Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN


DIAGNOSA HALUSINASI DIWILAYAH PUSKESMAS
TANJUNGPINANG

Disusun Oleh :

Maya Sumita, S.Kep NIM:131912010

Pembimbing Akademik: Pembimbing Klinik

(Soni Hendra sitindaon, S.Kep, Ns. M.Kep) (Flora Catur Sunarti, S.Kep, Ns)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TANJUNGPINANG

2021
A. KONSEP DASAR HALUSINASI
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (Yosep,2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (Nanda-I, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
(Keliat Budi Anna, 2012)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya
stimulus yang nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa
stimulus dari luar. (Stuart and Laraia, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar
suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal yang
membahayakan). (Trimelia, 2012)
2. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses


Persepsi akurat Ilusi pikir
Emosi konsisten Reaksi emosi Waham
dengan pengalaman berlebihan atau Perilaku
Perilaku sesuai kurang disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku aneh atau Isolasi sosial
a. Respon Adaptif tidak biasa
Menarik diri

b. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial


budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
c. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.

d. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
3. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter
otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang  tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi  dari 
halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi
sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Anita (2018), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1) Bicara sendiri.
2) Senyum sendiri.
3) Ketawa sendiri.
4) Menggerakkan bibir tanpa suara.
5) Pergerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat.
7) Menarik diri dari orang lain.
8) Berusaha untuk menghindari orang lain.
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13) Sulit berhubungan dengan orang lain.
14) Ekspresi muka tegang.
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17) Tampak tremor dan berkeringat.
18) Perilaku panik.
19) Agitasi dan kataton.
20) Curiga dan bermusuhan.
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22) Ketakutan.
23) Tidak dapat mengurus diri.
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

5. Fase-fase Halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahap halusinasi ada lima fase yaitu:
Tahap halusinasi Karakteristik
Stage I: Slep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari
Fase awal seeprang sebelum lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
muncul halusinasi dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
minsalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dihianati kekasih, masalah kekampus, drop out,
dst. Masalah terasa menekan karena
teraakumulasi sedangkan support sistem kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit
idur berlngsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
Halusinasi secara umum dia adanya perasaaan yang cemas, kesepian, perasaan
terima sebagai sesuatu yang berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
alami pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dia control bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.

Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering adatang


Secara umum halusinasi dan mengalami biasa. Klien mulai merasa tidak
mendatanngi klien mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya gengan objek yng
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari oang
lain, dengn intensitas waktu yang lama.

Stage IV: Controling Severa Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
Level Of Anxiety abnormalyang datang. Klien dapat merasakan
Fugsi sensori menjadi tidak kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
releven dengan kenyataan mulai fase gangguan pisikotik.

Stage V: Conquering Panic Level Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai


Of Anxiety terasa terancamengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
dalam menilai lingkungannya atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.

6. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut Yohana (2011) halusinasi terdiri dari delapan jenis.
Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi
adalah sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) 
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit.
6) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7) Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau
tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8) Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
- Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x
100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk
mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi,
menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan),
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative
.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi
verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan
respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya,
dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran
yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sensitif
sehingga dapat memakai dirinya secara terapeutik dalam merawat klien. Dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien, perawat harus jujur, empati, terbuka
dan penuh penghargaan, tidak larut dalam halusinasi klien dan tidak menyangkal.
1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya,
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
1) Identitas klien
2) Keluhan utama atau alasan masuk
3) Faktor predisposisi
4) Aspek fisik atau biologis
5) Aspek psikososial
6) Status mental
7) Kebutuhan persiapan pulang
8) Mekanisme koping
9) Masalah psikososial dan lingkungan
10) Pengetahuan
11) Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua
macam sebagai berikut:
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien
dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai
data perimer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain
sebagai data sekunder.
Format fokus pengkajian pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi (Keliat & Akemat, 2019)

Persepsi:
Halusinasi: (Pendengaran, Pengelihatan, Perabaan, Pengecapan, dan Penghidu)
Jelaskan:
Jenis Halusinasi :.............................................................................................................
Isi Halusinasi :.............................................................................................................
Waktu Halusinasi :.............................................................................................................
Frekuensi Halusinasi :.............................................................................................................
Situasi Halusinasi :.............................................................................................................
Respon Klien :.............................................................................................................
Masalah Keperawatan klien: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

\\\
Masalah Keperawatan
1) Resiko Perilaku Kekerasan (Pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal).
2) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3) Isolasi Sosial
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan, dan verbal

Effect

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial

Causa

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2) Isolasi sosial
3) Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)
3. Intervesi Keperawatan
Nama:
Umur:
Diagnose:
No No DX Dx Keperawatan Perencanaan
Tujuan Criteria Evakuasi Intervensi
1 Gangguan sensori TUM: Klien dapat 1. Setelah….X Interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya
Persepsi : Halusinasi mengontrol menunjukan tanda-tanda dengan menggunakan prinsip
(lihat dengar/ halusinasi yang sercaya pada perawat : komunikasi terapeutik :
Penghidu/raba/kecap dialaminya.  Ekspresi wajah  Sapa klien dengan ramah
TUK 1: bersahabat baik verbal maupun non
Klien dapat  Menunjukan rasa senang verbal
membina hubungan  Ada kontak mata  Tanyakan nama lenngkap
saling percaya  Mau berjabat tangan dan nama panggilan dan
 Mau menyebutkan nama tujuan perawat
 Mau menjawab salam  Tanyakan nama lengkap dan
 Mau duduk nama yang disukai
berdampingan dengan  Buat kontrak yang jelas
perawat  Tunjukan sikap jujur dan
 Bersedia menepati janji setiap kali
mengungkapkan interaksi
masalah yang dihadapi.  Tunjukkan sikap empati dan
menerima apa adanya
 Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
 Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
 Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi prasaan
klien
2 TUK 2 : 1. Setelah….X interaksi klien 1. Adakan kontak sering dan
Klien sapat menyebutkan : singkat secara bertahap:
mengenal halusinasi  Isi 2. Observasi tngkah laku dengan
 Waktu klien terkait dengan
 Frekuensi halusinasinya (dengar/ lihat/
 Sitiuasi dan kondisi penghidu/ raba/ kecap), jika
yang menimbulkan menemukan klien yang sedang
halusinasi halusinasi :
 Tanyakan apakah klien
mengalami sesuatu
(halusinasi dengar/ lhat/
penghidu/ raba/ kecap)
 Jika klien menjwab ya,
tanyakan apa yang sedang
dialaminya
 Katakana bahwa perawat
percaya klien mengalami hal
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Halusinasi Pasien Keluarga
SP I P SP I K
 Mendiskusikan jenis halusinasi pasien  Mendiskusikan masalah
 Mendiskusikan hasil hhalusinasi pasien yang dirasakan keluarga
 Mendiskusikan waktu halusinasi pasien dalam merawat pasien
 Mediskusikan frekuensi halusinasi  Menjelaskan pengertian
pasien halusinasi tanda dan gejala,
 Mendiskusika situasi yang serts proses terjadinya
menimbulkan halusinasi pasien halusinasi
 Mendiskusikan respon pasien terhadap  Menjelaskan cara merawat
halusinasi pasien dengan halusinasi
 Melatih pasien mengontrol halusinasi:
menghaardik halusinasi
 Menganjurkan pasien memasukkan cara
mengharik halusinasi dalam jadwal
kegitan harian.

SP II P
 Mengevaluasi kemampuan pasien dan
mengontrol halusinasi dengan SP II K
menghardik  Melatih keluarga
 Melatih pasien mengendalikan memprakterkkan cara
halusinasi dengan cara bercakap-cakap merawat pasien dengan
dengan orang lain halusinasi.
 Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

SP III P
 Mengevaluasi kemampuan pasien
SP III K
dalam mengontrol halusinasi dengan
 Melatih keluarga
menghardik , dan bercakap-cakap
melakukan cara merawat
dengan orang lain. langsung kepada pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien)
 Menganjurkan pasien memasukkan
dalamm jadwal kegiatan harian.

SP IV P
 Mengevaluasi kemampuan pasien dala SP IV K
mengontrol halusinasi dengan  Membatu keluarga
menghardik, bercakap-cakap, kegiatan membuat jadwal aktivitas
teratur. di rumah termasuk minum
 Memberikan pendidikan kesehatan obat (discharge p;amming)
tentag penggunnaan obat secara teratur.  Menjelaskan follow up
 Menganjurkan pasien memasukkan pasien setelah pulang.
dalam jadwal kegiatan harian

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Keliat, Budi Anna. (2019) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat, B. A., 2016, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info Medika.

Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai