Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, yang bermakna bahwa Negara
Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Hukum memiliki arti penting dalam setiap aspek kehidupan,
pedoman tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan manusia yang lain, dan hukum yang
mengatur segala kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap tindakan warga negaranya diatur oleh
hukum, setiap aspek memiliki aturan, ketentuan dan peraturannya masing-masing, hukum
menetapkan apa yang boleh dilakukan, apa yang harus dilakukan serta apa yang dilarang. Salah
satu bidang hukum yaitu hukum pidana, yaitu mengatur aturan perbuatan-perbuatan tertentu
yang dilarang. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang
mana juga disertai ancaman atau sanksi. Salah satu tindak pidana yang diatur dalam hukum
pidana di Indonesia adalah tindak pidana korupsi.

Korupsi merupakan perilaku yang menunjukan sifat keserakahan manusia. Persoalan


korupsi itu persoalan etika dan moral. Sejarah kehidupan manusia menunjukan bahwa perilaku
korup itu ada sejak manusia itu bermasyarakat. Oleh sebab itu harus kita akui bahwa tak
mungkin menghilangkan seratus persen korupsi dari kehidupan suatu negara. Tapi bukan berarti
jika perilaku korupsi ini meningkat di masyarakat maka kita semua lepas tangan dan
menganggap bahwa hal ini merupakan sesuatu yang wajar, atau bahkan malah berpikir bahwa
korupsi itu sebagai suatu budaya.1

Dirasakan bahwa korupsi di Indonesia terjadi secara sistematis dan meluas diseluruh
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Hampir tidak ada institusi negara yang bebas dan
bersih dari praktik korupsi. Menurut pimpinan KPK, setidaknya ada empat hal yang membuat
orang nekat ‘mengambil’ uang rakyat. Pertama, ada semacam mitos bahwa jujur hancur. Menjadi
pejabat negara, jika jujur akan hancur. Orang yang jujur sudah bukan musim lagi. Kedua,
1
Indah Wahyu Utami dan Widi Nugrahaningsih, Waspada Korupsi Di Sekitar Kita, Relasi Inti Media,
Yogyakarta, 2015, hlm. 2.

1
2

kesempatan. Selama ada kesempatan, mengapa tidak diambil, dan kesempatan dapat diciptakan.
Ketiga, aji mumpung jadi pejabat itu tidak mudah, belum tentu terulang lagi. Keempat, untuk
memuaskan dahaga kehormatan, karena harta adalah kehormatan.2

Berbeda dengan Negara Malaysia yang sangat serius dalam hal pemberantasan korupsi
karena diterapkanya sanksi yang sangat tegas bagi para pelaku tindak pidana korupsi ini yaitu
diberlakukannya pidana mati pada pelaku tindak pidana korupsi dinegaranya dan terbukti
menurunkan tingkat korupsi dinegaranya. Sayangnya Indonesia yang sudah memiliki peraturan
Perundang-undangan yang membahas tentang sanksi pidana mati yang tercantum dalam Pasal 2
ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menunjukan kesan yang sia-sia, karna sulitnya penerapan sanksi pidana mati
yang terkesan tebang pilih di Negara Indonesia tercinta ini. Jika ini dibiarkan maka, tidak
menutup kemungkinan akan terjadi kehancuran ekonomi luar biasa di Indonesia. Karena dengan
makin banyaknya koruptor di pemerintahan, maka makin banyak uang Negara yang akan
dikorupsi, sedangkan hutang Indonesia sendiri sampai sekarang pun belum mampu untuk
dilunasi.3

Singapura memiliki payung hukum mengenai pemberantasan korupsi yang memang bisa
dibilang lebih baik. Salah satu indikatornya adalah, Singapura mampu menangani kasus korupsi
maupun gratifikasi yang terjadi pada sektor swasta. Sesuatu yang belum dapat dijamah oleh
Indonesia.4 Dilihat dari data Transparency International tentang Indeks Persepsi Korupsi
(Coruption Perseption Indeks) pada tahun 2013, Indonesia menempati peringkat 114 dengan IPK
(Indeks Persepsi Korupsi) 32, sedangkan Singapura peringkat 5 dengan IPK 86 bersama dengan
Norwegia. Di sini, Singapura merupakan role model yang sangat efektif dan efisien dengan
struktur lembaga yang terbilang sangat ramping tapi menghasilkan efek yang sangat besar dalam
pemberantasan korupsi. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mengangkat suatu
tema tentang efektivitas penanganan korupsi di beberapa negara khususnya di Indonesia. Dalam
2 Pimpinan KPK, “Pengantar Pimpinan KPK”, dalam: Tim Penyusun, Laporan Tahunan 2012, Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2012, hlm. 2
3Tribunnews, Hukuman Bagi Para Koruptor Di Penjuru Dunia, diakses darI
http://www.tribunnews.com/internasional/2019/01/15/hukuman-bagi-para-koruptor-dipenjuru-dunia, pada tanggal 3
Desember 2019
4 Kumparan, Melihat Undang- Undang Korupsi Di Singapura diakses
https://kumparan.com/kumparannews/melihat-undang-undang-korupsi-di-singapura-lebih-baik-dari-indonesia
tanggal 3 Desember 2019
3

hal ini penulis melakukan kajian lebih lanjut tentang bagaimana efektivitas metode penanganan
korupsi di negara lain dan bagaimana perbandingannya dengan penanganan korupsi di Indonesia
selama ini.5

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan sanksi pidana di Indonesia dengan Malaysia?

2. Bagaimana perbedaan sanksi pidana di Indonesia dengan Singapura?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk membandingan sanksi pidana terhadap tindak pidana di
Indonesia dengan negara Malaysia dan Singapura yang berguna untuk melakukan upaya
pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

D. Metode Penelitian
Dalam pemecahan rumusan masalah yang diangkat Penulis, penelitian yang
dipergunakan oleh penulis tergolong dalam penelitian hukum normatif atau doktrinal. Metode
penelitian hukum normatif dengan menggunakan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Dalam
mengumpulkan data hasil penelitian, yaitu dengan menggunakan bahan hukum sekunder yaitu
buku, jurnal, artikel, dan karya tulis lainnya yang berasal baik dari media cetak maupun internet
yang mempunyai korelasi dengan penelitian ini. Karena penelitian ini merupakan penelitian
normatif maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan
pustaka dan teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deduksi (dari umum ke
khusus) dan intepretasi (penafsiran) dalam menganalisis bahan hukum yang ada.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kegunaan dan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan baik secara diharapkan bermanfaat :

5
Tanjung Mahardika Hariadi, Perbandingan Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Negara Singapura Dan
Indonesia, Jurnal Recidive Vol.2 No.3, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2013.
4

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan sekaligus menambah


khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-
hal yang berhubungan dengan ketentuan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut, khususnya
tentang hal-hal yang berhubungan dengan ketentuan sanksi pidana bagi pelaku tindak
pidana korupsi

BAB II
PEMBAHASAN
5

A. Perbedaan Sanksi Pidana Korupsi Di Indonesia Dengan Malaysia


Tindak pidana korupsi sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 jo, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, terdapat beberapa ruang lingkup
korupsi, dan menurut Hendarman Supandji ruang lingkup tersebut terbagi dalam 5 (lima)
kelompok yaitu :

1. Kelompok delik yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara.

2. Kelompok delik yang berkaitan dengan suap menyuap dan gratifikasi.

3. Kelompok delik yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan.

4. Kelompok delik yang terkait dengan pemerasan dalam jabatan.

5. Kelompok delik yang terkait dengan pemborongan, leveransir dan rekanan.6

Jenis pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP. Jenis pidana tersebut dibedakan antara pidana
pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan,
kecuali dalam hal tertentu7

Pidana tersebut adalah:

a) Pidana Pokok

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

c. Pidana kurungan

d. Pidana denda

e. Pidana tutupan

b) Pidana Tambahan

6
Hendarman Supandji, "Peningkatan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pelaksanaan Tugas Kejaksaan”,
Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum di Undip Semarang, tanggal 27 Februari 2009. hlm. 5
7Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm. 183
6

a. Pencabutan hak-hak tertentu

b. perampasan barang-barang tertentu

c. pengumuman putusan hakim8

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UndangUndang


Nomor 20 Tahun 2001, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa tindak
pidana korupsi adalah:

1. Pidana Mati Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

2. Pidana Penjara

a. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama
20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
Keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 ayat 1).

b. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan atau denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 bagi setiap orang
yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal
3).

c. Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 bagi setiap orang yang
dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak

8 Tim Redaksi, KUHP dan KUHAP, Surabaya: Kesindo Utama, 2012, hlm. 9
7

langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka


atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi (Pasal 21).

d. Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 bagi setiap orang
sebagaimana dimaksuddalam pasal 28, pasal 29, pasal 35 dan pasal 36.

3. Pidana Tambahan

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang yang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula
dari barang-barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta


yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.

e. jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta
bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

f. jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang
pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman
maksimum dari pidana pokoknya, dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam
putusan pengadilan.

g. Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama korporasi maka pidana
pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3.
8

Pasal 161 KUHP Malaysia (Law of Malaysia Act 574 Penal Code) sebagaiamana
disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang anti korupsi Malaysia di atas menyatakan bahwa
“Setiap orang, atau pegawai negeri, menerima atau memperoleh gratifikasi, hadiah untuk diri
sendiri atau orang lain agar melakukan tindakan dalam jabatan atau memberikan layanan apapun
dengan menguntungkan orang lain, pemerintah, anggota kabinet atau Parlemen, Dewan
Eksekutif Negara, Majelis Legislatif atau pegawai negeri”. Selain persoalan-persoalan
sebagaimana diuraikan di atas, RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini juga masih
mempunyai persoalan yang hampir sama dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: a.
tidak ada penegasan ”korporasi” sebagai subjek delik b. tidak ada ketentuan khusus mengenai
percobaan, pembantuan, dan permukatan jahat; c. tidak ada penentuan kualifikasi delik (sebagai
”kejahatan” atau ”pelanggaran”).

Hal yang hampir sama juga sebagaimana dituangkan dalam Pasal 10 Undang-undang
Malaysia No.575 Tahun1997 Tentang Anti Korupsi yang menegaskan bahwa: setiap orang yang
dengan dirinya sendiri, atau bersama orang lain-) (a) meminta atau menerima atau setuju untuk
menerima untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain; atau ) (b) memberikan janji atau
menawarkan untuk setiap orang baik untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, setiap
gratifikasi sebagai ajakan atau hadiah) (aa) setiap orang yang melakukan atau untuk melakukan
tindakan apapun sehubungan dengan materi atau transaksi aktual atau yang diusulkan atau yang
mungkin terjadi; atau (bb) setiap petugas badan publik yang melakukan tindakan apapun
sehubungan dengan materi atau transaksi, aktual atau yang diusulkan atau yang mungkin terjadi,
di mana badan publik yang bersangkutan bersalah atas suatu tindak pidana.

A. Perbedaan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dengan


Singapura
Penanganan Korupsi Oleh CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau) di Singapura
Singapura pada tahun 2013 menurut data dari Transparency International tentang Indeks Persepsi
Korupsi (Coruption Perseption Indeks), menempati peringkat 5 dengan nilai 86. Hal ini
membuktikan bahwa Singapura memang benar-benar negara anti korupsi. Prestasi yang
9

ditorehkan Singapura tersebut tidak lepas dari peranan penguasa pemerintahan saat itu dan juga
CPIB dalam mengusut tuntas semua kegiatan yang diindikasi korupsi.9

Di Singapura regulasi untuk mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan
korupsi dibagi menjadi 2 regulasi yaitu Prevention of Corruption Act rumusan delik khusus
dikalangan bisnis berupa penyuapan antara swasta dengan swasta, dan untuk pegawai negeri
delik suap diambil dari KUHP Singapura, hal ini dikarenakan latar belakang negara Singapura
adalah sebuah negara bisnis atau dagang. Dalam Prevention of Corruption Act, terdapat 2 (dua)
pasal, pada Pasal 5 dan Pasal 6 Prevention of Corruption Act yaitu dengan ancaman pidana
maksimal 5 (lima) tahun ditambah dengan klausula yang memperberat pidana menjadi 7 (tujuh)
tahun. Jika korupsi maupun suap berkaitan dengan kontrak yang diadakan antara pihak swasta
dengan pemerintah maupun lembaga / badan publik, maka sesuai dalam Pasal 5 dan Pasal 6
Prevention of Corruption Act, ancaman pidana ditingkatkan menjadi $ 100,000 atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan berlaku kumulatif. Pada Pasal 10 sampai dengan Pasal
12 Prevention of Corruption Act mengatur mengenai penyuapan dalam hal tender pekerjaan,
pelayanan, melakukan atau pemasokan sesuatu, material atau benda, yang merupakan kontrak
dengan Pemerintah atau departemen atau badan publik.10

Dengan demikian, jika menyangkut penyuapan yang berkaitan dengan kontrak dengan
pemerintah, sanksi pidananya ditingkatkan. Jadi di sini ada delik berkualifikasi, yang unsurnya
bertambah karena berkaitan dengan pemerintah. Namun, ancaman sanksi pidana dalam
Prevention of Corruption Act ini masih jauh lebih rendah dibanding ancaman sanksi pidana yang
diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu dalam Pasal 32 ayat (2) Prevention of Corruption Act juga mengatur tentang
gratifikasi, apabila seorang pejabat publik menerima pemberian gratifikasi tetapi tidak
menangkap si pemberi itu dan membawa ke kantor polisi terdekat tanpa alasan yang dapat
diterima akal, diancam dengan pidana denda paling banyak $ 5,000 atau pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan atau keduaduanya. Penuntut umum dapat dengan perintah memberi kuasa
9
Tanjung Mahardika Hariadi, Perbandingan Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Negara Singapura Dan
Indonesia, Jurnal Recidive Vol.2 No.3, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2013.
10 Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktorat Penelitian dan Pengembangan Deputi Pencegahan. 2006.

Komisi Anti Korupsi di Luar Negeri (Deskripsi Singapura, Hongkong, Thailand, Madagascar, Zambia, Kenya dan
Tanzania). Jakarta: Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi.
10

kepada direktur CPIB Singapura atau penyidik khusus CPIB Singapura untuk melaksanakan
penyidikan terhadap setiap delik berdasarkan hukum tertulis, semua atau setiap wewenang yang
berkaitan dengan penyidikan oleh kepolisian berdasarkan Criminal Prosedure Code.
Kewenangan inilah yang tidak dimiliki oleh badan anti korupsi di negara lain, karena dengan
demikian CPIB Singapura dapat menyidik semua delik termasuk yang tidak masuk sebagai delik
korupsi, asalkan dengan perintah Penuntut Umum (Pasal 19 Prevention of Corruption Act).
Penuntut umum juga dapat memberi perintah untuk memeriksa pembukuan bank berdasarkan
Pasal 20 Prevention of Corruption Act.11

Pemeriksaan itu berkaitan dengan adanya bukti dilakukan delik yang tercantum di dalam
Pasal 161 sampai dengan Pasal 165 atau Pasal 213 sampai dengan 215 KUHP Singapura,
termasuk di dalamnya pihak terkait yang membantu seseorang dalam melakukan delik yang
berkaitan dengan jabatannya di pemerintahan atau setiap departemen atau badan publik yang
dapat ditemukan dalam pembukuan bank mengenai orang itu, istri atau anaknya atau orang
dipercayai oleh Penuntut Umum adalah kepercayaan atau agen orang itu. Dalam hal ini penyidik
khusus CPIB Singapura setiap waktu dapat memasuki bank yang disebut dalam perintah itu dan
memeriksa buku-buku dalam bank itu dan dapat mengambil salinan pada setiap bagian buku itu
beruapa rekening bank, akun saham, akun pembelian, akun pengeluaran, atau akun apa saja, atau
suatu safe deposit box di suatu bank dan untuk mengungkap atau menyerahkan semua informasi
baik akun, dokumen, maupun benda yang diduga kuat terkait dengan delik Seperti yang di
jelaskan sebelumnya, pemisahan fungsi penanganan korupsi di Singapura yang semula berada di
bawah institusi kepolisian menjadi suatu badan independen dengan struktur kelembagaan yang
ramping dan fleksibel, namun efektif dan efisien dalam mengantisipasi tantangan perkembangan
modus-modus korupsi yang semakin dinamis.

Strategi pemberantasan korupsi di Singapura Strategi Singapura untuk pencegahan dan


penindakan korupsi fokus terhadap empat hal utama, yaitu, Effective Anti-Corruption Agency;
Effective Acts (or Laws); Effective Adjudication; dan Efficient Administration yang keseluruhan
pilar tersebut dilandasi oleh strong political will against corruption dari pemerintah. Hal tersebut
dilakukan oleh pemerintahan dari People’s Action Party (PAP) setelah meraih kekuasaan pada
bulan Juni 1959 di bawah Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Pada masa pemerintahan ini

11 Ibid
11

dibentuklah CPIB. Pada masa ini terdapat jumlah peningkatan korupsi dan salah satu cara untuk
memeranginya adalah dengan menaikkan gaji pemimpin politik dan PNS, seperti yang dikutip
dari Asian Journal of Public Administration (John S.T. Quah: 93): “Perhaps the most eloquent
justification of the PAP government’s approach to combatting corruption by reducing the need
for corruption by raising the salaries of its political leaders (and civil servants) was provided by
Prime Minister Lee Kuan Yew in Parliament on March 22, 1985 when he explained why the
salaries of the cabinet ministers had to be increased. He contended that political leaders should
be paid the top salaries that they deserved in order to ensure a clean and honest government. If
they were underpaid, they would succumb readily to temptation and indulge in corrupt acts.”

Pada tahun 2000 jumlah pegawai yang tercatat di CPIB hanya sebanyak 80 orang,
bandingkan dengan jumlah pegawai ICAC Hongkong yang mencapai sekitar 1200 orang pada
tahun yang sama. Penekanan pada fungsi investigatif mengharuskan CPIB harus mampu
menyelesaikan kasus korupsi yang ditangani dengan hukuman yang dapat memberikan deterrent
effect. Hal ini dapat dibuktikan oleh CPIB, dimana dalam semua kasus yang ditangani
mempunyai tingkat pembuktian yang tinggi. Dari tiap kasus korupsi yang terbukti mampu
menghasilkan denda hingga $ S100.000 dan kurungan penjara hingga 5 tahun. Selain dikenai
denda terdakwa yang terbukti bersalah juga harus mengembalikan seluruh uang hasil korupsinya
(Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktorat Penelitian dan Pengembangan Deputi Pencegahan.
2006: 15). CPIB sangat berperan dalam pencegahan terhadap tindak pidana korupsi dengan cara
preventif yaitu melakukan peninjauan kinerja departemen pemerintahan dan entitas publik yang
dinilai cenderung korup. CPIB juga berhak memeriksa segala catatan yang berhubungan dengan
kekayaan dan aset masyarakatnya. Hal tersebut bertujuan untuk menemukan kejanggalan atau
kelemahan dalam sistem administrasi yang dimungkinkan adanya celah korupsi atau
penyelewengan prosedur (malpraktik). Selain itu juga memberikan masukan berupa perbaikan
terutama dalam standarisasi tindakan pencegahan korupsi terhadap departemen yang
bersangkutan. CPIB juga aktif dalam menyelenggarakan sosialisasi kepada publik mengenai
tindakan pencegahan terhadap korupsi. Selain upaya preventif, CPIB menggunakan upaya
represif antara lain melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap setiap bank, saham,
pembelian, rekening pengeluaran, deposito dan menuntut orang (individu maupun lembaga).
Dalam penindakan tersebut biasanya individu maupun lembaga tersebut di tuntut untuk
memberitahukan atau menunjuk dokumen yang diminta sebagai bukti bahawa tindakan tersebut
12

tidak ada indikasi korupsi. Hal inilah sangatlah berperan dalam meminimalisasi upaya-upaya
yang mengarah ke tindakan korup. Singkatnya, Singapura telah berhasil dalam meminimalkan
masalah korupsi karena strategi anti-korupsi ditandai dengan (John S.T. Quah: 95)12:

1) Commitment by the political leaders, especially Prime Minister Lee Kuan Yew, towards
the elimination of corruption both within and outside the public bureaucracy;

2) Adoption of comprehensive anti-corruption measures designed to reduce both the


opportunities and need for corruption; and

3) Creation and maintenance of an incorrupt anti-corruption agency which has honest and
competent personnel to investigate corruption cases and to enforce the anti-corruption laws.

Dalam sejarahnya, kegiatan pemberantasan korupsi di Singapura, CPIB di tunjang dengan


adanya kerangka hukum yang kuat, mendapatkan dukungan keuangan yang cukup besar,
jumlah tenaga ahli juga penegak hukum baik dalam kuantitas maupun kualitas sangat baik,
dan yang terpenting konsistensi dukungan pemerintah yang terus-menerus.

12
Jon S.T. Quah, CORRUPTION IN ASIA WITH SPECIAL REFERENCE TO SINGAPORE: PATTERNS
AND CONSEQUENCES hlm 95, ASIAN JOURNAL OF PUBLIC ADMINISTRATION.
13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum, korupsi di berbagai belahan dunia memiliki corak dan karakter yang
berbeda-beda, maka berbeda pula dalam penanganannya. Indonesia sebagai negara berkembang
dengan segala kendala dalam pemberantasan korupsi dinilai kurang efektif jika di banding
dengan negara lainnya. Upaya dan cara serta mekanisme pemberantasan korupsi yang selama ini
dilakukan oleh Indonesia adalah kurang efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
korupsi. Pada negara maju, korupsinya terkesan lebih canggih dibandingkan dengan negara
berkembang dengan corak korupsi yang generik dan sederhana. Di Indonesia para pelaku korupsi
lebih tepatnya dibilang koruptor menggunakan kekuasaan politik untuk memperkaya diri yang
kemudian setelah tertangkap, ‘tikus-tikus korup’ itu dengan berbagai dalih berusaha mengelak
dari dakwaan.

Selain itu perkara yang ditangani KPK didominasi oleh sektor insfrastruktur yaitu
pengadaan barang dan jasa. Sektor ini dinilai memiliki komposisi anggaran dalam jumlah sangat
besar. Diharapkan korupsi sektor ini dapat dicegah, salah satu upayanya yaitu dengan e-
procurement, transparansi siklus anggaran mulai dari perencanaan sampai pencairan anggaran.
Hal tersebut di harapkan berdampak pada penyelamatan keuangan negara (asset recovery).
Sesuai dengan konsideran UU Anti Korupsi, apabila upaya pengembalian kerugian

B. Saran

Penulis disini memberikan saran bahwa Indonesia harus segera memperbaiki penerapan
sanksi tindak pidana korupsi yang ada. Namun, tindakan preventif juga harus dilakukan di
Indonesia agar budaya korupsi tidak mendarah-daging dalam kehidupan bermasyarakat di
Indonesia. Malaysia dan Singapura sudah sangat tegas dalam menanam pendidikan anti korupsi
sejak dini, hal ini telah dibuktikan dengan indeks tingkat korupsi yang dimana Indonesia
memiliki tingkat yang cukup berbeda jauh dengan Singapura dan Malaysia.
14

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Indah Wahyu Utami dan Widi Nugrahaningsih, Waspada Korupsi Di Sekitar Kita, Relasi Inti
Media, Yogyakarta, 2015.

Hendarman Supandji, "Peningkatan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pelaksanaan


Tugas Kejaksaan”, Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum di Undip Semarang, tanggal 27
Februari 2009

Jon S.T. Quah, CORRUPTION IN ASIA WITH SPECIAL REFERENCE TO SINGAPORE:


PATTERNS AND CONSEQUENCES, ASIAN JOURNAL OF PUBLIC ADMINISTRATION.

Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktorat Penelitian dan Pengembangan Deputi Pencegahan.


2006. Komisi Anti Korupsi di Luar Negeri (Deskripsi Singapura, Hongkong, Thailand,
Madagascar, Zambia, Kenya dan Tanzania). Jakarta: Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pimpinan KPK, “Pengantar Pimpinan KPK”, dalam: Tim Penyusun, Laporan Tahunan 2012,
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2012.

Tanjung Mahardika Hariadi, Perbandingan Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Negara


Singapura Dan Indonesia, Jurnal Recidive Vol.2 No.3, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2013.

Tim Redaksi, KUHP dan KUHAP, Surabaya: Kesindo Utama, 2012.

Internet

Kumparan, Melihat Undang- Undang Korupsi Di Singapura diakses


https://kumparan.com/kumparannews/melihat-undang-undang-korupsi-di-singapura-lebih-baik-
dari-indonesia tanggal 3 Desember 2019

Tribunnews, Hukuman Bagi Para Koruptor Di Penjuru Dunia, diakses darI


http://www.tribunnews.com/internasional/2019/01/15/hukuman-bagi-para-koruptor-dipenjuru-
dunia, pada tanggal 3 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai