Anda di halaman 1dari 20

MANAGEMENT PAKAS SAPI PERAH

1.1 Latar Belakang


Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah peternakan. Biaya untuk pakan sebesar
70-80% dari biaya produksi, sehingga dirasa perlu adanya perhatian dalam persedian pakan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Kebutuhan pokok konsumsi tanaman hijauan untuk setiap harinya berkisar 10%
dari berat badan ternak, sehingga dirasaperlu untuk meningkatkan produktivitas suatu lahan untuk
mencukupi kebutuhan tersebut.
Aspek penting yang harus dipahami dalam beternak sapi perah adalah pakan. Pakan ternak perah
adalah bahan – bahan yang dapat diberikan kepada ternak perah, sebagian atau seluruhnya dapat dicerna
tanpa mengganggu kesehatan, dengan tujuan selain untuk kelangsungan hidup secara normal juga
diharapkan dapat mengoptimalkan produksi.
Oleh karena itu program penyediaan pakan sapi perah yang baik sangat diperlukan, untuk
meningkatkan keuntungan dari produksi yang dihasilkan agar hasil yang diperoleh seoptimal mungkin
diperlukan susunan ransum yang seimbang, artinya ransum yang mengandung semua zat-zat makanan yang
diperlukan dalam keadaan yang serba cukup dan satu dengan lainnya berada dalam imbangan yang tepat.
Dengan demikian dibuatlah makalah tentang “Manajemen Pakan pada Sapi Perah”.

1.2 Identifikasi Masalah


1) Bagaimana upaya penyedian pakan sepanjang tahun?
2) Bagaimana completed feed sebagai solusi pemberian pakan pada sapi perah di Indonesia?
3) Bagaimana manajemen pemberian pakan pada sapi perah?

1.3 Maksud dan Tujuan


1) Untuk mengetahui upaya penyedian pakan sepanjang tahun.
2) Untuk mengetahui completed feed sebagai solusi pemberian pakan pada sapi perah di Indonesia.
3) Untuk mengetahui manajemen pemberian pakan pada sapi perah.
PEMBAHASAN

2.1 Upaya Penyediaan Pakan Sepanjang Tahun


2.1.1 Penyedian Hijauan Untuk Sapi Perah
Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah,
yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan
merupakan faktor utama dalam keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan
tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi
ternak (Anggorodi, 1985).
Sukria dan Krisna (2009) menyatakan bahwa komposisi kimia bahan makanan ternak sangat
beragam karena bergantung pada varietas, kondisi tanah, pupuk, iklim, lama penyimpanan, waktu panen dan
pola tanam. Pengaruh iklim dan kondisi ekologi sangat menentukan ketersediaan hijauan sebagai pakan
ternak di suatu wilayah sehingga hijauan makanan ternak tidak dapat tersedia sepanjang tahun. Pada musim
penghujan produksi hijauan berlimpah dan sebaliknya di musim kering atau kemarau hijauan sebagai
sumber pakan ternak harus menghilang. Ketersediaan hijauan secara kuantitas dan kualitas juga dipengaruhi
oleh pembatasan lahan tanaman pakan karena penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing
dengan tanaman pangan.
Menurut Prihadi (2003), hijauan yang berasal dari rumput dan daun-daunan yang berkualitas bagus,
akan menjadikan sapi hanya dapat berproduksi 70% dari kemampuan yang seharusnya. Walaupun demikian
rumput dan daun-daunan merupakan pakan dasar bagi sapi perah karena harganya relatif murah. Makanan
kasar berupa hijauan sangat diperlukan ternak ruminansia karena mengadung serat kasar tinggi yang
berperan merangsang kerja rumen dan menentukan kadar lemak susu.
Produksi tinggi membutuhkan energi yang tinggi, sehingga harus tersedia nutrien terlarut pada
substrat yang dapat menghasilkan asam lemak terbang dalam bentuk propionat dalam proporsi yang lebih
tinggi. Produksi gas dari pembentukan asam propionat lebih tinggi dibandingkan asam asetat. Produksi gas
terjadi secara langsung dari fermentasi karbohidrat dan secara tidak langsung dari proses buffering. Hijauan
berupa P. purpureum, P. maximum, C. muconoides, dan P. phaseoloides sangat baik untuk dikembangkan
pada peternakan sapi perah hal ini disebabkan kandungan nutrient dan produksi Bahan kering (BK) yang
cukup tinggi.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Beberapa Bahan Pakan

TD DE
BK SK PK
Nama Hijauan N Mcal/ Produksi BK
(%) (%) (%)
(%) Kg

P. purpureum 18 33 9,1 51 2,25 26 ton/ha

P. maxsimum 24 33,6 8,8 53 2,32 26,6-36 ton/ha


C. muconoides 30 34 14,7 58 2,54 13,55 ton/ha

P. phaseoloides 23 34,6 19,2 60 2,64 19,7 ton/ha

Sumber: Hartadi 2005; Resohadiprodjo 1985.

Untuk menyediakan hijauan pakan ternak sepanjang tahun perlu dilakukan manajemen tanaman
pakan ternak secara tepat . Tanaman pakan ternak yang dapat diupayakan antara lain adalah rumput unggul
dan leguminosa pohon atau perdu yang dapat beradaptasi pada kondisi iklim wilayah tertentu . Sedapat
mungkin jenis jenis rumput dan leguminosa tersebut tersebar baik pada musim hujan maupun kemarau. Pola
penanaman hijauan pakan-ternak melalui sistem tiga strata atau pola lorong dapat dikembangkan sebagai
suatu cara untuk tetap dapat menyediakan hijauan pakan ternak sepanjang tahun . Pola pertanaman dengan
sistem tiga strata (STS) antara lain telah berhasil meningkatkan penyediaan pakan ternak dan baitkan
meningkatkan produksi ternak serta mengurangi erosi tanah. Pemarifaatan lahan pekarangan, pinggir -jalan,
maupun lahan perkebunan dan kehutanan yang masih memungkinkan untuk hijauan pakan ternak perlu
dikembangkan. Manajemen pemanenan hijauan harus diupayakan agar tidak menghambat, pertumbuhan
kembali tanaman hijauan pakar tersebut; antara lain perlu memperhatikan frekuensi pemanenan, umur
pemanenan serta tatalaksana.
Cara pemanfaatan hijauan pakan adalah sebagai berikut:
a. Segar
Pemanfaatan hijauan pakan dalam bentuk segar merupakan cara yang banyak dilakukan peternak
apabila produksi hijauan mencukupi kebutuhan . Pada musim hujan dimana ketersediaan rumput cukup
tinggi, ternak dapat diberikan pakan dalam bentuk segar dengan kandungan air yang cukup tinggi. Namun,
hal ini akan mempenganihi total konsumsi bahan kering sehingga harus diperhatikan agar kebutuhan bahan
kering dapat terpenuhi. Untuk pemberian hijauan leguminosa perlu disesuaikan dengan sifat fisika-kimia
yang dimiliki oleh 'masing-masing hijauan . Tingkat degradabilitas dan kecernaan komponen protein dalam
hijauan leguminosa ternyata dipenganlhi oleh kondisi segar, layu atau kering (Winugroho, 1997) .
Untuk menjamin ketersediaan hijauan segar, baik pada musim kemarau maupun hijauan, perlu
dilakukan pola tanam dan panen yang tepat. Penanaman leguminosa potion untuk dimanfaatkan pada musim
kemarau hendaknya dipilih jenisjenis legulnlnosa yang bahan kekurangan air, antara lain Gliricidia sp,
Calhandra sp, Sesbanin sp clan Leucaena sp. Kaliandra sebaiknya diberikan dalam bentuk segar sedangkan
lainnya dapat diberikan dalam bentuk segar maupun layu.
b. Awetan
Pengawetan hijauan pakan ternak untuk mengantisipasi kebutuhan pakan pada musim kekurangan
pakan sangat dianjurkan. Pada saat produksi hijauan cukup tinggi dapat dilakukan pemanenan dan kemudian
dikeringkan atau dibuat silase sehingga dapat disimpan untuk digunakan pada waktu niasa stilit hijauan .
Masalah yang diliadapi dalani pengolahan/pengawetan hijauan pakan ternak adalah diperlukannya proses
pengeringan untuk mengurangi kadar air hijauan sehingga tidak akan cepat rusak. Kelebilian produksi
hijauan yang terjadi pada musim hijauan menyebabkan pengeringan menggimakan sinar niatahari sangat
tergantung pada keadaan cuaca. Untuk mempercepat proses pengeringan diperlukan alat pengering yang
membutuhkan biaya untuk melakukannya. Selain jerami padi, penyimpanan hijauan dengan cara
pengeringan dengan alat belum banyak dilakukan peternak.
c. Ensilase
Penyimpanan hijauan pakan ternak dalam bentuk silase memerlukan adanya silo uniuk menanlpung
kelebihan hijauan tersebut. Proses ensilase meniefukan kondisi hijauan yang mempunyai kandungan air
antara 40-60%, sebelum ditutup dalam suasana anaerob. Adopsi teknik pembuatan silase di Indonesia pada
peternakan rakyat masih rendah. Pada kondisi peternak skala perusahaan besar, tingkat kerusakan dalam
pembuatan silase biasanya berkisar antara 5-10% dari bahan kering. Untuk mengoptimalkan potensi
sumberdaya hijauan yang terdapat di wilayah tertentu memerlukan pengenalan potensi tersebut sehingga
penjadwalan ketersediaan hijauan maupun limbah tanaman pangan yang disesuaikan dengan pola usaha tani
tanaman pangan, perkebunan atau kehutanan.
Dilihat dari jenisnya, Devendra (1993) membagi hijauan pakan menjadi empat kategori, yaitu
forages, crop residues, agroindustrial by-products dan non-conventional feeds. Di Indonesia penggolongan
hijauan akan yang lazim adalah rumput lokal, rumput introduksi, leguminosa pohon, leguminosa perdu, sisa
hasil tanaman pangan dan hasil ikutan pertanian. Kebanyakan sisa hasil tanaman pangan mengandung serat
kasar yang tinggi sedangkan kandungan protein kasarnya rendah. Namun untuk mengatasi kekurangan
hijauan pakan pada musim kemarau sisa hasil dan hasil ikutan tanaman ini sangat penting untuk
diperhatikan.
Keberlanjutan pasokan hijauan pakan sangat tergatung pada berbagai faktor, seperti musim, agroekosistem,
populasi ternak ruminansia dan pengelolaannya. Dengan demikian bagi peternak yang
menginginkanternaknya sepanjang tahun, faktor-faktor tersebut di atas harus menjadi perhatian.
Pengelolaan hijauan pakan ternak yang baik akan dapat menjamin pasokan hijauan pakan sepanjang
tahun, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Beberapa metode yang dapat diterapkan pada
peternakan sapi perah di Indonesia adalah: sistem tiga strata, pertanaman lorong (alley cropping), tanaman
pagar (hedgerow cropping) dan tanaman penguat teras. Keempat cara ini memerlukan pengelolaan yang
berbeda satu sama lain. Beberapa di antaranya tidak dikhususkan untuk produksi hijauan pakan tetapi untuk
keperluan lain, misalnya untuk konservasi tanah.

2.1.2 Penyediaan Konsentrat Sapi Perah


Konsentrat merupakan bahan pakan atau campuran bahan pakan yang mengandung serat kasar
kurang dari 18 persen, TDN lebih dari 6 persen, dan berperan menutup kekurangan nutrien yang belum
terpenuhi dari hijauan. Konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrien tinggi dengan kadar serat kasar
rendah. Konsentrat atau pakan penguat adalah terdiri dari biji-bijian dan limbah hasil proses industri bahan
pangan seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan
konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan
untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996).
Fungsi pakan konsentrat adalah memperkaya dan meningkatkan nilai gizi pada bahan pakan lain
yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam periode
penggemukan harus diberikan pakan penguat yang cukup, sedangkan sapi yang digemukan dengan sistem
dry lot fattening diberikan justru sebagian besar pakan berupa pakan berbutir atau penguat (Sugeng, 1998).
Konsentrat dibedakan dua kelompok, yaitu konsentrat sumber enegi (carbonaseous concentrate) dan
konsentrat sumber protein (proteinaseous concentrate). Carbonaseous concentrate merupakan konsentrat
yang mengandung energi tinggi, protein rendah dengan protein kasar kurang dari 20 persen dan serat kasar
18 persen, sedangkan proteinaseous concentrate adalah konsentrat yang mengandung protein tinggi dengan
protein kasar lebih dari 2 persen (Prawirokusumo, 1994).

2.2 Complete feed Sebagai Solusi Pemberian Pakan Pada Sapi Perah di Indonesia
Secara umum complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan
pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu tanpa atau
hanya dengan sedikit tambahan rumput segar. Pakan komplit adalah ransum berimbang yang telah lengkap
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi
(Pamuji, 2012).
Bahan untuk pembuatan complete feed adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan
lainnya yang disukai oleh ternak seperti ; rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tongkol gandum,
tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan lain-lain.
1. Pakan siap pakai yang memiliki kandungan nutrisi lengkap.
2. Dengan complete feed peternak tidak lagi tergantung terhadap hijauan.
3. Dapat memberikan penambahan bobot badan optimal.
4. Peternak tidak lagi membutuhkan lahan yang luas untuk HMT.
5. Menekan biaya pakan dalam usaha peternakan sehingga akan menambah pendapatan peternak lebih
maksimal (Ramadani, 2010).
Secara umum Complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan
pakan yang terdiri dari hijauan ( limbah pertanian ) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu tanpa atau
hanya sedikit tambahan rumput segar. Pakan Komplit adalah ransum berimbang yang telah lengkap untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi. Dalam
pemberiannya, ransum ini tidak memerlukan tambahan apapun kecuali air minum. Dengan pemberian pakan
komplit, lebih praktis dan sangat menghemat tenaga kerja serta petani tidak perlu lagi setiap hari mencari
rumput.

2.2.1 Kebutuhan Nutrisi Sapi Laktasi


Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking parlor berubah mengarah
ke sistem pemberian pakan yang baru. Meskipun metode yang lebih baru tidak seefektif pemberian secara
individual, sistem ini lebih ekonomis daripada semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa
memperhatikan produksi susu. Di samping itu, ada penghematan tenaga kerja dan fasilitas. Yang paling baik
perbaikan pemberian pakan mengkombinasikan "seni dan ilmu pemberian pakan".
A. Phase Feeding
Phase Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke dalam periode-periode
berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu, konsumsi pakan, dan bobot badan. Didasarkan pada
kurva-kurva tersebut, didapatkan 4 fase pemberian pakan sapi laktasi:
1. Fase 1, laktasi awal (early lactation), 0 - 70 hari setelah beranak.
Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6
minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan
(khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk
memenuhi kebutuhan. Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara
manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk memenuhi
kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis.
Namun perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan
asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF,
dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting,
secara normal ruminasi dan pencernaan akan dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan panjangnya 1” atau
lebih.
Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau
melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari
jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan
dapat me-menuhi kebutuhan selama fase ini. Tipe protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak
didegradasi) dan jumlah protein yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode
pemberian pakan, dan produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri)
memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas 50 lb susu.
Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah
dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan
rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan,
acidosis, dan displaced abomasum. Untuk meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:
a. beri hijauan kualitas tinggi,
b. protein ransum cukup,
c. tingkatkan konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak,
d. tambahkan 1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,
e. pemberian pakan yang konstan, dan
f. minimalkan stress.

2. Fase 2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.


Selama fase ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin.
Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi
dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi
jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi
1,5% dari bobot badan (berbasis BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang
normal.
Untuk meningkatkan konsumsi pakan:
a. beri hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
b. beri bahan pakan kualitas tinggi,
c. batasi urea 0,2 lb/sapi/hari,
d. minimalkan stress,
e. gunakan TMR (total mix ration).
Problem yang potensial pada fase 2, yaitu:
a. produksi susu turun dengan cepat,
b. kadar lemak rendah,
c. periode silent heat (berahi tidak terdeteksi),
d. ketosis.

3. Fase 3, pertengahan - laktasi akhir, 140 - 305 hari setelah beranak


Fase ini merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama periode ini produksi susu
menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah dapat dipenuhi atau
melebihi kebutuhan. Level pem-berian konsentrat harus mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi,
dan mulai mengganti berat badan yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan pakan yang
lebih sedikit untuk mengganti 1 pound jaringan tubuh daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien
mempunyai sapi yang me-ningkat bobot badannya dekat laktasi akhir daripada selama kering.

4. Fase 4, periode kering, 45 - 60 hari sebelum beranak


Fase kering penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan problem
metabolik pada atau segera setelah beranak dan meningkatkan produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi
kering harus diberi makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi
kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan yang tidak
terganti pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati 2% BB; konsumsi hijauan minimal
1% BB; konsumsi konsentrat bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB. Setengah dari 1% BB
(konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering.
Sapi kering jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, lebih disukai
untuk membatasi konsumsi. Level protein 12% cukup untuk periode kering. Sedikit konsentrat perlu
diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan:
a. mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran
pencerna hijauan dan konsentrat;
b. meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.
Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan;
kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever.
Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E
yang cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan
meningkatkan daya tahan pedet.
Problem yang potensial selama fase 4 meliputi milk fever, displaced abomasum, retained plasenta,
fatty liver syndrome, selera makan rendah, gangguan meta-bolik lain, dan penyakit yang dikaitkan dengan
fat cow syndrome.
Manajemen kunci yang harus diperhatikan selama periode kering, meliputi:
a. observasi kondisi tubuh dan penyesuaian pemberian energi bila diperlukan,
b. penuhi kebutuhan zat makanan tetapi cegah pemberian yang berlebihan, perubahan ransum 2 minggu
sebelum beranak, dengan menggunakan konsentrat dan jumlah kecil zat makanan lain yang
digunakan dalam ransum laktasi,
c. cegah konsumsi Ca dan P yang berlebihan, dan
d. batasi garam dan mineral sodium lainnya dalam ransum sapi kering untuk mengurangi problem
bengkak ambing.
Pada waktu kering, kondisi tubuh sapi 2 atau 3, sedangkan saat beranak 3,5–4,0. Selama 60 hari
periode kering, sapi diberi makan untuk mendapatkan PBB: 120 - 200 lbs.

B. Challenge Feeding (Lead Feeding)


Challenge feeding atau lead feeding, adalah pemberian pakan sapi laktasi sedemikian sehingga sapi
ditantang untuk mencapai level produksi susu puncaknya sedini mungkin pada waktu laktasi. Karena ada
hubungan yang erat antara produksi susu puncak dengan produksi susu total selama laktasi, penekanan harus
diberikan pada produksi maksimal antara 3 - 8 minggu setelah beranak.
Persiapan untuk challenge feeding dimulai selama periode kering;
a. sapi kering dalam kondisi yang baik,
b. transisi dari ransum kering ke ransum laktasi, mempersiapkan bakteri rumen.
Setelah beranak challenge feeding dimaksudkan untuk meningkatkan pemberian konsentrat beberapa pound
per hari di atas kebutuhan sebenarnya pada saat itu. Maksudnya adalah memberikan kesempatan pada setiap
sapi untuk mencapai produksi puncaknya pada atau dekat potensi genetiknya.
Waktu beranak merupakan pengalaman yang sangat traumatik bagi sapi yang berproduksi tinggi.
Akibatnya, banyak sapi tertekan selera makannya untuk beberapa hari setelah beranak. Sapi yang
berproduksi susu sangat tinggi tidak dapat mengkonsumsi energi yang cukup untuk mengimbangi energi
yang dikeluarkan. Konsekuensinya, sapi akan melepaskan cadangan lemak dan protein tubuhnya untuk
suplementasi ransumnya. Tujuan dari pemberian pakan sapi yang baru beranak adalah untuk menjaga
ketergantungannya terhadap energi dan protein yang disimpan, sekecil dan sesingkat mungkin. Penolakan
makanan merupakan ancaman yang besar, sangat perlu dicegah.
Challenge feeding membantu sapi mencapai produksi susu puncaknya lebih dini daripada yang
seharusnya, sehingga keuntungan yang dapat diambil adalah bahwa pada saat itu secara fisiologis sapi
mampu beradaptasi terhadap produksi susu tinggi.

C. Corral (Group) Feeding (Pemberian pakan (group) di kandang)


Pemberian pakan secara individual pada sapi-sapi laktasi sudah mengarah ke mechanized group
feeding. Hal ini dikembangkan untuk kenyamanan dan penghematan tenaga kerja, dibandingkan ke feed
efficiency. Saat ini, peternakan dengan beberapa ratus sapi laktasi adalah biasa, dan beberapa peternakan
bahkan memiliki beberapa ribu ekor. Untuk merancang program nutrisi sejumlah besar ternak, dapat
diadaptasikan terhadap kebutuhan spesifik sapi-sapi perah, sapi-sapi dipisahkan ke dalam kelompok-
kelompok berdasarkan produksi (dan kebutuhan nutrisi).
Bila produser memutuskan pemberian pakan secara kelompok, perlu ditentukan jumlah kelompok
yang akan diambil. Untuk menentukan jumlah kelompok tersebut pertimbangan perlu diberikan pada hal-hal
berikut:
a. besar peternakan (herd size),
b. tipe dan harga bahan pakan,
c. tipe perkandangan, pemberian pakan, dan sistem pemerahan
d. integrasi ekonomi secara keseluruhan dari operasional, sebagai contoh tenaga kerja, mesin-mesin
peralatan, dan lain-lain.
Pada peternakan besar (lebih dari 250 sapi perah laktasi), sistem yang biasa digunakan adalah
minimal dibentuk 5 kelompok:
1. sapi-sapi produksi tinggi (90 lb. susu/ekor/hari).
2. sapi-sapi produksi medium (65 lb. susu/ekor/hari).
3. sapi-sapi produksi rendah (45 lb susu/ekor/hari).
4. sapi-sapi kering.
5. sapi-sapi dara beranak pertama.
Lebih banyak kelompok dapat dilakukan pada peternakan yang sangat besar bila kandang dan
fasilitas tersedia. Karena pertimbangan pemberian pakan dan sosial, disarankan maksimal 100 ekor sapi per
kelompok. Melalui sistem ini setiap kelompok diberi makan menurut kebutuhannya. Kelompok dengan
produksi tinggi harus diberi makan yang mengandung zat-zat makanan kualitas tertinggi pada tingkat
maksimal. Sapi produksi medium harus diberi makan sedemikian sehingga dapat mengurangi biaya pakan,
meningkatkan kadar lemak, memperbaiki fungsi rumen, mempertahankan persistensi. Sapi produksi rendah
sebagaimana untuk produksi medium hanya perlu dipertimbangkan untuk menghindari kegemukan yang
berlebihan.
Keuntungan pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:
1. produser dapat menggunakan formulasi khusus yang penting untuk ternak
2. mengeliminasi kebutuhan penyediaan mineral ad libitum
3. konsumsi ransum yang tepat
4. difasilitasi pemberian pakan secara mekanis, sehingga mengurangi tenaga kerja yang dibutuhkan
5. mengeliminasi problem yang dikaitkan dengan konsumsi yang tidak terkontrol dari bahan pakan
tertentu
6. mengurangi resiko gangguan pencernaan, seperti seperti displaced abomasum
7. mengurangi pemberian pakan di tempat pemerahan
8. penggunaan maksimal dari formulasi ransum biaya terendah
9. menutupi bah.pakan yang tidak palatabel, seperti urea
10. dapat diadaptasikan terhadap sistem kandang konvensional
11. mengurangi resiko kekurangan micronutrient
12. menyediakan operator dengan gambaran konsumsi pakan harian kelompok, yang kemudian dapat
digunakan memperbaiki manajemen.

2.2.2 Komposisi Ransum Komplit Sesuai Kebutuhan


Agustina, (2011) menyebutkan bahwa pakan komplit adalah suatu jenis bahan yang dirancang untuk
produk komersial bagi ternak ruminansia yang didalamnya sudah mengandung sumber serat, energi, protein
dan semua nutrien yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja produksi dan reproduksi ternak dengan
imbangan yang memadai.

A. Bahan Penyusun Complete feed


Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan complete feed antara lain :
1. Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu),
2. Sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes),
3. Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok),
4. Sumber mineral (tepung tulang, garam dapur).
B. Pengaruh Pemberian Completed feed
1. Pemanfaatan tenaga kerja dan waktu untuk pemberian pakan dapat dihemat sampai 72%.
2. Selain itu, pemberian complete feed mampu memanfaatkan limbah pertanian sehingga tidak lagi
terjadi persaingan pemanfaatan sumber pakan untuk hewan dan atau manusia serta mengurangi
konflik penggunaan lahan dengan sektor lainnya, utamanya sektor pertanian pangan.
3. Melalui teknologi complete feed yang berbahan baku limbah pertanian seperti jerami jagung, jerami
padi dan limbah pasar, tidak menyebabkan penurunan produksi dan kualitas susu. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian complete feed berbahan baku jerami padi mampu
meningkatkan produksi susu. Pengaruh Pemberian Completed feed.
Adapun komposisi pakan komplit untuk sapi perah yaitu,
Tabel 2. Komposisi Pakan Komplit (Complete feed) Sapi Perah
Bahan Pakan Pakan Komplit (%)

Pucuk Tebu 26

Polar 20

Dedak Kasar/Halus 4,4

Molases 1,1

Limbah Beras 10

Minyak Goreng 0.4

Kulit coklat 6

Bungkil Kelapa 8

Bungkil Kacang 10

Ampas Kecap 8

Tepung Ikan 3

Mineral Komersial 2.6

Probiotik 0.1

Kulit Kacang -

Bungkil Sawit -

Onggok -

Suplement Konsesntrat -

Sumber: KUD Tandangsari


Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pakan Komplit (Complete feed) Sapi Perah
Nutrien Pakan Komplit
Bahakan Keing, % 88,6

Protein Kasar, % 12,11

Lemak, % 6,00

Serat Kasar, % 24,81

Abu, % 10,69

BETN, % 46,39

Karbohidra, %t 71,20

TDN, % 65,54

Energi, kkal/g 387,24

NDF, % 64,94

ADF, % 27,12

ADL, % 3,18

Ca, % 1,04

P, % 0.60

Zn, ppm 77,20

Cu, ppm 14,44

Sumber: KUD Tandangsari

2.2.3 Pembuatan dan Penyediaan Ransum Komplit


Secara umum complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan
pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu tanpa atau
hanya dengan sedikit tambahan rumput segar. Pakan komplit adalah ransum berimbang yang telah lengkap
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi
(Pamuji, 2012).
Bahan untuk pembuatan complete feed adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan
lainnya yang disukai oleh ternak seperti ; rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tongkol gandum,
tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dll . Bahan-bahan yang digunakan Urea 0,5% dari campuran,
garam dapur 2%, tetas tebu 6%, Tongkol jagung 45 kg, dedak padi 25 kg, tepung ikan 15 kg. Komposisi
kandungan Complete feed Protein 14,16%, Serat Kasar 17,16%, Bahan Kering 88,72% dan Gros Energi
3.837 kkal/kg.
Cara pembuatan Bahan-bahan yang ada dibuat bentuknya secara seragam yaitu dengan digiling,
kemudian bahan tersebut dicampur sesuai dengan komposisi formula yang telah ditentukan. Formula yang
digunakan adalah sebagai berikut : Bekatul 25%, Tongkol jagung 45%, Gaplek 15% dan Tepung Ikan 15%.
Dari empat bahan tersebut ditambahkan tetes 6% dan urea 0,5% dari jumlah bahan. Semua bahan dicampur
hingga rata dan dijemur hingga kering. Cara pemberian Jumlah pemberiannya adalah sebesar 2,9 sampai
3,2% bahan kering dari berat badan ternak.
Hasil kajian yang telah dilakukan bahwa dengan menggunakan formula tersebut tingkat palatibilitas
ternak terhadap ransum sangat baik dan dapat memberikan penambahan berat badan sebesar 0,9 hingga 1,25
kg/hari, jika 100% diberikan untuk ternak sapi potong jenis Brahman dan PO (Pernakan Ongol).

2.3 Manajemen Pemberian Pakan pada Sapi Perah


2.3.1 Manajemen Pemberian Pakan pada Pedet Sapih
Pemeliharaan pedet harus memerlukan perhatian yang khusus, berbeda dengan pemeliharaan sapi
ternak dewasa, terutama dalam penanganan mulai kelahiran sampai pemberian pakan dan penanganan
penyakit selama masa pertumbuhannya (Sutardi, 1981).
a. Manajemen Pemberian Kolostrum 1 – 4 hari Pasca Kelahiran.
- Segera bersihkan ambing dan puting induk pasca melahirkan dengan menggunakan air hangat.
- Usahakan pedet dapat segera ( dalam waktu kurang dari 15 – 30 menit ) menyusu pada induknya
(induk dan pedet jangan dipisah dulu, agar pedet dapat langsung menyusu pada induknya. Selain itu
dengan menyusu, akan merangsang sekresi oksitosin yang menggertak pergerakan uterus, sehingga
kotoran yang ada dalam uterus induk setelah melahirkan dapat dibersihkan.
- Bila pedet tidak dapat menyusu pada induknya maka di perah kolostrum dari induk sebanyak 1 liter.
- Berikan segera ke pedet dalam waktu 15 – 30 menit.
- Berikan kembali kolostrum dalam 2x pemberian berikutnya masing-masing 2 liter/pemberian dalam
waktu 12 – 24 jam berikutnya sejak lahir.
- Kapasitas normal pedet yang baru lahir adalah 1 liter, dengan demikian kolostrum tidak dapat
diberikan secara sekaligus, perlu dilakukan beberapa kali dalam sehari.
- Untuk hari-hari berikutnya, selama 3 hari berikutnya, berikan kolostrum 4 – 6 liter/hari dalam 3 kali
pemberian (1.5 – 2 liter /pemberian).
- Kualitas kolostrum menentukan konsumsi antibodi pedet dalam darahnya, bila kurang memadai
peluang hidup 30 % dan bila baik dapat menjadi 95 %.

b. Manajemen Pemberian Susu 4 hari – 12 minggu (penyapihan)


- Pemberian susu pasca kolostrum dapat dimulai sejak pedet berumur 3 – 4 hari.
- Pemberiannya perlu dibatasi berkisar 8 – 10 % bobot badan pedet. Misalnya pedet bobot badannya
50 kg, maka air susu yang diberikan 4 – 5 liter/ekor/hari.
- Pemberian susu diberikan secara bertahap dalam 1 hari 2 – 3 kali pemberian.
- Jumlah air susu yang diberikan akan terus meningkat sampai menginjak usia 2 bulan (8 minggu)
disesuaikan bobot badan sapi dan akan terus menurun sampai ke fase penyapihan di usia 3 bulan (12
minggu). (dapat dilihat di tabel pemeliharaan pedet).
- Hindari pemberian susu berlebih dan berganti-ganti waktu secara mendadak. Over feeding akan
memperlambat penyapihan dan akan mengurangi konsumsi bahan kering dan akan mengakibatkan
diare.
- Jangan memberikan air susu yang mengandung darah dari induk yang terkena infeksi (suhu tubuhnya
meningkat).

c. Manajemen Pemberian Pakan Awal/Pemula (Calf Starter)


Pemberian calf starter dapat dimulai sejak pedet 2 – 3 minggu (fase pengenalan) (Coleman, dkk.,
2003). Pemberian calf starter ditujukan untuk membiasakan pedet dapat mengkonsumsi pakan padat dan
dapat mempercepat proses penyapihan hingga usia 4 minggu. Tetapi untuk sapi – sapi calon bibit dan donor
penyapihan dini kurang diharapkan.

Penyapihan (penghentian pemberian air susu) dapat dilakukan apabila pedet telah mampu
mengkonsumsi konsetrat calf starter 0.5 – 0.7 kg kg/ekor/hari atau pada bobot pedet 60 kg atau sekitar umur
1 – 2 bulan. Tolak ukur kualitas calf starter yang baik adalah dapat memberikan pertambahan bobot badan
0.5 kg/hari dalam kurun waktu 8 minggu. Kualitas calf starter yang dipersyaratkan : Protein Kasar 18 –
20%, TDN 75 – 80%, Ca dan P, 2 banding 1, kondisi segar, palatable, craked (Imron, 2009).

d. Manajemen Pemberian Pakan Hijauan


Pemberian hijauan kepada pedet yang masih menyusu, hanya untuk diperkenalkan saja guna
merangsang pertumbuhan rumen. Hijauan tersebut sebenarnya belum dapat dicerna secara sempurna dan
belum memberi andil dalam memasok zat makanan.

- Perkenalkan pemberian hay/rumput sejak pedet berumur 2 – 3 minggu. Berikan rumput yang
berkualitas baik yang bertekstur halus.
- Jangan memberikan silase pada pedet (sering berjamur), selain itu pedet belum bisa memanfaatkan
asam dan NPN yang banyak terdapat dalam silase.
- Konsumsi hijauan harus mulai banyak setelah memasuki fase penyapihan.
Menurut Imron (2009), untuk dapat melaksanakan program pemberian pakan pada pedet, perlu
dipahami tentang susunan dan perkembangan alat pencernaan anak sapi. Sejak lahir anak sapi telah
mempunyai 4 bagian perut, yaitu rumen (perut handuk), retikulum (perut jala), omasum (perut buku) dan
abomasum (perut sejati). Pada awalnya saat sapi itu lahir hanya abomasum yang telah berfungsi, kapasitas
abomasum sekitar 60 % dan menjadi 8 % bila nantinya telah dewasa. Sebaliknya untuk rumen semula 25 %
berubah menjadi 80 % saat dewasa. Waktu kecil pedet hanya akan mengkonsumsi air susu sedikit demi
sedikit dan secara bertahap anak sapi akan mengkonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal pertumbuhan
yang padat akan gizi, rendah serat kasar dan bertekstur lembut) dan selanjutnya belajar menkonsumsi
rumput.
Pemberian pakan anak sapi/ pedet diharapkan semaksimal mungkin mendapatkan asupan nutrisi
yang optimal. Nutrisi yang baik pada saat masih pedet akan memberikan nilai positif saat lepas sapih, dara
dan siap jadi bibit yang prima. Sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai (Sauvant D,. 1995). Jenis
bahan pakan untuk anak sapi (pedet) dapat digolongkan menjadi pakan pedet saat sapih dan pakan pedet
sesaat setelah disapih. Pakan pedet saat masa sapih yaitu kolostrum dan milk replacement (susu pengganti),
ada pula tambahan hijauan yang jumlahnya tidak banyak. Selain itu, pakan pedet sesaat setelah sapih yaitu
berupa hijauan dan konsentrat (Perdhanayuda, 2010).

1. Kolostrum
Kolostrum adalah air susu yang dikeluarkan dari ambing sapi yang baru melahirkan, berwarna
kekunig-kuningan dan lebih kental dari air susu normal. Komposisi kolostrum yaitu, Kolostrum lebih
banyak mengandung energi, 6 kali lebih banyak kandungan proteinnya, 100 kali untuk vitamin A dan 3 kali
lebih kaya akan mineral dibanding air susu normal, Mengandung enzym yang mampu menggertak sel-sel
dalam alat pencernaan pedet supaya secepatnya dapat berfungsi (mengeluarkan enzim pencernaan).
Mengandung sedikit laktosa sehingga mengurangi resiko diare. Mengandung inhibitor trypsin, sehingga
antibodi dapat diserap dalam bentuk protein. Kolostrum kaya akan zat antibodi yang berfungsi melindungi
pedet yang baru lahir dari penyakit infeksi. Kolostrum juga dapat menghambat perkembangan bakteri E. coli
dalam usus pedet (karena mengandung laktoferin) dalam waktu 24 jam pertama (Ernawani, 1991).
Sedangkan mutu kolostrum warna dan kekentalannya menunjukan kualitasnya (kental dan lebih kekuning-
kuningan akan lebih baik, karena kaya akan imonoglobulin). Kualitas kolostrum akan rendah apabila lama
kering induk bunting, kurang dari 3 - 4 minggu, sapi terus diperah sampai saat melahirkan. Sapi induk
terlalu muda, ambing dan puting susu tidak segera dibersihkan saat melahirkan maupun saat akan diperah
(Soetarno, 2003).

2. Milk Replacer atau Pengganti Air Susu (PAS)


Pada fase pemberian susu untuk pedet, air susu sapi asli dapat diganti menggunakan Milk
Replacer/PAS. Milk Replacer yang baik kualitasnya dapat memberikan pertambahan bobot badan yang
sama dengan kalau diberi air susu sampai umur 4 minggu. Namun kadang-kadang pemberian milk replacer
mengakibatkan sapi lambat dewasa kelamin dan sering mengakibatkan pedet kegemukan. Milk replacer
yang baik dibuat dari bahan baku yang berasal dari produk air susu yang baik seperti susu skim, whey,
lemak susu dan serealia dalam jumlah terbatas. Milk replacer sebaiknya diberikan pada saat pedet berusia
antara 3 dan 5 minggu dan jangan diberikan kepada pedet yang berusia kurang dari 2 minggu. Pedet yang
berusia kurang dari 2 minggu belum bisa mencerna pati-patian dan protein selain casein (protein susu)
(Willamson, 1993).
Tabel 4. Komposisi susu pengganti (milk replacement)
Komosisi Susu Pengganti

Protein 22%

TDN 95%

Lemak 10%

SK -

Ca 0,7%

P 0,6%

Vitamin A 3.800IU/kg

Vitamin D 600 IU/

Vtamin E 300 IU/kg

Sumber: Kumar, (2001).


2.3.2 Pemberian Pakan pada Pedet Lepas Sapih
Sejak disapih, ternak ditempatkan pada kandang yang dilengkapi tempat pakan dan tempat minum
secara khusus dan terpisah. Dengan program bebas susu pada umur 4 bulan perkembangan alat pencernaan
sebenarnya belum sempurna. Pakan berkualitas tinggi dan cukup pemberiannya pada periode ini akan
mempercepat pertambahan bobot badan, mempersingkat dicapainya waktu pubertas atau bobot ideal untuk
dikawinkan, pertumbuhan kelenjar ambing dan sel lemak. Hal itu karena pada periode ini perkembangan sel
kelenjar ambing maksimal. Periode setelah itu tidak menambah sel kelenjar lagi. Peternak membeli pedet
lepas sapih pada umur 3,5-5 bulan, ketika pedet dipersiapkan sudah tidak tergantung konsumsi susu. Pada
usia ini jumlah konsumsi rumput terbatas sekali, pada umumnya kurang dari 10 kg/hari. Oleh karena itu,
pemberian konsentrat diperbanyak sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi untuk pertumbuhan. Pola
ini kurang sejalan dengan program penyiapan bakalan yang dianjurkan. Pada umumnya, kesempurnaan
sistem pencernaan terhadap pakan kaya serat dicapai pada umur 6-8 bulan. Pembesaran sejak umur 8 bulan
dan dicapainya umur pubertas menjadi awal periode pembesaran bakalan yang disamakan dengan ternak
dewasa.
Pedet yang sudah dilatih mengkonsumsi konsentrat dan hijauan hingga 3 bulan (12 minggu)
maka pedet tersebut mulai disapih. Menyapih berarti menghentikan pemberian susu pada pedet, baik susu
yang berasal dari induk sendiri ataupun dari induk lain. Tujuan penyapihan adalah untuk menghemat
biaya pembesaran pedet dan meningkatkan volume susu yang dapat dijual. Cara penyapihannya sedikit
demi sedikit jumlah susu dikurangi, sebaliknya pemberian konsentrat dan hijauan ditingkatkan sampai
pada saat pedet disapih sehingga terbiasa dan tidak mengalami stres. Pedet umur tiga bulan, rumen
dan retikulum sudah berkembang dengan baik. Pedet umur 3 sampai dengan 4 bulan pedet mulai
disapih dengan cara mengurangi jumlah susu yang diberikan, kemudian diberikan kosentrat sedikit –
sedikit sehingga mau makan kosentrat tersebut. Bila pedet sudah mau makan kosentrat maka pedet tidak
diberikan susu lagi karena kosentrat tersebut sebagai makanan pengganti.

2.3.3 Pemberian Pakan pada Sapi Dara


Manajemen pakan sapi perah setelah disapih sampai 6 bulan. Anak sapi setelah disapih pemberian
susu di tiadakan, tetapi rumen anak sapi belum sepenuhnya berkembang, perkembangan rumen biasanya
membutuhkan waktu 4-6 bulan agar dapat berkembang sempurna.
1. Air: ad libitum
2. Hay/ hijauan segar:
- Kualitas yang baik.
- Berbagai macam jenis.
- Kering jemur terlebih dahulu untuk hijauan segar.
- Bergantian antara hijauan segar dengan semisegar.
- Potong hijauan.
- Hijauan dan starter mix dapat dicampur bersama untuk meningkatkan konsumsi pakan.
3. Starter mix.
4. Menyediakan mineral blocks.

A. Manajemen pemberian pakan dari 6 bulan – 15 bulan


Menurut FAO (2009), pada periode ini rumen sapi telah berkembang secara sempurna dan dapat
memakan pakan sapi dewasa
1. Air: ad libitum.
2. Hay : ad libitum.
3. Hijauan segar : ad libitum.
- Kualitas yang baik.
- Berbagai macam jenis.
- Kering jemur terlebih dahulu untuk hijauan segar.
- Bergantian antara hijauan segar dengan semisegar.
- Potong hijauan.
- Hijauan dan starter mix dapat dicampur bersama untuk meningkatkan konsumsi pakan.
4. Starter mix : protein kasar 14-16%.
5. By products:
- Molasses dapat ditambahkan untuk meningkatkan palatabilitas.
- Silase dapat dijadikan pakan.
- Menyediakan mineral blocks.

2.3.4 Pembeian Pakan pada Laktasi Awal


Masa awal laktasi biasanya adalah pada 100 hari pertama laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan
mengalami puncak produksi susu yaitu pada bulan kedua laktasi pada sapi Holstein. Konsumsi pakan
menurun, akibatnya sapi akan mengalami penurunan berat badan. Dan pada akhir masa awal laktasi ini sapi
akan mengalami puncak konsumsi dry matter yang akan menyebabkan penurunan berat badan (berat badan
turun sehingga menjadi paling rendah pada masa laktasi).
Pemberian ransum pada sapi laktasi biasanya mengacu pada kebutuhan protein (CP) dan energi
(net energy). Akan tetapi untuk mendapatkan produksi maksimal, pemberian ransum harus seimbang
effective fiber, non-structural carbohydrates, ruminal undegraded protein, soluble proteinnya.

2.3.5 Pemberian Pakan pada Laktasi Tengah


Periode pertengahan laktasi adalah periode dari 100 hari sampai 200 setelah melahirkan anak. Fase
Pada periode ini sapi akan mengalami puncak produksi (8-10 minggu setelah kelahiran) sapi juga
mengalami puncak DM intake sehingga tidak mengalami penurunan bobot badan. Sapi akan mengalami
puncak DM tidak lebih dari 10 minggu setelah melahirkan. Pada posisi ini, sapi akan makan DM
tidak kurang 4% dari bobot badan. Pemberian pakan yang baik akan memperpanjang puncak
produksi. Pada breed yang bagus setiap 2 kg susu yang dihasilkan akan membutuhkan DM sebanyak 1 kg
(McDonald, 2002).
Target yang harus dihasilkan pada saat puncak produksi, adalah untuk menghasilkan produksi susu
sebanyak-banyaknya. rata-rata sapi pada periode ini menghasilkan susu 200-225 kg dari seluruh masa laktasi
sebelumya. Kunci dari periode pertengahan laktasi ini adalah memaksimalkan DM intake. Pada periode ini
sapi dituntunt untuk diberi pakan dengan kualitas hijauan yang tinggi (minimal 40-45% DM pada ransum)
dan tingkat efektifitas serat hampir sama dengan masa awal laktasi.

2.3.6 Pemberian Pakan pada Laktasi Akhir


Periode ini adalah mulai 200 hari setelah melahirkan dan diakhiri pada saat masa kering sapi. Periode
ini produksi susu menurun dan feed intake juga menurun. Oleh karena itu feed intake tidak sebanding
dengan susu yang dihasilkan. Sapi juga akan mengalami peningkatan bobot badan, hal ini untuk mengganti
jaringan yang hilang (BB) pada saat periode awal laktasi. Makanan sumber protein dan energy tidak begitu
penting dalam periode ini. Ransum yang murah dapat diformulasikan dengan NPN dan sumber dan
karbohidrat yang mudah terfermentasi seperti molasses (McDonald, 2002).
Penambahan konsentrat peda pakan antara 0.5-0.7 kg/hari selama dua minggu pertama laktasi,
jangan sampai kebanyakan hal ini Untuk menghindari permasalahan pencernaan seperti asidosis, dan
penurunan intake. Protein sangat penting pada awal laktasi. Jadi pada masa awal laktasi rekomendasi
pemberian protein 17-19% pada ransum. Sekitar 30-35% dari protein harus proiten yang tidak terdegradasi
di rumen (UIP), 30% adalah protein yang dapat tercerna.

2.3.7 Pemberian Pakan pada Sapi Kering Kandang


Pada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi pakan penting untuk di
perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan
kandungan ternak tersebut. Pada kondisi ini komposisi ransum perlu dilakukan perhitungan secara optimal
guna untuk meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak serta untuk meningkatkan produksi
susu pada masa laktasi berikutnya.
Secara umum pada konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan
penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir masa kering hijauan
diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan penambahan konsentrat. Ransum harus
diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus,
pertambahan bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang diberikan pada ternak tidak
boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan minimal 1% berat badan. Setengah dari 1% BB
(konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering, sapi
perah harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting (2,5 –
3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses kelahiran nantinya.
Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan
untuk membatasi konsumsi hijauan. Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah
sebesar 12 % sudah cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus
dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih
dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan
dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi
kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Sedikit konsentrat
perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan:
a. Mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran
pencerna hijauan dan konsentrat.
b. Meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.
III
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan makalah tentang manajemen pakan pada sapi perah didapat kesimpulan:
1. Pakan utama ternak sapi perah adalah hijauan dan konsentrat, hijauan memiliki kadar serat kasar
yang tinggi. Konsentrat berperan menutup kekurangan nutrien yang belum terpenuhi dari hijauan
tetapi tidak diberikan dalam jumlah banayak karena dapat menyebabkan asidosis.
2. Secara umum complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan
pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi.
3. Pemberian pakan pada sapi dimulai dari masa pedet, pedet lepas sapih, sapi dara,sapi laktasi awal,
sapi laktasi tengah, sapi laktasi akhir dan sapi kering kandang.

Anda mungkin juga menyukai