2.2 Analisis Keseragaman Data

Pada Data SkS, TBT dan TMB data cukup seragam karena pada grafik garis x sub
grup tidak melewati batas kontol bawah (BKB) dan batas kontrol atas (BKA)..

4.2.3 Analisis Kecukupan Data

Untuk kecukupan data pada data PLB tidak cukup karena N’lebih besar dari nilai
N dimana nilai N’ adalah 87 dan N adalah 30. pada data TLB cukup karena nilai
N’< N. Dan TPeB juga tidak cukup.

4.3 Analisis Nilai Persentil

Perhitungan persentil yang diuji pada data PLB, TLB, dan TPeB adalah
Persentil 1, 5, 10, 50, 90, 95 dan 99 dengan hasil pengujian nilai persentil data
SkS yaitu 15,3, 30,6, 31,6, 45, 53,6, 57,2, 70,56. Sedangkan Perhitungan Nilai
Persentil data TBT yaitu 21,8, 106,2, 150,0, 166, 173,8, 178,8, 180. Dan persentil
data TMB yaitu 95,6, 140,6, 141,6, 155, 167,1, 168,8, 170. Dari hasil analisa
perhitungan nilai persentil didapatkan beberapa objek atau produk yang akan
diramalkan.

4.4 Perancangan Produk/Fasilitas Ergonomik

4.4.1 Deskripsi Produk/Fasilitas

Produk/fasilitas yang kami rancang adalah sebuah kursi. Kursi adalah


tempat duduk yang didesain sedemikian rupa untuk kebutuhan. Data dimensi
tubuh yang kami ukur adalah Tinggi Duduk Normal (TDN). Tinggi Popliteal/lipat
lutut (TPo). Tinggi Sandaran Punggung (TSP). Pantat Popliteal (PPo). Lebar Bahu
(LB). Material yang digunakan yaitu dari kayu, dan tempat duduk diberi busa agar
orang yang duduk dengan nyaman.

1.4.2 Analisis Perancangan Produk


Pada produk kursi, untuk mengukur tinggi sandaran punggung dari alas
duduk ke punggung digunakan data TSP (Tinggi Sandaran Punggung) dimana
digunakan persentil rata-rata yaitu persentil 50 dengan nilai 48,0. Untuk
mengukur lebar alas duduk digunakan data Ppo (Pantat Popliteal) dimana
digunakan persentil rata-rata yaitu persentil 50 dengan nilai 44,5 ditambah dengan
kelonggaran 5 cm sehingga totalnya 49,5 cm di berinya persentil 50 dan
kelonggaran supaya pengguna memiliki badan yang besar dapat nyaman. Untuk
mengukur panjang sandaran dan alas duduk digunakan data LB (Lebar Bahu)
digunakan persentil rata-rata yaitu persentil 50 dengan nilai 41,5 x 2 = 83
(kapasitas penumpang).
LAPORAN PRAKTIKUM
ERGONOMI TERAPAN

MODUL II
VISUAL DISPLAY

Oleh :
Kelompok 2
Aldi Mahendra ( 2011116 )
Veroca Lasmi (2011120)
Chris Toper Fidel Castro ( 2011125 )

TEKNIK INDUSTRI AGRO


(TIA-2D)

LAB. PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


POLITEKNIK ATI PADANG
DAFTAR ISI

COVER LAPORAN............................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................
1.2 Tujuan Praktikum.............................................................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Penginderaan Informasi Visual.......................................................................................
2.2 Visual Display.................................................................................................................
BAB III. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Tes Visual Acuity (Indeks Landolt’s)......................................................................
3.2 Perhitungan Visual Angle dan Visual Acuity .................................................................
3.3 Data Tes Kontras Warna..................................................................................................
3.4 Pengukuran Kontras Warna dengan CCA.......................................................................
BAB IV. ANALISIS
4.1 Analisis Visual Acuity Praktikan....................................................................................
4.2 Analisis Tes Kontras Warna ..........................................................................................
4.3 Analisis Kontras Warna dengan CCA............................................................................
4.4 Analisis Desain Display Informasi Visual......................................................................
a. Display Statis............................................................................................................
b. Display Dinamis........................................................................................................
c. Simbol.......................................................................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN...............................................................................................
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia dalam menjalankan aktivitasnya pasti membutuhkan
informasi. Informasi yang dibutuhkan tersebut didapat dari interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia lain dan interaksi antara manusia dengan
lingkungan. Interaksi antara manusia terjadi dengan cara berkomunikasi
contohnya berdiskusi, namun manusia tidak bisa berkomunikasi dengan
lingkungan. Contohnya manusia tidak bisa berkomunikasi dengan ruangan
sehingga dibutuhkan suatu alat peraga yang bisa menyampaikan informasi
tersebut kepada manusia. Suatu alat peraga yang dimaksud adalah display.
Perbandingan kedua interaksi tersebut terdapat pada sistem komunikasi.
Berdasarkan fungsinya display dibutuhkan sebagai alat komunikasi antara
manusia dan lingkungan sehingga manusia mengetahui informasi pada
lingkungan tersebut. Informasi yang didapatkan dari display ini dapat menjadi
informasi yang memudahkan manusia dalam menjalankan pekerjaannya atau
tugasnya. Display yang baik adalah display yang dapat dimengerti dan mudah
dipahami, tanpa harus menggunakan kalimat panjang yang akan menimbulkan
kelelahan panca indera, dan menimbulkan ketidak nyamanan. Dampaknya
tidak sesuai dengan penerapan ergonomis. Berdasarkan masalah tersebut,
perlu dirancang display yang lebih baik dan ergonomis
Proses penginderaan adalah proses mendeteksi adanya stimulus, fenomena
maupun informasi disekeliling kita. Mata manusia pada dasarnya merupakan
salah satu alat indera yang sangat penting. Dengan menggunakan mata sebagai
alat indera, banyak gambar, kejadian, informasi, dan lain sebagainya yang
dapat diperoleh.
Namun demikian kemampuan mata untuk melihat pada dasarnya dibatasi
oleh sejumlah faktor, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat
eksternal. Faktor internal yang membatasi kemampuan mata antara lain adalah
kemampuan akomodasi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi mata
atau penglihatan adalah kontras dan ukuran objek pencahayaan dan exposure
tipe. Keterbatasan kemampuan untuk melihat, berdampak pada perancangan
berbagai macam objek, baik berupa teks, simbol maupun display.
Perencanaan objek pengamatan yang dilakukan secara benar, tidak saja
berperan dalam menentukan ketepatan dan ketelitian penglihatan, namun lebih
jauh akan turut mempengaruhi aspek kenyamanan dan keselamatan kerja.
Nampak bahwa kajian diatas alat penginderaan manusia khususnya mata
adalah sangat penting.
1.2 Tujuan Pratikum
1. Tujuan umum
Praktikan mampu memahami keterbatasan-keterbasan yang dimiliki indera
visual manusia dan dapat menggunakan informasi tersebut dalam menganalisis
desain display informasi visual pada lingkungan kerja.
2. Tujuan khusus
1. Praktikan mampu mengukur nilai visual acuity
2. Praktikan mampu mengukur dan memahami manfaat kontras dalam desain
visual display
3. Praktikan mampu melakukan analisis ergonomis terhadap desain display
yang ditemukan di lapangan (display statis, dinamis, dan simbol).
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Penginderaan Informasi Visual


Proses penginderaan adalah proses mendeteksi adanya stimulus, fenomena
maupun informasi disekeliling kita. Mata manusia pada dasarnya merupakan salah
satu alat indera yang sangat penting. Dengan menggunakan mata sebagai alat
indera, banyak gambar, kejadian, informasi, dan lain sebagainya yang dapat
diperoleh.
Namun demikian kemampuan mata untuk melihat pada dasarnya dibatasi oleh
sejumlah faktor, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.
Faktor internal yang membatasi kemampuan mata antara lain adalah kemampuan
akomodasi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi mata atau
penglihatan adalah kontras dan ukuran objek pencahayaan dan exposure tipe.
Keterbatasan kemampuan untuk melihat, berdampak pada perancangan berbagai
macam objek, baik berupa teks, simbol maupun display.
Perencanaan objek pengamatan yang dilakukan secara benar, tidak saja
berperan dalam menentukan ketepatan dan ketelitian penglihatan, namun lebih
jauh akan turut mempengaruhi aspek kenyamanan dan keselamatan kerja.
Pengukuran ketajaman visual (visual acuity) didapat melalui tes seperti
Landolt’s Ring Test. Adapun ukuran lain yang dapat dijadikan pedoman dalam
desain display adalah sudut visual (visual angle) yang didapat dengan formula
berikut :
3438. H
VA =
D
Dimana :
VA = visual angle (dalam menit sudut)
H = tinggi objek (dalam mm)
D = jarak objek dari mata (dalam mm)
Dalam proses penginderaan informasi atau visual display ada beberapa tipe
yang perlu kita ketahui diantaranya:
1. Visual display.
2. Auditory visual.
3. Tactual display.
Kebutuhan akan display dikarenakan:
1. Ransangan atau objek terlalu kecil.
2. Ransangan atau objek terlalu besar.
3. Perlu disimpan dalam jangka waktu yang lama.
4. Adanya ransangan diluar kemampuan manusia.

2.2 Visual Display


Display merupakan bagian dari lingkungan yang memberi informasi kepada
pekerja agar tugas-tugasnya menjadi lancar (Sutalaksana,1979). Display alat
peraga yang menyampaikan informasi kepada organ tubuh manusia dengan
berbagai macam cara. Penyampaian informasi tersebut di dalam ”sistem manusia
mesin” merupakan suatu proses yang dinamis dari presentasi visual indera
penglihatan. Di samping itu proses tersebut akan sangat banyak dipengaruhi oleh
design dari alat peraganya. Display berfungsi sebagai suatu ”sistem komunikasi”
yang menghubungkan antara fasilitas kerja maupun mesin kepada manusia,
sedangkan yang bertindak sebagai mesin dalam hal ini adalah stasiun kerja dengan
perantaraannya adalah alat peraga. Manusia disini berfungsi sebagai operator yang
dapat diharapkan untuk melakukan suatu kegiatan yang diinginkan (Nurmianto,
1991).
Agar display dapat menyajikan informasi-informasi yang diperlukan, manusia
dalam melaksanakan pekerjaannya maka display harus dirancang dengan baik.
Perancangan display yang baik adalah bila display tersebut dapat menyampaikan
informasi selengkap mungkin tanpa menimbulkan banyak kesalahan dari manusia
yang menerimanya. Arti informasi disini cukup luas, menyangkut semua
rangsangan yang diterima oleh indera manusia baik langsung maupun tidak
langsung.
Adapun informasi-informasi yang dibutuhkan sebelum membuat display,
maka perlu dipahamai dan dipelajari dari pembelajarannya
adalah sebagai berikut:
1. Tipe teknologi yang digunakan untuk menampilkan informasi.
Rentang total dari variabel mengenai informasi mana yang akan
ditampilkan.
2. Ketepatan dan sensitivitas maksimal yang dibutuhkan dalam pengiriman
informasi.
3. Kecepatan total dari variabel yang dibutuhkan dalam pengiriman informasi.
4. Minimasi kesalahan dalam pembacaan display.
5. Jarak normal dan maksimal antara display dan pengguna display.
6. Lingkungan dimana display tersebut digunakan.
Untuk membuat suatu display ada 3 kriteria dasar yang harus dipelajari dan
dipahami , di bawah ini adalah kriteria dalam pembuatan display berdasarkan
kriterianya yaitu sebagai berikut:
1. Pendeteksian
Kemampuan dasar dari display untuk dapat diketahui keberadaannya atau
fungsinya. Untuk visual display harus dapat dibaca, contohnya petunjuk umum
penggunaan roda setir pada mobil dan untuk auditory display harus bisa didengar,
contohnya: bel rumah.
2. Pengenalan
Setelah display dideteksi, pesan dari display tersebut harus bisa dibaca atau
didengar.
3. Pemahaman
Dalam pembuatan display tidaklah cukup apabila hanya memenuhi dua
kriteria diatas, display harus dapat dipahami sebaik mungkin sesuai dengan pesan
yang disampaikan.
a) Penggunaan Warna pada Visual Display
Informasi dapat juga diberikan dalam bentuk kode warna. Indera mata sangat
sensitif terhadap warna biru-hijau-kuning, tetapi sangat tergantung juga pada
kondisi terang dan gelap. Dalam visual display sebaiknya tidak menggunakan
lebih dari lima warna. Hal ini berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang
yang memiliki gangguan penglihatan atau mengalami kekurangan dan
keterbatasan penglihatan pada matanya. Warna merah dan hijau sebaiknya tidak
digunakan bersamaan begitu pula warna kuning dan biru.

b) Tipe-tipe Display
Sebelum membuat sebuah display, terlebih dahulu harus menentukan tipe
display agar sesuai dengan tujuan dan lingkungannya. Tipe display dibagi menjadi
3, yaitu berdasarkan tujuan, lingkungan dan informasi.
Adapun tipe display berdasarkan tujuannya, display terdiri atas dua bagian
yang perlu diketahui, agar display dapat dipahmi dan dapat menyampaikan
informasi dengan baik maka perlu diketahui sebagai berikut:
1. Display Umum
Diantaranya mengenai aturan kepentingan umum, contohnya display tentang
kebersihan dan kesehatan lingkungan, “Jagalah Kebersihan” yang diperuntukkan
untuk umum.
2. Display Khusus
Diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja khusus pada tempat-tempat
khusus (misalnya dalam industri dan pekerjaan konstruksi), contohnya “Awas
Tegangan Tinggi”.
Adapun tipe display berdasarkan lingkungannya, terbagi dalam dua
macam, untuk dapat dipahmi berdasarkan lingkungannya, maka harus mengetahui
pembagian display sebagai berikut:
a) Display Statis
Display yang memberikan informasi sesuatu yang tidak tergantung terhadap
waktu, contohnya adalah peta (informasi yang mengga mbarkan suatu kota).
b) Display Dinamis
Display yang menggambarkan perubahan menurut waktu dengan variabel,
contohnya adalah jarum speedometer dan mikroskop.

Adapun tipe display berdasarkan informasi yang disampaikan terbagi atas tiga
tipe yang perlu diketahui dan dipahami agar dapat menyampaikan informasi
berdasarkan informasinya yaitu sebagai berikut:
1. Display Kualitatif
Display yang merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula
berbentuk data numerik, dan untuk menunjukkan informasi dari kondisi yang
berbeda pada suatu sistem (tidak berbentuk data numerik), contohnya: informasi
atau tanda On-Off pada generator, dingin, normal dan panas pada pembacaan
temperatur.
2. Display Kuantitatif
Display yang memperlihatkan informasi numerik, (berupa angka, nilai dari
suatu variabel) dan biasanya disajikan dalam bentuk digital ataupun analog untuk
suatu visual display.Analog Indikator: Posisi jarum penunjuknya searah dengan
besarnya nilai atau sistem yang diwakilinya, analog indikator dapat ditambahkan
dengan menggunakan informasi kualitatif (misal merah berarti berbahaya).Digital
Indikator: Cocok untuk keperluan pencatatan dan dapat menggunakan
Electromecemichal Courtious.
3. Display representatif,
Biasanya berupa sebuah “Working model” atau “mimic diagram” dari suatu
mesin, salah satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api.
Berdasarkan panca indera display ini hanya berpacu dengan organ tubuh.
Pentingnya yang dimana tubuh manusia merupakan sarana yang penting dalam
memberikan informasi kepada organ tubuh yang lain. Display terdiri dari 4 hal
panca indera yaitu (Nurmianto,2003):
1. Visual display, yaitu display dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan yaitu mata.
2. Auditori display, yaitu display dapat didengar dengan menggunakan indera
pendengaran yaitu telinga.
3. Tactual display, yaitu display dapat disentuh dengan menggunakan indera
peraba yaitu kulit.
4. Taste display yaitu display dapat dirasakan dengan menggunakan indera
pengecap yaitu lidah.
5. Olfactory display yaitu display dapat dicium dengan menggunakan indera
penciuman yaitu hidung.
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Tes Visual Acuity (Indeks Landolt’s)


Data hasil pengukuran pada papan indeks landolt’s Setelah pengukuran
dengan menggunakan papan indeks landolt’s di dapatkan nilai visual acuity sbb :

Tabel 3.1 Data Tes Visual Acuity (Indeks Landolt’s)


Indeks Landolt's
Praktikan
Mata Kiri Mata Kanan
Aldi Mahendra 0,6 0,7
Veronica Lasmi 0,5 0,9
Chris Toper Fidel Castro 1,0 0,8

3.2 Perhitungan Visual Angle dan Visual Acuity


Adapun perhitungan visual angle dan visual acuity sebagai berikut:
Tabel 3.2 Visual Angle

Indeks Tinggi Objek Jarak penglihatan


Aldi Mahendra
Landolt (cm) (cm)
Mata kiri 0,6 1 600
Mata kanan 0,7 1 600

Tabel 3.3 Visual Angle Aldi Mahendra

Mata Kiri Mata Kanan


Visual Aangel (VA) = ( 3438.H/D) Visual Angel (VA) = ( 3438.H/D)
5,73 menit/sudut 5,73 menit/sudut

Visual acuity = 1 / VA Visual acuity = 1 / VA


= 1 /5,73 = 1 / 5,73
= 0,17 = 0,17

Tabel 3.4 Visual Angle


Indeks Tinggi Objek
Veronica Lasmi Jarak penglihatan (cm)
Landolt (cm)
Mata kiri 0,5 1,4 600
Mata kanan 0,9 0,8 600

Tabel 3.3 Visual Angle Veronica Lasmi

Mata Kiri Mata Kanan


Visual Aangel (VA) = ( 3438.H/D) Visual Angel (VA) = ( 3438.H/D)
8,02 menit/sudut 4,58 menit/sudut

Visual acuity = 1 / VA Visual acuity = 1 / VA


= 1 /8,02 = 1 / 4,58
= 0,12 = 0,21

Tabel 3.5 Visual Angle


Chris Toper Fidel Jarak penglihatan
Indeks Landolt Tinggi Objek (cm)
Castro (cm)
Mata kiri 1,0 0,6 600
Mata kanan 0,8 0,9 600

Tabel 3.3 Visual Angle Chris Toper Fidel Castro

Mata Kiri Mata Kanan


Visual Aangel (VA) = ( 3438.H/D) Visual Angel (VA) = ( 3438.H/D)
3.43 menit/sudut 5,15 menit/sudut
Visual acuity = 1 / VA Visual acuity = 1 / VA
= 1 /3,43 = 1 / 5,15
= 0,29 = 0,19

3.3 Data Tes Kontras Warna


1. Aldi mahendra
Tabel 3.3.1 Jarak Pendeteksi Objek

OBJEK
Kartu
1 2 3
1 14 25 6
2 4 14 4
3 5 12 8
4 25 25 25
5 15 19 20
6 25 25 25

2. Christopher Fidel castro


Tabel 3.3.2 Jarak Pendeteksi Objek
OBJEK
Kartu
1 2 3
1 20 21 8
2 20 20 8
3 12 17 7
4 20 13 10
5 4 25 8
8 24 25 6

3. Veronica Lasmi

Tabel 3.3.3 Jarak Pendeteksi Objek

OBJEK
KARTU
1 2 3
1 25 18 10
2 18 13 16
3 25 12 12
4 25 25 13
5 10 25 12
8 25 25 14

Grafik 3.3.1 Kartu1

Ket Warna :

Warna depan / latar : putih / abu -abu tua

Warna depan / latar : hitam / abu -abu tua

Warna depan / latar : biru tua / abu -abu tua

Grafik 3.3.2 Kartu 2


Ket Warna :

Warna depan / latar : Abu-Abu / Pink

Warna depan / latar : kuning / Pink

Warna depan / latar : Merah / Pink

Grafik 3.3.3 Kartu 3

Ket Warna :

Warna depan / latar : Abu-Abu / merah

Warna depan / latar : putih / merah

Warna depan / latar : Pink / merah


Grafik 3.3.4Kartu 4

Ket Warna :

Warna depan / latar : hijau/ kuning

Warna depan / latar : putih/ kuning

Warna depan / latar : Merah / kuning

Grafik 3.3.5 Kartu5

Ket Warna :

Warna depan / latar : hijau / biru

Warna depan / latar : biru / biru

Warna depan / latar : putih / biru

Grafik 3.3.6 Kartu 6


Ket Warna :

Warna depan / latar : kuning/ hijau

Warna depan / latar : putih / hijau

Warna depan / latar : merah / hijau

3.4 Pengukuran Kontras Warna dengan Coulor Contrast Analyser


LAPORAN PRAKTIKUM
ERGONOMI TERAPAN

MODUL III
PENGUKURAN BEBAN KERJA FISIOLOGIS

Oleh :
Kelompok 2

Aldi Mahendra (2011116)


Veronica Lasmi (2011120)
Chris Toper Fidel Castro (2011125)

TEKNIK INDUSTRI AGRO


(TIA 2D)

LAB. PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


POLITEKNIK ATI PADANG
PADANG
TP. 2021/2022
LEMBAR ASISTENSI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................

1.1 Latar Belakang........................................................................................


1.2 Tujuan Praktikum....................................................................................

BAB II. LANDASAN TEORI..................................................................................

2.1 Kerja Fisik dan Mental............................................................................


2.2 Konsumsi Energi......................................................................................
2.3 Unit kerja Fisiologis................................................................................
2.4 Siklus Kerja Fisiologis.............................................................................
2.5 Kelelahan (Fatique)................................................................................
2.6 ANOVA (Analisis Variansi)....................................................................

BAB III. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA..................................

3.1 Data dan Grafik Percobaan I (treadmill).................................................


3.2 Data dan Grafik Percobaan II (sepeda statis) .........................................
3.3 Estimasi Energy Expenditure dan Metabolic Work Rate Perobaan I......
3.4 Estimasi Energy Expenditure dan Metabolic Work Rate Perobaan II.....
3.5 Perhitungan Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan I.............................
3.6 Perhitungan Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan II...........................
3.7 Rekapitulasi Data Percobaan I dan Grafik Detak Jantung.......................
3.8 Rekapitulasi Data Percobaan II dan Grafik Detak Jantung.....................
3.9 Rekapitulasi Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan I............................
3.10 Rekapitulasi Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan II....................

BAB IV. ANALISIS.................................................................................................

4.1 Analisis Grafik Detak Jantung dari Percobaan I....................................


4.2 Analisis Grafik Detak Jantung dari Percobaan II....................................
4.3 Analisis Energy Expenditure dan Metabolic Work Rate Perobaan I.......
4.4 Analisis Energy Expenditure dan Metabolic Work Rate Perobaan II.....
4.5 Analisis Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan I...................................
4.6 Analisis Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan II.................................
4.7 Analisis Rekapitulasi Data Percobaan I dan Grafik Detak Jantung.........
4.8 Analisis Rekapitulasi Data Percobaan II dan Grafik Detak Jantung .......
4.9 Analisis Rekapitulasi Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan I..............
4.10 Analisis Rekapitulasi Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan II.......

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................

5.1 Kesimpulan............................................................................................
5.2 Saran ......................................................................................................

DAFTAR KEPUSTAKAAN.....................................................................................

LAMPIRAN.............................................................................................................

- Data Percobaan I dan II .............................................................................

- Dokumentasi Percobaan............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia membutuhkan energi untuk melakukan aktifitas atau
pekerjaan yang bermacam-macam. Ketika melakukan aktifitas, terkadang
manusia tidak menyesuaikan antara energi dan kemampuan yang dimiliki
dengan energi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut
sehingga mengakibatkan kelelahan yang menyebabkan menurunnya
produktivitas kerja. Kelelahan kerja ini harus dihindari, maka perlu
dipelajari suatu metode pengukuran fungsi tubuh manusia yang berkaitan
dengan keterbatasan yang dimiliki manusia selama beraktifitas yaitu
metode pengukuran kinerja fisiologi. Selain itu sikap pekerja dalam
melakukan pekerjaannya juga merupakan faktor yang mempengaruhi
terhadap kelelahan. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
organisme beserta bagian-bagian fisik secara keseluruhan.
Modul pengukuran kinerja fisiologi, dilakukan pada pengukuran
konsumsi oksigen dan energi pada pekerjaan menggunakan treadmill.
Pengukuran tersebut dilakukan secara tidak langsung untuk mendapatkan
besarnya konsumsi oksigen dan energi yang dibutuhkan. Dilakukan
pengumpulan data denyut jantung, temperatur tubuh, dan waktu recovery
percobaan dengan variasi kecepatan lari pada threadmill dan waktu
aktifitas yang berbeda-beda yang selanjutnya dihitung untuk mendapatkan
konsumsi oksigen dan energi yang dibutuhkan.
Praktikum ini menggunakan treadmill sebagai alat untuk melakukan
praktikum karena mudah mengoperasikannya dan mudah diatur dalam
kecepatan- kecepatan yang berbeda sehingga operator dan pecatat dapat
dengan akurat mengambil data yang diperlukan seperti suhu tubuh dan
denyut jantung.
Ilmu ergonomi yang dapat membantu dalam memberikan gambaran
mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi kelelahan kerja pada suatu
aktivitas kerja adalah metode pengukuran kinerja fisiologi. Ilmu fisiologi
dapat diukur konsumsi oksigen dan energi yang dihasilkan untuk setiap
pekerjaan, kecepatan denyut jantung awal sebelum beraktivitas, suhu
tubuh awal sebelum beraktivitas, kecepatan denyut jantung saat
beraktivitas, kecepatan denyut jantung setelah beraktivitas, dan suhu tubuh
setelah beraktivitas.
Pengukuran bisa dilakukan secara langsung atau tidak
langsung.Pengukuran secara langsung yaitu pengukuran dilakukan dengan
menggunakanalat khusus yang menunjukkan konsumsi oksigen dan energi
yang dihasilkan untuk setiap pekerjaan. Cara tidak langsung adalah
menggunakan rumus-rumus yang akan mendapatkan jumlah konsumsi
oksigen dan energi yang dihasilkan untuk setiap pekerjaan melalui data
denyut jantung per menit, perubahan temperatur tubuh, dan waktu
recovery percobaan. Setelah mengetahui konsumsi oksigen dan energi
yang dihasilkan, maka dapat ditentukan waktu recovery yang semestinya
diberikan pada pekerja agar mampu mengembalikan kondisi pekerja pada
keadaan seperti semula atau minimal mendekati kondisi tersebut.
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh
manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya
antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi
tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban
bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ruang lingkup
ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi fisiologi kerja atau
faal kerja. Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi
yang sebaik-baiknya dari indra (mata, telinga, peraba, perasa dan
penciuman), otak dan susunan saraf-saraf di pusat dan perifer, serta otot-
otot. Selanjutnya untuk petukaran zat yang diperlukan dan harus dibuang
masih diperlukan peredaran darah ke dan dari otot-otot. Dalam hal ini,
jantung, paru-paru. hati, usus, dan lain-lainnya menunjang kelancaran
proses pekerjaan. Fisiologi secara umum mempelajari bagaimana fisik
manusia dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam ergonomi,
rancangan suatu kerja harus sesuai dengan kemampuan fisiologis manusia
dan harus dilakukan perekayasaan agar kerja lebih menjadi ringan dan
mudah.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mampu melakukan pengukuran kerja dengan pendekatan fisiologis.


2. Mampu menganalisis suatu sistem kerja berdasarkan beban kerja fisik.
3. Mampu menentukan tingkat beban kerja berdasarkan kriteria fisiologis.
4. Mampu menguji faktor faktor yang mempengaruhi kelelahan fisik.
5. Mampu menentukan tingkat beban kerja untuk suatu pekerjaan.
6. Mampu menganalisis pola grafik intensitas detak jantung menurut fungsi
waktu berdasarkan pekerjaan fisik tertentu.
7. Mampu mengestimasi energy expenditure, metabolic work rate, dan
konsumsi energi untuk suatu pekerjaan berdasarkan parameter intensitas
detak jantung ( heart hate).
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kerja fisik dan kerja mental


Secara umum jenis kerja dibedakan menjadi dua bagian yaitu kerja fisik
(otot) dan kerja mental. Pada kerja mental pengeluaran energi relatif kecil
dibandingkan dengan kerja fisik dimana pada kerja fisik ini manusia akan
menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate, temperatur
tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh.
Kerja fisik seringkali pula dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja
kasar. Dapat juga dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik
manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung.(Wignjosoebroto,
2003).

Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat


dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya
ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran :
1. Kecepatan detak jantung
2. Konsumsi oksigen

Kerja fisik ini dikelompokkan oleh Davis dan Miller menjadi tiga
kelompok besar, sebagai berikut :

 Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar


otot biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat otot tubuh.
 Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energy
expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit.
 Kerja otot statis, otot yang digunakan untuk menghasilkan gaya
konstrasi otot.

Sampai saat ini, metode pengukuran kerja fisik dilakukan dengan


menggunakan standar sebagai berikut:

1. Konsep Horse Power (foot-pounds of work per minute) oleh


Taylor, tapi tidak memuaskan
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energy
3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen (metode
baru).
Sedangkan kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir
dari otak kita. Pekerjaan ini akan mengakibatkan kelelahan mental bila kerja
tersebut dalam kondisi yang lama, bukan diakibatkan oleh aktivitas fisik
secara langsung melainkan akibat kerja otak kita. Kecepatan denyut jantung
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan aktivitas faali lainnya seperti:

 Tekanan darah
 Aliran darah
 Komposisi kimia dalam darah
 Temperatur tubuh
 Tingkat penguapan
 Jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru- paru

Semua aktivitas diatas sangat berpengaruh terhadap denyut jantung oleh


manusia yang melakukan pekerjaan.

2.2 Estimasi Energy Expenditure, Metabolic Work Rate, dan Konsumsi


Energi
Untuk merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan
kecepatan detak jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara
energy expenditure dengan kecepatan detak jantung dengan menggunakan
analisis regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan detak
jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai
berikut :

Y = 1,80411 – 0,0229038.X + 4,71733.10-4.X2

Dimana :
Y : energi (kilokalori per menit)
X : kecepatan detak jantung (detak per menit)

Setelah besaran kecepatan detak jantung disetarakan dalam bentuk energi,


maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam
bentuk matematis sebagai berikut :
Dimana :
KE : Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kilokalori/
menit)
Et : Pengeluaran energi pada saat waktu bekerja tertentu (kilokalori/
menit)
Ei: Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/ menit).
Dengan demikian konsumsi energi pada waktu bekerja tertentu merupakan
selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja tersebut dengan
pengeluaran energi pada waktu kerja tersebut dengan pengeluaran energi pada
saat istirahat.
Adapun alternatif model untuk mengestimasi energy expenditure seperti
model yang dikembangkan oleh Keytel et al. (2005) sebagai berikut :

EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +


0,4472HR – 0,1263 x W + 0,074A)

Dimana :
EE = energy expenditure (kj/ menit)
G = gender (pria = 1, wanita=2)
HR = detak jantung saat bekerja (detak/ menit)
W = berat badan (kg)
A = Usia (tahun)

Dengan 1 kj/ menit setara dengan 0,239 kkal/menit

Kemudian Kamalakannan et al. (2007) mengembangkan model persamaan


untuk mengestimasi metabolic work rate sebagai berikut :

MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A – 7,47RHR + 67,8G


Dimana :
MWR = metabolic work rate (W)
HT = tinggi badan (inch)
RHR = detak jantung saat istirahat (detak/menit)
G = gender (pria = 0, wanita=1)
Dengan 1 W setara dengan 0,0143kkal/menit

2.3 Unit Kerja Fisiologis


Pengeluaran energi, kerja fisiologis dan biaya fisiologis berkaitan erat
dengan konsumsi oksigen. Hal ini dapat diukur secara langsung dalam liter/
menit atau secara tidak langsung dalam detak jantung/ menit. Unit satuan
dasar yang digunakan adalah pengeluaran kalori dalam kalori/ menit.

2.4 Siklus Kerja Fisiologis


Jika detak jantung dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan, maka
waktu pemulihan untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja.
Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang
cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis.

2.5 Kelelahan (Fatigue)


Fatigue adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf otot-otot manusia
sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Makin berat beban
yang dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan, maka timbulnya
fatigue akan lebih cepat. Timbulnya fatigue ini perlu dipelajari untuk
menentukan tingkat kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan
dilakukan atau dibebankan dapat sesuai dengan kemampuan otot tersebut.
Ralph M. Barnes menggolongkan kelelahan dalam 3 bagian, yaitu :
1. Perasaan lelah
2. Kelelahan karena perubahan fisiologis dalam tubuh
3. Menurunnya kemampuan kerja

Pada dasarnya kelelahan terjadi jika kemampuan otot telah berkurang dan
mengalami puncaknya bila otot tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak
(kelelahan sempurna).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fatigue :

1. Besarnya tenaga yang dikeluarkan


2. Kecepatan
3. Cara dan sikap dalam beraktivitas
4. Jenis olahraga
5. Jenis kelamin
6. Usia

Fatigue dapat diukur dengan :

1. Mengukur kecepatan detak jantung dan pernafasan


2. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah
oksigen yang digunakan, jumlah karbondioksida yang dihasilkan,
temperatur badan, komposisi kimia dalam urin dan darah.
3. Menggunakan alat penguji kelelahan Riken Fatigue Indicator
dengan ketentuan pengukuran elektroda logam tes perubahan air
liur (saliva) karena lelah.

2.6 Analisis Variasi (Analysis of Variance/ Anova)


Anova merupakan suatu metode statistik yang merupakan prosedur untuk
menguji kesamaan rataan atau kesamaan pengaruh.Istilah analisis variansi
diturunkan dari membagi variabilitas ke dalam bagian-bagiannya.Sehingga
analisisvariansi dapat diartikan suatu teknik untuk menguraikan seluruh
variansi atas bagian-bagian bermakna.
Anova Dwifaktor.
Percobaan dengan threadmill misalnya menerapkan perlakuan dengan
memperhatikan dua faktor yaitu faktor kecepatan dan kemiringan alas untuk
berlari.Percobaan dengan sepeda statis juga menerapkan perlakuan dengan
memperhatikan dua faktor yaitu faktor kecepatan dan pembebanan.Atas dasar
itu maka analisis variansi yang digunakan adalah analisis variansi (anova)
dua faktor.
BAB III

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


3.1 Data dab Grafik Percobaan I (Treadmill)
Tabel 3.1 Data Percobaan I

DATA PERCOBAAN TREADMILL


Kecepatan km/ja
Praktikan 1: Christoper 5   Kemiringan : 4        
: m
Kecepatan km/ja
Praktikan 2: Veronica 3   Kemiringan : 2        
: m
  (Menit : Detik )
0:0 1:0 1:3 2:3 3:0 4:0 5:0 5:3
  0:30 2:00 3:30 4:30 6:00
0 0 0 0 0 0 0 0
Berjalan/
              Istirahat          
berlari
Detak jantung
87 94 105 90 100 103 91 97 89 92 90 97 90
(1)
Detak jantung
96 102 112 110 102 102 102 106 103 98 105 108 105
(2)

Detak Jantung 1 Treadmill


120
100
Detak Jantung

80
60
40 Christoper
20
0
00 00 00 00 00 00 00
0: 1: 2: 3: 4: 5: 6:

Berjalan

Gambar 3.1.1 Grafik Detak Jantung

Detak Jantung 2 Treadmill


115
110
Detak Jantung

105
100
95 Veronica
90
85
00 00 00 00 00 00 00
0: 1: 2: 3: 4: 5: 6:

Berjalan

Gambar 3.1.2 Grafik Detak Jantung


3.2 Data dan Grafik Percobaan II (Sepeda Statis)
DATA PERCOBAAN SEPEDA STATIS
Praktikan 1: Kecepatan km/ja Kemiringa
5   4        
Christoper : m n:
Kecepatan km/ja Kemiringa
Praktikan 2: Aldi 3   2        
: m n:
  (Menit : Detik )
0:0 1:3 2:3 4:0 5:3
  0:30 1:00 2:00 3:00 3:30 4:30 5:00 6:00
0 0 0 0 0
Berjalan/
              Istirahat          
berlari
Detak jantung
78 92 91 97 99 87 96 74 86 76 78 68 80
(1)
Detak jantung
70 78 78 83 79 87 85 72 71 71 73 75 72
(2)
Tabel 3.2 Data Percobaan II

Detak Jantung 1 Sepeda Statis


120

100

80
Detak Jantung

60 Christoper

40

20

0
0:00 0:30 1:00 1:30 2:00 2:30 3:00 3:30 4:00 4:30 5:00 5:30 6:00
Berjalan

Gambar 3.2.1 Grafik Detak Jantung

Detak Jantung 2 Sepeda Statis


100
80
Detak Jantung

60
40 Aldi
20
0
00 30 00 30 00 30 00 30 00 30 00 30 00
0: 0: 1: 1: 2: 2: 3: 3: 4: 4: 5: 5: 6:

Berjalan

Gambar 3.2.2 Grafik Detak Jantung


3.3 Estimasi Energy Expenditure dan Metabolic Work Rate Percobaan I
Praktikan I : Cristoper
Detak Jantung Saat Istirahat (RHR) = 91 detak/menit  data menit ke 00:00
Detak Jantung Saat Berjalan (HR) = 87 detak/menit  data menit ke 03:00

Energi expenditur :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 1 (pria)
Berat badan (w) = 51 kg
Usia (A) = 19 tahun
Dimana :
Gender : pria=0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
EE = 1((-55,0969 + 0,6309(87) + 0,1988(51) + 0,2017(19)) + (1-1) x ((-
20,4022 + 0,4472(87) – 0,1263(51) + 0,074(19))
=13,7625 kkal/menit

Metabolic work rate :

MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G

MWR = -1967 + 8,58(87) + 25,1(66,9) + 4,50(19) - 7,47(91) + 67,8(0)


= -135,62 W
= -1,93 kkal/menit

Praktikan II : Veronica
Detak jantung saat istirahat (RHR) = 96 detak/menitdata menit ke 00:00
Detak jantung saat berjalan (HR) = 102 detak/menitdata menit ke 03:30

Energi expenditure :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 2 (Wanita)
Berat badan (w) = 48 kg
Usia (A) = 20 tahun
Dimana :
Gender: pria = 1, wanita = 2
1kj/menit= 0,239 kkal/menit
Maka :
EE = 2((-55,0969 + 0,6309(102) + 0,1988(48) + 0,2017(20)) + (1-2) x ((-
20,4022 + 0,4472(102) – 0,1263(48) + 0,074(20))
= 7,73 kkal/menit
Metabolic work rate :
MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G
Diketahui :
Gender = 1 (Wanita)
Tinggi badan (HT) = 162cm (63,7 inchi)
Usia (A) = 19 tahun
Dimana :
Gender : pria= 0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
MWR = -1967 + 8,58(102) + 25,1(57,9) + 4,50(20) - 7,47(96) + 67,8(1)
= -2,82 kkal/menit

3.4 Wstimasi Energy Expenditure dan Metabolic Work Rate Percobaan II


Praktikan I : Cristoper
Detak jantung saat istirahat (RHR) = 96 detak/menitdata menit ke 00:00
Detak jantung saat berjalan (HR) = 78 detak/menitdata menit ke 03:00

Energi expenditure :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 1 (pria)
Berat badan (w) = 51 kg
Usia (A) = 19 tahun
Dimana :
Gender: pria = 1, wanita = 2
1kj/menit= 0,239 kkal/menit
Maka :
EE = 1((-55,0969 + 0,6309(78) + 0,1988(51) + 0,2017(19)) + (1-1) x ((-
20,4022 + 0,4472(78) – 0,1263(51) + 0,074(19))
= 8,08 kkal/menit
Metabolic work rate :
MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G

Diketahui :
Gender = 0 (pria)
Tinggi badan (HT) = 169 cm (66,53 inchi)
Usia (A) = 21 tahun
Dimana :
Gender : pria= 0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
MWR = -1967 + 8,58(78) + 25,1(51) + 4,50(19) - 7,47(96) + 67,8(0)
= -649,28 kkal/menit

Praktikan II : Aldi
Detak jantung saat istirahat (RHR) = 70 detak/menitdata menit ke 00:00
Detak jantung saat berjalan (HR) = 85 detak/menitdata menit ke 03:00

Energi expenditure :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 1 (pria)
Berat badan (w) = 50 kg
Usia (A) = 20 tahun
Dimana :
Gender: pria = 1, wanita = 2
1kj/menit= 0,239 kkal/menit
Maka :
EE = 1((-55,0969 + 0,6309(85) + 0,1988(50) + 0,2017(20)) + (1-1) x ((-
20,4022 + 0,4472(85) – 0,1263(50) + 0,074(20))
= 12,5 kkal/menit
Metabolic work rate :
MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G

Diketahui :
Gender = 0 (pria)
Tinggi badan (HT) = 162 cm (63,7 inchi)
Usia (A) =19 tahun
Dimana :
Gender : pria= 0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
MWR = -1967 + 8,58(85) + 25,1(63,7) + 4,50(20) - 7,47(70) + 67,8(0)
= -1,02 kkal/menit

3.5 Perhitungan Nilai Konsumsi Eergi dari Percobaan I


Praktikan I : Cristoper
Detak jantung awal : 91 detak/ menit
Detak jantung setelah berjalan : 87 detak / menit
1. Energi expenditure sebelum berjalan /berlari (Ei) :
Ei = 1,80411 – 0,0229038(X) + 4,71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Ei = 1,80411 – 0,0229038(91)+ 4,71733.〖10〗^(-4)(〖91〗^2)
Ei = 3,62 kkal/menit ( level beban kerja Ringan )
2. Energi expenditure sesudah berjalan /berlari (Et):
Et = = 1,80411 – 0,0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Et = 1,80411 – 0,0229038(87)+ 4,71733.〖10〗^(-4)(〖87〗^2)
Et = 3,38 kkal/menit ( level beban kerja Ringan )
3. Konsumsi energi untuk aktivitas berjalan /berlari (KE) :
KE = Et-Ei
KE = 3,38-3,62
KE = -0,24 kkal/menit

Praktikan II : Veronica

Detak jantung awal : 96 detak/ menit


Detak jantung setelah berjalan : 102 detak / menit

1. Energi expenditure sebelum berjalan /berlari (Ei) :


Ei = 1.80411 – 0.0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Ei = 1.80411 – 0.0229038(96)+ 4.71733.〖10〗^(-4)(〖96〗^2)
Ei = 3,95 kkal/menit ( level beban kerja ringan )
2. Energi expenditure sesudah berjalan /berlari (Et):
Et = = 1.80411 – 0.0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Et = 1.80411 – 0.0229038(102)+ 4.71733.〖10〗^(-4)(〖102〗^2)
Et = 4,37 kkal/menit ( level beban kerja ringan )
3. Konsumsi energi untuk aktivitas berjalan /berlari (KE) :
KE = Et-Ei
KE = 4,37- – 3,95
KE = 0,78 kkal/menit

3.6 Perhitungan Nilai Konsumsi Energi dari Percobaan II


Praktikan I : Christoper
Detak jantung awal : 78 detak/ menit
Detak jantung setelah berjalan : 96 detak / menit
1. Energi expenditure sebelum berjalan /berlari (Ei) :
Ei = 1.80411 – 0.0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Ei = 1.80411 – 0.0229038(78)+ 4.71733.〖10〗^(-4)(〖78〗^2)
Ei = 2,88 kkal/menit ( level beban kerja ringan )
2. Energi expenditure sesudah berjalan /berlari (Et):
Et = = 1.80411 – 0.0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Et = 1.80411 – 0.0229038(96)+ 4.71733.〖10〗^(-4)(〖96〗^2)
Et = 3,95 kkal/menit ( level beban kerja sangat berat )
3. Konsumsi energi untuk aktivitas berjalan /berlari (KE) :
KE = Et-Ei
KE = 3,95-2,88
KE = 1,07 kkal/menit

Praktikan II : Aldi

Detak jantung awal : 70 detak/ menit


Detak jantung setelah berjalan : 85 detak / menit

1. Energi expenditure sebelum berjalan /berlari (Ei) :


Ei = 1.80411 – 0.0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Ei = 1.80411 – 0.0229038(70)+ 4.71733.〖10〗^(-4)(〖70〗^2)
Ei = 2,51 kkal/menit ( level beban kerja Ringan )
2. Energi expenditure sesudah berjalan /berlari (Et):
Et = = 1.80411 – 0.0229038(X) + 4.71733.〖10〗^(-4)(x^2)
Et = 1.80411 – 0.0229038(85)+ 4.71733.〖10〗^(-4)(〖85〗^2)
Et = 3,26 kkal/menit ( level beban kerja ringan )
3. Konsumsi energi untuk aktivitas berjalan /berlari (KE) :
KE = Et-Ei
KE = 3,26-2,51
KE = 0,75 kkal/menit

3.7 Rekapitulasi Data Percobaan I dan Grafik Detak Jantung


LAPORAN PRAKTIKUM
ERGONOMI TERAPAN

MODUL 4
ANTROPOMETRI

Oleh :
Kelompok 2

ALDI MAHENDRA ( 2011116 )


VERONICA LASMI ( 2011120 )
CHRISTOPER FIDEL Castro ( 2011125 )

TEKNIK INDUSTRI AGRO


(TIA-2D)

LAB. PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


POLITEKNIK ATI PADANG
2021
DAFTAR ISI

COVER LAPORAN
………………………………………………………………….
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
…………………………………………………………………
1.2 Tujuan Praktikum
………………………………………………………………

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Manual Material Manual Handling (MMH)
…………………………………...
2.2 Batasan Pengangkatan pada Manual Material Handling
………………………..
2.3 Mencakup pekerjaan manual material handling, metode MAC
………………..
2.4 Mencakup pekerjaan manual material handling, metode REBA
………………

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


3.1 Data dan Grafik Kekuatan Tarik Otot dan Jari Tangan
………………………..
3.2 Penerapan MAC untuk Penilaian Aktivitas Lifting
………………………………..
3.3 Penerapan REBA pada Studi Kasus Pekerjaan
………………………………...

BAB IV ANALISIS
4.1 Analisis Grafik Kekuatan Tarik Otot dan Jari Tangan
…………………………
4.2 Analisis Penerapan MAC
……………………………………………………….
4.3 Analisis Penerapan REBA
……………………………………………………...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
……………………………………………………………………..
5.2 Saran
…………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam suatu sistem kerja, biasanya manusia sangat berperan dalam


hal pemindahan ataupengangkatan material secara manual (Manual
Material Handling).Ilmu Manual Material Handling termasuk di
dalam salah satu bidang penelitian ergonomi, yaitu penelitian tentang
biomekanika. Biomekanika sangat berhubungan dengan pekerjaan
yang bersifat material handling, seperti pengangkatan dan
pemindahan secara manual atau pekerjaan lain yang dominan
menggunakan otot tubuh.

Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas


manusia, namun tetap saja ada beberapa pekerjaan manual yang tidak
dapat dihilangkan dengan pertimbangan biaya maupun
kemudahan.Pekerjaan ini membutuhkan usaha fisik sedang hingga
besar dalam durasi waktu kerja tertentu. Usaha fisik ini banyak
mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun low back pain,yang menjadi
isu besar di negara-negara industri belakangan ini. Maka dari itu,
perusahaan sangat membutuhkan ilmu biomekanika agar dapat
mengetahui lebih rinci dan menganalisa kekuatan manusia dalam
melakukan Manual Material Handling sehingga perusahaan bisa
menentukan posisi Manual Material Handling yang efisien dan
ergonomis yang dapat mengurangi cidera pada para pekerja serta
meningkatkan produktivitas perusahaan. Dengan biomekanika dapat
diketahui posisi material handling yang optimal sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja seseorang dan mengurangi cedera
bagi pekerja yang melakukan aktivitas material handling.

Dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat dianalisis sehingga


diperoleh posisi optimal yang dilakukan untuk material Handling,
karena dalam kehidupan sehari-hari kita tentunya pasti akan
menemukan meterial manual handling maka dari itu perlu dilakukan
praktikum ini, guna untuk menghindari peluang terjadinya resiko
dalam melakukan pekerjaan, sebab dengan melakukan pratikum ini
kita akan mencarikan solusi posisi tubuh terbaik saat mengangkat
beban.
1.2Tujuan Praktikum

1. Tujuan Umum
Dari praktikum ini diharapkan mahasiswa memahami
perbedaan atau keterbatasan kemampuan otot manusia dan mampu
melakukan penilaian resiko suatu pekerjaan dengan metode MAC
dan REBA.
2. Tujuan Khusus
Dari praktikum ini diharapkan praktikan mampu:
1. Menganalisis perbedaan kekuatan fisik manusia khususnya
kekuatan tarik otot dan jari tangan.
2. Menggunakan metode Manual Handling Assessment Chart
(MAC) untuk menilai resiko pekerjaan manual material handling.
3. Menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)
untuk menilai resiko suatu pekerjaan
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Manual Material Handling


Pengertian pemindahan bahan secara manual/manual material
handling (MMH), menurut American Material Handling Society
adalah ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan
(moving), pengepakan (packaging), penyimpanan (storing), dan
pengawasan (controlling), dari material dengan segala bentuknya
(Wignjosoebroto & Sritomo, 1996). Aktifitas pemindahan bahan
secara manual sebaiknya tidak membahayakan dan menimbulkan
rasa sakit sehingga meningkatkan produktifitas pekerja.
Aktivitas pengangkatan secara manual adalah aktivitas yang
termasuk dalam kategori kerja berat. Cara pengangkatan adalah
salah satu faktor yang sangat penting pada aktivitas pengangkatan.
Faktor resiko yang dapat terjadi apabila cara pengangkatan yang
dilakukan salaha dalah terjadi beban yang sangat berat pada otot,
robeknya intervertebral discs dan gangguan pada punggung
pekerja (Grandjean, 1986).
Menurut Nurmuanto (2004), pemindahan bahan secara
manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan
menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri
(industrial accident) yang disebut sebagai “Over Exertion-lifting
and carrying” yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan
oleh beban angkat berlebih. Selain masalah cara pengangkatan,
salah satu faktor yang juga harus diperhatikan adalah beban yang
diangkat.
Karena pengangkatan secara manual banyak diaplikasikan
pada tempat kerja, tugas seperti mengangkat dan mendorong
sudah menjadi hal yang lazim. Contoh pekerjaan pengangkatan
secara manual adalah seperti menarik atau mendorong troli,
mengangkut box, menggunakan perkakas kebersihan dan bergerak
menggunakan alat bantu seperti lift hidrolik. Akibat dari
pengangkatan secara manual itu sendiri, potensi peningkatan
resiko cidera pada tulang belakang mungkin terjadi tergantung
pada ketinggian, posisi dan berat benda. (Resnick and Chaffin,
1996). Semakin berat beban yang diangkat, maka makin besar
pula resiko cidera yang dihadapi oleh pekerja sehingga harus ada
batasan beban yang diangkat oleh pekerja. Oleh karena itu,
NIOSH merancang sebuah rumusan yang dapat digunakan untuk
menentukan batasan besar beban yang diangkat pada sebuah
aktivitas pengangkatan yang disebut Recommended Weight Limit
(Kroemer, Kroemer, & Kroemer-ELbert, 1994).

2.2 Batasan Pengangkatan pada Manual Material Handling


Performasi manusia dalam melakukan pengangkatan
mempunyai banyak keterbatasan. Para ahli ILO (International
Labour Organization) dalam Chaffin dan Andersson (1991),
berpendapat bahwa pengangkatan secara manual akan berdampak
dampak pada:
1. Potensi cidera pada tulang bagian belakang, lutut, bahu dan
pinggul.

2. Potensi infeksi luka pada siku bagian tangan dan kaki.


Menurut Chaffin (1991), beberapa jenis pekerjaan dapat
dipertimbangkan dan dibagi dalam beberapa kelompok bersamaan
dengan faktor jenis yang dimaksudkan utnuk meminimalisir
gangguan muskolaskeletal terkait dalam penggunaan dan
pengangkatan material. Faktor tersebut dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Karakteristik pekerja
2. Material dan karakteristik alat dan bahan
3. Praktek kerja

2.3 Material Assessment Chart (MAC)


Metode MAC dikembangkan oleh lembaga Health and Safety
Executive (HSE) di Inggris. MAC dimaksudkan dipakai oleh
praktisi ergonomi atau keselamatan kerja untuk menilai seberapa
aman pekerjaan manual material handling di industri.
MAC membagi Manual Material Handling atas 3 jenis
aktivitas yaitu :
1. Mengangkat beban (lifting operation)
2. Membawa beban (carrying operation)
3. Mengangkat beban secara tim (team handling operation)
Penilaian resiko untuk aktivitas mengangkat (lifting) beban
meliputi 8 faktor, untuk membawa (carrying) beban meliputi 9
faktor, dan mengangkat beban secara tim meliputi 9 faktor. untuk
setiap faktor dibagi atas 4 level resiko dengan memberikan warna
tertentu

yaitu :
1. Resiko rendah (green = G)
2. Resiko sedang (amber = A)
3. Resiko yang butuh perbaikan segera (red = R)
4. Resiko tinggi (purple = P)
MAC untuk aktivitas lifting beban meliputi 8 faktor sebagai
berikut :
1. Berat beban dan frekuensi aktivitas
2. Jarak tangan yang membawa beban dengan pinggang
3. Area pengangkatan vertikal
4. Putaran dan simpangan tubuh
5. Kendala postural
6. Handle pada beban
7. Permukaan lantai
8. Faktor lingkungan lainnya
Panduan penilaian dari setiap faktor di atas adalah sebagai
berikut :
1. Berat beban dan frekuensi aktivitas
2. Jarak tangan yang membawa beban dengan pinggang

3. Area pengangkatan vertikal

4. Putaran dan simpangan tubuh


5. Kendala postural

6. Handle pada beban

7. Permukaan lantai

8. Faktor lingkungan lainnya

Alur (flowchart) penggunaan MAC dapat dilihat pada


Lampiran 1, sedangkan penilaian untuk setiap faktor dimasukkan
ke dalam MAC score sheet berikut :
Tabel MAC Score Sheet

Adapun panduan level resiko dan tindakan yang harus


dilakukan untuk nilai total score yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel Level Resiko dan Tindakannya dalam MAC
2.4 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Metode REBA dikembangkan oleh S. Hignett dan L.
McAtamney pada tahun 2000. REBA dapat digunakan untuk
menilai ergonomi tempat kerja dengan melalui analisis postur
tubuh dalam bekerja.
Prosedur penggunaan REBA :
1. Observasi tugas/pekerjaan
2. Pilih postur pekerja untuk dinilai
3. Beri skor postur
4. Proses skor yang didapat
5. Tentukan skor REBA
6. Tetapkan level tindakan yang sesuai dengan skor tersebut
REBA worksheet dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan
level tindakan yang dihubungkan dengan skor REBA dapat dilihat
pada Tabel.

Tabel Level Resiko Pekerjaan dan Tindakanya dalam REBA


BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Data dan Grafik Kekuatan Tarik Otot dan Jari Tangan
1. Christoper Fidel castro
Hand Dynamometer   Analog Digital
No
Satuan kg kg Grafik otot

1 Tangan Kanan   22 22,1 kekuatan tangan

2 Tangan Kiri 23 23,3

3 Kedua Tangan 32 47,3

4 Ibu Jari (Kanan) 6 9,9

5 Telunjuk (Kanan) 4 7,3

6 Jari tengah (kanan) 4 7,3

7 Jari manis (kanan) 2 6,3

8 Kelingking (kanan) 1 4,5

9 Ibu Jari (kiri) 5 8,8


2. Aldi
10 Telunjuk (kiri) 3 5,7

11 Jari tengah (kiri) 3 6,8

12 Jari manis (kiri) 3 5,2

13 Kelingking (kiri) 1 3,7

Mahendra

Hand
No Dynamometer   Analog Digital

Satuan kg kg

1 Tangan Kanan   40 43,6

2 Tangan Kiri 33 36,1

3 Kedua Tangan 51 62

4 Ibu Jari (Kanan) 12 14,7

5 Telunjuk (Kanan) 6 8,2

6 Jari tengah (kanan) 11 16,3


7 Jari manis (kanan) 4 13,6

8 Kelingking (kanan) 0 4,3

9 Ibu Jari (kiri) 14 16,8

10 Telunjuk (kiri) 4 10,1

11 Jari tengah (kiri) 7 12,5

12 Jari manis (kiri) 6 13,4

13 Kelingking (kiri) 0 7

Grafik otot kekuatan tangan

70
60
50
40
30
20
10
0 Analog kg
Digital kg

3. Veronica Lasmi
Hand
No Dynamometer   Analog Digital
Satuan Kg kg
Tangan
1 Kanan   20 21,3
2 Tangan Kiri 21 20,2
3 Kedua Tangan 29 30
4 Ibu Jari (Kanan) 4 6
5 Telunjuk (Kanan) 3 7,6
6 Jari tengah (kanan) 4 5
7 Jari manis (kanan) 2 4,4
8 Kelingking (kanan) 0 2,6
9 Ibu Jari (kiri) 6 6,8
10 Telunjuk (kiri) 3 7,8
11 Jari tengah (kiri) 3 5,8
12 Jari manis (kiri) 1 4,2
13 Kelingking (kiri) 0 2,8

Grafik otot kekuatan tangan


35

30

25

20
Analog kg
15 Digital kg

10

3.2 Penerapan MAC untuk Penilaian Aktivitas Lifting


1. Praktikan I : veroca lasmi(10 kg)

FAKTOR RESIKO WARNA(G,A,R,P) SKOR


1.BERAT BEBAN DAN FREKUENSI ANGKAT G 4
2.JARAK TANGAN DENGAN PINGGANG G 0
3.AREA PENGANGKATAN VERTIKAL R 3
4.PUTARAN BEBAN/SIMPANGAN BADAN A 0
5.KENDALA POSTURAL A 0
6.HANDEL DI BEBAN G 0
7.PERMUKAAN LANTAI G 0
8.FAKTOR LINGKUNGAN G 0
TOTAL SKOR 1
LEVEL SKOR =3

2. Pratikan II : Christoper Fidel Castro (30kg)

FAKTOR RESIKO WARNA(G,A,R,P) SKOR


1.BERAT BEBAN DAN FREKUENSI ANGKAT A 6
2.JARAK TANGAN DENGAN PINGGANG A 3
3.AREA PENGANGKATAN VERTIKAL G 0
4.PUTARAN BEBAN/SIMPANGAN BADAN G 0
5.KENDALA POSTURAL G 0
6.HANDEL DI BEBAN G 0
7.PERMUKAAN LANTAI G 0
8.FAKTOR LINGKUNGAN G 0
TOTAL SKOR 9
LEVEL SKOR 3
2. Pratikan III :Aldi Mahendra (15 kg)

FAKTOR RESIKO WARNA(G,A,R,P) SKOR


1.BERAT BEBAN DAN FREKUENSI ANGKAT G 0
2.JARAK TANGAN DENGAN PINGGANG A 3
3.AREA PENGANGKATAN VERTIKAL G 0
4.PUTARAN BEBAN/SIMPANGAN BADAN G 0
5.KENDALA POSTURAL G 0
6.HANDEL DI BEBAN G 0
7.PERMUKAAN LANTAI G 0
8.FAKTOR LINGKUNGAN G 0
TOTAL SKOR 3
LEVEL SKOR 1
3.1 Penerapan REBA pada Studi Kasus Pekerjaan
Tabel 3.5 Penerapan REBA pada Studi Kasus Pekerjaan

1. Christoper Fidel Castro


Tabel A Tabel B Tabel C Final REBA
Neck Score 1 UpperArmScore 2
Score A 2 Score C 3
Trunk Score 2 Low Arm Score 1
Leg Score 1 Wrist Score 1
Posture Score A 2 Posture Score B 1
Force/Load 0 0 Score B 1 Activity Score 0
Coupling Score
Score
Score A 2 Score B 1 Score C 3 Final REBA Score 3

2. Aldi Mahendra
Tabel A Tabel B Tabel C Final REBA
Neck Score 1 UpperArmScore 2
Score A 2 Score C 3
Trunk Score 2 Low Arm Score 1
Leg Score 1 Wrist Score 1
Posture Score A 2 Posture Score B 1
Force/Load 0 0 Score B 1 Activity Score 0
Coupling Score
Score
Score A 2 Score B 1 Score C 3 Final REBA Score 3

3. Veronica Lasmi
Tabel A Tabel B Tabel C Final REBA
Neck Score 1 UpperArmScore 2
Score A 2 Score C 3
Trunk Score 2 Low Arm Score 1
Leg Score 1 Wrist Score 1
Posture Score A 2 Posture Score B 1
Force/Load 0 0 Score B 1 Activity Score 0
Coupling Score
Score
Score A 2 Score B 1 Score C 3 Final REBA Score 3
BAB IV
ANALISIS

4.1 Analisis Grafik Kekuatan Tarik Otot dan Jari Tangan


Pada pengujian tarik otot dan jari tangan rata-rata pada saat menggenggam
Hand Dynamometer, menarik kedua tangan baik secara digital maupun analog
mempunyai tarikan yang paling kuat. Pada Toper untuk analog yang paling tinggi
ialah kedua tangan yaitu sebesar 32 kg dan untuk digital yang paling tinggi ialah
kedua tangan sebesar 47,3 kg karena tarikan kedua tangan mempunyai tarikan
yang paling kuat. Yang paling rendah pada Toper ialah yaitu kelingking kanan
dan kiri sebesar 1 kg untuk analog dan kelingking kiri untuk digital sebesar 3,7 kg
karena kekuatan tarikan kelingking paling kecil. Pada Aldi untuk analog yang
paling tinggi ialah kedua tangan yaitu sebesar 51 kg dan untuk digital yang paling
tinggi ialah kedua tangan sebesar 62 kg karena tarikan kedua tangan mempunyai
tarikan yang paling kuat. Yang paling rendah pada vero ialah yaitu kelingking
kanan dan kiri sebesar 0 kg untuk analog dan kelingking(kanan) untuk digital
sebesar 2,6 kg karena kekuatan tarikan kelingking paling kecil. Rekapitulasi hand
dynamometer baik analog maupun digital berbeda hasil kekuatan tarik otot dan
jari tangannya karena berdasarkan kemampuan kekuatan tariknya tersebut
terhadap hand dynamometer. Hasil pada digital lebih akurat dibanding analog
sebab analog ini terkadang tidak konstan hasil pada jarum penunjuknya sehingga
hasilnya pun terkadang naik turun jika kita melepaskan sedikit kekuatan pada
pengukuran hand dynamometer dan pada digital pun akurat karena sudah
menunjukkan angka yang akurat dan tidak naik turun saat sedikit dilepas atau
tetap pada kekuatan hand dynamometer tersebut.

4.2 Analisis penerapan MAC


Pada pratikan Vero, berat badan dan frekuensi angkat berada pada resiko
yang mungkin butuh perbaikan (G) dengan nilai skor 4. Jarak tangan dan
pinggang berada pada resiko yang mungkin butuh perbaikan (A) dengan skor 3.
Area pengangkatan vertikal berada pada resiko rendah (G) dengan nilai skor 0.
Putaran badan/simpangan badan berada pada resiko rendah (G) dengan nilai skor
0. Kendala postural pada pratikan berada pada level rendah (G) dengan skor 0.
Handel di beban yang diangkat oleh pratikan berada pada level rendah (G) dengan
skor 0. Permukaan lantai berada pada level rendah (G) dengan nilai skor 0 dan
faktor lingkungan lainnya (G) dengan skor 0. Dengan total skor 7 dan level resiko
yaitu 3. Jadi dibutuhkan perbaikan untuk kedepannya.
Pada pratikan Toper berat badan dan frekuensi angkat berada pada resiko rendah
(A) dengan nilai skor 6. Pada pratikan jarak tangan dan pinggang berada pada
resiko yang mungkin butub perbaikan (A) dengan nilai skor 3. Area pengangkatan
vertikal berada pada resiko rendah (G) dengan nilai skor 0. Putaran
beban/simpangan badan berada pada resiko rendah (G) dengan skor 0. Handel di
beban yang diangkat oleh pratikan berada pada level rendah (G) dengan skor 0.
Permukaan lantai berada pada level rendah (G) dengan nilai skor 0. Faktor
lingkungan lainnya pada level rendah (G) dengan nilai skor 0. Total skor 9 dengan
level resiko 3. Jadi dibutuhkan perbaikan untuk kedepannya.
Pada pratikan Aldi berat badan dan frekuensi angkat berada pada resiko
rendah (G) dengan nilai skor 0. Jarak tangan dan pinggang berada pada resiko
yang mungkin butuh perbaikan (A) dengan skor 3. Area pengangkatan vertikal
berada pada resiko rendah (G) dengan nilai skor 0. Putaran badan/simpangan
badan berada pada resiko rendah (G) dengan nilai skor 0. Kendala postural pada
pratikan berada pada level rendah (G) dengan skor 0. Handel di beban yang
diangkat oleh pratikan berada pada level rendah (G) dengan skor 0. Permukaan
lantai berada pada level rendah (G) dengan nilai skor 0 dan faktor lingkungan
lainnya (G) dengan skor 0. Dengan total skor 3 dan level resiko yaitu 1. Jadi
dibutuhkan perbaikan untuk kedepannya.

4.3 Analisis Penerapan REBA


Dilihat dari gambar penerapan REBA dari Toper angkat kardus dapat
dilihat pada step 1 gerakan kepala tegak 00 dengan skor 1. Pada step 2 gerakan
badan pada kerja praktek yaitu 0-20º dengan skor 2. Pada step 3 kaki pada kerja
praktek dengan skor 1. Pada step 4 masukkan ketiga skor tadi ke tabel A sehingga
didapat skor tabel A yaitu 2. Step 5 memasukkan berat beban yang ada di foto,
pekerja mengangkat beban dengan berat beban 20 kg atau sama dengan 11 libis
dengan skor 1 sehingga didapat skor pada step 6 yaitu 3. Pada step 7 gerakan
lengan atas pekerja antara 20-450 kedepan dengan skor 2, posisi lengan atas saat
mau mengangkat beban adalah 30-500 dengan skor 1. Gerakan lengan bawah
adalah sekitar kurang dari 150 dengan skor 1. Pegangan benda pada kerja tersebut
baik dengan skor 1. Pada tabel A skor REBA yang diperoleh ialah 2, pada tabel B
skor REBA adalah 1. Pada tabel C yakni score REBA adalah 2, maka skor akhir
pada REBA ialah 3 dan level resiko pada kerja praktek tersebut adalah
dikategorikan level resiko rendah, maka tidak terlalu dibutuhkan perbaikan.
Penerapan REBA dari Aldi angkat kardus dapat dilihat pada step 1
gerakan kepala tegak 00 dengan skor 1. Pada step 2 gerakan badan pada kerja
praktek yaitu 0-20º dengan skor 2. Pada step 3 kaki pada kerja praktek dengan skor
1. Pada step 4 masukkan ketiga skor tadi ke tabel A sehingga didapat skor tabel A
yaitu 2. Step 5 memasukkan berat beban yang ada di foto, pekerja mengangkat
beban dengan berat beban 15 kg atau sama dengan 11 libis dengan skor 1
sehingga didapat skor pada step 6 yaitu 3. Pada step 7 gerakan lengan atas pekerja
antara 20-450 kedepan dengan skor 2, posisi lengan atas saat mau mengangkat
beban adalah 30-500 dengan skor 1. Gerakan lengan bawah adalah sekitar kurang
dari 150 dengan skor 1. Pegangan benda pada kerja tersebut baik dengan skor 1.
Pada tabel A skor REBA yang diperoleh ialah 2, pada tabel B skor REBA adalah
1. Pada tabel C yakni score REBA adalah 2, maka skor akhir pada REBA ialah 3
dan level resiko pada kerja praktek tersebut adalah dikategorikan level resiko
rendah, maka tidak terlalu dibutuhkan perbaikan.
Penerapan REBA dari Vero angkat kardus dapat dilihat pada step 1
gerakan kepala tegak 00 dengan skor 1. Pada step 2 gerakan badan pada kerja
praktek yaitu 0-20º dengan skor 2. Pada step 3 kaki pada kerja praktek dengan skor
1. Pada step 4 masukkan ketiga skor tadi ke tabel A sehingga didapat skor tabel A
yaitu 2. Step 5 memasukkan berat beban yang ada di foto, pekerja mengangkat
beban dengan berat beban 10 kg atau sama dengan <11 libis dengan skor 0
sehingga didapat skor pada step 6 yaitu 2. Pada step 7 gerakan lengan atas pekerja
antara 20-450 kedepan dengan skor 2, posisi lengan atas saat mau mengangkat
beban adalah 30-500 dengan skor 1. Gerakan lengan bawah adalah sekitar kurang
dari 150 dengan skor 1. Pegangan benda pada kerja tersebut baik dengan skor 1.
Pada tabel A skor REBA yang diperoleh ialah 2, pada tabel B skor REBA adalah
1. Pada tabel C yakni score REBA adalah 1, maka skor akhir pada REBA ialah 2
dan level resiko pada kerja praktek tersebut adalah dikategorikan level resiko
rendah, maka tidak terlalu dibutuhkan perbaikan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Pada pengukuran kekuatan tarik otot dipengaruhi oleh daya kuat tariknya
tangan pada hand dynamometer. Jika tarikannya semakin kuat maka semakin
berat juga hasil dari daya tariknya, sebaliknya semakin lemah menarik maka
semakin ringan juga hasil dari hand dynamometer. Hasil pada hand
dynamometer berbeda sebab tergantung kekuatan tarik ototnya pada hand
dynamometer. Rekapitulasi hand dynamometer analog dan digital berbeda
karena tergantung dari kemampuan kuatnya tarik tangan pada hand
dynamometer.
2. Pada pengukuran penerapan MAC untuk skornya dipengaruhi juga dengan
level risiko. Jika total skornya rendah maka level resikonya pun rendah
sebaliknya jika semakin tinggi total skornya maka semakin tinggi juga level
resikonya. Skor yang didapat pun pada ketiga praktikan ialah 7, 9 dan 3
dengan level resiko 3,3 dan 1 dan dibutuhkan perbaikan untuk kedepannya.
3. Pada penerapan REBA didapat skor akhir 3,3,2 yaitu resiko rendah. Maka ini
dibutuhkan perubahan untuk kedepannya. Semakin tinggi hasil akhir skor
REBA nya maka semakin tinggi juga resiko yang diperoleh begitu juga
sebaliknya semakin rendah skor akhir REBA maka semakin rendah juga
resiko yang diperoleh.

5.2 SARAN
Perlu ketelitian pada pengukuran kekuatan daya tarik otot sebab
perhitungan yang diperoleh mempengaruhi kuat tidaknya daya tarik pada hand
dynamometer. Diperlukan juga kehati-hatian dan ketelitian dalam menjumlahkan
hasil MAC dan REBA sebab hasilnya diperhitungkan untuk menentukan rendah
tingginya resiko yang didapat. Maka itulah hasil resiko yang diperoleh dari hasil
perhitungan rendah tingginya resiko yang didapat.

DAFTAR PUSTAKA

American Material Handling Society


(Wignjosoebroto & Sritomo, 1996)
(Grandjean, 1986).
Nurmuanto (2004), “Over Exertion-lifting and carrying”
(Resnick and Chaffin, 1996).
Recommended Weight Limit (Kroemer, Kroemer, & Kroemer-ELbert,
1994).
LAMPIRAN

veronica
lasmi

christoper
fidel .C

aldi mahendra
TUGAS PENDAHULUAN MODUL IV

1.1 Aldi Mahendra

PENILAIAN RESIKO PEKERJAAN

Pada gambar diatas merupakan seorang angkat bangunan yang membawa


beban sekotak buku
Dan dari gambar diatas dapat di analisa secara MAC dan REBA.

1. Analisa secara MAC

a. Berat beban dan frekuensi aktivitas


Berat beban : 20 kg
Frekuensi : 7 second
G/0 ( GREEN)
b. Jarak tangan yang membawa dengan pinggang
A/3 ( Torso bent forward )
c. Area pengangkatan vertikal
G/0
d. Putaran dan simpangan tubuh
G/0
e. Kendala postural
G/0
f. Handle pada beban
G/0
g. Faktor lingkungan lainya
G/0
Jadi MAC : 3 + 1 = 4
(No action demanded)

Sangat bagus, karena mengangkat beban pada permukaan yang


lebih tinggi tidak berada pada lantai atau tidak perlu perbaikan dan
juga tidak memungkinkan terjadinya kecelekaan kerja

Faktor-faktor risiko yang secara dominan berkaitan dengan terjadinya cedera


akibat aktivitas Metode Manual Handling Assessment Chart meliputi:

● Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan atau postur


canggung, seperti badan membungkuk, memutar, jongkok, atau berlutut.
● Gerakan berulang, seperti sering menjangkau, mengangkat, dan
membawa objek kerja.
● Pengerahan tenaga yang berlebihan, seperti membawa atau mengangkat
beban berat.
● Pressure points, seperti mencengkeram atau menggenggam beban,
bersandar pada bagian atau permukaan yang keras atau memiliki tepi yang
tajam
● Sikap kerja statis, seperti mempertahankan posisi yang tetap dalam
waktu lama pada satu jenis aktivitas.

Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor di
atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar.
Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau dingin
ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan risiko
pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang lebih
fatal

2. Penilaian Risiko

Begitu seluruh aktivitas MAC yang berisiko sudah diidentifikasi, pengurus harus
melakukan penilaian dan menemukan faktor-faktor yang memengaruhi risiko.
Berikut aspek-aspek yang dapat menjadi acuan saat melakukan penilaian risiko
yang berhubungan dengan MAC:

● Aktivitas dan pergerakan pekerja


● Tata letak tempat kerja dan stasiun kerja
● Posisi dan sikap kerja
● Durasi dan frekuensi pekerja melakukan aktivitas MAC
● Jarak dan tempat pekerja memindahkan beban
● Berat beban
● Pengerahan tenaga
● Karakteristik beban dan peralatan kerja
● Organisasi dan lingkungan kerja
● Keterampilan kerja dan pengalaman kerja
● Kebutuhan khusus ─ pekerja yang dalam proses pemulihan mungkin
memerlukan waktu untuk membangun kembali keterampilan dan
kemampuan kerja mereka. 

1.2 Christoper Fidel Castro

PENILAIAN RESIKO PEKERJAAN


Pada gambar diatas merupakan seorang angkat bangunan yang membawa
beban sebuah batu bata
Dan dari gambar diatas dapat di analisa secara MAC dan REBA.

1. Analisa secara MAC

a. Berat beban dan frekuensi aktivitas


Berat beban : 15 kg
Frekuensi : 7 second
G/0 ( GREEN)
b. Jarak tangan yang membawa dengan pinggang
R/3 ( Floor Level)
c. Area pengangkatan vertikal
G/0
d. Putaran dan simpangan tubuh
G/0
e. Kendala postural
G/0
f. Handle pada beban
G/0
g. Faktor lingkungan lainya
G/0
Jadi MAC : 3 + 0= 3
(No action demanded)

Sangat bagus, karena mengangkat beban pada permukaan yang


lebih tinggi tidak berada pada lantai atau tidak perlu perbaikan dan
juga tidak memungkinkan terjadinya kecelekaan kerja
Faktor-faktor risiko yang secara dominan berkaitan dengan terjadinya cedera
akibat aktivitas Metode Manual Handling Assessment Chart meliputi:

 Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan atau postur canggung,
seperti badan membungkuk, memutar, jongkok, atau berlutut.
 Gerakan berulang, seperti sering menjangkau, mengangkat, dan
membawa objek kerja.
 Pengerahan tenaga yang berlebihan, seperti membawa atau mengangkat
beban berat.
 Pressure points, seperti mencengkeram atau menggenggam beban,
bersandar pada bagian atau permukaan yang keras atau memiliki tepi yang
tajam
 Sikap kerja statis, seperti mempertahankan posisi yang tetap dalam waktu
lama pada satu jenis aktivitas.

Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor di
atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar.

Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau dingin
ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan risiko
pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang lebih
fatal

2. Penilaian Risiko

Begitu seluruh aktivitas MAC yang berisiko sudah diidentifikasi, pengurus harus
melakukan penilaian dan menemukan faktor-faktor yang memengaruhi risiko.
Berikut aspek-aspek yang dapat menjadi acuan saat melakukan penilaian risiko
yang berhubungan dengan MAC:
 Aktivitas dan pergerakan pekerja

 Tata letak tempat kerja dan stasiun kerja

 Posisi dan sikap kerja

 Durasi dan frekuensi pekerja melakukan aktivitas MAC

 Jarak dan tempat pekerja memindahkan beban

 Berat beban

 Pengerahan tenaga

 Karakteristik beban dan peralatan kerja

 Organisasi dan lingkungan kerja

 Keterampilan kerja dan pengalaman kerja

 Kebutuhan khusus ─ pekerja yang dalam proses pemulihan mungkin


memerlukan waktu untuk membangun kembali keterampilan dan
kemampuan kerja mereka. 

1.3 Veronica Lasmi

PENILAIAN RESIKO PEKERJAAN


Pada gambar diatas merupakan seorang angkat bangunan yang membawa
beban sekotak buku
Dan dari gambar diatas dapat di analisa secara MAC dan REBA.

1. Analisa secara MAC

a. Berat beban dan frekuensi aktivitas


Berat beban : 5 kg
Frekuensi : 7 second
G/0 ( GREEN)
b. Jarak tangan yang membawa dengan pinggang
A/3 ( Torso bent forward )
c. Area pengangkatan vertikal
G/0
d. Putaran dan simpangan tubuh
G/0
e. Kendala postural
G/0
f. Handle pada beban
G/0
g. Faktor lingkungan lainya
G/0
Jadi MAC : 3 + 1 = 4
(No action demanded)

Sangat bagus, karena mengangkat beban pada permukaan yang


lebih tinggi tidak berada pada lantai atau tidak perlu perbaikan dan
juga tidak memungkinkan terjadinya kecelekaan kerja
Faktor-faktor risiko yang secara dominan berkaitan dengan terjadinya cedera
akibat aktivitas Metode Manual Handling Assessment Chart meliputi:

 Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan atau postur canggung,
seperti badan membungkuk, memutar, jongkok, atau berlutut.
 Gerakan berulang, seperti sering menjangkau, mengangkat, dan
membawa objek kerja.
 Pengerahan tenaga yang berlebihan, seperti membawa atau mengangkat
beban berat.
 Pressure points, seperti mencengkeram atau menggenggam beban,
bersandar pada bagian atau permukaan yang keras atau memiliki tepi yang
tajam
 Sikap kerja statis, seperti mempertahankan posisi yang tetap dalam waktu
lama pada satu jenis aktivitas.

Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor di
atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar.

Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau dingin
ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan risiko
pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang lebih
fatal

2. Penilaian Risiko

Begitu seluruh aktivitas MAC yang berisiko sudah diidentifikasi, pengurus harus
melakukan penilaian dan menemukan faktor-faktor yang memengaruhi risiko.
Berikut aspek-aspek yang dapat menjadi acuan saat melakukan penilaian risiko
yang berhubungan dengan MAC:
 Aktivitas dan pergerakan pekerja

 Tata letak tempat kerja dan stasiun kerja

 Posisi dan sikap kerja

 Durasi dan frekuensi pekerja melakukan aktivitas MAC

 Jarak dan tempat pekerja memindahkan beban

 Berat beban

 Pengerahan tenaga

 Karakteristik beban dan peralatan kerja

 Organisasi dan lingkungan kerja

 Keterampilan kerja dan pengalaman kerja

 Kebutuhan khusus ─ pekerja yang dalam proses pemulihan mungkin


memerlukan waktu untuk membangun kembali keterampilan dan
kemampuan kerja mereka. 

Anda mungkin juga menyukai