Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV (HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS)

Di Ruang Lt. 6 PU RSPAD. Gatot Soebroto, Jakarta

NAMA : EPI SAEPULLOH, S.Kep

NPM : 18.13.000.203

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2014
I. PENGERTIAN
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan
RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama
masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam
proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan
gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan
limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan
CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan
HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling
banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat.
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom
virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse
transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson,
2007 ).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-
1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan
pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.
Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim
reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua
grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh
dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam
sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai
dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur.
Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

II. ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas
morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris
dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi
retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi
virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu
protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam
aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien
untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari
nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat
menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
III. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-
sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus
yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam
respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan
sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah
provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat
sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan
virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus
HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan
tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki
kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya
fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-
tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml
darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang
parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200
sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia
AIDS.
IV. TANDA DAN GEJALA
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
A. Gejala mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2.   kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/ HIV ensefalopati
B. Gejala minor:
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata
3. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
4. Kandidias orofaringeal
5. Herpes simpleks kronis progresif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
8. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase, yaitu :
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun
tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus
kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya, yaitu :
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu
selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem
imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat
RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik
daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan
berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

V. CARA PENULARAN
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan,
persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara
dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada
pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan
prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak
sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak : Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari
ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu
pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan
spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci,
2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan
infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada
pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci,
2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain :
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi,
tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang
tertular.
Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal
sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan
kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat
tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain
dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein
yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang
dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah
infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan
memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan
untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi
HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil
tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes
negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam
menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai
konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di
mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke
kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi,
maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24.
Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG
manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien
yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang
menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat
diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes
Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat
mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi
terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari
bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA
virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western
blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat
dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi
ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
1. MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder)
2. Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati)
3. Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV)
4. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
VIII. PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga
cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya
tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual
setia pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap
melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam
mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan
konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka
tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang
konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk
mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke
yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian
menggunakan semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan
jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat
disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air
yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan
tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada
bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu
dapat mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat
transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi
kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku
ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan
untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI ( The
Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal
(Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-
barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan,
celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan
langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen
kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara
tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah
terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga
atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
IX. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada
tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka
suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV
berikut ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah
perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC &
3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi
pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap
HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia
untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut
adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–
28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa
dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine
hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3
hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat
antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,
baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan
dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus
dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan
bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–
obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan
seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals
direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam
kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati.
Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa
lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan
menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa
ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat
memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang
tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan
diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah
sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan
vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang
terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang
setelah infeksi primer (Brooks, 2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.

X. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-
obat.
2. Penampilan umum : pucat dan kelaparan
3. Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam
hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur.
4. Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering,
suara berubah, epsitaksis.
5. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kaku kuduk, kejang, paraplegia.
6. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
7. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
8. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot  bantu pernapasan,
batuk produktif atau non produktif.
9. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
10. Genital : lesi atau eksudat pada genital.
11. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas,
sekresi tertahan, banyaknya mukus.
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan.
3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi
4. Nyeri b.d agen injury biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis
6. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
7. Defisit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
8. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolic
9. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi ,
ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan
Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh
primer
10. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
11. Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam
mengaktualisasi diri
12. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik

XII. PERENCANAAN KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA/MASALAH KOLABORASI TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
  Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi :   Respiratory status : Airway patency   Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Ketidakmampuan untuk membersihkan   Aspiration Control    Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
sekresi atau obstruksi dari saluran   Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
pernafasan untuk mempertahankan Kriteria Hasil :   Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
kebersihan jalan nafas.  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu suksion nasotrakeal
Batasan Karakteristik : mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan   Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
-   Dispneu, Penurunan suara nafas mudah, tidak ada pursed lips)   Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
-   Orthopneu, Cyanosis  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
-   Kelainan suara nafas (rales, wheezing) merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan  Monitor status oksigen pasien
-   Kesulitan berbicara dalam rentang normal, tidak ada suara nafas   Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
-   Batuk, tidak efekotif / tidak ada abnormal)   Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
-   Mata melebar  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
-   Produksi sputum, Gelisah dapat menghambat jalan nafas
-   Perubahan frekuensi dan irama nafas Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
Faktor-faktor yang berhubungan: bila perlu
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas,          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
sekresi tertahan, banyaknya mukus,          Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2
2. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation
Definisi :   Respiratory status : Airway patency Airway Management
Pertukaran udara inspirasi dan/atau   Vital sign Status
ekspirasi tidak adekuat Kriteria Hasil :          Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
-    Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan buatan
-    Penurunan pertukaran udara per menit mudah, tidak ada pursed lips)          Lakukan fisioterapi dada jika perlu
-    Menggunakan otot pernafasan tambahan Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
-    Nasal flaring merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-    Dyspnea dalam rentang normal, tidak ada suara nafas         Berikan bronkodilator bila perlu
-    Orthopnea abnormal)          Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
-    Perubahan penyimpangan dada  Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan          Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
-    Nafas pendek darah, nadi, pernafasan)          Monitor respirasi dan status O2
-    Assumption of 3-point position
-    Pernafasan pursed-lip Terapi Oksigen
-    Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama   Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
-    Peningkatan diameter anterior-posterior   Pertahankan jalan nafas yang paten
-    Pernafasan rata-rata/minimal   Atur peralatan oksigenasi
  Bayi : < 25 atau > 60   Monitor aliran oksigen
  Usia 1-4 : < 20 atau > 30   Pertahankan posisi pasien
  Usia 5-14 : < 14 atau > 25   Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
  Usia > 14 : < 11 atau > 24   Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
-    Kedalaman pernafasan
  Dewasa volume tidalnya 500 ml saat Vital sign Monitoring
istirahat Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg Catat adanya fluktuasi tekanan darah
-    Timing rasio   Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
-    Penurunan kapasitas vital Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Faktor yang berhubungan : Monitor kualitas dari nadi
-    Penurunan energi/kelelahan Monitor frekuensi dan irama pernapasan,  suara paru
-    Posisi tubuh Monitor pola pernapasan abnormal
-    Kelelahan otot pernafasan Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
-    Nyeri , Kecemasan Monitor sianosis perifer
-    Kerusakan persepsi/kognitif Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
3. Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi :   Suhu tubuh dalam rentang normal   Monitor suhu sesering mungkin
suhu tubuh naik diatas rentang normal   Nadi dan RR dalam rentang normal   Monitor IWL
  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,  Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik: merasa nyaman   Monitor tekanan darah, nadi dan RR
- kenaikan suhu tubuh diatas rentang   Monitor penurunan tingkat kesadaran
normal   Monitor WBC, Hb, dan Hct
- serangan atau konvulsi (kejang)   Monitor intake dan output
- kulit kemerahan   Berikan anti piretik
- pertambahan RR   Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
- takikardi   Selimuti pasien
- saat disentuh tangan terasa hangat   Lakukan tapid sponge
  Berikan cairan intravena
Faktor faktor yang berhubungan :   Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
-    penyakit   Tingkatkan sirkulasi udara
-    peningkatan metabolisme   Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
-    dehidrasi
Temperature regulation
  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
  Monitor TD, nadi, dan RR
  Monitor warna dan suhu kulit
  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah

 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah


aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

 Monitor frekuensi dan irama pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernapasan abnormal

 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

 Monitor sianosis perifer

 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang


melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4. Nyeri NOC : NIC :


Definisi :   Pain Level,
Sensori yang tidak menyenangkan dan   Pain control, Pain Management
pengalaman emosional yang muncul secara  Comfort level
aktual atau potensial kerusakan jaringan Kriteria Hasil :   Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
atau menggambarkan adanya kerusakan   Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk presipitasi
serangan mendadak atau pelan intensitasnya mengurangi nyeri, mencari bantuan)   Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
dari ringan sampai berat yang dapat   Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan   Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
diantisipasi dengan akhir yang dapat menggunakan manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6   Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
bulan. dan tanda nyeri)   Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang   Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
Batasan karakteristik :   Tanda vital dalam rentang normal ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-    Laporan secara verbal atau non verbal   Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
-    Fakta dari observasi dukungan
-    Posisi antalgic untuk menghindari nyeri   Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
-    Gerakan melindungi suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-    Tingkah laku berhati-hati   Kurangi faktor presipitasi nyeri
-    Muka topeng   Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
-    Gangguan tidur (mata sayu, tampak farmakologi dan inter personal)
capek, sulit atau gerakan kacau,   Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai)   Ajarkan tentang teknik non farmakologi
-    Terfokus pada diri sendiri   Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-    Fokus menyempit (penurunan persepsi   Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
waktu, kerusakan proses berpikir,   Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi dengan orang dan   Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
lingkungan) nyeri tidak berhasil
-    Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-   Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
jalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) Analgesic Administration
-    Respon autonom (seperti diaphoresis,   Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
perubahan tekanan darah, perubahan sebelum pemberian obat
nafas, nadi dan dilatasi pupil)   Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
-    Perubahan autonomic dalam tonus otot   Cek riwayat alergi
(mungkin dalam rentang dari lemah ke   Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
kaku) ketika pemberian lebih dari satu
-    Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,   Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
merintih, menangis, waspada, iritabel,   Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
nafas panjang/berkeluh kesah)   Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
-    Perubahan dalam nafsu makan dan secara teratur
minum   Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Faktor yang berhubungan :   Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Agen injuri (biologi, fisik)   Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh   Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
  Nutritional Status : nutrient Intake   Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk   Weight control   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
keperluan metabolisme tubuh. Kriteria Hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Batasan karakteristik :   Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan   Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
-    Berat badan 20 % atau lebih di bawah   Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi   Berikan substansi gula
ideal   Tidak ada tanda tanda malnutrisi   Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
-    Dilaporkan adanya intake makanan yang   Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari mencegah konstipasi
kurang dari RDA (Recomended Daily menelan   Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
Allowance)   Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti ahli gizi)
-    Membran mukosa dan konjungtiva pucat   Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
-    Kelemahan otot yang digunakan untuk   Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
menelan/mengunyah   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut   Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
-    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah dibutuhkan
mengunyah makanan Nutrition Monitoring
-    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan   BB pasien dalam batas normal
makanan   Monitor adanya penurunan berat badan
-    Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa   Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
-    Perasaan ketidakmampuan untuk   Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
mengunyah makanan   Monitor lingkungan selama makan
-    Miskonsepsi   Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
-    Kehilangan BB dengan makanan cukup   Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
-    Keengganan untuk makan   Monitor turgor kulit
-    Kram pada abdomen   Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
-    Tonus otot jelek   Monitor mual dan muntah
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa   Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
patologi   Monitor makanan kesukaan
-    Kurang berminat terhadap makanan   Monitor pertumbuhan dan perkembangan
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh   Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
-    Diare dan atau steatorrhea konjungtiva
-    Kehilangan rambut yang cukup banyak   Monitor kalori dan intake nuntrisi
(rontok)   Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
-    Suara usus hiperaktif cavitas oral.
-    Kurangnya informasi, misinformasi   Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.

6. Kurang Pengetahuan NOC : NIC :


  Knowledge : disease process Teaching : disease Process
Definisi :   Kowledge : health Behavior 1.      Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
Tidak adanya atau kurangnya informasi Kriteria Hasil : proses penyakit yang spesifik
kognitif sehubungan dengan topic spesifik.  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang 2.      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
Batasan karakteristik : memverbalisasikan   Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur tepat.
adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti yang dijelaskan secara benar 3.      Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
instruksi, perilaku tidak sesuai.   Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa penyakit, dengan cara yang tepat
yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya 4.      Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.      Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Faktor yang berhubungan : keterbatasan 6.      Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
kognitif, interpretasi terhadap informasi yang tepat
yang salah, kurangnya keinginan untuk 7.      Hindari harapan yang kosong
mencari informasi, tidak mengetahui 8.      Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
sumber-sumber informasi. dengan cara yang tepat
9.      Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
10.  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11.  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12.  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
13.  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14.  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat
7. Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,   Fluid balance Fluid management
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini   Hydration          Timbang popok/pembalut jika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan   Nutritional Status : Food and Fluid Intake          Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan pengeluaran sodium Kriteria Hasil :          Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Batasan Karakteristik : BB, BJ urine normal, HT normal          Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN
-    Kelemahan   Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal , Hmt , osmolalitas urin  )
-    Haus   Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit
         Monitor vital sign
-    Penurunan turgor kulit/lidah baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus          Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
-    Membran mukosa/kulit kering yang berlebihan kalori harian
-    Peningkatan denyut nadi, penurunan          Kolaborasi pemberian cairan IV
tekanan darah, penurunan volume/tekanan          Monitor status nutrisi
nadi          Berikan cairan
-    Pengisian vena menurun          Berikan diuretik sesuai interuksi
-    Perubahan status mental          Berikan cairan IV pada suhu ruangan
-    Konsentrasi urine meningkat          Dorong masukan oral
-    Temperatur tubuh meningkat          Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
-    Hematokrit meninggi          Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
-    Kehilangan berat badan seketika (kecuali          Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
pada third spacing)          Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
Faktor-faktor yang berhubungan: meburuk
-    Kehilangan volume cairan secara aktif          Atur kemungkinan tranfusi
-    Kegagalan mekanisme pengaturan          Persiapan untuk tranfusi
8 Kerusakan intergritas kulit NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
Definisi : Perubahan pada epidermis dan Membranes   Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
dermis Kriteria Hasil :   Hindari kerutan padaa tempat tidur
  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Batasan karakteristik : elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)   Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
          Gangguan pada bagian tubuh   Tidak ada luka/lesi pada kulit   Monitor kulit akan adanya kemerahan
          Kerusakan lapisa kulit (dermis)   Perfusi jaringan baik   Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
          Gangguan permukaan kulit (epidermis)   Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan   Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Faktor yang berhubungan : kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang   Monitor status nutrisi pasien
Eksternal :   Mampu melindungi kulit dan mempertahankan   Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
          Hipertermia atau hipotermia kelembaban kulit dan perawatan alami
          Substansi kimia
          Kelembaban udara
          Faktor mekanik (misalnya : alat yang
dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
          Immobilitas fisik
          Radiasi
          Usia yang ekstrim
          Kelembaban kulit
          Obat-obatan
Internal :
          Perubahan status metabolik
          Tulang menonjol
          Defisit imunologi
          Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
          Perubahan sensasi
          Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
          Perubahan status cairan
          Perubahan pigmentasi
          Perubahan sirkulasi
          Perubahan turgor (elastisitas kulit)

9 Resiko infeksi NOC : NIC :


  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan resiko masuknya   Knowledge : Infection control          Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
organisme patogen   Risk control          Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :          Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko :   Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi          Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
          Prosedur Infasif   Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
          Ketidakcukupan pengetahuan untuk yang mempengaruhi penularan          Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
serta
menghindari paparan patogen penatalaksanaannya,          Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
          Trauma   Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya kperawtan
          Kerusakan jaringan dan peningkatan infeksi          Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
paparan lingkungan   Jumlah leukosit dalam batas normal          Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
          Ruptur membran amnion   Menunjukkan perilaku hidup sehat          Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
          Agen farmasi (imunosupresan) dengan petunjuk umum
          Malnutrisi          Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
          Peningkatan paparan lingkungan patogen kandung kencing
          Imonusupresi          Tingktkan intake nutrisi
          Ketidakadekuatan imum buatan          Berikan terapi antibiotik bila perlu
          Tidak adekuat pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
respon inflamasi)          Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
          Tidak adekuat pertahanan tubuh primer          Monitor hitung granulosit, WBC
(kulit tidak utuh, trauma jaringan,          Monitor kerentanan terhadap infeksi
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,          Batasi pengunjung
perubahan sekresi pH, perubahan          Saring pengunjung terhadap penyakit menular
peristaltik)          Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
          Penyakit kronik          Pertahankan teknik isolasi k/p
         Berikan perawatan kuliat pada area epidema
         Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
         Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
         Dorong masukkan nutrisi yang cukup
         Dorong masukan cairan
         Dorong istirahat
         Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
         Ajarkan cara menghindari infeksi
         Laporkan kecurigaan infeksi
         Laporkan kultur positif

12 Inkontinensia Bowel NOC: NIC :


Definisi : perubahan kebiasaan dalam    Bowel elimination Diarhea Management
eliminasi bowel ditandai  dengan   Fluid Balance   Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
pengeluaran produk BAB yang tidak   Hydration   Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
semestinya   Electrolyte and Acid base Balance   Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat warna, jumlah,
Kriteria Hasil : frekuenai dan konsistensi dari feses
Batasan karakteristik : produk BAB lunak,   Feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga hari   Evaluasi intake makanan yang masuk
fecal odor, ketidakmampuan menunda   Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi   Identifikasi factor penyebab dari diare
defekasi, ketidakmampuan menahan   Tidak mengalami diare   Monitor tanda dan gejala diare
defekasi, kulit perianal kemerahan, urgency  Menjelaskan penyebab diare dan rasional tendakan   Observasi turgor kulit secara rutin
  Mempertahankan turgor kulit   Ukur diare/keluaran BAB
Faktor yang berhubungan : tekanan   Hubungi dokter jika ada kenanikan bising usus
abdominal yang tinggi, diare kronis,   Instruksikan pasien untukmakan rendah serat, tinggi protein
kelemahan tonus otot, imobilisasi, dan tinggi kalori jika memungkinkan
ketidakmampuan mengosongkan bowel,   Instruksikan untuk menghindari laksative
kehilangan kontrol spinkter rectal, deficit   Ajarkan tehnik menurunkan stress
selfcare dalam eliminasi   Monitor persiapan makanan yang aman

11 Kelelahan NOC : NIC :


Definisi : penurunan kapasitas fisik dan   Endurance Energy Management      
mental sesuai tingkat kemampuan kerja   Concentration   Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Batasan Karakteristik : penurunan   Energy conservation   Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
konsentrasi, penurunan libido, penurunan   Nutritional status : energy keterbatasan
penampilan, tidak tertarik terhadap Kriteria Hasil :   Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
lingkungan, ketidakmampuan   Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa   Monitor nutrisi  dan sumber energi tangadekuat
mempertahankan tingkat aktivitas fisik lebih baik   Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
seperti biasanya, ketidakmampuan   Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi berlebihan
mempertahankan rutinitas, ketidakmampuan kelelahan   Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas
menyimpan energi bahkan setelah tidur,   Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
peningkatan keinginan beristirahat, letargi,
penurunan energi, capai,
Faktor yang berhubungan :
Psikologi : anemia, status penyakit,
malnutrisi, kondisi fisik yang menurun,

12. Tidak efektif koping keluarga Keluarga atau orang penting lain mempertahankan : Coping Enhancement
berhubungan dengan cemas tentang keadaan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan1.    Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
yang orang dicintai. kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga2.    Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
berinteraksi dengan cara yang konstruktif 3.    Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
Definisi : pengelolaan dalam menyesuaikan
diri yang efektif  anggota keluarga dengan
petugas kesehatan, dalam meningkatkan
kesehatan dan pertumbuhan
Batasan karakteristik : menunjukkan
keinginan untuk berhubungan dengan orang
lain yang mempunyai permasalahan yang
sama, anggota keluarga mampu
menjelaskan dampak dari krisis petumbuhan

Factor yang berhubungan : kemampuan


dalam mengaktualisasi diri

13 Defisit perawatan diri b/d kelemahan NOC : NIC :


fisik   Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Self Care assistane : ADLs
Kriteria Hasil :   Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Definisi :   Klien terbebas dari bau badan   Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
Gangguan kemampuan untuk melakukan   Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
ADL pada diri melakukan ADLs   Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan melakukan self-care.
Batasan karakteristik : ketidakmampuan   Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
untuk mandi, ketidakmampuan untuk normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
berpakaian, ketidakmampuan untuk makan,   Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
ketidakmampuan untuk toileting ketika klien tidak mampu melakukannya.
  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
Faktor yang berhubungan : kelemahan, memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
kerusakan kognitif atau perceptual, melakukannya.
kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf   Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari. 
DAFTAR PUSTAKA

Brooks; G.F. Butel, JS, Morse, S.A , 2005 AIDS dan Lentivirus. Dalam : Jawet2,
Melnick, Adelbergs, ed. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Salemba Medika, 299-311

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-hiv-
aids.html#.Uy_4M7sXQA

Finch, R.G., Moss, P., Jeffries, D.J., & Anderson, J., 2007. Infectiousdiseases, tropical
medicine and sexually transmitted diseases. In: Kumar, P. &Clark, M., Clinical Medicine.
Philadelphia: Elsevier,129-133

KPA. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan HID dan AIDS (2003-2007)

Komunitas AIDS Indonesia. 2007. Penyebar virus HIV pada anak-anak divonis
mati.http://aids-ina.org/modules.php?name=AvantGo&file=print&sid=358, October 19th, 2011

Komisi Penanggulangan AIDS, 2007. Apa Gejala Orang-orang yang Terinfeksi HIV
menjadi AIDS. Diperoleh dari http://AIDSina.org/modules.php?
name=FAQ&MYFAQ=YES&idcat=1&categories=HIV-AIDS. (diakses pada 10 Maret 2012).
Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), 2000.Preventions daunting
challenges ahead. Repost on the global HIV/AIDS epidemic,55-76

Mayo Foundation For Mdical Education and Research, 2008. HIV/AIDS. Available
from : http://www.mayoclinic,com/healt/hiv-AIDS/ds00005/prevention.htm (Diakses 15 Maret
2012)

Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta


;Salemba Medika.

Nursalam, M.Nurs (Hons) & Ninuk Dian Kurniawati., 2011. Asuhan Keperawatan pada
Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

Swierzewski, S.J., 2010. HIV Diagnosis. Available from:ed. Oxford:Oxford University


Press, 502.http://hiv.healthcommunities.com/hiv-aids/diagnosis.shtml. [Accessed 11 April 2011

Zein, U., dkk, 2006. 100 pertanyaan seputar HIV/AIDS yang perlu anda ketahui, Medan :
USU Press

Anda mungkin juga menyukai