ERGONOMI TERAPAN
MODUL 1
ANTROPOMETRI
Oleh :
Kelompok 2
2.1 Ergonomi
2.1.1 Pengertian ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya aturan atau
hukum Ergonomi adalah teknologi perancangan kerja yang didasarkan pada
ilmu-ilmu biologi manusia, anatomi, fisiologi, dan psikologi. Menurut
(Panero, 2003)
2.2 Antropometri
2.2.1 Pengertian antropometri
Antropometri merupakan salah satu cabang ilmu ergonomi yang berkaitan
dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang dapat digunakan untuk
merancang fasilitas yang ergonomis. Menurut (Wignjosoebroto, 2000) Kata
antropometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata anthropos (man) yang artinya
manusia dan kata metreinn (to measure) yang artinya ukuran, sehingga
antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia. antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan
dengan karakteristik tubuh manusia dalam hal ukuran, bentuk, dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Antropometri
secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses
perancangan atau desain produk maupun sistem kerja yang akan digunakan
manusia.
Menurut (Nurmianto dalam Prasetyo 2011)
2.2.2.Data Antopometri:
a. Antropometri Statis
Antropometri statis adalah pengukuran data yang mencakup pengukuran
atas bagian – bagian tubuh seperti dimensi kepala, batang tubuh, dan
anggota badan lainnya pada posisi standar (tegak sempurna). Pengukuran
antropometri statis biasanya digunakan untuk mendesain barang – barang
yang digunakan manusia seperti meja, kursi, dan pakaian.
b. Antropometri Dinamis
Antropometri dinamis yaitu pengukuran yang dilakukan pada posisi tubuh
sedang bekerja atau melakukan aktivitas. Dimensi yang diukur pada
antropometri dinamis diambil secara linier (lurus) dan saat pemakai
melakukan aktivitasnya seperti ketinggian orang saat sedang berjalan.
Hal-hal yang memengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut,
Umur , ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai
sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan
berkurang setelah 60 tahun.
Jenis kelamin , Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih
besar kecuali bagian dada dan pinggul.
Rumpun dan Suku Bangsa
Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh, Kondisi ekonomi dan
gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga
bergantung pada kegiatan yang dilakukan.
Alat dan Bahan Antropometri
Kursi Antropometri
1. Mistar
2. Meteran
3. Jangka sorong
4. Goniometer (alat ukur putar sudut)
Hasil pengukuran antropometri berupa “Data Antropometri” yang di bagi atas 2
macam yaitu:
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Suku bangsa
d) Gizi
e) Cacat tubuh
PEDOMAN
A. Pengukuran Antropometri Statis/ Dimensi
Tubuh A.1 Posisi : Duduk samping
Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur
Tinggi
Ukur jarak vertikal dari lantai sampai
8. popliteal/lipat TPo
bagian bawah paha.
lutut
Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur
Data Yang
No. Kode Cara Pengukuran
Diukur
f)
Data Yang Kod
No. Cara Pengukuran
Diukur e
Sub grup
σ
(5) Mencari nilai standar deviasi sub grup (σx)
√n
(6) Mencari Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB)
BKA = x + 2. σx , dan BKB = x - 2. Σx
formulanya :
(2) Membanding nilai N’ dengan nilai N
Jika N’ < N berarti data cukup, jika sebaliknya berarti data tidak cukup
2.3.4. Persentil
Persentil 50 = x bar
rata-rata 24,75
std 2,712059
BKA 32,88618
BKB 16,61382
Chart Title
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Presentil
1 18,44446
2,5 19,43436
5 20,28866
10 21,27856
50 24,75
90 28,22144
95 29,21134
97,5 30,06564
99 31,05554
BAB IV
ANALISIS DAN TUGAS PERANCANGAN
4.1 Analisis Data Antropometri
Untuk data SkS, TBT dan TMB terdistribusi tidak normal karena sisi kiri dan
kanan tidak sejajar.
Pada Data SkS, TBT dan TMB data cukup seragam karena pada grafik garis x sub
grup tidak melewati batas kontol bawah (BKB) dan batas kontrol atas (BKA)..
Untuk kecukupan data pada data PLB tidak cukup karena N’lebih besar dari nilai
N dimana nilai N’ adalah 87 dan N adalah 30. pada data TLB cukup karena nilai
N’< N. Dan TPeB juga tidak cukup.
Perhitungan persentil yang diuji pada data PLB, TLB, dan TPeB adalah
Persentil 1, 5, 10, 50, 90, 95 dan 99 dengan hasil pengujian nilai persentil data
SkS yaitu 15,3, 30,6, 31,6, 45, 53,6, 57,2, 70,56. Sedangkan Perhitungan Nilai
Persentil data TBT yaitu 21,8, 106,2, 150,0, 166, 173,8, 178,8, 180. Dan persentil
data TMB yaitu 95,6, 140,6, 141,6, 155, 167,1, 168,8, 170. Dari hasil analisa
perhitungan nilai persentil didapatkan beberapa objek atau produk yang akan
diramalkan.
MODUL II
VISUAL DISPLAY
Oleh :
Kelompok 2
Aldi Mahendra ( 2011116 )
Veroca Lasmi (2011120)
Chris Toper Fidel Castro ( 2011125 )
COVER LAPORAN............................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................
1.2 Tujuan Praktikum.............................................................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Penginderaan Informasi Visual.......................................................................................
2.2 Visual Display.................................................................................................................
BAB III. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Tes Visual Acuity (Indeks Landolt’s)......................................................................
3.2 Perhitungan Visual Angle dan Visual Acuity .................................................................
3.3 Data Tes Kontras Warna..................................................................................................
3.4 Pengukuran Kontras Warna dengan CCA.......................................................................
BAB IV. ANALISIS
4.1 Analisis Visual Acuity Praktikan....................................................................................
4.2 Analisis Tes Kontras Warna ..........................................................................................
4.3 Analisis Kontras Warna dengan CCA............................................................................
4.4 Analisis Desain Display Informasi Visual......................................................................
a. Display Statis............................................................................................................
b. Display Dinamis........................................................................................................
c. Simbol.......................................................................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN...............................................................................................
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia dalam menjalankan aktivitasnya pasti membutuhkan
informasi. Informasi yang dibutuhkan tersebut didapat dari interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia lain dan interaksi antara manusia dengan
lingkungan. Interaksi antara manusia terjadi dengan cara berkomunikasi
contohnya berdiskusi, namun manusia tidak bisa berkomunikasi dengan
lingkungan. Contohnya manusia tidak bisa berkomunikasi dengan ruangan
sehingga dibutuhkan suatu alat peraga yang bisa menyampaikan informasi
tersebut kepada manusia. Suatu alat peraga yang dimaksud adalah display.
Perbandingan kedua interaksi tersebut terdapat pada sistem komunikasi.
Berdasarkan fungsinya display dibutuhkan sebagai alat komunikasi antara
manusia dan lingkungan sehingga manusia mengetahui informasi pada
lingkungan tersebut. Informasi yang didapatkan dari display ini dapat menjadi
informasi yang memudahkan manusia dalam menjalankan pekerjaannya atau
tugasnya. Display yang baik adalah display yang dapat dimengerti dan mudah
dipahami, tanpa harus menggunakan kalimat panjang yang akan menimbulkan
kelelahan panca indera, dan menimbulkan ketidak nyamanan. Dampaknya
tidak sesuai dengan penerapan ergonomis. Berdasarkan masalah tersebut,
perlu dirancang display yang lebih baik dan ergonomis
Proses penginderaan adalah proses mendeteksi adanya stimulus, fenomena
maupun informasi disekeliling kita. Mata manusia pada dasarnya merupakan
salah satu alat indera yang sangat penting. Dengan menggunakan mata sebagai
alat indera, banyak gambar, kejadian, informasi, dan lain sebagainya yang
dapat diperoleh.
Namun demikian kemampuan mata untuk melihat pada dasarnya dibatasi
oleh sejumlah faktor, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat
eksternal. Faktor internal yang membatasi kemampuan mata antara lain adalah
kemampuan akomodasi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi mata
atau penglihatan adalah kontras dan ukuran objek pencahayaan dan exposure
tipe. Keterbatasan kemampuan untuk melihat, berdampak pada perancangan
berbagai macam objek, baik berupa teks, simbol maupun display.
Perencanaan objek pengamatan yang dilakukan secara benar, tidak saja
berperan dalam menentukan ketepatan dan ketelitian penglihatan, namun lebih
jauh akan turut mempengaruhi aspek kenyamanan dan keselamatan kerja.
Nampak bahwa kajian diatas alat penginderaan manusia khususnya mata
adalah sangat penting.
1.2 Tujuan Pratikum
1. Tujuan umum
Praktikan mampu memahami keterbatasan-keterbasan yang dimiliki indera
visual manusia dan dapat menggunakan informasi tersebut dalam menganalisis
desain display informasi visual pada lingkungan kerja.
2. Tujuan khusus
1. Praktikan mampu mengukur nilai visual acuity
2. Praktikan mampu mengukur dan memahami manfaat kontras dalam desain
visual display
3. Praktikan mampu melakukan analisis ergonomis terhadap desain display
yang ditemukan di lapangan (display statis, dinamis, dan simbol).
BAB II
LANDASAN TEORI
b) Tipe-tipe Display
Sebelum membuat sebuah display, terlebih dahulu harus menentukan tipe
display agar sesuai dengan tujuan dan lingkungannya. Tipe display dibagi menjadi
3, yaitu berdasarkan tujuan, lingkungan dan informasi.
Adapun tipe display berdasarkan tujuannya, display terdiri atas dua bagian
yang perlu diketahui, agar display dapat dipahmi dan dapat menyampaikan
informasi dengan baik maka perlu diketahui sebagai berikut:
1. Display Umum
Diantaranya mengenai aturan kepentingan umum, contohnya display tentang
kebersihan dan kesehatan lingkungan, “Jagalah Kebersihan” yang diperuntukkan
untuk umum.
2. Display Khusus
Diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja khusus pada tempat-tempat
khusus (misalnya dalam industri dan pekerjaan konstruksi), contohnya “Awas
Tegangan Tinggi”.
Adapun tipe display berdasarkan lingkungannya, terbagi dalam dua
macam, untuk dapat dipahmi berdasarkan lingkungannya, maka harus mengetahui
pembagian display sebagai berikut:
a) Display Statis
Display yang memberikan informasi sesuatu yang tidak tergantung terhadap
waktu, contohnya adalah peta (informasi yang mengga mbarkan suatu kota).
b) Display Dinamis
Display yang menggambarkan perubahan menurut waktu dengan variabel,
contohnya adalah jarum speedometer dan mikroskop.
Adapun tipe display berdasarkan informasi yang disampaikan terbagi atas tiga
tipe yang perlu diketahui dan dipahami agar dapat menyampaikan informasi
berdasarkan informasinya yaitu sebagai berikut:
1. Display Kualitatif
Display yang merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula
berbentuk data numerik, dan untuk menunjukkan informasi dari kondisi yang
berbeda pada suatu sistem (tidak berbentuk data numerik), contohnya: informasi
atau tanda On-Off pada generator, dingin, normal dan panas pada pembacaan
temperatur.
2. Display Kuantitatif
Display yang memperlihatkan informasi numerik, (berupa angka, nilai dari
suatu variabel) dan biasanya disajikan dalam bentuk digital ataupun analog untuk
suatu visual display.Analog Indikator: Posisi jarum penunjuknya searah dengan
besarnya nilai atau sistem yang diwakilinya, analog indikator dapat ditambahkan
dengan menggunakan informasi kualitatif (misal merah berarti berbahaya).Digital
Indikator: Cocok untuk keperluan pencatatan dan dapat menggunakan
Electromecemichal Courtious.
3. Display representatif,
Biasanya berupa sebuah “Working model” atau “mimic diagram” dari suatu
mesin, salah satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api.
Berdasarkan panca indera display ini hanya berpacu dengan organ tubuh.
Pentingnya yang dimana tubuh manusia merupakan sarana yang penting dalam
memberikan informasi kepada organ tubuh yang lain. Display terdiri dari 4 hal
panca indera yaitu (Nurmianto,2003):
1. Visual display, yaitu display dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan yaitu mata.
2. Auditori display, yaitu display dapat didengar dengan menggunakan indera
pendengaran yaitu telinga.
3. Tactual display, yaitu display dapat disentuh dengan menggunakan indera
peraba yaitu kulit.
4. Taste display yaitu display dapat dirasakan dengan menggunakan indera
pengecap yaitu lidah.
5. Olfactory display yaitu display dapat dicium dengan menggunakan indera
penciuman yaitu hidung.
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
OBJEK
Kartu
1 2 3
1 14 25 6
2 4 14 4
3 5 12 8
4 25 25 25
5 15 19 20
6 25 25 25
3. Veronica Lasmi
OBJEK
KARTU
1 2 3
1 25 18 10
2 18 13 16
3 25 12 12
4 25 25 13
5 10 25 12
8 25 25 14
Ket Warna :
Ket Warna :
Ket Warna :
Ket Warna :
MODUL III
PENGUKURAN BEBAN KERJA FISIOLOGIS
Oleh :
Kelompok 2
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................
5.1 Kesimpulan............................................................................................
5.2 Saran ......................................................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN.....................................................................................
LAMPIRAN.............................................................................................................
- Dokumentasi Percobaan............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia membutuhkan energi untuk melakukan aktifitas atau
pekerjaan yang bermacam-macam. Ketika melakukan aktifitas, terkadang
manusia tidak menyesuaikan antara energi dan kemampuan yang dimiliki
dengan energi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut
sehingga mengakibatkan kelelahan yang menyebabkan menurunnya
produktivitas kerja. Kelelahan kerja ini harus dihindari, maka perlu
dipelajari suatu metode pengukuran fungsi tubuh manusia yang berkaitan
dengan keterbatasan yang dimiliki manusia selama beraktifitas yaitu
metode pengukuran kinerja fisiologi. Selain itu sikap pekerja dalam
melakukan pekerjaannya juga merupakan faktor yang mempengaruhi
terhadap kelelahan. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
organisme beserta bagian-bagian fisik secara keseluruhan.
Modul pengukuran kinerja fisiologi, dilakukan pada pengukuran
konsumsi oksigen dan energi pada pekerjaan menggunakan treadmill.
Pengukuran tersebut dilakukan secara tidak langsung untuk mendapatkan
besarnya konsumsi oksigen dan energi yang dibutuhkan. Dilakukan
pengumpulan data denyut jantung, temperatur tubuh, dan waktu recovery
percobaan dengan variasi kecepatan lari pada threadmill dan waktu
aktifitas yang berbeda-beda yang selanjutnya dihitung untuk mendapatkan
konsumsi oksigen dan energi yang dibutuhkan.
Praktikum ini menggunakan treadmill sebagai alat untuk melakukan
praktikum karena mudah mengoperasikannya dan mudah diatur dalam
kecepatan- kecepatan yang berbeda sehingga operator dan pecatat dapat
dengan akurat mengambil data yang diperlukan seperti suhu tubuh dan
denyut jantung.
Ilmu ergonomi yang dapat membantu dalam memberikan gambaran
mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi kelelahan kerja pada suatu
aktivitas kerja adalah metode pengukuran kinerja fisiologi. Ilmu fisiologi
dapat diukur konsumsi oksigen dan energi yang dihasilkan untuk setiap
pekerjaan, kecepatan denyut jantung awal sebelum beraktivitas, suhu
tubuh awal sebelum beraktivitas, kecepatan denyut jantung saat
beraktivitas, kecepatan denyut jantung setelah beraktivitas, dan suhu tubuh
setelah beraktivitas.
Pengukuran bisa dilakukan secara langsung atau tidak
langsung.Pengukuran secara langsung yaitu pengukuran dilakukan dengan
menggunakanalat khusus yang menunjukkan konsumsi oksigen dan energi
yang dihasilkan untuk setiap pekerjaan. Cara tidak langsung adalah
menggunakan rumus-rumus yang akan mendapatkan jumlah konsumsi
oksigen dan energi yang dihasilkan untuk setiap pekerjaan melalui data
denyut jantung per menit, perubahan temperatur tubuh, dan waktu
recovery percobaan. Setelah mengetahui konsumsi oksigen dan energi
yang dihasilkan, maka dapat ditentukan waktu recovery yang semestinya
diberikan pada pekerja agar mampu mengembalikan kondisi pekerja pada
keadaan seperti semula atau minimal mendekati kondisi tersebut.
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh
manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya
antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi
tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban
bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ruang lingkup
ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi fisiologi kerja atau
faal kerja. Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi
yang sebaik-baiknya dari indra (mata, telinga, peraba, perasa dan
penciuman), otak dan susunan saraf-saraf di pusat dan perifer, serta otot-
otot. Selanjutnya untuk petukaran zat yang diperlukan dan harus dibuang
masih diperlukan peredaran darah ke dan dari otot-otot. Dalam hal ini,
jantung, paru-paru. hati, usus, dan lain-lainnya menunjang kelancaran
proses pekerjaan. Fisiologi secara umum mempelajari bagaimana fisik
manusia dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam ergonomi,
rancangan suatu kerja harus sesuai dengan kemampuan fisiologis manusia
dan harus dilakukan perekayasaan agar kerja lebih menjadi ringan dan
mudah.
Kerja fisik ini dikelompokkan oleh Davis dan Miller menjadi tiga
kelompok besar, sebagai berikut :
Tekanan darah
Aliran darah
Komposisi kimia dalam darah
Temperatur tubuh
Tingkat penguapan
Jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru- paru
Dimana :
Y : energi (kilokalori per menit)
X : kecepatan detak jantung (detak per menit)
Dimana :
EE = energy expenditure (kj/ menit)
G = gender (pria = 1, wanita=2)
HR = detak jantung saat bekerja (detak/ menit)
W = berat badan (kg)
A = Usia (tahun)
Pada dasarnya kelelahan terjadi jika kemampuan otot telah berkurang dan
mengalami puncaknya bila otot tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak
(kelelahan sempurna).
80
60
40 Christoper
20
0
00 00 00 00 00 00 00
0: 1: 2: 3: 4: 5: 6:
Berjalan
105
100
95 Veronica
90
85
00 00 00 00 00 00 00
0: 1: 2: 3: 4: 5: 6:
Berjalan
100
80
Detak Jantung
60 Christoper
40
20
0
0:00 0:30 1:00 1:30 2:00 2:30 3:00 3:30 4:00 4:30 5:00 5:30 6:00
Berjalan
60
40 Aldi
20
0
00 30 00 30 00 30 00 30 00 30 00 30 00
0: 0: 1: 1: 2: 2: 3: 3: 4: 4: 5: 5: 6:
Berjalan
Energi expenditur :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 1 (pria)
Berat badan (w) = 51 kg
Usia (A) = 19 tahun
Dimana :
Gender : pria=0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
EE = 1((-55,0969 + 0,6309(87) + 0,1988(51) + 0,2017(19)) + (1-1) x ((-
20,4022 + 0,4472(87) – 0,1263(51) + 0,074(19))
=13,7625 kkal/menit
Praktikan II : Veronica
Detak jantung saat istirahat (RHR) = 96 detak/menitdata menit ke 00:00
Detak jantung saat berjalan (HR) = 102 detak/menitdata menit ke 03:30
Energi expenditure :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 2 (Wanita)
Berat badan (w) = 48 kg
Usia (A) = 20 tahun
Dimana :
Gender: pria = 1, wanita = 2
1kj/menit= 0,239 kkal/menit
Maka :
EE = 2((-55,0969 + 0,6309(102) + 0,1988(48) + 0,2017(20)) + (1-2) x ((-
20,4022 + 0,4472(102) – 0,1263(48) + 0,074(20))
= 7,73 kkal/menit
Metabolic work rate :
MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G
Diketahui :
Gender = 1 (Wanita)
Tinggi badan (HT) = 162cm (63,7 inchi)
Usia (A) = 19 tahun
Dimana :
Gender : pria= 0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
MWR = -1967 + 8,58(102) + 25,1(57,9) + 4,50(20) - 7,47(96) + 67,8(1)
= -2,82 kkal/menit
Energi expenditure :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 1 (pria)
Berat badan (w) = 51 kg
Usia (A) = 19 tahun
Dimana :
Gender: pria = 1, wanita = 2
1kj/menit= 0,239 kkal/menit
Maka :
EE = 1((-55,0969 + 0,6309(78) + 0,1988(51) + 0,2017(19)) + (1-1) x ((-
20,4022 + 0,4472(78) – 0,1263(51) + 0,074(19))
= 8,08 kkal/menit
Metabolic work rate :
MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G
Diketahui :
Gender = 0 (pria)
Tinggi badan (HT) = 169 cm (66,53 inchi)
Usia (A) = 21 tahun
Dimana :
Gender : pria= 0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
MWR = -1967 + 8,58(78) + 25,1(51) + 4,50(19) - 7,47(96) + 67,8(0)
= -649,28 kkal/menit
Praktikan II : Aldi
Detak jantung saat istirahat (RHR) = 70 detak/menitdata menit ke 00:00
Detak jantung saat berjalan (HR) = 85 detak/menitdata menit ke 03:00
Energi expenditure :
EE = G (-55,0969 + 0,6309HR + 0,1988W + 0,2017A) + (1-G) x (-20,4022 +
0,4472HR – 0,1263W + 0,074A)
Diketahui:
Gender = 1 (pria)
Berat badan (w) = 50 kg
Usia (A) = 20 tahun
Dimana :
Gender: pria = 1, wanita = 2
1kj/menit= 0,239 kkal/menit
Maka :
EE = 1((-55,0969 + 0,6309(85) + 0,1988(50) + 0,2017(20)) + (1-1) x ((-
20,4022 + 0,4472(85) – 0,1263(50) + 0,074(20))
= 12,5 kkal/menit
Metabolic work rate :
MWR = -1967 + 8,58HR + 25,1HT + 4,50A - 7,47RHR + 67,8G
Diketahui :
Gender = 0 (pria)
Tinggi badan (HT) = 162 cm (63,7 inchi)
Usia (A) =19 tahun
Dimana :
Gender : pria= 0, wanita=1
1cm = 0,394 inchi
1 w = 0,0143
Maka:
MWR = -1967 + 8,58(85) + 25,1(63,7) + 4,50(20) - 7,47(70) + 67,8(0)
= -1,02 kkal/menit
Praktikan II : Veronica
Praktikan II : Aldi
MODUL 4
ANTROPOMETRI
Oleh :
Kelompok 2
COVER LAPORAN
………………………………………………………………….
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
…………………………………………………………………
1.2 Tujuan Praktikum
………………………………………………………………
BAB IV ANALISIS
4.1 Analisis Grafik Kekuatan Tarik Otot dan Jari Tangan
…………………………
4.2 Analisis Penerapan MAC
……………………………………………………….
4.3 Analisis Penerapan REBA
……………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
1. Tujuan Umum
Dari praktikum ini diharapkan mahasiswa memahami
perbedaan atau keterbatasan kemampuan otot manusia dan mampu
melakukan penilaian resiko suatu pekerjaan dengan metode MAC
dan REBA.
2. Tujuan Khusus
Dari praktikum ini diharapkan praktikan mampu:
1. Menganalisis perbedaan kekuatan fisik manusia khususnya
kekuatan tarik otot dan jari tangan.
2. Menggunakan metode Manual Handling Assessment Chart
(MAC) untuk menilai resiko pekerjaan manual material handling.
3. Menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)
untuk menilai resiko suatu pekerjaan
BAB II
LANDASAN TEORI
yaitu :
1. Resiko rendah (green = G)
2. Resiko sedang (amber = A)
3. Resiko yang butuh perbaikan segera (red = R)
4. Resiko tinggi (purple = P)
MAC untuk aktivitas lifting beban meliputi 8 faktor sebagai
berikut :
1. Berat beban dan frekuensi aktivitas
2. Jarak tangan yang membawa beban dengan pinggang
3. Area pengangkatan vertikal
4. Putaran dan simpangan tubuh
5. Kendala postural
6. Handle pada beban
7. Permukaan lantai
8. Faktor lingkungan lainnya
Panduan penilaian dari setiap faktor di atas adalah sebagai
berikut :
1. Berat beban dan frekuensi aktivitas
2. Jarak tangan yang membawa beban dengan pinggang
7. Permukaan lantai
3.1 Data dan Grafik Kekuatan Tarik Otot dan Jari Tangan
1. Christoper Fidel castro
Hand Dynamometer Analog Digital
No
Satuan kg kg Grafik otot
Mahendra
Hand
No Dynamometer Analog Digital
Satuan kg kg
3 Kedua Tangan 51 62
13 Kelingking (kiri) 0 7
70
60
50
40
30
20
10
0 Analog kg
Digital kg
3. Veronica Lasmi
Hand
No Dynamometer Analog Digital
Satuan Kg kg
Tangan
1 Kanan 20 21,3
2 Tangan Kiri 21 20,2
3 Kedua Tangan 29 30
4 Ibu Jari (Kanan) 4 6
5 Telunjuk (Kanan) 3 7,6
6 Jari tengah (kanan) 4 5
7 Jari manis (kanan) 2 4,4
8 Kelingking (kanan) 0 2,6
9 Ibu Jari (kiri) 6 6,8
10 Telunjuk (kiri) 3 7,8
11 Jari tengah (kiri) 3 5,8
12 Jari manis (kiri) 1 4,2
13 Kelingking (kiri) 0 2,8
30
25
20
Analog kg
15 Digital kg
10
2. Aldi Mahendra
Tabel A Tabel B Tabel C Final REBA
Neck Score 1 UpperArmScore 2
Score A 2 Score C 3
Trunk Score 2 Low Arm Score 1
Leg Score 1 Wrist Score 1
Posture Score A 2 Posture Score B 1
Force/Load 0 0 Score B 1 Activity Score 0
Coupling Score
Score
Score A 2 Score B 1 Score C 3 Final REBA Score 3
3. Veronica Lasmi
Tabel A Tabel B Tabel C Final REBA
Neck Score 1 UpperArmScore 2
Score A 2 Score C 3
Trunk Score 2 Low Arm Score 1
Leg Score 1 Wrist Score 1
Posture Score A 2 Posture Score B 1
Force/Load 0 0 Score B 1 Activity Score 0
Coupling Score
Score
Score A 2 Score B 1 Score C 3 Final REBA Score 3
BAB IV
ANALISIS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Pada pengukuran kekuatan tarik otot dipengaruhi oleh daya kuat tariknya
tangan pada hand dynamometer. Jika tarikannya semakin kuat maka semakin
berat juga hasil dari daya tariknya, sebaliknya semakin lemah menarik maka
semakin ringan juga hasil dari hand dynamometer. Hasil pada hand
dynamometer berbeda sebab tergantung kekuatan tarik ototnya pada hand
dynamometer. Rekapitulasi hand dynamometer analog dan digital berbeda
karena tergantung dari kemampuan kuatnya tarik tangan pada hand
dynamometer.
2. Pada pengukuran penerapan MAC untuk skornya dipengaruhi juga dengan
level risiko. Jika total skornya rendah maka level resikonya pun rendah
sebaliknya jika semakin tinggi total skornya maka semakin tinggi juga level
resikonya. Skor yang didapat pun pada ketiga praktikan ialah 7, 9 dan 3
dengan level resiko 3,3 dan 1 dan dibutuhkan perbaikan untuk kedepannya.
3. Pada penerapan REBA didapat skor akhir 3,3,2 yaitu resiko rendah. Maka ini
dibutuhkan perubahan untuk kedepannya. Semakin tinggi hasil akhir skor
REBA nya maka semakin tinggi juga resiko yang diperoleh begitu juga
sebaliknya semakin rendah skor akhir REBA maka semakin rendah juga
resiko yang diperoleh.
5.2 SARAN
Perlu ketelitian pada pengukuran kekuatan daya tarik otot sebab
perhitungan yang diperoleh mempengaruhi kuat tidaknya daya tarik pada hand
dynamometer. Diperlukan juga kehati-hatian dan ketelitian dalam menjumlahkan
hasil MAC dan REBA sebab hasilnya diperhitungkan untuk menentukan rendah
tingginya resiko yang didapat. Maka itulah hasil resiko yang diperoleh dari hasil
perhitungan rendah tingginya resiko yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
veronica
lasmi
christoper
fidel .C
aldi mahendra
TUGAS PENDAHULUAN MODUL IV
Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor di
atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar.
Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau dingin
ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan risiko
pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang lebih
fatal
2. Penilaian Risiko
Begitu seluruh aktivitas MAC yang berisiko sudah diidentifikasi, pengurus harus
melakukan penilaian dan menemukan faktor-faktor yang memengaruhi risiko.
Berikut aspek-aspek yang dapat menjadi acuan saat melakukan penilaian risiko
yang berhubungan dengan MAC:
Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan atau postur canggung,
seperti badan membungkuk, memutar, jongkok, atau berlutut.
Gerakan berulang, seperti sering menjangkau, mengangkat, dan
membawa objek kerja.
Pengerahan tenaga yang berlebihan, seperti membawa atau mengangkat
beban berat.
Pressure points, seperti mencengkeram atau menggenggam beban,
bersandar pada bagian atau permukaan yang keras atau memiliki tepi yang
tajam
Sikap kerja statis, seperti mempertahankan posisi yang tetap dalam waktu
lama pada satu jenis aktivitas.
Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor di
atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar.
Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau dingin
ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan risiko
pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang lebih
fatal
2. Penilaian Risiko
Begitu seluruh aktivitas MAC yang berisiko sudah diidentifikasi, pengurus harus
melakukan penilaian dan menemukan faktor-faktor yang memengaruhi risiko.
Berikut aspek-aspek yang dapat menjadi acuan saat melakukan penilaian risiko
yang berhubungan dengan MAC:
Aktivitas dan pergerakan pekerja
Berat beban
Pengerahan tenaga
Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan atau postur canggung,
seperti badan membungkuk, memutar, jongkok, atau berlutut.
Gerakan berulang, seperti sering menjangkau, mengangkat, dan
membawa objek kerja.
Pengerahan tenaga yang berlebihan, seperti membawa atau mengangkat
beban berat.
Pressure points, seperti mencengkeram atau menggenggam beban,
bersandar pada bagian atau permukaan yang keras atau memiliki tepi yang
tajam
Sikap kerja statis, seperti mempertahankan posisi yang tetap dalam waktu
lama pada satu jenis aktivitas.
Paparan berulang atau terus-menerus terhadap satu atau lebih dari faktor-faktor di
atas pada awalnya dapat mengakibatkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada
pekerja. Namun lama-kelamaan, pekerja bisa berpotensi mengalami cedera pada
punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian lain dari tubuh yang
terpapar.
Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang buruk, seperti panas atau dingin
ekstrem, kebisingan, dan pencahayaan yang buruk dapat meningkatkan risiko
pekerja untuk mengalami cedera atau penyakit akibat kerja lainnya yang lebih
fatal
2. Penilaian Risiko
Begitu seluruh aktivitas MAC yang berisiko sudah diidentifikasi, pengurus harus
melakukan penilaian dan menemukan faktor-faktor yang memengaruhi risiko.
Berikut aspek-aspek yang dapat menjadi acuan saat melakukan penilaian risiko
yang berhubungan dengan MAC:
Aktivitas dan pergerakan pekerja
Berat beban
Pengerahan tenaga