Bab II Tinjauan Kepustakaan Retina Merupakan Lapisan Yang Paling Dalam Yang Melapisi Bola Mata
Bab II Tinjauan Kepustakaan Retina Merupakan Lapisan Yang Paling Dalam Yang Melapisi Bola Mata
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
KERANGKA TEORI
Retina merupakan lapisan yang paling dalam yang melapisi bola mata,
merupakan membran yang tipis, lunak dan transparan. Retina merupakan jaringan
bola mata yang paling cepat perkembangannya. Retina meluas dari optik disk ke
oraserrata. Secara garis besar dibagi atas 2 bagian: kutub posterior dan perifer yang
dipisahkan oleh ekuator retina. Kutub posterior sampai ekuator retina, ini merupakan
area posterior retina. Kutub posterior retina terbagi atas 2 area: optik disk dan
makula lutea. Retina perifer di posterior dibatasi oleh ekuator retina dan anterior
dengan oraserrata. Oraserrata merupakan batas yang paling perifer tempat retina
berakhir, terbagi dalam 2 bagian; anterior pars plikata dan posterior pars plana.
oraserrata juga tempat melekat vitreous dan koroid. Secara mikroskopis lapisan
dengan retina dari vitreus. Dibentuk oleh satuan dari perluasan terminal dari
serabut muller.
Pigmen epithelium.
Ketebalan retina pada oraserrata 0,1 mm dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Strukturnya sangat sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf yang lain
seperti korteks serebri, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih.
Pengolahan visual retina, seperti persepsi warna, kontras dan bentuk berlangsung di
korteks serebri. 8
refraksi. Hal ini diketahui berdasarkan Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan
7
Pendengaran tahun 1993 -1996.
kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan keempat setelah katarak, kelainan
kelainan retina menempati urutan kedua setelah katarak dengan jumlah presentase
22,4%. 3
Adapun kelainan pada retina yang sering menyebabkan kebutaan antara lain:
I. Retinopati Diabetik.
Menurut WHO tahun 2002, retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang
utama kebutaan pada usia 20-70 tahun. Berdasarkan Visual Impairment and
terjadinya diabetik retinopati, baik tipe I maupun tipe II. Dalam studi WESDR mereka
diabetes mellitus, angka kebutaan pada tipe I mendekati 99% dan tipe II 60% yang
mempunyai onset 3,6% (usia < 30 tahun saat diagnosa, tipe I diabetes), dan pasien
yang lebih tua mempunyai onset 1,6% (usia > 30 tahun saat diagnosa, tipe II
diabetes). Pada kelompok usia yang lebih muda, 86% kasus kebutaan disebabkan
oleh diabetik retinopati. Pada kelompok usia yang lebih tua, dimana sering terjadi
diabetik retinopati.10
diketahui dengan pasti. Diduga akibat hiperglikemia kronis yang merupakan hasil
Perubahan spesifik kapilar retina disebabkan oleh kehilangan perisit dan penebalan
membran basal, yang diikuti oleh oklusi kapiler dan nonperfusi retina, sehingga
prevalensi diabetik retinopati pada diabetes mellitus tipe I+52%, sedangkan menurut
studi Rotterdam, prevalensi retinopati diabetic sebesar 4,8%. Prevalensi ini biasanya
4
meningkat sesuai dengan lamanya penyakit dan usia penderita.
Menurut British Diabetic Association, faktor resiko terjadinya diabeti retinopati
antara lain obesitas, riwayat diabetes mellitus, usia tua (40-75 tahun), wanita dengan
4
riwayat diabetes gestasional dan adanya riwayat hipertensi.
dalam 2 jenis:
hanya terbatas pada retina saja, tidak menyebar ke membrane limitan interna.
infark dari nerve fiber layer, IRMAs, perdarahan dot and blot intraretina, edema
retina, eksudat keras, arteriol abnormalitas, dilatasi dan beading dari vena retina.
edema makular.
termasuk:
atau difus dengan atau tanpa eksudat. Karakteristik fokal macular edema oleh
kebocoran fluorescein dari lesi kapiler spesifik. Karakteristik difus macular edema
kebocoran difus akibat pecahnya sawar pembuluh darah retina yang ektensif
gaya hidup, olahraga, menghentikan merokok, kontrol gula darah, tekanan darah,
fotokoagulasi:
Edema retina pada atau diantara area 500 mikrometer dari sentral macula.
Eksudat keras pada atau diantara area 500 mikrometer dari sentral jika
Daerah dari penebalan lebih besar dari 1 disk area jika lokasi diantara 1
ini.
Pars plana vitrektomi dan detachment dari posterior hyaloids juga berguna
berikut:
resiko tinggi PDR diantara 1 tahun. NPDR sangat berat terlihatnya 2 dari
gambaran diatas dan mempunyai peluang 45% progresi menjadi resiko tinggi
PRP adalah menyebabkan regresi dari jaringan neovaskular yang ada dan
Ada 2 skuale utama dari PDR lanjut adalah perdarahan vitreous dan
dunia degenerasi makula terkait usia menempati urutan ke-4 sebesar 8,7%. 11.
10% individu diantara umur 75 tahun telah memiliki beberapa gangguan penglihatan
sentral sebagai hasil degenerasi makula terkait usia diatas 75 tahun, 30%
mempunyai beberapa tingkatan. Stadium akhir (buta) terjadi kira-kira 1,7% individu
Framingham Eye Study, 6,4% pasien usia 65-74 tahun dan 19,7% pasien
diatas 75 tahun memiliki tanda-tanda degenerasi macula terkait usia. 15 Faktor resiko
yang memungkinkan terjadinya degenerasi macula terkait usia: umur, ras paling
banyak pada kaukasian, riwayat keluarga,katarak, makulopati terkait usia, merokok,
Drusen adalah tanda dari bentuk degenerasi macula terkait makula non
neovaskular (non eksudatif). Kecil, bulat, lesi kuning, lokasi pada level RPE
eksudatif. Cairan serosa dari koroid dibawahnya dapat bocor melalui defek
dapat juga terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru kea rah dalam yang
meluas dari koroid sampai ke sub retina yang memudahkan timbul pelepasan
drusen.15
Terapi pada Degenerasi Makula terkait usia ini sampai sekarang belum
zinkum dosis tinggi dan antioksidan (vitamin A,C dan E) jangka panjang dapat
merupakan salah satu penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia
merupakan kelainan heriditer yang kelainannya lebih menonjol pada rods dari pada
Insiden:
Terjadi pada 5 orang per 1000 penduduk, pada seluruh penduduk dunia.
Suku Bangsa: laki-laki lebih sering ditemukan dari pada perempuan dengan
perbandingan 3:2.
Lateraliti: sering ditemukan bilateral dan efeknya sama pada ke dua mata.
Gambaran Klinik:
A. Simtom visual:
pada rods.
B. Perubahan fundus:
akhir.
Optik disk menjadi pucat dan keruh pada stadium akhir dan akhirnya
kebutaan.
D. Pemeriksaan Elektrofisiologikal.
Therapi
Sebagian besar pengobatan tidak berhasil, sampai saat ini belum ada
terapi ultrasonik, terapi akupuntur. Belum lama ini, Vitamin A dan E telah
2. Low vision aids (LVA) dalam bentuk magnifying glasses, dan night vision
sosial ekonomi.
regma di retina sensorik, traksi korpus vitreus dan mengalirnya korpus vitreus
cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Sebanyak 90%
sampai 97% dijumpai adanya retinal break dan sebagian besar pasien
rendah dibandingkan dengan mata sebelah. Tanda khas yang dijumpai yakni
dapat dilakukan dengan cara tehnik bakel sclera yang bertujuan menutup
robekan retina dengan cara indentasi sclera maka traksi vitreus berkurang dan
Sehingga daerah robekan retina menempel kembali dengan EPR. Pada tehnik
yang kuat dengan melakukan cryotheraphy, laser atau diathermy dan kadang
proliferatif dan trauma mata dimana membran yang timbul pada vitreus
permukaan retina yang licin dan imobil. Terapi dari traksional retinal
cairan dibawah retina sensorik. Hal ini sering disebabkan oleh infeksi,
dimana cairan ini menumpuk disana terjadi ablasio retina. Ablasio retina
mengalami resorbsi, oleh karena itu terapi ablasio ini diarahkan terhadap
19
penyebabnya sehingga jarang dilakukan operasi.
Selain faktor intrinsik seperti usia, ras, jenis kelamin dan faktor genetik, ada
juga faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain pendidikan, dan pekerjaan yang
keterbatasan dokter, perawat, obat dan sarana operasi, maka untuk bisa
mewujudkan vision 2020, ada tujuan dan sasaran yang harus dicapai:
Ad.1. Tujuan
Tujuan umum:
Tujuan khusus:
4. ersedianya sistem informasi dan komunikasi timbal balik terpadu dalam upaya
Penglihatan.
9. Mantapnya manajemen penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan.1
Ad.2. Sasaran
1. Seluruh lapisan masyarakat mulai dari balita, usia sekolah, usia produktif dan
lanjut usia.
terkait.
Indonesia. 1
a. Aspek komunitas.
Kesadaran Masyarakat
b. Aspek klinik.
2. Inventarisasi data dan pemetaan masalah kesehatan mata dan distribusi SDM
komprehensif.
masyarakat.
lainnya yang terkait untuk mendukung efektifitas kinerja dan tidak tumpang
tindih.
7. Memacu kapasitas operasi Dokter Spesialis Mata dari 200 menjadi 1000
operasi pertahun.20
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN LANGKAT
Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3º 14’- 4º 13’ Lintang
Utara, 97º 52’ - 98º 45’ Bujur Timur dan 4-105 m dari permukaan laut. Kabupaten
Langkat menempati area seluas ±6.263,29 km2(629.329 Ha) yang terdiri dari 23
kecamatan dan 277 desa serta 34 kelurahan defenitif. Area Kabupaten Langkat
disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka,
dengan luas 934,90 km2 atau 14,93 persen diikuti Kecamatan Bahorok dengan luas
884,79 km2 atau 12,25 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan
Binjai dengan luas 45,55 km2 atau 0,79 persen dari total luas wilayah Kabupaten
Langkat.
Utara, Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis. Sehingga daerah ini
sebesar 164,04 jiwa / km2 . Perkembangan jumlah penduduk tahun 2004, 2005,
2006, 2007, berkisar 955.348, 970.433, 1.013.849 dan 1.027.414 dengan laju
Kecamatan dan Pedesaan Kabupaten Langkat pada tahun 2007 ini memiliki sarana
pembantu dan 1256 buah Posyandu yang semuanya tersebar di tiap Kecamatan.
Tabel 2.1. Banyaknya sarana pelayanan kesehatan di kabupaten
Langkat menurut kecamatan pada tahun 2008
Secanggang 3 10 10 0 75
Tanjung Pura 1 7 5 0 91
Gebang 1 9 2 0 50
Babalan 2 3 6 1 92
Sei Lepan 1 4 1 0 50
Brandan Barat 1 6 7 1 20
Besitang 1 10 3 0 59
Pangkalan Susu 2 7 11 0 69
Serapit
Kutambaru
Pematang jaya
Jumlah Total 28 146 102 14 1256