Konsep Askep Sle Lupus
Konsep Askep Sle Lupus
PEMBAHASAN
I KONSEP TEORI
A. Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem yang disebabkan
oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan
produksi autoantibodi yang berlebihan.
Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan
antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di
tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ
tubuh sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung,
paru, otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi,
semakin berat kerusakan tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu
lama fungsi ginjal akan menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan
cuci darah. (Dr. Samsuridjal Djauzi, 2009)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) atau dikenal penyakit lupus adalah suatu
penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan biasa menyerang
berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam tubuh manusia.
B. Etiologi
System kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya,sistem pertahanan
tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel
tubuhnya sendiri. Antibody ini menyerang sel darah,organ dan jaringan tubuh
shingga terjadi penyakit menahun. Penyebab dari lupus tidak di ketahui tetapi di
duga melibatkan factor lingkungan dan keturunan , beberapa faktor lingkungan
yang dapat memicu timbulnya lupus :
a. Infeksi
b. Antibiotic( trutama golongan sulfa dan penisilin)
c. Sinar ultraviolet
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan tertentu
f. Hormone
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tapi gen
penyebabnya tidak di ketahui. Penemuan terahir menyebutkan tentang gen dari
kromoson 1. Prognosa 10% dari penderita yang memiliki krabat (orang tua
maupun saudara kandung) yang telah maupun akan mendrita lupus. Prognosa
hanya seitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa di derita
oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapa saja. Baik pada pria maupun
wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita, faktor
hormonal mungkin bisa menjelaskan bagaimana lupus lebih sering menyerang
wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/
atau sebelum masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon(trutama
estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini, namun penyebab
yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-
menstruasi,masih belum di ketahui.
C. Klasifikasi
Penyakit lupus dapat di klasifikasikan mrnjadi 3 macam,yaitu:
Discoid lupus,systemic lupus erythematosus,dan lupus yang di induksi oleh obat:
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan di tandai oleh batas eritma yang
meninggi,skuama,sumbatan polikuler,dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala,telinga,wajah,lengan,punggung dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karna lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut
di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inplamasi multi sistem yang di sebabkan
oleh faktor dan di karakteristisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
merupakan peningkatan sistem imun dan produksi auto antibodi yang
berlebihan. Terbentuknya auto antibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
rebonukleoprotein intra seluler, sel-sel darah,dan pospolifit dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui maknime pengaktifan komplemen.
3. Lupus Yang Di Induksi Oleh Obat
Lupus yang di sebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilasi
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakomulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan
obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini di respon sebagai benda
asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi anti
nuklear(ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.
D. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus lebih besar di bandingkan dengan pada
penyakit lain. Antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak di ketahui)
menentukan gejala apa yang akan berkembang. Makanya berat ringan penyakit ini
bervariasi pada setiap penderita,perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari
penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala di tandai oleh masa bebas
gejala( remisi) dan masa kekambuhan (eksaser basi). Pada mulanya lupus hanya
menyearang 1 organ,namun lama kelamaan akan melibatkan organ lainnya.
1. Tanda Gejala Pada Otot Dan Kerangka Tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
mendrita atritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul
dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri daerah tersebut.
2. Tanda Gejala Pada Kulit
Hampir 50 % penderita di temukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin buruk jika terkena sinar
matahari. Ruam yang lebih besar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar
oleh sinar matahari.
3. Tanda Gejala Pada Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal,tetapi hanya 50% yang menderita nepritis lupus (pradangan ginjal yang
menetap). Bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa
atau pencakokan ginjal.
4. Tanda Gejala Pada Sistem Saraf
Kelainan saraf di temukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering di
temukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan,tetapi kelainan bisa terjadi
pada bagian apapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang,
psikosa, sindrom otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan
sistem saraf yang bisa terjadi
5. Tanda Gejala Pada Darah
Kelainan darah dapat ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan setroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tumbuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Kebanyakan terjadi anemia akibat penyakit menahun.
6. Tanda Gejala Pada Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti prikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Dari keadaan tersebut menimbulkan nyeri dada dan aritmia.
7. Tanda Gejala Pada Paru-Paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (pradangan selaput paru) dan efusi
pleura(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibatnya sering
timbul nyeri dada dan sesak nafas.
E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di
samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau
beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi
genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi
serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel
memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk
didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein
histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak
tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini
secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya
yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks
imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi
komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang.
Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis
pada individu yang resisten.
Pathway
Gangguan imunoregulasi
Penyakit SLE
Pembengkakan Adanya lesi Perikarditis Pleuritis Inflamasi Kegagalan sus-sum Gangguan Kerusakan
sendi akut pada pada tulang membentuk spektrum pada sintesa zat-zat
kulit (ruam arteriole sel-sel darah merah saraf meluas tubuh
Penumpukan Penumpukan
berbentuk terminalis
cairan efusi cairan pada
- Artlargia kupu-kupu)
pada pleura Tubuh proses Defisit nutrisi
- Arthritis pangkal
perikardium Lesi papuler mengalami neurologis
(sinovitis) hidung dan
eritematous kekurangan sel terganggu
- Nyeri tekan pipi Efusi pleura dan purpura di
dan rasa nyeri darah merah
Penebalan
ujung kaki,
ketika perikardium
tumit dan siku Depresi
bergerak Anemia
Pasien merasa Ekspansi dada
malu dengan Kontraksi tidak adekuat
Gangguan
kondisinya jantung Ansietas
integritas Keletihan
Nyeri akut
Kulit
Pola nafas
Gangguan
Penurunan tidak efektif
citra tubuh
curah jantung
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Imunologi
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE
adalah tes ANA generic (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA
dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada
SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%,
akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang
mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya 8 infeksi kronis
(tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease
(MCTD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang
normal.
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis
dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan
datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes
ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan
gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE dapat disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibody terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-
dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan
dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada
pasien yang bukan SLE.
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang
diagnosis SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya
SLE. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15%-30% pasien SLE, tes ini jarang
dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesi ik
untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang
tinggi lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Rekomendasi:
1) Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
2) Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE
3) Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
menyingkirkan diagnosis SLE
Tabel 2. Jenis autoantibodi pada SLE dan makna klinisnya (Buyon, 2008)
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS Agen pencedera Nyeri akut
fisiologis
Pasien mengatakan nyeri
seluruh sendi dengan skala
4 (0-10) terasa hilang
timbul dan terus menerus.
DO
KU: Sedang
Pasien tampak meringis
Pasien terpasang cairan
NaCl
TTV
Td: 100/80 MmHg
N: 110x/mnt
S: 37,9x/mnt
P: 23x/mnt
DO
Lemas
Pucat
TTV
Td: 100/80 MmHg
N: 110x/mnt
S: 37,9x/mnt
P: 23x/mnt
3. DS Kelemahan Intoleransi
Pasien mengatakan dibantu aktifitas
saat BAB dan BAK oleh
keluarga
DO
Lemas
Pucat
TTV
Td: 100/80 MmHg
N: 110x/mnt
S: 37,9x/mnt
P: 23x/mnt
B. Diagnosa keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tanggal Tanggal teratasi
ditemukan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera 24Desember 2021 25 Desember 2021
fisiologis
2. Defisit nutrisi b.d faktor 24Desember 2021 25 Desember 2021
psikologis
3. Intoleransi aktifitas b.d 24Desember 2021 26 Desember 2021
kelemahan
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
. keperawatan
1 Nyeri akut b.d agen Tujuan :
pencedera Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan tindakan nyaman, 1. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
fisiologis keperawatan selama ...x24 misalnya pijatan punggung, 2. Untuk mengurangi rasa nyeri
jam diharapkan nyeri bisa ciptakan lingungan yang klien.
teratasi. tenang. 3. Untuk membantu meringankan
Kriteria Hasil: 2. Ajarkan tekhnik relaksasi, kecemasan klien
distraksi. 4. Untuk meningaktkan kesehatan
1. Klien tampak rileks. 3. Kontrol lingkungan yang tubuh.
2. Klien mampu dapat mempengaruhi nyeri 5. Untuk mengetahui keadaan
tidur/istirahat dengan seperti suhu, pencahayaan umum klien
tenang. dan kebisingan. 6. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Klien tidak gelisah, 4. Anjurkan untuk klien
tidak merintih meningkatkan istirahat.
5. Monitor tanda-tanda vital
6. Kolaborasi pemberian obat
nyeri.
2 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi BB setiap hari 1. Untuk mengetahui perkembangan
faktor psikologis keperawatan selama …x24 2. Identifikasi faktor pencetus keadaan klien.
jam diharapkan defisit nutrisi mual muntah. 2. Untuk mengetahui penyebab mual
bisa teratasi. 3. Berikan makanan dengan muntah.
Kriteria hasil : porsi sedikit tapi sering. 3. Meningkatkan intake nutrisi.
Klien mendapatkan 4. Anjurkan keluarga untuk 4. Untuk meningkatkan nafsu makan.
nutrisi yang adekuat oral hygiene sebelum 5. Untuk meningkatkan nafsu
sesuai dengan makan. pemberian makan menurunkan
kebutuhan 5. Berikan lingkungan yang efek mual muntah.
Menunjukakan BB aman dan tenang dalam 6. Mencegah rasa mual atau
tetap waktu pembrian makan. hilangnya nafsu makan
Klien akan 6. Jadwal pengobatan 7. Lesi pada mulut, esophagus dapat
menunjukan pernafasan setidaknya 1 jam menyebabkan disfagia.
peningkatan BB sebelum makan. 8. Hipermetabolisme saluran
ideal. 7. Kaji kemampuan gastrointestinal akan menurunkan
mengunyah, merasakan dan tingkat penyerapan usus.
menelan.
8. Auskultasi bising usus
3 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan lingkungan yang 1. menghindari cedera akibat
b.d kelemahan keperawatan selama ...x24 aman misalnya menaikkan kecelakaan atau terjatuh.
jam, pasien dapat melakukan restrain, menggunakan 2. istirahat dianjurkan untuk
aktivitas yang dapat pegangan tangga pada toilet. mencegah kelelahan dan
ditoleransi dengan kriteria 2. Pertahankan istirahat tirah mempertahankan kekuatan.
hasil : mendemonstrasikan baring atau duduk. 3. Berguna dalam memformulasikan
perilaku yang 3. Kolaborasi : konsul dengan program latihan.
memungkinkan melakukan fisioterapi.
aktivitas
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Desmawati. 2013. Sistem Hematologi & Imunologi Asuhan Keperawatan Umum dan
Maternitas Dilengkapi dengan Latihan Soal-Soal. Jakarta: In Media
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Hasdianah. dkk. 2014. Imunologi Diagnosis dan Teknik Biologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha
Medika