Anda di halaman 1dari 6

1.

Definisi Kasus
Retinopati diabetik merupakan kerusakan pada retina akibat dari mikroangiopati
diabetes. Mikroangioati merupakan komplikasi vaskular jangka panjang yang sering
ditemukan pada penderita diabetes. Hal ini karena defek pada pembuluh-pembuluh
darah kecil menyebabkan kerusakan jaringan mata (retina). Retinopati diabetes juga
dapat didefinisakan sebagai adanya lesi mikrovaskular pada retina pasien dengan
diabetes militus. Retinopati diabetes menjadi penyebab kebutaan tersering pada usia 20
hingga 74 tahun (Septadina, 2015). Menurut Saiyar (2017), retinopati diabetik adalah
salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM) pada mata yang paling banyak
menyebabkan kebutaan menetap. Terjadinya retinopati diabetik seiring dengan lamanya
pasien menderita DM. Semakin lama DM diderita, maka semakin tinggi kemungkinan
terjadinya retinopati. Retinopati diabetik ditandai dengan adanya gangguan pembuluh
darah di retina berupa kebocoran, sumbatan, dan pada tahap selanjutnya timbul
pembuluh darah tidak normal yang sangat rapuh dan menimbulkan pendarahan dengan
segala akibat yang merugikan.

2. Etiologi Kasus
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui, akan tetapi diyakini bahwa
lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi dan
biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina, akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat
akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu
sendiri (Kim, 2019). Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi
retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah
awitan penyakit ini. Hasil serupa diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini
onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat (Vaughan et al., 2000).
Menurut Kim (2019), perubahan abnormalitas pada sebagian besar hematologi
dan biokimia telah dihubungkan dengan prevelensi dan beratnya retinopati yang antara
lain:
 Adhesif platelet yang meningkat
 Agregasi eritrosit yang meningkat
 Abnormalitas lipid serum
 Fibrinolisis yang tidak sempurna
 Abnormalitas dari sekresi growth hormon
 Abnormalitas serum dan viskositas darah.

3. Patoflow
Terdapat empat proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang
diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik. Keempat proses biokimia itu
adalah akumulasi sorbitol, pembentukan protein kinase C (PKC), pembentukan
Advance Glycation End Product (AGP), dan pembentukan Reactive Oxygen Speciesi
(ROS). Berikut ini ditampilkan skema patofisiologi retinopati diabetik.

HIPERGLIKEMIA KRONIS

Akumulasi Pembentukan Pembentukan Pembentukan


Sorbitol Protein Kinase C AGP ROS

Agregasi Permeabilitas Stimulasi Aktivasi Inhibisi Stress


Hidrofilik Trombosit Growth Factor
naik Endotelin-1 Nitrit Oxide Oksidatif

Ekstravasasi
Plasma

Poriferasi Sel Vasokons-


Edema Sel Viskositas otot polos & triksi
Trombosis
Darah Naik Matriks
ekstraseluler

Akumulasi Penebalan Penyempitan


Angiogene Lumen
Jaringan Dinding
sis Vaskuler
Fibrosa Vaskular

Okulasi
Vaskular
Retina

Kerusakan
Sel
4. Manifestasi Klinis
Retinpati diabetes dibagi menjadi tiga yaitu NPDR (Non Proliferatif Diabetic
Retinopathy), PDR (Poliferatif Diabetic Retinopathy), dan Makula Edema (ME).
Menurut Ilyas dan Yulianti (2014), retinopati diabetes biasanya asimtomatis untuk
jangka waktu yang lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinik retinopati diabetik proliferal dibedakan menjadi dua, yaitu
gejala subjektif dan gelaja objektif.
 Gejala subjektif yang dapa dirasakan:
1. Kesulitan membaca
2. Penglihatan kabur
3. Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
4. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
5. Melihat bintik gelap cahay dan cahaya kelap-kelip
 Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu:
1. Microaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior.
2. Perdarahan dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
microaneurisma di polus posterior.
3. Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
4. Hard exudate merupakan ilfiltrasi lipid kedalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iraguler, kekuning-kuningan pada permulaan exudate pungtata
membesar dan bergabung. Exudate ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton woll patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan optalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
6. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok dalam,
berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada jaringan retina, kemudian
berkembang kedaerah preretinal, kebadan kaca. Pecahnya neovaskularisasi
pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan
subhialoid (preretinal) maupun perdarahan kaca.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga dapat mengganggu tajam penglihatan.

