Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

DISUSUN OLEH:
WIDYASTUTI 21.0604.0048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2021
A. DEFINISI
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan
orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010).
Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan dimana seseorang
tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas,dan sebagainya (Wulandari,2018).

B. ETIOLOGI
Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017), ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya gangguan mobilitas fisik, yaitu :
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskuloskletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan

C. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja DPP
PPNI (2017) yaitu :
1. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
1) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas
b. Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun.
2. Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
b. Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerak terbatas
4) Fisik lemah

D. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi system
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi
otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan
otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontraindikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi parukronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan).
Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan
sel darah merah.

E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yaitu CT-Scan mengidentifikasi jika adanya area
perdarahan (biasanya untuk pemakaian darurat) dan MRI (Magnetik
Resonance Imaging) mengidentifikasi lokasi iskemik (Basuki, 2018).

G. PENATALAKSANAAN
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan
mobilitas fisik, antara lain :
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg,
posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
2. Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan
ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun
dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari
dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi
agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi kardiovaskular.
4. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.

H. KOMPLIKASI
Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016) gangguan
mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus,
orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu,
komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk
pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan.
Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang
terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu
dekubitus. Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan
kekakuan sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas
fisik. Hal itu disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi
lainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal
nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan (sekarangdandahulu)
c. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola pengkajian ADL
A. Pola nutrisi
B. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak akan mampu melakukan aktivitas dan
perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak,
kekuatan otot berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan mudah lelah. Aktivitas fisik yang kurang dapat
mempengaruhi frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi
sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Otot jantung yang bekerja semakin keras dan sering
memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
sehingga dapat menyebabkan tekanan darah meningkat (Adha,
2017).
C. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien lebih banyak tidur dan istirahan karena semua
sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan
kesadaran sehingga lebih banyak diam (Adha,2017).
D. Polaeliminasi
Kemungkinan terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang
aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun, dan terjadi konstipasi
dan diare akibat impaksifekal (Adha,2017).
4. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian pada mobilisaasi berfokus pada ROM, gaya berjalan, latihan
dan toleransi aktivitas, serta keseimbangan tubuh. Pemeriksaan fisik pada
pasien dengan ganguan mobilisasi bertujuan untuk menilai adanya
fraktur terbuka / tertutup, dislokasi sendi, paralisis/paresismotorik:
hemiplegia / hemiperesis, kelemahan otot wajah, tangan, gangguan
sensorik: kehilangan sensasi pada wajah, lengan, dan ekstermitas bawah,
disphagia: kesulitan mengunyah, menelan, paralisis lidah, dan laring,
gangguan visual : pandangan ganda, lapang padang menyempit, kesulitan
berkomunikasi: kesulitan menulis, kesulitan membaca, disatria (kesulitan
mengucapkan artikulasi / pelo, cadel), kelemahan, otot wajah, lidah,
langit-langit atas, pharing, dan bibir, kemampuan emosi: perasaan,
ekspresi wajah, penerimaan terhadap kondisi dirinya, memori:
pengenalan terhadap lingkungan, orang, tempat, waktu, tingkat
kesadaran, fungsi bladder dan fungsi bowel.

E. DIAGNOSA
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2017):
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Defisit perawatan diri
3. Resiko cidera

F. IMPLEMENTASI
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik keperawatan selama …. x 24 jam O:
Subyektif: Mobilitas Fisik membaik dengan - Identifikasi adanya nyeri
- Mengeluh sulit kriteria hasil : atau keluhan fisik
menggerakkan - Pergerakan ekstremitas lainnya
ekstremitas meningkat - Identifikasi toleransi fisik
- Nyeri saat - Kekuatan otot meningkat melakukan ambulasi
bergerak - Nyeri menurun - Monitor frekuensi
- Merasa cemas - Kecemasan menurun jantung dan tekanan
saat bergerak darah sebelum memulai
- Enggan ambulasi
melakukan - Monitor kondisi umum
pergerakan selama melakukan
Obyektif: ambulasi
- Kekuatan otot T:
menurun - Fasilitasi aktivitas
- Rentang gerak ambulasi dengan alat
(ROM) bantu (mis. tongkat, kruk,
menurun dsb)
- Sendi kaku - Fasilitasi melakkan
- Gerakan tidak mobilisaasi fisik, jika
terkoordinasi perlu
- Gerakan - Libatkan keluarga untuk
terbatas membantu pasien dalam
- Fisik lemah meningkatkan ambulasi
E:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan mobilasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan untuk
memenuhi
kebutuhan.
2 Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Dukungan perawatan diri
diri keperawatan selama …. x 24 jam O:
Subyektif: Perawatan diri meningkat dengan - Identifikasi kebiasaan
- Menolak kriteria hasil : aktivitas perawatan diri
melakukan - Kemampuan mandi meningkat sesuai usia
perawatan diri - Kemampuan mengenakan - Monitor tingkat
Obyektif: pakaian meningkat kemandirian
- Tidak mampu - Kemampuan makan meningkat -Identifikasi kebutuhan
mandi / - Kemampuan ke toilet alat bantu kebersihan diri,
mengenakan (BAB/BAK) meningkat berpakaian, berhias, dan
pakaian / makan - Verbalisasi keinginan makan.
/ ke toilet / melakukan perawatan diri T:
berhias secara - Mempertahankan kebersihan - Sediakan lingkungan
mandiri mulut yang terapeutik
- Minat - Siapkan keperluan
melakukan pribadi
perawaatan diri - Dampingi dalam
kurang melakukan perawatan diri
sampai mandiri
- Fasilitasi untuk
menerima keadaan
ketergantungan
- Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
E:
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
3 Resiko cedera Setelah dilakukan asuhan Pencegahan cidera
Faktor Resiko: keperawatan selama …. x 24 jam O:
- Ketidakamanan Termoregulasi - Identifikasi obat yang
transportasi - Kejadian cedera menurun berpotensi menyebabkan
- Kegagalan - Luka / lecet menurun cidera
mekanisme - Pendarahan menurun - Identifikasi kesesuaian
pertahanan - Fraktur menurun alas kaki pada
tubuh ekstremitas bawah
- Perubahan T:
fungsi - Sediakan pencahayaan
psikomotor yang memadai
- Perubahan fungsi - Sosialisasikan pasien dan
kognitif keluarga dengan
lingkungan rawat inap
- Sedaiakan alas kaki anti
slip
- Sediakan urinal untuk
eliminasi didekat tempat
tidur, jika perlu
- Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
- Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien sesuai kebutuhan
E:
- Jelaskan alas an intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi
perlahan dan duduk
beberapa menit sebelum
berdiri
- Manajemenkeselamatan
lingkungan
O:
- Identifikasi kebutuhan
keselamatan
- Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
T:
- Hilangkan bahaya
keselamatan, jika
memungkinkan.
G. DAFTAR PUSTAKA
Adha, S. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Di IRNA CRSSN Bukit Tinggi.Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang.
Andra, Wijaya, S., Putri, Yessie M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika
Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap rentang sendi pasien pasca stroke Exercise Range Of Motion
(ROM) Passive to Increase Joint Range of Post-Stroke Patients,
VII(2).
Basuki, L. (2018). penerapan ROM (Range of Motion) Pada Asuhan
Keperawatan Pasien Stroke Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di
RSUD Wates Kulon Progo.Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan
Kementrian KesehatanYogyakarta.
Kozier,E.B.(2010).NANDA-1DiagnosaKeperawatanDefinisidanKlarifikasi.
Jakarta:EGC.
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan
Medikal Bedah.Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat
Tidur). (Sujono Riyadi, Ed.). yogyakarta: Gosyen Publishing.
Wulandari,N.(2018).Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pasca
Stroke Non Hemoragik Dengan Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik
(Di Wilayah Keja UPT Kesmas Sukawati I) Tahun 2018. Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai