Anda di halaman 1dari 17

Dosen Pengampu :

Rian Prayudi Saputra, S.H, M.H

HUKUM PIDANA
(DADERSCHAP EN DEELNEMING)

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ainul Mardhiyah
Resti Yulanda
Slamet Riyadi
M. Fhazly

PROGRAM STUDI HUKUM S1


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
T.A 2020/2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi........................................................................................................................
Kata Pengantar.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
2.1 Pengertian Deelneming Secara Hukum.................................................................
2.2 Landasan atau Dasar Hukum Deelneming............................................................
2.3 Bentuk-bentuk Deelneming...................................................................................
2.4 Pertanggungjawaban Pembantu Dalam Penyertaan..............................................
BAB III PENUTUP.......................................................................................................
3.1 Kesimpulan............................................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang
Maha Sempurna pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridhoNya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan
yaitu makalah Hukum Pidana tentang “Daderschap En Deelneming” dengan harapan
semoga tugas makalah ini bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amin.
Akhirnya walaupun penulis telah berusaha dengan secermat mungkin, namun
sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu penulis
mengharapkan koreksi dan sarannya. Semoga kita selalu dalam lindunganNya.

Bangkinang, 10 November 2020


Penulis,

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ditengah masyarakat sering kita dengar perkataan bunuhlah dia, biar aku yang
bertanggung jawab dalam hal ini dalam hukum pidana tidak dapat di lakukan, karena
baik orang yang menghancurkan maupun orang yang mengerjakan sama sama
bertanggung jawab di depan huku pidana.
Pada saat ini banyak sekali terdapat kasus dimana pelakunya lebih dari satu orang,
yang terjadi di masyarakat kita. Dalam beracara, hakim menjatuhkan pidana atas
suatu perkara. Hakim mendasarkan putusannya selain pada undang-undang juga
mempertimbangkan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan dilarang
yang disertai ancaman pada barang-barang siapa yang melanggar larangan
tersebut, wadah tidak pidana ialah undang-undang, baik berbentuk kodifikasi yakni
KUHP dan diluar kodifikasi yang tersebar luas dalam berbagai peraturan perundang-
undangan.
Penyertaan atau dalam bahasa Belanda Deelneming di dalam hukum Pidana
Deelneming dipermasalahkan karena berdasarkan kenyataan sering suatu delik
dilakukan bersama oleh beberapa orang, jika hanya satu orang yang melakukan delik,
pelakunya disebut Alleen dader.
Dalam makalah ini kami menjelaskan beberapa bahasan tentang pengertian,
peraturan dalam KUHP yang mengatur tentang hal tersebut serta bentuk, sifat dan
pertanggungjawaban pembantu dalam penyertaan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian deelneming secara umum ?
b. Apa landasan atau dasar hukum dari deelneming ?
c. Apa saja bentuk-bentuk deelneming ?
d. Bagaimana pertanggungjawaban pembantu dalam penyertaan?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian deelneming secara umum.
b. Untuk mengetahui landasan atau dasar hukum dari deelneming.
c. Untuk mengetahui bentuk-bentuk deelneming.
d. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pembantu dalam penyertaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Deelneming Secara Umum


Penyertaan atau deelneming adalalah perbuatan tindak pidana yang dilakukan
oleh lebih dari satu orang yang saling terkait dan secara sadar mengetahuai apa yang
dilakukan, tetapi ada juga yang dikarenakan unsur paksaan. Penyertaan di atur dalam
pasal 55 dan pasal 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang
melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih
mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana dapat di sebutkan bahwa
seseorang tersebut turut serta dalam hubungannya dengan orang lain.
Prof.Satochid Kartanegara mengartikan Deelneming apabila dalam satu delik
tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. Menurut doktrin, Deelneming
menurut sifatnya terdiri atas :
a. Deelneming yang berdiri sendiri, yakni pertanggung jawaban dari setiap
peserta dihargai sendiri-sendiri.
b. Deelneming yang tidak berdiri sendiri, yakni pertanggungjawaban dari peserta
yang satu digantunggkan dari perbuatan peserta yang lain.
Sementara Moeljatno berpendapat bahwa ada penyertaan apabila bukan satu
orang yang tersangkut dalam terjadinya perbuatan pidana akan tetapi beberapa orang.
Tersangkutnya dua orang atau lebih dalam suatu tindak pidana dapat terjadi dalam
hal:
a. Beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik atau
b. Mungkin hanya seorang saja yang berkehendak (berniat) dan merencanakan
delik, tetapi delik tersebut tidak dilakukannya tetapi ia mempergunakan orang
lain untuk mewujudkan delik tersebut, atau
c. Mungkin seorang saja yang melakukan delik sedang orang lain orang itu
dalam mewujudkan delik.
2.2 Landasan atau Dasar Hukum Deelneming
Dasar hukum penyertaan tindak pidana tercantum dalam Buku I KUH Pidana Bab
V yang isinya sebagai berikut:
Pasal 55
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
- Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
- Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk
melakukan kejahatan.
Pasal 57
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan,
dikurangi sepertiga.
- Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
- Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
- Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya
perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta
akibat-akibatnya.
Pasal 58
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang,
yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya
diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.
Pasal 59
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus,
anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota
badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan
pelanggaran tidak dipidana.
Pasal 60
Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.
Pasal 61
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku
demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan
tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai
penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada
penerbit.
(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak
dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.
Pasal 62
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku
demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan
tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau
setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu
diberitahukan oleh pencetak.
(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat
barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.
Menurut Adami Chazawi bentuk-bentuk penyertaan terdapat dan diterangkan
dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Pasal 55 KUHP mengenai golongan yang disebut
dengan mededader (disebut para peserta, atau para pembuat), dan Pasal 56 KUHP
mengenai medeplichtige (pembuat pembantu).
Pasal 55 KUHP merumuskan sebagai berukut:
1. Dipidana sebagai pembuat tindak pidana:
a. Mereka yang melakukan yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
2. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP merumuskan sebagai berikut:
1. Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
a. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
b. Mereka yang sengaja member kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
2.3 Bentuk-bentuk Deelneming (Penyertaan)
Bentuk-bentuk deelneming atau keturutsertaan yang ada menurut ketentuan-
ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah:
1. Pelaku (pleger)
Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi
perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.
Sehingga dapat diartikan sebagai orang yang karena perbuatannya sehingga
melahirkan tindak pidana, tanpa adanya perbuatannya tindak pidana itu tidak akan
terwujud. Secara formil pleger adalah siapa yang melakukan dan menyelesaikan
perbuatan terlarang yang dirumuskan dalam tindak pidana yang bersangkutan.
Pada tindak pidana yang dirumuskan secara meterial plegen adalah orang yang
perbuatannya menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang.
Menurut pasal 55 KUHP, yang melakukan perbuatan disini tidak melakukan
perbuatan secara pribadi atau melakukan tindak pidana secara sendiri, melainkan
bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana itu. Jadi
pleger adalah orang yang memenuhi semua unsur delik, termasuk juga bila
melalui orang-orang lain atau bawahan mereka.
2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
Wujud dari penyertaan (Deelneming) yang pertama disebutkan dalam pasal 55
ialah menyuruh melakukan perbuatan (Doenplegen). Hal ini terjadi apabila
seorang menyuruh pelaku melakukan perbuatan yang biasanya merupakan tindak
pidana, tetapi oleh karena beberapa hal si pelaku tidak dapat dikenai hukuman
pidana. Jadi si pelaku itu seolah-olah menjadi alat belaka yang dikendalikan oleh
si penyuruh.
Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantara orang
lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian, ada
dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra/auctor intellectualis), dan
pembuat tidak langsung (manus domina/auctor intellectualis).
Unsur-unsur pada doenpleger adalah:
a. Alat yang dipakai adalah manusia;
b. Alat yang dipakai berbuat;
c. Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggngjawabkan.
Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiil) tidak dapat
dipertanggungjawabkan, adalah:
a. Bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (pasal 44);
b. Bila ia berbuat karena daya paksa (pasal 48);
c. Bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (pasal 51 ayat (2));
d. Bila ia sesat (keliru) mengenai salah-satu unsur delik;
e. Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang diisyaratkan untuk
kejahatan yang bersangkutan.
Jika yang disuruh melakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur,
maka tetap mengacu pada pasal 45 dan pasal 47 jo. UU Nomor 3 Tahun 1997
tentang peradilan anak.
3. Orang yang turut serta (medepleger)
Medepleger adalah orang yang melakukan kesepakatan dengan orang lain
untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersama-sama pula ia turut
beraksi dalam pelaksanaan perbuatan pidana sesuai dengan yang telah disepakati.
Di dalam medepleger terdapat tiga ciri penting yang membedakannya dengan
bentuk penyertaan yang lain. Pertama, pelaksanaan perbuatan pidana melibatkan
dua orang atau lebih. Kedua, semua orang yang terlibat benar-benar melakukan
kerja sama secara fisik dalam pelaksanaan perbuatan pidana yang terjadi. Ketiga,
terjadinya kerja sama fisik bukan karena kebetulan, tetapi memang telah
kesepakatan yang telah direncanakan sebelumnya.
Ada tiga kemungkinan terhadap kerja sama fisik di antara pihak-pihak yang
telibat dalam pelaksanaan perbuatan pidana yaitu :
a. Mereka memenuhi semua rumusan delik;
b. Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.
c. Salah-satu memenuhi semua rumusan delik;
4. Penganjur (uitlokker)
Sebagaimana dalam dalam bentuk menyuruh melakukan dalam uitlokker pun
terdapat dua orang atau lebih yang masing-masing berkedudukan sebagai orang
yang menganjurkan (actor intelectualis) dan orang yang dianjurkan (actor
materialis). Bentuk penganjurannya adalah actor intelectualis menganjurkan
orang lain (actor materialis) untuk melakukan perbuatan pidana.
Penganjur adalah orang yang menganjurkan orang lain untuk melakukan suatu
perbuatan pidana, dimana orang lain tersebut tergerak untuk memenuhi
anjurannya. disebabkan karena terpengaruh atau tergoda oleh upaya-upaya yang
dilancarkan penganjur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2
KUHP.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat empat ciri penting uitlokker yaitu :
a. Melibatkan dua orang, dimana satu pihak bertindak sebagai actor
intelectualis, yakni orang yang menganjurkan orang lain untuk
melakukan suatu perbuatan pidana dan pihak yang lainnya bertindak
sebagai actor materialis yakni orang yang melaksanakan perbuatan
pidana atas anjuran actor intelectualis.
b. Actor intelectualis menggerakkan hati atau sikap actor materialis,
sehingga ia benar-benar berbuat tindak pidana yakni dengan melalui
upaya-upaya yaitu :
- Memberi sesuatu atau menjanjikan akan member sesuatu.
- Menyalahgunakan kekuasaan atau martabat yang dimiliki actor
intelectualis.
- Memakai kekerasan atau paksaan tetapi tidak sampai merupakan
suatu daya paksa sehingga actor materialis masih memiliki
kebebasan untuk menentukan sikapnya.
- Memakai ancaman yang bersifat menyesatkan actor materialis.
- Memberikan kesempatan, sarana atau informasi kepada actor
materialis.
c. Terjadinya tindak pidana yang dilakukan actor materialis harus benar-
benar merupakan akibat dari adanya pengaruh atau bujuk rayu actor
intelectualis.
d. Secara yuridis actor materialis adalah orang yang
dipertanggungjawabkan secara pidana atas tindak pidana yang
dilakukannya itu.
Penganjur (uitlokker) mirip dengan menyuruh melakukan (doenpleger), yaitu
melalui perbuatan orang lain sebagai perantara. Namun perbedaannya terletak
pada:
a. Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu
(limitatif) yang tersebut dalam undang-undang (KUHP), sedangkan
menyuruh melakukan menggerakkannya dengan sarana yang tidak
ditentukan;
b. Pada penganjuran, pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan,
sedang dalam menyuruhkan pembuat materiil tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Syarat penganjuran yang dapat dipidana, antara lain;
- Ada kesengajaan menggerakan orang lain;
- Menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam
KUHP;
- Putusan kehendak pembuat meteriil ditimbulkan karena upaya-upaya
tersebut;
- Pembuat materiil melakukan/mencoba melkukan tindak pidana yang
dianjurkan;
- Pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan. Penganjuran yang
gagal tetap dipidana berdasarkan pasal 163 KUHP.
5. Pembantu Kejahatan (Medeplichtige)
Pembantu adalah orang yang sengaja member bantuan berupa saran, informasi
atau kesempatan kepada orang lain yang melakukan tindak pidana.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 56 KUHP, pembantuan ada dua jenis;
a. Membantu pada saat kejahatan dilakukan. Hal ini memiliki kemiripan
dengan turut melakukan/ turut serta (medeplegen), namun perbedaannya
terletak pada:
- Pembantu perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang,
sedangkan pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan;
- Pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa
disyaratkan harus kerjasama dan tidak bertujuan/berkepentingan
sendiri, sedangkan dalam turut serta,orang yang turut serta sengaja
melakukan tindak pidana, dengan cara bekerjasama dan mempunyai
tujuan sendiri;
- Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (pasal 60 KUHP),
sedangkan dalam turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana;
- Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang
bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana
sama.
b. Memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan juga merupakan salah satu cara untuk melakukan
penganjuran. Perbedaannya antara keduanya adalah ia dikatakan
“penganjur” apabila inisiatif melakukan tindak pidana berasal dari
penganjur, sedangkan ia dikatakan ‘pembantu’ apabila inisiatif itu
datang dari si pelaku utama.
2.4 Pertanggungjawaban Pembantu Dalam Penyertaan
Berbeda dengan Pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama
dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan daripada pembuatnya, yaitu dikurangi
sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (pasal 57 ayat (1)). Jika
kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana
penjara maksimal 15 tahun.
Namun ada beberapa catatan pengecualian :
1. Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak
pidana:
a. Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4)) dengan cara
memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan;
b. Membantu menggelapkan uang/surat oleh penjabat(Pasal 415);
c. Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417).
2. Pembantu dipidana lebih berat daripada pembuat, yaitu tindak pidana:
a. Membantu menyembunyikan barang barang titipan hakim (Pasal 231 ayat
(3));
b. Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349).
Sedangkan dalam pidana tambahan bagi pembantu adalah sama dengan
pembuatnya (Pasal 57 ayat (3)) dan Pertanggungjawaban pembantu adalah berdiri
sendiri, tidak digantungkan pada pertanggungjawaban pembuat.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Penyertaan atau deelneming adalalah perbuatan tindak pidana yang dilakukan
oleh lebih dari satu orang yang saling terkait dan secara sadar mengetahuai
apa yang dilakukan, tetapi ada juga yang dikarenakan unsur paksaan.
b. Penyertaan di atur dalam pasal 55 dan pasal 56 KUHP yang berarti bahwa
ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan
perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan
suatu tindak pidana dapat di sebutkan bahwa seseorang tersebut turut serta
dalam hubungannya dengan orang lain
c. Menurut doktrin, Deelneming menurut sifatnya terdiri atas Deelneming yang
berdiri sendiri dan Deelneming yang tidak berdiri sendiri
d. Bentuk-bentuk deelneming atau keturutsertaan yang ada menurut ketentuan-
ketentuan pidana dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah: Plegen atau
Orang yang melakukan, Doen plegen atau menyuruh melakukan atau yang
didalam doktrin juga sering disebut sebagai middellijk daderschap,
Medeplegen atau turut melakukan ataupun yang didalam doktrin juga sering
disebut sebagai mededaderschap, Uitlokking atau menggerakkan orang lain ,
Medeplichtigheid atau pembantu
1.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di
atas. 
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Gito Syauban, dkk. 2015. Penyertaan Tindak Pidana. Makalah. Diakses dari
<https://www.academia.edu/33262025/Penyertaan_tindak_pidana_docx>
Bung Fajrin. 2012. Penyertaan. Diakses dari
<http://kitabpidana.blogspot.com/2012/04/penyertaan.html#:~:text=Medepleg
er%20adalah%20suatu%20bentuk%20daderschap,disebut%20pembuat
%20peserta%20(mededader)>
Scarmakalah.blogspot.com. 2014. Perbuatan Penyertaan (Hk. Pidana). Diakses dari
<http://scarmakalah.blogspot.com/2014/02/perbuatan-penyertaan-hk-
pidana.html>

Anda mungkin juga menyukai