Anda di halaman 1dari 32

BAB 1 PENDAIIULUAN

1.1 PENDAHULUAN

Hidrolika merupakan salah satu bagian dari cabang ilmu mekanika fluida. Hidrolika
dipakai untuk studi, penclitian dan aplikasi dari sifat-sifat dan tingkah laku fluida yang
berhubungan dengan para ahli rekayasa (engineers). Secara lebih khusus bagi para ahli
praktisi yang lebih berkecimpung dalam fluida satu jenis saja yaitu air.
Ilmu Hidrolika oleh para ahli dan praktisi dipakai sebagai alat untuk pemahaman,
pengembangan sitem sosial dan system ekonomi mempunyai ketergantungan yang besar
terhadap infrastruktur fisik dalam kaitan nya dengan lingkngan alam, Peranan infrastruktur
keairan (penyedia air bersih, drainase, sungai dan lain lain) adalah sangat penting karena
merupakan bagian dari system infrastruktur yang mendukung system ekonomi dan system
sosial sekaligus, sebagai kerangka landasan kedua system itu.dalam keseimbangan harmoni
dalam alam lingkungan. System penyedia air memakai dasardasar aliran pada saluran terbuka
dan aliran pada pipa yang tergantung pada bentuk penampangnya, sedangkan sungai dan
drainase umumnya berdasarkan konsep aliran dalam pipa. Oleh karena itu, untuk memahami
infrastruktur tentang hidrolika mutlak diperlukan.
System drainase kota sebagai sarana untuk menyalurkan kelebihan air (terutama air
hujan), di kota masih belum dapat mengatasi persoalan banjir yang terjadi di beberapa kota
besar. Penyediaan air bersih dengan system jaringan pipa masih juga belum mampu mengatasi
kebutuhan air bersih terutama di kota-kota besar. Saluran irigasi mulai dari bendungan
(saluran primer) sampai ke saluran kuarter kemudian saluran pembuangan perlu direncanakan
dengan analisis yang matang, sehingga masing-masing saluran dapat bekerja dengan baik.
Dalam bidang Teknik Sipil, hidrolika merupakan bagian ilmu praktis yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan aliran zat cair. Maka, ilmu ini
harus dipahami dengan baik, bukan hanya melalui perkuliahan saja (teori, tetapi juga melalui
percobaan di lapangan, !raktikum adalah cara tersendiri untuk

memahami bagaimana teori tersebut dapat diterapkan, sehingga kita akan melihat perbandingan teori
dan kondisi sesungguhnya.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari Praktikum ini yaitu :

1. Mahasiwa dapat mentukan kehilangan energi pada aliran dalam pipa.


2. Mahasiwa dapat menentukan profil muka air dan loncatan air pada Pintu Sorong dan
Ambang.
3. Mahasiwa dapat mengukur kecepatan arus aliran menggunakan alat Current Meter

1.3 WAKTU PELAKSANAAN

Hari/tanggal : Kamis, 23 Desember 2021

Waktu : 14.15- 15.15 WIB

Lokasi : Laboratorium Teknik Sipil UMMI


BAB II DASAR TEORI

2.1 ALIRAN DALAM PIPA

2.1.1 TEORI DASAR RUMUS

Energi aliran biasanya dinyatakan dalam :

E = W4 . H (Nm=. Joule)

Dimana : W = Berat Air (Newton)

H = Tinggi (m)

Sehingga : WE = H Energi Persatuan Berat

Selanjutnya energi aliran dinyatakan dalam tinggi energi (=H) dan bisa juga dinyatakan bahwa E =
H = artinya tinggi energi.

Persamaan energi adalah perbandingan energi aliran dari section pertama dengan section kedua.

E1 = E2 + ꙱ H

Dimana : ꙱ H = Kehilangan Energi (loss Energi)


Persamaan energi : El = E2 + ∆ H

P V2 P V2
Z1 + − =Z 2+ + + ∆ H
γa 2 g γa 2 g

Dimana : ∆ H =hғ +∆ Hm

L V2
hF = f. . (Mayor Losses)
D 2g

V2
∆Hm = k. (Minor Losses)
2g

2.1.2 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Mayor Losses

Perhitungan aliran di dalam pipa pada umumnya memakai persamaan


DarcyWeisbach,

L V2
h F =f
D 2g

Keterangan :

hF = Kehilangan ata kerigian tinggi tekan akibat gesekan (cm)

f = Koefisien gesek

L = Panjang Pipa (cm)

D = Diameter Pipa (cm)

V = Kecepatan (cm/s)

g = Percepatan gravitasi (9,81 cm/ s2)

piezometer

Gambar 2.1 aliran pada pipa lurus


Dari keterangan diatas diketahui bahwa hfialah kehilangan tinggi tekan, dalam Panjang pipa
L, yang mempunyai garis tengah dalam D, dan kecepatan

rata-rata V. Faktor gesekan f ialah suatu faktor tanpa dimensi yang diperlukan untuk membuat
persamaan tersebut menjadi harga kehilangan atau kerugian yang benar. Semua besaran dalam
persamaan harga kehilangan atau kerugian yang benar. Semua besaran dalam persamaan tcsebut
kecuali f dapat diukur secara eksperimental. Adapun bilangan Reynold dapat didefinikan sebagai
berikut :

v ρDV
ℜ= =
μ / ρD μ

Dimana : v = kecepatan rata-rata (m/dtk)

D = garis tengah pipa bagian dalam (m)

ρ 2
V = kekentalan kinematik fluida ( = =m / dtk )
μ

ρ = kerapatan massa fluida (kg 3 / m3 ¿

μ = kekentalan mutlak (Pa.dtk)

Faktor gesekan f dapat diturunkan secara matematis menjadi :

a). Aliran laminer (Re¿ 2000 ¿ □ f = 64/Re

b). Aliran turbulen (Re ¿ 4000 ¿ f =0.316 /ℜ−0,25, persamaan Blassius.

Selanjutnya dicari hubungan f dengan Re pada Diagram Moody untuk menentukan kesesuaian
pengukuran yang dilakukan,

Gambar 2.2 Pipa Ekspansi tiba-tiba

Terjadinya perubahan geometrik penampang Pipa (dalam hal ini pelebaran) mengakibatkan energi
aliran berkurang. Hal ini terlihat dari perbedaan ketinggian piezometer ukur yang mengalami
penurunan. Selanjutnya kehilangan tinggi tekan akibat ekspansi tiba-tiba ini dapat dihitung dengan
persamaan :

V2
∆ H e =K e .
2g
Dimana :

∆ H = perbedaan tinggi tekan piezometer

e = koefisien kehilangan tinggi tekan.

V1 = kecepatan aliran penampang 1 ( pipa kecil)

g = percepatan gravitasi

Jelaslah bahwa k3hilangan tinggi tc3kan sebanding dengan kuadrat kecepatan. Suatu cara untuk
m3mpermudah dalam menyatakan kerugian kecil dalam aliran adalah dengan sarana koefisien k,
yang biasanya ditentukan dengan eksperimen.

1. Akibat Penyempitan mendadak (kontmksi tiba•tiba). Sama halnya dengan pelebaran


penampang pipa maka penyempitan (kontraksi) pun mengalami kehilangan energi.
Perbedaan ketinggian yang ditunjukkan piezometer pada pengukuran kontraksi ini
membuktikan adanya penurunan dari hulu ke hilir aliran. Kehilangan tinggi tekan akibat
kontraksi tiba-tiba ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Persamaannya dapat ditulis :

V2
∆ H c =kc . : dimana Cc = Koefisien penyempitan (kontraksi).
2g

2. Akibat tikungan tiba-tiba.

Gambar 2.3 Tikungan pipa Tinjauan kehilangan tinggi tekan :


a. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan dalam pipa di tikungan (□Ht) dengan koefisien
kehilangan tinggi tekan (Kt).
b. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan sepanjang pipa ditikungan (□Hf)
□Ht- tf = □Htf
Secara umum rumus kehilangan tinngi tekan adalah
V2
∆ H t =K t .
2g
Dimana :
∆ Ht = kehilangan tinggi tekan (cm)
Kt = koefisien kehilangan tinggi tekan
V = kecepatan aliran (cm/s)
g = percepatan gravitasi (9,81 cm/ s2 ¿

2.I .3 Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Fitting (Katub : Kran).


Kehilangan tinggi tekan akibat katub (□Hkatub) dapat ditentukan dari selisih ketinggian air
pada pembacaan piezometer.
V2
∆ HG=KG . →Globe valve
2g
V2
∆ H g=K g . → gate valve
2g
Dalam hal ini kehilangan tinggi tekan akibat katub (globe valve dan gate valve) dapat ditentukan
dengan melakukan penutupan kran tetapi tidak sampai 100% tertutup.

2.2 PINTU SORONG

Pintu sorong yang di gunakan dalam percobaan ini adalah pintu air gesek tegak dengan tipe
aliran bawah. Pada rancangan pintu sorong jenis ini, hal yang menjadi perhatian utama adalah
hubungan antara debit dengan distribusi tekanan pada pintu dan bentuk pinggiran pintu.

2.2.1 Debit aliran (Q)

Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. Fungsi
dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang mengalir pada suatu
sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu detik.

Berdasarkan penerapan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum (kekekalan massa),


serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi, dapat diterapkan persamaan Bernoulli untuk
menghitung besar debit berdasarkan tinggi muka air sebelum dan pada saat kontraksi. Besarnya debit
aliran (Q) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
1
Q ( )
= 64,098× π ∆ H 2 (cm¿¿ 3 /s)¿
Dimana :

Q = Debit aliran (cm¿¿ 3/ s)¿

π = 3,140

∆H = Selisih Pembacaan Manometer

2.2.2 Debit Teori Pintu Sorong

Besarnya debit teori (Bernoulli) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(2.2)

Debit Aktual (Qa) diperoleh dengan memasukkan harga koefisien kecepatan (Cv) dan koefisien
kontraksi (Cc) ke dalam persamaan (2.2), sehingga persamaan tersebut menjadi:

y1
C c= (2.3)
yg

Qa
C v= (2.4)
Q1

Dimana :

g = Percepatan gravitasi = 9,810 cm/ s2

b = Lebar saluran = 9,700 cm


2.2.3 Gaya yang Bekerja pada Pint Sorong

Gambar 2.5 Distribusi Gaya yang Bekerja pada Pintu Sorong

Gaya dorong yang bekerja pada Pintu sorong akibat tekanan hidrostatis dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

y 20 ρ ×Q 2a
Fg
[
= 0,5 × ρ × g × y 1
( )] [
y1
2
−1 − 2
b × y1 ( )]
1−
y1
y0
(2.6)

Dimana :

g : Percepatan gravutasi = 981,00cm/ s2

b : Lebar saluran = 9,700 cm

2.2.4 Air Loncat (Hydraulic Jump)

Aliran pada Pintu sorong adalah aliran tak mantap (unsteady flow) yang berubah tiba-tiba
sehingga muka air dari subkritis menjadi superkritis. Aliran yang keluar dari pintu biasanya memi
liki kecepatan tinggi yang dapat
Mengikis dasar saluran ke arah hilir. Perhitungan yang digunakan pada air loncat adalah
sebagai berikut :
1. Bilangan Froude
Bilangan Froude adalah bilangan tak bersatuan yang digunakan untuk mengukur
resistensi dari sebuah benda yang bergerak melalui air dan membandingkan benda-
benda dengan ukuran yang berbeda-beda.
v
F ra=
√g × y
(2.7)
Di mana :
v ; Kecepatan aliran
y : Tinggi aliran
2. Kedalaman di hulu (ya) dan hilir (yb) air loncat memiliki hubungan sebagai berikut :
yb 1
ya
= ( 1+8 × Fr a ² ) −1
2 √
(2.8)
Di mana :
Fra : Bilangan Froude di hulu air loncat (titik a)
3. Energi spesifik
Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai energi air per
satuan berat pada penampang saluran, diperhitungkan terhadap dasar saluran. Saluran
dengan kemiringan kecil dan tidak ada kemiringan dalam aliran airnya ( α =1 ), maka
energi spesifik dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

E ¿ y+
2 gA ²
(2.9)
Di mana :
E : Energi spesifik pada titik tinjau (cm)
y : Kedalaman air dititik ditinjau (cm)
Q : Debit aliran (cm³/a)
g : Percepatan gravitasi (cm²/s)
A : Luas permukaan basah (cm²)
Energi spesifik tertentu terdapat dua kemungkinan kedalaman, misalnya ya dan yb.
Kedalaman hilir disebut alternate depth dari kedalaman hulu dan begitu juga sebaliknya.
Keadaan kritis kedua kedalaman tersebut seolah menyatu dan dikenal sebagai kedalaman
kritis (yc).
Kedalaman air loncat sebelum loncatan selalu lebih kecil daripada setelah loncatan. Energi
spesifik pada kedalaman awal ya lebih besar daripada energi spesifik pada yb. Perbedaan
besarnya energi merupakan suatu kehilangan energi (∆ E) yang sebanding dengan
penurunan tinggi muka air (∆ h). Kehilangan energi disebabkan oleh gesekan fluida dengan
dinding pipa dan belokan pipa. Kehilangan energi dapat dihitung dengan persamaan :
( y b− y a ) ³
∆h ¿
4× ya× yb
(2.10)
2.3 AMBANG LEBAR DAN TAJAM
2.3.1 AMBANG LEBAR
Peluap disebut ambang lebar apabila B¿0,4 hu, dengan B adalah lebar peluap, dan hu adalah
tinggi peluap.

Gambar 2.6 Aliran diatas ambang lebar


Keterangan :
Q = debit aliran (m³/dt)

H = tinggi tekanan total hulu ambang ¿ Yo+
2. g
P = tinggi ambang (m)
Yo = kedalaman hulu ambang (m)
Yc = tinggi muka air di atas hulu ambang (m)
Yt = tinggi muka air setelah hulu ambang (m)
hu = tinggi muka air di atas hilir ambang =Yo−¿P (m)
Ambang merupakan salah satu kontruksi pengukur debit. Debit aliran yang terjadi pada
ambang lebar dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :
Q=Cd ¿ b¿ ( h3 3 /2 ) . . . . . . . . . . . . (2.1)
Keterangan :
Q = debit aliran (m³/dt)
h = tinggi total hulu ambang (m)
Cd = koefisien debit
b = lebar ambang (m)
debit aliran juga dapat dihitung dengan :
3
Q=Cd∗Cv∗b∗hu2 . . . . . . . . . . . (2.2)
Keterangan :
Q = debit aliran (m³/dt)
hu = tinggi muka air hulu ambang (m)
Cd = koefesien debit
Cv = koefesien kecepatan
b = lebar ambang (m)

Dengan adanya ambang, akan terjadi efek pembendungan di sebelah hulu ambang.
Efek ini dapat dilihat dari naiknya permukaan air bila dibandingkan dengan sebelum
dipasang ambang. Dengan demikian, pada penerapan di lapangan harus di antisipasi
kemungkinan banji di hulu ambang.
Secara teori naiknya permukaan air ini merupakan gejala alam dari aliran dimana
untuk memperoleh aliran air yang stabil, maka air akan mengalir dengan kondisi aliran
subkritik, karena aliran jenis ini tidak akan menimbulkan gerusan (erosi) pada permukaan
saluran.
Pada saat melewati ambang biasanya aliran akan berperilaku sebagai aliran kritik,
selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil. Pada kondisi tertentu misalkan dengan adanya
terjunan atau kemiringan saluran yang cukup besar, setelah melawati ambang aliran dapat
pula berlaku sebagai aliran super kritik.
Pada penerapan di lapangan apabila kondisi super kritik ini terjadi maka akan sangat
membahayakan, dimana dasar tebing saluran akan tergerus. Strategi penanganan tersebut
diantaranya dengan membuat peredam energy aliran, misalnya dengan memasang lantai
beton atau batu-batu cukup besar di hilir ambang.
Tingkat kekritikan aliran tersebut dapat ditentukan dengan mencari bilangan Froud dengan
persamaan :
v
F= . . . . . . . . (2.3)
√g . D
Keterangan :

F = angka froud ( froud number)

D = kedalaman aliran (m)


Dimana jika :
F<1 disebut aliran subkritik
F=1 disebut aliran kritik
F>1 disebut aliran super kritik
2.3.2 AMBANG TAJAM
Dasar ambang tipis dan ambang lebar
Gambar 2.7 Ambang Tipis dan Ambang Lebar
Gambar 2.1 menunjukan gambar Ambang tipis (A; t < 0.5 Hu) dan Ambang lebar (B, t >
0,66 Hu); aliran tidak stabil apabila: 0.5 Hu < t < 0.66 Hu. Sketsa Aliran Melalui Ambang
Tajam.

Gambar 2.9 Nappe tertekan


Q1 ¿ (1,08−¿1. 10).Q . . . . . . . . . . . (1)
Dimana :
K = konstanta
L = Lebar Ambang
Gambar 2.10 Nappe Tenggelam
Q 2=1,84 . K . L . H 13 /2. . . . . . . . . (2)
Rumus :
Untuk rectangular sharp crested weir, berlaku formula sebagai berikut :
3
2
Q= .Cd . b √ 2. g . h 2 . . . . . . . . (4)
3
Q
Cd= 3
2 . . . . . . . . . . . . . . (5)
.b . √ 2 , g , h 2
3
Jika ambang tajam pada seluruh lebar saluran maka koefesien debit (Cd )adalah sama
dengan:
h
Cd=0,602+0,05 . . . . . . . . . . . . . . . . . (6)
p
Dimana :
h = tinggi peluapan di sebelah hulu ambang tajam
p = tinggi ambang tipis dari dasar
Menghitung Koefesien Kecepatan (Cv)
Q
Cv= 3
2
1.704 .Cd . b . hw
Geometri aliran yang dipengaruhi oleh aliran hulu.
Menentukan Debit Aliran Aktual (Qact)
Persamaan Bernoulli
E 1=E 2
P1 V 1 ² P2 V 2 ²
Z1 + + = + +Z 2
γ air 2 g γ air 2 g
Karena saluran horizontal maka Z1=Z2
P 1−P2 V 2 ²−V 1 ²
= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
γ air 2g
Hukum Kontinuitas
A1 V 1= A2 .V 2
A .V
V 1= 2 2
A1
( 0,25.3,14 d 22 .V 2 )
¿
( 0,25 . 3,14 . d 1 ² )
d 24 . V 22
V 1 ²= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
d 14

Subtitusikan persamaan (2) ke dalam persamaan (1) :


d 24 . V 2 2
2
V2 −
P 1−P2 d 14
=
γ air 2g

d 24
P 1−P2
=
V 2 1−2
( )
. d 14 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
γ air 2g
Dalam kondisi keseimbangan didapat :
P1 +γ air ( ∆ H + y )=P2+ γ air . y +γ H g . ∆ H
P1 +γ air . ∆ H + γ air . y =P2+ γ air . y+ γ H g . ∆ H
P1 +γ air . ∆ H =P 2+ γ H g . ∆ H
P1 P γH
+∆ H = 2 + g ∆ H
γ air γ air γ air
P 1 P2 γ Hg ∆ H
− = −∆ H
γ air γ air γ air
P 1−P2 ( γ Hg−γ air ) ∆ H
=
γ air γ air
P 1−P2
=∆ H ( γ Hg−γ air ) ; dimana γ Hg=13,6 ; γ air =1
γ air
P 1−P2
=12,6 ∆ H
γ air
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (4)
25,2 ∆ H . g
V 2 2=
d 24
( )
1−
d 14
Q= A 2 . V 2
( 0,25.3,14 . d 22 . (25,2. ∆ H . g ) ½ )
Q= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (5)
(1−d 24 /d 14 ) ½
Dari data diketahui :
d1 = 3,14 cm
d2 = 2,00 cm
g = 981 cm/det2
maka persamaan (1) menjadi :
Q act =253,773 √ ∆ H
(penentuan nilai koefesien C saluran lihat pada lampiran)
Dimana : Q = Debit sebenarnya yang melewati ambang (cm³/det)
∆H = Selisih tinggi air raksa pada manometer (cmHg)
2.4 CURRENT METER
1. Perhitungan Debit
Untuk perhitungan debit pengaliran dalam percobaan ini dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
a) Pengukuran Langsung
Pengukuran kecepatan aliran yang langsung dilakukan di lapangan dengan
menggunakan alat ukur Current Meter. Adapun rumus yang digunakan :
Q=V . A −¿ ( m3 /det ) . . . . . . . . . . . . . . . . (1.1)
Dimana :
V = Kecepatan aliran dengan menggunakan alat ukur Current Meter(m/det)
l. = Luas penampang ( m2 )

b) Pengukuran tidak langsung


Rumus yang digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran tidak langsung di
lapangan adalah sebagai berikut :
Q=V . A (m3/det) . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1.2)
2. Perhitungan tidak langsung
Current meter adalah salah satu alat pengukur kecepatan arus yang memberikan tingkat
ketelitian yang yang cukup tinggi. Adapun rumus umum kecepatan current meter adalah :
V =a . N + b (m3/det) . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1.3)
Pengukuran dengan Current Meter tidak dapat dilakukan di sembarang tempat untuk
mendapatkan ketelitian yang tepat, maka lokasi pengukuran harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a) Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati jenis aliran subkritis,
kecepatan aliran tidak terlalu lambat atau terlalu cepat. Pengukuran yang baik
pada lokasi yang mempunyai aliran mulai dari 0,2 m/det sampai 2,5 m/det.
b) Tidak terkena pengaruh peninggian muka air dan aliran lebar.
Penentuan jumlah titik pengukuran kecepatan aliran di tiap titik vertikal,
dilakukan dengan metode pendekatan matematis. Pendekatan matematis yang
dimaksud disini adalah distribusi kecepatan aliran pada sebuah vertikal dianggap
berbentuk kurva parabolis, eliptis atau bentuk lain dimana aliran rata-rata di sebuah
vertikal hanya di ukur di beberapa titik kemudian di hitung hasilnya secara
aritmetik.
c. Alat Ukur Cipoletti
Alat Ukur Debit Cipoletti adalah suatu alat ukur debit berdasarkan peluapan sempurna
dengan ambang tipis. Alat ukur debit ini digunakan untuk mengukur debit saluran yang
tidak begitu besar, dan biasa dipakai di pegunungan dimana tanah mempunyai kemiringan
yang cukup besar (Yuwono, 1998).
Alat ukur cipoletti juga merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang
dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur cipoletti mempunyai potongan pengontrol trapesium,
mercunya horizontal dan sisi-sisinya miring ke samping. Prinsip kerja bangunan ukur
Cipoletti di saluran terbuka adalah menciptakan aliran kritis, Pada aliran kritis, energi
spesifik pada nilai minimum sehingga ada hubungan tunggal antara head dan debit. Dengan
kata lain Q hanya merupakan fungsi H saja.
Rumus umum yang menghubungkan ketinggian muka air (h) dan debit (Q) untuk alat ukur
ambang Cipoletti adalah sebagai berikut :
3
2
Q= .C d . b . h 2 √ 2. g
3
Keterangan rumus :
Q = debit air (m3/det)
Cd = koefesien drag
b = lebar ambang (m)
h = tinggi muka air (h)
g = gravitasi (9,8 m/s2)
Aliran air permukaan bebas terjadi kontraksi aliran di muka ambang tajam sehingga Cd =
0,63 maka persamaan alat ukur Cipoletti menjadi :
Q=0,42.b . h √ 2. g h
3
Q=1,86. b . h 2
Q = 1,86 .b.h3/2
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 ALIRAN DALAM PIPA
3.1.1 ALAT - ALAT

Gambar aliran 3.1 Model Aliran dalam pipa


1. Rangkai susunan seri pipa yang terdiri dari :
a. Pipa PVC standar (SII) AW 1 warna putih
b. Pipa PVC non standar (lokal) warna hitam. Susunan pipa ini berupa :
- Pipa lurus
- Tikungan 900 tiba - tiba
- Ekspansi tiba - tiba
- Kontraksi tiba - tiba
- Globe Valve
- Gate Valve
2. Piezometer
3. Gelas ukur (bejana ukur).
4. Stopwatch
5. Air sebagai fluida
6. Alat pengukur (Meteran dan jangka sorong).

3.1.2 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Siapkan dan periksa semua peralatan yang akan dilakukan pengujiannya.
2. Alirkan air kedalam pipa dengan menyalakan pompa. Keran buang pada pipa tertutup dan
dan keran pada pipa (globe dan gate valve) dibuka penuh.
3. Pastikan tidak ada udara terjebak di semua Piezometer. Bila ada hilangkan udara tersebut
dengan mangatur keran buang pada pipa secara perlahan hingga tidak ada lagi udara
terjebak
4. Setelah semua keadaan konstan catatlah pada piezometer sebagai ho (harus sama)
5. Pembacaan pada piezometer siap dilakukan :
a. Buka keran ± 1/3 total bukaan dan ketinggian piezometer berubah
b. Ukurlah debit yang mengalir (Q) dengan cara menampung air pada gelas ukur sebagai
volume (V) sambil dicatat selang waktu pengamatan dengan menggunakan stop watch
(lakukan sebanyak 3 kali dan di rata - ratakan).
c. Baca dan ukur ketinggian air pada setiap piezometer
6. Langkah yang sama dilakukan untuk bukaan keran 2/3 dan bukaan penuh (lakukan
masing - masing sebanyak 3 kali percobaan)
7. Selanjutnya pembacaan piezometer akibat penutupan katub globe valve :
a. Tutuplah globe valve ± 1/3 kemudian ukur debiat aliran dengan gelas ukur dan tentukan
waktu pengamatannya (masing - masing 3 kali percobaan).
b. Catatlah pada pembacaan piezometer globe valve saja.
c. Lakukan juga untuk penutupan kran 2/3
8. Bukalah kembali globe valve hingga terbuka penuh
9. Lakukan langkah no 7 untuk katub gate valve berikut pembacaannya

3.1.3 ANALISIS DAN HASIL


A. Aliran dalam pipa
> Perhitungan aliran dalam pipa φ 2,54 mm

F=1 L = 200 v = 0,00911


Pengkur Perhtung
an an

No. L D V Q V R
T (detik) hL (m) γ
Percobaan gelasukur (cm) (m3) (m3/detik) (m/detik) e

1 0,001 7 2,54 0,005 0,000714 0,000089


1,
2 0,001 6,8 2,54 0,005 0,000735 0,000091 0,00033 1
4
3 0,001 6,67 2,54 0,005 0,000750 0,000093

Analisi perhitungan :
1. Volume air (V)
1 2
V= πd x L gelas ukur
4

1
V= 3,14 x 2,542 x 0,001
4

V = 0,005 m3

2. Debit (Q)

Q = volume/waktu

0,005
Q= = 0,000714 m3/detik
7,00

0,005
Q= = 0,000735 m3/detik
6,80

0,005
Q= = 0,000750 m3/detik
6,67

3. Kecepatan debit (v)

1 2
v=Q/( πd )
4

0,000714
v= 1 = 0,000089 m/detik
x 3,14 x 2,5 42
4

0,000714
v= 1 = 0,000091 m/detik
x 3,14 x 2,5 42
4
0,000714
v= 1 = 0,000093 m/detik
x 3,14 x 2,5 42
4

4. Menghitung hL (f=1)

L v2
hL = f x x
d 2g

Halaman 25
sampe 31
belum di ketik
pazri
Fh = 113,95
Maka dihitung :
F g 19,35
= =0,17
Fh 113,95
9. Perhitungan Fm
Diketahui :
B = 20
g = 9,81
yn = 4,8
Qn = 79,83
Maka dihitung :
10. Perhitungan
Diketahui :
Yb = 7,8
Ya = 4,8
maka dihitung :
yb 7,8
ukur= =1,625
ya 4,8
11. Perhitungan yb/ya teori
Diketahui:
yb = 3,9
ya = 2,8
maka dihitung:
yb 1
teori= ¿
ya 2
yb 1
teori= ¿
ya 2
12. Perhitungan L
Diketahui:
xa = 50
xb = 110
maka dihitung:
L=( x a −x b )
¿ 110−50=60 cm
13. Perhitungan ΔH
Diketahui:
yb = 3,9
ya = 2,8
maka dihitung
∆ H =¿ ¿
∆ H =¿ ¿
14. Perhitungan L/yb
Diketahui:
L = 50
yb = 3,9
maka dihitung:
L 46
= =12,82
y b 3,9

Gambar 3.4 Profil Aliran air pada Pintu Sorong


3.3 AMBANG LEBAR DAN TAJAM
3.3.1 ALAT-ALAT
1. Satu set model saluran terbuka
2. Model ambang lebar dan tajam
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistas
6. Ember
7. Stopwatch
8. Pengait
9. Meteran

3.3.2 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Mengukur dimensi sekat ambang lebar
2. Memasang sekat ambang lebar pada model saluran terbuka dan menempelkan
plastisin pada pinggir sekat ambang lebar
3. Menghidupkan pompa air sehingga air mengalir kedalam saluran kemudian mengatur
katup pompa dengan jumlah yang di tentukan
4. Menunggu sampai keadaan air stabil, kemudian mengukur tinggi muka air sebelum
ambang (YO), tinggi muka air diatas ambang (hw), pada hulu(Hw), dan mengukur
tinggi muka air pada jarak 5cm hingga 50cm.
5. Mengukur jarak dari depan ambang hingga loncatan pertama (L1) jarak antara
loncatan pertama dan loncatan kedua (L2)
6. Mungukur tinggi muka air pada bagian hilir loncatan pertama (Y1) dan loncatan
kedua (Y2). Kemudian mengukur tinggi muka air pada setiap jarak 5cm hingga 50cm.

3.3.3 ANALISIS DAN HASIL


B. AMBANG LEBAR

TABEL PENGAMATAN PERCOBAAN AMBANG LEBAR


Debit Q y0 y1 y2 Hw Hw L1 B Sketsa
(cm¿¿ 3/det ⁡)¿ ( (c (c (c (c (c (c
cm ¿ m) m) m) m) m) m)

Tabel 3.5 Pengamatan percobaan ambang lebar


LUAS KECEPATAN
CW HW/L HW/P BMB CV
PENAMPANG PADA TITIK
A1 V1
A2 V2
A3 V3

Diketahui : L = 82 y0 = 13,9
B = 19,7 y1 = 6,1
P = 11 y2 = 7,5
Hw = 2,6
a. Menghitung Debit
Q1 = 0,003 m3/s
Q2 = 0,001 m3/s
Q3 = 0,001 m3/s

Q1+Q 2+Q 3
Q rata-rata = = 0,002 m3/s
3
b. Menghitung luas penampang
A0 = B x y0 = 19,7 x 13,9 = 273,83 = 2,7 m
A1 = B x y1 = 19,7 x 6,1 = 120,17 = 1,2 m
A2 = B x y2 = 19,7 x 7,5 = 147,75 = 1,4 m

c. Menghitung Kecepatan pada Suatu Titik


Q
V0 = = 0,0007 m2/s
A0
Q
V1 = = 0,0017 m2/s
A1
Q
V2 = = 0,0007 m2/s
A2
d. Menghitung Cw
Q 0,2
Cw = =
B . hw . √2. g .( Hw−hw) 19,7 x 2,6 √ 2 x 9,8(17,2−2,6)
= 0,00023
e. Menghitung Hw/L dan hw/L
Hw 17,2
=¿ =0,2097=0,21
L 82
Hw 2,6
=¿ =0,236=0,24
P 11
f. Menghitung Batas Modulus Bendung (BMB)
y 2−P 7,5−11
BMB = = =−0,20
Hw 17,2
g. Menghitung Koefisien

y1
Cv =
Q (√ ) y0
+1

B . y 1 . √ 2. g . y 0

0,5
=
0,2 ( √ 13,6 +1 )
=0,0002
19,7 x 2,2 √ 2 x 9,8 x 13,6

C. AMBANG TAJAM
TABEL PENGAMATAN PERCOBAAN AMBANG TAJAM
Debit Q y0 y1 y2 Hw Hw L1 B
(cm¿¿ 3/det ⁡)¿ ( (c (c (c (c (c (c Sketsa
cm ¿ m) m) m) m) m) m)

Tabel 3.6 pengamatan percobaan ambang tajam


LUAS KECEPATAN
CW HW/L HW/P BMB CV
PENAMPANG PADA TITIK
A1 V1
A2 V2
A3 V3

Diketahui : L = 92 y0 = 13,5
B = 19,7 y1 = 5,5
P = 10,5 y2 =6
Hw = 13,2
Hw = 1,1
a. Menghitung Debit
Q1 = m3/s
Q2 = m3/s
Q3 = m3/s
Q 1+Q 2 +Q 3
Q rata-rata = =¿ m3/s
3
b. Menghitung Luas Penampang
A0 = B x y0 = 19,7 x 13,5 = 265,95 = 2,6 m
A 1 = B x y1 =
A 2 = B x y2 =
c. Menghitung Kecepatan pada Suatu Titik
Q
V0 = = m2/s
A0
Q
V1 = = m2/s
A1
Q
V2 = = m2/s
A2
d. Menghitung Cw
Q 0,5
Cw = =
B . hw . √2. g .( Hw−hw) 19,7 x 1,1 √2 x 9,8 (13,2−1,1)
= 0,001
3.4 CURENT METER
3.4.1 ALAT-ALAT
1. Current Meter (ValeproofBFM 00281N 1339 seri No. 3175)
2. Flow Meter Control Unit
3. Galoon (Bak Ukur)
4. Roll Meter
5. Stopwatch

3.4.2 PROSEDUR PERCOBAAN


Pengukuran Aliran di bawah permukaan.
a) Tentukan lokasi pengamatan.
b) Ukur dimensi saluran (lebar atas, lebar dasar saluran, kemiringan talud, dan keliling
basah).
c) Pemasangan tali yang telah ditandai dengan ruas-ruas yang berjarak masing-masing
10 cm (sesuai titik pengamatan).
d) Bentangkan tali tersebut tegak lurus dengan arah aliran saluran.
e) Siapkan alat Current Meter dan mulai mengukur aliran sesuai dengan kedalaman dan
jumlah titik yang telah ditentukan asisten.
f) Catat kedalaman dan pembacaan alat Current Meter di tiap titik pengamatan.

Gambar 3.5 Penampang


Gambar penampang
Q1 = 0,1 m/s x 0,0154 m2 = 0,00154 m3/s
Q2 = 0,1 m/s x 0,0154 m2 = 0,00154 m3/s
Q3 = 0,1 m/s x 0,0154 m2 = 0,00154 m3/s
Q rata-rata = (Q1+Q2+Q3) : 3 = 0,00154 m3/s
 PENGUKURAN DEBIT DENGAN METODE CIPOLETTI
Gambar 3.6 Penampang Cipoletti
Q =1,86. B. h3/2
Q = 1,86. 0,200. 0,043/2
Q = 0,002976 m3/s
Sehingga didapat nilai debit sebesar 0,002976 m3/s melalui metode Cipoletti
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari Praktikum yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulitlî lain :
1. Ketinggian rata-rata air pada alat piezomeîer setinggi ,5 cm
2. Pada Pelaksanaan praktikum digunkan pipa PVC ukurnn l” dan 2"Dengan
kecepatan debit rata-rata pada pipa I” sebesar 0,000091 în/detjlf dan pada pipa
2”sebesar 0,000367 m/detik.
3. Nilai Koefisien Kecepatan Pintu sorong sebesar 0,232
4. Kecepatan Debit actual (Qa) pada Pintu sorong sebesar 79,83 cm3/% 5. nilai
debit air pada percobaan Currenl 'neter dengan metode Clpolellł sebesar
0,002976 m3 /s

4.2 SARAN
Dari Praktikum yang telah dilaksanakan, dapat ditarik saran antara lain :
1. Sebaiknya agar tidak terjadi ketimpangan, setiap anggota pada kelompok
Tugas Besar praktikum berkas Perorangan.
2. Poisisi alat-alat praktikum sebaiknya lebih disesuaikan, agar sirkulasi
orang•orang

Anda mungkin juga menyukai