Anda di halaman 1dari 3

Nama: Salsabiila Luqman

Umur: 21
E-mail: salsabiila1234@gmail.com
No. telepon: 085892190601

Menjadi penggemar BTS sejujurnya tidak pernah terpikirkan sekali pun olehku, meski
otakku sudah tenggelam dalam Korean Wave sejak 2011. Soal pada akhirnya mengapa aku
berani mengatakan bahwa aku menyayangi BTS, dimulai dari adikku yang secara tidak
langsung mengenalkanku pada BTS. Album Dark & Wild yang ia miliki saat itu bahkan tidak
menarik perhatianku. Aku termasuk yang menganut aliran “penampilan dan musik itu soal
selera”, sehingga pada masa itu, eyeliner masing-masing anggota yang kelewat tebal dan hip-
hop yang diusung BTS sebagai genre musik mereka, sama sekali bukan seleraku. Sampai
pada akhirnya lagu Boy in Luv dan Just One Day ‘mampir’ ke telingaku. Seperti dibius, aku
kerap kali memutar keduanya tanpa tahu apa maksud dari liriknya, tanpa tahu kenapa beat-
nya begitu asyik didengar, dengan posisiku yang masih menaruh hati pada grup lain.

Aku sempat berhenti mengikuti K-Pop di tahun 2015. Sebuah titel baru berjudul
mahasiswa serta adaptasi yang tidak mudah soal tinggal di indekos dan jauh dari orang tua,
membuatku tidak lagi tahu soal Korean Wave. Kupikir, memang begitu seharusnya—
menghadapi kenyataan dan berhenti berkhayal soal bertemu idola—tetapi, semesta berkata
lain.

Bulan Februari 2017, lagu Spring Day dan Not Today dirilis dan aku merasa
ingatanku soal BTS terpanggil. BTS sukses melebarkan sayap, dan aku ikut dibawa terbang
oleh ketujuh anggotanya. Teracuni oleh dua lagu yang beat-nya bertolak belakang,
kuputuskan untuk membeli album You Never Walk Alone setelah menabung selama sebulan.
Dari sanalah aku berusaha mengapresiasi karya BTS dengan ikut membeli album mereka,
meski hanya mampu memiliki satu versi per album berdasarkan foto-foto yang sesuai dengan
seleraku—sebuah usaha yang tak pernah kulakukan, bahkan ketika aku pernah menyukai
grup lain sebelum BTS.

Larut dalam Korean Wave pernah membuatku membenci diriku. Aku menyalahkan
orang tuaku karena tidak memperbolehkanku menonton konser, lalu mengurung diri di kamar
selama dua minggu. Selama perang dingin itu, aku makan tiga hari sekali dan keluar kamar
hanya ketika ingin ke kamar mandi. Perlu waktu tahunan untuk bisa bangkit kembali dan
menyadari, bahwa bukan sikap seperti itu yang BTS atau idol lain harapkan dari
penggemarnya.

Lewat BTS, aku sadar bahwa proses pahit adalah jalan yang perlu dilewati, dikenang
dengan senyum, sembari memetik hikmah dari sana. Berkaca dari BTS misalnya, berawal
dari mereka yang dianggap ‘bukan siapa-siapa’, menurut iRiver, BTS kini menjadi boyband
yang menghasilkan 2.685.030 kopi untuk pre-order album bertajuk Persona, terhitung sejak
13-17 Maret 2019, bahkan ketika agensi belum menyebutkan track list atau memberikan
photo preview. Belum lagi kalau harus menyebutkan prestasi mereka di Billboard Music
Awards, pidato Kim Namjoon di PBB, serta kehadiran BTS di Grammy Awards.

Silakan anggap aku narrow-minded karena hanya memandang BTS sejak tahun 2017
sehingga tidak sempat menimbang soal grup lainnya. Tetapi buatku, BTS adalah boyband
yang memanusiakan manusia; yang melihat semua pendengarnya sama, baik penggemar atau
bukan. BTS dan lagu-lagunya berkembang sesuai fase kehidupan: sekolah dan menemukan
cinta di sana, mempertanyakan perihal kehidupan bahkan ikut mengangkat kesenjangan
sosial dalam lagu Silver Spoon, sampai mengampanyekan pentingnya mencintai dan
menghargai diri sendiri. BigHit sebagai agensi sukses mendapat persetujuanku soal “Music &
Artist for Healing”, karena artis yang mereka debutkan serta lirik yang mereka tulis banyak
yang menyembuhkanku, menenangkanku, bahkan ikut berjalan bersamaku, menemaniku.

Selain itu, BTS benar-benar memperhatikan penggemarnya. Aku tidak bisa tidak
menangis ketika mendengar lagu So Far Away milik Agust D yang bercerita soal mimpi.
Atau ketika aku tersenyum malu ketika BTS menyuruh untuk berhenti menginterpretasi
music video, dan mulai belajar meski mereka tahu sulitnya mengerem hal-hal yang kita cintai
lewat lagu Pied Piper. Atau ketika aku mengulang berkali-kali ending speech dari Namjoon
ketika BTS konser di CitiField saking terharunya dengan apa yang ia utarakan: please use
me, please use BTS to love yourself. Because you guys taught me how to love myself. Atau
ketika aku yang merupakan mahasiswi tingkat akhir jurusan Sastra Indonesia ini terkesima
dengan permainan kata dalam lirik lagu Trivia: Love, di mana Namjoon dengan apik
memadukan kata 사람 (saram-person), 사랑 (sarang-love), 살아 (sara-to live), 자랑 (jarang-
pride), 바람 (baram-wind), 내 (nae-mine), dan 네 (ne-yours), dan menghasilkan rima yang
indah didengar.
Akhirnya, meski masih jauh dari mampu, setelah mengenal BTS, aku ingin menjadi
seperti pribadi yang Jung Hoseok lantunkan dalam lirik lagu Magic Shop: I wanted to
comfort and touch others, I want to take away sadness and pain away, bagi banyak orang.

Anda mungkin juga menyukai