Anda di halaman 1dari 4

NAMA : 1. NINDYA CAROLIN C.

S (3335160065)

2. NOVITASARI (3335160067)

TUGAS PENGGANTI 3 PERTEMUAN

POLIMERISASI MINIEMULSI

Polimerisasi miniemulsi merupakan salah satu bagian dari teknologi


polimerisasi radikal bebas dalam sistem dispersi. Polimerisasi miniemulsi pada era
saat ini terus dikembangkan untuk menciptakan produk-produk polimerisasi yang
diinginkan. Pengembangan Teknik polimerisasi miniemulsi diawali dengan aspek
mendasar dalam hal persiapan, proses polimerisasi (dispersi), dan penerapan
polimerisasi miniemulsi itu sendiri.

Dispersi polimer digunakan dalam berbagai aplikasi seperti pembuatan karet


sintetis, cat, perekat, pengikat untuk kain bukan tenunan, aditif dalam kertas, tekstil,
aditif untuk bahan kontruksi, dan flokulan. Dispersi polimer dapat juga digunakan
dalam aplikasi biomedis dan farmasi seperti tes diagnostik dan sistem pengiriman
obat. Selain memiliki banyak manfaat tersebut, dispersi polimer memiliki sifat yang
unik yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan pasar. Umumnya produk ini
diproduksi dengan cara polimerisasi emulsi konvensional. Dalam proses ini,
monomer didispersikan dalam larutan yang mengandung air dari surfaktan dengan
konsentrasi melebihi critical micells concentration (CMC). Pada prinsipnya, partikel
polimer dapat dibentuk dengan masuknya radikal bebas ke dalam misel (nukleasi
heterogen), pengendapan oligomer yang tumbuh dalam fase cair (nukleasi homogen),
dan masuknya radikal bebas dalam tetesan monomer.

Miniemulsi diciptakan untuk mendeskripsikan proses polimerisasi


berdasarkan ukuran target yang ingin dicapai yaitu sekitar (0.1 – 1 mikrometer).
Kinetika dari polimerisasi miniemulsi pernah diulas oleh Capek dan Chern mengenai
persipaan dan polimerisasi miniemulsi monomer. Ugelstad, adalah yang pertama
menunjukkan bahwa ukuran tetesan monomer dapat mempengaruhi ukuran partikel
yang akan terbentuk. Penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh ukuran
tetesan dalam produk polimer yang dihasilkan. Ugelstad mengaduk Cetyl Alcohol
(CA) dengan air dan sodium lauryl sulfate (SLS) pada 60 oC dan kemudian
menambahkan stiren disertai dengan pengadukan. Hasilnya yaitu miniemulsi stabil
selama 2 minggu dan polimerisasi miniemulsi terjadi pada suhu 60oC dengan
ditemukannya sebagian besar partikel polimer yang dibentuk oleh tiap nukleasi
tetesan saat surfaktan dengan jumlah yang sedikit ditambahkan. Percobaan lain juga
dilakukan, yaitu dengan menyiapkan miniemulsi stiren dengan mengaduk campuran
sodium hexadecyl sulfate dengan air pada suhu 70oC, kemudian sistem didinginkan
hingga 60oC dan monomer ditambahkan bersamaan dengan pengadukan pada
kecepatan 600 rpm. Hasilnya yaitu, uuran tetesan menurun dan stabilitas rasio
surfaktan/alkohol sangat meningkat sementara miniemulsi menurun seiring waktu
dan degradasi menjadi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Alkohol yang berupa
fatty (lemak) berperan sebagai pemodifikasi permukaan tetesan karena menyebabkan
pengurangan energi antarmuka dan pembentukan struktur yang diinginkan, senyawa
ini disebut kosurfaktan. Azad et al menemukan bahwa semakin Panjang rantai fatty
alcohol yang digunakan maka miniemulsi akan lebih stabil.

Higuchi dan Misra memperikrakan bahwa penambahan sejumlah kecil


senyawa yang tidak larut dalam air akan memperlambat degradasi emulsi dengan
difusi molecular karena laju lambat difusi senyawa yang tidak larut dalam air akan
memungkinkan monomer untuk tetap pada kesetimbangannya dalam tiap tetesan.
Proses tersebut menjadi dasar untuk proses polimerisasi miniemulsi, yaitu
homogenisasi energi harus diterapkan untuk mengurangi ukuran tetesan monomer
serta tetesan harus terhindar dari degradasi difusi dan koagulasi tetesan oleh surfaktan
yang tidak larut dalam air.
BLOCK COPOLYMER in SOLUTION

Jenis pelarut dapat meningkatkan kompleksitas self assembly block


copolymers dalam pelarut. Blok kopolimer merupakan polimer yang memiliki dua
blok dalam satu rantai, dan biasanya menggunakan dua jenis pelarut untuk dapat
mengikat masing-masing dari dua sisi polimer yaitu ada yang bersifat hidrofobik dan
hidrofilik. Misalnya dalam pembuatan kopolimer poli stiren -b- poli asam akrilat
digunakan dua jenis pelarut yaitu S ( mengekspresikan pelarut yang baik untuk kedua
blok) dan N (menunjukkan pelarut selektif yang hanya larut di salah satu blok saja).
Semakin banyak komponen yang hadir dalam pelarut, maka semakin komplek
pembentukan kopolimernya. Pada percobaan yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dalam self assembly PS-b-PAA ketika rasio hidrofobik lebih besar
daripada hidrofilik maka akan terbentuk morfologi yang lebih besar dan lebih
kompleks.

Penentuan bentuk morfologi

Berbagai morfologi telah ditemukan melalui self assembly blok kopolimer


dalam suatu pelarut contohnya : misel (bola), batang, struktur bicontinuous, lamellae,
vesikel, misel senyawa besar (LCM) vesikel senyawa besar (LCVs), bentuk bawang
dan masih banyak lagi yang lainnya yang masih terus dikembangkan oleh berbagai
peneliti di bidang polimer. Secara keseluruhan, lebih dari 20 morfologi telah
diidentifikasi, beberapa diantaranya terbentuk berdasarkan induksi termodinamika
(rasio hidrofobik dan hidrofilik, temperatur dll). Urutan pembentukan diawali dari
sphere-sphere-rods-rods-vesicle-vesicle-LCMs.

Misel bola terdiri dari inti (core) dan corona. Core bersifat hidrofobik yang
dapat digunakan sebagai tempat ideal untuk enkapsulasi dan corona bersifat hidrofilik
yang berfungsi untuk melindungi core yang tida suka air. Pengaplikasian bentuk
misel bola yaitu, obat hidrofobik, probe fluorosensi, dan drug delivery. Contoh
struktur korona yaitu, polyionic complex (PIC), misel zwitterionic dll.

Rods atau batang (silinder/cacing) bentuknya hampir mirip dengan bola hanya
saja lebih Panjang sekitar 30 nm. Bentuk ini biasanya baik untuk pelurusan logam,
semikonduktor, atau nanopartikel magnetic.

Anda mungkin juga menyukai