Sedangkan menurut Budiono et al. (2013), pada umunya klasifikasi retinopati diabetik
dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Retinoptai Diabetik Nonprolifetatif (Background diabetic retinopathy) yang
ditandai dengan mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat lunak, eksudat keras
dari daerah hipoksia dan iskemia, dapat disertai edema makula atau tanpa adanya
edema makula.
b. Retinopati Diabetik Preproliferatif yang dapat disertai edema makula atau tanpa
edema makula
c. Retinopati Diabetik Proliferatif ditandai dengan adanya pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi, perdarahan di subhyaloid jaringan ikat vitreo-retinal dan ablasi
retina, dapat disertai edema makula atau tanpa edema makula.

5. Komplikasi

5.1. Neovaskuler pada Iris (Rubeosis Iridis)


Neovaskuler pada iris merupakan komplikasi segmen anterior yang paling sering
terjadi. Penyakit ini merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia
retina akibat dari berbagai penyakit, dan yang paling sering terjadi adalah akibat dari
retinopati diabetik. Menurut Leonardo dan Pricilia (2020), rubeosis iridis merupakan
proses pembentukan pembuluh darah baru berupa bintik-bintik merah pada batas pupil
yang dapat terlihat dengan pemeriksaan teliti di segmen anterior mata. Lebih baik
melakukan pemeriksaan slit lamp sebagai pemeriksaan awal, karena neovaskularisasi
tersering dimulai pada area sekitar pupil kemudian ke daerah sudut iridokornea dan
merupakan tanda iskemia okular. Akan sangat baik apabila pasien dapat terdiagnosis
pada tahap ini, karena dengan penanganan tepat, neovaskularisasi dapat ditekan dan
gangguan penglihatan dapat dicegah.
5.2. Glaukoma Neovaskular (glaukoma sudut tertutup sekunder)
Glaukoma neovaskular merupakan glukoma sekunder dengan penurunan visus
relatif buruk, terutama pada kasus yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat
tatalaksana dini. Glaukoma neovaskular terjadi karena kerusakan pada pembuluh darah
kecil (kapiler) retina akibat dari diabetes mellitus sehingga merusak kemampuannya
untuk menutrisi retina. Pada situasi demikian, retina melepaskan molekul-molekul
emergensi sebagai pertahanan tubuh terhadap iskemia dengan cara membentuk
pembuluh darah baru untuk mengalirkan asupan nutrisi lebih banyak. Proses tersebut
menimbulkan pembuluh darah baru yang abnormal pada bagian depan dan belakang
mata. Sayangnya, pembuluh darah kecil yang baru tersebut tidak berfungsi dengan baik
karena membocorkan molekul besar yang membahayakan mata dan membentuk
jaringan parut sehingga merusak struktur mata normal. Aliran humor akuos pun
terhalang pada beberapa jalur, termasuk pada anyaman trabekulum yang berfungsi
sebagai drainase utama. Akibatnya, TIO meningkat secara drastis, mata semakin merah,
dan nyeri serta penglihatan sangat terganggu (Goldberg dan Susanna, 2017).

5.3. Ablasio Retina


Ablasio retina merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan syaraf penglihatan
dalam bola mata dari lapisan di bawahnya atau lapisan retina pigmen epitelium (RPE)
dengan akumulasinya cairan subretina. Pada ablasio retina regmatogen (ARR), ablasio
terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina, dengan akibat retina terangkat dan terlepas dari lapisan
pigmen epitel. Pada ablasio retina, syaraf penglihatan dalam bola mata lepas dari lapisan
dibawahnya dengan akibat retina tidak dapat mengirimkan rangsangan cahaya ke otak
sehingga penglihatan di daerah yang lepas akan terganggu (Syuhada et al., 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, S., T. T. Saleh, Moestidjab, dan Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Mata. Surabaya: Airlangga University Press.

Goldberg, I. dan R. Susanna. 2017. Langkah Penting Selamatkan Penglihatan Anda.


Amsterdam: Kugler Publications.

Ilyas, S. dan S. R. Yulianti. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Kim, S. J. 2019. Basic and Clinical Science Cource, Retina, dan Vitreous, Section 12:
Retina and Virteous. United Sate: The American Academy of Ophthalmology.

Leonardo, K. dan F. Pricilia. 2020. Glaukoma Neovaskular: Deteksi Dini dan


Tatalaksana. Continuing Medical Education, 47 (2): 93-96.

Saiyar, H. 2017. Klasifikasi Retinopati Diabetes dengan Metode Neural Network.


Paradigma, 19 (2): 92-101.

Septadina, I. S. 2015. Perubahan Anatomi Bola Mata pada Penderita Diabetes Mellitus.
MKS, 47 (2): 139-143.

Syuhada, R., A. U. Detty, M. Erianto, dan R. K. Hidayat. 2021. Tajam Penglihatan Pra
dan Pasca Operasi Pars Plana Vitrektomi pada Pasien Ablasio Retina di Rumah
Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung. Manuju: Malahayati Nursing
Journal, 3 (4).

Vaughan, D. G., T. Asbury, & P. R. Eva. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai