Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para
pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Ras
Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama kali istilah ras
diperkenalkan Franqois Bernier,antropolog Prancis, untuk mengemukakan
gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan ketegori atau karakteristik
warna kulit dan bentuk wajah. Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya
manusia dikelompokkan dalam berbagai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk
wajah,rambut,tinggi badan, dan karakteristik fisik lainnya. Jadi, ras adalah
perbedaan manusia menurut atau berdasarkan cirri fisik biologis.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat
klasifikasi ras atas tiga kelompok,yaitu Kaukasoid,Negroid,dan Mongoloid.
Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras dunia ini dalam 10
kelompok,yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid, Polynesia,
Melanisia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang tersebar
di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang
Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan orang-
orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.
Identitas kesukubangsaan antara lain dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa
bawaan (etnictraits). Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahiran) atau hubungan
darah,kesamaan bahasa,kesamaan adat istiadat,kesamaan kepercayaan
(religi),kesamaan mitologi,kesamaan totemisme. Jumlah etnik atau suku bangsa di
Indonesia ada 400 buah. Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya
didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan
adanya 19 lingkaran hukum adat (Koentjaraningrat,1990). Jadi berdasarkan
klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen.
Kemajemukan Sosial
Kemajemukan social, berkaitan dengan relasi antar orang atau antar kelompok
dalam masyarakat. Misalnya : perbedaan jenis kelamin, asal usul keluarga atau
kesukuan, perbedaan ideology atau wawasan berpikir, perbedaan kepemilikan
barang-barang atau pendapatan ekonomi. Kemajemukan social dapat dibedakan
dalam 3 hal penting :
Perbedaan Gender atau Seksualitas
Perbedaan Ekonomi
Perbedaan ini paling mudah dilihat, yang dalam terminology Marxisme tampak
sebagai perbedaan kelas social (golongan kaya-miskin), yang sering menimbulkan
ketegangan dan konflik antar golongan.
Kemajemukan Budaya
Karena itu, ada keluarga yang mendidik untuk tidak membantah orang lain.
Keluarga ini ketika mendapat seorang aak kecil berdepat dengan orang tuanya
merasa bahwa anak tersebut tidak sopan, kurang pendidikan, bahkan nakal dan
kuarang ajar. Hal ini menimbulkan persoalan bagi keluarga yang tidak
menekankan pendidikan bahwa anak harus penurut. Keragaman budaya juga
menjadi persoalan ketika dikaitkan dengan perbedaan sosial. Munculah
pandangan stereotip yaitu pandangan tentang sekelompok orang yang
didefinisikan karakternya kedalam grup. Pandangan tersebut bisa bersifat positif
atau negatif. Sebagai contoh, suatu bangsa dapat distereotipkan sebagai bangsa
yang ramah atau tidak ramah. Biasanya ciri-ciri dalam stereotip kebanyakan
negatif, seperti cara bicara dan perilaku orang batak kasar, cara bicara dan
perilaku orang jawa lamban dan orang cina pelit. Sejarah juga menjelaskan bahwa
perbedaan budaya telah menimbulkan banyak persoalan. Sindiran atau pelecehan
tehadap budaya pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia seperti budaya
atau orang tertentu sudah di cap buruk. Bahkan sekarang ini muncul budaya
global yang datang dari barat dan negara maju berhadapan dengan budaya lokal.
Budaya global tersebut memberikan dampak positif dan negatif bagi budaya
lokal.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesederajatan itu secara yuridis diakui dan
dijamin oleh Negara melalui UUD 1945. Warga Negara tanpa dilihat perbedaan
ras, suku, agama dan budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan
yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 27
ayat 1 UUD 1945. Persamaan di bidang politik misalnya memperoleh kesempatan
sama untuk warga Negara memilih dan dipilih,berkesempatan untuk berpartisipasi
dalam kehidupan politik Negara. Persamaan di depan hukum atau equality before
of law mengharuskan setiap warga Negara diperlakukan sama dan adil. Prinsip
persamaan warga negara di depan hukum atau equality before of law adalah
jaminan atas harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hukum bertujuan untuk
menegakkan keadilan dan ketertiban.
Dengan demikian, secara yuridis maupun politis, segala warga negara memiliki
persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum, pemerintahan,
ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh membeda-bedakan kedudukan warga
negara tersebut terutama dalam hal kesempatan. Kesempatan yang sama bagi
semua warga negara tersebut dalam berbagai bidang kehidupan berlaku tanpa
membedakan unsur-unsur primodial dari warga negara itu sendiri. Primodial
artinya hal-hal yang berkaitan dengan asal atau awal seseorang, misalnya suku,
agama, ras, kelompok, sejarah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan