Abstrak
Telah dibuat prototype sistem kendali suhu pada inkubator bayi menggunakan sensor DS18B20. Prototype
3
yang diperoleh memiliki dimensi 45 x 35 x 35 cm dan menggunakan lampu pijar 200 W sebagai elemen pemanas.
Sistem kendali suhu diotomasi dengan bantuan mikrokontroler ATMEGA328P dan Triac sebagai aktuatornya.
Suhu dalam ruang inkubator berhasil dijaga pada nilai (36,5 ± 0,1) °C. Waktu yang diperlukan prototype untuk
mencapai suhu kerja 36,5 °C dari suhu kamar (26 °C) sekitar 10 menit.
Abstract
A temperature control system for infant incubator using DS18B20 had been built. The dimension of the
3
incubator was 45 x 35 x 35 cm and it used 200 W incandescent lamp as an heater element. The system was
automated using ATMEGA328P and Triac as an actuator. It succeeded in keeping the incubator temperature at
(36.5 ± 0.1) °C. It took around 10 minutes to reach the working temperature of 36.5 °C from room temperature of
26 °C.
Pendahuluan
Bayi prematur adalah bayi yang lahir dioperasikan secara manual di mana suhu di
pada usia kehamilan ibu kurang dari 36 minggu. dalam inkubator diamati secara berkala oleh
Bayi prematur membutuhkan perawatan khusus, perawat dengan melihat nilai skala pada
terutama dalam hal pengaturan suhu termometer air-raksa yang ditempelkan di dalam
lingkungannya. Suhu lingkungan bayi prematur inkubator, sementara untuk menaikkan atau
harus dijaga sedemikian rupa sehingga menurunkan suhu, perawat menghidupkan atau
menyerupai suhu di dalam rahim seorang ibu, mematikan lampu di dalam inkubator dengan
yaitu antara 36 ºC hingga 37 ºC. Agar menekan saklar untuk lampu tersebut. Lampu di
mendapatkan suhu lingkungan yang dalam inkubator berfungsi sebagai pemanas.
terkondisikan dengan nilai tersebut, seorang Apabila lampu di dalam inkubator dimatikan,
bayi harus dirawat dalam sebuah inkubator [1- maka suhu di dalamnya akan turun karena
2]. inkubator pada umumnya ditempatkan di dalam
Berdasarkan informasi yang diperoleh ruangan yang berpendingin udara.
peneliti, diketahui bahwa Puskesmas Kalasan Pengontrolan suhu seperti disebutkan di
masih menggunakan inkubator yang atas tentulah sangat bergantung pada kesiap-
Laila dkk. / J. Sains Dasar 2014 3 (2) 102 – 109 103
siagaan perawat yang sedang bertugas. Oleh Gambar 1. Sistem pengendalinya terdiri atas
karena itu, pengontrolan secara manual sangat sensor, mikrokontroler untuk otomasi dan driver
beresiko terhadap keselamatan bayi prematur. AC sebagai actuator [7-8].
Sebenarnya, di pasaran telah tersedia inkubator Suhu inkubator diukur dengan bantuan
yang telah dilengkapi dengan sistem kontrol sensor DS18B20, nilai suhu terbaca di
suhu yang bekerja secara elektronik, namun mikrokontroler yang akan menentukan apakah
harganya relatif mahal. elemen pemanas perlu dinyalakan atau tidak.
Dari uraian di atas, maka penelitian ini Mikrokontroler juga bertugas mengirimkan nilai
dilakukan dengan tujuan untuk membangun suhu ke layar LCD sehingga dapat terbaca oleh
prototype sistem pengendali suhu untuk pengamat. Apabila suhu inkubator berada di
inkubator bayi dengan memanfaatkan sensor bawah nilai 36,5 oC, mikrokontroler mengirim
DS18B20 [3] dan mikrokontroler ATMEGA328P sinyal ke driver AC agar menyalakan lampu
[4-6]. sebagai elemen pemanas, sedangkan apabila
suhu telah mencapai 36,5 oC, mikrokontroler
Metode Penelitian mengirim sinyal ke driver AC untuk meredupkan
lampu. Detail skema sistem elektronik
Skema alat pengendali suhu yang pengendali suhu ditunjukkan dalam Gambar 2.
dirancang dalam penelitian ini ditunjukkan pada
Dalam Gambar 2 ditunjukkan bahwa sensor (Gambar 3). Sebagai elemen pemanas
DS18B20 dihubungkan ke kaki 4 (PD2) digunakan lampu pijar 200 W (2 x 100 W) dan
mikrokontroler ATMEGA328P. Agar nilai suhu agar perbedaan suhu antar titik tidak terlalu
dapat terbaca oleh pengamat, sinyal data dikirim besar digunakan kipas dengan kecepatan
ke LCD matrix 16 x 2 melalui kaki 11-14 pada sedang untuk menggerakkan udara di dalam
mikrokontroler. Berdasarkan nilai suhu yang inkubator.
terbaca, mikrokontroler mengirim sinyal ke Untuk mendapatkan inkubator yang memiliki
driver AC melalui kaki 5 dan 16 untuk respon suhu yang baik, yang ditunjukkan
menyalakan atau meredupkan lampu yang dengan laju kenaikan suhu yang cukup besar,
bertugas sebagai elemen pemanas. dilakukan penelitian awal dengan mengukur
variasi kenaikan suhu terhadap waktu dari
Pembahasan beberapa pengaturan lampu. Dalam penelitian
ini digunakan variasi lampu 60 W, 100 W, 160
Dalam penelitian ini telah dibangun prototype W (100 W + 60 W) dan 200 W (2 x 100 W).
inkubator dengan ukuran 45 x 35 x 35 cm3 Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan laju kenaikan suhu dari beberapa nilai daya lampu
Dari Gambar 4 tampak bahwa semakin inkubator dalam waktu yang lebih singkat,
besar daya lampu pijar yang digunakan, namun penggunaan daya yang terlalu tinggi
semakin besar pula laju kenaikan suhu dalam menyebabkan desain inkubator terlalu boros
box. Lampu dengan daya 60 W tidak mampu listrik dan suhu di beberapa titik dalam box juga
menembus nilai suhu yang dipilih pada desain tidak terlalu nyaman bagi bayi karena terlalu
inkubator, dan hanya bertahan di bawah nilai 36 panas bagi kulit akibat panas yang disebarkan
°C meskipun sudah menyala lebih dari 1 jam. secara radiasi.
Lampu dengan daya 100 W mampu menembus Dalam proses pengukuran suhu
suhu 36,5 °C setelah hampir setengah jam. lingkungan di bawah 100 °C, sensor LM35 lebih
Meskipun lampu dengan daya 100 W dapat umum digunakan dibandingkan sensor suhu
digunakan sebagai komponen pemanas dalam lainnya. Selain karena lebih murah, sensor ini
desain inkubator ini, namun kelajuan suhunya lebih mudah untuk diaplikasikan. Namun
belum cocok untuk diterapkan karena sebuah kelemahan dari sensor ini adalah pada nilai
inkubator harus dapat disiapkan dalam kondisi akurasinya dan fluktuasi hasil pembacaan
suhu 36,5 °C dalam waktu yang tidak terlalu suhunya. Hal ini tampak pada Gambar 5 yang
lama. Berdasarkan hasil pengamatan ini, maka merupakan hasil penelitian awal dari tim peneliti
dipilih lampu dengan daya 200 W yang sanggup ketika membandingkan sensor LM35 dengan
menembus suhu 36, 5 °C dalam waktu kurang sensor DS18B20. Karena dalam penelitian ini
dari 10 menit. Lampu dengan daya yang lebih diinginkan suhu inkubator yang terjaga pada
tinggi dapat juga diaplikasikan dalam desain ini, nilai 36,5 °C, penggunaan sensor LM35 menjadi
dan seharusnya mampu menembus suhu kerja sulit diterapkan.
Laila dkk. / J. Sains Dasar 2014 3 (2) 102 – 109 106
Gambar 5. Perbandingan hasil pembacaan suhu kamar oleh sensor LM35 dan
sensor DS18B20.
Dari desain yang telah dirancang, berhasil pijar yang digunakan sebagai pemanas akan
dibangun prototype inkubator yang selanjutnya dinyalakan atau diredupkan menyesuaikan suhu
dapat diteliti karakteristiknya. Hasil yang yang terukur dalam inkubator. Penggunaan triac
diperoleh ditunjukkan pada Gambar 6. Dari hasil dan sensor DS18B20 berhasil menjaga suhu di
ini tampak bahwa inkubator dapat mencapai dalam inkubator pada nilai (36,5 ± 0,1) °C
suhu 36,5 °C dari suhu kamar (26 °C) setelah (Gambar 7).
10 menit. Setelah mencapai suhu ini, lampu
Laila dkk. / J. Sains Dasar 2014 3 (2) 102 – 109 107
Dalam prakteknya, inkubator terkadang dengan cara membuka pintu inkubator saat
mendapatkan gangguan perubahan suhu. inkubator bekerja dan ditunggu penurunan suhu
Gangguan ini dapat terjadi ketika pintu inkubator hingga hampir menyentuh suhu 30 °C sebelum
dibuka untuk memasukkan bayi setelah suhu di pintu ditutup kembali. Hasil pengamatan
dalam inkubator mencapai suhu kerjanya, atau ditunjukkan pada Gambar 8. Dalam gambar ini
untuk melakukan treatment pada bayi yang tampak bahwa respon sistem pengendali suhu
telah berada di dalam inkubator. Pada pada prototype inkubator bekerja cukup baik,
penelitian ini dicoba diberikan gangguan yang ditunjukkan dengan kembalinya suhu
perubahan suhu pada prototype inkubator inkubator pada suhu kerjanya dalam waktu 100
setelah mencapai suhu kerjanya (36,5 °C) detik setelah pintu inkubator ditutup.
Laila dkk. / J. Sains Dasar 2014 3 (2) 102 – 109 108
Gambar 8. Respon sistem pengendali suhu dalam prototype inkubator setelah diberi
gangguan perubahan suhu.
Laila dkk. / J. Sains Dasar 2014 3 (2) 102 – 109 109
Pustaka