Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS POPULASI RENTAN


A. KONSEP TEORI

1. Populasi Rentan

Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan


perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia,
anakanak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human
Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah:

a. Refugees (pengungsi)
b. Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
c. National Minoritie (kelompok minoritas)
d. Migrant Workers (pekerja migran )
e. Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat pemukimannya)
f. Children (anak)
g. Women (wanita)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang
berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka
hadapi.
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan penyandang
cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan
secara selayaknya. Dari sisi pengelompokkannya, maka penyandang cacat dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal : Penyandang cacat fisik, Penyandang cacat mental,
Penyandang cacat fisik dan mental.

2. Penyandang Cacat / Disabilitas

a. Pengertian Penyandang Disabilitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1 penyandang diartikan dengan orang


yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa
Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities)
yang berarti cacat atau ketidakmampuan.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang


Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik,
penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental. Orang
berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan karakteristik
khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena karakteristik
yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia mendapatkan hak-haknya
sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang berkebutuhan khusus memiliki
defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau
kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan
sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
Penyandang Cacat dalam pokok-pokok konvensi point 1 (pertama) pembukaan
memberikan pemahaman, yakni; Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan
baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat
fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013 tentang


Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik,
penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental.

Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan


karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena
karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang
berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang
yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta
orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya
mengalami gangguan.

b. Jenis-jenis Disabilitas

Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti


bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing yang mana
kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-
jenis penyandang disabilitas 5 :

1. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:


a) Mental Tinggi.
Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki
kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan
tanggungjawab terhadap tugas.
b) Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence
Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak
lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c) Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang
diperoleh
2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu7:
a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan
oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra)
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total
(blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan Bicara (Tunawicara)
Adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran
melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh
orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan
bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena
ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ
motorik yang berkaitan dengan bicara.
3. Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu
cacat fisik dan mental)
a. Masalah Kesehatan Pada Tunawisma

1. Gangguan Fisik Akut

Pada umumnya tunawisma akan mengalami gangguan fisik akut seperti:

No Gangguan fisik akut Gangguan fisik kronik


1. ISPA (infeks sistem pernfasan atas) Kecanduan alkohol dan zat lain
2. Trauma-cedera ringan hingga berat Hipertensi
3. Penyakit kulit Gangguan pencernaan
4. TBC Gangguan sistem saraf tepi
5. Terserng kutu dan tungau Masalah gigi
6. Gizi buruk/ kekurangan gizi Diabetes melitus
7. - HIV/AIDS

2. Masalah Kesehatan pada Tunawisma Anak-Anak

Selain masalah kesehatan fisik, masalah lain juga banyak timbul seperti :

1) Kegelisahan
2) Tidak mendapatkan/tidak lengkap untuk imunisasi
3) Masalah bahasa dan berbicara
4) Penyakit pernafasan atas dan asma
5) Infeksi telinga
6) Gangguan pencernaan/mata
7) Trauma
8) Terserang kutu rambut

3. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan

1) Perawatan pre-natal yang kurang baik


2) Kurang nutrisi
3) Komplikasi kehamilan

4. Masalah kesehatan mental

1) Skizofrenia
2) Gangguan bipolar
3) Depresi
4) Gangguan kecemasan dan kepribadian antisosial
5) Kepribadian yang kacau
b. Peran Perawat Di Area Homeless (Tunawisma)
1) Perawat sebagai pemberi perawatan
Para tunawisma biasanya banyak mengalami kurang perhatian dari orang tua
dan lingkungan. Alhasil banyak masalah yang terjadi pada tunawisma baik dari
segi kesehatan fisik, psikologis dan sosial. Peran perawat disini adalah memberikan
asuhan keperawatan kepada mereka yang mengalami masalah kesehatan secara
holistik atau menyeluruh.
2) Perawat sebagai pendidik
Salah satu faktor penyebab dari tunawisma adalah rendahnya pendidikan
mereka yang membuat mereka menjadi miskin. Oleh karena itu, perawat
menjelaskan kepada mereka informasi seputar kesehatan dan menanamkan gaya
hidup sehat. Diharapkan para tunawisma tersebut dapat merubah perilaku mereka
untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimal.
3) Perawat sebagai pengamat kesehatan (monitoring)
Perawat memonitoring perubahan-perubahan yang terjadi pada tunawisma.
Bentuk monitoring dapat berupa observasi, kunjungan rumah, pertemuan atau
pengumpulan data.
4) Perawat sebagai panutan (role model)
Perawat dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada
masyarakat tunawisma tatacara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh
mereka.
5) Perawat sebagai komunikator
Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang
lain. Perawat memberikan perawatan yang efektif, memberikan pembuatan
keputusan antara individu dan keluarga, memberikan perlindungan bagi para
tunawisma dari ancaman terhadap kesehatan dan kehidupannya. Semua itu
dilakukan dengan komunikasi yang jelas agar kualitas kehidupan mereka terpenuhi.
6) Perawat sebagai rehabilitator
Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi
maksimal setelah sakit, kecelakaan atau kejadian yang menimbulkan
ketidakberdayaan lainnya. Seringkali tunawisma mengalami gangguan fisik dan
emosi yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu mereka untuk
beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.

c. Level Pencegahan Homeless (Tunawisma)


1) Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga tunawisma agar tetap berada di
rumah. Langkah untuk pencegahan primer yaitu:
a) Bantuan finansial
Memberikan pelayanan publik untuk mencegah terjadinya bantuan publik,
mengetahui tersedianya dana, dan mengajukan permohonan untuk
mendapatkan bantuan bagi tunawisma yang membutuhkan.
b) Bantuan hukum
Membantu tunawisma untuk berkonsultasi secara hukum agar tidak
terjadinya pengusiran.
c) Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada tunawisma.
d) Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan bagi tunawisma untuk membayar rumah
dan kebutuhan dasar.
2) Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala kebutuhan
serta pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma sulit mengakses
khususnya system pelayanan kesehatan karena mereka tidak memiliki tempat atau
alamat yang tetap, sehingga dengan tujuan mengeluarkan populasi tersebut dari
kondisi tersebut dan mengatasi dampak yang timbul akibat menjadi tunawisma.
Langkah untuk pencegahan sekunder ialah :
a) Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya yang rendah dan
menimbulkan persoalan umum bagi populasi tunawisma adalah mereka
menjalani medikasi dan regimen terapi.
b) Obat – obatan yang dapat disimpan dengan mudah
c) Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan ditempat
penampungan agar tunawisma tetap mendapatkan asupan makanan sesuai
yang ada di tempat penampungan tersebut.
d) Memberikan vitamin kepada tunawisma untuk mengompensasi defisit
nutrisi
e) Memahami dan memfasilitasi bahwa para tunawisma selalu melakukan
usaha terbaik untuk mengikuti program terapi
f) Mengidentifikasi faktor – faktor yang menghambat para tunawisma agar
tetap mendapatkan pelayanan kesehatan
3) Pencegahan tersier (Rehabilitasi)
Pencegahan tersier adalah pencegahan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi (Budiarto,2003). Langkah pencegahan tersier pada
tunawisma antara lain:
a) Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial
kepada para PMKS. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting guna
menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas para gelandangan dan
pengemis. Karena pada dasarnya mereka memiliki semangat dan rasa
percaya diri yang selama ini tersimpan jauh di dalam dirinya. Selain itu
mereka juga mempunyai potensi yang cukup besar, hanya saja belum
memiliki penyaluran atau sarana penghantar dalam memanfaatkan potensi-
potensi tersebut. Pada saat pertama kali para gelandangan dan pengemis
(gepeng) yang tercakup dalam razia, keadaan mereka sangat
memprihatinkan, ada yang memasang muka memelas ada juga yang dengan
santainya mengikuti semua proses dalam therapy ini, dalam therapy individu
dilakukan pengecekan terhadap semua gelandangan dan pengemis (gepeng)
satu persatu secara psikis.
b) Bimbingan kesehatan
Sebelum pihak dinas kesehatan melakukan bimbingan kesehatan,
terlebih dahulu para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
diberikan fasilitas penanganan kesehatan yaitu pemeriksaan kesehatan bagi
mereka yang sedang sakit. Kemudian kegiatan bimbingan kesehatan dimulai
dengan penyadaran tentang pentingnya kesehatan badan atau jasmani. Mulai
dari hal kecil seperti pentingnya mandi, gosok gigi dan memakai pakaian
bersih. Melihat selama ini kehidupan di jalanan yang sangat keras dan serba
tidak sehat, para gelandangan dan pengemis (gepeng) tentu masih merasa
kesulitan untuk menerapkan gaya hidup sehat sehingga apa yang diperoleh
dalam bimbingan kesehatan tidak diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan
mereka.
c) Bimbingan ketertiban
Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1 bulan
sekali, dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu lintas,
serta peraturan di jalan raya, sehingga para gelandangan dan pengemis tidak
lagi berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka di jalanan sangat
mengganggu keamanan serta ketertiban lalu lintas. Dalam proses bimbingan
ketertiban ini biasanya pihak dinas sosial mendatangkan narasumber dari
Satpol PP atau pihak kepolisian setempat. Menurut pengamatan peneliti
pada saat pertama mengikuti wejangan dari pak polisi para gelandangan dan
pengemis (gepeng) terlihat sangat antusias. Mungkin mereka takut
berhadapan dengan polisi, karena pada dasarnya para gelandangan dan
pengemis (gepeng) dijalanan sangat berhati-hati terhadap polisi, takut
ditangkap dan kemudian dipenjarakan.

d) Bimbingan keagamaan
Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial,
guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para gelandangan dan
pengemis.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PENYSKIT INFEKSI
Prevelensi

TB adalah masalah kesehatan dunia, WHO melaporkan sejak dahulu, faktanya menurut
etimilasi WHO prevelensi TB setiap tahun selalu meningkat. Samapai kini tahun 2017 kasus TB
di masyarakat sebanyak 13,7 juta dan sekitar 9,4 juta sebagai kasus baru. Kematian akibat TB
sekitar 1.3 juta jiwa namun fakta menunjukan keberhasilan dunia dalam mengatasi TB di mana
tahun 2010 di laporkan prevelensi TB menurun sekitar 1,7 juta jiwa atau 178 per 100.000
penduduk dunia. Menurut data yang dirilis WHO ( 2009-2011 ), 89 persen kasus TB ada di
negara berkembang ( high burden countries ) sekitar 98 persen merupakan penyebab utama
kematian, termaksuk penyebab kematian Ibu lebih besar dibandingkan dengan kematian yang
disebabkan oleh kehamilan, persalinan maupun nipas. Masih menurut laporan update WHO
tahun 2006 sekitar 75 persen kasus TB tenggorokan kelompok usia produktif yaitu antara 15-50
tahun. Mereka yang menderita TB akan mengalami kehilangan pekerjaan selama 3-4 bulan atau
bila di kurs pendapatan sebesar 20-30 persen, dan jikalau kematiannya disebabkan oleh TB maka
kehilangan pekerjaan dan pendapatan selama 15 tahun.

Insidensi

Fakta menunjukan dunia berhasil menurunkan laju epidemiologi TB di mana WHO merilis
bahwa pada tahun 2011 setiap tahunnya ditemukan kasus baru sekitar 8,8 juta menurun sekitar
600.000 penduduk dunia menurut laporan update WHO tahun 2009, meskipun tahun 2005
ditemukan sekitar 9,3 juta dan tahun 1990 yang lalu sebanyak 6,7 juta. Peningkatan yang
signifikan ini yang menjadi dasar WHO menetapkan situasi gawat darurat TB atau outbreak TB
yang dikenal dengan istilah kedaruratan global TB.

Klinis
Kebanyakan penyakit ini tidak memiliki gejala. Kalaupun ada gejalanya sangat ringan,
yakni berupa batuk yang tidak reproduktif yang disertai dengan panas, sesak, lelah sampai
beberapa bulan. Pada keadaan keadaan lanjut dapat terjadi pneumotoraks yang berulang.
Kadang-kadang pada 20% dari seluruh kasus dijumpai osteoporosis pada iga, panggul, dan
kepala.

Diagnosis
 Radiologi
Terdapat infiltrat nodular pada kedua lapangan atas dan tengah paru. Berbagai bayangan
pendukung adalah berupa pelebaran hilus oleh karena adanya pembesaran kelenjar.
Mungkin pula terdapat efusipleura. Pada pemeriksaan faal paru terjadi penurunan fungsi
restriktif dan pada beberapa keadaan terjadi defek pada fungsi ( DLCO ).
 Biopsi
Pada bronkoskopi maupun biopsi transbronkial dapat ditemukan sel histiosit X, akan tetapi
hal ini belum dapat menegakkan diagnosis. Identifikasi sel histiosit X harus dapat
dibuktikan dengan immunohisto chemical staining for S. 100 protein dan antigen CDL.
Dapat pula dengan menggunakan mikroskop elektron dimana dapat ditemukan granula
birbeck. Bila pemeriksaan di atas gagal, maka cara yang terbaik adalah dengan torakotomi.

Terapi
Dapat diberikan kortikosteroid. Beberapa usaha pengobatan yang lainnya antara lain :
 Menghentikan rokok, karena penyakit ini paling banyak terjadi pada perokok.
 Melakukan terapi simpatomimetik, seperti bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
 Mengalami pneumotoraks dengan pleurosidiosis, seperti memberikan oksigen bila terdapat
sesak napas.

Penyakit Paru Interstitial Limfositis Infiltraktif


Pneumonia Interstitial Limfositik
Penyakit ini pertama tama ditemukan oleh Carrington dan Liebow ( 1966 ). Dapat
dibedakan dari pneumonia interstitial oleh karena banyak terdapatnya sel-sel limfositoid pada
jaringan interstitial, disamping terdapatnya sel-sel plasma dan makrofag. Secara histopatologi
penyakit ini ditandai dengan :
 Terbentuknya granuloma tanpa perkejuan ( noncaseating ) yang disertai dengan
berkumpulnya sel-sel RES, mononuklear, dan sel raksasa ( glant cell ).
 Terdapatnya tumpukan amiloid pada perivakular dan paraseptal.
 Terbentuknya lymphoid genninal center.

Klinis
Penyakit ini seperti yang dinyatakan diatas muncul bersamaan dengan disproteinemia dan
penyakit sjogren. Sedangkan penyakit sjogren mempunyai triad penyakit dengan gejala
keratokonjungtiva sika, xerotomia, dan penyakit kolagen ( terdapat anteritis reumatoid ). Gejala
pada penyakit paru disebabkan oleh karena keringnya saluran pernapasan, sehingga terjadi
bronkitis, bronkiektasis, dan pneumonia. Penyakit paru interstitial ini sering ditemukan pada
wanita. Gejalahnya adalah batuk, sesak napas, dan jari tambur ( clubbing fingers ). Gejala yang
lainnya disebabkan oleh disproteinemia, yakni hepatomegalo, splenomegali, dan pembesaran
kelenjar parotis.

Terapi
Diberikan kortikosteroid bersama-sama dengan sitistatik dalam jangka waktu yang lama.
Hasil pengobatan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
 Kecepatan penyembuhan setelah diberikan kortikosteroid dan sitostatik
 Progresifitas dari penyakit, seberapa jauh terjadinya, fibrosis, dan komplikasi kor
pulmonale
 Apakah terjadi komplikasi infeksi
 Apakah terjadi komplikasi lomfoma
 Apakah terjadi tranformasi ke arah keganasan yang ditandai dengan pembesaran hilus,
invasi ke bronkus, penebalan pleura, metastasis ekstrapulmonal, hilangnya gerininal center,
dan gambaran mitosis yang abnormal.

Pneumonia Interstitial Sel Plasma

Adalah variasi dari pneumonia limfositik. Ditemukan oleh Moran ( 1970 ), dimana sel-sel
yang utama adalah sel plasma. Perbedaannya disini adalah pada pneumonia interstitial sel plasma
hampir tidak terjadi fibrosis maupun limfoma. Kadang-kadang terdapat sel granuloma pada paru
dan mempunyai hasil basis yang baik.

Penyakit ini harus dibedakan dengan plasmasitoma, oleh karena yang terakhir ini ganas,
dan juga harus dibedakan dengan makroglobulinemia Waldenstrom, karena sama-sama
mempunyai protein IgM monoklonal, akan tetapi pada yang terakhir terdapat banyak fibrosis.

Angloimunoblastik Limfadenopati
Prizzera pada tahun 1974 menemukan penyakit angloimunoblastik limfadenopati, dimana
keluhan penyakitnya menyerupai penyakit Hodgkin. Secara sistematik penyakit ini ditandai
dengan hiperaktivitas dari sistem limfosit B dengan terdapatnya gamopati poliklonal, sehingga
secara klinis maupun laboratorium penyakit ini di masukan kedalam penyakit kolagen.

Terdapat infiltrasi sel plasma, lomfosit, dan imunoblas kedalam kelenjar-kelenjar, begitu
pula pada perenkim paru juga diinfiltrasi oleh sel-sel tersebut. Kadang-kadang terdapat
hiperplasia sel tipe II dan proses fibrosis, kelainan terutama terjadi pada kelenjar limfa, hilus, dan
mediastinum.

Terapi

Pasien dengan angioimunoblastik limfadenopati mempunyai masa hidup yang lama dan
kematian disebabkan oleh karena infeksi pada paru oleh bakteri, nekrosis atau oleh virus,
terutama herpes simplex. Kematian yang disebabkan oleh limfoma maupun tranformasi kearah
sarkoma imunoblastik pernah dilaporkan oleh berbagai peneliti. Diberikan terapi kortikosteroid
dalam jangka waktu yang lama.

Hemosiderosis Pulmonal Idiopastik

Pengertian

Penyakit ini disebut juga dengan “brown lung indrutional” yang ditandai dengan
terdapatnya pendarahan alveolus yang luas dengan sebab yang belum diketahui. Perdarahan yang
terjadi diikuti dengan penumpukan hemosiderin tanpa disertai inflamasi, vaskulitis, nekrosis, dan
granuloma, dan hasil dari tes imunofluoresensi adalah negatif, begitu juga dengan antibodi anti
GBM.

Histopatologi

Secara histopatologi paru akan mejadi lebih berat dan besar, serta dipenuhi dengan modul-
modul perdarahan berwarna gelap kecoklatan yang disebabkan oleh penumpukan hemosiderin.
Begitu pula dengan saluran pernapasan juga dipenuhi dengan perdarahan. Selain itu juga
didapatkan fibrosis, bronkieksis, emfisema, dan pembesaran kelenjar hilus. Pada keadaan yang
lebih lanjut dapat terjadi kor pulmonale.
Pada pemeriksaan dengan ultramikroskop dapat ditemukan adanya degenerasi dan
hiperplasi dari sel alveolaris tipe II, dimana pada sitoplasmanya terdapat vakuola. Eritrosit dapat
ditemukan didalam alveoli, yakni pada tumpukan hemosiderin, selain itu dapat pula ditemukan
makrofag. Dapat terjadi fibrosis interstitial, hemosiderosis, dan degenerasi sel elastis. Pada
semua kasus didapat akumulasi limfosis, sel plasma, dan hemosiderofag. Degenerasi dan
hiperplasi dari epitel bronkus dapat juga ditemukan. Kandungan besi yang terdapat di dalam paru
dapat mencapai hampir lebih dari 2000 dari kadar besi normal.

Klinis

Walaupun penyakit ini terutama terdapat pada usia anak-anak akan tetapi 20% dapat terjadi
pada usia dewasa. Keluhan lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Keluhan yang
pertama kali muncul dapat berupa batuk dan pada bayi dapat ditandai dengan anemia defisiensi
besi, akan tetapi kadang-kadang tidak memberikan keluhan apapun. Bila terdapat hemosiderin
pada keadaan yang lebih lanjut, maka dapat terjadi keluhan batuk darah, nyeri dibawah dada, dan
lemah, disamping itu dapat pula ditemukan keluhan anemia, yakni berupa takikardia, takipnea,
demam, hepatosplenomegali, dan tanpa ditemukan adanya infeksi 20% dari pasien didapatkan
adanya adenopati dan 30% dapat ditemukan adanya jari tamba dan fibrosis interstitial.

Diagnosis

Harus dibedakan dengan aspirasi darah. Diagnosis dibuat atas dasar keluhan klinis dan
histopatologi setelah kemungkinan-kemungkinan dari penyakit lainnya disingkirkan.

Terapi

Disamping tranfusi, pemberian O2 dan penggunaan “chelating agents” untuk membebaskan paru
dari Fe juga dilakukan. Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison 1-2 mh/kg BB, dimana
diberikan setelah perdarahan berhenti. Dapat pula diberikan azatioprin 2-3 mg/kg BB,
plasmaferesis juga dapat diberikan bersama

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAM KOMUNITA PENYAKIT KRONIS
A. DM Tipe 2
DM tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non- Insulin Dependent Diabetes (NIDDM). Dalam DM
tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah
ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh total (Julien, Senécal&Guay,
2009).Jumlahnya mencapai 90-95 % dari seluruh pasien dengan diabetes, dan banyak dialami
oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas (CDC,
2005). Kasus DM tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan
terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM secara terjadi
kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme klinis. Sel
beta pankreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan secara sampai overkompensas
berlebihan sehingsa insulin disekresi kompensasi yang terus menerus menyebabkan kelelahan sel
beta pankreas (exhaustion) vana disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi insulin yang
menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang
menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga memenuhi kriteria
diagnosis DM (Manaf dalam Sudoyo, Waspadji dalam Soegondo, 2007).
a. Diabetes pada kehamilan (Gestational Diabetes) Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi
glukosa yang diketahui selama kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar dengan diabetes
kehamilan akan mengalami 2-4 % kehamilan. Wanita peningkatan risiko terhadap diabetes
setelah 5-10 tahun melahirkan (Porth, 2007).
b. DM tipe lain (Others Specific Types) Merupakan gangguan endokrin yang menim bulkan
hiperglikemia akibat peningkatan produks glukosa hati atau penurunan pengEgunaan glukosa
oleh sel (Porth, 2007). Sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes tipe ini
menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan sindrom tertentu, misalnya
diabetes yang terjadi dengan penyakit pankreas atau pengangkatan jaringan pankreas dan
penyakit endokrin seperti akromegali atau syndrom chusing, karena zat kimia atau obat, infeksi
dan endokrinopati (Soegondo, Scewondo & Subekti, 2009).lemak. Hal ini dinamakan resistensi
insulin perifer Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk melepas insulin saat terjadi
peningkatan glukosa darah (Smeltzer, et al. 2008).
B. Faktor -Faktor Risiko DM
Menurut Sudoyo (2006), faktor-faktor terjadinya DM antara lain:
1. Faktor Keturunan (Genetik) Riwayat keluarga dengan DM tipe 2, akan mempunyai peluang
menderita 15% dan risiko mengalami intoleransi glukosa DM sebesar yaitu ketidakmampuan
dalam memetabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30% (LeMone & Burke, 2008).
2. Obesitas Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan 2 20% dari berat ideal atau
BMI (Body Mass Index) 227kg/m2. Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor
insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan.
3.Riwayat diabetes gestasional Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau
melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg mempunyai risiko untuk menderita DM
tipe.
4. DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia (kadar glukosa darah
normal). Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM tipe
ini dijumpai pada 2-5 % populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akan kembali normal setelah
melahirkan, namun resiko ibu untuk mendapatkan DM tipe II di kemudian hari cukup besar
(Smeltzer, et al. 2008).
C. Manifestasi klinis Manifestasi klinis DM tergantung pada tingkat Manifestasi hiperglikemia
yang dialami oleh pasien. klinik khas yang dapat muncul pada seluruh tipe diabetes meliputi trias
poli, yaitu poliuria, polidipsi dan poliphagi. Poliuri dan polidipsi terjadi sebagai akibat
kehilangan cairan berlebihan yang dihubungkan dengan diuresis osmotic. Pasien juga mengalami
poliphagi akibat dari kondisi metabolik yang diinduksi oleh adanya defesiensi. insulin serta
pemecahan lemak dan protein.gejala gejala yang mendadak, perasaan gatal atau kekebasan pada
tangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi fuka yang lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan
penglihatan penyembuhannya lambat dan infeksi berulang (Smelt et al. 2008).
D. Diagnosis Dalam menentukan adanya diabetes mellitus, tes urin tunggal tidak boleh dilakukan
namun perlu ditambah dengan tes gula darah, dapat dikatakan diabetes ketika adanya gejala dan
peningkatan kadar gula darah (Dunning, 2003).untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari
darah menjadi berkutang. Hat ini dapat mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah
peningkatan Rukoneogenesis dimana glukosa darah meningkat. Efek kedua dari peningkatan
asam-asam temak bebas adalah menghambat pengambilan glukosa oleh sel otot. Dengan
demikian, walaupun kadar insulin meningkat, namun glukosa darah tetap abnormal tinggi Hal ini
menerangkan suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang terdapat pada diabetes tipe
2 (Johanis, 2000).
E. Stres
mengatakan stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan untuk
berespon atau melakukan tindakan.Respon ini sangat individual (Kozier, et al, 1995). karena
individu mempunyai sifat yang multidimensi (Crisp, 2001).Stres ketika ada ketidakcocokan
antara Selye (1976, dalam Potter & Perry, 2005).darah dapat dikontrol maka akan memnproteksi
terhadap komplikasi mikro dan makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikenmia yang
terkontrol. Patogenesis hipertensi pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks, banyak faktor yang
berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Pada DM faktor tersebut adalah resistensi insulin,
kadar gula darah plasma, obesitas selain faktor lain pada system otoregulasi pengaturan tekanan
darah (Sudoyo, 2006).

F.Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2 (Soegondo,
Soewondo & Subekti, 2009). Menurut Ketua 5. Aktivitas Fisik Association (Persadia), Soegondo
bahwa DM tipe 2 selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan
perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang
aktivitas fisik, stres.
G. Kadar Kolesterol
Kadar HDL Kolesterol s 35 mg/dL (0,09 mmol/L) dan atau kadar trigliserida 2259 mg/di (2,8
mmol/L) (Sudoyo, 2009). Kadar abnormal lipid darah erat dengan obesitas dan DM tipe 2.
Kurang lebih 38% pasien dengan IMT 27 adalah penderita hiperkolesterolemia. Pada kondisi
ini, perbandingan antara HDL (High Density Lipoprotein) dengan LDL (Low Density
Lipoprotein) cenderung menurun (dimana kadar trigliserida secara umum meningkat) sehingga
memperbesar risiko aterogenesis. salah satu mekanisme yang terlupakan menjadi predisposisi
diabetes tipe 2 adalah terjadinya asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari suatu
lemak visceral yang membesar. Proses ini menjelaskan terjadinya sirkulasi tingkat dari asam-
asam lemak bebas.
H. faktor usia yang resiko menderita dm tipe 2 adalah usia diatas 30 tahun.hal ini berlanjut pada
tingkat jaringan dan akhimya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis. Setelah
seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2mg% Faktor usia yang
risiko menderita DM tipe 2 dimulai dari tingkat sel, kemudian 3. Usia Perubahan tiap tahun saat
puasa dan akan naik 6-13% pada a jam setelah makan , berdasarkan hal tersebut bahw umur
merupakan faktor utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes serta gangguan toleransi glukosa
(Sudoyo,et al. 2009).
i.Tekanan Darah Seseorang yang berisiko menderita DM adalah yang mempunyai tekanan darah
tinggi (Hypertensi) yaitu tekanan darah 2 140/90 mmHg Pada umumnya pada diabetes melitus
menderita juga hipertensi. Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mempercepat
kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskular.

BAB V
KONSEP DASAR KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEFINISI
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan dibesarkan pada ilmu kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-spritual
yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun
sehat yang mencakup semua proses kehidupan manusia. Askep keperawatan lebih dari sekedar
merawat tetapi juga menjaga. Keperawatan membagi tanggung jawab untuk menjaga kesehatan
dan kesejahteraan seluruh manusia dikomunitas dan keperawatan berpartisipasi dalam program
yang disusun untuk mencegah penyakit dan pertahankan kesehatan. Perawatan dikomunitas
difokuskan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan manajemen
serta mengkordinasikan dan melanjutkan perawatan restoratif didalam lingkungan komunitas
klien (Potter & Perry, 2005).
PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Sumijatun, et. Al. (2006) mendefinisikan komunitas sebagai sekelompok mayarakat
mempunyai persamaan nilai (Value), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas gegrafi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembanga.
Sementara konzier et al. (1997) mengatakan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang, tempat
mereka dapat berbagi atribut dalam kehidupannya. Dapat disebabkan karena mereka tinggal
dalam satu lokasi atau adanya kesamaan nginap. Komunitas juga dapat diartikan sebagai
sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, memiliki nilai-nilai keyakinan dan
minat yang relatif sama serta berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komunitas juga
merupakan suatu sistem sosial yang setiap anggotanya baik formal dan informal saling
berinteraksi dan bekerja sama untuk suatu keuntungan seluruh anggotanya.
TUJUAN KEPERAWATAN KOMUNIAS
Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung (direct care) kepada seluruh
masyarakat dalam rentang sehat sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah
kesehatan masyarakat mempengaruhi individu, keluarga,dan kelompok maupun masyarakat.
Tujuan umum pelayanan keperawatan komunitas dalam pedoman penyelenggaraan upaya
keselamatan masyarakat dipuskesmas adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakatdalam
mengatasi masalah keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal. Sedangkan tujuan
khususnya adalah sebagai berikut:
1. Meningkanya pengetahuan, sikap dan perilaku individu,keluarga,kelompok dan
masyarakat tentang kesehatan.
2. Meningkatnya penemuan dini kasus-kasus prioritas.
3. Meningkatnya penanganan keperawatan kasus prioritas dipuskesmas
4. Meningkatnya penanganan kasus prioritas yang mendapatkan tindak lanjut keperawatan
dirumah
5. Meningkatnya akses keluarga miskin mendapat pelayanan kesehatan/keperawatan
kesehatan masyarakat.
6. Meningkatnya pembinaan keperawatan kelompok khusus.
7. Memperluas daerah binaan keperawatan dimasyarakat.

FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS


Fungsi merupakan rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain untuk
dilakukan menurut sifat atau pelaksanaannya.fungsi keperawatan komunitas erat kaitannya
dengan aspek khusus dari suatu tugas tertentu dalam komunitas. Adapun fungsi keperawatan
komunitas adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah kesehatan komunitas
melalui asuhan keperawatan
2. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya
dibidang kesehatan.
3. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,
komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
4. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan
atau kebutuhannya sehingga mendapakan penanganan dan pelayanan yang cepat dan
pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan.

RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS


Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya
kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatanmasyarakat (UKM). Pelayanan kesehatan
yang diberikan lebih difokuskan pada upaya promotif dan perventif tanpa mengabaikan kuratif
dan rehabilitatif.
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,keluarga,
kelompok,dan masyarakat dengan melakukan kegiatan pendidikan kesehatan (health education),
penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) seperti penyuluhan tentang peningkatan gizi,
pemeliharaan kesehatan lingkungan (kesling), pengamatan tumbuh kembang anak, dan
pendidikan seks (sex education).
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap saat terjadinya
penyakit. Pencegahan dimulai pada saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai
munculnya gejala atau gangguan kesehatan. Pencegahan bertujuan untuk menghambat proses
perjalanan penyakit sehingga dapat memperpendek waktu sakit dan menurunkan tingkat
keparahan penyakit. Pencegahan sekunder dilakukan melalui 2 (dua) kelompok kegiatan,yaitu:
1. Diagnosis diri dan pengobatan segera
Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah penemuan kasus secara dini (early case
finding), pemeriksaan umum lengkap (general check up), pemeriksaan massal (mass
screening), survei kontak, sekolah dan rumah (contact,school, and household survey),
penanganan kasus (case holding), serta pengobatan adekuat (adequate treatment).
2. Pembatasan kecatatan
Pembatasan kecatatan dilakukan melalui upaya penyempurnaan dan identifikasi terapi
lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban
sosial penderita, dan lain sebagainya. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui
berbagai program seperti program pemberantasan penyakit menular (P2M) dengan
kegiatan surveilance (active and passive case detection), progaram gizi dengan
kegiatan penimbangan anak balita, program kesehatan ibu dan anak (KIA) dengan
kegiatan deteksi dini faktor risiko gangguan dan kelainan kehamilan, program usaha
kesehatan (UKS) dengan kegiatan deteksi dini gangguan kesehatan gigi dan mata.

Pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan pada masyarakat yang telah sembuh
dari sakit serta mengalami kecatatan. Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau
ketidakmampuan terjadi sapai kondisi stabil atau menetap dan tidak dapat diperbaiki
(irreversible). Kegiatan dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi meliputi aspek medis dan sosial.
Pelayanan keperawatan komunitas dapat diberikan secara langsung (directcare) pada
semua tatanan pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Didalam unit pelayanan kesehatan
Contohnya dirumah sakit, puskemas, dan pelayanan kesehatan lain yang mempunyai
pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
2. Dirumah (home care)
Perawat home care memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga dirumah yang
menderita penyakit akut maupun kronis. Peranhome care dapat meningkatkan fungsi
keluarga dalam merawat anggota kaluarga yang mempunyai risiko tinggi masalah
kesehatan.
3. Disekolah
Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi
pendidikan seperti TK, SD, SMP,SMA, dan perguruan tinggi baik pada siswa, guru serta
karyawan. Perawatan sekolah malaksanakan program screening kesehatan,
mempertahankan kesehatan,dan pendididkan kesehatan.
4. Ditempat kerja atau industri
Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus kesakitan atau
kecelakaan minimal ditempat kerja atau kantor, home industr/imdustri, pabrik dan lain
sebagainya. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui pendidikan kesehatan umtuk
keamanan dan keselamatan kerja, alat perlindungan diri (APD), nutrisi seimbang,
penurunan stress, olahraga dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.
5. Dibarak-barak penampungan
Perawat memberikan tindakan perawatan langsung (direct care) terhadap kasus akut,
penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental.
6. Dalam kegiatan puskesmas kelling
Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok
masyarakat di pedesaan, serta kelompok terlantar. Pelayanan keperawatan yang
dilakukan adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan,perawat kasus penyakit
akut dan kronik, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
7. Dipanti atau kelompok khusus lain
Seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial lainnya serta rumah tahanan
(rutan) atau lembaga permasyarakatan (lapas).
8. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi
a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia yang mendapat
perlakukan kekerasan.
b. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan kesehatan jiwa
c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat
d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia, gelandangan
pemulung atau pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA atau orang dengan HIV-
AIDS), dan WTS.
SASARAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga,
kelompok khusus,dan masyarakat baik sehat maupun sakit serta yang berisiko tinggi mengalami
masalah kesehatan. Adapun sasaran dalam pelayanan keperawatan komunitas terdiri dari:
1. Individu
Individu merupakan anggota keluarga sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi,
psikologi, sosial, dan spiritual. Permasalahan kesehatan yang terjadi pada individu
dapat mempengaruhi anggota keluarga lain dan selanjutnya dapat mempengaruhi
komunitas. Permasalahan kesehatan yang dapat terjadi pada individu dikomunitas
seperti kasus diabetes mellitus (DM), tuberkulosis (TB), darah tinggi atau hipertensi,
dan lain sebagainya. Pada tingkatan individu, perawat dapat memberikan berbagai
upaya pelayanan keperawatan untuk membantu individu dalam mempengaruhi
kebutuhan dasarnya.
2. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
(KK) dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah karena pertalian
darah, ikatan perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan dirawat sebagai bagian dari keluarga. Sehingga seperti halnya pada
individu, masalah kesehatan yang terjadi pada satu keluarga dapat juga
mempengaruhi kondisi komunitas. Hal tersebut disebabkan karena antara keluarga
yang satu dengan yang lain dalam masyarakat cenderung saling ketergantungan dan
saling berinteraksi. Interaksi dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat termasuk aspek kesehatan.
Sasaran pelayanan keperawatan komunitas pada keluarga yaitu:
a. Keluarga sehat
Kritera keluarga sehat yang menjadi sasaran pelayanan keperawatan keluarga jika
seluruh anggota keluarga dalam kondisi sehat terapi memerlukan antisipasi terkait
dengan siklus perkembangan manusia dan tahapan tumbuh kembang keluarga.
Focus intervensi keperawatan terutama pada promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.
b. Keluarga risiko tinggi dan rawan kesehatan
Dimaksud keluarga risiko dan rawan kesehatan dimana satu atau lebih anggota
keluarganya memerlukan perhatian khusus. Keluarga risiko tinggi termasuk
keluarga yang memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan diri terkait siklus
perkembangan anggota keluarga dengan faktor risiko penurunan status kesehatan.
Misalnya bayi BBLR, balita gizi buruk, bayi atau balita yang belum diimunisasi,
ibu hamil risiko tinggi seperti perdarahan, infeksi, serta hipertensi, remaja
penyalahguna narkoba.
c. Keluarga dengan tindak lanjut perawat
Keluarga yang anggota keluarganya mempunyai masalah kesehatan dan
memerlukan tindak lanjut pelayanan keperawatan.misalnya pada keluarga pasca
hospitalisasi penyakit kronik, penyakit degeneratif, tindakanpembedahan, dan
penyakit terminal.
3. Kelompok khusus
Kelompo khusus merupakan sekumpulan individuyang mempunyai kesamaan
permasalahan kesehatan yang memerlukan kebutuhan kesehatan khusus yang dapat
diklasifikasikan menurut usia, jenis kelamin maupun permasalahan kesehatan yang
dialami. Kelompok tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Kelompok khusus akibat perkembangan dan pertumbuhan contonhnya adalah
kelompok balita, lansia, remaja, kelompok ibu hamil, ibu melahirkan, ibu
menyusui, dan lain sebagainya.
b. Kelompok khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan
Contohnya adalah kelompok penderita penyakit menular, penyakit tidak menular,
kelompok cacat fisik, cacat manular, serta cacat sosial.
c. Kelompok khusus dengan risiko tinggi terserang penyakit
Contohnya adalah kelompok wanita tuna susila (WTS) ,kelompok pekerja tertentu
dalam masyarakat, kelompok penyalahgunaan obat dan narkotika, dan lain
sebagainya.

Sasaran kelompok juga dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat


khusus yang rentan tehadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat dalam
suatu institusi, yaitu:
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain
posyandu, kelompok balita, kelompok ibu hamil, kelompok usia lanjut,
kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.
b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi antara lain sekolah,
pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan ( rutan), lembaga
permasyarakatan (lapas).
4. Masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi
terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada:
a. Masyarakat disuatu wilayah (RT, RW, kelurahan atau desa) yang mempunyai:
1) Jumlah bayi meninggal lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
2) Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
3) Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain.
b. Masyarakat didaerah endemis penyakit menular seperti tuberkulosis, malaria,
diare, demam berdarah, dan lain sebagainya.
c. Masyarakat dilokasi atau barak pengungsian,akibat bencana, konflik atau
akibat lainnya.
d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain daerah
terpencil,terisolasi,daerah perbatasan, daerah yang tidak terjangkau pelayanan
kesehatan.
e. Masyarakat didaerah pemukiman baru dengan transportasi sulit seperti daerah
trasmigrasi.

PERAN PERAWAT KOMUNITAS


Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam unit sosial ( Robbins, 2002). Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat
dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat diantaranya adalah:
1. Pemberi asuhan keperawatan ( care provider)
Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat berupa asuhan keperawatan masyarakat yang utuh (holistik) serta
berkesinambungan ( komprehensif). Asuhan keperawatan dapat diberikan secara
langsung maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan meliputi di
puskesmas, ruang rawat inap puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling,
sekolah, parti, posyandu, dan keluarga.
2. Peran sebagai pendidik (Educator)
Peran sebagai pendidik (educator) menuntut perawat untuk memberikan pendidikan
kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok ,dan masyarakat baik
dirumah,puskesmas dan dimasyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan
perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
3. Peran sebagai konselor (counselor)
Peran sebagai konselor melakukan konseling keperawatan sebagai usaha
memecahkan masalah secara efektif. Pemberian konseling dapat dilakukan dengan
melibatkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
4. Peran sebagai panutan (Role model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam
bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang
bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
5. Peran sebagai pembela (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu,kelompok atau tingkat komunitas. Pada
tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan fungsinya melalui pelayanan sosial yang
ada dalam masyarakat. Seorang pembela klien adalah pembela yang dari hak-hak
klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien,
memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien.
6. Peran sebagai manajer kasus (case manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
7. Peran sebagai kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapar dilaksanakan dengan cara bekerjasma
dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-lain
dalam kaitannya membantu mempercepat proses penyembuhan klien. Tindakan
kolaborasi atau kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang
lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk
merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
8. Peran sebagai penemu kasus (case finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu,
keluarga,kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan
dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui
kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.

BABA VI

KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS

PENDAHULUAN

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayananbio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, keluarga
dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Aspek keperawatan lebih dari sekedar merawat tetapi juga menjaga. Keperawatan membagi
tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan seluruh manusia di komunitas
(Potter & Perry 2005).

PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

(2006) mendefinisikan komunitas sebagai sekumpulan masyarakat yang mempunyai persamaan


nilai (value), perhatian o yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geogral yang
jelas dengan norma dan nilai yang telah melembaga Sementara at al (1997) mengatakan bahwa
komunitas adalah sekumpulan orang tempat mereka dapat berbagi atribut dalam kehidupannya
dapat disebabkan karena mereka tinggal dalam satu lokasi atau adanya kesamaan minat
Komunitas juga dapat diartikan sebagai sekeloos individu yang tinggal pada wilayah tertentu,
memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relative sama, serta berinteraksi satu sama lain
untuk anggotanya mencapai tujuan Komunitas juga merupakan suatu sistem sosial yang setiap
anggootannya baik formal maupun informal saling berintera dan bekerja sama untuk suatu
keuntungan seluruh anggotanya.

TUJUAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung (direct care) kepada seluruh masyarakat dalam
rentang sehat sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat
mempengaruhi individu, keluarga, dan kelompok maupun masyarakat Tujuan umum pelayanan
keperawatan komunitas dalam pedoman penyelenggaranaan upaya kesemnatan masyarakat di
puskesmas adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai
berikut

1. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok dan


masyarakat kesehatan.
2. Meningkatnya penemuan dini kasus-kasus prioritas.

3. Meningkatnya penanganan keperawatan kasus prioritas di Puskesmas

4. Meningkatnya penanganan kasus prioritas yang mendapatkan tindak lanjut keperawatan di


rumah.
5. Meningkatnya akses keluarga miskin mendapat pelayanankesehatan/keperawatan kesehatan
masyarakat.

6. Meningkatnya pembinaan keperawatan kelompok khususMemperfuse claonih binaan


keperawatan di masyarakat.

FUNGSIKEPERAWATAN KOMUNITAS

Fungsi merupakan rincian tugas yang sejesis atau erat hubungannya satu sama lain untuk
dilakukan menurut sifat atau pelaksanaannya Fungsi keperawatan komunitas orat kaitannya
dengan aspek khusus dari suatu tugas tertentu dalarn komunitas Adapun fungsi keperawatan
komunitas adalah sebagai berikut

1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah kesehatan komunitas melalui
asuhan keperawatan

2 Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya di


bidang kesehatan

3. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah, komunikasi


yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat. sehingga

4. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan atau


kebutuhannya mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat
mempercepat proses penyembuhan.

RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS

Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya kesehatan
perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM). Pelayanan kesehatan yang
diberikan lebih difokuskan pada upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif.
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat dengan melakukan kegiatan pendidikan kesehatan (health education), penyuluhan
kesehatanmasyarakat (PKM) seperti penyuluhan tentang peningkatan gizi. pemeliharaan
kesehatan perorangan, pemeliharaan kesehatan. lingkungan (kesling), pengamatan tumbuh
kembang anak, dan pendidikan seks (sex education).

Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama atau primer (primary prevention),
pencegahan tingkat kedua atau sekunder (secondary prevention) maupun pencegahan tingkat
ketiga atau tersier (tertiary prevention) Pencegahan primer merupakan pencegahan yang
dilakukan pada tahap prepatogenesis atau tahap sebelum terjadinya penyakit. Pencegahan primer
dimaksudkan agar masyarakat tetap berada pada kondisi sehat optimal (stage optimal health) dan
tidak jatuh dalam kondisi sakit. Upaya pencegahan primer juga termasuk di dalamnya adalah
upaya promotif ditambah dengan upaya perlindungan umum dan khusus (general and spesific
protection). Bentuk upaya perlindungan kesehatan umum dan khusus tersebut dapat dilakukan
melalui imunisasi, kebersihan diri, perlindungan diri dari kecelakaan (accidental safety),
perlindungan diri dari lingkungan, kesehatan kerja (occupational health), perlindungan diri
karsinogen, toksin dan alergen, serta pengendalian sumber-sumber pencemaran.

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap saat terjadinya
penyakit. Pencegahan dimulai pada saat bibit penyakit masuk ke dalam tubuh manusia sampai
munculnya gejala atau gangguan kesehatan. Pencegahan bertujuan untuk menghambat proses
perjalanan penyakit sehingga dapat memperpendek waktu sakit dan menurunkan tingkat
keparahan penyakit. Pencegahan sekunder dilakukan melalui 2 (dua) kelompok kegiatan, yaitu :

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera

Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah penemuan kasus secara dini (early case finding),
pemeriksaan umum lengkap (general check up), pemeriksaan massal (mass screening), survei
kontak, sekolah dan rumah (contact, school, and household survey), penanganan kasus (case
holding), serta pengobatan adekuat (adequate treatment).

2 Pembatasan kecatatan
Pembatasan kecatatan dilakukan melalui upaya penyempurnaan dan identifikasi terapi lanjutan,
pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lain
sebagainya. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui berbagai program seperti program
pemberantasan penyakit menular (P2M) dengan kegiatan surveilance (active and passive case
detection), program gizi dengan kegiatan penimbangan anak balita, program kesehatan ibu dan
anak (KIA) dengan kegiatan deteksi dini faktor risiko gangguan dan kelainan kehamilan,
program usaha kesehatan sekolah (UKS) dengan kegiatan deteksi dini gangguan kesehatan gigi
dan mata.

Pencegahan tersier merupakan upaya pencegahan padamasyarakat yang telah sembuh dari sakit
serta mengalami kecacatan. Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau ketidakmampuan
terjadi sampai kondisi stabil atau menetap dan tidak dapat diperbaiki (irreversible) Kegiatan
dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi meliputi aspek medis dan sosial.

Pelayanan keperawatan komunitas dapat diberikan secara langsung (direct care)pada semua
tatanan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Di dalam unit pelayanan kesehatan

Contohnya di Rumah Sakit, Puskesmas, dan pelayanan kesehatan lain yang mempunyai
pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

2. Di rumah (home care)

Perawat home care memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di rumah yang
menderita penyakit akut maupun kronis Peran home care dapat meningkatkan fungsi
keluargadalam merawat anggota keluarga yang mempunyai risiko tinggi masalah
kesehatan.

3. Di sekolah

Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi
pendidikan seperti TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi baik pada siswa, guru serta
karyawan. Perawat sekolah melaksanakan program screening kesehatan,
mempertahankan kesehatan, dan pendidikan kesehatan.
4. Di tempat kerja atau industry

Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus kesakitan atau
kecelakaan minimal di tempat kerja atau kantor, home industry/industri, pabrik dan lain
sebagainya. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui pendidikan kesehatan untuk
keamanan dan keselamatan kerja, alat perlindungan diri (APD), nutrisi seimbang,
penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta pengawasan makanan

5. Di barak-barak penampungan Perawat memberikan tindakan perawatan langsung (direct


care) terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental.

6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling

Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok


masyarakat di pedesan, serta kelompok terlantar Pelayanan keperawatan yang dilakukan
adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus penyakitakut dan
kronis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.

7. Di Panti atau kelompok khusus lain

Seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial lainya serta rumah tahanan
(rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Pelayanan pada kelompok kelompok risiko tinggi

a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, fansia yang mendapat


perlakukan kekerasan

b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan

c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat

d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok jiwa lansia, gelandangan


pemulung atau pengernis, kelompok penderita HIV (ODHA atau Orang dengan HIV-
AIDS), dan WT
SASARAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga,


kelompok khusus, dan masyarakat baik sehat maupun sakit serta yang berisiko tinggi mengalami
masalah kesehatan. Adapun sasaran dalam pelayanan keperawatan komunitas terdiri dari

1. Individu

Individu merupakan anggota keluarga sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi,
psikologi, sosial, dan spiritual. Permasalahan kesehatan yang terjadi pada individu dapat
mempengaruhi anggota keluarga lain dan selanjutnya dapat mempengaruhi komunitas.
Permasalahan kesehatan yang dapat terjadi pada individu di komunitas seperti kasus
diabetes mellitus (DM), tuberkulosis (TB), darah tinggi atau hipertensi, dan lain
sebagainya. Pada tingkatan individu, perawat dapat memberikan berbagai upaya
pelayanan keperawatan untuk membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
(KK) dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah karena pertalian darah,
ikatan perkawinan atau adopsi, Anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan
dirawat sebagai bagian dari keluarga. Sehingga seperti halnya pada individu, masalah
kesehatan yang terjadi pada satu keluarga dapat juga mempengaruhi kondisi komunitas
Hal tersebut disebabkan karena antara keluarga yang satu dengan yang lain dalam
masyarakat cenderung saling ketergantungan dan saling berinteraksi. Interaksi dapat
terjadi dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat termasuk aspek kesehatan.
Sasaran pelayanan keperawatan komunitas pada keluarga yaitu:

a. Keluarga Sehat

Kriteria keluarga sehat yang menjadi sasaran pelayanan keperawatan kelurga jika
seluruh anggota keluarga dalam kondisi sehat tetapi memerlukan antisipasi terkait
dengan siklus perkembangan manusia dan tahapan tumbuk kembang keluarga. focus
intervensi keperawatan terutama pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

b. Keluarga risiko tinggi dan rawan kesehatan


Dimaksud keluarga risiko dan rawan kesehatan dimana satu atau lebih anggota
keluargannya memerlukan perhatian khusus. Keluarga risiko tinggi termasuk
keluarga yang memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan diri terkait siklus
perkembangan anggota keluarga dengan faktor risiko penurunan status kesehatan.
Misalnya bayi BBLR, balita gizi buruk, bayi atau balita yang belum diimunisasi, ibu
hamil risiko tinggi seperti perdarahan, infeksi, serta hipertensi, remaja penyalahguna
narkoba.

c. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan Keluarga yang anggota keluarganya


mempunyai masalah kesehatan dan memerlukan tindak lanjut pelayanan
keperawatan. Misalnya pada keluarga pasca hospitalisasi penyakit kronik, penyakit
degeneratif, tindakan pembedahan, dan penyakit terminal.

3 Kelompok Khusus Kelompok khusus merupakan sekumpulan individu yang mempunyai


kesamaan permasalahan kesehatan yang memerlukan kebutuhan kesehatan khusus yang dapat
dikasikasikan menurut usia jenis kelamin maupun per masalahan kesehatan yang dialami.
Kelompok tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu lansia, remaja,

a. Kelompok khusus akibat perkembangan dan pertumbuhan Contohnya adalah kelompok


balita, kelompok ibu hamil ibu melahirkan, ibu menyusui, dan lain sebagainya

b. Kelompok khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan Contohnya adalah


kelompok penderita penyakit menular, penyakit tidak menular, kelompok cacat fisik,
cacat mental, serta cacat sosial.

c. Kelompok khusus dengan risiko tinggi terserang penyakit Contohnya adalah kelompok
wanita tuna susila (WTS).kelompok pekerja tertentu dalam masyarakat, kelompok
penyalahgunaan obat dan narkotika, dan lain sebagainya

Sasaran kelompok juga dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat khusus yang rentan
terhadap timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam
suatu institusi, yaitu:
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara lain Posyandu,
Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia Lanjut, Kelompok penderita
penyakit tertentu, kelompok pekerja informal.

b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi, antara lain sekolah,
pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan (rutan), lembaga
pemasyarakatan (lapas).

4. Masyarakat

Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko tinggi
terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada

a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan atau Desa) yang mempunyai

1. Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain:

2. Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

3. Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerahlain.

b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular seperti tuberkulosis, malaria, diare,


demam berdarah, dan lainsebagainya.

c. Masyarakat di lokasi atau barak pengungsian, akibat bencana, konflik atau akibat
lainnya.

d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografi sulit antara lain daerah terpencil,
terisolasi, daerah perbatasan, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan.

e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transportasi sulit seperti daerah


transmigrasi.

PERAN PERAWAT KOMUNITAS


Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam unit sosial (Robbins, 2002). Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial
baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh
perawat kesehatan masyarakat diantaranya adalah :

1. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)

Peran perawat sebagai care provider ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat berupa asuhan keperawatan masyarakat yang utuh (holistik) serta
berkesinambungan (komprehensif) Asuhan keperawatan dapat diberikan secara langsung
maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan meliputi di puskesmas,
ruang rawat inap puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, sekolah,
panti,posyandu, dan keluarga.

2. Peran Sebagai Pendidik (Educator)

Peran sebagai pendidik (educator) menuntut perawat untuk memberikan pendidikan


kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik di rumah,
puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai
derajat kesehatan yang optimal Perawat bertindak sebagai pendidik kesehatan harus
mampu mengkaji kebutuhan klien yaitu kepada individu, keluarga kelompok masyarakat,
pemulihan kesehatan dari suatu penyakit menyusun program penyuluhan atau pendidikan
kesehatan baik sehat maupun sakit. Misalnya penyuluhan tentang nutrisi, senam lansia,
manajemen stress, terapi relaksasi, gaya hidup bahkan peyuluhan mengenai proses
terjadinya suatu penyakit

3. Peran Sebagai Konselor(Counselor) Perawat sebagai konselor melakukan konseling


keperawatan sebagai usaha memecahkan masalah secara efektif. Pemberian konseling
dapat dilakukan dengan melibatkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

4. Peran Sebagai Panutan (Role Model) Perawat kesehatan masyarakat harus dapat
memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan
dicontoh oleh masyarakat.
5. Peran Sebagai Pembela (Advocate)

Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat komunitas. Pada
tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan fungsinya melalui pelayanan sosial yang
ada dalam masyarakat. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak hak klien.
Pembelaan termasuk di dalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan
kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien.

6. Peran Sebagai Manajer kasus (Case Manager)

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan


kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya.

7. Peran Sebagai Kolaborator

Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerjasama dengan
tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam
kaitanya membantu mempercepat proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau
kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada tahap
proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk merencanakan tindakan
yang akan dilaksanakan.

8. Peran Sebagai Penemu Kasus (Case Finder)

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu,


keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan
keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan
rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.

Anda mungkin juga menyukai