A. Konsep Stress
1. Definisi
Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin “Stingere”
yang berarti “keras” (stricus), yaitu sebagai keadaan atau kondisi dari
tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan,
membahayakan, dan merisaukan seseorang (Febriana & Wahyuningsih,
2011). Stres adalah tanggapan tubuh yang bersifat non- spesifik terhadap
setiap tuntutan terhadapnya. Stres diartikan sebagai keadaan di dalam
hidup seseorang yang menyebabkan ketegangan atau dysforia (kesedihan)
(Darmawan,2008).
Menurut WHO (2003) Stres adalah reaksi/respons tubuhterhadap
stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stresdewasa ini
digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagaistimulus
dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa responsfisiologis,
perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yangmenjembatani
pertemuan antara individu dengan stimulus yangmembuat stres semua
sebagai suatu sistem.
Stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu
dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan
yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis
dan sosial dari seseorang. Stres juga dikatakan sebagai tekanan,
ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari
luar diri seseorang (Legiran, Azis & Bellinawati, 2015).
1
2. Jenis Stress
a. Distress
Eustress (stres positif) yaitu stres baik atau stres yang tidak
mengganggu individu dan memberikan perasaan senang dan
bersemangat. Eustress adalah respon terhadap stres yang bersifat
positif, sehat dan konstruktif (membangun) (Rachmadi, 2014).
Eustress merupakan energi motivasi, seperi kesenangan,
pengharapan, dan gerakan yang bertujuan. Eustress dikatakan juga
sebagai stres yang membangun kesehatan namun, ide srtres yang
sehat bersifat kontroversial karena sulit untuk dikatakan apakah
individu telah diuntungkan karena stres atau beradaptasi dengan
penyangkalan stres (Potter & Perry, 2012).
4. Gejala Stress
Menurut Andrew Goliszek, gejala-gejala stres dapat dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu gejala fisik, emosional, dan gejala perilaku. Antara
lain:
a. Gejala fisik: sakit kepala, nyeri otot, sakit punggung, rasa lemah,
gangguan pencernaan, rasa mual atau muntah-muntah, sakit perut, nafsu
makan hilang atau selalu ingin makan, jantung berdebar-debar, sering
buang air kecil, tekanan darah tinggi, tidak dapat tidur atau tidur
berlebihan, berkeringat secara berlebihan, dan sejumlah gejala lain.
b. Gejala emosional: mudah tersinggung, gelisah terhadap hal-hal kecil,
suasana hati berubah-ubah, mimpi buruk, khawatir, panik, sering
menangis, merasa tidak berdaya, perasaan kehilangan kontrol, muncul
pikiran untuk bunuh diri, pikiran yang kacau, ketidakmampuan
membuat keputusan, dan sebagainya.
c. Gejala perilaku: merokok, memakai obat-obatan atau mengkonsumsi
alkohol secara berlebihan, berjalan mondar-mandir, kehilangan
ketertarikan pada penampilan fisik, menarik atau memutar-mutar
rambut, perilaku sosial berubah secara tiba-tiba, dan lainnya.
Indikator stres dapat dilihat dari dua gejala, yaitu gejala
fisikdangejala mental. Adapun yang termasuk gejala fisik antara lain: tidak
peduli dengan penampilan fisik, menggigit-gigit kuku, berkeringat,
mulutkering,mengetukkan atau menggerakkan kaki berkali-kali, wajah
tampak lelah, pola tidur yang terganggu, memiliki kecenderungan yang
berlebihan pada makanan dan terlalu sering ke toilet.
Sedangkan menurut Walia (2005) untuk gejala mentalnya antara lain:
kemarahan yang tak terkendali, atau lekas marah/agresivitas,
mencemaskan hal-hal kecil, ketidakmampuan dalam memprioritaskan,
berkonsentrasi dan memutuskan apa yang harus dilakukan, suasana hati
yang sulit ditebak atau tingkah laku yang tak wajar, ketakutan atau fobia
yang berlebihan, hilangnya kepercayaan pada diri sendiri, cenderung
menjaga jarak, terlalu banyak berbicara atau menjadi benar-benar tidak
komunikatif, ingatan terganggu dan dalam kasus- kasus yang ekstrim
benar-benarkacau.
5. Tingkat Stress
Stres yang menimpa seseorang tidak sama antara satu orang dengan
yang lainnya, walaupun faktor penyebabnya boleh jadi sama. Seseorang
bisamengalami stres ringan, sedang, atau stres yang berat (stres kronis).
Hal demikian sangat dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan, kematangan
emosional, kematangan spiritual, dan kemampuan seseorang untuk
menangani dan meresponstresor.
1. Stress Normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian
alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah
mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung
berdetak lebih keras ketika melakukan bimbingan skipsi maupun ketika
akan melakukan persentasi. Stres normal alamiah dan menjadi penting,
karena setiap mahasiswa pasti pernah mengalami stres bahkan, sejak
dalam kandungan (Purwati, 2012).
2. Stres Ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan
bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Umumnya dirasakan oleh setiap mahasiswa misalnya: lupa,
kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik atau revisi skripsi yang
menumpuk. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa
menit atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan
bahaya (Rachmadi, 2014).
3. Stres Sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat
ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya. Stres sedang berlangsung lebih lama dari beberapa jam
sampai beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yangtidak dapat
diselesaikan dengan teman atau pacar (Potter & Perry, 2012). Fase ini
ditandai dengan kewaspadaan, fokus pada indera penglihatan dan
pendengaran, peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dan tidak
mampu mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi dirinya (Suzanne
& Brenda,2008).
4. Stres Berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba
memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
pengarahan. Situasi Stres yang terjadi beberapa minggu sampai tahun.
Semakin sering dan lama situasi stress, semakin tinggi resiko kesehatan
yang ditimbulkan (Mardiana & Zelfino, 2014). Stres berat seperti
perselisihan dengan dosen atau teman secara terus-menerus, kesulitan
finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang.
Makin sering dan lama situasi stres, makin tinggi risiko stres yang
ditimbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa
tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk
melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan
di masa depan, sedih dan tertekan, putus asa, kehilangan minat akan
segala hal, merasa tidak berharga sebagai seorang manusia, berpikir
bahwa hidup tidak bermanfaat. Semakin meningkat stres yang dialami
mahasiswa tingkat akhir secara bertahap maka akan menurunkan energi
dan respon adaptif (Purwati, 2012).
Stres yang berat akan menyebabkan perilaku kita tidak efisien dan
tidak efektif, tidak berhasil dalam menggali sumber-sumber daya
adaptif, dan mengauskan sistem. Bahkan dalam kasus yang ekstrim,
stres bisa membebani atau mempengaruhi kepribadian dan kemudian
mengalami deterioration mental.Mengenai efek ketegangan yang kuat,
beberapa penurunan penyesuaian diri dapat dilihat pada taraf fisiologis
atau faali, dimana stres tersebut dapat menghasilkan kelemahan atau
kekurangan pada kemampuan individu untuk melawan virus atau
bakteri. Pada taraf psikologis persepsi atas ancaman menimbulkan
peningkatan lapangan persepsi yang semakin menyempit dan proses
kognisi yang rigid
6. Tahapan Stress
Menurut Amberg dalam buku kedokteran jiwa, gangguan stres
biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering
kali kita tidak menyadari. Berikut adalah keenam tingkatan tersebut:
a. Stres tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1) Semangat besar.
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimanamestinya.
3) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan
masalah pekerjaan lebih daribiasanya.
b. Stres tingkat 2
Dalam tingkatan ini dampak stres yang menyenangkan mulai
menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan
energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering
dikemukakan sebagai berikut:
1) Merasa letih ketika bangunpagi.
2) Merasa lelah sesudah makansiang.
3) Merasa lelah sepanjangsore.
5. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap
stresor.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respon
tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin
baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya
kemampuan individu dalam mengatasi stresor dan respon terhadapnya
berbeda-beda dan stresor yang dihadapinya pun berbeda.
11
a. Sindrom Adaptasi Umum
Sejak tahun 1930 hingga 1950, Hans selye mengembangkan
hipotesis atau lawan dari cannon untuk mendeskripsikan sindrom
adaptasi umum (general adaptation syndrome/GAS),yaitu tiga tahap
reaksi stress dan gas menggambarkan bagaimana respon tubuh
respon tubuh terhadap stressor melalui reaksi peringatan,tahap
pertahanan dan tahap kelelahan dan GAS dirancang secara tidak
langsung oleh kejadian fisik atau secara tidak langsung oleh kejadian
fisiologis.
1) Reaksi alarm terjadi ketika system saraf simpatik dan saraf
endokrin bereaksi tehadap stress( misalnya system fight to fight )
tahap sinyal ini adalah mobilisasi awal dimana badan menemui
tantangan yang diberikan oleh penyebab stress. Ketika penyebab
12
Traktus urinarius Meningkatkan motilitas ureter
Kontraksi otot kandung kemih
Merelaksasikan sfingter kandung kemih
Kelenjar keringat dan sel sel lemak Meningkatkan sekresi dan lipolysis
B
A C
Resistence
ALARM exhaustion
13
b. Sindrom Adaptasi Lokal
Las adalah respon dari jaringan,organ atau bagian tubuh terhadap
stress karena trauma,penyakit atau perubahan fisiologis contoh
respon refleksi nyeri dan respon inflamasi.karakteristik dari LAS
yaitu respon adaptif dan tidak melibatkan seluruh system tubuh.
2. Adaptasi Secara Psikologis
14
b. Ego Dependen
15
kegiatan kemasyarakatan (Priyoto, 2014).
PSIKOLOGI
Stressor Respon
individu
stres
FISIOLOOGIS
16
Respon terhadap stres itu berasal dari dalam diri individu, Hasil stres itu
pun meliputi perubahan kondisi psikis, emosional, dan psikologis (Carr &
Umberson, 2013). Misalnya, ketika seseo-rang mengalami situasi yang
mengkhawatirkan, tubuh secara spontan bereaksi terhadap ancaman tersebut.
Ancaman termasuk sumber stres, dan respons tubuh terhadap ancaman itu
merupakan stres respons (Scheneidrman, Ironson & Siegel, 2005).Oleh
karena itu, stres respons dapat disimpulkan sebagai reaksi tubuh secara
jasmaniah terhadap sumber-sumber stres yang ada atau rangsangan yang
menyerang tubuh.
E. Proses Keperawatan dan Adaptasi Terhadap Stress
1. Pengakajian
a. Kaji ulang riwayat klien untuk adanya stressor
b. Catatgejalafisiologik
c. Tentukan tingkat stress klien
d. Tentukan respons kognitif klien
e. Observasikeluarga
f. Tentukan dampak distress klien terhadap keluarganya
g. Tentukan strategi koping yang digunakan klien
2. Dignosa Keperawatan
a. Analisis stressor internal dan eksternal yang mempengaruhi klien dan
analisis efektivitas strategi koping yang digunakan klien dan
mekanisme defensifnya.
b. Rumuskan diagnosis keperawatan untuk keluarga klien atau klien dan
atau untuk keduanya:
c. Gangguan penyesuaian
d. Ansietas
e. Koping individu tidak efektif
f. Koping keluarga tidakefektif
g. Konflik keputusasaan
h. Gangguan polatidur
i. Resiko kekerasan pada diri sendiri atau orang lain
3. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
a. Bekerjasama dengan klien, keluarganya atau keduanya untuk
menetapkan tujuan yang realistic.
17
b. Menentukan kriteria hasil yang diinginkan yang merupakan ukuran
untuk mengevaluasi perkembangan klien sebagai hasil dari intervensi
keperawatan dan perubahan mandiri klien dalam berpikir, berkperasaan
atau berperilaku.
1) Menyelidiki adanya stress
2) Mengidentifkasi adanya yang menyebakan stress
3) Menggunakan strategi koping yang baru untuk mengurangi ansietas.
4) Memodifikasi pikiran atau perilaku untuk meningkatkan koping
4. Implementasi
Perawat membantu klien mengidentifikasi steressor dan mengajarkan
pada klien cara-cara memantau respon fisik dan psikologis terhadap stress.
a. Anjurkan klien untuk membatasi asupan kafein dan nikotin
b. Bantu klien meningkatkan tidur dengan tindakan yang memberi rasa
nyaman (mis.,mandi air hangat,music,usapandipunggung)
c. Lindungi klien dari tindakan yang impulsive dengan pengawasan satu
orang.
d. Bantu klien mengespresikan perasaanya dengan mendengarkan secara
aktif dan memberikan respon empati
e. Beri informasi kepada klien tentang system pendukung yang ada di
komunitas seperti nomor telepon hotline krisis, rujukan kepusat
kesehatan jiwa ,kelompok swadaya dan klinik serta program
manajemen stres.
18
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Munir Samsul. dkk. 2007. Kenapa Harus Stres. Jakarta: Amzah. hal 47
Hawari, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Dana
Bakti
Prima Yasa. 1997. Hal 89
Legiran. Azis, M., Z., & Bellinawati, N. Faktor Risiko Stres dan Perbedaannya
Pada Mahasiswa Berbagai Angkatan di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol 2, (No
2). Hal 197-198.
Niven, Neil. 2013. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesi
Lain. Jakarta: EGC
Mardiana, Y., dan Zelfino. 2014. Hubungan Antara Tingkat Stres Lansia
danKejadian Hipertensi pada Lansia di RW 01 Kunciran Tangerang.
ForumIlmiah, Vol. 11, No. 2, hlm. 261-267.
19
Priyoto. (2014).Konsep Manajemen Stress. Yogyakarta : Nuha Medika
Potter, P.A & Perry A.G. (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
. (2010). Fundamental Keperawatan.Elsavier : Singapore
. (2005). Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta:
EGC.
Rachmadi, Faizal. (2014). Pengaruh Tingkat Intensitas Belajar Terhadap
Terjadinya Stres Pada Mahasiswa PSPD 2011 FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. SKRIPSI. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
.(2017). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group; 2017.
Suzanne Cludy Smeltzer, & Brenda Glyon Bare. 2008. Keperawatan Medikal
Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC