“KARSINOMA NASOFARING”
Disusun oleh:
Widya Lisma Wardani
2011901049
Pembimbing
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Karsinoma Nasofaring”. Shalawat
beriringkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya
yang telah membawa umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Widya Lismawardani
2011901049
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
1954, Ackerman dan Del Regato berpendapat bahwa epitel semu berlapis pada
nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi epitel pipih berlapis. Demikian
juga epitel yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam dan jelas sekali.
Yang terpenting di sini adalah pendapat umum bahwa asal tumor ganas nasofaring
itu adalah tempat-tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan
limfe di bawahnya.1-3
1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di mana terdapat adenoid.
2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau di luar koana.
3. Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring
dan palatum molle.
6
Gambar 2 Fossa of Rosenmuller
7
(International Union against Cancer) dalam symposium kanker nasofaring yg
diadakan di Singapura tahun 1964, dan dari investigasi dalam empat dekade
terakhir telah ditemukan banyak temuan penting di semua aspek. KNF
mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta
agregasi family.1,4
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
paling banyak ditemukan di Indonesia (hampir 60%), sisanya tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil, hipofaring (cukup rendah). Prevalensi KNF di Indonesia cukup
tinggi yaitu 4,7 per 100.000 penduduk. Sebagian besar datang berobat dalam
stadium lanjut, sehingga hasil pengobatan dan prognosis menjadi buruk.1
Catatan dari berbagai rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa KNF
menduduki urutan keempat setelah kanker leher rahim, payudara, dan kulit.
Distribusi KNF di Indonesia hampir merata di setiap daerah. Di RSCM Jakarta
ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung 60
kasus, Makassar 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus dan 11
kasus di Padang dan Bukittinggi. Demikian pula di Medan, Semarang,
Surabaya dan kota-kota lainnya.1
KNF paling banyak dijumpai pada ras mongoloid (cukup tinggi pada
penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Singapura, dan Indonesia).1
KNF jarang dijumpai pada anak-anak.1 Insiden meningkat setelah usia 30
tahun dan mencapai puncaknya pada usia 40-60 tahun. Semua bentuk KNF
banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan (2,5:1 dan 3:1) dan
apa sebabnya belum dapat dijelaskan secara pasti mungkin terdapat kaitan
dengan genetik, kebiasan hidup, pekerjaan, dll.1
Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker
Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum
alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik
dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada peneliti yang mencoba
menghubungkannya dengan merokok, secara umum resiko terhadap KNF
8
pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009).
ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara
dan Hongkong merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok. Adanya
hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan terjadinya KNF dipelajari
oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada mereka
yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton
(Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan
lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina
makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat
menyapih.5
Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau
familier dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu
contoh terkenal di Cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua
generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita tumor ganas payudara.
Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita
keganasan organ lain.5
2.3 PATOFISIOLOGI
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu,
pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak
sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen
dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus sel. 6
Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel
diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen
bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu
pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.6,7
Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan berupa tumor yang
berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring.
Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang
kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi
yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring
9
adalah pada fosa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan
kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya
metastasis lesi karsinoma lainnya.
Penyebaran KNF dapat berupa :
1. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa
medialis disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui
foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus, fosa kranii
media dan fosa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis
anterior (N.I-N.VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat
rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini
disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi
adalah diplopia dan neuralgia trigeminal (parese N. II-N.VI).
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial
menembus fascia faringobasilaris yaitu sepanjang fosa
posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen
ovale dll), di mana di dalamnya terdapat N.IX-XII; disebut
penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup
posterior dari saraf otak yaitu N.VII-N.XII beserta nervus
simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan
pada N.IX- N.XII disebut sindrom retroparotidean/Sindrom
Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami
gangguan akibat tumor karena letaknya yang tinggi dalam
sistem anatomi tubuh.
3. Penyebaran ke kelenjar getah bening
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah
satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses
metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring,
penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi
akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening pada
10
lapisan submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke
kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang
terletak di lateral retrofaring yaitu Nodus Rouvierre. Di
dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak
sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai
benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini
dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh
pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya.
Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan.
Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.
Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.
4. Metastasis jauh
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah
bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh
dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dari paru. Hal
ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.
Pertumbuhan KNF dapat bersifat eksofitik dimana
massa dapat memenuhi seluruh area post nasal dan ditandai
dengan ulserasi dan pendarahan kontak. Namun pada 10%
pasien dengan KNF lesi dapat bersifat submukosa sehingga
pada pemeriksaan nasofaring, mukosa dapat terlihat
normal dan hanya tampak permukaan yang iregular.
Pertumbuhan ini disebut sebagai endofitik. Selain itu
pertumbuhan endofitik juga biasanya hanya ditandai
dengan perubahan warna mukosa menjadi kemerahan. Pada
suatu kajian, pertumbuhan endofitik cenderung lebih agresif
dibandingkan eksofitik.
11
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat penting dilakukan dalam
mengevaluasi tumor kepala dan leher. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan
palpasi semua aspek kepala, wajah, leher, hidung, rongga mulut, dan dasar lidah.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kaca nasofaring dan laring indirek atau
pemeriksaan nasofaringoskopik serat optik fleksibel. Hindari pemeriksaan yang
hanya berfokus pada daerah tempat tumor berada , tetapi melakukan pemeriksaan
seluruh daerah kepala dan leher. Tidak jarang muncul adanya berbagai lesi secara
simultan atau sekuensial di daerah kepala dan leher. 1
Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di
leher, gejala mata dan gejala saraf.
1. Gejala Hidung/Nasofaring 1
Harus dicurigai adanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:
Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama
penderita usia lebih dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung
terdapat kelainan.
Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-
lebih jika terdapat titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung
atau sinus paranasal.
Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari
hidung (epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan
pemeriksaan hidung tidak ada kelainan.
2. Gejala Telinga
Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga
terasa penuh seperti terisi air, berdengung (tinitus) dan nyeri (otalgia).
Gangguan pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi
bila ada perluasan tumor atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga
terjadi sumbatan.1,2
12
3. Gejala Tumor Leher
Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara
limfogen dari karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral
maupun bilateral. Spesifitas tumor leher sebagai metastase karsinoma
nasofaring adalah letak tumor di ujung prosesus mastoid, di belakang angulus
mandibula, di dalam muskulus sternokleidomastoideus, keras dan tidak
mudah bergerak. Kecurigaan bertambah besar bila pada pemeriksaan rongga
mulut, lidah, faring, tonsil, hipofaring dan laring tidak ditemukan kelainan.1,2
4. Gejala Mata
Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila
ditanyakan secara teliti, penderita akan menerangkan bahwa ia melihat
sesuatu menjadi dua atau dobel. Jelas yang dimaksud di sini adalah diplopia.
Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI yang letaknya di atas foramen
laserum yang mengalami lesi akibat perluasan tumor. Keadaan lain yang
dapat memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan N.III dan N.IV,
sehingga menyebabkan kelumpuhan mata yang disebut dengan oftalmoplegia.
Bila perluasan tumor mengenai kiasma optikus dan N.II maka penderita dapat
mengalami kebutaan.1,2
5. Gejala Saraf
Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh
beberapa gejala subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita
seperti nyeri kepala atau kepala terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi
dan hidung, dan kadang mengeluh sulit menelan (disfagia). Tidak jarang
ditemukan gejala neuralgia trigeminal oleh ahli saraf saat belum ada keluhan
yang berarti. Proses karsinoma yang lebih lanjut akan mengenai N. IX, X, XI,
dan XII jika perjalanan melalui foramen jugulare. Gangguan ini disebut
dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf kranial disebut
dengan sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang
tengkorak dan bila sudah demikian prognosisnya menjadi buruk. 1,2
13
2.5 STADIUM
Karsinoma nasofaring dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium klinis dan
gambaran histopatologisnya. Penentuan stadium karsinoma nasofaring digunakan
sistem TNM menurut UICC (1992).1
T (Tumor Primer)
T0 = Tidak tampak tumor
T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja (lateral, porterosuperior, atap,
dll)
T2 = Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam
rongga nasofaring
T3 = Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring
T4 = Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak
Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
14
c. Stadium III : T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0
d. Stadium IV : T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1
Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan
menjadi 3 tipe menurut WHO.1,3 Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan
mikroskop elektron di mana karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari
karsinoma epidermoid. Pembagian ini mendapat dukungan lebih dari 70% ahli
patologi dan tetap dipakai hingga saat ini.
a. Tipe WHO 1
Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1
mempunyai tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring,
sel-sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang dan menghasilkan cukup
banyak keratin baik di dalam dan di luar sel.
b. Tipe WHO 2
Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2
ini paling banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan
sebagian sel berdiferensiasi baik, sehingga gambaran yang didapatkan
menyerupai karsinoma sel transisional.
c. Tipe WHO 3
Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel
kanker paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu
disebut dengan limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma,
dan variasi spindel.
2.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 3
Ada sebuah patokan agar selalu ingat dan curiga akan adanya nasofaring,
seperti di bawah ini:
1) Setiap ada tumor di leher, ingatlah selalu adanya karsinoma nasofaring.
Lebih-lebih jika tumor terletak di bawah prosesus mastoid dan di belakang
angulus mandibula.
2) Dugaan karsinoma nasofaring akan lebih kuat jika:
15
Disertai gejala hidung dan telinga
Disertai gejala mata dan saraf
3) Dugaan karsinoma nasofaring hampir pasti bila ada gejala lengkap
Bila memakai pedoman yang berpatokan pada tumor leher ini maka kita
sudah mendapatkan stadium lanjut, sebab tumor leher merupakan perluasan
atau metastase tumor induk.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) CT scan kepala dan leher
Dengan pemeriksean CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada
tumor primer yang tersembunyi pun tidak kan terlalu sulit di temukan.
Indikasi pemeriksaan CT Scan adalah sebagai berikut: 1,8
Evaluasi keterlibatan tulang dan destruksi akibat tumor.
Melihat luasnya invasi tumor.
16
2) MRI
MRI dapat menggambarkan masa jaringan-lunak dan fasia plane lebih baik
daripada CT. MRI menandai lesi dengan berbagai pengambilan potongan
secara berurutan, memberikan gambar dalam bidang datar dan tidak dalam
bidang akasial, serta menunjukan pembuluh darah tanpa penggunaan zat
kontras atau radiasi ionisasi. MRI mempunyai aplikasi yang unik dalam
mengevakuasi tumor sinus, orbita, dan otak, karena MRI dapat membedakan
densitas jaringan lunak. MRI dan CT bukan pemeriksaan yang ekslusif satu
sama lain karena masing-masing mempunyai keunggulan terhadap lain. CT
masih terus menggunakan MRI menghabiskan lebih banyak biaya, waktu
pemeriksaan yang lebih lama, artefak gerakan lebih banyak dan di
kontradiksikan untuk pasien dengan benda asing logam yang diimplantasi
(klip aneurisma, stimulator neural, dan implant koklea). Walaupun
pemindaian nuklear tidak digunakan secara rutin, tomografi positron emisi
akhir-akhir ini telah digunakan dengan hasil yang menjanjikan dalam
mendeteksi penyakit metastatik di leher. 5
4) Biopsi
Ini merupakan diagnosis pasti untuk karsinoma nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan 2 cara, melalui hidung atau mulut. Biopsi melalui hidung
dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi
dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring,
kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. 1
Biopsi melalui mulut dengan bantuan kateter nelaton yang dimasukkan
melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan
17
diklem bersama dengan ujung kateter yang berada di hidung sehingga
palatum molle tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah
nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat kaca tersebut atau dengan
memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut dan massa tumor
akan terlihat jelas. Biopsi tumor dilakukan dengan anestesi topikal dengan
xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang
memuaskan maka dapat dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral
nasofaring dalam narkosis. 1
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma
(epidermoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi),
karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi.
Limfoepitelioma, sel transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-
lain dimasukkan dalam kelompok tidak berdiferensiasi. Sering juga di dapat
kombinasi dari ketiga jenis karsinoma. 1
2.7 HISTOPATOLOGI
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma
memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya. Dijumpai
adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau
keratinisasi. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan
stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma,
neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan
stratified. Batas antar sel jelas dan dipisahkan oleh intercellular bridge. Sel-sel
pada bagian tengah pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik yang banyak
mengindikasikan keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls.9,10
18
Gambar 4 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).
Gambar 5 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).
19
Gambar 6 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai
and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).
Undifferentiated Carcinoma
Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran
sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular,
dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih 6. Beberapa
sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah
banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai lymphoepithelioma.
Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid
dan multinucleated giant cell (walaupun jarang).
Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe
Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas
yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe
Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel
radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma. 10
20
Gambar 7 Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang
padat
( “Regaud type”). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume
one,
Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
21
gelombang asimetri di tempat ini, bila terjadi ulserasi, perdarahan maka perlu
biopsy untuk membedakannya.
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan karsinoma nasofaring pada dasarnya ada 2 macam, yaitu
pencegahan dan pengobatan.
1) Pencegahan
Karena penyebab kanker nasofaring belum jelas, maka pencegahan
yang dilakukan hanya berdasarkan faktor-faktor yang dinilai berpengaruh
akan timbulnya karsinoma nasofaring tersebut. Usaha tersebut adalah
penggunaan vaksin virus Epstein-Barr, mengurangi dan menghindari bahan-
bahan atau polutan yang dapat mempengaruhi timbulnya karsinoma
nasofaring, dan perbaikan sosial ekonomi.3,10
Penerangan akan cara hidup yang salah, mengubah cara memasak
makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan berbahaya,
penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meingkatka
keadaan social-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinana factor penyebab.
2) Pengobatan
Dalam pengobatan kanker umumnya meliputi tindakan bedah atau
operasi, penggunaan obat-obatan sitostatika dan hormon, radioterapi dan
imunoterapi.
a. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan dengan cara pembedahan
transpalatal (Diefenbach, Welson) maupun transmaksiler paranasal
(Moure Ferguson), tetapi terapi bedah ini tidak berkembang, dan hasilnya
menjadi kurang efektif. Terapi bedah dapat juga dilakukan pada tumor
metastase dengan membuang kelenjar limfe di leher. Operasi ini untuk
membuang kelenjar limfe permukaan tetapi sulit untu membuang kelenjar
di daerah retrofaring dan parafaring. 3,7,10
22
b. Radioterapi
Radiasi ditujukan pada daerah tumor induk dan daerah
perluasannya. Radioterapi dikenal 2 macam, yaitu teleterapi dan
brakiterapi. Teleterapi bila sumber sinar jauh dari tumor dan di luar tubuh
penderita. Sedangkan brakiterapi, sumber sinar dekat dengan tumor dan
dipasang dalam tubuh penderita. Teknik penyinaran dengan teleterapi
diberikan bila ada perluasan tumor ke depan yaitu daerah hidung dan
sekitarnya serta belum ada metastase ke kelenjar limfe leher. 10
c. Obat-obatan Sitostatika
Dapat diberikan sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Obat
tunggal umumnya dikombinasikan dengan radioterapi. Obat yang dapat
dipergunakan sebagai sitostatika tunggal adalah methotrexat, metomycine
C, Endoxan, Bleocyne, Fluorouracyne, dan Cisplastin. Obat ini
memberikan efek adiktif dan sinergistik dengan radiasi dan diberikan pada
permulaan seri pemberian radiasi. Obat bisa juga diberikan sebelum dan
sesudah penyinaran sebagai sandwich terapy.
Obat kombinasi diberikan sebagai pengobatan lanjutan setelah
radiasi, serta penting pada pengobatan karsinoma yang kambuh. Banyak
kombinasi obat ganda yang dipakai antara lain kombinasi: BCMF
(Adriamycin, Cyclophosphamide, Methotrexat dan Fluoroacil), ABUD
(Adriamycin, Bleomycin, Umblastin dan Decarbazine), COMA
(Cyclophosphamide, Vincristine, Methotrexat, dan Adriamycin). 1,5,8,10
d. Imunoterapi
Dalam pengobatan keganasan, imunoterapi telah banyak dilakukan
di klinik onkologi, tetapi sampai saat ini tampaknya masih merupakan
research dan trial. Untuk karsinoma nasofaring telah dilakukan penelitian
antara lain dengan menggunakan interferon dan Poly ICLC. 1
e. Obat Antivirus
23
Acyclovir dapat menghambat sintesis DNA virus sehingga dapat
menghambat pertumbuhan virus termasuk juga Virus Epstein Barr. Obat
antivirus ini penting pada karsinoma nasofaring anaplastik yang
merupakan EBV carrying tumor dengan DNA EBV positif .3
f. Perawatan paliatif 1
Perhatian pertama diberikan pada pasien dengan pengobatan
radiasi. Mulut terasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur
mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Menasihati dengan banyak
makan dengan kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba
memakan dan mengunyah bahan yang rasa asa sehingga merangsang
keluarnya air liur. Gangguan lain adalah fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilan`gan nafsu makan dan kadang-kadang
muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan
legkap dimana tumor tetep ada (residu) atau kambuh kembali (residif).
Dapat ppula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang,
paru, hati dan otak. Pada keadaan tersebut di atas, tidak banyak tindakan
medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif diindikasikan
langsung kepada pasien untuk pengurangan rasa nyeri, mengntrol gejala
dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif untuk menguragi nyeri
akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat keadaan
umumt yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tida
dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis
tumor.
2.10 FOLLOW UP
Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainnya, KNF mempunyai risiko
terjadinya rekurensi, dan follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan
tersering teradi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi antara
24
5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di follow up setidaknya 10 tahun setelah
terapi.1
2.11 PROGNOSIS
Sangat mencolok perbedaan prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) dari
stadium awal dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0% untuk
stadium II, 38,4% untuk stadium III, dan hanya 16,4% untuk stadium IV. 1
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :2
Stadium yang lebih lanjut.
2.12 PENCEGAHAN
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan
risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan risiko tinggi
ke tempat lain. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara
memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang
berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,
meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti
VCA dan IgA anti EA secara missal di masa yang akan datang bermanfaat dalam
menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.1
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27