Anda di halaman 1dari 8

AL ISTIQOMAH

beristiqamah,  yakni tetap teguh berdiri bersama al-haq hingga akhir hayat. Inilah yang
diperintahkan oleh Allah Ta’ala  kepada para nabi dan rasul serta seluruh pengikutnya,

ٌ‫َصير‬ َ ْ‫ستَ ِق ْم َكمَا أُ ِمر‬


ِ ‫ت وَ مَنْ تَابَ َمعَكَ وَ ال تَطْ َغوْ ا ِإنَّ ُه ِبمَا تَ ْع َملُونَ ب‬ ْ ‫َفا‬
“Maka tetaplah (istiqamahlah kamu pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Hud,
11:112)

Definisi
Istiqamah adalah antonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa
bermakna: ‘berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser’.

Akar kata istiqamah adalah qaama yang berarti berdiri.


Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus.
Secara terminologi, istiqamah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini:

Abu Bakar As-Shiddiq ketika ditanya tentang istiqamah ia menjawab bahwa istiqamah
adalah kemurnian tauhid (tidak menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun).
Umar bin Khattab berkata, “Istiqamah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan
serta tidak menipu sebagaimana tipuan musang” 
Utsman bin Affan berkata, “Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah Ta’ala”. 
Ali bin Abu Thalib berkata, “Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”. 
Al-Hasan berkata, “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan”. 
Mujahid berkata, “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai
bertemu dengan Allah Ta’ala” I
bnu Taimiyah berkata, “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-
Nya tanpa menoleh kiri kanan”

Jadi, muslim yang ber-istiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan
dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun.
*****
Harus ada al-furqan  (pembeda) yang tegas dalam berpegang kepada al-haq,  apakah
terpatri dalam diri kita al-istiqamah  (konsistensi) ataukah ghairul istiqamah  (tidak
konsisten).
Allah Ta’ala  menghendaki keteguhan sikap dalam kebenaran; tidak bimbang dan tidak
ragu,
‫ِإنَّ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ثُ َّم َك َفرُ وا ثُ َّم آ َمنُوا ثُ َّم َك َفرُ وا ثُ َّم ازْ دَادُوا ُك ْفرً ا لَ ْم يَ ُك ِن اللَّ ُه ِليَ ْغ ِفرَ لَ ُه ْم وَ اَل ِليَ ْه ِديَ ُه ْم س َِبياًل‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula),
kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak
akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada
jalan yang lurus.” (QS. An-Nisa, 4: 137)

Allah Ta’ala  juga mencela orang-orang yang tidak jelas keberpihakannya, apakah


berpihak kepada al-haq ataukah berpihak kepada al-bathil,
‫ُم َذ ْب َذ ِبينَ بَيْنَ َذ ِلكَ اَل ِإلَى َه ُؤاَل ِء وَ اَل ِإلَى َه ُؤاَل ِء وَ مَنْ يُضْ ِل ِل اللَّ ُه َفلَنْ تَ ِج َد لَ ُه س َِبياًل‬
“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk
kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu
(orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi
petunjuk) baginya.” (QS. An-Nisa, 4: 143)
*****
Sikap istiqamah tergambar dalam tiga hal pokok berikut ini:

Pertama, mabda-an  (dalam hal dasar/asasnya), seseorang dikatakan istiqamah jika


amalnya selalu ikhlas (murni) lillah  (untuk Allah Ta’ala) atau lil Islam  (untuk Islam).
Bukan untuk meraih manisnya harta dunia, jabatan, kedudukan, atau popularitas. Hal ini
sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala,

ِ ‫وَ مَا ُأمِرُ وا ِإال ِليَ ْعبُدُوا اللَّ َه مُخْ ِل‬


‫ َم ِة‬kl‫ِدينَ ُحنَ َفا َء وَ يُ ِقيمُوا الصَّ ال َة وَ ي ُْؤتُوا الزَّ َكا َة وَ َذ ِلكَ دِينُ ا ْل َق ِِّي‬klِّ ‫صينَ لَ ُه ال‬
“Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan
mengikhlaskan ibadat kepadaNya, lagi tetap teguh diatas tauhid dan supaya mereka
mendirikan shalat serta memberi zakat. Dan demikian itulah agama yang benar.” (QS. Al-
Bayyinah, 98: 5).
َ‫ب ا ْلعَالَ ِمين‬
ِ ّ َ‫ي وَ َممَا ِتي ِللَّ ِه ر‬ ُ ُ‫ُق ْل ِإنَّ صَ اَل ِتي وَ ن‬
َ ‫س ِكي وَ م َْحيَا‬
“Katakanlah:  ‘Sesungguhnya  shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam.’” (QS. Al-An’am, 6: 162)

Sebaliknya, bukanlah termasuk sikap istiqamah (ghairul istiqamah), mereka yang amal-
amalnya li ghairillah  (untuk selain Allah) atau li ghairil Islam  (untuk selain Islam).

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  berkata,


َ ‫أ ِت‬kُ ‫ ِه َد َف‬k‫ست ُْش‬ ْ ‫ ٌل ا‬k‫ ِه رَ ُج‬kْ‫ ِة عَ لَي‬kَ‫وْ َم ا ْل ِقيَام‬kَ‫ى ي‬k‫ض‬ َ َ َ‫س ِم ْعتُ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
‫ ِه‬k‫ي ِب‬ ِ ‫سلَّ َم يَقُو ُل ِإنَّ أوَّ َل الن‬
َ ‫َّاس يُ ْق‬ َ
‫ ِري ٌء‬k‫ت أِل َنْ يُ َقا َل َج‬ َ ‫ْت وَ لَ ِكنَّكَ َقاتَ ْل‬ َ ‫ش ِهدْتُ َقا َل َك َذب‬ ْ ُ ‫ست‬ْ ‫ت ِفي َها َقا َل َقاتَ ْلتُ ِفيكَ َحتَّى ا‬ َ ‫َفعَرَّ َف ُه ِن َع َم ُه َفعَرَ َف َها َقا َل َفمَا عَ ِم ْل‬
‫ ُه‬k‫ ِه َفعَرَّ َف‬k‫ي ِب‬ َ ‫أ ِت‬kُ ‫رْ آنَ َف‬kُ‫َّار وَ رَ ُج ٌل َت َعلَّ َم ا ْل ِع ْل َم وَ عَ لَّ َم ُه وَ َقرَ َأ ا ْلق‬ ِ ‫ي ِفي الن‬ َ ‫س ِحبَ عَ لَى وَ ْج ِه ِه َحتَّى ُأ ْل ِق‬ ُ ‫َف َق ْد ِقي َل ثُ َّم ُأ ِمرَ ِب ِه َف‬
‫ت ا ْل ِع ْل َم‬ َ ْ‫ْت وَ َل ِكنَّكَ تَ َعلَّم‬ َ ‫ َذب‬k‫ا َل َك‬kk‫رْ آنَ َق‬kk‫كَ ا ْل ُق‬kk‫رَ ْأتُ ِفي‬kk‫ ُه وَ َق‬kُ‫ا َل تَ َعلَّمْ تُ ا ْل ِع ْل َم وَ عَ لَّمْ ت‬kk‫ت ِفي َها َق‬ َ ‫ِن َع َم ُه َفعَرَ َف َها َقا َل َفمَا عَ ِم ْل‬
َ‫َّار وَ رَ ُج ٌل وَ سَّع‬ ِ ‫ي ِفي الن‬ َ ‫س ِحبَ عَ لَى وَ ْج ِه ِه َحتَّى أُ ْل ِق‬ ُ ‫ئ َف َق ْد ِقي َل ثُ َّم أُ ِمرَ ِب ِه َف‬ ٌ ‫ار‬ِ ‫ت ا ْلقُرْ آنَ ِليُ َقا َل ُهوَ َق‬ َ ‫ِليُ َقا َل عَ ا ِل ٌم وَ َقرَ ْأ‬
‫ ِبي ٍل‬k ‫س‬ َ ْ‫ت ِفي َها َقا َل مَا تَرَ ْكتُ ِمن‬ َ ‫ي ِب ِه َفعَرَّ َف ُه ِن َع َم ُه َفعَرَ َف َها َقا َل َفمَا عَ ِم ْل‬ َ ‫اف ا ْلمَا ِل ُك ِلّ ِه َف ُأ ِت‬ِ َ‫اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه وَ َأعْ طَا ُه ِمنْ َأصْ ن‬
‫ ِحبَ عَ لَى‬k‫س‬ ُ ‫ ِه َف‬k‫رَ ِب‬kk‫ َل ثُ َّم أُ ِم‬k‫ ْد ِقي‬k‫ وَ ا ٌد َف َق‬k‫وَ َج‬kk‫ت ِليُ َقا َل ُه‬ َ ‫تُحِبُّ َأنْ يُ ْن َف َق ِفي َها ِإاَّل َأ ْن َفقْتُ ِفي َها لَكَ َقا َل َك َذب‬
َ ‫ْت وَ لَ ِكنَّكَ َف َع ْل‬
‫َّار‬ِ ‫ي ِفي الن‬ َ ‫وَ ْج ِه ِه ثُ َّم ُأ ْل ِق‬

“Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


‘Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat ialah seseorang
yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya
dengan jelas, lantas Dia bertanya: ‘Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-
Ku?’ Dia menjawab: ‘Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya
mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena
untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah
menyandang gelar tersebut.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan
dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-
Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia
mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat?’ Dia
menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al-Qur’an
demi Engkau.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan
mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam
membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu’, kemudian diperintahkan kepadanya
supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang
diberi keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu
diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas. Allah
bertanya: ‘Apa yang telah kamu perbuat dengannya?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Saya tidak
meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan
yang Engkau ridlai.’ Allah berfirman: ‘Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu
supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti
itu.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke
dalam neraka.” (HR. Muslim)
*****
Kedua, minhajan  (dalam pedoman), seseorang dikatakan istiqamah jika amalnya
selalu ma’allah  (bersama Allah Ta’ala) atau ma’al Islam  (bersama Islam). Artinya ia selalu
menjadikan Islam sebagai pedomannya dalam beramal.
ً ‫ِل ُك ٍ ّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ عَ ًة وَ ِم ْن َه‬
‫اجا‬
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan syariat (aturan) dan minhaj (jalan
yang terang).” (QS. Al-Maidah, 5: 48)
َ‫ش ِري َع ٍة ِمنَ اأْل َمْ ِر َفات َِّب ْع َها وَ اَل تَت َِّبعْ َأ ْهوَ ا َء الَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَمُون‬
َ ‫ثُ َّم َج َع ْلنَاكَ عَ لَى‬
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui.” (Al-Jatsiyah, 45: 18)
Allah Ta’ala  telah menetapkan pedoman dan petunjuk bagi manusia agar mereka
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jalan yang Allah Ta’ala  tetapkan ini
adalah jalan yang lurus yang harus diikuti. Jika manusia mengikuti jalan-jalan yang lain,
maka mereka akan tercerai-berai dari jalan Allah Ta’ala dan memperoleh kecelakaan.
Allah Ta’ala  berfirman,
َ‫سبُ َل َفتَ َفرَّ َق ِب ُك ْم عَ نْ س َِبي ِل ِه َذ ِل ُك ْم وَ صَّ ا ُك ْم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
ُّ ‫ستَ ِقيمًا َفات َِّبعُو ُه وَ اَل تَت َِّبعُوا ال‬
ْ ‫اطي ُم‬ ِ ‫وَ َأنَّ َه َذا‬
ِ َ‫صر‬
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa.” (QS. Al-An’am, 6: 153)
Berkenaan dengan ayat di atas terdapat sebuah hadits dari Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
‫مَا ِل ِه ثُ َّم‬k‫ ِه وَ عَ نْ ِش‬k‫ ط َّ خُ طُوطًا عَ نْ يَ ِمي ِن‬kَ‫ ِبي ُل اللَّ ِه ثُ َّم خ‬k‫س‬ َ ‫ َذا‬k‫سلَّ َم خَ ط ًّا ثُ َّم َقا َل َه‬
َ َ‫خَ ط َّ لَنَا رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
‫ات َِّبعُو ُه‬kk‫تَ ِقيمًا َف‬k‫ُس‬
ْ ‫اطي م‬ ِ َ‫ر‬k‫ص‬ ِ ‫ َذا‬k‫ش ْيطَانٌ يَدْعُ و ِإلَ ْي ِه ثُ َّم َقرَ َأ ِإنَّ َه‬
َ ‫سبُ ٌل َقا َل ي َِزي ُد ُمتَ َف ِرّ َق ٌة عَ لَى ُك ِ ّل س َِبي ٍل ِم ْن َها‬
ُ ‫َقا َل َه ِذ ِه‬
‫سبُ َل َفتَ َفرَّ َق ِب ُك ْم عَ نْ س َِبي ِل ِه‬
ُّ ‫وَ اَل تَت َِّبعُوا ال‬
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu
bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah,’ kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan
kanan garis tersebut, lalu bersabda, ’Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap
jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’  kemudian beliau membaca, “Dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-
beraikan kamu dari jalanNya.” (HR. Ahmad).
*****
Maka, tidak dikatakan seseorang itu istiqamah jika amalnya ma’a ghairillah  (bersama
selain Allah Ta’ala) atau bi ghairil  Islam  (dengan selain Islam). Yakni menjadikan selain
Islam sebagai pedomannya dalam beramal.
Allah Ta’ala  berfirman,
ْ‫ع‬k‫زَ َل اللَّ ُه وَ اَل تَت َِّب‬k‫ا َأ ْن‬kَ‫اح ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم ِبم‬k
ْ ‫ ِه َف‬kْ‫ب وَ ُم َه ْي ِمنًا عَ لَي‬ِ ‫ا‬kَ‫ ِه ِمنَ ا ْل ِكت‬kْ‫ا بَيْنَ يَ َدي‬kَ‫ ِّد ًقا ِلم‬k‫ُص‬َ ‫ا ْل َح ِقّ م‬k‫وَ َأ ْنزَ ْلنَا ِإلَيْكَ ا ْل ِكتَابَ ِب‬
‫وَ ُك ْم ِفي‬kkُ‫شا َء اللَّ ُه لَ َج َعلَ ُك ْم أُ َّم ًة وَ ا ِح َد ًة وَ لَ ِكنْ ِل َي ْبل‬
َ ْ‫اجا وَ لَو‬ ً ‫َأ ْهوَ ا َء ُه ْم عَ مَّا َجاءَكَ ِمنَ ا ْل َح ِقّ ِل ُك ٍ ّل َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم ِشرْ عَ ًة وَ ِم ْن َه‬
َ‫ات ِإلَى اللَّ ِه مَرْ ِج ُع ُك ْم َج ِميعًا َفيُنَ ِبّئُ ُك ْم ِبمَا ُك ْنتُ ْم ِفي ِه تَخْ تَ ِلفُون‬ ِ َ‫ستَ ِبقُوا ا ْلخَ يْر‬ ْ ‫مَا آتَا ُك ْم َفا‬
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat di
antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki,
niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu
apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
‫إنْ تَوَ لَّوْ ا‬kِ ‫كَ َف‬kْ‫زَ َل اللَّ ُه ِإلَي‬k‫ا َأ ْن‬kَ‫ْض م‬
ِ ‫وكَ عَ نْ بَع‬kُ‫ َذرْ ُه ْم َأنْ يَ ْف ِتن‬k‫اح‬
ْ َ‫وَ ا َء ُه ْم و‬k‫عْ َأ ْه‬k‫زَ َل اللَّ ُه وَ اَل تَت َِّب‬k‫ا َأ ْن‬kَ‫اح ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم ِبم‬
ْ ‫وَ َأ ِن‬
َ‫اسقُون‬ ِ ‫َّاس لَ َف‬
ِ ‫ُوب ِه ْم وَ ِإنَّ َكثِيرً ا ِمنَ الن‬ِ ‫ْض ُذن‬ ِ ‫َفاعْ لَ ْم َأنَّمَا ي ُِري ُد اللَّ ُه َأنْ ي‬
ِ ‫ُصيبَ ُه ْم ِببَع‬
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-
hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-
dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
َ‫َأ َف ُح ْك َم ا ْل َجا ِه ِليَّ ِة يَ ْبغُونَ وَ مَنْ َأ ْحسَنُ ِمنَ اللَّ ِه ُح ْكمًا ِل َقوْ ٍم يُو ِقنُون‬
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 48-50).
Tidak dibenarkan bagi seorang manusia melaksanakan amal yang tidak sesuai dengan
apa yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala. Waspadalah, perilaku beramal dengan
mengikuti hawa nafsu (sekehendak hati) adalah perilaku orang-orang musyrikin.
Allah Ta’ala  berfirman,
‫ي بَ ْينَ ُه ْم ۗ وَ ِإنَّ الظَّا ِل ِمينَ لَ ُه ْم‬ ْ ‫ ُة ا ْل َف‬kَ‫وْ اَل َك ِلم‬kَ‫ ِه اللَّ ُه ۚ وَ ل‬k‫أ َذنْ ِب‬kَْ ‫ا لَ ْم ي‬kَ‫ين م‬
ِ ‫ ِل لَق‬k‫ص‬
َ k‫ُض‬ ِ ‫ ِّد‬k‫رَ عُ وا لَ ُه ْم ِمنَ ال‬k‫ش‬ ُ ‫َأ ْم لَ ُه ْم‬
َ ‫رَ َكا ُء‬k‫ش‬
‫عَ َذابٌ َأ ِلي ٌم‬
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang
menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-
orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (QS. As-Syura, 42: 21)
Ummul Mu’minin, Aisyah radiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
‫َث ِفيْ َأمْ ِرنَا ه َذا مَا لَيْسَ ِم ْن ُه َف ُهوَ رَ ٌّد‬
َ ‫مَنْ َأ ْحد‬
‘Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal
darinya, maka amalan tersebut tertolak’.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
Dan dalam riwayat lain milik Muslim,
‫مَنْ عَ ِم َل عَ َماًل لَيْسَ عَ لَ ْي ِه َأمْ رُ نَا َف ُهوَ رَ ٌّد‬.
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia
tertolak.”
Imam An-Nawawi berkata tentang hadits man ahdatsa di atas,  sebagai berikut:
“Di dalamnya berisikan dalil bahwa peribadatan, seperti mandi, wudhu, puasa dan
shalat, jika dilakukan dengan menyelisihi syariat, maka tertolak atas pelakunya.
Kemudian sesuatu yang diambil dengan (dasar) akad (kesepakatan) yang rusak (tidak
sesuai aturan syariat, red.), maka wajib dikembalikan kepada pemiliknya dan tidak boleh
dimilikinya.
Seseorang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
anakku menjadi buruh pada orang ini lalu ia berzina dengan istrinya. Aku mendapatkan
kabar bahwa anakku harus dirajam, maka aku menebusnya dengan seratus ekor
kambing dan seorang sahaya wanita.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam  menjawab,
َ‫َا ْلوَ ِل ْي َد ُة وَ ا ْل َغنَ ُم رَ ٌّد عَ لَيْك‬
“Sahaya wanita dan kambing dikembalikan kepadamu.” (
Muttafaq ‘alaih, al-Bukhari, no. 2724; dan Muslim, no. 1697).”
Sampai disini kutipan dari Imam An-Nawawi.[1]
Tidaklah sempurna keimanan seseorang hingga ia istiqamah tunduk pada syariat dan
manhaj Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
‫الي ُْؤمِنُ َأ َح ُد ُك ْم َحتَّى يَ ُكوْ نَ َهوَ ا ُه تَبَعًا ِلمَا ِج ْئتُ ِب ِه‬
َ
“Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti
ajaranku.”  (H.R. Thabrani).
*****
Ketiga, ghayatan  (dalam tujuan), seseorang dikatakan istiqamah jika amalnya
selalu ilalllah  (ditujukan kepada Allah Ta’ala); yakni dalam rangka meraih keridhaan-
Nya,
‫س ُه ا ْب ِت َغا َء مَرْ ضَ ا ِة اللَّ ِه وَ اللَّ ُه رَ ءُوفٌ ِبا ْل ِعبَا ِد‬
َ ‫ش ِري نَ ْف‬
ْ َ‫َّاس مَنْ ي‬
ِ ‫وَ ِمنَ الن‬
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-
Baqarah, 2: 207)
ۚ ‫ْن‬ ِ ‫ ًة ِفي َجن‬kَ‫ا ِكنَ ط َ ِيّب‬k‫َس‬
ٍ ‫ د‬kَ‫َّات ع‬ َ ‫ا وَ م‬k‫ ِدينَ ِفي َه‬k‫ارُ خَ ا ِل‬k‫ا اأْل َ ْن َه‬k‫ ِري ِمنْ تَ ْح ِت َه‬k‫َّات تَ ْج‬ ِ َ‫ؤ ِم ِنينَ وَ ا ْلم ُْؤ ِمن‬kُ
ٍ ‫ات َجن‬k ْ ‫ َد اللَّ ُه ا ْلم‬kَ‫وَ ع‬
ِ ‫وَ ِرضْ وَ انٌ ِمنَ اللَّ ِه َأ ْكبَرُ ۚ ٰ َذ ِلكَ ُهوَ ا ْل َفوْ زُ ا ْلع‬
‫َظي ُم‬
“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya,
dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah
lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah, 9: 72)
Mereka pun dikatakan istiqamah jika amalnya selalu ilal Islam  (ditujukan kepada Islam);
yakni untuk membela dan menjaga kemulian serta kejayaan Islam.
Allah Ta’ala  berfirman,
‫ت َأ ْقدَا َم ُك ْم‬
ْ ّ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإنْ تَ ْنصُ رُ وا اللَّ َه يَ ْنصُ رْ ُك ْم وَ يُثَ ِب‬
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad, 47: 7)
Berkenaan dengan ayat ini, Syaikh As-Sa’di rahimahullah  berkata: “Ini adalah perintah
dari Allah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menolong (membela) Allah
dengan menegakkan Agama-Nya, menyeru manusia kepada-Nya serta berjihad
melawan musuh-musuh-Nya yang dilakukan dengan tujuan untuk mencari ridha Allah.
Jika mereka melakukan hal itu, maka Allah akan memberikan pertolongan pada mereka
dan meneguhkan kaki mereka. Artinya hati mereka diberi kesabaran, ketenangan serta
keteguhan serta membuat jasad mereka bersabar menghadapi itu, dan memberikan
mereka pertolongan untuk mengalahkan musuh-musuh mereka. Ini merupakan janji dari
Allah Yang Mahamulia dan Mahabenar janjinya, siapa pun yang menolong-Nya dengan
perkataan dan perbuatan, maka akan diberi pertolongan oleh Allah serta diberi
kemudahan untuk mendapatkan faktor-faktor kemenangan seperti keteguhan hati dan
lainnya.” [2]
*****
Sebaliknya, seseorang tidak dikatakan istiqamah jika amalnya ila ghairillah  (menuju
selain Allah); yakni bukan untuk meraih keridhaan-Nya, atau ila ghairil Islam  (menuju
selain Islam); yakni bukan untuk membela dan menjaga kemulian serta kejayaan Islam.
Diantara mereka ada yang beramal untuk riya dan berbangga-bangga. Padahal ajaran
Islam tidak menghendaki hal seperti itu. Perhatikanlah hadits berikut ini,
،‫اط ِه‬
ِ k‫ش‬ َ َ‫ ِد ِه وَ ن‬kَ‫هللا ص ِمنْ َجل‬ ِ ‫وْ ِل‬k‫س‬ ُ َ‫ َحابُ ر‬k‫ص‬ ْ ‫رَ َأى َا‬k‫ ٌل َف‬k‫ي ص رَ ُج‬ ِ ّ ‫رَّ عَ لَى الن َِّب‬kَ‫ م‬:َ‫ال‬k‫ رَ َة رض َق‬k‫ْن عُ ْج‬ ِ ‫بب‬ ِ ‫عَ نْ َك ْع‬
‫ َغارً ا‬k‫ص‬ ِ ‫ ِد ِه‬kَ‫عَى عَ لَى وَ ل‬k‫َس‬ ْ ‫ رَ َج ي‬kَ‫انَ خ‬kk‫ ِانْ َك‬:‫هللا ص‬ ِ ‫ َف َقا َل رَ سُوْ ُل‬،‫هللا‬ِ ‫هللا لَوْ َكانَ ه َذا ِفى س َِب ْي ِل‬ ِ ‫ يَا رَ سُوْ َل‬:‫َف َقالُوْ ا‬
‫ رَ َج‬kَ‫انَ خ‬kk‫ وَ ِانْ َك‬،‫هللا‬ ِ ‫ ِب ْي ِل‬k‫س‬َ ‫وَ ِفى‬kk‫ َف ُه‬،‫ْن‬ِ ‫رَ ي‬kk‫ْن َك ِب ْي‬ ِ ‫وَ ي‬kkَ‫عَى عَ لَى َاب‬k‫َس‬
َ ‫ْن‬
ِ ‫يْخَ ي‬k‫ش‬ ْ ‫ رَ َج ي‬kَ‫ وَ ِانْ َكانَ خ‬،‫هللا‬ ِ ‫َف ُهوَ ِفى س َِب ْي ِل‬
ِ َ ‫ش ْيط‬
‫ان‬ َّ ‫سعَى ِريَا ًء وَ ُمفَاخَ رَ ًة َف ُهوَ ِفى س َِب ْي ِل ال‬ ْ َ‫ وَ ِانْ َكانَ خَ رَ َج ي‬،‫هللا‬ ِ ‫سعَى عَ لَى نَ ْف ِس ِه يُ ِع ُّف َها َف ُهوَ ِفى س َِب ْي ِل‬ ْ َ‫ي‬.
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seorang laki-laki lewat di
hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka para shahabat Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam melihat kuat dan sigapnya orang tersebut. Lalu para shahabat bertanya,
‘Ya Rasulullah, alangkah baiknya seandainya orang ini ikut (berjuang) fi sabilillah’. Lalu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Jika ia keluar untuk bekerja
mencarikan kebutuhan anaknya yang masih kecil, maka ia fi sabilillah. Jika ia keluar
bekerja untuk mencarikan kebutuhan kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia maka
ia fi sabilillah. Jika ia keluar untuk bekerja mencari kebutuhannya sendiri agar terjaga
kehormatannya, maka ia fi sabilillah. Tetapi jika ia keluar untuk bekerja karena riya’
(pamer) dan kesombongan maka ia di jalan syaithan’”. (HR. Thabrani, Shahihul Jami’ No.
1428, dishahihkan oleh Al-Albani).

Islam juga tidak menghendaki amal yang ditujukan untuk kebanggaan atas ras dan
kelompok; atau untuk meninggikan suku dan golongan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
‫َات عَ لَى عَ صَ ِبيَّ ٍة‬
َ ‫لَيْسَ ِمنَّا مَنْ دَعَ ا ِإلَى عَ صَ ِبيَّ ٍة وَ لَيْسَ ِمنَّا مَنْ َقاتَ َل عَ لَى عَ صَ ِبيَّ ٍة وَ لَيْسَ ِمنَّا مَنْ م‬
“Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah (fanatisme
golongan), bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah dan
bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.” (HR. Abu Dawud).
Dalam hadits yang lain, beliau bersabda,
‫ِميَّ ٍة يَدْعُ و عَ صَ ِبيَّ ًة َأوْ يَ ْنصُ رُ عَ صَ ِبيَّ ًة َف ِق ْتلَ ٌة َجا ِه ِليَّ ٌة‬klِّ ‫ت رَ ايَ ٍة ِع‬
َ ‫مَنْ ُق ِت َل تَ ْح‬
“Barangsiapa terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru
kepada  fanatisme kelompok  atau mendukungnya, maka matinya seperti mati
Jahiliyah.” (HR. Muslim).

Orang-orang kafir berjuang di jalan thaghut; tujuan amal mereka adalah ila


ghairillah  (menuju selain Allah); seruan mereka adalah ila ghairil Islam  (menuju selain
Islam); yakni membela dan menjaga kebatilan demi mencari ketenaran dan kemenangan
dengan cara batil, menghinakan orang lain, merampas harta orang lain, membalas
dendam dengan cara yang salah, dan berbangga-bangga atas ras dan kelompok.[3]
‫ َد‬kْ‫ان ۖ ِإنَّ َكي‬ َّ ‫ا َء‬kَ‫ا ِتلُوا َأوْ ِلي‬k‫وت َف َق‬
ِ َ ‫ ْيط‬k‫الش‬ ُ َّ ‫ ِبي ِل الط‬k‫س‬
ِ ‫اغ‬ َ ‫ا ِتلُونَ ِفي‬k‫رُ وا يُ َق‬k‫ ِبي ِل اللَّ ِه ۖ وَ الَّ ِذينَ َك َف‬k‫س‬
َ ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا يُ َقا ِتلُونَ ِفي‬
‫ان َكانَ ضَ ِعيفًا‬ ِ َ ‫ش ْيط‬
َّ ‫ال‬
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir
berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena
sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” (QS. An-Nisa, 4: 76)
*****
Kepada orang yang beristiqamah, Allah Ta’ala akan menurunkan malaikat yang
menyampaikan kabar menggembirakan, memberikan segala yang bermanfaat, menolak
kemudaratan, dan menghilangkan duka cita yang mungkin ada padanya dalam seluruh
urusan duniawi maupun ukhrawi. Dengan demikian, dadanya menjadi lapang dan
tenteram, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka.[4]
ِ ‫وا وَ َأب‬kkُ‫ ا ُفوا وَ ال تَ ْحزَ ن‬kَ‫ ُة َأال تَخ‬k‫زَّ ُل عَ لَي ِْه ُم ا ْلمَال ِئ َك‬kkَ‫تَ َقامُوا تَتَن‬k‫اس‬
‫رُ وا ِبا ْل َجنَّ ِة الَّ ِتي ُك ْنتُ ْم‬k‫ْش‬ ْ ‫ا اللَّ ُه ثُ َّم‬kkَ‫الُوا رَ بُّن‬kk‫ِإنَّ الَّ ِذينَ َق‬
َ‫تُوعَ دُون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu’”. (QS. Al-Fushilat, 41: 30)

Waki’ dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa para malaikat memberikan berita gembira
kepada orang-orang yang beriman pada tiga keadaan yaitu: ketika mati, di dalam kubur,
dan di waktu kebangkitan.

Kepada orang-orang yang beriman itu para malaikat mengatakan agar mereka tidak
usah khawatir menghadapi hari kebangkitan dan hari perhitungan nanti. Mereka juga
tidak usah bersedih hati terhadap urusan dunia yang luput dari mereka seperti yang
berhubungan dengan keluarga, anak, harta, dan sebagainya.
Terakhir, marilah kita renungkan hadits berikut ini.
‫ ْل ِلي‬k‫هللا ُق‬ ِ ‫وْ َل‬k‫س‬ ُ َ‫ا ر‬kَ‫ ي‬: ُ‫ ُق ْلت‬: ‫ا َل‬k‫ ُه َق‬k‫هللا عَ ْن‬
ُ ‫ي‬ ِ َ‫هللا الثَّ َق ِفي ر‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ْن عَ ْب ِد‬ ُ ‫ َأ ِبي عَ مْ رَ َة‬: ‫ وَ ِق ْي َل‬k،‫عَ نْ َأ ِبي عَ مْ رو‬
ِ ‫س ْفيَانُ ب‬
ِ ‫ ُق ْل آ َمنْتُ ِبا‬: ‫ َقا َل‬. َ‫س َأ ُل عَ ْن ُه َأ َحد ًا َغيْرَ ك‬
ْ ‫هلل ثُ َّم ا‬
‫س َت ِق ْم‬ ْ ‫سالَ ِم َقوْ الً الَ َأ‬ ِ ‫ِفي ْا‬
ْ ‫إل‬
Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats-
Tsaqofi radhiallahu anhu dia berkata, saya berkata, “Wahai Rasulullah katakan kepada
saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun
selainmu”. Beliau bersabda, “Katakanlah, saya beriman kepada Allah, kemudian
beristiqamah-lah”. (HR. Muslim)
Wallahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai