Anda di halaman 1dari 568

Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag.

SOSIOLOGI INDUSTRI
Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri

PENGANTAR

Dr. Beni Ahmad Saebani,M.Si

Pustaka Setia Bandung


Pengantar Penulis

P erkembangan industri memberikan dampak sosial luar biasa


kepada masyarakat. Selain mengubah kehidupan perdesaan yang
berbasis pada sektor pertanian, perkembangan industri juga memacu
urbanisasi penduduk dari kawasan perdesaan ke perkotaan. Bahkan
perkembangan industri juga membawa konsekuensi perubahan
kelembagaan sosial di tengah masyarakat. Selain memengaruhi
karakteristik masyarakat, industrialisasi juga menciptakan kelas sosial
baru, buruh industri, yang tidak ditemukan pada masyarakat pra-industri.
Schneider menyatakan bahwa Industrialisasi menyebabkan
terjadinya perubahan dalam masyarakat tradisional di perdesaan menuju
industrialisasi yang melibatkan banyak pihak; yaitu pemerintah,
pengusaha, teknokrat, dan para buruh. Menurut Schneider perubahan itu
disebabkan oleh faktor yang secara prinsipil bersifat aktif maupun pasif.
Prinsip aktif adalah yang memprakarsai perubahan yang diterima
secara pasif. Sedangkan prinsip pasif merupakan pengaruh reaktif,
pengaruh lingkungan yang “membatasi” wilayah yang dapat dicapai
secara aktif. Sebagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat
Amerika Serikat. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh prinsip aktif,
industrialisme. Karena energi manusia dikerahkan pada sistem produksi.
Mengakibatkan lembaga-lembaga industri berubah dengan kecepatan luar
biasa dibanding perubahan pada bidang lain.
Untuk memahami lebih mendalam tentang sosiologi industri, buku
ini, hadir. Akan membantu para pembaca dari kalangan mahasiswa,
dosen, dan praktisi untuk memahami topik-topik dalam sosiologi indusri.
Mahasiswa dapat berinteraksi sosial dengan lingkungan masyarakat,
memahami tindakan sosial masyarakat, memiliki etika dalam kehidupan
bermasyarakat, memahami perubahan sosial yang terjadi, memahami
nilai-nilai kerja, memahami dampak industri terhadap masyarakat.
Buku ini berupaya memformulasikan suatu konsep dan cara
praktis kepada para mahasiswa, dosen, dan praktisi dalam medalami
sosilogi industri. Pemaparannya dimulai dari Filosofi Pembangunan
Indutrialisasi; Konsep Dasar Sosiologi Industri, selanjutnya berturut-turut,
Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri i
Teori dan Pendekatan Sosilogi Industri; Proses Pembentukan dan
Perubahan Masyarakat; Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-
Industri; Perilaku Masyarakat Post Industri; Interaksi Sosial Pada
Masyarakat Industri; Dampak Sosial dari Perkembangan Industrialisasi;
Dinamika Perkembangan Masyarakat Industri Indonesia; Masalah-
masalah yang dihadapi Masyarakat Industrial; Masalah-masalah yang
dihadapi Masyarakat Post-Industrial; Membangun Masyarakat Industri
Dalam Presefektif Sosiologi; Proses Industrialisasi Dalam Prespektif
Ekonomi Politik, dan bagian akhir dilengkapi dengan Kolaborasi
Universitas-Industri: Menuju Industri berbasis Pengetahuan
Akhirnya, penulis berharap, kehadiran buku ini dapat memberikan
inspirasi yang mencerdaskan, dan menjadi solusi terhadap berbagai
permasalahan dalam masuyarakat industri. Semoga buku ini bermanfaat
bagi kepentingan umat dan mendapat ridlo Allah SWT., Amin.
Bandung, 12 Pebruari 2018
Penulis

Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri ii


Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………………………………………… i
PengantarPenulis ………………………………………………………… iii
Daftar Isi ……………………………………………………………….. v
Bab 1
Penadahuluan .......................................................................................... 1
A. Filosofi Pembangunan Indutrialisasi .................................................... 2
B. Kebudayaan, Masyarakat, dan Industri . Error! Bookmark not defined.
C. Pengaruh Industri Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Dan Budaya .... 17
D. Dampak perubahan sosial akibat Industrialisasi ................................. 23
Bab 2
Konsep Dasar Sosiologi Industri.......................................................... 41
A. Terminologi Sosiologi Industri............................................................. 42
B. Industrialisasi, Dan Sosiologi Industri ................................................. 48
C. Prinsip Dasar Sosiologi Industri .......................................................... 62
D. Ruanglingkup Kajian Sosiologi Industri .............................................. 73
Bab 3
Teori dan Pendekatan Sosilogi Industri ............................................... 77
A. Perkembangan Teori Sosiologi Industri .............................................. 78
B. Area Subjek Pembahasan Teori Sosiologi Industri ............................. 86
C. Dasar Teori dan Tokoh Teori Sosiologi Industri .................................. 90
D. Pendekatan-Pendekatan dalam Sosiologis Industri ......................... 109

Bab 4
Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat ........................... 127
A. Konsep Dasar Masyarakat ............................................................... 128
B. Konsep Pembetukan Kelompok Masyarakat .................................... 133
C. Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat: Dalam Persefektif
Gerhard Lenski, Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim .......... 144
D. Proses Terbentuknya Masyarakat Berdasarkan Pendekatan Interaksi
Sosial ................................................................................................ 167
Bab 5
Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri ............... 173
A. Konsep Dasar Perubahan Perilaku Masyarakat ............................... 174
B. Perkembangan Perubahan Post Industrial ....................................... 181
C. Kecenderungan Menuju Masyarakat Pasca Industri ........................ 189
D. Masyarakat Jaringan (Network Society) Pasca Industri.................... 198

Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri iii


Bab 6
Perilaku Masyarakat Post Industri...................................................... 215
A. Konsep Dasar Perilaku Masyarakat ................................................. 216
B. Karakteristik Perilaku Sosial Masyarakat .......................................... 221
C. Masyarakat Pengetahuan dan Masyarakat Post Industri ................. 235
D. Gambaran Perilaku Masyarakat Post-Industrial ............................... 247

Bab 7
Interaksi Sosial Pada Masyarakat Industri ........................................ 255
A. Konsep Dasar Interaksi Sosial .......................................................... 256
B. Masyarakat Industri .......................................................................... 263
C. Interaksi Sosial dalam Masyarakat Industri ...................................... 258
D. Interaksi Sosial Dalam Lingkungan Industri/Perusahaan ................. 292

Bab 8
Dampak Sosial dari Perkembangan Industrialisasi .......................... 301
A. Konsep Dasar Dampak Sosial .......................................................... 302
B. Analisis Dampak Sosial .................................................................... 306
C. Dampak Perubahan Sosial ............................................................... 310
D. Dampak Sosial Perkembangan Industrialisasi .................................. 316

Bab 9
Dinamika Perkembangan Masyarakat Industri Indonesia ................ 329
A. Konsep Dasar Perkembangan Masyarakat Industri Indonesia ......... 330
B. Pola Peubahan Perilaku dalam Perubahan Sosial ........................... 333
C. Perkembangan Industri Pembentukan Perilaku Sosial .................... 347
D. Perkembangan Masyarakat Industri Indonesia ................................. 351

Bab 10
Masalah-masalah yang dihadapi Masyarakat Industrial ................... 363
A. Terminologi Konsep Industrialisasi ................................................... 364
B. Masyarakat Industrial........................................................................ 371
C. Kehidupan Masyarakat Industrial ..................................................... 383
D. Permasalahan di hadapi Masyarakat Industri ................................... 388

Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri iv


Bab 11
Masalah-masalah yang dihadapi Masyarakat Post-Industrial .......... 397
A. Biografi, Karya, Dan Pemikiran Daniel Bell....................................... 398
B. Konsep Masyarakat Post Industri Daniel Bell ................................... 420
C. Permasahan yang Harus dihadapi Masyarakat Post-Industri ........... 430
D. Kritik Terhadap Ramalan Sosial ....................................................... 439
Bab 12
Membangun Masyarakat Industri Dalam Presefektif Sosiologi ....... 447
A. Memahami Pentinggnya Pembangunan Perspektif Sosiologi .......... 448
B. Substansi Pentinggnya Perspektif Sosiologi..................................... 454
C. Studi Tentang Perubahan Perilaku Masyarakat ............................... 464
D. Pendekatan Sosiologi Pembagunan Masyakat ................................ 471

Bab 13
Proses Industrialisasi Dalam Prespektif Ekonomi Politik ................ 481
A. Industrialisasi Ekonomi Politik di Inggris ........................................... 482
B. Industrialisasi Ekonomi Politik Di Asia .............................................. 488
C. Eksistensi Politik Pada Industrialisasi ............................................... 498
D. Industrialisasi Indonesia antara Cita dan Fakta ................................ 507

Bab 14
Kolaborasi Universitas-Industri: Menuju Industri berbasis
Pengetahuan ........................................................................................ 521
A. Konsep Dasar Kolaborasi Universitas dan Industri ........................... 522
B. Kepentingan, Karakteristik, dan Pesepektif Kolaborasi Universitas dan
Industri .............................................................................................. 529
C. Mekanisme Transfer Pengetahuan Dari Universitas Ke Industri ...... 537
D. Implementasi Kolaborasi Universitas dan Industri di Indonesia ........ 540

Daftar Pustaka ...................................................................................... 547

Profil Penulis ........................................................................................ 561

Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri v


PENGANTAR
Dr. Beni Ahmad Saebani,M.si.

Natalitas sosiologi beriringan dengan serangkaian perubahan dan


krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis itu
menimbulkan kapitalisme pada abad 15. Sepanjang sejarahnya
menimbulkan pelbagai perubahan dalam bidang sosial politik, bahkan
meningkatnya individualism dan lahirnya ilmu pengetahuan modern
hingga timbul revolusi industri pada abad ke-18 sekaligus revolusi Prancis.
Rangakaian panjang revolusi politik yang diantarkan oleh
Revolusi Perancis 1789 yang berlangsung selama abad kesembilan belas
adalah faktor yang dominan bangkitnya teorisasi sosiologis. Revolusi
industri melanda masyarakat Barat, terutama pada abad kesembilan belas
dan awal abad kedua puluh. Revolusi industri berpuncak pada
transformasi dunia barat dari sistem yang sebagian besar agrikultural
menjadi sistem industrial yang menyeluruh. Sejumlah besar rakyat
meninggalkan lahan pertanian dan pekerjaan agrikultural demi pekerjaan
industrial yang diberikan oleh pabrik-pabrik yang berkembang pesat.
Revolusi industri kapitalisme membuka peluang pasar bebas bagi
masyarakat pelaku bisnis, hanya sayang untuk negara-negara
berkembang dengan sumber daya manusia yang masih minim, dengan
adanya revolusi industri dan pasar bebas justru terjebak pada pola
kehidupan konsumtif yang tidak seimbang dengan pendapatan umum
masyarakat. Tidak sedikit dari kehidupan masyarakat yang awalnya
tradisional kini berusaha menjadikan dirinya sebagai masyarakat industri
dengan sistem kerja yang professional dan bisnis oriented, sebagaimana
dalam realitasnya tidak ada sesuatu apapun yang gratis.

Untuk mengkaji aktivitas masyarakat industrial yang krusial


dibutuhka ilmu yang dapat menjelaskan mengenai sikap dan perilaku
masyarajat industrial yang sebenarnya. Ilmu tersebut adalah Sosiologi
Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri vi
Industri, yaitu ilmu yang mengkaji interaksi sosial antarmanusia,
mempelajari struktur sosial dan proses sosial, serta perubahan sosial yang
terkait dengan era industrialisasi dan pasar global..

Dengan sosiologi industri akan terungkap pelbagai perubahan


pada kaidah atau norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-
kelompok, lapisan-lapisan sosial serta hubungan timbal balik antara
pelbagai segi kehidupan politik, segi kehidupan hukum dengan kehidupan
agama, segi kehidupan agama dengan segi kehidupan ekonomi dan
sebagainya. Oleh karena itu, sosiologi industri amat penting dipelajari oleh
masayarakat yang hidup pada era industrialisasi.

Dengan terbitnya buku ini saya menyambut baik semoga


memberikan pencerahan ilmu pengetahuan dan sumbangan berharga
bagi kekayaan intelektual dan khazanah kepustakaan perguruan tinggi di
nusantara tercinta ini. Selama untuk penulis yang telah menghadirkan
salah satu solusi memahami industrialisasi dalam perspektif sosiologis.

Dr. Beni Ahmad Saebani,M.si.

Sosiologi Industri: Transformasi Menuju Masyarakat Post-Indusri vii


Sosiologi Industri

BAB I
Pendahuluan
K ajian tentang masyarakat dan industri meenarik untuk
diperbincangkan dan bersifat dinamis. Hal ini sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, inovasi teknologi dan industri.
Secara historis perkembangan masyarakat industri bermula dari
terjadinya revolusi industri di Inggris dan revolusi politik yang terjadi
di Prancis. Revolusi industri yang terjadi di Inggris yang pada
mulanya menggunakan alat produksi yang bersifat tradisional
beralih kepada alat yang modern dan kapitalistik. Begitupun dengan
adanya revolusi politik yang menerapkan sistem monarki absolut
menjadi republik demokratis.

Perubahan yang paling realistik adalah perubahan dalam


struktur pekerjaan dan organisasi kerja dalam masyarakat. Sejalan
dengan itu, runtuhnya kekuasaan monarki dan kekuasaan sentralistik
gereja mengubah cara pandang masyarakat dari tradisional ke arah
yang lebih rasional, manajerial, efektif dan efisien.

Pada struktur makro, perubahan-perubahan besar juga


terjadi. Tatanan politik negara dan cara negara dalam menangani
dan menyejahterakan warga negaranya juga mengalami
perombakan serius. Struktur masyarakat juga menimbulkan dua
kelompok baru yang amat kontras satu dengan yang lainnya, yakni
kelompok pemilik modal dan kelompok buruh dengan pola hubungan
sosial yang belum pernah ditemukan sebelumnya dalam sejarah.

Bab I Pendahuluan 1
Sosiologi Industri

A. Filosofi dasar dan Pembangunan Indutrialisasi


1. Filosofi Pengembangan Industri
Filosofi mendasar dari pembangunan negara adalah
menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya. Di era globalisasi
perdagangan dewasa ini, tidak bisa tidak, kemakmuran suatu bangsa
hanya dapat terwujud melalui pembangunan industri, baik industri
jasa maupun industri barang (manufaktur). Pembangunan sektor
manufaktur merupakan satu-satunya pilihan. Sektor inilah yang
mampu memberikan lapangan kerja besar dengan pengupahan yang
lebih sistematis dibandingkan sektor industri produk primer
(pertanian) maupun industri jasa.1
Idustrialisasi mempunyai pengaruh yang cukup besar pada
perubahan tata kehidupan masyarakat. Industrialisasi mengubah
bentuk kesejahteraan masyarakat, cara manusia dalam berinteraksi,
cara berpikir hingga pola pengelompokan dan penggolongan
manusia di dalam masyarakat. Pada periode awal industri mulai
menjamur di benua Eropa, perubahan yang dihasilkan sangatlah
dahsyat. Kehadiran sistem produksi mendorong perubahan drastis
pada tatanan kehidupan masyarakat Eropa.
Sektor industri bagi suatu negara merupakan sektor yang
menimbulkan perkembangan jauh lebih pesat untuk pertumbuhan
ekonomi. Analisis teoritis dan penyelidikan empiris telah
membuktikan bahwa kemajuan teknologi merupakan penentu utama
dari lajunya pertumbuhan ekonomi. Tanpa sektor industri, negara
sedang berkembang akan mengalami pertumbuhan lebih lambat dari

1Arsyad, Lincolin. 1992. Pembangunan Ekonomi, Edisi 2.


Yogyakarta: STIE. YKPN., hlm. 31.
Bab I Pendahuluan 2
Sosiologi Industri

pada yang telah dicapainya pada tahun-tahun lalu. Oleh karena itu,
sektor industri menjadi tumpuan harapan bagi pembangunan.2
Pada masa kini, tidak ada satu masyarakat atau negara pun
yang tidak menggunakan industri sebagai mesin penggerak
perubahan sosial ekonominya. Negara-negara maju, seperti Inggris,
Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Amerika Serikat, Kanada atau
Jepang telah jauh lebih awal bahkan menjadi pelopor dari
industrialisasi. Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura merupakan
pendatang baru dalam industrialisasi yang tidak kalah pesat
pertumbuhannya. Sementara itu, ratusan negara sedang
berkembang lain di Asia, Afrika, dan Amerika Latin juga menempuh
cara yang sama untuk mengubah kehidupan sosial ekonomi
masyarakatnya, tidak terkecuali Negara Indonesia .
2. Industrialisasi menjadi sebuah keniscayaan bagi langkah
perubahan kehidupan
Industrialisasi berasal dari kata industri yang berarti memiliki
makna kegiatan memproses atau mengolah barang dengan
menggunakan sarana dan peralatan, melalui mesin. Jadi
industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang
mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris (pertanian)
menjadi masyarakat industri. Industrialisasi di sini juga bisa diartikan
sebagai suatu keadaan dimana masyarakat lebih berfokus pada
ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam
(spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana
perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya
dengan inovasi teknologi.

2Rauf Purnama, 2013. Pengalaman Mempersiapkan Pembangunan


Industri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 244.
Bab I Pendahuluan 3
Sosiologi Industri

Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia


dimana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya
menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas
pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada
moral, emosi, kebiasaan atau tradisi).3 Menurut para peniliti ada
faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan
perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang
menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga
dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga
sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki
kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.

3. Pengembangan Industrialisasi

Ketika industrialisasi menjadi sebuah fenomena sosial


ekonomi yang sangat meluas menggantikan ekonomi pertanian,
wajah persoalan dari kehidupan masyarakat juga berubah. Awal
maraknya pertumbuhan industri sering kali diikuti oleh munculnya
berbagai masalah sosial yang sangat serius. Baik di Eropa, Amerika
Utara maupun negara-negara industri yang lebih lambat dalam
perkembangan industrialisasinya, awal pertumbuhan industri kerap
menciptakan masalah kesenjangan sosial ekonomi maupun konflik-
konflik sosial yang lebih kompleks.

Perubahan situasi dan permasalahan ini dapat ditemukan


pada bagian inti dari kegiatan ndustri itu sendiri, yakni di lingkungan
kerja hingga kepada tatanan masyarakat yang lebih luas dari
sekadar dunia kerja. Lingkungan kerja di dalam ranah (setting)
industri sangat berbeda jauh dari lingkungan kerja di dalam ranah

3 Lewis F. Abbott, 2003. “Theories Of Industrial Modernization &


Enterprise Development: A Review, ISM Books, revised 2nd
edition, 2003, hlm. 177.
Bab I Pendahuluan 4
Sosiologi Industri

pertanian atau organisasi-organisasi kerja yang tumbuh pada


masyarakat pertanian. Kapitalisme yang telah tumbuh sebelumnya
selama berabad-abad mengalami perubahan yang revolusioner pada
abad XIX sebagai akibat dari melekatnya teknologi industrial dan
industrialisme ke dalam sistem kapitalisme.4

Organisasi kerja, munculnya berbagai status dan sosial


baru, bentuk-bentuk organisasi dan pola hubungan sosial yang baru
melahirkan cara berpikir baru dan permasalahan yang juga belum
pernah terjadi sebelumnya. Dinamika hubungan kerja industrial ini
juga mempunyai hubungan timbal balik dengan berbagai perubahan
di luar lingkungan organisasi maupun institusi pekerjaannya.

4. Kompleks Sosial mendorong Sosiologi sebagai disiplin ilmu

Kompleksitas sosial yang bermunculan sepanjang


perkembangan industrialisasi-sejak kelahirannya yang pertama di
Eropa, mendorong perkembangan sosiologi sebagai disiplin ilmu
pengetahuan yang sangat relevan dengan situasi sejarahnya. 5

Berbagai kajian mengenai perubahan-perubahan sosial di


berbagai tingkatan sosial berkembang secara pesat baik di Eropa,
Amerika Utara maupun negara-negara berkembang di Asia dan
Amerika Latin. Hampir sebagian besar studi-studi di dalam sosiologi
tumbuh sebagai akibat dari perubahan sosial yang dihasilkan oleh
revolusi industri ini. Sosiologi Industri dalam hal ini tumbuh menjadi
sebuah subdisiplin tersendiri yang secara sangat khusus
memusatkan perhatian analisisnya pada persoalan-persoalan sosial

4 Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and Industry . London:


Routledge., hlm. 33.
5Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (edisi ketiga).

Jakarta: Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas


Indonesia, hlm. 1.
Bab I Pendahuluan 5
Sosiologi Industri

yang muncul di dalam ranah pekerjaan dan sosial yang lebih luas
yang terkait dengan kegiatan produksi dari industri.

B. Kebudayaan, Masyarakat, dan Industri

1. Masyarakat
Masyarakat menurut Soekanto (1990), diartikan sebagai
manusia yang hidup bersama, mereka sadar sebagai satu kesatuan
dan mereka merupakan suatu sistem yang hidup bersama.6
Masyarakat desa mempunyai hubungan yang lebih erat daripada
masyarakat kota. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas
dasar sistem kekeluargaan. Dalam masyarakat desa biasanya tertuju
pada keperluan kebutuhan yang bersifat primer seperti makanan,
pakaian, dan rumah.
Menurut Nurdin dalam Setyawati (2002), masyarakat adalah
segolongan manusia yang saling berhubungan tetap atau agak tetap,
yang diorganisir untuk aktifiitas-aktifitas bersama dan terikat
padanya.7 Masyarakat desa terdiri dari individu dan keluarga-
keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial yang saling
berhubungan antara satu sama lain baik diorganisir maupun tidak
untuk mencapai tujuan tertentu (kepentingan pribadi atau kelompok)
jelas menunjukkan masyarakat desa hidup berkelompok dimana
secara normatif mereka diatur oleh norma-norma, nilai-nilai dan
kelembagaan yang bersifat tradisional, sehingga dalam kehidupan
sehari-harinya unsur kebersamaan, gotong royong yang bersifat

6Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Raja


Grafindo. Persada, hlm. 73.
7Setyawati, E.A. 2002, Pengaruh Kegiatan Operasi Kawasan Industri

terhadap Perkem- bangan Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan,


Skripsi, Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian, IPB., hlm. 42.
Bab I Pendahuluan 6
Sosiologi Industri

komunal dalam berbagai segi kehidupan masih banyak dikalangan


mereka.
Menurut Soemardjan dan Soemardi (1964), setiap masyarakat
selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan. Ada
perubahan yang menarik perhatian orang, ada yang pengaruhnya
luas, ada yang terjadi lambat, adapula yang terjadi cepat. 8
Perubahan-perubahan di masyarakat dapat berupa
perubahan norma-norma, pola-pola perilaku seseorang, organisasi,
susunan dan stratifikasi masyarakat, dan juga mengenai lembaga
kemasyarakatan.
Sebab-sebab terjadinya perubahan itu sumbernya ada yang
terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar
masyarakat itu. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu
sendiri misalnya bertambah atau berkurangnya penduduk,
penemuan-penemuan baru, pertentangan antara golongan, dan
pemberontakan atau evolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.
Apabila sebab-sebab perubahan itu bersumber dari
masyarakat lain maka perubahan-perubahan dalam masyarakat itu
perlu juga diketahui saluran-saluran yang dilalui dalam proses
perubahan itu, sehingga perubahan itu pada akhirnya dikenal,
diterima, diakui, dan digunakan oleh khalayak ramai. Saluran-saluran
yang dilalui dalam proses perubahan tersebut pada umumnya adalah
lembaga kemasyarakatan dalam bidang pendidikan, ekonomi,
pemerintahan, agama, rekreasi dan sebagainya.
Menurut Ibrahim, J.T, (2002), industrialisasi pada masyarakat
agraris merupakan salah satu contoh bentuk perubahan sosial yang
tingkat pengaruhnya besar pada sendi-sendi dasar kehidupan

8Selo Soemardjan 1964. Bunga Rampai Sosiologi. Jakarta: LP. Fak


Ekonomi UI, hlm. 12.
Bab I Pendahuluan 7
Sosiologi Industri

manusia.9 Secara umum, perubahan tersebut membawa pengaruh


besar pada sistem dan struktur sosial. Proses industrialisasi
merubah pola hubungan kerja tradisional menjadi modrn rasional.
2. Kebudayaan dan Masyarakat
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski, mengemukakan bahwa Segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang
lain.10
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.11 Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.

9Ibrahim, J.T. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang. Press., hlm. 102.
10Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, 1997, The

Symbolic Construction of Community. New York: Routledge. Hlm.


231.
11Edward B. Tylor, 1974. Primitive Culture: Researches into The
Development of. Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom.
London; John Murray Albemarle street, hlm. 422.
Bab I Pendahuluan 8
Sosiologi Industri

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yaitu


sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
sama antar masyarakat, yang kemudian direalisasikan dalam
kehidupan sehari dan menjadi ciri khas daerah tersebut karena
masyarakat yang terkait telah menganggapnya sebagai bagian dari
hidupnya serta mematuhinya.
Masyarakat dan kebudayaan manusia di mana pun dan
kapan pun selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan
yang terjadi dapat berjalan lambat dan dapat pula berjalan cepat.
Perubahanperubahan tersebut dapat disebabkan oleh lingkungan
tempat di mana kehidupan masyarakat tersebut berjalan atau karena
adanya kontak-kontak dengan kebudayaan dari luar. Kontak-kontak
dengan kebudayaan dari luar yang menyebabkan adanya
perubahan-perubahan dalam kehidupan sebuah masyarakat
biasanya telah terjadi karena adanya pengalaman yang baru
ataupun keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan bahwa unsur
tertentu dari kebudayaan luar menguntungkan mereka.
Keuntungan tersebut terutama dilihat dalam kaitannya
dengan kesejahteraan hidup masyarakat setempat. Artinya, jika
dirasa dapat mendatangkan keuntungan bagi kehidupannya, maka
masyarakat akan dengan cepat merespon hal-hal apa saja yang
datang dari luar. Keuntungan tersebut terutama yang dapat
mendatangkan keuntungan ekonomi, social bahkan politik. Warga
masyarakat yang merasa tidak diuntungkan atau bahkan dirugikan
biasanya menentang sesuatu yang datangnya dari luar.
3. Kebudayaan Masyarakat Industri
Industri memberikan input kepada masyarakat sehingga
membentuk sikap dan tingkah laku yang mencerminkan cara
bersikap dalam bekerja. Dengan berkembangnya aspek ekonomi
yaitu industrialisasi jelas akan membawa perubahan dalam dalam
Bab I Pendahuluan 9
Sosiologi Industri

kehidupan masyarakat walaupun secara perlahan. Masyarakat


secara bertahap menerima adanya zaman baru, yaitu modernisasi.
Mereka mulai belajar menerima budaya yang ditularkan negara luar
karena adanya kerjasama satu sama lain dan hal itu tidak bisa
dihindarkan. Mereka harus bisa menyesuaikan diri, namun hal itu
tidak lantas mengharuskan masyarakat meninggalkan budaya
sendiri.
Menurut Nurcholish Madjid, (1999), untuk menjadi industrial,
masyarakat harus disiapkan untuk menerima nilai-nilai yang bakal
menunjang proses industrialisasi, dikehendaki ataupun tidak pasti
melahirkan tata nilai yang kebanyakan tidak dikenal oleh suatu
masyarakat pedesaan.12
Secara ekonomis kini masyarakat industrialis semakin
bertambah kaya, baik secar kuantitas maupun kualitas. Namun
kondisi yang membaik ini menurut Mercuse adalah keadaan yang
terlihat hanya dari kulit luarnya saja. Sesuatu yang menipu karena
pada kenyataanya peningkatan kualitas dan kuantitas kesejahteraan
manusia hanya dirasakan secara lahiriah saja. Manusia pada
masyarakat industri adalah manusia yang tidah utuh nilai-nilai
kemanusiaannya. Mereka terjebak dalam budaya konsumeristik
hedonisme yang dipacu oleh faktor-faktor produksi.
Kemajuan dibidang material justru berbading terbalik dengan
merosotnya nilai-nilai moral, kebudayaan dan agama. Kemajuan
teknologi dengan sokongan kapitalilsme hadir untuk membantu
manusia mengisi kekosongan dalam kehidupan pribadi manusia.
Alih-alih melepas lelah setelah habis bekerja seharian, orang-orang
kemudian mengabiskan uang dari hasil kerjanya ditempat-tempat
yang telah disiapkan untuk mengilangkan kepenatan, baik itu tempat

12Nurcholish Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam era Reformasi.


Jakarta: Paramadina, hlm. 127.
Bab I Pendahuluan 10
Sosiologi Industri

rekreasi, game zone, shooping dengan aneka barang pilihan dan


yang pasti gelaran itu akan serta-merta mendorong masyarakat pada
posisi konsumen dari apa yang mereka produksi sendiri. Mereka
terjebak dalam gaya hidup (life style) konsumtif dan hedonis,
sehingga secara tidak sadar mereka menjadi obyek pasar.
4. Munculnya Masyarakat Industri
Munculnya masyarakat Industri mengacu pada terjadinya
Revolusi Industri, yang umumnya dikaitkan dengan penemuan mesin
uap.13 Namun sesungguhnya, pemicu penting menuju era industri
tersebut dimulai dengan penemuan di bidang komunikasi, yakni
publikasi Bible yang diproduksi dengan mesin cetak pengembangan
dari Johannes Guttenberg (1455). Manusia cenderung bersifat
dinamis. Selalu ada perubahan yang terjadi pada diri manusia.
Semakin meningkatnya kebutuhan hidup sedangkan SDA
yang tersedia semakin menipis dan lahan kerja yang tidak memadai,
keterbatasan lahan perkotaan untuk migrasi, pemerataan
pembangunan dan penghematan biya produksi menyebabkan
unculnya keinginan untuk menciptakan satu hal baru yang dapat
meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik dengan mengubah pola
hidupnya. Perubahan paling sederhana yang tampak secara spasial
adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan
kawasan perumahan yang tentu berdampak pada beralihnya profesi
masyarakat petani ke profesi lain. Hal ini mempunyai pengaruh pada
pola hidup, mata pencaharian, perilaku maupun cara berpikir.
Masyarakat dan kebudayaan memang saling mempengaruhi,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut
dimungkinkan karena kebudayaan merupakan produk dari

13Straubhaar dan LaRose, 2004. Media Now, Understadning Media,


Culture, and. Technology . New York: Wadsworth, hlm. 455.
Bab I Pendahuluan 11
Sosiologi Industri

masyarakat. Pengaruh yang nantinya akan membuat perubahan


umumnya terjadi karena adanya tuntutan situasi sekitar yang
berkembang. Sehingga, masyarakat yang awalnya masyarakat
pertanian lambat laun berubah menjadi masyarakat industri.
Perubahan sosial terjadi karena adanya kondisi-kondisi sosial
primer, misalnya kondisi ekonomi, teknologi, georafi dan biologi.
Kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada
aspek-aspek kehidupan sosial lainnya.
5. Ciri-ciri dan Perillaku Masyarakat Industri
Secara Umum masyarakat Industri, memiliki, beberapa ciri
diantaranya:14
a. Meluasnya produksi massa barang-barang industri dengan
menggunakan mesin, yang terpusat di kota-kota besar
b. Migrasi massal dari pedesaan ke kota-kota (urbanisasi)

c. Peralihan dari pekerjaan sektor pertanian kepada pekerjaan di


sektor pabrik.

d. Jumlah penduduk kota yang melek huruf seiring kebutuhan


bidang pekerjaan yang lebih komplek

e. Munculnya surat kabar untuk kaum urban sebagai sarana untuk


mengiklankan produk-produk baru industri. Media massa
mempunyai peranan penting dalam masyarakat industri.

f. Penemuan teknologi baru seperti film, radio, dan televisi sebagai


hiburan kaum urban.

Secara Khusus masyarakat Industri, memiliki, beberapa ciri


yaitu:

14 Straubhaar dan LaRose 2004, Media Now, ……, hlm. 457.


Bab I Pendahuluan 12
Sosiologi Industri

a. Mereka dalam menyambung kehidupan tidak melewati lahan


pertanian seperti masyarakat agraris atau mengandalkan hasil
peternakan, seperti masyarakat padang pasir, melainkan pada
jalannya mesin-mesin pabrik, khususnya di daerah perkotaan,
sedangkan pertanian dikerjakan di daerah pedesaan dalam
lokalisasi yang sangat kecil, karena dengan hasil ilmu
pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan panen yang
cukup besar, di Amerika Serikat lokalisasi pertanian hanya 5%
saja, sudah mampu memberikan kehidupan pada masyarakat lain
yang bekerja di luar sektor pertanian.
b. Ketergantungan masyarakat industri terhadap pabrik, sama
halnya bergantung dengan penguasa pabrik, tidak jarang
dijumpai penguasa pabrik bersikap tidak etis atau tidak
manusiawi terhadap pekerja diantaranya melarang beribadah,
membuka aurat, memaksa ikut upacara agamanya, bila tidak
bersedia akan dikeluarkan. Mereka yang tidak tahan menghadapi
kesulitan hidup mudah melepaskan kepercayaan agamanya.
Berbeda dengan masyarakat yang menggantungkan hidupnya
dengan tanah pertanian, tanah tersebut tidak mampu
memaksakan orang berlaku dholim.
c. Potensi-potensi kehidupan terdapat pada sarana-sarana yang
dapat menunjang perkembangan pabrik diantaranya ialah ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan gedung misalnya
pengetahuan arsitek atau sipil, yang berhubungan dengan
pengaturan personalnya terdapat pada pengetahuan personalia
atau manajemen untuk pengembangan produksi terdapat pada
manajemen pemasaran, akuntansi untuk kegiatan
administrasinya dan masih banyak lagi pengetahuan untuk bekal
hidup pada Masyarakat Industri.
Bab I Pendahuluan 13
Sosiologi Industri

d. Pengetahuan yang tidak berhubungan langsung untuk


menunjang produksi kurang mendapatkan perhatian, misalkan
pengetahuan keguruan, lebih dijauhkan lagi apabila bidangnya
tidak berhubungan dengan produksi, misalkan bidang
keagamaan, sejarah, bahasa, atau filsafat. Secara alamiah akan
terjadi klas ilmu pengetahuan, pengetahuan teknik perusahaan
lebih dominan daripada pengetahuan sosial. Akibatnya mereka
akan cepat mendapatkan kemajuan material akan tetapi sangat
ketinggalan terhadap permasalahan nilai-nilai kemanusiaan,
kehidupan dan ketuhanan.
e. Kecintaan masyarakat industri terhadap kebahagiaan material
sangat besar dibandingkan dengan kebahagiaan immaterial,
sebagaimana kebahagiaan masyarakat agraris, yang lebih
menekankan pada kerukunan, kasih sayang dan saling
menghormati. Hal itu dapat dimaklumi karena bentuk-bentuk
kebahagiaan material pada masyarakat industri kuantitas dan
kualitasnya sangat banyak, variatif dan selalu mengalami
perubahan, berkat dukungan kemajuan pengetahuan teknologi.
Mereka lebih baik mengorbankan kebahagiaan immaterial yang
ruang lingkupnya lebih kecil, demi kebahagiaan material.
Sehingga masyarakat industri banyak mengalami gangguan
psikis, rasa ketegangan, persaingan, ketakutan terhadap
ketertinggalan dan konflik, perjudian, wanita dan minuman keras
sering dijadikan tempat hiburan untuk menghilangkan
ketegangan.
Adapun, perilaku Masyarakat Industri, diantaranya:
a. Masyarakat industri pada umumnya dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Yang penting disini
adalah manusia perorangan atau individu.
Bab I Pendahuluan 14
Sosiologi Industri

b. Kesempatan kerja lebih banyak diperoleh warga kota karena


sistem pembagian kerja yang tegas dan sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya (prfesionalisme)
c. Pola pemikiran yang raional, sistematis dan objektif yang pada
umumnya dianut masyarakat perkotaan menyebabkan interaksi-
interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
dari pada faktor pribadi.
d. Faktor waktu lebih penting dan berharga, sehingga pembagian
waktu yang sangat teliti sangat penting untuk mengejar
kepentingan individu.
e. para pengelola industri akan menciptakan aturan-aturan yang
berlaku sesuai tuntutan dalam dunia industri yang jauh berbeda
dengan aturan masyarakat agraris.
f. aktivitas yang dilakukan masyarakat industri pun berbeda dengan
masyarakat agraris. Mereka cenderung lebih menghargai waktu,
hidup serba cepat, jam kerja mereka lebih jelas, kerja
tersistematisasi, persaingan ketat di berbagai aspek, dan
sebagainya.
g. mereka juga cenderung lebih menggunakan rasio dalam
memutuskan sesuatu ataupun bertindak.
h. Perubahan sosial sangat nampak dengan nyata, karena kota-kota
biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
6. Mata Pencaharian
Menurut Thayeb M. Gobel (pendiri Gobel Group) (Alm.) dan
Mr. Konosuke Matsushita (pendiri Matsushita Electric Industrial
co.,ltd - jepang) (Alm.), yaitu:15

15Ramadhan KH, 1994. Gobel; Pelopor industri elektronika Indonesia


dengan falsafah usaha pohon Pisang. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, hlm. 155.,
Bab I Pendahuluan 15
Sosiologi Industri

a. Kemajuan masyarakat industri di Indonesia, tidak mungkin lepas


dari daya kreativitas dan inovasi pelaku industri masyarakat
pengguna produk industri. Karena itu, daya kreativitas dan
inovasi yang menjadi sumber mata air kemajuan dan
perkembangan masyarakat industri di Indonesia.
b. Dalam masyarakat industri biasanya terdapat spesialisasi
pekerjaan. Terbentuknya spesialisasi pekerjaan tersebut
disebabkan oleh semakin kompleks dan rumitnya bidang-bidang
pekerjaan dalam masyarakat industri. Proses perubahan yang
terjadi dalam diferensiasi pekerjaan ini mengakibatkan terjadinya
hierarki prestise dan penghasilan yang kemudian menimbulkan
adanya stratifikasi dalam masyarakat yang biasanya berbentuk
piramida. Stratifikasi sosial inilah yang menentukan strata
anggota masyarakat yang ditentukan berdasarkan sikap dan
karakteristik masing-masing anggota kelompok.
c. Di wilayah Industri sudah banyak tedapat industri. Ini
menyebabkan mata pencaharian masyarakat setempat sebagai
karyawan atau buruh pabrik. Hal ini disebabkan lahan pertanian
sekitar desa industri telah menjadi lahan industri, menjadikan
kebanyakan warga menjadikan mata pencaharian utama adalah
sebagai karyawan pabrik atau sebagai buruh. Selain itu akibat
wilayah mereka menjadi industri, menyebabkan dari masyarakat
menjadi pedagang, baik kecil maupun menengah.
d. Dalam masyarakat Industri, mata pencaharian masyarakatnya
secara umum dapat diklasifikasikan sebagai pengolah dan
pembuat barang-barang industri. Bercocok tanam tidak lagi
menjadi pekerjaan tetap mereka,karena lahan- lahan pertanian
telah berubah fungsi menjadi home industri dan pabrik pabrik.
Perlu digarisbawahi bahwa perubahan mata pencaharian tadi,
Bab I Pendahuluan 16
Sosiologi Industri

juga sangat berpengaruh pada kemajuan perdagangan. Sehingga


berdagang juga merupakan salah satu ciri mata pencaharian
masyarakat industri.

C. Pengaruh Keberadaan Industri Terhadap Kondisi Sosial


Ekonomi Dan Budaya

1. Keberadaan Industri
Pembangunan industri merupakan salah satu upaya
manusia dalam meningkatkan kualitas hidup, salah satu tujuan dari
pembangunan industri diantaranya untuk memperluas lapangan
kerja, menunjang pemerataan pembangunan, meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Alfian (Syaifullah, 2009), memberikan uraian mengenai


berbagai ekses atau dampak industrialisasi yang terjadi dalam
masyarakat diantaranya:16

a. Ditinjau dari sudut ekonomi, keberhasilan tentunya akan


menyebabkan perubahan yang amat berarti dalam struktur
perekonomian masyarakat.

b. Dalam bidang sosial, diperkirakan industrialisasi akan


menyebabkan terjadi struktur sosial dimana sebagian besar dari
anggota masyarakat akan menggantungkan mata pencaharian-
nya pada sektor industri.

c. Dari segi budaya, industrialisasi diperkirakan akan menimbulkan


perubahan nilai-nilai dan pola gaya hidup (life style pattern)
masyarakat yang amat berarti pula.

16Syaifullah. 2009. “Industrialisasi, Manusia Industri dan Perubahan


Sosial” Jurnal. Geografi GEA. 9. (1), hlm. 47.
Bab I Pendahuluan 17
Sosiologi Industri

Selain dampak yang diuraikan di atas, salah satu dampak


positif dari keberadaan industri diantaranya penyerapan tenaga kerja
dan peningkatan pendapatan masyarakat sedangkan dampak
negatifnya seperti pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
industri. Dampak positif dan negative dari keberadaan industri akan
menimbulkan perubahan bagi masyarakat baik kondisi social
ekonomi maupun kondisi budaya. dampak dari keberadaan industri
tersebut dapat menimbulkan perubahan pas masyarakat baik
kondisi sosial ekonomi maupun kondisi budaya masyarakat sekitar
kawasan industri tersebut.
2. Pengaruh Industri
Keberadaan industri di suatu daerah dalam skala industri
besar maupun skala industri kecil akan memberi pengaruh dan
membawa perubahan terhadap kondisi social ekonomi masyarakat
sekitarnya. Sebagaimana dikemukakan oleh (Singgih, 1991), bahwa
dengan dibukanya lapangan pekerjaan pada suatu industri yang
besar sifatnya mengakibatkan terbentuknya kesempatan baru, baik
yang langsung diakibatkan oleh industri, misalnya terbukanya
kesempatan kerja baru, yang akan dipekerjakan sebagai karyawan di
unit usaha baru tersebut, dan akibat lain yang bersifat langsung
misalnya, kesempatan dalam usaha-usaha ekonomi bebas, usaha-
usaha ekonomi bebas adalah merupakan usaha yang langsung
memenuhi kebutuhan industri. 17
Adapun, keberadaan industri di suatu wilayah akan
mempengaruhi masyarakat, sebagaimana menurut (Parker dkk,
1992), bahwa: “pengaruh industri terhadap masyarakat bisa berupa

17Singgih, Bambang, S. 1991. Perkembangan Masyarakat Akibat


Pertumbuhan Industri di Daerah-Daerah Jawa Timur. Jakarta:
Depdikbud RI., hlm. 6.
Bab I Pendahuluan 18
Sosiologi Industri

nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat dan usaha industrial


interset group untuk mempengaruhi masyarakat”. 18
Untuk itu, menurut (Idris, 2011), yang menyatakan bahwa
dalam kaitan perubahan sosial budaya dan ekonomi, pendidikan
sebagai bagian dari sosial budaya turut berpengaruh pada
perubahan sosial budaya dan ekonomi masyarakat.19 Keberadaan
industri di tengah masyarakat selain akan meningkatkan pola pikir
masyarakatnya juga akan mendukung bagi peningkatan sarana dan
prasarana pendidikan di daerah tersebut.
3. Perubahan Sosial
Berawal dari sifat manusia yang selalu menginginkan
sesuatu yang lebih baik. Hal tersebut sudah merupakan dimensi
biologis dan psikologis manusia untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidupnya di dunia. Kebutuhan-kebutuhan hidup itu tentu
saja harus diusahakan oleh manusia itu sendiri, dengan
menggunakan cara-cara dan upaya-upaya tertentu. Semakin lama
manusia hidup di dunia, semakin banyak pula tuntutan-tuntutan akan
pemenuhan kebutuhan tersebut. Tuntutan-tuntutan akan pemenuhan
kebutuhan ini tidak selamanya dapat diperoleh dengan mudah dari
alam semesta ini. Semakin banyak manusia yang membutuhkannya
semakin terbatas pula sumber-sumber pemenuhan kebutuhan
tersebut.
Keterbatasan sumber-sumber inilah yang menyebabkan
manusia mulai berpikir, bagaimana cara untuk mendapatkan
kebutuhan-kebutuhan itu. Proses berpikir dan cara untuk memenuhi

18Parker, S.R dkk. 1992. Sosiologi Industri. Jakarta: Rineka Cipta.,


hlm. 92.
19Abdurachmat, Idris. 2011. Geografi Industri. Bandung: Jurusan

Pendidikan Geografi FPIPS IKI, hlm. 220.


Bab I Pendahuluan 19
Sosiologi Industri

kebutuhan itulah yang akan menjadi bagian dari kebudayaan suatu


masyarakat, termasuk proses perkembangan teknologi dan
perkembangan masyarakatnya. Perkembangan masyarakat ini pada
dasarnya adalah proses perubahan, dimana dinamika pembangunan
yang terjadi pada masyarakat adalah proses perubahan yang
dilakukan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial dirasakan sebagai suatu kenyataan,
yang dibuktikan dengan adanya gejalagejala yang sering terjadi. Hal
ini mempunyai pengaruh dan akibat bersama dalam masyarakat.
Oleh karena inti dari perubahan sosial menyangkut tentang aspek-
aspek sosio-demografis dari masyarakat dan aspek struktural dari
organisasi sosial. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu
proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan di dalam
masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta
kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih
bermartabat.
Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi
ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang
dinamakan dengan perubahanperubahan. Adanya perubahan-
perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu
perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa
tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan
masyarakat pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat, pada dasarnya merupakan suatu proses
yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada
kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan.
Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini
Bab I Pendahuluan 20
Sosiologi Industri

dikarenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami perubahan


yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahanperubahan yang tidak
menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga
terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas
maupun terbatas. Di samping itu ada juga perubahan-perubahan
yang prosesnya lambat, dan perubahan yang berlangsung dengan
cepat.
Pengertian perubahan sosial mengacu pada adanya
perubahan-perubahan dalam berbagai pola tindakan dan dalam
pranata-pranata sosial yang menjadi acuan bagi pemenuhan-
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang dianggap penting dalam
kehidupan masyarakat tersebut.20
Perubahan sosial yang terjadi karena adanyaupaya
pemenuhan kebutuhan yang dilakukan antar individu dengan
individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok
merupakan proses perubahan yang dilakukan oleh masyarakat itu
sendiri maupun karena adanya interaksi dengan masyarakat luar.
Menurut Garna (1992), perubahan sosial terjadi karena adanya
proses pembangunan yang dilakukan, baik oleh masyarakat itu
sendiri maupun dari luar masyarakat. 21
Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
dapat berupa nilainilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku
organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan
dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan

20Suparlan, Parsudi, 2008, Masyarakat: Struktur Sosial dalam


Manusia Indonesia Individu Keluarga dan Masyarakat. Jakarta:
Akademi Pressindo, hlm. 485.
21Garna, K. J. 1992. Teori–Teori Perubahan Sosial. Bandung:

Program Pascasarjana Unpad., hlm. 1


Bab I Pendahuluan 21
Sosiologi Industri

lain sebagainya. Perubahan sosial merupakan perubahan pada


lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat.22
Dengan demikian perubahan sosial adalah proses,
meliputi bentuk keseluruhan dari aspek kehidupan masyarakat.
Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia, pada umumnya
merupakan proses yang terkendali oleh pola perencanaan yang
disebut „pembangunan‟ Begitupun halnya dengan pembangunan

masyarakat, sebagai bagian dari bentuk pembangunan, perubahan


sosial yang terjadi pada pembangunan masyarakat tidak saja
bermaksud membina hubungan dan kehidupan setiap orang untuk
hidup bermasyarakat, melainkan juga untuk membangun masyarakat
karena setiap satuan masyarakat memiliki community power.
Menurut Nelson W. Polsby dalam The International
Encyclopedia of the Social Sciences (1972) sebagaimana dikutip
Ndraha (1987), bahwa suatu masyarakat bisa kehilangan
kekuatannya jika masyarakat itu mengalami community
disorganization.23 Oleh karena itu untuk mengatasinya, maka
community development atau pembangunan masyarakat
dilancarkan.
Menurut Iskandar (2004), bahwa: “pembangunan
masyarakat (community development) telah lama diakui dan
dipandang oleh para sosiolog, ekonom, pekerja sosial dan ahli
lainnya sebagai alat utama perubahan sosial”.24

22Anwar, Yesmil & Adang, 2013, Sosiologi Untuk Universitas,


Cetakan Pertama, Bandung: Refika Aditama., hlm. 247.
23Ndraha, Taliziduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat. Jakarta.

Rineka Cipta., hlm. 40.


24Iskandar, Jusman. 2004. Pengembangan Masyarakat. Bandung:

STKS Press, hlm. 47.


Bab I Pendahuluan 22
Sosiologi Industri

Pembangunan masyarakat pada hakekatnya merupakan


proses perubahan sosial yang direncanakan dan diarahkan kepada
suatu tujuan tertentu, yaitu dari masyarakat yang tidak maju kepada
masyarakat yang maju dalam aspek ekonomi, maupun aspek sosial
budaya dan politik.
Pengertian perubahan sosial yang direncanakan dan
diarahkan adalah suatu usaha yang direncanakan untuk
memodifikasi sikap dan tingkah laku individu atau kelompok yang
dijadikan sasaran perubahan, yang dilakukan oleh agen perubahan
dengan cara memperkenalkan ide-ide baru atau mengadakan
inovasi ke dalam sistem sosial untuk mencapai tujuan seperti yang
direncanakan oleh para agen tersebut atau organisasinya
(pemerintah, LSM, dan kelompok-kelompok dalam masyarakat).
Birokrasi merupakan agen perubahan sosial. Birokrasi
meliputi birokrasi publik (yang beraktivitas dalam struktur
pemerintahan) dan birokrasi privat (yang beraktivitas dalam
kehidupan organisasi swasta).

D. Dampak perubahan sosial akibat Industrialisasi

Masalah utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah


banyaknya jumlah pengangguran terbuka dalam periode beberapa
tahun terakhir ini terus meningkat. Selain itu masalah yang dihadapi
Indonesia adalah pendapatan perkapita yang masih rendah
dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Thailand
dan Malaysia. Salah satu alternatif yang mengurangi jumlah
pengangguran dan meningkatkan pendapatan adalah dengan
mengembangkan sektor yang potensial. Salah satu sektor yang
potensial tersebut adalah sektor industri.

Bab I Pendahuluan 23
Sosiologi Industri

Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari proses


pembangunan nasional dalam menigkatkan pertumbuhan ekonomi
telah membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat.
Perubahan tersebut meliputi dampak pembangunan industri
terhadap sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan sekitar industri.
Dampak pembangunan industri terhadap aspek sosial ekonomi
meliputi mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian menjadi
sektor industri dan perdagangan, dampak lainnya terbukanya
kesempatan kerja yang lebih luas baik bagi masyarakat setempat
maupun masyarakat pendatang. Dampak industri terhadap aspek
sosial budaya antara lain berkurangnya kekuatan mengikat nilai dan
norma budaya yang ada karena masuknya nilai dan norma budaya
baru yang dibawa oleh masyarakat pendatang atau migran. Dampak
pembangunan industri terhadap linkungan dapat memberi pengaruh
negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat.
Pembangunan industri telah memberikan pengaruh secara
langsung dan tidak langsung, pengaruh langsungnya adalah
berkurangnya lahan pertanian, sedangkan pengaruh tidak
langsungnya adalah bergesernya mata pencaharian penduduk
setempat ke bidang industri dan jasa/perdagangan. Pengaruh
langsung dan tidak langsung tersebut juga ada yang positif dan
negatif.
Dengan demikian agar pembangunan industri mempunyai
peran yang besar dalam pembangunan wilayah maka investasi di
sektor yang dalam hal ini industri harus diarahkan pada industri yang
memiliki keunggulan komparatif atas yang melakukan spesialisasi.
Denagn adanya spesialisasi, maka keterbatasan dana investasi
dapat lebih difokuskan pada industri tertentu.

Bab I Pendahuluan 24
Sosiologi Industri

Selain itu spesialisasi dapat meningkatkan perdagangan


karena spesialisasi akan mengakibatkan surplus di suatu wilayah
sehingga surplus tersebut diekspor ke wilayah lain yang kemudian
akan menciptakan perdagangan antar wilayah. Dampak perubahan
sosial akibat industrialisasi: 25

1. Danpak Positif

Dampak positif, perkembangan tingkat pertumbuhan


pendapatan masyarakat pedesaan yang terkait dengan pola
perubahan mata pencaharian, pola pikir msyarakat mulai mengenal
ilmu pengetahuan dan teknologi dari pergaulan ata interaksi dengan
dunia luar.

Pengaruh positifnya adalah menciptakan keanekaragaman


kehidupan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru yang
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan pengaruh
negatifnya adalah munculnya kecemburuan sosial dari pemuda
setempat karena adanya persaingan dalam mendapatkan pekerjaan.
Pengaruh negatif lainnya adalah berkurangnya lahan pertanian yang
menyebabkan petani yang hanya memiliki sedikit lahan dan tidak
memiliki keterampilan serta tingkat pendidikan yang rendah menjadi
tersingkir.26

Pembangunan dan perkembangan industri mengakibatkan


terjadi perubahan-perubahan di berbagai aspek social ekonomi
masyarakat, perubahan tersebut meliputi perubahan mata
pencaharian, perubahan jumlah kesempatan, perubahan tingkat
pendapatan, dan perubahan jumlah sarana dan prasarana.

25Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial Dan Pembangunan. Jakarta:


LP3ES., hlm. 23.
26Setyawati, 2002, Pengaruh Kegiatan……., hlm. 42.

Bab I Pendahuluan 25
Sosiologi Industri

Perubahan-perubahan tersebut kemudian menimbulkan dampak


positif maupun negative. Dampak positif pembangunan industri
merupakan kondisi perubahan dalam masyarakat akibat adanya
pembangunan industri yang memberikan keuntungan meningkat baik
langsung maupun tidak langsung dari kondisi sebelumnya.

a. Penciptaan Peluang Usaha dan Pekerjaan

Kehadiran industri membawa pengaruh terhadap mata


pencaharian penduduk, dimana sebelum adanya industri sebagian
besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan
sebagian lagi terbagi dalam beberapa mata pencaharian tertentu
saja seperti buruh industri batu bara dan sebagainya. Dengan
dibangun dan berkembangnya industri masyarakat mempunyai
peluang usaha yang lebih luas.

Sector pekerjaan lain yang banyak dimanfaatkan oleh


masyarakat adalah usaha berdagang, misalnya masyarakat asli desa
membangun warung-warung kecil di rumah yang menyediakan
kebutuhan sehari-hari, selain lebih ekonomis juga mudah untuk di
jangkau.

b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Bertambahnya jumlah sarana dan prasarana setelah


berkembangnya industri telah memberikan kemudahan-kemudahan
kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas
masyarakat sebelum berkembang industri lebih banyak dilakukan
untuk pergi ke sawah, atau ke pasar untuk membeli kebutuhan
sehari-hari atau menjual hasil pertaniannya, namun saat ini
masyarakat dapat dengan mudah melakukan berbagai kegiatan

Bab I Pendahuluan 26
Sosiologi Industri

dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai baik yang


disediakan oleh perusahaan maupun pemerintah daerah.

Walaupun ketersediaan sarana dan prasarana tersebut belum


semua dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat khususnya
yang memerlukan pengeluaran biaya besar seperti pemasangan
telefon, tetapi setidaknya sarana dan prasarana yang tersedia lebih
mudah dijangkau dan biaya yang relatif ekonomis, misalnya sekolah-
sekolah dasar, pusat pelayanan kesehatan seperti posyandu, tempat
ibadah, dan sarana olahraga. Sementara untuk sarana jalan umum
tidak hanya dapat dimanfaatkan langsun oleh pihak perusahaan, dan
masyarakat lapisan menengah keatas yang memiliki kenderaan,
tetapi juga masyarakat lapisan menengah kebawah juga dapat
memanfaatkannya dengan tersedianya angkutan umum yang masuk
dalam wilayah desa, sehingga masyarakat desa tidak perlu
lagikeluar wilayah dengan berjalan kaki atau menggunakan
kenderaan yang tidak memadai untuk menujukota kecamatan atau
kota kabupaten.

Pembangunan dan perkembangan industri mengakibatkan


terjadi perubahan-perubahan di berbagai aspek social ekonomi
masyarakat, perubahan tersebut meliputi perubahan mata
pencaharian, perubahan jumlah kesempatan, perubahan tingkat
pendapatan, dan perubahan jumlah sarana dan prasarana.
Perubahan-perubahan tersebut kemudian menimbulkan dampak
positif maupun negative. Dampak positif pembangunan industri
merupakan kondisi perubahan dalam masyarakat akibat adanya
pembangunan industri yang memberikan keuntungan meningkat baik
langsung maupun tidak langsung dari kondisi sebelumnya.

Bab I Pendahuluan 27
Sosiologi Industri

c. Penciptaan Peluang Usaha dan Pekerjaan

Kehadiran industri membawa pengaruh terhadap mata


pencaharian penduduk, dimana sebelum adanya industri sebagian
besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan
sebagian lagi terbagi dalam beberapa mata pencaharian tertentu
saja seperti buruh industri batu bara dan sebagainya. Dengan
dibangun dan berkembangnya industri masyarakat mempunyai
peluang usaha yang lebih luas.

Sector pekerjaan lain yang banyak dimanfaatkan oleh


masyarakat adalah usaha berdagang, misalnya masyarakat asli desa
membangun warung-warung kecil di rumah yang menyediakan
kebutuhan sehari-hari, selain lebih ekonomis juga mudah untuk di
jangkau1.

d. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Bertambahnya jumlah sarana dan prasarana setelah


berkembangnya industri telah memberikan kemudahan-kemudahan
kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas
masyarakat sebelum berkembang industri lebih banyak dilakukan
untuk pergi ke sawah, atau ke pasar untuk membeli kebutuhan
sehari-hari atau menjual hasil pertaniannya, namun saat ini
masyarakat dapat dengan mudah melakukan berbagai kegiatan
dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai baik yang
disediakan oleh perusahaan maupun pemerintah daerah.

Walaupun ketersediaan sarana dan prasarana tersebut belum


semua dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat khususnya
yang memerlukan pengeluaran biaya besar seperti pemasangan
telefon, tetapi setidaknya sarana dan prasarana yang tersedia lebih

Bab I Pendahuluan 28
Sosiologi Industri

mudah dijangkau dan biaya yang relatif ekonomis, misalnya sekolah-


sekolah dasar, pusat pelayanan kesehatan seperti posyandu, tempat
ibadah, dan sarana olahraga. Sementara untuk sarana jalan umum
tidak hanya dapat dimanfaatkan langsun oleh pihak perusahaan, dan
masyarakat lapisan menengah keatas yang memiliki kenderaan,
tetapi juga masyarakat lapisan menengah kebawah juga dapat
memanfaatkannya dengan tersedianya angkutan umum yang masuk
dalam wilayah desa, sehingga masyarakat desa tidak perlu
lagikeluar wilayah dengan berjalan kaki atau menggunakan
kenderaan yang tidak memadai untuk menujukota kecamatan atau
kota kabupaten.

2. Dampak Negatif

Dampak negatif, adanya pencemaran lingkungan,


meningkatnya kecemburuan sosial, munculnya kesenjangan
masyarakat desa-kota, serta perilaku ekonomi masyarakat lebih
konsumtif.

Pembangunan industri di satu sisi memberikan perubahan


yang berdampak positif namun di sisi lain juga membawa perubahan
yang berdampak negatif, dampak negatif tersebut antara lain
terjadinya pencemaran terhadap lingkungan sekitar industri
sepertipolusi air bersih, polusi kebisingan suara, dan polusi udara.
Selain pencemaran lingkungan dampak negatif yang terjadi antara
lain adanya potensi konflik akibat adanya kecemburuan sosial antara
masyarakat asli desa dengan masyarakat pendatang dalam hal
kemudahan mengakses pekerjaan khususnya di sektor industri.

Bab I Pendahuluan 29
Sosiologi Industri

a. Pencemaran Linkungan

Pendapat lain mengenai dampak negatif dari pembangunan


industri yaitu terjadinya pencemaran lingkungan seperti polusi air,
polusi udara, polusi tanah dan lain-lain yang membahayakan
kelangsungan hidup semua makhluk bumi.

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh polusi air yaitu


sungai-sungai kecil yang ada saat ini sudah terkontaminasi zat-zat
kimia yang berasal dari pembuangan limbah indutri, polusi udara
menyebabkan udara berbau tidak sedap yang mengganggu
pernafasan. Selain itu dampak negatif yang terjadi dilihat dari aspek
sosial budaya antara lain terjadinya tekanan budaya oleh kaum
pendatang terhadap penduduk setempat dan pergeseran nilai-nilai
yang dianut masyarakat setempat.27

Dalam perkembangannya industri di suatu wilayah tidak


semuanya menonjol. Ada yang lebih menonjol dibandingkan yang
lainnya. Untuk itu, suatu wilayah harus lebih peka dalam
menganalisis industri kecil apa yang seharusnya dikembangkan.

Dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan seperti


polusi air, polusi udara, polusi tanah, dan lain-lain yang
membahayakan kelangsungan hidup semua makhluk. Berbagai
upaya telah dilakukan baik oleh pihak perusahaan sendiri maupun
Pemerintah Daerah untuk memperkecil resiko pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas industri.

27Panjaitan, Rumintang R; et al. 1996. Pemanfaatan Limbah Padat


Industri. Acetelin Sebagai Bahan Pembuatan Batako. Surabaya:
Badan Penelitian dan. Pengembangan Industri., hlm. 155.
Bab I Pendahuluan 30
Sosiologi Industri

b. Pencemaran Air Bersih

Upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi atau


memperkecil terjadinya resiko pencemaran linkungan memang tidak
sepenuhnya menjamin untuk tidak adanya masalah pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi mengenai air sumur
penduduk yang terkontaminasi dengan limbah yang berasal dari
perusahaan. Kapasitas limbah yang cukup banyak sementara
kualitas dan kapasitas penampung limbah kurang memadai
akibatnya limbahmenyerap dalam tanah sampai ke air sumur
masyarakat.

c. Polusi Kebisingan Suara

Selain pencemaran terhadap air sumur penduduk,


pencemaran juga terjadi akibat kebisingan suara yang dihasilkan
oleh aktifitas produksi yang melebihi batas. Salah satu cara
menguranginya adalah dengan melakukan perbaikan kualitas
bangunan agar dapat menurunkan intensitas bising dan menambah
pepohonan di sekitar pabrik.

d. Polusi Udara

Pencemaran lingkungan yang juga terjadi adalah polusi udara,


dimanapolusi tersebut berasal dari kegiatan mesin-mesin produksi
pabrik yang pembuangan limbah asapnya melalui cerobong
perusahaan, terutama perusahaan yang dalam produksi lebih
banyak melakukan kgiatan pembakaran. Selainpolusi udara
dihasilkan dari kegiatan industri, polusi udara juga terjadi akibat
banyaknya truk-truk perusahaan yang berkapasitas besar keluar
masuk pabrik untuk mengangkut hasil produksi perusahaan, hal ini

Bab I Pendahuluan 31
Sosiologi Industri

yang kemudian jalan mudah rusak dan menimbulkan debu-debu


tebal di jalan.

e. Potensi Konflik

Perkembangan jumlah industri yang cukup pesat secara


langsung memberikan peluang kesempatan kerja yang lebih luas, hal
ini yang kemudian menarik pendatang untuk berusaha mendapatkan
pekerjaan di sektor industri. Seiring perkembangan industri jumlah
pndatang yang berada di wilayah-wilayah ndustri terus bertambah.
Masalah sosial mulai muncul ketiks penduduk asli kesulitan
memperoleh pekerjaan di sektor industri sehingga terjadi tuntutan-
tuntutan warga asli agar bisa mendapatkan pekerjaan.

3. Perubahan Sosial Ekonomi

a. Mata Pencaharian

Memasuki tahun 90-an sampai sekarang jumlah industri terus


berkembang dengan pesat baik skala usaha besar maupun
sedang/menengah. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan
penggunaan lahan yakni dari lahan pertanian menjadi industri dan
pemukiman penduduk.

Perubahan penggunaan lahan secara langsung juga ikut


berpengaruh terhadap perubahan mata pencaharian penduduk.
Berkurangnya lahan pertanian dan pembebasan tanah penduduk
oleh industri mengakibatkan terjadinya pergeseran jenis pekerjaan.

b. Kesempatan Kerja
Berkembangnya industri di pedesaan memberikan berbagai
alternative peluang pekerjaan yang lebih luas, dimana sebelum
berkembangnya industri peluang kerja sangat terbatas baik jenis
pekerjaan maupun kesempatan kerjanya, tetapai setelah
Bab I Pendahuluan 32
Sosiologi Industri

berkembangnya industri peluang untuk memperoleh pekerjaan lebih


tersedia baik pekerjaan pada bidang industri maupun usaha
berdagang atau jasa.
c. Tingkat Pendapatan
Dampak pembangunan pada aspek sosial ekonomi yang lain
adalah ekonomi rumah tangga yang salah satunya meliputi tingkat
pendapatan. Setelah berkembangnya industri tingkat pendapatan
meningkat.
d. Jumlah Sarana dan Prasarana

Perubahan sarana dan prasarana berkembang industri terlihat


dengan bertambahnya fasilitas seperti jalan, angkutan umum,
sekolah, dan lain-lain. Sarana dan prasarana tersebut merupakan
fasilitas umum yang dapat dirasakan oleh semua penduduk desa.

Sebelum industri berkembang, sarana dan prasarana belum


banyak tersedia salah satunya adalah sarana transportasi, penduduk
yang melakukan aktivitas di luar desa jadi terhambat, setelah industri
berkembang sarana dan prasarana seperti transportasi lebih
memadai.

4. Perubahan sosial pada masyarakat pinggiran kota akibat


industri di pinggiran kota

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan


mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi
yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha
perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari
industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam
bentuk jasa.

Bab I Pendahuluan 33
Sosiologi Industri

Untuk berlangsungnya kegiatan industri di butuh kan lokasi


stratetgis agar industri dapat memperoleh keuntungan melimpah.
Peletakkan Lokasi industri di suatu wilayah, akan mengakibatkan
perubahan sosial pada wilayah tersebut. Pada awalnya, “… suatu
industri ditempatkan di luar kota serta dekat kepada sumber tenaga
dan bahan mentah”28

Akan tetapi pada perkembangan setanjutnya, pendirian


industri tidak lagi harus dekat dengan sumber bahan mentah. “Lokasi
pabrik akan ditentukan mengingat pengeluaran biaya minimal. Faktor
faktor yang diperhatikan adalah: bahan mentah, minyak, air, modal,
tenaga listrik, tanah untuk mendirikan pabrik dan fasilitas lainnya,
serta masalah pengangkutan. Loksi pabrik dapat dijumpai di tiga
daerah, yaitu: 29

a. Di daerah-daerah pada tepian kota (periphery of the city),

b. Di dekat daerah-daereh perdagangan (trade district),

c. Di sepanjang jalan dengan lalu-lintas untuk angkutan berat


(heavy freight mtreffic).”

Untuk penentuan lokasi industri Ginsburg (dalam Weiner,


1981), mengemukakan bahwa: “… dalam hal pengangkutan maupun
pembangkit serta penyaluran tenaga sangat memperluas
kemungkinan pilihan tempat Industri sehingga tidak lagi terikat pada
tempat-tempat dimana terdapat sumber alam tertentu….”30

28Schneider, Eugene V. 1993. Sosiologi Industri. Jakarta: Aksara


Persada., hlm. 430.
29Bintarto, R. 1980. Gotong Royong: Suatu Karakteristik Bangsa

Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, hlm. 68.


30Myron, Weiner. 1994. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan.
Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press., hlm. 81.
Bab I Pendahuluan 34
Sosiologi Industri

Bersaman dengan itu, luasnya kemungkinan untuk memilih


tempat di atau dekat daerah-daerah metropolitan semakin
bertambah karena perbaikan- perbaikan teknologi pengangkutan,
sedangkan industri-industri yang makan tempat cenderung untuk
diletakkan di daereh-daerah yang kurang padat penduduknya, yang
terletak di pinggiran kota besar atau malah lebih jauh lagi dari pada
itu. Hal ini pada gilirannya mengakibatkan makin cepatnya
suburbanisasi daerah-daerah pedesaan yang letaknya di dekat kota-
kota besar.”

Tampak bahwa faktor sarana transportasi dan tanah/lahan


cukup dominan dalam penentuan lokasi Industri. Harga tanah di
pinggiran kota yang relatif lebih murah dari tanah di dalam kota, dan
kemudahan transportasi yang dapat memperlancar arus barang-
barang produksi menyebabkan pinggiran kota cukup tepat untuk
dijadikan daerah industri.

Menurut Parker (1992): bahwa “Munculnya industri-industri


baru dalam suatu wilayah akan memberikan pengaruh besar
terhadap jumlah tenaga kerja.”31 Schneider (1993), berpendapat:
“Salah satu akibat yang terpenting dari timbulnya industrialisme
adalah terbentuknya komunitas-komunitas baru, atau perubahan
serta pertumbuhan yang cepat dan komunitas yang sudah ada.” 32

Peningkatan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan komunitas


di sekitar industri yang cepat disebabkan oleh masuknya para
pekerja pendatang dalam jumlah yang banyak dan menetap di
daerah tersebut.

31Parker, S.R dkk. 1992. Sosiologi Industri. …….., hlm. 93.


32Schneider, Eugene V. 1993. Sosiologi Industri…..., hlm. 431.
Bab I Pendahuluan 35
Sosiologi Industri

a. Pertumbuhan komunitas ini dikarenakan “Industri membutuhkan


tenaga kerja yang dapat diandalkan dan dapat masuk kerja setiap
hari dan pada waktu yang tepat” (Schneider, 1993:430),

b. Para pekerja pendatang memilih bermukim di sekitar industri.


“Seringkali orang-orang ini berasal dari daerah, ras, suku, atau
agama yang berbeda- beda” (Schneider, 1993:437) yang
mempunyai nilai-nilai yang berbeda dengan masyarakat
setempat. Komunitas masyarakat setempat yang dimaksud
adalah komunitas masyarakat pinggiran kota yang mempunyai
sifat dan karakter tertentu.

Masyarakat pinggiran kota, menurut Cholil Mansyur (1987),


mempunyai ciri-ciri yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat
desa, di antaranya: “Hubungan persaudaraan erat, saling mengenal
satu sama lain, hidupnya sederhana, mereka sangat menjaga
tingkah laku sehari-hari dan mempunyai rasa hormat-menghormati
terhadap masyarakat lain.” 33

Ciri lainya. yang membedakan masyarakat pinggiran kota dari


masyarakat desa. “…yang paling menonjol dari masyarakat
pinggiran adalah kehidupannya cepat berubah dan mudah
terpengaruh, karena lokasinya yang berada di dekat kota, sehingga
arus informasi dan pengaruh-pengaruh dari kota cepat sampai
kepada masyarakat pinggiran.

Masyarakat pinggiran juga mempunyai perhatian yang sangat


besar terhadap segi paedagogis daripada saling mempengaruhi dan
saling mempererat hubungan untuk menuju kesejateraan dan
kemajuan dalam masalah apa pun, terutama untuk mempengaruhi

33Cholil Mansyur, M. 1987. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa.


Surabaya: Usaha. Nasional., hlm. 134.
Bab I Pendahuluan 36
Sosiologi Industri

dalam pendidikan sebagai hal yang pokok untuk memupuk perasaan


sosial dan kecakapan untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat.”
34 Jadi, Perubahan sosial masyarakat pinggiran kota (transisi) yang
dipicu oleh pembangunan industri di daerah tersebut meliputi
berbagai aspek kehidupan, yang salah satunya adalah aspek
ketenagakerjaan. Masyarakat pinggiran kota memiliki karakter yang
cepat berubah dan mudah terpengaruh, sehingga perubahan yang
terjadi dalam lingkungan cepat diadaptasi.

Namun dalam hal perubahan mental bekerja, ternyata belum


dapat mengikuti perubahan yang terjdai dalam
teknologinya.Pertumbuhan masyarakat pinggiran diwarnai pula
dengan tumbuhnya berbagai alternatif lapangan usaha, selain
industri itu sendiri, yang dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat.
Diferensiasi dan segmentasi dalam masyarakat didorong ke arah
homogenitas, yang membuat diferensiasi dalam masyarakat tetap
fungsional

5. Perubahan sosial pada masyarakat pedesaan akibat adanya


industri di Pedesaan

Pembangunan industri yang pada awalnya ditujukan untuk


mendorong kemajuan perekonomian, berpengaruh pula secara
sosial terhadap perkembangan masyarakat. Hadirnya industri di
pedesaan dengan cepat membangun komunitas di sekitarnya.
Tumbuhnya industri di daerah pedesaan akan memunculkan
perubahan bagi masyarakat lokal setempat.

Perubahan Sosial sebagaimana dikemukakan oleh Gillin &


Gillin (Soemardjan dan Soemardi, 1982) “Suatu variasi dari cara-cara

34Ibid., hlm. 137.


Bab I Pendahuluan 37
Sosiologi Industri

hidup yang telah diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi


geografis kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideology
maupun karena adanya difusi atau penemuan penemuan baru dalam
masyarakat tersebut”. 35

Perubahan sosial itu sendiri terjadi dalam masyarakat,


maupun terjadi karena faktor-faktor yang datang dari luar. Kalau
dilihat saat ini, terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat desa,
kebanyakan datang dari luar masyarakat. Komunitas yang ada
disekitar industri, baik yang pada awalnya adalah komunitas
pedesaan maupun komunitas diciptakan setelah adanya industri,
mengembangkan karakteristik tertentu yang sesuai dengan
kebutuhan industri. Industri memiliki pengaruh yang besar terhadap
komunitas untuk menimbulkan terjadinya perubahan di dalam
masyarakat.
Dampak industri terhadap masyarakat sangat banyak,
misalnya dampak positifnya: terbukanya kesempatan kerja yang
besar yang menyerap penganguran, munculnya prasarana dan
sarana ekonomi seperti jalan dan transportasi, pasar, toko-toko,
telekomunikasi, bank, perkreditan, perdagangan pergudangan,
penginapan, rumah makan. Sedangkan dampak negatif dapat pula
terasa seperti polusi air bersih, dan udara, pemukiman semakin
sesak, meningginya temperature, kenaikan harga barang-barang,
dan perbedaan yang menyolok dalam kehidupan dalam kawasan
industri tersebut. Industri memiliki pengaruh yang menimbulkan
akibat fisik di dalam masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh
masyarakat bisa dalam bentuk yang berbeda. Bila suatu wilayah

35Soemardjan, Selo. 1982. Perubahan Sosial di Yogyakarta.


Yogyakarta: Gadja. Mada University Press., hlm. 144.
Bab I Pendahuluan 38
Sosiologi Industri

sangat tergantung sangat tergantung hanya kepada satu jenis


industri atau perusahaan, perkembangan industri atau perusahaan
tersebut akan menentukan apakah wilayah tersebut akan
berkembang atau hancur. Munculnya industri-industri baru dalam
suatu wilayah akan memberipengaruh besar terhadap jumlah
tenaga kerja.
Menurut Glaeser (Miguel, et al. 2002) hadirnya Industri akan
menjadikan suatu daerah menjadi tujuan daerah urbanisasi karena
dengan hadirnya industri membutuhkan tenaga kerja yang banyak
sehingga banyak orang memutuskan untuk bertransmigrasi ke
daerah yang memiliki lapangan pekerjaan seperti industri.36
Pertambahan penduduk dan pengurangan penduduk ini
pada gilirannya memperlemah gotong royong dalam masyarakat di
daerah yang dekat dengan industri dan berubahnya pola pemukiman
dan juga bangunan rumah masyarakat. Industri tidak melulu pada
sektor barang saja, yang produksinya membutuhkan lokasi strategis
dan bangunan untuk berlangsungnya proses produksi yang biasa
kita kenal dengan istilah pabrik. Industri juga bisa langsung
mengambil potensi dari keindahan alam, seperti industri pariwisata.
Industri pariwisata kebanyakan di letakkan pada daerah pedesaan
yang potensi alamnya sangat bagus untuk di jadikan obyek wisata,
dalam industri pariwisata, juga memberikan pengaruh terhadap
perubahan sosial dalam masyarakat.
Perubahan Sosial masyarakat dalam nilai, sikap, dan pola
perilaku disebabkan karena proses adaptasi terhadap tuntutan
kondisi lingkungan yang ada. Maksudnya disini wisatawan

36Miguel, et. al., 2002. Did Industrialization Destroy Social Capital in


Indonesia?. California: University of California at Berkeley and
NBER., hlm. 455.
Bab I Pendahuluan 39
Sosiologi Industri

mancanegara yang berkunjung pasti secara langsung membawa


pengaruh terhadap masayarakat lokal didaerah sekitar objek wisata.
Sehingga mudah sekali terjadi perubahan- perubahan dan hal-hal
baru muncul pada tatanan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Perubahan Sosial adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial,
lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu.
Local Community atau masyarakat lokal adalah sekelompok
orang yang berada di suatu wilayah geografis yang sama dan
memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada di sekitarnya.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan
kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial
dimulai saat itu. Wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja,
atau sedang berlibur, dan secara sukarela mengunjungi daerah lain
untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
Perubahan pola budaya masyarakat lokal yaitu terjadinya
perkawinan dua unsur kebudayaan yang berbeda, perubahan pada
penggunaan bahasa, perubahan cara berpakaian dan perubahan
pola konsumsi. Perubahan gaya hidup komersil masyarakat lokal
dan perubahan perilaku dalam keluarga. Serta perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat ada faktor-faktor yang mempengaruhi
yaitu pola pikir masyarakat lokal yang sudah maju, sikap masyarakat
lokal yang terbuka dan adanya kontak dengan kebudayaan lain.

Bab I Pendahuluan 40
Sosiologi Industri

BAB II
Terminologi Sosiologi Industri

S osiologi industri adalah cabang ilmu sosiologi yang mengkaji


hubungan antara fenomena sosial yang terjadi dalam
masyarakat dengan kegiatan industri. Indonesia merupakan salah
satu negara yang kaya akan potensi. Potensi tersebut antara lain
dalam bidang Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia. Dilihat
dari segi SDA-nya, Indonesia tentu saja memiliki beragam varasi
hasil alam yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi sesuatu
yang bernilai tambah. Dalam pengolahan SDA ini dibutuhkan
manusia sebagai subjeknya. Dilihat dari segi SDM, mungkin di
Indonesia ini masih tergolong standar.

Untuk mengolah barang-barang mentah menjadi barang


setengah jadi dan atau barang jadi yang memiliki nilai jual
dibutuhkan ketrampilan. Ketrampilan tersebut dapat diperoleh
melalui pelatihan dan pengalaman. Sedangkan kegiatan pengolahan
barang itu sendiri merupakan proses kegiatan industri.
Perkembangan industri-industri di suatu tempat tergantung pada
SDM-nya. Baik industri kecil, menengah, maupun yang besar,
dibutuhkan suatu ketelitian dan kerjasama antar manusia yang satu
dengan manusia yang lain. Oleh karena itu perlu diketahui perilaku
pelaku industri untuk mengontrol jalannya kegiatan industri.

Untuk mengontrol jalannya kegiatan industri dibutuhka suatu


ilmu yang dapat menjelaskan tentang sikap dan perilaku seorang
pelaku industri yang sebenarnya. Ilmu tersebut adalah Sosiologi
Industri, yaitu ilmu yang mempelajari tentang interaksi sosial antar

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 41


Sosiologi Industri

manusia baik individu dengan individu, individu dengan kelompok


dan kelompok dengan kelompok

A. Konsep Sosiologi Industrialisasi

1. Pengertian Sosiologi

Secara terminologi sosiologi berasal dari bahasa yunani,


yakni kata socius dan logos. socius yang berarti kawan, berkawan,
atau bermasyarakat. Sedangkan logos berarti ilmu atau dapat juga
berbicara tentang sesuatu. Dengan demikian, secara harfiah,
sosiologi dapat diartikan ilmu tentang masyarakat.1 :

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan


proses sosial, termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial.
Sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang
kategoris, murni, abstrak, berusaha memberi pengertian-pengertian
umum, rasional dan empiris, serta bersifat umum.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam


Soerjono Soekanto, “Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses sosial, termasuk membahas tentang perubahan-
perubahan sosial.2 Yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma sosial,
lembaga-lembaga sosi al, kelompok-kelompok, lapisan-lapisan sosial
serta hubungan timbal balik antara pelbagai segi kehidupan politik,
segi kehidupan hukum dengan kehidupan agama, segi kehidupan
agama dengan segi kehidupan ekonomi dan sebagainya.

Ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan


seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan

1Abdulsyani. 2007. Sosiologi, Skematika, Teori, Dan Terapan.


Jakarta: Bumi. Aksara, hlm.1.
2Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, hlm. 17,


Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 42
Sosiologi Industri

lingkungan sosialnya. ilmu sosiologi adalah seperti kenyataan atau


fakta sosial, tindakan sosial, khayalan sosiologis serta
pengungkapan realitas sosial. Jadi Sosiologi industri adalah
tindakan-tindakan yang menyangkut aturan aturan yang telah
dibuatnya sendiri antara individu yang berada dalam industri.
Sosiologi memusatkan perhatian kepada tindakan-tindakan
manusia yang terbingkai dalam sejumlah aturan-aturan yang
dibangun oleh sekumpulan manusia itu sendiri. Tindakan manusia
juga terbingkai di dalam struktur sosial. Sistem sosial meliputi realitas
yang ada diberbagai ruang, misalkan kelompok buruh, industri
secara umum.
2. Pengertian Industri
Industri adalah setiap tempat dimana faktor-faktor seperti
manusia, mesin dan peralatan (fasilitas) produksi, material, energi,
uang (modal), informasi dan sumber daya alam (tanah, air, mineral
dan lain-lain) dikelola secara bersama-sama dalam suatu produk
secara efektif guna menghasilkan suatu produk yang efektif, efisien
dan aman. (Wignyosubroto, 2000). Sedangkan menurut Susanto
BR.M.S, industri adalah berbagai usaha untuk mendapatkan nilai
tambah. Menurut Schneider (1993), industri merupakn jaringan yang
helainya menjangkau hampir setiap aspek masyarakat, kebudayaan,
dan kepribadian.3 Industri juga merupakan sebuah faktor penting
dalam membentuk masalah-masalah sosial yang kompleks.

Kuwartojo dalam Setyawati (2002), mendefenisikan industri


sebagai kegiatan untuk menghasilkan barang-barang secara massal,
dengan mutu yang bagus untuk kemudian dijual dan
diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan sejumlah

3Schneider, E.V. 1993. Sosiologi Industri. Edisi Kedua. Jakarta :


Aksara Persada., hlm. 33.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 43
Sosiologi Industri

tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja
tertentu. Industri menurut skalanya yaitu:4

a. Industri besar adalah usaha industri pengolahan yang


mempunyai pekerja atau karyawan 100 orang atau lebih.

b. Industri sedang adalah usaha industri pengolahan yang


mempunyai pekerja atau karyawan 20 sampai 99 orang.

c. Industri kecil adalah usaha industri pengolahan yang mempunyai


pekerja atau karyawan 5 sampai 19 orang.

d. Industri rumah tangga adalah usaha industri pengolahan yang


mempunyai pekerja atau karyawan 1 sampai 4 orang.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 5 tahun


1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang dan perekayasaan industri. 5

Sudah menjadi keharusan bagi industri untuk menyediakan


prasarana dan sarana kegiataannya (berproduksi). Untuk
membangun suatu industri pemerintah telah menentukan wilayah-
wilayah pusat pertumbuhan industri. Dengan demikian
pembangunan industri selain mewujudkan struktur ekonomi yang
makin seimbang antara industri dan pertanian, juga diarahkan agar
didalam sektor itu sendiri terwujud keseimbangan dan keserasian

4Setyawati, E.A. 2002, Pengaruh Kegiatan Operasi Kawasan Industri


terhadap Perkem- bangan Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan,
Skripsi, Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian, IPB., hlm. 33.
5Undang-undang Republik Indonesia No 5 tahun 1984, Tentang

Perindustrian.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 44
Sosiologi Industri

antara kelompok dan jenis usaha industri pemenuhan dalam negeri


dan untuk ekspor antara industri padat modal dan industri padat
karya dan sebagainya.

3. Esensi Pengetian Sosiologi Industri

Sosiologi memusatkan perhatian kepada tindakan-tindakan


manusia yang terbingkai dalam sejumlah aturan-aturan yang
dibangun oleh sekumpulan manusia itu sendiri. Tindakan manusia
juga terbingkai di dalam struktur sosial. Sistem sosial meliputi realitas
yang ada diberbagai ruang, misalkan kelompok buruh, industri
secara umum.
Menurut George R. Terry yang dikutip oleh Ratih Julianti ,
dalam mengkaji sosiologi industri melalui pendekatan kuantitatif,
pendekatan ini menitikberatkan pada penggunaan proses matematis
hubungan dari data yang dapat diukur6
Pendekatan kuantitatif sangat memperlihatkan proses
pengambilan keputusan. Pendekatan ini mendorong manajemen
sebagai unsur yang logis yang dinyatakan dengan cara kuantitatif
dan diproses oleh suatu metode untuk menghasilkan jawaban
terhadap permasalahan manajerial.
Untuk membahas industri sebagai struktur sosial, digunakan
persfektif stuktural fungsional. Pelembagaan industri sebagai sistem
sosial agar tetap eksis harus memenuhi beberapa syarat
fungsionalnya sebuah sistem sosial yaitu; 7
a. Pencapaian tujuan utama dalam sistem, sehingga konflik yang
bisa merusak sistem dapat dihindari.

6Yulianti, Neni. 1999. Dasar-dasar Public Relations. Jatinangor:


Alqaprint., hlm. 77.
7 Schneider, E.V. 1993. Sosiologi Industri. …., hlm. 3..

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 45


Sosiologi Industri

b. Sistem sosial harus mampu melindungi diri dari gangguan dari


luar. Misalkan berdirinya organisasi buruh, sedemikian rupa pihak
manajemen akan melakukan pendekatan-pendekatan untuk
memimalisir gangguan, begitupun dengan persaingan usaha.
c. Sistem sosial harus menjamin partisipasi setiap anggota dalam
sistem. Begitu juga dalam industri sistem harus memberikan
ruang bagi anggota untukmengaktualisasikan dirinya.
d. Komunikasi yang memadai antara anggota dalam ruang industri.
e. Konsensus dalam kepercayaan, nilai-nilai dan ketentuan-
ketentuan:
1) Masyarakat memiliki suatu kebutuhan yang paling mendasar,
yaitu keinginan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
2) Keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
tersebut diwujudkan dalam bentuk berbagai usaha, untuk
mencapai tujuan dan hal tersebut akan meningkatkan
kompleksitas struktur masyarakat;
3) Struktur sosial dibedakan sesuai dengan fungsinya yang
dibentuk oleh berbagai elemen yang berpindah-pindah untuk
mencapai tujuan yaitu mempertahankan kelangsungan-
kelangsungan hidup.8
Sosiologi industri ialah suatu cabang ilmu sosial yang
membahas karakter dan arti dunia kerja serta kehidupan manusia
yang terlibat di dalamnya. Permasalahan yang berhubungan dengan
industri tidak hanya segala sesuatu yang berhubungan langsung
dengan kegiatan kerjanya tapi juga banyak hal lain yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi aktivitas kerja dalam industri tersebut.

8Svehla, G. 1979. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi


Mikro Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Kalman Media Pustaka., hlm. 17
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 46
Sosiologi Industri

Suatu tinjauan terhadap variasi-variasi tersebut memperlihatkan


bahwa ia menyebar ke dalam spektrum pekerjaan, dimulai dari
tenaga pelaksanaan yang paling bawah kepada manajer dalam
perusahaan.
Sosiologi industri yang disebut juga sebagai sosiologi
organisasi, membahas sikap dan ideologi setiap pimpinan pada
suatu tingkat dalam struktur organisasi dan juga membahas apa saja
yang dilakukan individu di dalam organisasi. Adanya suatu
keterkaitan antara perpindahan kerja dengan kebiasaan did alam
bekerja yang dialami oleh orang-orang, yang merupakan suatu
landasan utama, baik bagi konflik maupun konsensus dalam suatu
organisasi.

Industri dan masyarakat mempunyai hubungan dan saling


mempengaruhi. Industri menimbulkan berbagai perubahan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat. Industri sendiri harus beradaptasi
dengan latar belakang pekerjanya, memahami karakter masyarakat
tempat industri berada. Kita tentunya pernah membaca berita
bagaimana pendirian perusahaan industri, seperti nuklir atau semen
mendapat resistensi dari masyarakat.

Sosiologi industri adalah cabang ilmu sosiologi yang


mengkaji hubungan antara fenomena sosial yang terjadi dalam
masyarakat dengan kegiatan industri. Materi yang dipelajari dalam
kajian ini meliputi; peranan industri dalam perubahan sosial, aktivitas
yang berhubungan dengan kegiatan produksi, distribusi, dan
konsumsi, hubungan industri dengan berbagai struktur masyarakat.

Berbicara tentang sosiologi industri berarti tidak terlepas


dengan adanya fenomena sosial yang menyangkut tentang hiruk
pikuk di kehidupan masyarakat perkotaan dan kehadiran perusahaan

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 47


Sosiologi Industri

di tengah masyarakat. Setiap kehadiran suatu perusahaan di tengah


masyarakat secara langsung maupun tidak langsung membawa
pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Suatu daerah
perindustrian yang baru mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang
banyak maka daerah tersebut akan menjadi pusat perindustrian dan
akan mengambil alih semua kativitas kerja yang telah berlangsung
didaerah sekitarnya. Proses perkembangan daerah perindustrian
akan membawa berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat.

B. Industrialisasi, Dan Sosiologi Industri

Berdasarkan sejarahnya, sosiologi adalah ilmu yang lahir di


tengah berkecamuknya perubahan sosial yang dahsyat. Karya -
karya klasik yang dihasilkan oleh sejumlah sosiolog besar, mulai dari
Saint Simon, Comte, Spencer, Durkheim, Weber hingga Marx dapat
dipandang sebagai respons ilmiah atas kehadiran raksasa ekonomi
baru di dalam masyarakat. Sebuah sistem produksi baru yang
bernama industri terlahir dan secara perlahan banyak mengambil alih
sistem produksi pertanian. Di dalam kelahiran istem baru ini para
sosiolog melihat berbagai proses sosial baru yang juga terjadi dalam
masyarakat sebagai bagian dari perubahan tersebut. Proses sosial
itu antara lain urbanisasi, industrialisasi, pembagian kerja,
sekularisasi, birokratisasi, demokratisasi, dan sentralisasi peran
Negara.9

Seluruh perubahan dan proses-proses sosial yang


berlangsung di dalamnya berusaha untuk dijelaskan oleh para
sosiolog. Penjelasan-penjelasan yang diajukan para sosiolog pada
dasarnya merupakan upaya untuk mengkonseptu alisasikan hakikat

9 Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and Industry. London:


Routledge., hlm. 103.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 48
Sosiologi Industri

perubahan yang mendasar dari masyarakat pertanian ke masyarakat


industri. Bagi Saint Simon dan Comte, perubahan itu bergerak dari
masyarakat teologis menuju masyarakat positivis.

Bagi Spencer, perubahan itu bergerak dari masyarakat militer


menuju masyarakat industri. Bagi Marx, itu adalah perubahan dari
masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis dan berakhir di
masyarakat komunis. Bagi Durkheim perubahan itu sama dengan
perubahan dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menuju
kepada masyarakat dengan solidaritas organik, sedangkan bagi
Weber, perubahan bergerak dari masyarakat tradisional menuju
masyarakat rasional (modern).

Meskipun semua sosiolog tersebut berusaha menjelaskan


hakikat perubahan sosial, mereka memiliki perbedaan cara pandang
dalam melihat efek dari perubahan yang dihasilkan oleh
industrialisasi dan kapitalisme industrial tersebut bagi umat manusia.
Sebagian menganggap perubahan-perubahan tersebut bersifat
positif dan banyak memberikan kebaikan pada kesejahteraan um at
manusia. Hal ini terlihat dari pemikiran-pemikiran Comte, Saint-
Simon, Spencer. Namun juga sejumlah pemikir lain melihat sisi yang
sebaliknya bahwa perubahan-perubahan tersebut justru menciptakan
serangkaian persoalan sosial yang lebih kompleks. Ini di antaranya
terbaca dari pemikiran-pemikiran Marx, Nisbet, dan sebagian
pemikiran Durkheim (Watson, 1997; Giddens, 1992; Johnson, 1986).
Perbedaan cara pandang ini menjadi isu perdebatan yang tak ada
habisnya hingga saat ini.

Meskipun terdapat perubahan terus-menerus dan


perkembangan sosial yang luar biasa pesat pada kehidupan
masyarakat saat ini jika dibanding pada saat revolusi industri
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 49
Sosiologi Industri

berlangsung, karakteristik dasar masyarakat yang ada saat ini masih


memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan tipe masyarakat pada
masa awal perkembangan industrialisasi tersebut. Oleh karena itu,
serangkaian pemikiran yang berkembang pada masa lalu dan
pemikiran sosiologi yang berkembang pada masa kini tidak dapat
dipisahkan sama sekali.

Upaya untuk menjelaskan keadaan masyarakat pada


umumnya maupun dinamika sosial di dalam sistem ekonomi
industrial pada khususnya tidak dapat meninggalkan begitu saja
pemikiran-pemikiran dasar sosiologi yang pernah dihasilkan oleh
para sosiolog besar pada beberapa abad yang lalu.

Situasi dunia saat ini diseragamkan oleh sistem kapitalisme


yang berkembang di setiap masyarakat. Melalui kapitalisme, sistem
ekonomi pasar dan industrial menjadi warna dari seluruh negara dan
bangsa. Hal yang membedakan adalah tingkat kesiapan untuk
memasuki sistem ini. Kesiapan ini berbeda-beda tergantung dari
budaya, tingkat perkembangan ekonomi dan kondisi sejarah sosial
ekonomi politik dari masing-masing masyarakat. Pada beberapa
masyarakat tertentu mereka lebih cepat merespons pola hubungan
kerja yang dipengaruhi oleh logika kapitalisme industrial sementara
sejumlah masyarakat lain masih jauh dari pengaruh tersebut. Di sisi
lain, tingkat kesiapan juga bisa menjadi berbeda karena dipengaruhi
oleh struktur hubungan ekonomi politik yang berlangsung di antara
setiap bangsa dan negara.

Di antara begitu banyak perubahan sosial yang dihasilkan


oleh industrialisasi, pola-pola hubungan sosial yang berlangsung
dalam dunia kerja merupakan situasi sosial yang berkaitan paling
erat dengan logika kapitalisme industrial. Struktur sosial yang muncul
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 50
Sosiologi Industri

dalam pekerjaan industrial merupakan hasil dari bekerjanya cara


produksi yang diorganisir seefisien mungkin demi akumulasi modal
dan keuntungan yang maksimal. Pola hubungan sosial di dalam
pekerjaan menjadi sangat kompleks karena melibatkan cara kerja
dan sistem imbalan yang dibangun berdasarkan prinsip kapitalisme
industrial.

Sementara itu, struktur dan hubungan sosial ini tidak hanya


berlangsung dalam sebuah sistem yang tertutup. Kondisi-kondisi
sosial di luar tempat kerja memberi pengaruh langsung dan tidak
langsung yang tidak kecil. Hubungan sosial yang berlangsung di
antara para pekerja dengan pemilik modal sangat dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah sebagai
penguasa politik wilayah atau negara.

Dinamika sosial yang lebih spesifik seperti itu menjadi fokus


pembahasan penting dari salah satu cabang disiplin sosiologi, yakni
sosiologi industri. Marx dan Weber adalah sosiolog-sosiolog besar
permulaan yang menaruh perhatian yang sangat serius pada pola-
pola hubungan sosial dan struktur sosial yang muncul di dalam
lingkungan sosial industri. Pada periode-periode selanjutnya, kajian-
kajian terhadap subjek permasalahan ini berkembang lebih jauh
hingga menembus batas-batas wilayah disiplin ilmu. Interaksi antara
substansi-substansi sosiologis dengan disiplin lain, seperti ekonomi,
manajemen, politik, hukum, psikologi, dan antropologi menjadi lebih
terbuka. Hal ini dipengaruhi oleh kompleksitas situasi sosial yang
berkembang di dalam pekerjaan industrial itu sendiri.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 51


Sosiologi Industri

1. Pengertian Industri dan Industrialisasi

Dalam arti luas, industri mencakup semua usaha dan


kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Menurut Dumairy
(1996), industri mempunyai dua pengertian:10
1) Himpunan perusahaan sejenis, contoh industry kertas berarti
himpunan perusahaan penghasil kertas
2) Sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif
yang mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi
atau barang jadi.
Proses industrialisasi merupakan proses perubahan struktur
ekonomi yang didalamnya terdapat kenaikan kontribusi sektor
industry dalam permintaan konsumen, PDB, ekspor dan kesempatan
kerja.
Industrialisasi dianggap mampu meningkatkan kemakmuran
suatu Negara secara lebih cepat dibandingkan strategi lain. Hal yang
tidak dapat dihindari dari industrialisasi adalah terjadinya urbanisasi.
Menurut para ahli, urbanisasi berdampingan dengan industrialisasi,
sebaliknya industrialisasi akan mendorong proses urbanisasi.
Industrialisasi: proses menjadi masyarakat industry. Perbedaan
budaya antara desa, kota dan proses adaptasi mengakibatkan
terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya masyarakat urban
perkotaan. Hubungan desa-kota merupakan sebagai transformasi
budaya dan sosial. Pola budaya yang terkandung dalam hubungan
transformasi:11

10Dumairy. 1996. Perekonomian indonesia. Jakarta: Erlangga, hlm.


207
11Bruner, E.M., 1974. The Expression of Ethnicity in Indonesia dalam
Urban Ethnicity (editor: Abner Cohen), London: Tavistock, hlm.
311.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 52
Sosiologi Industri

a. Secara teratur kembali ke desa asal untuk menikah, pemakaman,


dan upacara lainnya.
b. Pertukaran pemberian secara teratur (produk desa).
c. Perubahan tempat tinggal secara musiman.
d. Pulang pergi ke tempat tinggal secara berkala.
Pada umumnya, kota di Negara berkembang di dikotomikan
menjadi dua:
e. Kawasan tipe barat
f. Kawasan tipe pribumi yang terdiri atas pengelompokan desa-
desa.
Akibatnya, walaupun elite pribumi yang minoritas itu muncul
di kota-kota Asia, mereka memiliki ciri yang sama dengan penduduk
pedesaan dan cenderung mempertahankan ciri desa (folk).

2. Konsep Industri dan Industrialisasi

a. Konsep Industrialisasi

Jika sebuah Negara telah mencapai tahapan sektor industri,


Negara tersebut dianggap telah mengalami tahap industrialisasi.
Menurut pendekatan ini, industrialisasi dianggap sebagai proses
pertumbuhan ekonomi dalam wujud akselerasi investasi dan
tabungan. Dalam menjelaskan proses industrialisasi, model
neoklasik berbeda pendapat, tokoh-tokohnya lebih menekankan
mekanisme yang memungkinkan perekonomian Negara terbelakang
mentranformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari
sesuatu yang berat ke pertanian tradisional untuk mencukupi
kebutuhan sendiri, pada perekonomian yang lbih modern.

Dekade 1980-an pandangan tersebut mendapat kritik dari


ekonom Cambridge dan ekonom California, secara spesifik, ekonom

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 53


Sosiologi Industri

Cambridge tersebut telah meletakan sektor pertanian sebagai


fondasi pembangunan dan sektor industri sebagai motor
pembangunan.

Bedasarkan pandangan tersebut, transformasi ekonomi di


karakteristikan dalam dua hal: 12

1) Sektor pertanian harus terus mengalami dinamika internal dan


menjadi basis bagi sektor industry yang akan dikembangkan

2) Sektor industri yang dikembangkan mempunyai keterkaitan


dengan sektor pertanian.

Dalam model konvensional, karakteristik industrialisasi


diukur dengan lima indikator:
1) Pertumbuhan ekonomi meningkat melebihi pertumbuhan
penduduk.
2) Share sektor primer menurun
3) Share sektor sekunder meningkat
4) Share sektor jasa lebih kurang konstan sehingga sebuah Negara
menjadi Negara industry baru.
5) Konsumsi pangan menurun.
b. Tujuan Industrialisasi
Menurut Mubyarto (1988). sektor industri jika dikaitkan dengan
pembangunan wilayah mempunyai tiga tujuan, yaitu:13
1) Meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat.
2) Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam upaya
membangun pedesaan yang mampu menaikkan produktivitas
masyarakat.

12 Dumairy. 1996. Perekonomian indonesia……, hlm. 233.


13Mubyarto, Santoso K., 1988. Pembangunan Pedesaan di
Indonesia. Yogyakarta: Liberty., hlm. 83.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 54
Sosiologi Industri

3) Meningkatkan kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan


dukungan kepada upaya-upaya pembangunan pedesaan oleh
pemerintah daerah yang akan menaikkan pendapatan
masyarakat.
3. Industrialisasi dan Struktur Ekonomi Indonesia
a. Industrialisasi di Indonesia
Menurut Departemen perindustrian, industry nasiaonal
Indonesia dikelompokan menjadi:14
1) Industri dasar yang meliputi kelompok industry mesin, logam
dasar (IMLD) dan kelompok kimia dasar (IKD).
2) Industry kecil yang meliputi industry pangan, industry sandang
dan kulit, industry kimia dan bahan bangunan, industri galian
bukan logam dan industry logam.
3) Industri hilir, yaitu kelompok aneka industri meliputi industri yang
mengolah sumber daya hutan, mengolah hasil pertambangan,
mengolah sumber daya pertanian secara luas, dan lain-lain.
Ada, tiga pemikiran strategi industrialisasi di Indonesia: 15
1) Strategi yang mengembangkan industri-industri yang
berspektrum luas (menekankan industry berbasis impor).
2) Strategi yang mengutamakan industri yang berteknologi canggih
berbasis impor (pesawat terbang, senjata militer, industry kapal,
dan lain-lain).
3) Industri hasil pertanian berbasis dalam negeri dan merupakan
kelanjutan pembangunan pertanian.

14 Dep. Perindustrian dan Perdagangan, 2002. IKM Buku I Kebijakan


dan. Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil menengah.
Jakarta: Departemen Perindustrian dan Perdagangan., hlm. 38.
15 Ibid., hlm. 44.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 55


Sosiologi Industri

b. Industri Struktur Ekonomi Indonesia

Ada dua macam struktur ekonomi :

1) Struktur agraris, struktur ekonomi di dominasi oleh sektor


pertanian. Suber pertanian menjadi sumber mata pencaharian
sebagaian besar penduduknya. Contoh: Negara berkembang,
Indonesia;

2) Industri, struktur ekonomi di dominasi oleh sektor industri.


Sebagian besar produk domestic disumbangkan dan laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggal di sumbangkan oleh sektor
industri. Contoh, Negara industri maju (Amerika Serikan dan
Jerman).

3) Perubahan Sosial Masyarakat Agraris (Desa) ke Industri (Kota).

Modernisasi dianggap sebagai proses transformasi nilai.


Artinya, untuk mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai
tradisional secara total harus diganti dengan seperangkat struktur
dan nilai modern.16

Struktur masyarakat agraris yang memiliki nilai-nilai sosial


seperti gotong royong yang sangat kuat telah berubah. Nilai
gemeinschaft antar tenaga kerja dalam kehidupan pertanian
tradisional berubah menjadi gesselschaft. Hubungan antara pemilik
dan pekerja yang semula bersifat kekeluargaan, berubah menjadi
utilitarian komersial (nilai kebermanfaatan atau kegunaan).

16Alvin dan Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan.


Jakarta: Pustaka. LP3ES, hlm. 23
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 56
Sosiologi Industri

4. Dinamika Industrialisme

Di dalam dinamika industrialisme yang menyebabkan


terjadinya perubahan di dalam sistem produksi dan kemudian
mempengaruhi sistem lainnya terdapat tiga sumber utama yang
bersifat internal, meliputi:17

a. Peran Manajemen

Peran manajemen menempati posisi penting terkait


dengan faktor yang mempengaruhi perubahan dalam masyarakat
Amerika. Peran manajemen yang diterapkan dibuat sedemikian rupa
sehingga untuk memainkannya dengan sukses, orang harus
melampaui peran itu; sedikit banyak, manajer yang berhasil berbuat
demikian berdasarkan kenyataan bahwa ia menghancurkan peran
pertamanya lalu menggantikannya dengan peran pertamanya lalu
menggantikannya dengan peran yang mempunyai kekuasaan,
cakupan dan kebebasan lebih besar. Sarana untuk mengukur
keberhasilan ini adalah dengan grafik keuntungan. Apabila
keuntungan tinggi, maka keberhasilan juga baik dan begitupula
sebaliknya.

Dalam proses mencapai keuntungan itu seorang manajer


menjalankan peran yang membawa dampak perubahan dalam
bidang-bidang masyarakat. Misalnya:

1) Pertumbuhan kota yang terus menerus.

Dengan segala perubahan sosial yang menyertai


pertumbuhan kota, sebagian merupakan akibat dari dorongan terus

17Schneider, Eugene V. 1993. Sosiologi Industri. Jakarta: Aksara


Persada. Indonesia, hlm. 108.-11.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 57
Sosiologi Industri

menerus bagi manajemen untuk memperluas industri dengan


maksud untuk mempertahankan atau meningkatkan tingkat
keuntungan. Dalam memperluas industri diperlukan tenaga kerja,
peralatan teknik yang lebih banyak, komunikasi yang berbelit-belit
dan semua ini tersedia di lingkungan perkotaan. Pada gilirannya
lingkungan kota terus mengubah sistem keluarga, lembaga
keagamaan dan sistem pendidikan. Akhirnya sikap, nilai-nilai dan
pandangan manusia berubah bila lingkungan kota tempatnya hidup
berkembang dan berubah.

2) Dorongan menajemen mengakibatkan invasi ke bidang-


bidang baru

Manajemen selalu mencari sumber tenaga kerja baru dan


lebih murah, mencari sumber bahan mentah yang belum
dikembangkan, mencari pesanan baru. Dengan adanya dorongan
inilah Schneider menyatakan industri Amerika tersebar luas di
seluruh penjuru barat maupun timur, bahkan menyerbu negara-
negara berkembang termasuk Indonesia maupun negara yang belum
berkembang sekalipun. Dimana ketika memasuki wilayah yang
belum industrialis, ia menimbulkan banyak perubahan sosial. Seperti
dibangunnya kota-kota; urbanisasi penduduk pedesaan; keluarga,
adat istiadat, dan tradisi mengalami perubahan dengan salah satu
indikasi melemahnya ikatan primordial.

3) Mendesak sistem industri ke bidang produksi baru

Ketika manajer mencari sumber keuntungan baru maka


industrialisme selanjutnya memasuki berbagai bidang pertanian,

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 58


Sosiologi Industri

perkantoran, pembangunan perumahan dan gedung-gedung


pertanian. Akibatnya muncul perubahan sosial. Para buruh lama
digantikan buruh baru, kebiasaan dan irama hidup lama diganggu.
Misalnya masuknya industri ke bidang pertanian merusak cara hidup
lama di pedesaan dimana sangat dipentingkan harta warisan dan
ikatan keluarga yang erat.

b. Teknologi

Teknologi merupakan faktor yang membedakan dengan


sistem produksi lain. Dengan adanya penemuan mesin baru, proses
fisika atau kimia yang baru dan sistem organisasi baru. Proses ini
berlangsung dari dorongan manajemen untuk mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, teknologi juga mengalami
prosesnya sendiri (internal). Satu penemuan baru menimbulkan
penemuan baru lainnya. Perkembangan teknologi berkaitan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak ada batasnya.
Pengaruh teknologi dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal:

1) Jenis perubahan sosial yang terjadi secara langsung


diakibatkan oleh perubahan dalam proses produksi.

Suatu penemuan dapat menghancurkan basis ekonomi


suatu kota, yakni menggantikan ribuan buruh; namun penemuan
yang sama dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih besar atau
berdirinya kota baru di tempat lain. Perubahan semacam ini dapat
menimbulkan kerusuhan dalam masyarakat, dengan banyaknya
orang-orang yang kehilangan pekerjaan dan berusaha mencari
pekerjaan baru. Hal ini dapat mempengaruhi penyebaran penduduk
secara geografis tidak merata dengan banyaknya penduduk yang
berpindah ke pusat-pusat industri.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 59


Sosiologi Industri

Disamping mempengaruhi persebaran populasi, secara


langsung juga menghasilkan perubahan sosial (pola kehidupan
sosial masyarakat). Misalnya bergesernya fungsi keluarga dengan
adanya penemuan teknologi yang membuka kesempatan bagi kaum
wanita bekerja di luar rumah, kesempatan bekerja bagi remaja.
Perkembangan teknologi dapat mengubah stratifikasi suatu
komunitas. Prestise bagi pekerja terampil dihilangkan, pekerjaan
terbuka bagi anggota anggota yang selama ini didiskriminasikan
(kelas rendah). Kadang-kadang suatu penemuan merusak dasar
untuk keberadaan suatu kelompok kelas atau status. Contohnya,
mekanisme pekerjaan kantor meniadakan klaim para buruh kantoran
bahwa mereka mempunyai status yang hebat, Pada waktu yang
sama, perkembangan idustri meningkatkan atau mengurangi
homogenitas kelas pekerja. Tergantung pada perkembangan itu
apakah menyebabkan perbedaan pekerjaan atau tidak.

2) Perubahan sosial yang diakibatkan oleh produk teknologi


yang berkembang

Karena perkembangan teknologi telah menangani produksi


massal, sejumlah besar komoditi yang mulanya langka, mahal dan
sulit didapat sekarang telah tersedia bagi masyarakat umum. Ciri
yang menyolok dari teknologi adalah meringankan pekerjaan,
memperbaiki cara komunikasi, peralatan perang yang semakin
efisien yang dihasilkan oleh teknologi telah membawa pengaruh bagi
perubahan kehidupan sosial yang bersifat kecil atau fundamental,
baik bersifat sementara maupun lama.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 60


Sosiologi Industri

c. Gerakan Buruh yang Terorganisasi

Perkembangan industri menimbulkan suatu perubahan


sosial yang terbesar yaitu diantaranya; perkembangan suatu
angkatan kerja yang terikat pada tanah, keluarga, atau tuan tanah,
dan suatu angkatan kerja yang tidak mempunyai mata pencaharian
kecuali dari industri. Apabila industri semakin besar dan berkembang
maka status angkatan kerja akan semakin ditingkatkan.
Perubahan sosial yang baru diakibatkan oleh perubahan yang
dihasilkan oleh dinamika perkembangan industridan teknologi,
sedangkan angkatan kerja pada awalnya adalah prinsip pasif dalam
masyakat yang kemudian diubah menjadi prinsip aktif oleh
hubungannya dengan manajemen industri. Hubungan yang
terbentuk pada dasarnya adalah hubungan konflik, manajemen
berusaha menunaikan peranannya dengan menekan /mengekang
(dalam batas tertentu) kesempatan buruh untuk mencapai kepuasan
perannya. Demikian juga sebaliknya. Selama konflik ini buruh
mempersatukan diri menjadi kelas kemudian mengembangkan
bentuk-bentuk organisasi yang bertujuan untuk membawa
perubahan sosial.

Kelas pekerja berusaha menimbulkan beberapa tipe


perubahan sosial. Diantaranya dengan menimbulkan kerusuhan,
menghancurkan mesin-mesin akan tetapi perubahan yang
ditimbulkan dari peristiwa ini bukanlah perubahan sosial yang
permanen. Perubahan yang permanen dapat terjadi apabila buruh
mengorganisasi diri menjadi asosiasi yang permanen dan mulai
menyelesaikan permasalahannya dengan manajemen secara
sistematis. Langkah-langkah yang dapat dijalankan untuk
mewujudkan perubahan itu antara lain:

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 61


Sosiologi Industri

1) Menjadikan Organisasi buruh bersifat permanen yang merupakan


perubahan social
2) Organisasi buruh merombak keseimbangan kekuasaan dan
kebebasan manajemen
3) Meningkatkan kekuasaan serta prestise buruh di masyarakat
4) Mengubah angkatan kerja dari massa individu yang hanya pasrah
menerima nasibnya menjadi massa yang aktif memperjuangkan
nasibnya.

C. Prinsip-Prinsip Dasar Sosiologi Industri

Ada beberapa prinsip Dasar dalam Sosiologi Industri.


yaitu:18

1. Obyek Kajian Sosiologi Industri

Obyek sosiologi industri adalah masyarakat kerja yang


selalu dihubungkan dengan aktivitas industri, di dalamnya termasuk
hubungan antar manusia dalam rangka melakukan pekerjaan.
Pekerjaan pun bervariatif, baik dalam perpindahan kerja atau jabatan
maupun tingkat kepuasan, kesempatan maupun monotonitas, resiko
maupun upah yang dihadapinya.

Materi yang dipelajari dalam kajian ini meliputi; peranan


industri dalam perubahan sosial, aktivitas yang berhubungan dengan
kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi, hubungan industri
dengan berbagai struktur masyarakat. Sosiologi industri membahas
pula tentang jenis-jenis masyarakat yang terlibat, baik langsung
maupun tidak langsung, di dalam aktivitas dan eksistensi organisasi.

18 Nugroho, Hari 2008. Prinsip-prinsip Dasar Sosiologi Industri.


Jakarta: Universitas Terbuka, hlm. 26
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 62
Sosiologi Industri

2. Tujuan Mempelajari Sosiologi Industri

Mahasiswa diharapkan memahami pengertian konseptual


tentang kedudukan dan peranan manusia baik secara individu
maupun kelompok dalam situasi kehidupan daerah industri.
Dipelajari pula pengaruh industri terhadap lingkungan sosial, di
dalamnya termasuk ekonomi, sistem sosial, hubungan sesama
manusia.

Sejarah pertumbuhan industri, pengaruh timbal balik antara


industri dengan keluarga dalam lingkungan sosial serta potensi dan
perkembangan industri pada masyarakat.

3. Metode Pengkajian Sosiologi Industri

Menurut George R. Terry (1997) yang dikutip oleh Ratih


Julianti (1999), dalam mengkaji sosiologi industri melalui pendekatan
kuantitatif, pendekatan ini menitikberatkan pada penggunaan proses
matematis hubungan dari data yang dapat diukur. 19

Pendekatan kuantitatif sangat memperlihatkan proses


pengambilan keputusan. Pendekatan ini mendorong manajemen
sebagai unsur yang logis yang dinyatakan dengan cara kuantitatif
dan diproses oleh suatu metode untuk menghasilkan jawaban
terhadap permasalahan manajerial.

4. Fokus dan Cakupan Sosiologi Industri

Sosiologi memusatkan perhatian kepada tindakan-tindakan


manusia yang terbingkai dalam sejumlah aturan-aturan yang
dibangun oleh sekumpulan manusia itu sendiri. Tindakan manusia
juga terbingkai di dalam struktur sosial. Namun, sosiologi juga

19Yulianti, Neni. 1999. Dasar-dasar….., hlm. 779


Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 63
Sosiologi Industri

memperhatikan aspek dinamis dari tindakan. Individu mempunyai


kemungkinan untuk mengelola tindakannya. Perspektif ini membuat
sosiologi bersifat ganda. Meskipun begitu, di antara keduanya
terdapat keterkaitan yang sangat erat. Perkembangan sosiologi tidak
dapat dilepaskan dari pemikiran para tokoh sosiologi klasik yang
memberi sumbangan berharga melalui pengamatan mereka
terhadap perubahan-perubahan besar di masyarakat.

5. Sistem Produksi

Sistem Produksi, meliputi:

a. Sistem Produksi Primer

Sistem produksi primer banyak terdapat pada masyarakat


agraris, biasanya terdiri dari suatu keluarga luas yang terdiri dari
generasi pertama sampai generasi berikutnya. Kedudukan mereka
dalam pekerjaan ditentukan oleh pertalian darah. Pembagian kerja
rendah, hanya berdasarkan jenis kelamin dan usia. Hubungan
mereka lebih bersifat sosial. Pekerjaan sistem produk ini sepenuhnya
tergantung kepada kebaikan alam. Seluruh hasil produksi untuk
kepentingan konsumsi, persediaan paceklik dan dibarter dengan
kebutuhan yang tidak dapat diproduksi sendiri. Sistem produksi ini
lebih ditunjukkan bagi ketercukupan sandang, pangan dan papan.
Sistem ini sebagian tergantung pada pihak lain karena tanah yang
dikerjakan bukan miliknya sendiri atau pertimbangan keamanan.

b. Sistem Produksi Gilda

Gilda berukuran lebih kecil dari sistem produksi primer,


merupakan sarana pelarian bagi petani karena berbagai sebab.
Pada prinsipnya petani datang ke gilda harus diterima dan biasanya
sudah berbekal keterampilan. Gilda dipimpin oleh seorang master
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 64
Sosiologi Industri

(tua) yang memiliki keterampilan, modal, alat, dan cenderung


mengembangkan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai
materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! alat-alatnya, walaupun
belum mampu mengembangkan mesin. Master mengandalkan hidup
dari barang-barang sekunder sehingga master harus membuat
barang yang berkualitas dan standar, yang harus dijual sendiri ke
pasar, karena itu sifat dasar gilda menjadi lebih tinggi. Setiap jenis
gilda membentuk asosiasi induk untuk beberapa tujuan. Suasana
dalam gilda masih bersifat kekeluargaan, bahkan kadang-kadang
terjadi perkawinan antara anak master dengan karyawan gilda.

Dalam perjalanan waktu, gilda menjadi lemah karena


beberapa faktor, yaitu terhambatnya monolitas vertikal karyawan
penuh untuk menjadi master, kompetisi tidak sehat di antara gilda itu
sendiri, sejumlah pemilik gilda menjadi kaya raya, beberapa gilda
beralih menjadi pedagang, dan luasnya pasar di luar negeri
menjadikan gilda semakin bergantung pada pedagang ekspor.

c. Sistem Produksi Putting-out

Jumlah saudagar kaya dan kuat menjadi semakin besar.


Kekayaannya diperoleh dari perdagangan luar negeri, jarahan di
negara koloni, memonopoli perdagangan, dan menghancurkan gilda
yang terdapat di negara koloni. Dengan semakin besarnya pasar di
luar negeri, gilda tidak dapat mencukupi kebutuhan pasar sehingga
pedagang memanfaatkan petani. Pada awalnya petani harus
menyediakan alat dan modal sendiri, tetapi pada perkembangan
berikutnya, alat, modal, dan pemasaran ditangani oleh pedagang.

Sistem produksi putting-out runtuh karena sulitnya mengontrol


ketepatan penyelesaian produksi, beragamnya waktu penyelesaian

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 65


Sosiologi Industri

produksi, sukarnya mengontrol (pengawasan), serta sulitnya


melakukan pembagian dan penggunaan mesin baru sehingga sulit
menekan biaya produksi atau meningkatkan produksi.

d. Sistem Produksi Pabrik

Sistem produksi pabrik muncul seiring dengan munculnya


industrialisasi. Penemuan mesin-mesin berpresisi tinggi
menghasilkan mutu, memudahkan pekerjaan manusia, tidak banyak
membutuhkan banyak tenaga manusia dan meningkatkan jumlah
produksi. Dengan kehadiran mesin, pekerjaan dipecah menjadi
banyak sehingga setiap orang tidak selalu memerlukan keterampilan
khusus yang membutuhkan biaya mahal.

Ada beberapa keuntungan bila pekerjaan dibagi dalam


banyak bagian, yaitu pekerjaan kecil dan sederhana dapat dikerjakan
semua orang, produktivitas setiap pekerja menurut satuan
pekerjaannya menjadi meningkat, dan produktivitas akhir setiap
pekerja meningkat pesat.

Sistem produksi pabrik berbeda menyolok dengan sistem


produksi primer, gilda, dan putting-out pada fakta bahwa seluruh
modal, alat dan alat mesin hingga pemasaran sepenuhnya dikuasai
oleh pedagang/ pengusaha sehingga pengusaha mempunyai posisi
tawar yang sangat kuat. Oleh karena itu, dapat dimengerti bila
orientasi pokok pengusaha hanya tertuju pada kapasitas paham
bagaimana orang dapat terus memupuk dan meningkatkan
investasinya. Hubungan antara karyawan dan pengusaha adalah
formal. Untuk menekan ongkos produksi, pengusaha tidak segan-
segan mempekerjakan wanita dan anak-anak.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 66


Sosiologi Industri

6. Pekerjaan

a. Hakikat Kerja

Keith Grint berusaha menjelaskan definisi kerja sebagai


tindakan yang dapat menjamin keberlangsungan (survival) individu
dan masyarakat. Karena itu, tindakan seperti menulis buku, bermain
drama, mengajar dapat dipandang sebagai kerja meskipun tidak
memiliki pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan suatu
masyarakat.

Tony J. Watson mendefinisikan kerja sebagai aktivitas-


aktivitas yang dapat membantu manusia bertahan hidup (make a
living) dalam suatu lingkungan masyarakat. Istilah bertahan hidup
dalam definisi Watson bukan hanya menunjuk pada usaha untuk
memproduksi barangbarang material, tetapi juga meliputi ketahanan
fisik (physical survival) dan aspek budaya yang berhubungan dengan
eksistensi manusia.

Aspek budaya dari kerja berhubungan dengan sikap atau


konsepsi suatu masyarakat terhadap kerja. Sikap terhadap kerja
sangat beragam antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya. Keragaman sikap ini merefleksikan nilai-nilai dan terkadang
kepentingan suatu masyarakat yang mendukung budaya tersebut.

Pola kerja di era industrialisasi tidak bisa lagi didasarkan pada


orientasi kerja melainkan pada ketentuan waktu. Waktu adalah uang,
tidak bisa disia-siakan begitu saja, tetapi harus dimanfaatkan. Buruh
tidak bisa lagi mengontrol pola kerja mereka, tetapi dipaksa untuk
bekerja seharian di pabrik.

Kerja sangat berkaitan dengan ruang dan waktu. Definisi kerja


sangat berhubungan dengan konteks masyarakat setempat. Ada
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 67
Sosiologi Industri

kegiatan bagi sebagian masyarakat adalah kerja, tetapi bagi


masyarakat lain bukan kerja. Karena itu, kerja memiliki dimensi
sosial atau konstruksi sosial.

Definisi tentang kerja sering kali tidak hanya menyangkut apa


yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang
melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang
diberikanterhadap kerja tersebut.

Dengan mempertimbangkan kritik terhadap beberapa dikotomi


kerja maka kerja dapat didefinisikan sebagai segala hal yang
dikerjakan oleh seorang individu baik untuk subsistensi; untuk
dipertukarkan atau diperdagangkan; untuk menjaga kelangsungan
keturunan dan kelangsungan hidup keluarga atau masyarakat.

b. Proses Kerja dan Keterasingan

Proses kerja adalah suatu sarana di mana bahan-bahan


mentah (raw materials) diolah untuk menjadi produk oleh tenaga
manusia dengan bantuan alat atau mesin. Seseorang bisa
mengalami ketidakpuasan dalam bekerja atau bahkan mengalami
situasi keterasingan (alienation). Situasi keterasingan merupakan
perwujudan dari perasaan ketidakberdayaan, hampa, terisolasi
secara sosial atau keterasingan diri (self-estrangement). Dalam
situasi demikian, seseorang merasa tidak memiliki alasan untuk
mencurahkan tenaga dan pikiran untuk pekerjaannya.

Keterasingan atau alinenasi dianalisis oleh Blauner dengan


cara mengkategorikannya ke dalam empat dimensi. Pertama,
ketidakberdayaan (powerlessness), yakni tidak adanya kekuatan
buruh untuk mengontrol hasil kerjanya. Kedua, kehampaan makna
(meaninglessness), yaitu buruh tidak menemukan makna dari

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 68


Sosiologi Industri

aktivitas kerjanya. Ketiga, isolasi (isolation), yaitu buruh tidak


terintegrasi secara sosial ke dalam aktivitas kerja. Keempat, terasing
dari diri sendiri (selfestrangement), yaitu buruh tidak menjadi bagian
dari proses kerja.

7. Buruh Industri

a. Pengertian dan Peran Buruh

Istilah buruh identik dengan kondisi ketidakadilan,


penghisapan, kebobrokan. dan kemeralatan. Bahkan istilah buruh
dilekatkan pada ideologi atau gerakan komunis dan bersifat
subversif. Karena itu, terdapat kecenderungan umum untuk
mengganti istilah buruh dengan istilah pekerja (worker) untuk
menyebut orang-orang yang bekerja di pabrik. Di Indonesia, kadang-
kadang mereka disebut sebagai karyawan.

Kondisi perburuhan pada masa revolusi industri sangatlah


memprihatinkan. Pekerja pabrik pada masa itu bukan hanya terdiri
dari pria usia kerja saja, tetapi juga wanita tua dari gadis sampai ibu-
ibu yang sudah tua renta dan anak-anak. Tiap hari mereka bekerja
dalam waktu panjang tanpa fasilitas kebersihan, keamanan dan
kesehatan. Apabila buruh sakit/mendapat kecelakaan kerja, pabrik
tidak mau menanggung biayanya, bahkan yang bersangkutan
dipecat karena dianggap mangkir tidak mampu melaksanakan tugas.
Pengusaha dan manajemennya sangat berkuasa. Pekerja dengan
upah sangat minim dipaksa bekerja matimatian, lembur terus-
menerus tanpa jaminan, sementara pengusaha mendapat
keuntungan sangat banyak.

Kondisi pabrik atau industri yang buram, lambat laun berubah


menjadi bangunan yang bersih, terang, sehat, terpelihara, serta lega

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 69


Sosiologi Industri

dan mempunyai berbagai fasilitas dan kesejahteraan. Nasib buruh


menjadi lebih baik, jam kerja dikurangi, memiliki asuransi dan
perlindungan hukum dan keamanan. Kedudukan buruh juga
sekarang cukup baik dan kuat karena dapat mempengaruhi aturan,
bahkan memaksa pengusaha dan penguasa.

Sosiolog Karl Marx menganjurkan kepada kaum buruh yang


sering disebut kaum proletar di seluruh dunia untuk bersatu dan
secara aktif melawan eksploitasi kelas kapitalis yang selama ini
menghisapnya. Robohnya kelas atas (kapitalis) merupakan pertanda
munculnya suatu jenis masyarakat baru, yakni masyarakat sosialis
atau komunis.

Dalam masyarakat komunis (di bawah kepemimpinan kaum


buruh) seluruh alat produksi tanpa, kecuali dibagikan secara merata.
Tidak ada lagi pemilikan pribadi. Tidak ada pembagian pekerjaan,
tidak ada lagi yang menderita dan ditindas. Paling penting, seluruh
manusia hidupsejahtera, tidak kekurangan suatu apa. Himbauan
Marx ini cepat memperoleh sambutan luar biasa di seluruh dunia.

b. Kehidupan Buruh di Pabrik

Pada dasarnya pekerjaan adalah satuan-satuan kegiatan


yang saling berhubungan untuk mengubah satu wujud benda ke
wujud benda lain yang memiliki nilai pakai dan nilai tukar. Setiap
pekerjaan pada prinsipnya terdiri dari satuan-satuan kegiatan yang
berbeda, tergantung pada kondisi benda asal yang akan diubah.

Setiap benda membutuhkan alat atau peralatan, yaitu sarana


fisik yang dikembangkan dan atau dipakai manusia untuk membantu
memudahkan pekerjaannya.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 70


Sosiologi Industri

Dominasi mesin semakin jelas bila diamati bagaimana


pekerjaan diterapkan di pabrik. Pada hakikatnya ada 3 (tiga) jenis
pekerjaan di pabrik, yaitu jenis pekerjaan sulit, relatif mudah, dan
relatif sangat mudah.

Mesin tetap membutuhkan manusia sebab:

1) Belum ada mesin dapat beroperasi tanpa campur tangan


manusia; Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai
materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! Saudara mahasiswa,
coba jelaskan bagaimana pekerjaan di pabrik cenderung
menurunkan kadar keterampilan buruh!

2) mesin-mesin produksi yang canggih membutuhkan biaya yang


sangat mahal sehingga kurang ekonomis dalam
pengoperasiannya;

3) ada kebijakan pemerintah, khususnya di negara berkembang


seperti Indonesia, yang membatasi beroperasinya pabrik dengan
mesin secara intensif.

Pembagian kerja (division of labor) dapat dikatakan


merupakan hakikat peradaban modern oleh karena itu pada pabrik
yang tidak padat modal cenderung bersifat fungsional, sedangkan
pada perusahaan yang membutuhkan banyak tenaga profesional,
pembagian kerjanya cenderung bersifat sosial.

Mekanisme kerja yang diterapkan pabrik pada dasarnya


bertumpu sepenuhnya kepada prinsip rasionalitas, yakni kesesuaian
antara cara (sarana) dengan tujuan. Pabrik menempatkan
mekanisme kerja sebagai cara yang menjamin tercapainya tujuan
secara efektif dan efisien.

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 71


Sosiologi Industri

c. Kerja Buruh

Buruh adalah pihak paling potensial mengalami kelelahan


secara fisik yang dapat terlihat dari beberapa karakteristik, yaitu
umumnya buruh bekerja sambil berdiri, mereka bekerja dengan
banyak menggerakkan tangan dan kaki, beberapa di antaranya juga
banyak menggunakan indra mata dan penciuman.

Ada 3 hal yang membuat pekerjaan buruh cenderung memiliki


potensi keletihan yang lebih tinggi karena pekerjaan berlangsung
dalam rentang waktu yang lama dan intensitas yang tinggi, tidak
dapat menentukan sendiri kapan dan berapa lama ia dapat istirahat,
dan tidak memperoleh kesempatan untuk memperoleh kepuasan
sosial yang dapat mengkompensasi keletihan selama bekerja.

Kebosanan adalah merupakan konsekuensi yang bersifat


psikologis karena buruh cenderung melakukan pekerjaan mereka
secara parsial, satu-satunya tugas yang dilakukannya, tidak pernah
melihat produk akhir sehingga tidak ada kepuasan kerja, dan waktu
kerja dan jam istirahat buruh diatur oleh pihak manajemen. Untuk
memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!

Mesin mempunyai logika dan hukumnya sendiri. Buruh perlu


mengembangkan disiplin serta sikap cermat dan konsentrasi tinggi
bila sedang menggunakannya.

Ada 2 sumber utama yang mengancam keberlangsungan


pekerjaan bahkan kehidupan mereka secara keseluruhan, yaitu
kehadiran mesin baru, kehadiran buruh (calon buruh) baru,
pemerintah. Kondisi tersebut di atas menimbulkan alienasi, yaitu
keterasingan yang dialami buruh sewaktu dan atau sebagai akibat

Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 72


Sosiologi Industri

mereka bekerja di pabrik. Ada 4 bentuk alienasi buruh, yaitu buruh


terasing dari kegiatan produktifnya, produk yang diciptakannya
sendiri, potensi manusiawinya, dan hubungan sosial.

Pekerjaan memiliki banyak matra (dimensi), salah satu yang


tidak dapat dianggap remeh adalah sarana untuk memenuhi seluruh
kebutuhan hidup manusia secara wajar, namun kenyataannya buruh
hanya mendapat upah sangat kecil.

D. Ruanglingkup Kajian Sosiologi Industri

Kelahiran bidang ini mendapat inspirasi dari pemikiran-


pemikiran Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber, walaupun
secara formal, sosiologi industri lahir pada kurun waktu antara
Perang Dunia I dan II, dan secara matang tahun 1960-an dan awal
tahun 1970-an. 20

Dari pemikiran Karl Marx setidaknya teori revolusi proletariat


dari tumbuhnya alienasi, serta eksploitasi ekonomi, pengaruhnya
sangat dirasakan pada periode antara Perang Dunia I dan II,
manakala terjadi lonjakan pengangguran dan krisis ekonomi dunia,
walaupun realitanya pengaruh ini kurang dominan. Kemudian
gagasan Emile Durkheim yang ditulis dalam buku Division of Labour
(1933), memberikan kontribusi yang berarti dalam sosiologi industri
terutama dengan konsep dan teorinya tentang norma dan bentuk
solidaritas organik dan mekaniknya. Sedangkan dari pemikiran
Weber, merupakan jantung dalam pembentukan sosiologi industri.

20Grint, Keith. 2000. “Sosiologi Industri” dalam Kuper, Adam & Kuper,
Jesica, (ed) (2000)”Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Jilid 2,
Diterjemahkan Oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, hlm.488,
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 73
Sosiologi Industri

Dengan menentang penjelasan materialis Marx mengenai


kemunculan kapitalisme, Max Weber (1949) berpandangan bahwa
gagasan pun memiliki peranan penting, khususnya yang berkaitan
dengan etika kerja Protestan. Namun, yang paling banyak
dibicarakan analisis Max Weber tersebut adalah tentang birokrasi
dan signifikansi dari dominannya bentuk-bentuk otoritas legal-formal,
yakni otoritas yang legitimasinya berakar pada aturan-aturan dan
prosedur formal21 Dalam perkembangannya, sosiologi industri sejak
tahun 1980-an terdapat empat tema baru yang muncul dalam riset-
riset sosiologi industri, yaitu:

1. Penekankan gaya tradisional yang patriarkat

Sosiologi industri yang menekankan gaya tradisional yang


patriarkat, memberikan peluang munculnya lini baru, yakni feminisme
dan riset. Dalam pendekatan ini, kerja dapat direduksi menjadi
pekerjaan orang-orang kerah biru di pabrik-pabrik, diperlawankan
dan dikontraskan dengan kerja domestik yang tidak bergaji dan
meningkatnya jumlah wanita part-timer yang mengerjakan pekerjaan
klerikal dan jasa. Lebih jauh, gagasan-gagasan bahwa teknologi
bersifat netral dan deterministik, diperlihatkan sebagai unsur penting
dalam mempertahankan kesinambungan patriarkat.22

2. Membangkitnya minat pada peran norma dan dominasi diri

Runtuhnya komunisme di Eropa Timur, adanya globalisasi


industri. Pergeseran dari Fordisme (keadaan ekonomi seusai

21Grint, Keith. 2000. “Sosiologi Industri”….., halm. 451


22Cockburn, C. 1983. Brothers, London: Routledge & Kegan Paul,
hlm. 191.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 74
Sosiologi Industri

perang) menuju post Fordisme, perkembangan-perkembangan


teknologi pengawasan dan bangkitnya individualisme tanpa ikatan
tahun 1980-an, mengantarkan bangkitnya minat pada peran norma
dan dominasi diri yang sering kali dikaitkan dengan gagasan-
gagasan Foucault dan tokoh pascamodernis lainnya.23 .

3. Perkembangan teknologi informasi

Perkembangan teknologi informasi dan aplikasi-aplikasinya


di bidang manufaktur serta perdagangan, telah mendorong
bangkitnya kembali minat untuk menerapkan gagasan- gagasan
konstruktivis sosial dari sosiologi ilmu pengetahuan serta teknologi
ke sosiologi kerja dan industri. 24.

4. Asumsi pekerjaan dan produksi, dijadikan sebagai Kunci

Asumsi bahwa pekerjaan dan produksi merupakan kunci


identitas sosial tentang argumen- argumen bahwa pola-pola
konsumsi merupakan sumber identitas individual.25 .

Sosiologi industri mengkaji hubungan antara fenomena


sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan kegiatan industri.
Beberapa materi yang dipelajari antara lain peranan industri dalam
perubahan sosial, aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan
pokok ekonomi (produksi, distribusi, dan konsumsi), serta hubungan
industri dengan berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.

23Reid, H,. S. 1992. Ethylene in Postharvest Technology. California:


University of California. Hlm. 133,
24Grint, Keith, dan Woolgar, S. 1994. Deus ex Mahcina , Camridge:

UK., hlm. 322.


25Hall, S. 1992. “The Question Cultural Identity” dalam S. Hall,D.,

Held, dan A, McGrew, (eds) Modernity and its Futures, Cambridge:


UK., hlm. 114.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 75
Sosiologi Industri

Kajiannya ini menitik beratkan pada fokus manusia dan


mengaitkannya dengan faktor mesin serta mekanisme kerja pabrik
yang berorientasi pada efisiensi dan efektifitas.

Secara Internal; Analisis tingkah laku manusia dalam


hubungan kerja diperusahaan atau industri, aiantaranya:26

a. Hubungan kerja dalam industri


b. Organisasi industri
c. Manajemen industri
d. Leadership dalam industri
Secara Eksternal, Analisis kegiatan manusia dengan latar
belakang sosial ekonomi dan kultural yang berbeda-beda.
a. Tipologi masyarakat industri
b. Perkembangan masyarakat industri
c. Birokrasi (kaitan birokrasi dengan industri)
d. Analisis dampak lingkungan
e. CSR (Coorporate Sosial Responsibility)

26Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian


Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara., hlm. 83.
Bab II Konsep Dasar Sosiologi Industri 76
Sosiologi Industri

BAB III
Teori dan Pendekatan Sosiologi
Industri

S osiologi memusatkan perhatian kepada tindakan-tindakan


manusia yang terbingkai dalam sejumlah aturan-aturan yang
dibangun oleh sekumpulan manusia itu sendiri. Tindakan manusia
juga terbingkai di dalam struktur sosial. Namun, sosiologi juga
memperhatikan aspek dinamis dari tindakan. Individu mempunyai
kemungkinan untuk mengelola tindakannya. Perspektif ini membuat
sosiologi bersifat ganda.

Perkembangan sosiologi tidak dapat dilepaskan dari


pemikiran para tokoh sosiologi klasik yang memberi sumbangan
berharga melalui pengamatan mereka terhadap perubahan-
perubahan besar di masyarakat khususnya di Eropa. Revolusi
industri dan berbagai revolusi sosial politik lainnya di negara Eropa
menghasilkan beragam cara pandang di antara para sosiolog klasik
mengenai perkembangan kapitalisme, rasionalisme, serta perubahan
struktur sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi baik di tingkat
masyarakat maupun khususnya di dalam organisasi kerja memberi
sumbangan yang berarti bagi pengembangan sosiologi industri.
Pendekatan non-sosiologis di pelopori oleh kehadiran teori-
teori yang mempunyai basis analisis psikologis, paling populer
adalah teori manajemen ilmiah atau Taylorisme dan psikologi-
manajerial. Sementara itu, teori-teori yang berbasis pendekatan
sosiologis dapat dilihat dari teori Durkheim yang berpengaruh
terhadap kategori teori hubungan antara manusia dari Elton Mayo,
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 77
Sosiologi Industri

teori Dunlop. Selain itu, teori-teori Max Weber dan Karl marx,
sedangkan teori-teori berpendekatan hubungan industrial, terbagi ke
dalam kelompok pemikiran unitaris, pluralis, dan radikalis.
A. Perkembangan Teori Sosiologi Industri
Perkembangan sosiologi sejak revolusi industri sampai
perkembangannya Sosiologi menjadi ilmu, melalui beberapa tahapan
yaitu:
1. Kelahiran
Kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan
krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang
diidentifikasi Laeyendecker adalah timbulnya kapitalisme pada abad
15, perubahan-perubahan dibidang sosial politik, perubahan
berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya
individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya
kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18,
serta terjadinya revolusi Prancis.1
Menurut Berger dan Berger (1981), sosiologi acap kali
disebut sebagai “ilmu kerancang sampah” (dengan nada memuji),
kerena membahas ikhwal atau masalah yang tidak dipelajari ilmu-
ilmu yang ada sebelumnya dan karena kajiannya lebih banyak
terfokus pada problem kemasyrakatan yang timbul akibat krisis-krisis
sosial yang terjadi. Karena adanya ancaman terhadap tatanan sosial
yang selama ini dianggap sudah seharusnya demikian nyata dan
benar threats to the taken for granted world..2 Laeyendecker
mengidentifikasi ancaman tersebut meliputi:3

1Sunarto Kamanto.1999. Pengantar Sosiologi .Jakarta: Universitas


Indonesia Press, hlm. 1.
2 Ibid , hlm. 2
3 Ibid , hlm. 3

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 78


Sosiologi Industri

a. Terjadinya dua revolusi yakin revolusi Prancis dan revolusi


industri
b. Tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15
c. Perubahan bidang sosial dan politik
d. Perubahan yang terjadi akibat gerakan reformasi yang dicetuskan
Martin Luther
e. Meningkatnya individualisme
f. Lahirnya ilmu pengetahuan modern
g. Berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri
Menurut Laeyendecker ancaman-ancaman tersebut
menyebabkan perubahan-perubahan jangka panjang yang ketika itu
sangat menguncang masyarakat Eropa dan seakan
membangunkannya setelah terlena beberapa abad.
Revolusi-revolusi Politis menurut George Ritzer dalam
bukunya yang berjudul “Teori Sosiologi” menuliskan bahwa
rangakaian panjang revolusi-revolusi politis yang diantarkan oleh
Revolusi Perancis 1789 dan berlangsung selama abad kesembilan
belas adalah faktor yang paling langsung di dalam kebangkitan
teorisasi sosiologis.
Dampak revolusi-revolusi itu kepada banyak masyarakat
sangat besar dan mengasilkan banyak perubahan positif. Akan
tetapi, yang menarik perhatianbanyak teoritis awal bukan
konsekuensi-konsekuensi positif, tetapi efek negatif perubahan-
perubahan tersebut. Para penulis itu khususnya diganggu oleh
kekacauan dan kerusakan tatanan yang ditimbulkan, khususnya di
Perancis. Mereka dipersatukan oleh suatu hasrat untuk memulihkan
tatanan masyarakat.
Sebagian dari pemikir yang lebih ekstrim pada periode
tersebut menginginkan kembalinya secara harfiah hari-hari damai
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 79
Sosiologi Industri

dan agak tertip pada Zaman Pertengahan. Para pemikir yang lebih
canggih menyadari bahwa perubahan sosial telah memustahilkan
gerak kembali tersebut. Oleh karena itu, sebagai gantinya mereka
mencari landasan-landasan baru di dalam masyarakat yang telah
dijungkirbalikan oleh revolusi-revolusi politis abad kedelapan belas
dan kesembilan belas. Kepentingan untuk tatanan sosial tersebut
merupakan salah satu perhatian utama para teoritisi sosiologis klasik
khusunya Durkheim, Comte dan Parsons.4
Selanjutnya, George Ritzer (2012), menegaskan bahwa:5
a. Revolusi industri yang melanda banyak masyarakat Barat,
terutama pada abad kesembilan belas dan awal abad kedua
puluh, tidak kalah pentingnya dengan revolusi politis didalam
membentuk teori sosiologis.
b. Revolusi industri bukan peristiwa tunggal melainkan banyak
perkembangan yang saling terkait yang berpuncak pada
transformasi dunia barat dari sistem yang sebagian besar
agikultural menjadi sistem industrial yang menyeluruh. Sejumlah
besar rakyat meninggalkan lahan pertanian dan pekerjaan
agikultural demi pekerjaan-pekerjaan industrial yang diberikan di
dalam pabrik-pabrik yang berkembang pesat.
c. Pabrik-pabrik dibentuk oleh rangkaian panjang perbaikan-
perbaikan teknologis. Birokrasi-birokrasi ekonomi yang besar
muncul untuk memberikan banyak layanan yang dibutuhkan
industri dan sistem ekonomi kapitalis yan sedang muncul.
d. Di dalam ekonomi tersebut, pasar bebas dianggap ideal sebagai
tempat untuk mempertukarkan banyak produk dari sistem

4Ritzer George. 2012. Teori Sosiologi. Maryland: University of


Maryland, hlm. 7.
5 Ibid, hlm.. 8

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 80


Sosiologi Industri

industrial. Di dalam sistem itu, segelintir orang mendapat untung


yang sangat besar sementara sebagian besar orang bekerja
dengan jam kerja yang panjang demi upah yang rendah. Lalu,
muncullah reaksi melawan sistem industrial dan kapitalisme pada
umumnya dab menimbulkan gerakan buruh serta berbagai
gerakan radikal yang bertujuan untuk menumbangkan sistem
kapitalis.
e. Revolusi industri kapitalisme dan reaksi melawannya semuanya
menimbulkan pergolakan dahsyat di dalam masyarakat Barat,
pergolakan yang sangat mempengaruhi para sosiolog. Seperti
halnya banyak pemikir yang lebih kecil, empat tokoh utama di
dalam awal teori sosiologis adalah Karl Marx, Max Weber, Emile
Durkheim dan Georg Simmel. Mereka bergelut dengan
perubahan-perubahan itu dan masalah-masalah yang ditimbulkan
kepada masyarakat secara keseluruhan. Mereka menghabiskan
hidupnya mempelajari masalah-masalah itu, dan di dalam banyak
contoh mereka berusaha mengembangkan berbagai program
yang akan membantu memecahkan masalah tersebut.

2. Munculnya Sosialisme
Munculnya sosialisme menurut George Ritzer dalam
bukunya yang berjudul “Teori Sosiologi” menuliskan bahwa
seperangkat perubahan yang ditujukan untuk mengatasi ekses
sistem industrial dan kapitalisme dapat disatukan di bawah judul
“sosialisme” 6
Meskipun beberapa sosiolog lebih menyukai sosialisme
sebagai suatu solusi bagi masalah-masalah industrial, sebagian

6 Beilharz, P, 2005. Teori-teori Sosial Observasi Kritik Terhadap


Para Filosof. (Terkemuka. Penerjemah Sigit Jatmiko). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar., hlm. 43.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 81
Sosiologi Industri

besar menentangnya secara pribadi dan secara intelektual. Di satu


sisi, Karl Marz adalah seorang pendukung aktif penumbangan sistem
kapitalis dan pengantinnya dengan sistem sosialis. Meskipun Marx
tidak mengembangkan teori sosialisme tersendiri, dia menghabiskan
banyak waktu untuk mengkritik pelbagai aspek masyarakat kapitalis.
Selain itu, dia terlibat di dalam berbagai kegiatan politis yang dia
harap kelak membantu melahirkan masyarakat sosialis. Akan tetapi,
sikap Marx tidak lazim pada tahun-tahun awal teori sosiologi.
Sebagian besar teoritis awal, seperti Weber dan Durkheim,
menentang sosialisme (setidaknya seperti yang dibayangkanoleh
Marx).
Meskipun menyadari masalah-masalah yang ada di dalam
masyarakat kapitalis,mereka mengusahakan pembaharuan sosial di
dalam kapitalisme darpiada revolusi sosial yang diargumenkan oleh
Marx. Mereka lebih takut terhadap sosialisme daripada sosialisme.
Ketakutan itu memainkan peran yang jauh lebih besar dalam
pembentukan teori sosiologis daripada dukungan Marx atas alternatif
sosialis bagi kapitalisme. Seperti yang akan kita lihat nanti,
sesungguhnya di dalam banyak kasus, teori sosiologis berkembang
sebagai reaksi terhadap teori Marxis dan secara lebih umum
terhadap teori sosialis.7

3. Perkembangan Sosiologi Sebagai Ilmu


Perkembangan ilmu sosiologi menurut Elly M Setiadi Usman
Kolip, 2010); Sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji hubungan antara
manusia satu dan lainnya, antara kelompok satu dan kelompok
lainnya berasal dari berbagai pemikiran tentang masyarakat.
Pertama kali sosiologi berkembang di Benua Eropa akibat adanya

7 Ritzer George. 2012. Teori Sosiologi….., hlm. 9.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 82
Sosiologi Industri

revolusi Perancis dan revolusi Industri di Inggris. Sebelum


bergulirnya revolusi, masyarakat Eropa berada dalam pola-pola
kehidupan tradisional yang diwarnai dengan sistem sosial yang
feodalistik. Kondisi feodalistik ini dilihat dari beberapa indikator dalam
masyarakat yaitu:8
a. Ketergantungan kehidupannya pada sektor pertanian dan
perkembangan (agraris).
b. Ukuran kelas sosial selalu didasarkan pada faktor kepemilikan
tanah, sehingga orang-orang yang memiliki tanah yang luas atau
tuan tanah menempati kelas sosial atas.
c. Pembedaan status sosial kemasyarakatan dengan gelar-gelar
kebangsawanan seperti raden (di Jawa), sir (di Inggris).
d. Pola-pola hubungan perekonomian lebih banyak didominasi oleh
pola-pola hubungan antara tuan tanah dan buruh tani, petani
penggarap, dan penyewa tanah pertanian.
Sebagian masyarakat menganggap sistem feodalisme
sebagai pola kehidupan yang didominasi oleh berbagai
ketidakadilan, terutama dalam pola-pola pembagian aset kepemilikan
dan hasil pertanian. Dalam kasus Perancis, ketidakadilan tersebut
menjadi bertambah-tambah akibat totaliter yang diterapkan dalam
pemerintahan kerajaan tersebut. Karena itu, revolusi industri
diharapkan akan mengubah pola kehidupan tradisional ke pola
modern, dari sistem pemerintahan yang sewenang-wenang menjadi
sistem pemerintahan yang adil dengan indikator adanya pengakuan
atas persamaan hak-hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
setara, yang lazim disebut pemerintahan demokratis. Ringkasnya

8Elly M Setiadi Kolip Usman, dkk. 2010. Pengantar Sosiologi:


Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial.Jakarta :
Kencana, hlm. 10.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 83
Sosiologi Industri

revolusi diharapkan menghasilkan suatu tatanan sosial yang penuh


keadilan, keterbukaan, persamaan dan kebebasan. Akan tetapi,
kenyataan yang ada setelah revolusi bergulir berbicara lain. Revolusi
justru mengundang kekhawatiran dari banyak pihak, terutama
kekhawatiran terjerumusnya kehidupan masyarakat ke pola-pola
yang lebih buruk yaitu anarkis. Kekhawatiran teresebut menjadi
kenyataan dengan keadaan sosial yang menjadi anarkis akibat
hancurnya tatanan pemerintahan di Perancis.
Selankutnya Elly M Setiadi dan Usman Kolip (2010),
menegaskan bahwa: 9
a. Revolusi industri yang diharapkan membawa kemajuan dan
keadilan yang rusak akibat sistem tradisional yang feodalistik
tersebut menimbulkan ketidakadilan yang lebih parah dalam
bentuk ketimpangan sosial.
b. Revolusi tersebut tidak hanya gagal mengubah kelas sosial yang
mengotak-kotakkan tersebut semakin menjadi-jadi. Hal ini dapat
dilihat dengan semakin membengkaknya kemiskinan di negara
tersebut, upah buruh yang jauh dari layak dan pemegang modal
yang semakin bergelimang kekayaan.
c. Akibat sistem sosial teresbut adalah konflik sosial jika dibiarkan
akan menjadi revolusi jilid dua yang akan lebih mengerikan.
Berangkat dari persoalan itulah para pemikir mulai mencari
jawaban, terutama menyangkut persoalan mengapa kehidupan
masyarakat berubah menjadi berpola-pola kehidupan seperti itu.
Ada apa di balik pola-pola kehidupan sosial tersebut, bagaimana
mencari jalan keluar (solusi) untuk mengatasi persoalan tersebut,

9 Elly M Setiadi, dkk.2010. Pengantar Sosiologi:…, hlm. 11.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 84
Sosiologi Industri

dan bagaimana caranya untuk mencapai kehidupan yang lebih


baik dalam setiap kali muncul perubahan sosial.
d. Beberapa pemikir yang berusaha mencari jawaban dari persoalan
tersebut secara ilmiah adalah Aguste Comte yang pertama kali
memberikan nama bagi ilmu yang mengkaji hubugan-hubungan
sosial kemasyarakatan tersebut dengan istilah sosiologi.

Sejalan dengan itu, Richard T. Schaefer (2012), dalam buku


Sosiologi pengarang mengemukakan, bahwa:10

a. Revolusi industri yang terjadi di Inggris selama periode 1760


hingga 1830 membawa perubahan dalam organisasi sosial di
tempat kerja. Orang-orang meninggalkan tempat tinggal mereka
dan mulai bekerja di lokasi-lokasi terpusat seperti pabrik.

b. Seiring revolusi industriber langsung, bentuk baru dari struktur


sosial muncul masyarakat industri, yaitu masyarakat yang
tergantung pada mekanisme dalam memproduksi barang dan
jasa. Dari revolusi industri pula muncul sistem ekonomi baru yaitu
sistem kapitalisme dan sistem sosialisme.

c. Teori sosialis disempurnakan dalam tulisan-tulisan Karl Marx dan


Fredrich Engels. Dua orang radikal Eropa tersebut terganggu
dengan eksploitasi kelas pekerja yang muncul selama revolusi
industri. Dalam pandangan mereka, kapitalisme memaksa
banyak orang untuk menukar tenaga mereka dengan upah
rendah.

10Schaefer T Richard.2012. Sociology. Jakarta: Salemba Humanika,


hlm. 151-3.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 85
Sosiologi Industri

d. Para pemilik perusahaan mengambil untung dari tenaga kerja


buruh terutama karena mereka membayar pekerja kurang dari
jilai barang yang dihasilkan.

Masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan ilmu


pengetahuan yang diterima oleh masyarakat tersebut. Penemuan-
penemuan baru ilmu pengetahuan di segala bidang keilmuan
memberikan pengaruh terhadap perubahan segala aspek kehidupan
di masyarakat. Sebagai contoh, Revolusi Industri yang terjadi di
Inggris dan meluas ke negara-negara Eropa, telah memberikan
perubahan struktur sosial dan pembentukan lembaga-lembaga baru
di negara Eropa. 11

Revolusi Industri di Eropa berpengaruh terhadap bangsa


Asia, karena melahirkan imperialisme dan kolonialisme di beberapa
negara Asia dan Afrika. Masyarakat yang dapat mengikuti setiap
perubahan baik yang ditimbulkan oleh masyarakat itu sendiri atau
perubahan yang datang dari luar, akan berkembang dengan baik.
Tetapi bila masyarakat tidak dapat menerima atau tidak siap
menerima perubahan sosial akan mengalami masalah-masalah
sosial, seperti konflik kekerasan, peperangan, ketidakteraturan sosial
dan lain-lain.

Kondisi demikian menjadikan perkembangan masyarakat


semakin kompleks dan menarik untuk dikaji secara khusus. Sosiologi
adalah ilmu yang khusus mengkaji masyarakat. Para sosiolog
berperan memberikan gambaran realitas sosial yang dikaji secara
ilmiah dengan metode-metode tertentu guna mendapatkan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu akan dimanfaatkan untuk

11Elisanti dan Tintin Rostini, 2009. Sosiologi: untuk SMA. Jakarta:


Pusat Perbukuan Diknas, hlm. 2.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 86
Sosiologi Industri

membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang


dihadapi oleh masyarakat.

B. Area Subjek Pembahasan Teori Sosiologi Industri


Cakupan teori yang terdapat di dalam sosiologi industri
sangat luas. Luasnya cakupan teori tersebut disebabkan oleh tiga
hal.
1. Substansi yang dibahas sosiologi industri sangat luas

Cakupan substansi yang dibahas sosiologi industri sangat


luas. Watson mengemukakan bahwa ada empat area subjek
pembahasan sosiologi industri, yaitu:12

a. Pembahasan tentang kerja (work). Dalam pembahasan ini ada


sejumlah isu yang dibahas seperti pengalaman kerja, nilai dan
orientasi kerja, dan persoalan gender dalam pekerjaan.

b. Pekerjaan (okupasi). Isu yang dibicarakan adalah tentang struktur


pekerjaan (occupational structure), hubungan antara kelas sosial
dengan pekerjaan, perubahan pembagian kerja, karier pekerjaan
dan komunitas kerja.

c. Organisasi. Pembahasannya mencakup persoalan birokrasi,


struktur organisasi dan teknologi, keku asan dan otoritas di dalam
organisasi, dan budaya organisasi.

d. Hubungan kerja (employment relations). Area yang keempat ini


membahas soal konflik dan kerjasama di tempat kerja,
penyesuaian kelompok dan individu, strategi serikat buruh, dan
strategi sumber daya manusia.

12Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and Industry . London:


Routledge., hlm. 41.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 87
Sosiologi Industri

2. Perbedaan tingkat analisis yang menghasilkan keragaman


berbagai teori.

Situasi hubungan kerja, kondisi organisasi, dan cara setiap


orang memaknai pekerjaan menghasilkan lingkup penjelasan sangat
berbeda dengan persoalan struktur pasar kerja, hubungan politik
antara pemilik modal, pengurus serikat buruh dan pemerintah pusat
maupun daerah.

Pembahasan terhadap isu-isu di dalam lingkup pekerjaan


dan organisasi lebih banyak melibatkan teori-teori mikro.
Pembahasan mengenai pasar kerja, hubungan politik atau hubungan
antara kelas sosial dengan gerakan buruh lebih banyak menyertakan
teori-teori makro.

3. Teori-teori yang digunakan di dalam sosiologi industri


memiliki keragaman berdasarkan asal pemikirannya

Sebab ketiga adalah karena teori-teori yang digunakan di


dalam sosiologi industri memiliki keragaman berdasarkan asal
pemikirannya. Sebagian teori berasal sepenuhnya dari akar
pemikiran para pelopor sosiologi. Namun, ada sejumlah teori yang
dikembangkan oleh para ahli psikologi atau manajemen dan tidak
mem iliki hubungan sama sekali dengan pemikiran-pemikiran
sosiologi.

Teori-teori seperti manajemen ilmiah (scientific


manajement) tidak diangkat dari basis pemikiran sosiologis,
melainkan lebih dipengaruhi oleh asumsi-asumsi psikologis. Namun
demikian, teori seperti ini penting untuk mendapat perhatian karena
pengembangan teori ini telah menciptakan suatu kondisi sosial dan

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 88


Sosiologi Industri

terminologi-terminologi yang menjadi objek pengamatan yang sangat


penting dari sosiologi industri.

Sementara itu, ada sekumpulan teori yang dibangun


secara sangat terpadu dan khusus di dalam area disiplin hubungan
industrial. Sebuah area interdisiplin yang banyak dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran sosiologi maupun disiplin pengetahuan lain
dalam ilmu-ilmu sosial. Hal itu dapat diperjelas pada gambar 3.1.,
berikut:

Teori-teori dasar
dalam Sosiologi

1.Teori-teori non 2. Teori-teori 3. Teori-teori


sosiologis: dalam Hubungan
- Scientific Management Sosiologi Industrial
- Humanisme Demokratis Industri

Kenyataan empirik pekerjaan dan hubungan kerja

Pengamatan oleh teori terhadap kenyataan empiris


Pengaruh-pengaruh pemikiran terhadap kenyataan empirik
Pengaruh dari satu kelompok teori terhadap kelompok teori lain

``Gambar 3.1.

Skema Perkembangan Teori-teori dalam Wilayah Sosiologi


Industri
Sumber: diadaftasi dari: Watson, 1997.

Ketiga kelompok teori tersebut tidak hanya mengamati


kenyataan-kenyataan sosial di dalam dunia pekerjaan serta ubungan
kerja, tetapi juga menyumbangkan pemikiran-pemikiran konkretnya
untuk menghasilkan suatu lingkungan kerja dan hubungan kerja
yang dianggap lebih baik oleh para pemikirnya. Meskipun demikian,
tingkat penerapan atau aplikasi dari ketiga teori tersebut relatif
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 89
Sosiologi Industri

berbeda satu sama lain. Kelompok teori non-sosiologis seperti


scientific management dan humanisme demokratis adalah teori-teori
yang memang sengaja dibangun untuk mengha silkan suatu desain
organisasi kerja yang efektif. Dimensi aplikatif dan normatif dari teori
ini lebih dominan dibanding dimensi kritis dan objek tifnya.
Sementara itu, teori -teori dalam hubungan industrial mempunyai
sifat normative -aplikatif di satu sisi, namun juga kritis-objektif di sisi
lain. Teori-teori dalam disiplin ini ada yang lebih banyak
memfokuskan pada pemahaman dan analisis secara objektif dan
kritis tentang kondisi sosial dari pekerjaan dan hubungan kerja, ada
pula yang mengkonsentrasikan pada pemikiran-pemikiran mengenai
bagaimana seharusnya suatu pekerjaan atau pola hubungan kerja
dirancang untuk berfungsi dengan baik. Teori-teori di dalam
kelompok sosiologi industri juga memiliki karakteristik yang serupa
dengan teori-teori dalam hubungan industrial.

Perbedaannya adalah teori-teori yang kritis-objektif masih


lebih dominan di dalam sosiologi industri. Ini disebabkan oleh
pengaruh karakteristik dasar dari sosiologi sendiri yang lebih
menekankan pada pemahaman kritis, mendalam, dan objektif
tentang suatu gejala social dibanding memberikan porsi yang lebih
besar mengenai bagaimana suatusituasi sosial seharusnya
dibangun.13

C. Dasar Teori dan Tokoh Teori Sosiologi Industri


Kajian sosiologi industri tak bisa dipisahkan dari pemikiran-
pemikaran Marx, Durkheim, dan Weber. Memang secara formal
sosiologi industri lahir waktu antara Perang Dunia-I dan II, namun
matangnya di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.

13Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern


.Jakarta :UI. Press. , hlm. 192;
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 90
Sosiologi Industri

Kemudian, ada tiga teori kategori pendekatan dalam sosiologi


industri; pendekatan non-sosiologis, pendekatan sosiologis,
pendekatan hubungan industrial. Pendekatan non-sosiologis di
pelopori oleh kehadiran teori yang mempunyai basis analisis
psikologis; teori manajemen ilmiah atau Taylorisme dan psikologi-
manajerial. Sementara itu, teori yang berbasis pendekatan sosiologis
dilihat dari teori Max Weber, Karl Marx, Durkheim, Elton Mayo,
Dunlop. Sedangkan teori berpendekatan hubungan industrial, terbagi
ke dalam kelompok pemikiran unitaris, pluralis, dan radikalis.
1. Teori Emile Durkheim
Emile Durkheim adalah seorang tokoh yang melahirkan
fungsionalisme struktural. Ia dilahirkan di Epinal Perancis Timur
tahun 1858. Tetapi ia tidak mengikuti tradisi orang tua dan juga
kakeknya tetapi ia memilih untuk menjadi Katolik.
Durkheim adalah sosiolog Prancis pertama yang menempuh
jenjang ilmu sosiologi paling akademis. Ia memiliki otak cemerlang,
kendati baru pada usia 21 tahun ia diterima di Ecole Normale
Siperfure, setelah dua kali mengalami kegagalan mengikuti test.
Disertasi doktoralnya
The Division of Labor in Society yang diterbitkan 1893,
merupakan karya klasik yang menarik banyak perhatian dalam tradisi
sosiologi. Dalam buku ini ia memaparkan konsep -konsep evolusi
sejarah moral atau norma-norma tertib sosial, serta menem patkan
krisis moral yang hebat dalam masyarakat modern. Ide dasarnya
adalah bahwa evolusi sejarah berkembang dari masyarakat yang
bertumpu pada solidaritas mekanik, menurut masyarakat yang
bertumpu pada solidaritas organik, yaitu masyarakat yang
berkembang atas dasar pembagian kerja. Dalam hal ini ia banyak
berhutang budi kepada penulis -penulis sebelumnya seperti Comte
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 91
Sosiologi Industri

dan Spenser, serta Tonnies yang telah membuat dikotomi


perkembangan masyarakat Gemeinschaft dan Gesellschaft.14
Solidaritas sosial dan integrasi sosial merupakan perhatian
utama dalam analisis Durkheim. Hal ini terjadi dilatarbelakangi oleh
fenomena sosial yang muncul saat itu. Masyarakat di mana ia hidup
tengah mengalami kegoncangan yang berkepanjangan, akibat revol
usi Perancis.
Ketegangan muncul akibat konflik antara kelompok monarki
dengan kaum Republik sayap kiri. Kekalahan Perancis dan Prusia
pada tahun 1870, semakin menenggelamkan masyarakatnya dan
sangat melukai rasa kebangsaan mereka. Tetapi meski demikian
industri tetap berjalan dan bahkan menghasilkan berbagai
perkembangan dan perubahan baru dalam struktur ekonomi,
hubungan sosial tradisional serta pola-pola mata pencaharian lama
dihancurkan dan mulai muncul tata kehidupan ekonomi sosial dan
industri baru. Tetapi dasar-dasar keteraturan baru itu kelihatan goyah
dan membawa berbagai akibat seperti terjadi kondisi-kondisi
terpuruk. Dalam keadaan seperti itu, Durkheim kemudian tertarik
untuk memahami dasar-dasar munculnya keteraturan baru
tersebut.15
Di mata Durkheim, subyek sosiologi adalah “fakta sosial”,
yang memiliki ciri-ciri gejala empirik yang terukur, eksternal dan
menekan (coercive). Eksternal dalam arti di luar pertimbangan-
pertimbangan individu sebagai entitas biologis. Di samping itu ia juga
memiliki kekuatan koersif untuk menekan terhadap kemauan

14 Bellah, Robert N. 1973. Tokugawa Religion. Boston: Beacon


Press. , hlm. Xxiii.
15Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.

Terj. Robert. MZ Lawang. Jakarta: Gramedia., hlm. 170-171.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 92
Sosiologi Industri

individu. Ia merupakan sesuatu yang bis diukur sehingga bisa dikaji


secara empirik dan bukan filosofis, sehingga fakta sosial tidak bisa
dikaji semata-mata dengan pendekatan mentak ansich, melainkan
memerlukan data dari luar fikiran manusia. Studi empirik mengenai
fakta sosial sebagai barang terukur merupakan koreksi terhadap
teori Comte dan Spenser.16
Durkheim membedakan dua jenis fakta social-material dan
non-material. Fakta sosial material antara lain masyarakat,
komponen struktur masyarakat seperti gereja, negara, juga
komponen masyarakat seperti distribusi penduduk jaringan
komunikasi dan perumahan, jadi sesuatu yang real, entitas material
sejauh ia sebagai elemen eksternal. Oleh karena itu di sini ia
memasukkan arsitektur dan hukum sebagai fakta sosial material,
dalam arti ia merupakan manifestasi material dari fakta sosial non-
material. Durkehim memasukkan fakta sosial non material, dan hal
ini, menjadi fokus utama dalam sosiologi Durkheim menyebutnya
norma, nilai-nilai, moralitas, kesadaran kolektif, representasi kolektif,
peristiwa-peristiwa sosial dan budaya pada umumnya. Dengan
demikian ranah analisis Durkheim lebih bersifat makro obyektif.17
Dari dimensi teoritik yang diungkap durkhim dapat dipelajari
mengenai pembagian kerja dalam masyarakat, anomic,
perkembangan masyarakat dan bunuh diri, agama, aktor serta aksi
dan interaksi individu. Dalam analisisnya terhadap pembagian kerja
masyarakat, Durkheim banyak dipengaruhi oleh Auguste Comte dan
Herbert Spenser yang menggunakan analogi biologis memandang

16Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma


Ganda. Jakarta: Rajawali. Press., hlm. 185.
17 Ibid., hlm. 187.

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 93


Sosiologi Industri

masyarakat sebagai sistem yang terdiri dari bagian yang saling


tergantung satu sama lainnya.
Durkheim memandang masyarakat modern sebagai
keseluruhan organis yang mempunyai realitasnya sendiri.
Keseluruhan organis yang memiliki seperangkat kebutuhan atau
fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang
menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal tetap langgeng.
Bilamana kebutuhan tertentu tersebut tidak terpenuhi maka akan
berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis. Patologi dalam
masyarakat modern, menurut Durkheim berupa kemerosotan
moralitas umum yang melahirkan anomie.18
Masyarakat terintegrasi karena adanya kesepakatan di
antara anggota masyarakat terhadap nilai-nilai kemasyarakatan
tertentu. Nilai-nilai kemasyarakatan ini oleh Durkheim disebut
dengan kesadaran kolektif (collective consciousness). Kesadaran
kolektif ini berada di luar individu (exterior), namun memiliki daya
kesadaran kolektif adalah suatu konsensus masyarakat yang
mengatur hubungan di antara anggota masyarakat bersangkutan.
Kesadaran kolektif tersebut bisa terwujud aturan-aturan moral,
aturan-aturan agama, aturan-aturan tentang baik dan buruk, luhur
dan mulia, dan sebagainya. Misalnya kesadaran kolektif yang
berwujud agama yang dalam klasifikasi Durkheim agama diklasifikasi
secara langsung bagian dari fakta sosial non-material, berbeda
dengan hukum atau arsitektur. Agama itu praktek-praktek kehidupan
yang mampu mempersatukan ke dalam kesatuan moralitas

18
Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu ….., hlm. 194.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 94
Sosiologi Industri

masyarakat yang disebut dengan gereja, dari siapa saja yang setia
dengannya.19
Asal mula agama dari masyarakat itu sendiri, dengan
adanya pe rbedaan (yang dilakukan individu-individu) tentang hal-hal
yang sakral, bentuk esensi agama yang menjadi sumber referensi,
respek, misteri, rasa terpesona dan hormat, dan hal-hal yang profane
dalam kehidupan sehari-hari, tempat-tempat umum, kegunaan
sesuatu, kehidupan duniawi, yang masing-masing orang bersikap
tertentu. Penghargaan terhadap suatu fenomena dapat
mentransformasikan seseorang dari yang profane menjadi sakral.
Berdasarkan penelitiannya terhadap masyarakat primitif,
suku Arunta di Australia berkesimpulan bahwa Tuhan hanya
idealisme masyarakat itu sendiri yang menganggap sebagai makhluk
paling sempurna. Agama merupakan lambang kolektif masyarakat
dalam bentuknya yang ideal. Karena itu, agama merupakan sarana
untuk memperkuat kesadaran kolektif yang diwujudkan melalui
upacara-upacara atau ritus -ritus. Dalam masyarakat primitif, agama
merupakan sumber intelektual dan moral konformitas terhadap
kesadaran kolektif. Tetapi dalam masyarakat modern agama
mengalami “penyempitan” makna, tidak lebih dari salah satu
representasi kolektif yang di samping sumber kesadaran atau
moralitas kolektif lainnya yang dibentuk dari institusi lain seperti
hukum dan pengetahuan.
Selain pemisahan dari yang profane dengan yang sakral,
dan proses transformasi aspek kehidupan sosial ke dalam kehidupan
yang sakral, terbentuknya agama masih membutuhkan tiga prasyarat
lainnya, yaitu pertama, keyakinan keagamaan, kedua, ritus atau

19 Ibid, hlm. 202.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 95
Sosiologi Industri

ketentuan yang mengatur seseorang ketika menghadapi obyek yang


sakral, dan terakhir agama membutuhkan gereja.
2. Teori Karl Marx
Dalam merekonstruksi teori konflik sebagai kritik terhadap
teori struktural fungsional ini akan diawali pembahasannya dari Karl
Marx sebagai pencetus perspektif ini. Tetapi Marx ternyata bukan
fenomena tunggal dalam arti bawah Karl Marx dapat diinterpretasi
melalui berbagai cara. Di samping kemudian juga melahirkan
berbagai perspektif konflik yang tak kalah menarik lainnya, sehingga
tak kurang dari Beilharz menghitung ada 57 varian Marxisme, seperti
Bolshevism, Social Demoracy, Trotkyism, Maosim, Teori Kritis,
arxism Barat, Council Cummunism dan lain-lain.20
Oleh karena itu rekonstruksi teori konflik ini kemudian
dilanjutkan dengan membahas Neo Marxian dengan berbagai varian
seperti Hegelian Marxis maupun kelompok Frankfurt. Di samping itu
masih ada feminism. Teori ketergantungan, teologi pembebasan,
namun Post-modernis yang mungkin disinggung selintas, namun
memang tidak bisa terkonstruksi seluruhnya dalam penyajian kali ini.
Rekonstruksi ini akan diakhiri dengan memunculkan teori konflik
alternatif seperti yang diketengahkan DAhrendorf, Coser maupun
Collins.
Marxian. Lahirnya teori konflik sebagai reaksi atas
ketidakpuasan terhadap tradisi struktural fungsional tidak bisa
dilepaskan dari tokoh Karl Marx yang lahir di kota Trier Jerman tahun
1818. Ia adalah anak dari pasangan Heinrich dan Henrietta
keturunan seorang borjuis dan rohaniawan, ketika itu Marx masih

20Beilharz, Peter. 2002. Teori-teori Sosial: Observasi Kritis terhadap


Para Filosof. Terkemuka. (Ter. Sigit Jatmiko). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hlm. 168.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 96
Sosiologi Industri

sangat mudah, karena alasan bisnisnya, ayah Marx melakukan


konversi keagamaan dan kemudian memilih Lutherianism.21
Tokoh yang pernah menjadi pemimpin redaksi sebuah
harian ini, pada tahun 1842 pindah ke Paris karena kesulitan
menghadapi sensor pemerintah Prusia yang dilakukan secara terus
menerus. Setelah diusir polisi Perancis Marx, kemudian pindah ke
Brusel selama dua tahun. Setelah itu pindah ke London dan
kemudian kembali lagi ke Jerman.
Tahun 1848 pada saat revolusi di Eropa mengalami
kegagalan Marx pindah lagi ke London untuk selamanya. Latar
belakang sosial yang mendasari munculnya teori Marx. Perspektif
konflik ini lahir pada saat terjadi krisis sosial yaitu terjadinya revolusi
industri Marx melihat terjadinya kemelaratan dan keserakahan di
masyarakat. Ia melihat gambaran kehidupan kaum pekerja yang
nestapa, kontras dengan gaya kehidupan kaum pemilik modal yang
mewah.
Pikiran awal Marx amat dipengaruhi oleh munculnya
industrialisasi abad 19, yang telah melahirkan fenomena yang
bertolak belakang antara buruh yang hidup menderita dan sengsara
dan pemilik alat-alat produksi yang menikmati surplus yang
disambung oleh keringat dan tenaga yang dikeluarkan oleh kaum
buruh. Dari latar belakang sejarah itu dapat ditarik benang merah
yang menggambarkan munculnya kondisi-kondisi yang
mempengaruhi aliran Marxist awal, yaitu pertama tekanan struktural
yang kuat pada individu dan kedua, kondisi industri yang
memperburuk hubungan sosial ke dalam alienasi.

21 Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu ….., hlm. 154.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 97
Sosiologi Industri

Aliran filsafat yang mempengaruhi Marx. Marx dipengaruhi


oleh sejumlah aliran pemikiran filsafat yang berkembang saat itu,
seperti idealisme spiritualisme Hegel, Materialisme dan Feurbach,
teori ekonomi politik laizess faire dan teori sosialisme Perancis.
Spiritualisme Hegel sebagai aliran filsafat besar di Jerman
mempengaruhi masa mudanya, yang berpandangan bahwa evolusi
manusia dan masyarakat sintesis yang berbeda dengan tesis
maupun antitesis. Kedua, Hegel melihat bahwa kesadaran itu
ditentukan oleh ide (pikiran), “saya sadar maka saya ada”.
Perjuangan terus-menerus antara ide yang ada dan bentuk sosial
serta semua yang akan ada merupakan unsur dasar dalam
perubahan sosio budaya. Individu dan masyarakat secara bertahap
mengatasi dirinya dan mencapai tingkat kesadaran diri yang lebih
tinggi. Oleh karena itulah aliran filsafat ini kemudian disebut
idealisme spiritualisme. Marx juga dipengaruhi oleh Feurbach
tentang bahwa manusia dalam inti hakekatnya ditentukan oleh
material, bahkan Tuhan pun tiada lain adalah ide dari manusia.
Dalam karyanya yang dibuat semasa masih muda, Karl
Marx memakai dialektika Hegal dan bergabung dengan lingkaran
generasi muda Hegelian Radikal. Setelah kawin ia keluar dari
Jerman dan tinggal di Paris yang sedang mengalami industrialisasi
dan kapitalisme. Ia mempelajari teori Ekonomi Politik Inggris, seperti
Adam Smith dan David Ricardo. Ia melihat bahwa mentalitas dunia
pasar bersifat impersonal, yaitu meluas ke hubungan-hubungan
sosial dan struktur sosial sebagai satu sumber yang paling
mendalam.
Menurut Marx dan Engels, (Ritzer, 2013), pertemuannya
dengan Friedrich Engels yang memberikan informasi tentang gaya
hidup borjuis dan kondisi-kondisi proleta rian, kemudian
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 98
Sosiologi Industri

memunculkan interpretasi bahwa kondisi -kondisi material serta


hubungan-hubungan sosial yang muncul dari kondisi itu merupakan
dasar perkembangan intelektual atau kekuatan yang mendorong
perubahan sejarah. Dengan demikian perubahan bukan muncul dari
ide atau pertumbuhan akal budi. Kehidupan modern hanya bisa
ditelusuri melalui sumber-sumber material misalnya struktur
kapitalisme dan solusinya hanya bisa diperoleh dengan cara
menghancurkan struktur tersebut dengan menggerakkan tindakan
kolektif massa. 22
Pemikiran Marx dapat dipahami melalui karya pada masa
muda maupun setelah dewasa, antara lain melalui kritiknya dalam
“Parts Manuscripts”. Marx adalah juga seorang filosofi dalam
“German Ideology”. Kritik sejarah dia buat dalam “The Eighteenth
Brumeire of Louis Bonaparte” atau “ The Civil War in France”. Dalam
karya “Grundrisse” Marx memperkenalkan pandang sejarahnya.
Marx juga dapat disebut ekonomi jika diikuti melalui karya “ Capital ’,
di sini Marx membuat kritik ekonomi.23
a. Asumsi yang mendasari teori Marx.
Teori konflik yang berakar dari Marx dibangun atas dasar
asumsi-asumsi bahwa: 24
1) Perubahan merupakan gejala yang melekat pada setiap
masyarakat.
2) Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam setiap
masyarakat.

22Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu ….., hlm. 20.


23Beilharz, Peter. 2002. Teori-teori Sosial: …., hlm. 171
24Sanderson. K. Stephen. 2003. Makro Sosiologi: Sebuah
Pendekatan terhadap Realitas Sosial. Edisi Kedua. Jakarta: Raja
Grafindo Persada , hlm. 12.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 99
Sosiologi Industri

3) Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi


terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial.
4) Setiap masyarakat yang terintegrasi di atas penguasaan atau
didominasi oleh sejumlah orang tertentu terhadap sejumlah orang
lainnya.
Dari asumsi dasar itu teori konflik kemudian mengajukan
proposisi yang dapat dielaborasi menjadi sebuah strategi yang dapat
digambarkan sebagai berikut: 25
1) Kehidupan sosial pada dasarnya merupakan arena konflik di
antara dan di dalam kelompok-kelompok yang bertentangan.
2) Sumber -sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik merupakan
hal yang diperebutkan oleh berbagai kelompok.
3) Akibat tipikal dari konflik itu memunculkan pembagian masyarakat
menjadi kelompok determinan secara ekonomi dan kelompok
yang ter-subordinasi.
4) Pola-pola sosial dasar suatu masyarakat sangat ditentukan oleh
pengaruh sosial dari kelompok determinan secara ekonomi
merupakan kelompok yang determinan.
5) Kelompok dan konfli k sosial di dalam dan di antara berbagai
masyarakat akan melahirkan kekuatan-kekuatan yang dapat
menggerakkan perubahan sosial.
6) Karena konflik merupakan ciri dasar kehidupan sosial, maka
perubahan sosial menjadi hal yang umum dan sering terjadi.
b. Dimensi dan Konsepsi Dasar Teori Mars
Dalam asumsi dasar seperti telah dijelaskan di muka, maka
Marx kemudian membangun teori yang memiliki dimensi yang cukup
luas, antara lain meliputi konflik sosial, formasi sosial, (kesadbaran)

25Ibid., hlm. 15.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 100
Sosiologi Industri

kelas, ideologi, alienasi, eksploitasi, kapitalisme, dominasi,


emansipasi, komodifikasi, reifikasi dan lainnya.26
Guna memahami dimensi-dimensi teoritik yang luas itu
menarik untuk mengikuti konsepsi dasar Marx dalam menjelaskan
formasi sosial yang bisa diikuti dalam tulisannya The Communist
Manifesto, yang aslinya diterbitkan di London, Februari 1848.
(Tucker, M.E., 1991). Dalam hal ini Marx menjelaskan bahwa sejarah
manusia tiada lain adalah sejarah perjuangan klas yang berlangsung
dalam 3 periode peradaban (sejarah) yaitu:
1) Perbudakan (slavery),
2) Feodalisme dan
3) Kapitalisme. 27
Pada intinya, Marx memandang bahwa masyarakat kapitalis
terbagi dalam sub-struktur dan super struktur. Super struktur tiada
lain merup akan reproduksi dari struktur klas, yang mencakup
ideologi, negara, pendidikan, filsafat, moralitas, hukum dan
seterusnya. Sedangkan sub struktur digambarkan di dalamnya
mengandung struktur kelas yang merupakan fungsi dari hubungan
produksi di satu pihak dan di lain pihak mengandung kekuatan
produksi. Mengenai apa yang dimaksud Marx sebagai kekuatan
produksi adalah alat produksi seperti teknologi atau pengetahuan
dan sarana produksi seperti tanah, air dan seterusnya, yang
digunakan dalam memproduksi berupa barang dan jasa.
Dalam hubungan produksi Marx (Campbell, 1987),
menggambarkan struktur klas masyarakat terbagi atas klas pemilik

26Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu ….., hlm. 149.


27Tucker, M.E., 1991, Sedimentary Petrology-An Introduction to the
Origin of. Sedimentary Rocks, 2 nd ed., London: Blackwell
Scientific Pub., hlm. 473.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 101
Sosiologi Industri

dan klas bukan pemilik. las pemilik dalam sejarah peradaban


masyarakat perbudakan berada di tangan master atau majikan yang
menjadikan budak sebagai komoditi. Sementara itu dalam
masyarakat feodal, klas pemilik berada di tangan tuan tanah atau
bangsawan dan dalam masyarakat kapitalis, pemilik adalah berada
di tangan klas borjuis yang mengeksploitasi proletar sebagai klas
bukan pemilik.28
Namun demikian, Marx tidak hanya memperkenalkan klas
borjuis yang memiliki perilaku eksploitatif, karena ia juga mengenal
apa yang ia sebut dengan Petty-Bourgeois Socialism. Yaitu klas
yang berada di tengah-tengah antara kaum proletariat dan borjuis,
dan dalam banyak hal lebih berpihak kepada kaum proletariat
dengan melakukan berbagai upaya, seperti menyadarkan kepada
masyarakat mengenai dampak dari mode produksi kapitalistik,
pembagian kerja, konsentrasi pemilikan modal di tangan segelintir
orang, over produksi dan krisis, anarkis dalam produksi,
ketimpangan distribusi dan seterusnya yang menimbulkan
penderitaan kaum proletar.29
Pada ranah super struktur Marx banyak mengkaji berbagai
hasil reproduksi dari struktur klas, diantaranya adalah ideologi.
Dalam kacamata Marx, ideologi budaya hanya memberikan ilusi-ilusi
untuk mengimbangi ketimpangan dan kekurangan dalam kehidupan
(kondisi) material, akibatnya masyarakat hanya memperoleh
gambaran-gambaran yang menyimpang dari realitas yang
sesungguhnya. Karena ideologi budaya ini diinternalisasi, maka
individu tidak mampu menyadari kepentingan yang sesungguhnya,

28Campbell, J.B. (1987). Introduction To Remote Sensing: Third


Edition. New York : The Guilford Press., hlm. 146.
29
Tucker, M.E., 1991, Sedimentary Petrology-An ….., hlm. 492.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 102
Sosiologi Industri

akibatnya mereka tidak mampu memahami penderitaan,


ketidakpuasan, maupun penghisapan akibat tekanan dari struktur
dan kondisi-kondisi material yang mereka hadapi. Dengan kata lain
masyarakat tidak berada dalam kesadaran yang sesungguhnya,
melainkan dalam kesadaran palsu false consciousness.
Ideologi sebagai bagian dan super struktur yang tiada lain
hanya merupakan reproduksi dari struktur klas, kemudian lebih
banyak menjelaskan dan memberikan arah yang lebih berarti bagi
klas borjuis, dan tidak bagi klas proletariat dan malah menyesatkan
klas yang tidak memiliki alat dan sarana produksi itu. Tidak ubahnya
ideologi, maka ketika berbicara agama, Marx mengalirkan cara
berpikir yang sama.
Di mata Marx, agama memiliki tradisi penekanan kepada
dimensi transendental, non material dan harapan-harapan hidup
setelah mati. Tradisi seperti itu hanya mengalihkan perhatian orang
dari penderitaan fisik dan kesulitan manusia menghadapi kondisi
material yang melingkunginya. Marx mengkritik cara agama
mengalihkan perhatian orang dari penderitaan fisik yang dihadapinya
dengan berargumentasi bahwa penderitaan dan kesulitan material
dalam hidup akan memperbesar kesempatan meraih pahala di
kemudian hari. Sedangkan kekayaan material, status maupun
kekuasaan duniawi dilihat tak lebih sekedar ilusi, fana dan bahkan
berbahaya. Marx (Johnson, Doyle Paul. 1988), berkesimpulan
argumentasi agama seperti itu sebagai menyesatkan, sehingga ia
berkesimpulan bahwa agama tak lebih dari candu bagi manusia,
yang diantaranya bisa berdampak kepada pembentukan sikap untuk

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 103


Sosiologi Industri

memilih pasif (nrimo) daripada memberontak dari mereka


yangmenanggung peneritaan fisik dan material.30
Ritzer (2013), memasukkan aliran Marxian ini dalam
paradigma fakta sosial bersama-sama dengan aliran fungsional
struktural. Paradigma fakta sosial menganggap bahwa sesuatu dapat
diobservasi dan diukur. Karena itu, teori-teori konflik banyak yang
menggunakan metode kuantitatif. Dengan menggunakan unit analisis
pertentangan antara kelas, maka perspektif Marx ini lebih banyak
beroperasi dalam ranah makro obyektif. 31
c. Kekuatan dan Teori Marx
Harus diakui telah memberi sumbangan besar bagi
perkembangan pengetahuan terutama dalam upaya memahami
berbagai persoalan yang berkaitan dengan kesadaran klas maupun
kesadaran semu (false consciousness) serta menyangkut ideologi, di
samping teori Marx juga banyak memberi inspirasi untuk berbicara
tentang aspek kultural maupun mode produksi masyarakat kapitalis.
Oleh karena itu meski tidak sedikit orang yang mencoba
mengabaikan karena berbagai alasan tetapi jelas bahwa perspektif
Marx ini memiliki banyak dimensi teoritik yang berhasil
disumbangkan bagi perkembangan teori sosial. Bahkan Beilharz
sampai kepada kesimpulan bahwa betapapun teori Marx masih
merupakan bacaan terbaik hingga sat ini dalam kritiknya terhadap
budaya kapitalisme.32
d. Kritik terhadap Marx.
Perspektif Marx diabaikan sejumlah orang karena telah
dinilai sebagai teori yang cenderung deterministik, terutama ketika

30 Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 135.


31 Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu ….., hlm. 182.
32 Beilharz, Peter. 2002. Teori-teori Sosial: …., hlm. 173.

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 104


Sosiologi Industri

dia menyatakan bahwa kondisi material (ekonomi) yang menentukan


perilaku dan perubahan masyarakat. Pada ranah empirik ba nyak
dijumpai bahwa perubahan dan berbagai pola tindakan, termasuk
ideologi yang otonom atau setidak-tidaknya relatif otonom. Oleh
karena itu dalam ranah empirik banyak dijumpai revolusi yang terjadi
bukan hanya karena tekanan struktural ekonomi (material)melainkan
karena respon mereka terhadap situasi dan sistem luas yang mereka
hadapi.33
Di samping itu di balik kekuatan perspektif Marx, ternyata
ramalan dan kritik Marx terhadap perkembangan serta masa depan
masyarakat kapitalis juga menjadi sasaran banyak kritik yang
dilontarkan orang lain.34
Kritik itu bahkan termasuk datang dari para pengikutnya
sendiri. Kehancuran masyarakat kapitalis yang menurut Marx
sebagai sesuatu yang niscaya, ternyata tidak terbukti. Hal ini terjadi
karena Marx tidak cukup melihat ke depan akan besarnya kenaikan
kapasitas produksi yang terus dihasilkan oleh industri yang
senantiasa berkembang. Perkembangan itu mengakumulasi
berbagai surplus, sehingga memungkinkan untuk menaikkan upah
buruh jauh di atas apa yang dirasakan Marx.
Dengan demikian ramalan Marx bahwa buruh senantiasa
tertekan dan sebahagian dinyatakan telah berubah menjadi
penindasan dan penghisapan, ternyata tidak seluruhnya terbukti.
Karena itu pula para serikat buruh seperti yang terjadi di Amerika
menjadi tidak seradikal seperti yang diharapkan Marx, karena
mereka bisa mendorong untuk menaikkan upah buruh.

33 Ritzer, George 2013. Sosiologi Ilmu ….., hlm. 143.


34
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 159.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 105
Sosiologi Industri

Konsep pemilikan Marx, juga menjadi sasaran kritik karena


dalam ranah empirik tidak semua yang memiliki otomatis menguasai.
Hal ini terjadi karena proses diferensiasi peranan dalam proses
produksi. Diferensiasi itu antara lain menggambarkan adanya
kapitalis tanpa fungsi dalam produksi seperti para pemegang saham,
dan para fungsionaris dalam proses produksi tetapi ia tidak
memegang saham.35
Demikian juga konflik tidak selalu disertai dengan kekerasan
seperti yang diduga Marx, melainkan bisa dihadapi dengan berbagai
bentuk penyelesaian, seperti melalui proses konsiliasi di mana
masing-masing yang terlibat dalam konflik mengambil inisiatif
melakukan penyelesaian tanpa meminta perantara, atau melalui
proses mediasi yang dalam hal ini masing-masing sepakat
mengambil mediator, dan penyelesaian arbitrasi dengan
mengundang pihak ketiga yang keputusannya diterima sebagai
sesuatu yang mengikat atau tidak mengikat tergantung kesepakatan
masing-masing yang terlibat konflik.36
Bias perspektif Marx, dalam perspektif Marx mengandung
ibas kepentingan yang lebih berpihak kepada buruh dalam melihat
posisi-posisi buruh, serikat buruh serta klas borjuis. Hal in dapat
dilihat dari kritiknya terhadap sikap konservatifismepolitik serikat
buruh yang dinilai terlalu berpihak kepada borjuis yang meligitimasi
penindasan dan penghisapan terhadap buruh. Melihatrealitas empirik
di lapangan, maka penilaian bahwa ada penghisapan terhadap buruh
menjadi terkesan sebagai subyektif dari Marx dan bukan penilaian

Dahrendorf, 1986: 53-54)


35

36Dahrendorf, Ralf, 1986. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat


Industri: Sebuah Analisis. Kritik. Jakarta: CV Rajawali Press, hlm.
285.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 106
Sosiologi Industri

dari buruh itu sendiri, karena buruh justru merasa memperoleh


perbaikan material betapapun kecilnya sebagai bagian dari surplus
produksi yang dicapai dari hasil perkembangan industri terutama
pada tahap kapitalisme tingkat lanjut,37
Dalam perspektif Marx juga mengidap bias nilai, pertama
karena perspektifnya lebih melihat kepada sisi konflik dalam
masyarakat sehingga mengabaikan realitas masyarakat yang juga
mampu, membangun keseimbangan atau ekuilibrium. Di sisi lain bias
teoritiknya yang lebih cenderung ke praxis, memberikan kesan
perspektif Marx ini kurang nampak sebagai karya akademis yang
obyektif, melainkan lebih mengesankan perspektif ini sebagai alat
aktivisme politik untuk tidak secara langsung mengatakan sebagai
ideology.38
3. Teori Max Weber

Weber mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk


oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama.
Marx Weber adalah sosiolog, Jerman yang dianggap sebagai bapak
sosiologi modern. Dia membahas bermacam gejala kemasyarakatan,
misalnya tentang perkembangan bangsa-bangsa di dunia, tentang
kepemimpinan, tentang birokrasi, dan sebagainya. Salah satu topik
yang penting bagi masalah pembangunan yang dibahas oleh Marx
Weber adalah tentang peran agama sebagai faktor yang
menyebabkan munculnya kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika
Serikat. Pembahasan ini diterbitkan menjadi sebuah buku dengan
judul The Protestanat Ethic and the Spirit of Capitalism.

37
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 160.
38
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 163.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 107
Sosiologi Industri

Dalam bukunya Weber mencoba menjawab pertanyaan


mengapa beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat mengalami
kemajuan ekonomi yang pesat di bawah sistem kapitalisme. Setelah
melakukan analisis, Weber mencapai kesimpulan bahwa salah satu
penyebab utamanya adalah apa yang disebutnya sebagai Etika
Protestan. Etika Protestan lahir di Eropa melalui agama Protestan
yang dikembangkan oleh Calvin. Di sini muncul ajaran
yangmengatakan bahwa seseorang itu sudah ditakdirkan
sebelumnya untuk masuk ke surga atau neraka. Tetapi orang yang
bersangkutan tentu saja tidak mengetahuinya.

Karena itu, mereka menjadi tidak tenang, menjadi cemas,


karena ketidakjelasan nasibnya ini. Salah satu cara untuk
mengetahui apakah mereka akan masuk surga atau neraka adalah
keberhasilan kerjanya di dunia yang sekarang ini. Kalau seseorang
berhasil dalam kerjanya di dunia, hampir dapat dipastikan bahwa dia
ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti. Kalau kerjanya
selalu gagal di dunia ini, hampir dapat dipastikan bawah dia akan
pergi ke neraka.

Adanya kepercayaan ini membuat orang-orang penganut


agama. Protestan. Calvin bekerja keras untuk meraih sukses.
Mereka bekerja tanpa pamrih; artinya mereka bekerja bukan untuk
mencari kekayaan material, melainkan terutama untuk mengatasi
kecemasannya. Inilah yang disebut sebagai etika Protestan oleh
Weber, yaitu cara kerja yang keras dan sungguh-sungguh, lepas dari
imbalan materialnya. (Memang orang ini kemudian menjadi kaya
karena keberhasilannya, tetapi ini adalah produk sampingan yang
tidak disengaja. Mereka bekerja keras sebagai pengabdian untuk

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 108


Sosiologi Industri

agama mereka, bukan untuk mengumpulkan harta. Tetap Weber


sendiri mengakui bahwa hal ini kemudian berubah jadi sebaliknya).

Etika Protestan inilah menjadi faktor utama bagi munculnya


kapitalisme di Eropa, Calvinisme kemudian menyebar ke Amerika
Serikat dan di sana pun berkembang kapitalisme yang sukses. Studi
Weber ini merupakan salah satu studi pertama yang meneliti
hubungan antara agama dan pertumbuhan ekonomi. Kalau agama
kita perluas menjadi kebudayaan, studi Weber ini menjadi
perangsang utama bagi munculnya studi tentang aspek kebudayaan
ini, peran agama pun menjadi sangat penting sebagai salah satu nilai
kemasyarakatan yang sangat berpengaruh terhadap warga
masyarakat tersebut.

Sementara itu, istilah etika Protestan menjadi sebuah


konsep umum yang tidak dihubungkan lagi dengan agama Protestan
itu sendiri. Etika Protestan menjadi sebuah nilai tenang kerja keras
tanpa pamrih untuk mencapai sukses. Dia bis ada di luar agama
Protestan, dapat menjelma menjadi nilai-nilai budaya di luar agama.
Misalnya: salah seorang pengikut Weber di Amerika Serikat, Robert
Bellah, melakukan penelitian pada agama Tokugawa di Jepang.
Dengan bukunya yang terkenal, Tokugawa Religion, dia menyatakan
bahwa apa yang disebut sebagai etika Protestan itu juga ada pada
agama Tokugawa. Karena itulah, Jepang berhasil membangun
kapitalisme dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
D. Pendekatan-Pendekatan dalam Sosiologis Industri

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 109


Sosiologi Industri

1. Pendekatan-Pendekatan Non Sosiologis Tentang Organisasi


Dan Pekerjaan

Ada dua teori penting di luar kelompok teori sosiologi yang


mempunyai posisi penting di dalam sosiologi industri. Kedua teori itu
adalah teori manajemen ilmiah (scientific management) dan
humanisme demokratis. Kedua teori ini berkembang di atas asumsi-
asumsi psikologis tentang pekerjaan. Watson menyebutnya sebagai
pendekatan manajerial-psikologistik.39

Teori manajemen ilmiah dikembangkan oleh F.W.Taylor


(1856-1915) seorang insinyur serta konsultan Amerika dan
karenanya pemikiran teori ini disebut juga Taylorisme. Taylor dapat
dianggap sebagai pelopor penting dalam menghasilkan sebuah
desain kerja yang sistematis guna menghasilkan sebuah hasil
pekerjaan yang efisien dan efektif di era industrial.

Sejak kelahiran sistem produksi industri pada abad XIV


(Schneider), para ekonom klasik seperti Andrew Ure, Arkwright,
Charles Babbage memang telah menjadi ahli-ahli manajemen yang
merancang sebuah desain organisasi kerja yang sesuai dengan
prinsip kapitalisme industri.40 Namun, gagasan mengenai organisasi
kerja yang paling berpengaruh dalam sejarah organisasi industri baru
muncul pada dekade terakhir dari abad XIX berkat pemikiran Taylor.
Gagasan ini muncul sebagai respons atas berkembangnya tuntutan
rasionalisasi dalam pengorganisasian kerja dan semakin meluasnya
sistem mekanisasi sebagai konsekuensi dari meluasnya pendirian
pabrik sebagai bentuk konkret dari sistem produksi industri.

39Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 331.


40Braverman, E. A. 2007. “Younger You: Breaking the Aging Code for
Effective Anti-Aging Healthcare”. Nutri News Inquires Volume 8
No.7: hlm. 6.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 110
Sosiologi Industri

Inti pemikiran Taylor terletak pada asumsi yang melihat: 41

a. Manusia sebagai para pekerja pada dasarnya adalah makhluk


ekonomi, individu non-sosial yang mencari keuntungan untuk diri
sendiri, serta lebih menyukai tak memikirkan cara
mengorganisasikan pekerjaan yang lebih efisien karena mereka
cenderung menyerahkannya pada tugas manajer..

b. Para pekerja pada dasarnya dapat dimobilisasi dan diorganisir


secara ilmiah untuk menjalankan sebuah proses produksi dan
menghasilkan output produksi yang maksimal.

Untuk itu Taylor (Watson, Tony J. 1997), mengajukan


sejumlah prinsip bagi berfungsinya organisasi kerja yang lebih efisien
dan menghasilkan output produksi yang lebih optimal. 42 .
1. Analisis ilmiah untuk semua jenis tugas pekerjaan perlu dilakukan
oleh manajemen guna mengefisienkan proses kerja semaksimal
mungkin.
2. Rancangan kerja oleh manajer diperlukan untuk mencapai
pembagian kerja teknis yang maksimum melalui pemilahan
pekerjaan.
3. Pemisahan harus dilakukan antara perencanaan kerja dengan
pelaksanaannya.
4. Tuntutan keterampilan bagi pekerja dan lama waktu pelatihan
kerja harus dikurangi seminimum mungkin.
5. Jumlah material yang ditangani oleh operator perlu diminimalkan.
Begitu pula pemisahan harus dilakukan antara tugas-tugas
persiapan dengan tugas-tugas produktif.

41Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 333.


42ibid, hlm. 334.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 111
Sosiologi Industri

6. Telaah sistem waktu dan monitoring kerja perlu dilakukan untuk


mengkoordinasikan elemen-elemen yang terpilah-pilah dan
pekerjaan dari para pekerja yang tidak terampil.
7. Penggunaan sistem insentif harus dilakukan untuk
menyeimbangkan dan mengintensifkan usaha kerja dari para
pekerja.
8. Hubungan dan interaksi antara manajer dan pekerja dilakukan
seminimum mungkin.
Memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, teori manajemen
ilmiah dapat dikatakan sebagai sebuah teori yang dibangun untuk
mengorganisasikan pekerjaan dan tenaga kerja dibanding sebuah
teori yang digunakan untuk memahami bagaimana sebuah proses
kerja itu terjadi. Taylor tidak membahas bagaimana orang-orang
yang bekerja menafsirkan pekerjaannya, serta mengorganisir diri dan
pekerjaannya bersama rekan-rekannya yang berada di dalam
organisasi pekerjaan tersebut. Hal ini karena Taylor mengasumsikan
bahwa pekerja adalah manusia yang pada dasarnya tidak menyukai
pekerjaan karena itu sebisa mungkin menghindarinya, memiliki
ambisi yang terbatas, dan cenderung lebih menyukai diberi arahan.
Sementara itu, manajer justru adalah orang yang menggerakkan
semua orang untuk bekerja sesuai dengan desain yang
dirancangnya.
Oleh sebab itu, Taylor lebih mengkonsentrasikan pada
bagaimana sebuah rancangan kerja dibuat untuk meminimalkan
biaya produksi melalui pengurangan tuntutan keterampilan,
pembagian kerja, pembatasan jumlah dan variasi tugas dalam
pekerjaan, dan maksimalisasi pengulangan tugas. 43 .

43Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 337.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 112
Sosiologi Industri

Braverman melihat bahwa pemikiran Manajemen Ilmiah ini


sesungguhnya bukan merupakan sebuah teori yang dibangun dari
asumsi bahwa pelaku kerjanya (buruh) adalah individuindividu aktif
dan memiliki unsur kemanusiaan. Ia melihat ini lebih sebagai
sebuah teori yang dibangun dari prinsip-prinsip kerja modal dengan
menempatkan pekerja sebagai bagian dari alat produksi.
“…Manajemen ilmiah adalah sebuah upaya untuk menerapkan
metode ilmu pengetahuan guna mengatasi masalah-masalah yang
semakin kompleks dalam mengendalikan tenaga kerja di
perusahaanperusahaan pemodal yang berkembang dengan cepat.
Manajemen Ilmiah ini kurang memiliki ciri-ciri ilmu pengetahuan
yang murni karena asumsi-asumsinya menggambarkan tak lebih
dari sekadar pandangan pemikiran pemodal yang berkaitan
dengan kondisi produksi. Asumsiasumsi itu bermula bukan dari
sudut pandang manusiawi tetapi dari sudut pandang kapitalis,
sudut pandang pengelolaan angkatan kerja yang susah diatur
dalam sebuah kerangka hubungan-hubungan social yang
mengandung adanya saling pertentangan satu sama lain”44.

Manajemen ilmiah sesungguhnya lebih merupakan sebuah


desain organisasi kerja yang dirancang dengan menggunakan
asumsi-asumsi dan analisis yang sangat rasional yang bertumpu
pada logika kapitalisme. Meskipun demikian, efek dari prinsip
manajemen ilmiah ini di dalam praktik manajemen tenaga kerja
sangat besar dan masih berpengaruh hingga saat ini. Hasil
pemikirannya itu telah mewujud nyata dan menghasilkan sebuah
kenyataan sosial tersendiri. Kenyataan tentang proses kerja
industrial selama ini dijalankan di berbagai masyarakat di berbagai
belahan dunia mana pun. Manajemen ilmiah, bagaimanapun telah
menjadi sebuah fakta sosial yang nyata.
Teori non-sosiologis berikutnya adalah teori humanisme
demokratis. Ada beberapa perbedaan yang cukup mendasar dari

44 Braverman, E. A. 2007. “Younger You: Breaking …..,”, hlm. 8.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 113
Sosiologi Industri

teori ini dengan teori manajemen ilmiah tetapi di sisi lain juga
merupakan cerminan yang serupa. Berbeda dengan manajemen
ilmiah yang meletakkan peran manajer begitu besar dalam
mendesain, memobilisasi dan mengorganisir pada pekerja
sesistematis dan serasional mungkin demi efisiensi dan
maksimalisasi produktivitas, di dalam teori ini efisiensi organisasi
justru dapat dicapai melalui pendekatan partisipatif. Pencapaian ini
bisa terjadi karena bawahan menjadi terlibat dalam menetapkan
tujuan-tujuan mereka bekerja, pekerjaan diperkaya dengan
mengurangi tingkat pengawasan (supervisi) dan monitoring, adanya
pengembangan hubungan kolegial yang lebih terbuka (Watson,
1997). Perbedaan ini oleh McGregor digambarkan sebagai teori X
untuk manajemen ilmiah, dan teori Y untuk humanisme demokratis.
2. Pendekatan-Pendekatan Sosiologi Industri
Saudara mahasiswa, berbeda dengan teori-teori mengenai
organisasi kerja yang dibangun melalui asumsi-asumsi psikologis,
teori-teori berikut ini dibangun atas dasar asumsi sosiologis. Ada
tiga sosiolog besar klasik yang dianggap mempunyai pengaruh
penting dalam pengembangan teori-teori dalam sosiologi industri.
Ketiga tokoh pemikir tersebut adalah Emile
Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx. Masih ingatkah Anda
pemikiranpemikiran pokok mereka? Durkheim mempengaruhi teori-
teori yang dikembangkan dalam sosiologi industri melalui tiga konsep
penting, yaitu integrasi, solidaritas, dan anomi. Durkheim memang
tidak melakukan pembahasan secara khusus dan mendalam tentang
organisasi kerja. Namun, melalui konsep integrasi dan solidaritas, ia
menjelaskan bahwa ciri penting dalam masyarakat industri adalah
adanya pembagian kerja yang bersifat organik (solidaritas organik)
demi mencapai kesatuan atau integrasi sosial. Integrasi sosial
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 114
Sosiologi Industri

sebuah komunitas atau organisasi atau masyarakat dibentuk melalui


pembagian tugas atau pekerjaan yang terspesialisasi berdasarkan
fungsinya. Selain ketergantungan struktural yang berbentuk
pembagian kerja tersebut, integrasi sosial juga dibentuk oleh
kesamaan sentimen, nilai, dan emosi dari para anggota di dalamnya.
Konflik dianggap dapat bersifat disfungsional bagi masyarakat,
kecuali untuk perubahan.
Di dalam sosiologi industri, pemikiran-pemikiran Durkheim
tersebut berpengaruh terhadap karya Elton Mayo. Mayo adalah
seorang sosiolog dan psikolog yang mengembangkan sebuah teori
tentang hubungan antara manusia (human relations) untuk kajian-
kajian mengenai organisasi kerja. Mayo mengajukan pemikiran
bahwa integrasi sosial dalam pekerjaan dapat dicapai dan konflik
dapat dihindari apabila kebutuhan sosial pekerja di dalam pekerjaan
dapat dipenuhi oleh manajemen melalui pemberian kepuasan dalam
bekerja sama dan pemberian kesempatan untuk memperlihatkan
kepentingan mereka. 45.
Pemikiran ini sejalan dengan kerangka berpikir Durkheim
tentang emosi, nilai, dan sentimen. Mayo juga menekankan pada
peran kelompok–khususnya kelompokkelompok informal di dalam
pekerjaan (Schneider, 1993). Salah satu bukti empiris yang
dihasilkan melalui pemikiran Mayo tercermin dalam penelitian
Hawthorne yang sangat terkenal itu. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kelompok informal berfungsi untuk menanamkan dalam diri
para anggotanya keyakinan tertentu tentang apa konsekuensi dari

45Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 339.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 115
Sosiologi Industri

penurunan tingkat produksi dan memaksa para anggotanya untuk


tidak menyimpang dari norma-norma kelompok.46.
Kelompok dapat menjadi sumber pendorong pekerja dalam
kelompok untuk memperlihatkan minatnya, menciptakan pola
komunikasi yang berkembang dan membangun kohesi sosial dalam
kelompok yang pada akhirnya meningkatkan outputnya organisasi
secara keseluruhan. 47.
Di dalam sosiologi industri, pemikiran-pemikiran Durkheim
tersebut berpengaruh terhadap karya Elton Mayo. Mayo adalah
seorang sosiolog dan psikolog yang mengembangkan sebuah teori
tentang hubungan antara manusia (human relations) untuk kajian-
kajian mengenai organisasi kerja. Mayo mengajukan pemikiran
bahwa integrasi sosial dalam pekerjaan dapat dicapai dan konflik
dapat dihindari apabila kebutuhan sosial pekerja di dalam pekerjaan
dapat dipenuhi oleh manajemen melalui pemberian kepuasan dalam
bekerja sama dan pemberian kesempatan untuk memperlihatkan
kepentingan mereka (Watson, 1997). Pemikiran ini sejalan dengan
kerangka berpikir Durkheim tentang emosi, nilai, dan sentimen. 48.
Mayo juga menekankan pada peran kelompok – khususnya
kelompokkelompok informal di dalam pekerjaan (Schneider, 1986).
Salah satu bukti empiris yang dihasilkan melalui pemikiran Mayo
tercermin dalam penelitian Hawthorne yang sangat terkenal itu. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok informal berfungsi untuk
menanamkan dalam diri para anggotanya keyakinan tertentu tentang

46Schneider, Eugene V., 1993, Sosiologi Industri, Jakarta: Aksara


Persada. Indonesia., hlm. 109.
47 Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 344.
48 Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 345.

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 116


Sosiologi Industri

apa konsekuensi dari penurunan tingkat produksi dan memaksa para


anggotanya untuk tidak menyimpang dari norma-norma kelompok. 49.
Kelompok dapat menjadi sumber pendorong pekerja dalam
kelompok untuk memperlihatkan minatnya, menciptakan pola
komunikasi yang berkembang dan membangun kohesi sosial dalam
kelompok yang pada akhirnya meningkatkan outputnya organisasi
secara keseluruhan. (Watson, 1997)., yaitu: 50..
a. Penyaluran emosi sekaligus sebagai tempat berlindung buruh
dari control organisasi formalnya, yaitu perusahaan atau serikat
buruh. Di samping pengaruh Durkheim yang membuat Mayo
sangat menekankan pentingnya integrasi individu atau kelompok
ke dalam system manajemen demi keberhasilan organisasi,
b. Mayo juga sangat dipengaruhi oleh sosiolog lain, yaitu Pareto.
Pengaruh Pareto terlihat pada anggapan Mayo bahwa masalah-
masalah dalam organisasi bukan berasal dari persoalan ekonomi
dan konflik-konlfik yang dipahami secara rasional melainkan
berasal dari faktor sentimen dan perilaku dari pekerja;
c. Menurutnya, pemahaman yang demikian akan lebih
memudahkan dalam pemecahan masalah bagi manajemen.
Sebagai akibatnya, teori hubungan antarmanusia ini kerap dikritik
sebagai sebuah teori yang terlalu bias manajerial, gagal
memahami rasionalitas perilaku pekerja dan terlalu mengabaikan
konflik kepentingan ekonomi yang mendasari hubungan social di
dalam pekerjaan.
Teori selain pemikiran Mayo yang mendapat pengaruh
Durkheim adalah teori tentang sistem. Teori ini dibangun dari inti
pemikiran dasar Durkheim yang mengatakan bahwa masyarakat

49Schneider, 1993, Sosiologi Industri,…., hlm. 111.


50Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 347.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 117
Sosiologi Industri

dibentuk oleh kenyataan-kenyataan di luar individu. Kenyataan-


kenyataan tersebut berbentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan
secara berulang-ulang oleh sekelompok orang sehingga membentuk
sebuah pola, 51
Keseluruhan kenyataan social tersebut bekerja sedemikian
rupa membentuk sebuah sistem kemasyarakatan (sistem sosial)
yang dapat dianalogikan sebagai sebuah organisme hidup. Di dalam
teori-teori sosiologi dasar, asumsi seperti ini dikembangkan secara
lebih jauh oleh Talcott Parsons dan teori struktural fungsionalnya.
Sementara itu, di dalam sosiologi industri, model pemikiran Durkheim
dan Parsons ini banyak berpengaruh pada teori sistem sosio-teknis
dan teori sistem hubungan industrial yang dikembangkan oleh
Dunlop.52
Kedua teori sosiologi industri tersebut melihat organisasi
tempat kita bekerja pada dasarnya dapat dianggap sebagai sebuah
organisme hidup yang secara konstan selalu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya demi mempertahankan hidupnya. Manurut
Watson, (1997), diantaranya: 53..
a. Sebagai organisme, internal organisasi dibangun oleh berbagai
bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi secara berpola
dan membentuk sebuah struktur selayaknya anatomi organisme.
Beberapa elemen penting dari sistem tersebut adalah kelompok-
kelompok pelaku (terdiri dari manajemen, pekerja, pemerintah,
dan kelompok-kelompok luar organisasi), konteks, ideology yang
mengikat kesatuan sistem, serta perangkat hukum yang

51 Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 169.


52 Craig, R.F., 1974. Soil Mechanics. New York, USA: Van Nostrand
Reinhold. Company Ltd., hlm. 409.
53 Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 349.

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 118


Sosiologi Industri

mengatur perilaku dari pelaku-pelaku yang berkaitan dengan


organisasi.
b. Secara keseluruhan teori-teori sosiologi industri yang berakar dari
tradisi pemikiran Durkheim dikritik karena memberi tekanan yang
terlalu berlebihan pada konsensus dan integrasi dengan
mengabaikan konflik dan perbedaan kepentingan sebagai sebuah
realitas yang mendasar. Pemikiran yang demikian memberi porsi
yang terlalu besar pada peran organisasi sebagai sebuah
kesatuan. Oleh karena itu, pemikiran ini dianggap terlalu bias
sudut pandang manajemen. Sementara organisasi di dalam
sistem kapitalisme modern ini dimiliki oleh individu atau
sekelompok orang dan dikelola oleh manajemen mewakili
kepentingan pemilik. Ini membuat logika sistem dalam organisasi
dianggap oleh para kritikusnya berbeda dengan sistem di dalam
tatanan kemasyarakatan yang lebih besar. Kelompok teori lain
yang agak berbeda dengan arus utama pemikiran Durkheim,
namun masih mengandung beberapa kesamaan aspek adalah
kelompok teori interaksionis
c. Teori ini lebih menekankan pada peran individu dan kelompok
yang saling berinteraksi melalui sistem simbol yang dibangun
bersama. Kelompok ini melihat bahwa simbol-simbol dan makna-
makna yang dibangun melalui interaksi menjadi pengikat
hubungan sosial. Sementara itu, kesamaan pemikiran dengan
Durkheim terlihat pada pentingnya pembagian kerja dalam
masyarakat dan peran kepentingan bersama dalam pekerjaan-
pekerjaan yang dilihat sebagai sebuah institusi sosial. Meskipun
demikian, teori-teori interaksionis ini tidak banyak dikembangkan
dalam kajian-kajian sosiologi industri karena fokusnya yang lebih
terbatas pada soal hubungan sosial dalam pekerjaan.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 119
Sosiologi Industri

d. Kelompok teori lain yang lebih memperhatikan faktor adanya


perbedaan kepentingan adalah kumpulan teori-teori yang banyak
dipengaruhi oleh tradisi pemikiran Max Weber. Weber
memusatkan perhatiannya pada tindakan-tindakan yang
bermakna, perubahan historis, dan konflik-konflik ekonomi politik.
Perubahan-perubahan sosial yang berlangsung di era
kehidupannya membawa pengaruh kepada pemikirannya tentang
pentingnya peran ide dan individu (Johnson, 1988). Pemikiran
Weber ini melengkapi pemikiran Marx yang lebih dulu
berkembang di Eropa saat itu yang lebih menekankan pada
fungsi dari kondisi material ekonomi sebagai faktor kunci dari
perubahan sosial. Weber melihat bahwa faktor ekonomi saja tidak
cukup.
e. Perubahan-perubahan dalam masyarakat digerakkan oleh ide-ide
yang berkembang secara historis, peran-peran perorangan dan
kebudayaan. Pemikiran Weber merupakan hasil pengamatan
yang sangat mendalam terhadap perkembangan kapitalisme. Ia
melihat kapitalisme dibangun melalui ide-ide yang dibangun oleh
tiap-tiap individu dan saling berproses secara historis.
Di dalam bentuk tindakannya, terbangunnya ide-ide tidak
terlepas dari konflik dan pertarungan kekuatan. Salah satu bukti dari
perkembangan kapitalisme itu terlihat pada munculnya fenomena
birokrasi. Pemikiran Weber tentang birokrasi dibangun atas dasar
pengamatan terhadap organisasi-organisasi yang tumbuh di era
revolusi industri serta peran kelas pekerja. 54 .
Di dalam sosiologi industri, sumbangan pemikiran yang
paling nyata dari Max Weber adalah proses pembentukan makna

54 Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 177.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 120
Sosiologi Industri

dan orientasi kerja setiap orang yang dipengaruhi oleh kondisi


birokrasi pada organisasi-organisasi modern. Meskipun demikian,
pemikiran Weber kerap dikritik karena kurang memperhatikan
hakikat konflik dan ketimpangan yang mendasar di dalam organisasi-
organisasi yang kapitalistik (Watson, 1997). Kecenderungan Weber
yang sangat kuat untuk menciptakan kebebasan nilai (value-free)
dari ilmu pengetahuan dan menghindarkan ilmu dari pandangan
politik membuat ia dianggap lebih condong pada gagasan-gagasan
kapitalismenya. 55
Kelompok pemikiran berikutnya yang sangat penting di
dalam sosiologi industri adalah kelompok pemikiran Marx. Di antara
pemikiran sosiolog besar klasik, pemikiran Marx adalah yang paling
banyak membahas secara langsung konsep-konsep dan isu-isu
sosial dalam lingkup sosiologi industri.
Inti pemikiran Marx bertolak dari konsep materialisme dan
perjuangan kelas (Johnson, 1988). Pada prinsipnya eksistensi
kemanusiaan seseorang diperoleh melalui kepemilikan terhadap alat
produksi yang memungkinkan individu untuk dapat berkarya dan
memenuhi kebutuhan hidupnya. 56 .
Dengan kata lain, apabila seseorang mampu menguasai
modal untuk berproduksi maka ia dapat hidup dengan baik sebagai
manusia. Hubungan-hubungan yang terjalin di dalam masyarakat di
dalam kerangka produksi ini menghasilkan struktur ekonomi politik
masyarakat. Inilah yang disebut dengan kondisi material dari
kehidupan masyarakat oleh Marx. Menurutnya, kondisi material di
dalam system kapitalisme sarat dengan ketimpangan. Dominasi
kaum pemodal atau borjuis secara ekonomi politik dianggap

55Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 351.


56 Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi ……, hlm. 181.
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 121
Sosiologi Industri

melanggengkan perbedaan kelas di dalam masyarakat. Kelas


pekerja yang miskin (kaum proletariat) dipaksa oleh sistem untuk
mengerahkan tenaganya semaksimal mungkin demi keuntungan
pemilik modal.
Penghisapan yang ada di dalam hubungan sosial ini yang
disebut Marx menghasilkan nilai tambah (surplus value) dari proses
produksi dalam kapitalisme. Proses kerja yang demikian ini
dipertahankan melalui pembentukan ideologi-ideologi yang penuh
dengan ilusi yang dibangun oleh kelas borjuis. Oleh karenanya Marx
menggagas sebuah ide sosialisme di mana kepemilikan alat produksi
secara pribadi ditiadakan. Untuk itu, kelas pekerja harus keluar dari
kesadaran palsu (false-consciousness) tentang ideologi yang dicerna
dari tatanan yang ada lebih dulu. Kelas pekerja tidak hanya
menyadari dirinya secara pasif sebagai bagian sebuah kelas orang
miskin (a class in it-self), namun juga bertindak untuk emperjuangkan
perbaikan kehidupan mereka melalui seluruh sumber daya yang ada
dalam kelas tersebut (a class for it-self).
3. Pendekatan-Pendekatan Terhadap Hubungan Industrial
Secara kategoris, kelompok pendekatan dalam hubungan
industrial dibedakan dari dua kelompok pendekatan yang sudah kita
diskusikan. Kelompok-kelompok pendekatan sebelumnya lebih
banyak menekankan pada upaya pemahaman, penjelasan, serta
pengembangan gagasan-gagasan yang berkaitan dengan pekerjaan
dan organisasi (Watson, 1997). Menekankan bahwa: 57
a. Hubungan industrial yang merupakan sebuah disiplin kajian
tersendiri memfokuskan pada pengelolaan hubungan-hubungan
kelembagaan (institusional) di antara majikan (pengusaha),

57Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,…….., hlm. 352.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 122
Sosiologi Industri

manajemen, pekerja dan pemerintah di dalam konteks pekerjaan.


Hubungan industrial menjadi sebuah disiplin kajian tersendiri
karena berada di dalam irisan di antara berbagai disiplin ilmu,
seperti manajemen, ekonomi, sosiologi, politik, dan hukum.
b. Relevansi dan kontribusi pemikiran-pemikiran sosiologis ke dalam
kajian hubungan industrial sangat signifikan. Pemikiran dasar
yang berkembang di dalam analisis-analisis tentang hubungan
industrial mempunyai akar atau keterkaitan yang sangat jelas
dengan pendekatan-pendekatan sosiologis. Keterkaitan pertama
dapat dilihat dari bagaimana sosiologi menafsirkan hubungan
industrial di dalam konteks analisisnya.
c. Sosiologi melihat hubungan industrial sebagai sebuah proses
kelembagaan konflik di dalam pekerjaan.
d. Hubunganhubungan kelembagaan yang berlangsung di antara
majikan, manajemen, dan pekerja pada dasarnya dilihat oleh
sosiologi selalu mengandung potensi konflik. Keterkaitan kedua
dapat dilihat dari basis filosofis dari pendekatanpendekatan yang
dikembangkan dalam hubungan industrial. Masing-masing
pendekatan mempunyai relevansi konseptual dan akar pemikiran
yang sangat jelas dengan sosiologi.
Pendekatan unitaris adalah salah satu pendekatan yang
berkembang dalam hubungan industrial. Asumsi dasar dari unitaris
menyatakan bahwa organisasi merupakan sekumpulan orang yang
tergabung oleh satu wewenang dan satu kesetiaan pada organisasi
serta memiliki seperangkat nilai, kepentingan dan tujuan bersama,
yaitu:58

58Appley G.A & Salomon L. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem.


Appley. Terjemahan edisi ketujuh. Jakrta: Widya Medika., hlm. 285
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 123
Sosiologi Industri

a. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa baik pengusaha,


manajemen maupun pekerja memiliki tujuan yang sama, yaitu
memperoleh produktivitas kerja yang optimal dan keuntungan.
Perbedaan kepentingan, pertentangan, oposisi, dan konflik
dianggap tidak rasional. Tindakan-tindakan, seperti protes massal
dan pemogokan dipandang sebagai gangguan terhadap
organisasi dan ancaman terhadap kesetiaan. Serikat buruh sering
dipandang sebagai suatu lembaga atau organisasi yang potensial
mengganggu.
b. Meskipun pendekatan unitaris tak pernah menyinggung secara
eksplisit perspektif sosiologis mana yang mempengaruhinya,
namun pendekatan ini mempunyai semangat yang hampir
menyerupai pendekatan-pendekatan kelompok pemikiran
Durkheim. Pentingnya kepemilikan nilai dan kepentingan yang
sama sebagai pemersatu (syarat integrasi sosial) dan
kecenderungannya untuk menghindari pengakuan bahwa konflik
adalah realitas yang nyata membuat kedua pendekatan ini dapat
saling melengkapi.
c. Pendekatan lain dalam hubungan industrial adalah pendekatan
pluralis. Ini merupakan pendekatan yang paling populer.
Pendekatan ini mempunyai perbedaan yang mendasar dengan
unitaris. Menurut Fox, seorang ilmuwan hubungan industrial,
pendekatan pluralis mengasumsikan bahwa setiap orang yang
bergabung dalam sebuah organisasi terpilah-pilah ke dalam
beragam kelompok sosial yang berbeda kepentingan, tujuan, dan
kepemimpinan baik secara formal maupun informal.

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 124


Sosiologi Industri

Kornhausser (Salomon L. 1995), mengategorikan setidaknya


ada tiga kelompok utama di dalam organisasi ekonomi yang
mempunyai perbedaan kepentingan, yaitu: 59
a. Pemilik modal, pengelola (manajemen) organisasi, dan para
pekerja. Masing-masing mempunyai tujuan dasar yang berbeda
di dalam perannya di dalam organisasi.
b. Pemilik modal bertujuan untuk menarik keuntungan sebesar
mungkin dari modal yang ditanamkannya dengan
mempekerjakan orang seefisien mungkin untuk menghindari
kerugiannya.
c. Manajemen adalah sekelompok orang yang dipekerjakan oleh
pemilik modal untuk dapat menjalankan organisasinya seefisien
mungkin demi memperoleh keuntungan.
Meskipun tujuan yang ditetapkan kepada manajemen
mencerminkan kepentingan langsung dari pemilik modal, namun
status “dipekerjakan” membuat kelompok ini mempunyai sejumlah
perbedaan kepentingan dengan pemilik modal. Sementara pekerja
adalah sekelompok orang yang bekerja untuk kepentingan pemilik
modal dengan tujuan utama untuk memperoleh penghasilan dan
berusaha seefisien mungkin mengeluarkan tenaga dan pikiran serta
waktu yang dimilikinya. Meskipun orang-orang yang bekerja di
kelompok manajemen juga memperoleh penghasilan, namun mereka
mempunyai perbedaan yang prinsip dengan pekerja. Perbedaan-
perbedaan ini adalah perbedaan yang mendasar. Oleh sebab itu,
konflik kepentingan di antara kelompok-kelompok ini adalah gejala
yang alamiah.

59Appley G.A & Salomon L. 1995. Orthopedi dan ….., hlm. 287
Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 125
Sosiologi Industri

Jika pendekatan unitaris cenderung menghindari konflik dan


penanaman konsensus melalui pembentukan keseragaman nilai dan
ideologi sebagai alat integrasi sosialnya, maka pendekatan pluralis
memilih menggunakan pelembagaan konflik (institusionalisasi
konflik) sebagai sarananya. Konflik kepentingan yang melekat dalam
hubungan sosial di antara kelompokkelompok yang saling
berinteraksi tersebut tak dapat dihilangkan, oleh karena itu konflik
memerlukan mekanisme penyaluran dan mekanisme pemecahannya
(resolusi konflik).
Asumsi-asumsi pluralis ini meskipun berbeda dengan
pemikiran Max Weber, namun sejumlah asumsinya menempatkan
pluralis ini ke dalam paradigma yang sama dengan Weber.
Perspektif mereka tentang keragaman kepentingan, nilai, dan hakikat
konflik mempunyai kesamaan-kesamaan mendasar. Persamaan ini
membedakan secara jelas asumsi dasar mereka dengan kelompok
unitaris dan radikal yang akan dijelaskan berikut ini.
Pendekatan ketiga adalah pendekatan radikal. Pendekatan
ini dibangun atas asumsi-asumsi sosiologis yang dikembangkan oleh
Karl Marx. Asumsi ini mengakui adanya kemajemukan kelompok.
Konflik juga diakui sebagai gejala yang alamiah dan melekat di
dalam masyarakat. Perbedaannya terletak pada hakikat konflik itu
sendiri. Pendukung pendekatan radikal berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh kondisi struktural masyarakat. Menurut mereka,
konflik muncul sebagai akibat dari ketimpangan sosial di antara
sekelompok kecil orang yang tidak atau sedikit menguasai sumber
daya ekonomi dengan sekelompok besar orang yang banyak

Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 126


Sosiologi Industri

menguasai sumbersumber daya ekonomi. Ketimpangan adalah


realitas yang melekat dalam struktur sosial dan politik . 60
Di dalam hubungan kerja, asumsi seperti ini sangat terlihat
dengan jelas menurut pandangan radikal. Menurut pandangan ini,
insitusionalisasi konflik adalah hal yang tidak akan pernah
memberikan pemecahan masalah yang berarti. Hal ini karena
hakikat dari ketimpangan itu sendiri tidak terpecahkan. Hal yang
diperlukan adalah perubahan tatanan masyarakat hingga perubahan
tatanan di dalam hubungan produksi. Sistem kepemilikan yang
didominasi secara privat harus diubah menjadi kepemilikan kolektif.

60 Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and.,….., hlm. 355.


Bab III Teori dan Pendekatan Sosiologi Industri 127
Sosiologi Industri

BAB IV
Proses Pembentukan dan
Perubahan Masyarakat
M asyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama
manusia. Sebagai sebuah kelompok sosial masyarakat
berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan
antar aksi, dalam sistem dan prosesi tertentu. Sebagai suatu sistem,
individu-individu yang ada di dalam masyarakat saling berhubungan
atau berinteraksi satu sama lain, misalnya dengan melakukan kerja
sama guna memenuhi kebutuhan hidup masing-masing.
Apabila mengikuti pengertian masyarakat baik secara
natural maupun kultural, maka akan tampak bahwa keberadaan
kedua masyarakat itu merupakan satu-kesatuan. Sabagaiman
dipersepsikan Gerhard Lenski, Karl Marx, Max Weber dan Emile
Durkheim. Dengan itu, akan ditahui bahwa unsur-unsur yang ada di
dalam masyarakat yang masing-masing saling bergantung
merupakan satu-kesatuan fungsi. Adanya mekanisme yang saling
bergantung, saling fungsional, saling mendukung antara berbagai
unsur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain itulah yang kita sebut
sebagai sistem.
Masyarakat sebagai suatu sistem selalu mengalami
dinamika yang mengikuti hukum sebab akibat (kausal). Apabila ada
perubahan pada salah satu unsur atau aspek, maka unsur yang lain
akan menerima konsekuensi atau akibatnya, baik yang positif
maupun yang negatif. Oleh karena itu, melihat masyarakat atau

128
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

perubahan pada masyarakat selalu dalam kerangka sistemik, artinya


perubahan yang terjadi di salasatu aspek akan memengaruhi faktor-
faktor lain secara menyeluruh dan berjenjang.
A. Konsep Dasar Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan
bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses
kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Dengan
demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau
medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu.
Banyak definisi masyarakat yang dikemukakan oleh para
ahli. tapi, bisa diambil pengertian “masyarakat” adalah sekumpulan
manusia yang saling berinteraksi. Suatu kesatuan masyarakat dapat
memiliki prasarana yang memungkinkan para warganya untuk
berinteraksi. Ikatan yang menyebabkan suatu kesatuan manusia
menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang
menyangkut semua aspek kehidupan dalam batas kesatuan
tersebut, yang sifatnya khas, mantap, dan berkesinambungan,
sehingga menjadi adat istiadat. 1
Yusran Razak (2010), mendefinisikan masyarakat adalah
kelompok manusia yang saling berhubungan, saling mempengaruhi,
mempunyai norma-norma, memiliki identitas yang sama, dan
memiliki wilayah. Masyarakat bisa meliputi lingkup yang besar,
seperti masyarakat Indonesia, Masyarakat arab. Dalam lingkup

1 Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan


(cetakan kesembilan belas), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, hlm. 120.

129
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

sempit, masyarakat dapat ditemukan di desa, kota atau suku


tertentu.2
Ridwan Effendi (2006), mengemukakan bahwa masyarakat
merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan
antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan
perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara
berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama.3 Disisi lain
Masyarakat adalah sebuah kelompok individu yang diorganisasikan
dan mengikuti cara hidup dan peraturan yang harus dipatuhi dimana
individu itu tinggal. Sebuah kelompok masyarakat akan mengikuti
peraturan yang sudah menjadi kebiasaan di lingkungan mereka atau
akan mematuhi sebuah aturan yang sudah lama berlaku di
lingkungan mereka.
Istilah community dapat di artikan sebagai “masyarakat
setempat”.4 Suatu istilah yang merujuk pada warga sebuah desa,
sebuah kota, suku, atau suatu bangsa. Apabila anggota suatu
kelompok baik kelompok besar maupun kecil hidup bersama
sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok
tersebut memenuhi kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi di
sebut masyarakat setempat. Sebagai suatu perumpamaan maka
kebutuhan seseorang tidak mungkin secara keseluruhan. Terpenuhi
apabila dia hidup bersama rekan lainnya yang sesuku. Oleh karena
itu, kriteria utama adanya masyarakat setempat adalah terdapat

2 Yusran Razak, 2010. Sosiologi, Sebuah Pengantar, Jakarta: Lab.


Sosiologi Agama, hal. 1
3 Effendi, Ridwan dan Elly M. Setiadi. 2006. Pendidikan Lingkungan
Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT). Bandung: UPI PRESS.,
hlm. 61.
4 Setiadi, E. M. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana Prenanda. Media Group., hlm. 47.

130
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

sosial relationship antar anggota suatu kelompok. Dengan demikian,


dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada bagian
masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti
geografis) dengan batas-batas tertentu. Faktor utama yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggotanya di
bandingkan dengan interaksi mereka dengan penduduk di luar batas
wilayahnya.
Ruswendi Hermana (2006), mengemukakan bahwa di alam
raya atau jagad raya ini tidak ada yang kekal abadi. semikian pula,
setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan-
perubahan atau pergeseran-pergeseran, pergeseran tersebut ada
yang berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat, bahkan
sangat cepat.5 Perubahan yang berjalan lambat dari tahap ke tahap
berikutnya secara berkesinambungan dikonsepsikan sebagai
evolusi. Sedangkan perubahan yang cepat atau bahkan bias sangat
cepat dikonsepsikan sebagai revolusi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat
dewasa ini merupakan gejala yang normal, yang pengaruhnya dapat
menjalar dengan cepat kebagian-bagian dunia lain berkat adanya
komunikasi modern. Masyarakat adalah sebuah kelompok individu
yang diorganisasikan dan mengikuti cara hidup dan peraturan yang
harus dipatuhi dimana individu itu tinggal. Sebuah kelompok
masyarakat akan mengikuti peraturan yang sudah menjadi
kebiasaan di lingkungan mereka atau akan mematuhi sebuah aturan
yang sudah lama berlaku di lingkungan mereka.

5 Hermana, Ruswendi. 2006. Perspektif Sosial Budaya. Bandung:


UPI PRESS, hlm. 67

131
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Di sisi lain Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society)


diartikan sebagai sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem
semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Berangkat dari beberapa ahli yang mendefinisikan tentang
masyarakat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan
saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lain sehingganya
memiliki tekad untuk mencapai tujuan bersama
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu
kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai
kepentingan yang sama. Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan,
Negara semua adalah masyarakat. Menilik kenyataan di lapangan,
suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa
juga berlatar belakang suku. Dalam pertumbuhan dan
perkembangan suatu masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah
memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-
sama ditaati dalam lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-
norma yang mereka miliki itulah yang dapat menjadi dasar
kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat

132
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri


kehidupan yang khas.

2. Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur Suatu Masyarakat

Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa unsur-unsur


masyarakat sebagai berikut ini: 6
a. Berangotakan minimal dua orang.
b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan
manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-
aturan hubungan antar anggota masyarakat.
d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan
serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

3. Tingkatan dalam Masyarakat

Stratifikasi sosial (Sosial Stratification) atau klasifikasi


masyarakat merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat
kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkhis). Sorokin
dalam Abdul Syani (1995) memperinci ciri umum adanya pelapisan
dalam masyarakat kedalam beberapa bagian, yaitu: 7

a. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai


bentuk dan ukuran; artinya strata dalam kehidupan masyarakat
dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam masyarakat.

6 Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT.


Rajagrafindo Persada, hlm. 17,
7 Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Bandar
lampung: Pustaka Jaya, hlm. 66

133
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

b. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai


dokter, dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya semua
ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat.

c. Kesolehan seseorang dalam beragama, jika seseorang sungguh-


sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan
agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih
tinggi oleh masyarakat.

d. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang


dianggap terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang yang
memiliki status tinggi dalam masyarakat.

B. Konsep Pembetukan Kelompok Masyarakat

1. Hakikat Pembentukan Kelompok Masyarakat

Kelompok sosial merupakan kumpulan manusia yang


memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi”
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (Maryati, 2014),
manusia menjadi anggota dari berbagai macam kelompok sosial,
bahkan sejak lahir dan dibesarkan.8 Kelompok sosial dengan
demikian menjadi suatu bagian yang sangat penting dalam
kehidupan sehingga perlu diketahui serta dimengerti.

Manusia, semenjak lahir sebagai seorang individu


masyarakat telah memiliki dua keinginan pokok bagi hidupnya,
yaitu:9 (1) hasrat untuk bersatu dengan individu masyarakat yang lain
yang berada disekitarnya; (2) hasrat untuk menyatu dengan

8Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2014. Sosiologi 2: Kelompok


Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta. Esis Erlangga, hlm. 24.
9Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu …., hlm. 101.

134
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

lingkungan alam yang ada disekitarnya. Keterkaitan serta


kebergantungan antara individu masyarakat yang satu dengan
lainnya turut menstimulasi seseorang untuk membangun sebuah
kelompok masyarakat yang disebut dengan kelompok sosial. Dari
beberapa peryataan tersebut, maka dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa kelompok sosial ialah suatu kumpulan individu
masyarakat yang mempunyai hubungan san keterkaitan untuk saling
berinteraksi sehingganya berdampak pada munculnya rasa
kekeluargaan dan saling menyayangi.

Dalam ilmu sosiologi mengenal ada dua macam tipe atau


kelompok masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat
petambayan. Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi
antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara
mereka. Kalau pada masyarakat patambayan terdapat hubungan
pamrih antara anggota-angota nya.10

Sehubungan dengan itu, Ruswendi Hermana (2006) 11,

berpendapat bahwa perubahan dalam masyarakat dapat mengenai


nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisme,
susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain
sebagainya.

Esensinya, masyarakat itu merupakan kelompok atau


kolektifitas manusia yang melakukan antar hubungan, sedikit banyak
bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta

10 Yusran Razak, 2010. Sosiologi, Sebuah……, hlm. 13


11 Hermana, Ruswendi. 2006. Perspektif Sosial…., hlm. 67

135
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu


yang relatif lama.

2. Syarat dan Ciri Kelompok Sosial/Masyarakat

Dalam pambahasan mengenai kelompok sosial, setidaknya


ada tiga kriteria/syarat yang berkaitan dengannya yang dikemukakan
oleh Robert K. Merton, diantaranya:12

a. Mempunyai pola interaksi yang baik;

b. Kelompok-kelompok yang saling berinteraksi mengartikan


identitas pribadinya yakni sebagai suatu anggota kelompok
tertentu;
c. Pihak-pihak yang saling berinteraksi diartikan oleh individu lain
sebagai suatu anggota kelompok tertentu
Untuk hal itu, Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa
manusia bisa dikatakan sebagai sebuah kelompok sosial jika
mempunyai beberapa kriteria/syarat tertentu, diantaranya:13
a. Adanya suatu kesadaran sebagai bagian dari sebuah kelompok
yang saling berkaitan;
b. Adanya suatu hubungan timbal balik antar individu yang
merupakan anggota kelompok tertentu dengan individu lainnya
yang juga merupakan seorang anggota kelompok lain;
c. Adanya sebuah faktor keterikatan yang ada pada masing-masing
individu yang juga merupakan seorang anggota kelompok, yang
menjadikan keterikatan tersebut semakin kuat. Beberapa haktor

12 Merton, Robert. K. 1968. Social Theory and Social Structure. New


York: Free Press, hlm. 149.
13 Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi Suatu …., hlm. 101.

136
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

tersebut bisa berbentuk visi dan misi yang sama, ideologi serta
pemikiran yang sama dan lain sebagainya;
d. Mempunyai struktur, norma, kaidah, dan pola tingkah laku/
perilaku yang juga relatif sama;
e. Memiliki sebuah sistem dan prosesi tertentu.
Sebagai suatu sistem, individu-individu yang ada di dalam
masyarakat saling berhubungan atau berinteraksi satu sama lain,
misalnya dengan melakukan kerja sama guna memenuhi kebutuhan
hidup masing-masing. Apabila kita mengikuti pengertian masyarakat
baik secara natural maupun kultural, maka akan tampak bahwa
keberadaan kedua masyarakat itu merupakan satu-kesatuan.
Dengan demikian, kita akan tahu bahwa unsur-unsur yang ada di
dalam masyarakat yang masing-masing saling bergantung
merupakan satu-kesatuan fungsi. Adanya mekanisme yang saling
bergantung, saling fungsional, saling mendukung antara berbagai
unsur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain itulah yang kita sebut
sebagai sistem.
Masyarakat sebagai suatu sistem selalu mengalami
dinamika yang mengikuti hukum sebab akibat (kausal). Apabila ada
perubahan pada salah satu unsur atau aspek, maka unsur yang lain
akan menerima konsekuensi atau akibatnya, baik yang positif
maupun yang negatif. Oleh karena itu, melihat masyarakat atau
perubahan pada masyarakat selalu dalam kerangka sistemik, artinya
perubahan yang terjadi di salasatu aspek akan memengaruhi faktor-
faktor lain secara menyeluruh dan berjenjang.
3. Dasar Pembentukan Kelompok Masyarakat
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang proses
terbentuknya masyarakat sekaligus problem-problem yang ada

137
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita


memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu
untuk menganalisa proses terbentuk dan tergesernya masyarakat
dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan
sosiologi yang disebut dinamika sosial (sosial dynamic). Konsep-
konsep penting tersebut antara lain:
a. Internalisasi (internalization)
Proses internalisasi adalah proses yang berlangsung
sepanjang hidup individu, yaitu mulai saat ia dilahirkan sampai akhir
hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar untuk
mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang kemudian
membentuk kepribadiannya. 14

Menurut Ridwan Effendi (2006), proses internalisasi adalah


proses pengembangan potensi yang dimiliki manusia, yang
dipengaruhi baik lingkungan internal dalam diri manusia itu maupun
eksternal, yaitu pengaruh dari luar diri manusia. 15

Menurut Abdurrahmat Fathoni (2006:24) proses internalisasi


tergantung dari bakat yang dipunyai dalam gen manusia untuk
mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, dan
emosinya. Tetapi semua itu juga tergantung dengan pengaruh dari
berbagai macam lingkungan sosial dan budayanya. Contoh: bayi
yang lahir terus belajar bagaimana mendapatkan perasaan puas dan
tidak puas.16

14Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas ….., hlm. 142.


15Effendi, Ridwan dan Elly M. Setiadi. 2006. Pendidikan…, hlm. 145.
16Abdurrahmat Fathoni, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia,

Jakarta: Rineka. Cipta., hlm.145

138
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Dapat disimpulkan bahwa proses internalisasi merupakan


proses pengembangan atau pengolaan potensi yang dimiliki
manusia, yang berlangsung sepanjang hayat, yang dipengaruhi oleh
lingkungan internal maupun eksternal.

b. Sosialisasi (sosialization).
Ridwan Effendi (2006) mengemukakan bahwa syarat
terjadinya proses sosialisasi adalah: 17
1) Individu harus diberi keterampilan yang dibutuhkan bagi hidupnya
kelak dimasyarakat.
2) Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kemampuannyauntuk membaca, menulis dan
berbicara.
3) Pengendalian fungsi-fungsi organic harus dipelajari melalui
latihan-latihan wawas diri yang tepat.
4) Individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan norma-norma
yang ada pada masyarakat.

c. Enkulturasi (enculturation).

Enkulturasi merupakan proses belajar dan menyesuaikan


alam pikiran serta sikap terhadap adat, system norma, serta semua
peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. 18

Untuk hal itu, Ridwan Effendi (2006), mengemukakan


bahwa, sejak kecil proses enkulturasi sudah dimulai dalam alam
pikiran manusia, mula-mula dari lingkungan keluarga, kemudian
teman bermain, lingkungan masyarakat dengan meniru pola prilaku

Effendi, Ridwan dan Elly M. Setiadi. 2006. Pendidikan…, hlm. 24.


17

Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas ….., hlm. 145.


18

139
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

yang berlangsung dalam suatu kebudayaan. Oleh karena itu proses


enkulturasi disebut juga dengan pembudayaan. 19

Dari beberapa uraian di atas, dapat bahwa dinamika


masyarakat merupakan suatu kehidupan masyarakat yang terdiri dari
dua atau lebih individu dalam suatu wilayah yang memiliki hubungan
psikologis secara jelas antara masyarakat yang satu dengan yang
lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami.

4. Fungsi Terbentuknya Masyarakat

Sejalan dengan pemahaman masyarakat diatas maka menurut


teori sibernetik tentang General System Of Action (Ankie M.M..
Hoogvelt: 1985), menjelaskan bahwa suatu masyarakat akan dapat
dianalisis dari sudut syarat-syarat fungsionalnya yaitu:20 .

a. Fungsi mempertahankan pola (Pettern Maintenance)

Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat


sebagai sistem sosial dengan sub sistem kebudayaan. Hal itu berarti
mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat, oleh
kerena diorientasikan realitas yang terakhir.

b. Fungsi integrasi

Yang mana mencakup jaminan terhadap koordinasi yang


diperlukan antara unit-unit dari suatu sistem sosial, khususnya yang
berkaitan dengan kontribusinya pada organisasi dan peranannya
dalam keseluruhan sistem.

Effendi, Ridwan dan Elly M. Setiadi. 2006. Pendidikan…, hlm. 146.


19

Ankie M.M.. Hoogvelt: 1985. Sosiologi Masyarakat Sedang


20

Berkembang, Jakarta,. RajaGrafindo Persada, hlm. 61.

140
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

c. Fungsi pencapaian tujuan (Goal Attaindment),


Hal ini menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai
sistem sosial dengan sub sistem aksi kepribadian. Fungsi ini
menyangkut penentuan tujuan-tujuan yang sangat penting bagi
masyarakat, mobilisasi warga masyarakat untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut.
d. Fungsi adaptasi
Yang menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai
sistem sosial dengan sub sistem organisme perilaku dan dengan
dunia fisik organik. Hal ini secara umum menyangkut penyesuaian
masyarakat terhadap kondisi-kondisi dari lingkungan hidupnya.
Seperti diketahui bahwa salah satu kekuatan yang dapat mendorong
keterbukaan seseorang untuk melakukan perubahan dan perbaikan
kehidupannya adalah karena lemahnya ikatan sosial budaya
lingkungan sekitar.
Dalam hal ini menurut Abdul Syani (1995), nilai-nilai sosial
budaya masyarakat setempat tidak mampu memenuhi berbagai
kepentingan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman yang
relatif tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan kecenderungan berpengaruh pada anggota
masyarakat untuk segera dapat melakukan mobilitas baik secara
vertikal maupun horisontal. 21
Menurut Soekanto (1982), selama dalam suatu masyarakat
ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat mempunyai
sesuatu yang berharga, maka hal ini akan menjadi bibit yang dapat
menumbuhkan adanya sistem pelapisan dalam masyarakat. Sesuatu

Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan…., hlm. 44.


21

141
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

yang dihargai didalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau


benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah,
kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam beragama atau
mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. 22

Menurut JW.Schoorl (1980), bahwa kelompok-kelompok yang


berbeda-beda masing-masing mempunyai kekuatan, kekayaan dan
wibawa yang berlainan.23 Beliau mengartikan stratifikasi sebagai
proses atau struktur yang timbul dan tersusun menjadi lapisan-
lapisan yang berbeda menurut besarnya prestise atau kekayaan dan
kekuatan.

Sesuai uraian diatas oleh Abu Ahmadi (1991), menyatakan


bahwa stratifikasi terjadi disegala lapisan masyarakat hanya saja
jarak tingkatan yang satu dengan yang lain tidak begitu nampak.24
Misalnya dalam masyarakat primitif dikenal adanya dukun, kepala
suku dan lain-lain sedang di masyarakat Amerika stratifikasi
nampak dalam tiga golongan masyarakat seperti; upper class,
middle class, dan lower class atau di India Brahmana, Ksatria, Waisa
dan Sudra. Masing-masing golongan dilihat oleh Ahmadi mempunyai
sifat-sifat dan cara-cara berhubungan yang berbeda-beda.

22SoerjonoSoekanto, 2012. Sosiologi Suatu….., hlm. 87,


23J.W. Schoorl. 1988. Modernisasi: Pengantar Sosiologi
Pembangunan Negara-Negara. Sedang Berkembang. Terjemahan:
R.G Soekadijo. Jakarta: Gramedia., hlm. 111.
24Abu, Ahmadi. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta, hlm.

133.

142
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

4. Pokok-pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikasi


dalam masyarakat

Menyangkut pokok-pokok pedoman tentang proses terjadinya


stratifikasi dalam masyarakat menurut J.R.Robin Williams dalam
Abdul Syani (1995) menyatakan, bahwa: 25

a. Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem


pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya
mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat
tertentu yang menjadi objek penyelidikan.

b. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup


unsur-unsur sebagai berikut:

1) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan,


kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan),
wewenang dan sebagainya.

2) Sistem pertentangan yang diciptakan warga masyarakat


(prestige dan penghargaan).

3) Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan


berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat
tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan;

4) Lambang-lambang status, seperti tingkah laku hidup, cara


berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi
dan sebagainya;

5) Mudah atau sukarnya bertukar status;

25 Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan….., hlm. 51

143
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

6) Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok


sosial yang menduduki status yang sama dalam sistem sosial
masyarakat:
Selanjutnya Abdul Syani. (1995), diantara faktor utama yang
mendorong terjadinya pelapisan dalam masyarakat, yaitu: 26
a. Karena tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab
nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota
masyarakat.
b. Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat ada yang bersifat
terbuka dan ada yang bersifat tertutup. Pelapisan sosial yang
terbuka kemungkinan anggota masyarakat dapat untuk berpindah
dari status satu ke status lainnya berdasarkan usaha-usaha
tertentu.
c. Sistem pelapisan terbuka lebih dinamis, dan anggota-anggotanya
selalu mengalami kehidupan yang tegang dan was-was, lantaran
didalam memperjuangkan cita-citanya itu selalu bersaing dan
berebut kesempatan untuk naik status yang jumlahnya relatif
terbatas, sebagai akibatnya banyak anggota masyarakat yang
mangalami goncangan dan konflik antar sesama.
Pada sistem pelapiasan sosial yag tertutup terdapat
pembatasan kemungkinan untuk pindah dari status satu ke status
yang lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini, satu-satunya
kemungkian untuk dapat masuk pada status tinggi dan terhormat
dalam masyarakat adalah karena kelahiran dan keturunan. Hal ini
jelas dapat diketahui dari kehidupan masyarakat yang
mengagungkan kasta seperti India misalnya; atau dalam kehidupan

26 Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan….., hlm. 51

144
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

masyarakat yang masih mengagungkan paham feodalisme, atau


dapat pula terjadi pada suatu masyarakat dimana statusnya
ditentukan atas dasar ukuran perbedaan ras dan suku bangsa.

5. Faktor-faktor Terbentuknya Kelompok Masyarakat

Ada, beberapa alas an terbentuknya suatu masyarakat


biasanya tanpa disadari, karena hal ini memang merupakan sebuah
sifat manusia yang membutuhkan orang lain (zoon social), hal ini
diikuti oleh seluruh kelompok masyarakat. Secara ilmu sosiologi,
proses terbentuknya suatu masyarakat adalah:27
a. Akibat adanya pemenuhan biologis baik itu sandang, pangan dan
papan yang akan sangat susah untuk dilengkapi jika hidup secara
individu, maka dalam penyelenggaraannya akan mudah
dilakukan secara bersama-sama.
b. Kemungkinan untuk bersatu dengan manusia yang lainnya
c. Keinginan untuk bersatu dengan lingkungannya
d. Dengan terbentuknya usatu masyarakat, maka ancaman-
ancaman akan lebih berkurang, dan dapat mempertahankan diri
dalam menghadapi kekuatan alam, binatang, atau kelompok lain
yang lebih besar
e. Manusia memiliki ciri sebagai makhluk hidup yang melakukan
reproduksi, maka dalam satu keluarga secara alami sudah
terbentuk suatu masyarakat kecil
Manusia mempunyai kecendrungan untuk saling berinteraksi
anatra satu dengan yang lain untuk memperluas wawasan dan
pengetahunnya. Jika kita membahas proses terbentuknya

Hartono dan Aziz Arnicun. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi
27

Aksara., hlm. 94

145
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

masyarakat, maka kita dapat mengambil proses terbentuknya


keluarga. Dimulai dari pertemuan antara satu orang laki-laki dan
perempuan yang kemudian melakukan hubungan dengan tujuan
memiliki keturunan. Setelah itu lama-kelamaan akan terbentuk
“keluarga”. Lalu, keluarga itu juga kaan berkembang sehingga
membentuk “keluarga besar”. Lambat laun, akan terbentuk suatu
“wangsa”. Wangsa dengan ciri fisik dan kebudayaan yang sama
kemudian membentuk “bangsa”, dan terakhir akan terbentuk suatu
Negara-bangsa”

C. Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat: Dalam


Persefektif Gerhard Lenski, Karl Marx, Max Weber dan Emile
Durkheim

Proses pembentukan masyarakat dan perubahan


masyarakat menurut Gerhard Lenski, Karl Marx, Max Weber dan
Emile Durkheim mewakili empat sudut pandang. Gerhard Lenski
menjelaskan bagaimana teknologi mengubah masyarakat sejak 10
ribu tahun yang lalu dan terus berlangsung hingga kini. Karl Marx
menjelaskan bagaimana masyarakat mengalami perubahan akibat
konflik cara produksi ekonomi. Max Weber menjelaskan bagaimana
masyarakat terbentuk dan berubah akibat munculnya gagasan
antara masyarakat tradisional (yang dicirikan kuatnya unsur
kekeluargaan) dikontraskan dengan gagasan masyarakat kompleks
(yang dicirikan unsur pemikiran rasional). Emile Durkheim
menjelaskan bagaimana solidaritas sosial yang terbangun baik

146
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

dalam masyarakat tradisional maupun modern agar mampu


menciptakan hubungan antarstruktur yang harmonis.28

1. Gerhard Lenski dan Peran Teknologi dalam Perubahan


Masyarakat

Gerhard Lenski menggunakan terawangan evolusi sosial


budaya guna melihat perkembangan masyarakat. Lenski
menjelaskan bagaimana perubahan dalam masyarakat terjadi segere
setelah mereka memproduksi (atau mengadaptasi) teknologi baru.
Bagi Lenski, masyarakat wilayah pedalaman tidak selalu berarti lebih
terbelakang ketimbang urban.
Masyarakat pedalaman menggunakan teknologi yang
sekadar menjangkau jumlah anggota mereka yang memang kecil,
sementara teknologi masyarakat urban (misalnya alat transportasi)
mampu menjangkau jumlah yang lebih besar. Jangkauan ini
berpengaruh terhadap pola perubahan masyarakat sehubungan
intensitas interaksi sosial yang dihasilkannya, yaitu: 29 melalui
teknologi, interaksi sosial meningkat kepadatan moralnya (moral
density) dan membuka peluang masyarakat untuk saling bertukar
gagasan. Pertukaran lalu mendorong perubahan sosial (social
change). Teknologi pesawat terbang misalnya, memungkinkan
manusia mengatasi sulitnya medan darat, sehingga mereka dapat
melakukan penerbangan perintis untuk membuka wilayah yang
sebelumnya terisolasi, baik oleh pegunungan maupun lautan.

28Macionis, John J. Macionis, John. J. 1997. Sociology (sixth edition).


New Jersey: Prentice-Hall International, Inc., hlm. 80.
29 Macionis, John J. 2009. Sociology….., hlm. 81

147
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Datangnya manusia baru dari luar, baik untuk menetap atau


sekadar singgah, menciptakan interaksi sosial jenis baru. Interaksi
tersebut mendorong masyarakat yang awalnya terisolasi tadi
menemukan sejumlah gagasan baru untuk mereka terapkan dalam
hubungan sosial.
Bagi Lenski, faktor material yaitu teknologi (pesawat terbang)
meningkatkan interaksi, interaksi memunculkan gagasan, gagasan
mendorong perubahan sosial.
Melalui kajiannya atas pengaruh teknologi atas evolusi sosial
budaya, Lenski membagi masyarakat ke dalam lima kategori, yang
terdiri atas: masyarakat pemburu dan peramu, masyarakat
hortikultural dan pastoral, masyarakat agraris, masyarakat industri,
dan masyarakat pos-industri. Klasifikasi kelima jenis masyarakat
tersebut, antara lain: 30

a. Pemburu dan Peramu

Masyarakat pemburu dan peramu adalah bentuk


masyarakat paling sederhana. Kegiatan mereka umumnya sekadar
berburu hewan (memburu) serta mengumpulkan hasil tanaman
nonbudidaya dengan teknologi berupa peralatan sederhana
(meramu). Kendati kini perkembangan teknologi sudah menciptakan
masyarakat posindustri, masyarakat pemburu dan peramu masih
ada di sejumlah wilayah Indonesia. Akibat teknologi diterapkan
hanya mampu mengelola alam secara pasif, sebagian besar
kegiatan sosial mereka habiskan untuk mencari makanan berupa
hewan buruan ataupun tanam-tanaman demi pemenuhan kebutuhan
subsisten.

30 Macionis, John J. 2009. Sociology….., hlm.81

148
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Dalam aktivitasnya, masyarakat pemburu dan peramu


bergantung pada keluarga. Ketergantungan berkisar pada distribusi
makanan, perlindungan anggota, dan sosialisasi budaya. Perempuan
biasanya berkegiatan meramu, sementara laki-laki memburu hewan.
Umumnya, di masyarakat pemburu dan peramu terdapat seorang
shaman (pemimpin spiritual, dukun) yang istimewa posisinya.
Namun, bahkan shaman pun tetap harus mencari makan untuk
keluarganya, sama seperti anggota masyarakat lain.

Sercombe and Sellato (2007), 31 menyebutkan masih ada


suku yang masuk kategori masyarakat pemburu-peramu di
Kalimantan, yaitu: Punan Tubu dan Punan Malinau (sebelah utara
Kalimantan Timur); Kayan-Tabang-Segah-Kelai (sebelah tengah-
selatan Kalimantan Timur); Hovongan dan Kereho (perbatasan
Kalimantan Barat, Tengah, dan Timur); Buket (ujung barat
Kalimantan Timur dekat perbatasan dengan Kalimantan Barat);
Buket (ujung timur Kalimantan Barat, dekat perbatasan Kalimantan
Timur dan Serawak). Masyarakat pemburu dan peramu lainnya
adalah Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi.32

31Peter Sercombe and Bernard Sellato, eds., 2007. Beyond the


Green Myth: Borneo’s Hunter-Gatherer in the Twenty-First Century
(Copenhagen: Nordic Institute of Asian Studies, hlm.10
32Johan Weintré, 2003. Organisasi Sosial dan Kebudayaan
Kelompok Minoritas Indonesia: Studi Kasus Masyarakat Orang
Rimba di Sumatra (Orang Kubu Nomaden), Makalah Studi
Lapangan, Yogyakarta: Pusat Studi Kebudayaan UGM, hlm. 44.

149
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

b. Hortikultural dan Pastoral

Masyarakat hortikultural menerapkan teknologi peralatan


tangan untuk mengkoleksi hasil pertanian.33 Masyarakat pastoral
menerapkan teknologi domestikasi hewan. Masyarakat hortikultural
dan pastoral masih dapat ditemukan di wilayah Asia, Amerika
Selatan, dan Afrika. Material surplus – jumlah kebutuhan subsisten
lebih besar dari persyaratan hidup – masyarakat hortikultural dan
pastoral berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Tingkat produksi
makanan mereka lebih besar karena teknologi yang mereka
terapkan memungkinkan campur tangan manusia atas produksi
tanaman dan hewan. Akibatnya, populasi masyarakat hortikultural
dan pastoral mengalami peningkatan. Masyarakat pastoral hidup
nomadik dengan menggembala ternak, sementara masyarakat
hortikultural mulai mendirikan pemukiman permanen. Mereka baru
pindah tatkala tanah tempat tumbuhnya tanaman tidak lagi subur
atau ditemukan tanah garapan baru yang lebih subur dan mampu
menampung jumlah populasi mereka.

Saat masyarakat mengalami material surplus


memungkinkan adanya waktu luang (leissure time) bagi sebagian
anggotanya. Waktu luang mendorong munculnya kreativitas
teknologi dan mewujud dalam spesialisasi pekerjaan baru seperti
membuat peralatan rumah tangga, berdagang hewan dan tanaman,
membuat rumah, membuat jalan, dan sebagainya. Teknologi baru
bisa ditemukan karena banyak individu yang tidak perlu lagi terlibat
langsung dalam kegiatan ekonomi subsisten (menyediakan pangan)
karena teknologi sudah dapat membantu penyelesaian pekerjaan.

John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 82.


33

150
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Secara akumulatif, kemunculan sebuah teknologi baru disusul


teknologi lain yang sifatnya lebih rumit karena sumber daya yang
memungkinkan untuk itu tersedia lebih banyak.

Akibat pokok perkembangan teknologi di dalam masyarakat


hortikultural dan pastoral adalah munculnya kelompok yang lebih
kaya dan lebih berkuasa. Ketimpangan sosial mulai muncul. Satu
keluarga lebih berpengaruh ketimbang keluarga lainnya. Satu
kelompok lebih mendominasi kelompok lain. Keluarga atau kelompok
tersebut memanfaatkan sumber daya politik dan keamanan untuk
menjamin posisinya. Perbedaannya dengan masyarakat yang lebih
kemudian (masyarakat agraris, nanti dibahas) adalah jangkauan
wilayah kekuasaannya yang relatif kecil karena pertumbuhan
populasi masyarakat fase ini yang belum terlalu signifikan.
Pertumbuhan agama juga berbeda di masyarakat hortikultural dan
pastoral. Di masyarakat hortikultural, muncul gagasan satu tuhan
tetapi intervensinya terhadap kehidupan tidak sebesar dalam
masyarakat pastoral (Agama Yahudi dan Nasrani tumbuh dari
masyarakat pastoral Bani Israil).

c. Agraris

Masyarakat agraris dicirikan kegiatan cocok tanam berskala


besar.34Cocok tanam skala besar dimungkinkan akibat ditemukannya
teknologi pembantu produksi manusia, semisal tenaga hewan (sapi
untuk menarik bajak, kuda untuk menarik pedati). Masyarakat ini
juga ditengarai telah menemukan teknologi irigasi, teknik baca tulis,
dan penggunaan peralatan yang terbuat dari logam. Melalui bantuan

34
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 84.

151
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

bajak, teknik irigasi, dan peralatan logam, masyarakat agraris dapat


menetap di suatu wilayah, tidak perlu lagi berpindah layaknya
masyarakat hortikultural. Mereka mampu melakukan refertilization
tanah garapan.
Populasi masyarakat agraris semakin menumpuk di suatu
wilayah karena lahan tanaman dapat digunakan oleh beberapa
generasi dengan tingkat kesuburan yang berkurang lambat. Produksi
cocok-tanam masyarakat agraris berlipat ganda dibandingkan
hortikultural. Peningkatan material-surplus membuat peningkatan
serupa pada jumlah manusia yang tidak perlu terlibat langsung
dalam kegiatan produksi subsisten. Waktu luang mereka manfaatkan
untuk menemukan teknologi baru. Diferensiasi dan spesialisasi kerja
yang lebih rumit ketimbang masyarakat sebelumnya (hortikultural
dan pastoral) jadi tidak terelakkan. Diferensiasi dan spesialisasi kerja
muncul akibat semakin banyak waktu luang yang dimanfaatkan
dalam dalam masyarakat ini. Di dalam masyarakat agraris, jaringan
perdagangan tumbuh lebih pesat, dan uang mulai digunakan sebagai
alat tukar.
Penemuan uang mendorong pada meningkatnya
ketimpangan sosial. Kelompok kategori ekonomi mampu
memanfaatkan sumber daya ekonomi secara lebih efektif. Mereka
muncul sebagai kelas ekonomi mapan lalu mendominasi kelas lain.
Mereka juga punya waktu luang lebih banyak karena pekerjaan
subsisten sudah dilakukan para subordinatnya: Petani penggarap
dan budak. Mereka memperalat uang dan pranata hukum demi
mengamankan keuntungan ekonomi komparatifnya. Ketimpangan
sosial berangsur permanen. Dalam masyarakat agraris, segregasi

152
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

peran perempuan dan laki-laki mulai terjadi. Laki-laki menjalankan


peran-peran publik pengaturan masyarakat, sementara perempuan
didorong lebih berkonsentrasi pada masalah domestik (rumah
tangga).
Indonesia merupakan masyarakat agraris. Luas wilayah
masyarakat ini – daratan dan lautan – mencapai 1.904.569 km2. Dari
luas total tersebut, 24% merupakan daratan. Dari total daratan ini, 67
juta hektar (35%) digunakan sebagai kawasan lindung dan sisanya
seluas 123 juta hektar (65%) digunakan untuk areal budidaya, baik
untuk pertanian maupun non pertanian. Sebanyak 53,71 juta hektar
lahan dari 123 juta hektar area budidaya digunakan sebagai lahan
pertanian.35
Dalam konteks ini, Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agraris ketika 43,33% (hampir setengah) luas lahan
daratan yang dapat dibudidaya digunakan untuk pertanian. Namun,
masyarakat agraris ini lambat laun mulai tergusur oleh terbentuknya
jenis masyarakat baru yang sudah mulai menggejala: Masyarakat
industrial.

d. Industrial

Masyarakat industrial adalah masyarakat dengan ciri utama


produksi barang – makanan, pakaian, bahan bangunan – dengan
bantuan teknologi mesin yang digerakkan sumberdaya energi non
hewani (sumber daya baru).36[11] Penggunaan energi hewan yang
marak di tahap masyarakat agraris berkurang penggunaannya.

35Sitanala Arsyad dan Ernan Rustiadi, ed., 2008. Penyelamatan


Tanah, Air, dan Lingkungan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
hlm. 65.
36
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 85

153
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Teknologi mesin yang operasinya didukung sumber daya energi baru


(bahan bakar fosil), membuat proses produksi jauh lebih cepat
dengan hasil jauh lebih banyak ketimbang yang bisa dilakukan
masyarakat sebelumnya. Material-surplus dalam masyarakat ini
terjadi berkali-kali lipat. Apalagi dengan turut ditemukannya teknologi
kereta uap, kapal uap, listrik, rel-rel besi, juga komunikasi kawat,
yang kesemuanya memungkinkan proses distribusi hasil produksi
semakin cepat dan ekstensif. Perluasan pasar dan pencarian sumber
daya mendorong munculnya imperialisme. Imperialisme
memungkinkan pemilik alat produksi dari bangsa imperial mencapai
keuntungan yang semakin besar. Akibatnya, ketimpangan sosial di
dalam masyarakat industri jauh lebih besar dan rumit lagi.

Teknologi mobil ditemukan tahun 1900. Mobil adalah


teknologi transportasi dan diproduksi secara massa. Kemampuan
jelajah mobil jauh lebih tinggi ketimbang hewan (unta, kuda, keledai,
sapi). Daya jelajah manusia meningkat dan mendorong banyak
daerah baru dibuka, sumberdaya alam baru dieksploitasi, dan
manusia baru ditemukan. Secara global, kolonialisme dan
imperialisme membiak, proses produksi semakin murah dan
kompleksitas sosial dari sentra-sentra produksi merambat ke wilayah
non perkotaan. Percepatan produksi dan interaksi sosial baru,
membuat hubungan antar manusia mulai anonim. Anonimitas kerap
membuat orang yang tinggal bersebelahan tidak mengenal satu
sama lain. Kepadatan primordial meningkat dalam tingkat yang tidak
pernah ditemukan dalam masyarakat agraris sebelumnya.
Kepadatan primordial membuat ketegangan antar kelompok –
menurut garis budaya, agama, sosial, kelas – meningkat. Subkultur

154
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

dan counterculture bermunculan menantang budaya mainstream.


Lembaga-lembaga sosial nonkeluarga mulai mengambil peran lebih
besar dalam sosialisasi budaya, pendidikan, dan pekerjaan individu.
Struktur keluarga berubah, dengan indikasi maraknya perceraian,
single-parents, atau keluarga-keluarga adopsi.
Untuk sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di kota-
kota besar, masyarakat industrial sudah atau paling tidak mulai
terbentuk. Kendati masih terlokalisir di wilayah sentra pabrik dan
kegiatan perdagangan, masyarakat industrial Indonesia nyata
menampakkan wujudnya. Hingga kini pun telah dilihat, bahwa dalam
alur pikir Lenski ternyata masyarakat Indonesia ditengarai beragam
jenis masyarakat, tidak mono jenis.
e. Posindustrial
Masyarakat posindustrial dicirikan kegiatan produksi untuk
menghasilkan informasi yang dimungkinkan oleh adanya teknologi
komputer.37 Jika masyarakat industri kegiatannya terpusat pada
pabrik dan mesin penghasil barang material, maka masyarakat
posindustri fokus pada pengelolaan dan manipulasi informasi, yang
produksinya bergantung pada komputer dan peralatan elektronik
lain. Teknologi utamanya digunakan untuk memproduksi,
memproses, menyimpan, dan menerapkan informasi. Jika individu
masyarakat industri belajar keahlian teknis, maka individu
masyarakat posindustri mengembangkan kemampuan teknologi
informasi menggunakan komputer dan perangkat teknologi informasi
lain sebagai alat bantu kerja. Masyarakat posindustri cenderung

37
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 86

155
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

mengembangkan softskill ketimbang hardskill. Percepatan pekerjaan


masyarakat posindustri berkali-kali lipat masyarakat industri.

Produksi barang melalui tenaga manusia dalam masyarakat


posindustri lebih sedikit. Akibatnya, terjadi peralihan besar-besaran
tenaga kerja untuk menjalani profesi guru, penulis, sales, penjual
pulsa, operator telepon, operator foreign-exchange, pialang saham,
termasuk bisnis on-line (e-business dan e-commerce). Industri yang
berkembang mengarah pada produksi soft-skill ketimbang hard-skill.
Masyarakat posindustri dihadang oleh kian merenggangnya kohesi
sosial, rumitnya varian kriminalitas, serta rusaknya lingkungan akibat
aktivitas masyarakat sebelumnya (industrial).

Kelima bentuk, masyarakat evolutif, Lenski ada di Indonesia,


berkelindan satu sama lain, kendati kuantitas penganutnya berbeda
satu sama lain. Masyarakat pemburu dan peramu hingga kini masih
dapat ditemui di pedalaman Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Kendati jumlahnya kian sedikit, terhimpit proses pembukaan wilayah
oleh masyarakat pendatang, mereka tetap masyarakat Indonesia
yang punya hak hidup, bermata pencaharian, serta mengembangkan
kebudayaannya. Masyarakat hortikultural Indonesia ditandai konsep
umum perladangan berpindah. Masyarakat seperti ini terutama
masih terdapat di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Masyarakat
pastoral terdapat di kepulauan Nusa Tenggara, wilayah Indonesia
yang punya padang rumput yang luas guna mempraktekkan
kehidupan menggembala. Masyarakat agraris (termasuk nelayan)
masih merupakan elemen terbesar masyarakat Indonesia dan ini
ditandai masih adanya Kementerian Pertanian serta Kementerian
Kelautan dan Perikanan, kendati ditandai perhatian mereka yang

156
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

setengah hati. Masyarakat industrial menempati ruang hidup di kota-


kota besar. Masyarakat Posindustrial menggejala di kota-kota
industri Indonesia, yang kendati kuantitas definitifnya sulit diprediksi,
tetapi dipastikan meningkat seiring mewabahnya penggunaan
teknologi virtual communication, data digital, telepon seluler, dan
didukung pengembangan backbone-backbone kabel internet yang
massif.

Dalam konteks Indonesia aneka masyarakat ala Lenski,


tidak jelas garis yuridiksinya. Masyarakat tersebut saling berkelindan,
jenis yang satu ada bercampur di sisi jenis lainnya. Namun,
karakteristik mereka yang cukup berlainan menghendaki penyikapan
yang berbeda. Dalam konteks perbedaan ini negara hadir sebagai
regulator dan antisipator masalah.

2. Karl Marx dan Peran Konflik dalam Perubahan Masyarakat

Menurut perspektif ini, sejarah masyarakat ditandai


pertentangan kelas. Klasifikasi Lenski atas keenam jenis masyarakat
yang didasarkan pengaruh teknologi (material) atas cara produksi,
membuat analisis masyarakat melalui perspektif konflik lebih mudah
dipahami. Marx adalah teoretisi konflik paling terkemuka, dan bahkan
sejak awal telah meringkas perubahan masyarakat versi Lenski ke
dalam konsepnya: Materialisme historis. Konsep ini menjelaskan
bahwa sejarah masyarakat tidak lain tersusun berdasarkan cara-cara
produksi material. Materialisme historis beroperasi dalam kaidah
materialisme dialektis. Materialisme dialektis menyatakan bahwa
setiap cara produksi di setiap tahapan perkembangan masyarakat
menghasilkan struktur-struktur sosial khas yang saling bertentangan.

157
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Masyarakat baru kemudian muncul sebagai buah pertentangan antar


struktur masyarakat lama.

Cara produksi memburu hewan dan mengumpulkan


tanaman menciptakan masyarakat pemburu dan peramu, yang
menciptakan kelas tetua suku dan anggota suku. Cara produksi
cocok tanam dan domestikasi hewan menciptakan masyarakat
hortikultural dan pastoral, yang menciptakan kelas tuan dan budak.
Cara produksi pertanian menetap memunculkan masyarakat agraris,
yang menciptakan kelas tuan feodal dan penggarap. Cara produksi
menggunakan mesin dan buruh yang mengoperasikannya
memunculkan masyarakat industrial, yang menciptakan kelas borjuis
(juga kapitalis) dan proletar. Cara produksi menggunakan komputer
dalam mengolah informasi menciptakan masyarakat posindustrial,
yang menciptakan kelas produsen dan konsumen informasi.38

Menurut Marx, periode masyarakat yang berbeda tersebut


ditandai satu kesamaan: Struktur kelas yang terbentuk adalah cermin
cara produksi yang berlaku, dalam mana masing-masingnya
bertentangan satu sama lain secara diametral dalam konflik abadi.
Bagi Marx, kelestarian konflik hanya akan ada selama masyarakat
komunis yang egaliter belum tercipta.

Akibat perbedaan penikmatan keuntungan hasil produksi


dan waktu luang yang dimiliki, satu kelas selalu lebih beruntung
ketimbang kelas lain. Hal ini membuat struktur sosial senantiasa
timpang. Ketimpangan sosial ini bersifat permanen di setiap
masyarakat sekaligus merupakan inti pendekatan konflik yang

38
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 87

158
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

digagas oleh Marx. Ketimpangan sosial senantiasa membuat


hubungan antar kelas ekonomi berada dalam ketegangan. Dua kelas
selalu berhadapan secara diametral.
Bagi Marx, bukan gagasan yang menciptakan masyarakat
melainkan cara-cara produksi material-lah yang menciptakan
gagasan. Justru cara-cara produksi-lah yang menciptakan aneka
gagasan manusia seputar masyarakat. Inilah penjelasan singkat
mengenai materialisme historis. Karena Marx menggunakan cara
produksi ekonomi sebagai monofaktor kekuatan penggerak
perubahan masyarakat maka ia dikenal menganut determinisme
ekonomi.
Marx lalu membelah struktur masyarakat menjadi dua:
Infrastruktur dan suprastruktur. Infrastruktur merupakan basis (dasar)
suatu masyarakat yaitu cara produksi di bidang ekonomi.
Suprastruktur terdiri atas: (1) Lembaga sosial dan (2) Gagasan dan
nilai. Infrastruktur adalah fundamen yang membentuk suprastruktur.
Cara produksi ekonomi memunculkan aneka institusi sosial
seperti politik, agama, pendidikan, atau keluarga. Institusi-institusi
tersebut lalu mengembangkan gagasan dan nilai-nilai aktual yang
berlaku di tengah masyarakat. Menurut Marx, gagasan dan nilai-nilai
dalam suatu masyarakat hanya dibuat oleh kelas dominan dalam
cara produksi. Hanya mereka yang sempat merancang hukum dan
aneka peraturan karena waktu luang yang mereka miliki lebih
banyak. Akibatnya, gagasan serta nilai apapun yang muncul melulu
merupakan instrumen guna memelihara status quo. Di dalam
masyarakat industrial, kelas tersebut adalah kapitalis. Kelas ini
sengaja menciptakan aneka institusi sosial, gagasan, agama, dan

159
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

nilai-nilai masyarakat guna mempertahankan ketimpangan struktur


sosial yang ada agar dominasi kelas tetap terpelihara. Bahkan,
menurut Marx, negara pun tidak lain merupakan instrumen kelas
borjuis dan kapitalis untuk memastikan kepatuhan kelas proletar agar
terus bekerja sesuai kepentingan mereka.
Telah dipaparkan bahwa suprastruktur yang terdiri atas
intitusi sosial, gagasan, serta nilai hanya beroperasi (atau tercipta)
guna mendukung cara produksi ekonomi yang ada. Dengan
demikian, suprastruktur tidak lain merupakan cerminan dari
infrastruktur. Jika infrastruktur mengandung hubungan sosial
antarkelas yang konfliktual, maka suprastruktur sekadar merupakan
instrumen demi melestarikan posisi keberuntungan kelas dominan
dan mempertahankan hubungan konfliktual tersebut. Perubahan
masyarakat atau perombakan suprastruktur hanya mungkin jika
infrastruktur direvolusi.
Marx hidup di dalam masyarakat industrial yang tengah
berkembang. Dalam masyarakat ini, menurut Marx, terdapat dua
kelas utama yaitu kelas yang berkuasa (kapitalis, pemilik alat
produksi) dan kelas yang teropresi (proletar, tidak punya alat
produksi, pekerja/buruh). Kelas terakhir sekadar menjual tenaga
kepada kelas pertama. Marx mempersamakan hubungan kapitalis-
protelar era industrial serupa dengan tuan-budak di zaman kuno
ataupun tuan tanah feodal-penggarap di era agraris. Kapitalis
memperlakukan proletar tidak lebih sebagai alat produksi. Hubungan
konfliktual antara kapitalis-proletar bersumber pada penguasaan
alokasi kekuasaan dan kesejahteraan hanya di satu kelas.

160
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Hubungan yang mungkin hanyalah satu kelas mempertahankan,


kelas lain berupaya merebutnya.
Situasi konfliktual ditandai pula peran uang yang telah
muncul sebelumnya. Secara pesimis, Marx melihat uang sebagai
tanda keterasingan manusia dari lingkungannya. Saat uang belum
ditemukan, kepemilikan ditandai benda-benda riil misalnya ternak,
gandum, gerobak, yang menunjukkan hubungan langsung manusia
dengan alam. Saat uang ditemukan, ternak dikonversi menjadi uang,
gandum dikonversi menjadi uang, dan gerobak dikonversi menjadi
uang. Manusia tidak lagi berhubungan dengan benda-benda riil
(alamiah) melainkan melalui simbol-nya: Uang. Manusia dijauhkan
dan menjadi terasing dari alam. Konversi benda riil menjadi uang
menambah peluang akumulasi kekayaan secara lebih timpang. Apa
yang diwakili uang tidak lagi tepat melukiskan kondisi riil benda
alamiah. Dalam kasus upah pekerja misalnya, kapitalis
memberikannya dalam nilai uang yang ketika dikonversi pekerja
menjadi benda alamiah (sembako misalnya) ternyata tidak cukup
guna menghidupi diri dan keluarganya. Selain uang, sebagai
penyebab keterasingan manusia,
Marx juga merinci keterasingan (alienasi) lain dalam
masyarakat industrial, yaitu: 39
a. Alienasi dari tindakan bekerja. Ideal Marx adalah, dalam bekerja
orang bisa memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan
potensi individualitas. Namun, dalam pola kerja pabrik pekerja
tidak menghasilkan barang dan skill yang dibutuhkan untuk
bekerja sehingga menyebabkan kemampuan kreatifnya stagnan.

39
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 88

161
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

b. Alienasi dari hasil pekerjaan. Produk yang dihasilkan pekerja


bukan milik si pekerja melainkan milik si kapitalis. Produk tersebut
dijual oleh kapitalis demi profit. Bagi Marx, semakin banyak si
pekerja menginvestasikan tenaganya dalam proses produksi,
sesungguhnya ia semakin banyak kehilangan hasilnya. Marx
merinci kondisi ini dengan teorinya tentang nilai lebih (surplus
value).
c. Alienasi dari pekerja lain. Melalui tindakan bekerja, bagi Marx,
orang seharusnya mampu membangun ikatan sosial dalam
komunitas. Dalam masyarakat industrial, pekerja satu dengan
pekerja lain justru malah terpisah dan diperparah oleh pola
hubungan sosial yang kompetitif sehingga kesempatan
membangun ikatan komunitas menjadi kecil atau cenderung tidak
ada.
d. Alienasi dari potensi kemanusiaan. Masyarakat industrial ibarat
mesin. Pekerja baru merasakan kedirian manusianya kala jam
istirahat saja.

3. Max Weber dan Peran Gagasan dalam Perubahan


Masyarakat

Max Weber mengakui peran teknologi bagi perkembangan


masyarakat.40 Weber juga mengakui konflik bersifat inheren di tiap
masyarakat. Namun, Weber tidak sepakat dengan determinisme
ekonomi Marx. Jika Marx menganut materialisme historis, maka
Weber dapat dikatakan menganut idealisme historis. Bagi Weber,
masyarakat terbentuk melalui gagasan atau cara berpikir manusia.
Dalam hal ini, Weber bertolak belakang dengan Marx yang justru

40
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 89

162
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

mengasumsikan gagasan tidak lebih proyeksi cara-cara produksi


ekonomi.

Konsep yang diperkenalkan Weber adalah tipe ideal (ideal


typhus). Makna ideal typhus adalah pernyataan abstrak mengenai
ciri-ciri esensial tiap fenomena sosial. Masyarakat pemburu dan
peramu, hortikultural dan pastoral, agraris, industrial, dan
posindustrial adalah contoh dari tipe ideal. Ideal, dalam maksud
Weber, bukan berarti baik atau buruk. Tipe ideal lebih merupakan
cara mendefinisikan sesuatu. Dengan mengajukan tipe ideal atas
setiap fenomena sosial, seseorang dapat melakukan perbandingan
antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, atau bahkan
mendorong perubahan suatu masyarakat kepada tipe ideal yang
dikehendaki. Tipe ideal atas suatu fenomena sosial mendorong
terciptanya gagasan baru: Tipe ideal adalah gagasan.

Organisasi rasional Weber merupakan contoh dari gagasan.


Saat menggagasnya, organisasi ini belum muncul di kenyataan
tatkala Weber mengamati pola kerja pegawai publik dalam Dinasti
Hohenzollern yang saat itu menjalankan pemerintahan Prussia.[16]
Sistem kerja dinasti tersebut bercorak patrimonial di mana ketaatan
seorang pejabat publik bukan pada pekerjaan melainkan pada
personalitas tokoh-tokoh politik (patron). Gagasan Weber adalah
cara kerja ini harus digantikan dengan yang lebih rasional, di mana
ketaatan kepada personal harus digantikan dengan ketaatan atas
peraturan impersonal. Organisasi yang diajukan Weber adalah
organisasi legal-rasional. Kata birokrasi bukan berasal dari Weber
karena ia tidak pernah menyebut kata birokrasi dalam karyanya.

163
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Namun, kata birokrasi kini kerap dihubung-hubungkan dengan


gagasan Weber.

Dalam menganalisis masyarakat, Weber menekankan


bagaimana orang berpikir tentang dunia kontekstualnya. Individu
dalam masyarakat pra industri terikat oleh tradisi, sementara pada
masyarakat industrial diikat rasionalitas. Tipe ideal Weber mengenai
tradisi adalah nilai serta kepercayaan yang diturunkan dari generasi
ke generasi. Masyarakat tradisional terbentuk tatkala para
anggotanya diarahkan oleh masa lalu atau merasakan ikatan kuat
pada cara hidup yang sudah bertahan lama (tradisi). Gagasan
seperti tindakan baik atau buruk ditentukan apa yang telah diterima
dari masa sebelumnya. Sebaliknya, orang-orang yang hidup di masa
lebih kemudian (modern), lebih mengedepankan rasionalitas, yang
maknanya adalah – menurut Weber – cara berpikir yang
menekankan kesengajaan, berupa perhitungan pasti seputar cara-
cara yang lebih efektif dalam merampungkan pekerjaan.

Ketergantungan pada hal-hal sentimentil pada masyarakat


tradisional tidak beroleh tempat di masyarakat modern. Orang
modern berpikir dan bertindak berdasarkan efeknya bagi masa kini
dan masa mendatang, bukan masa lalu. Dengan demikian, Weber
mengajukan pendapatnya mengenai rasionalisasi masyarakat yang
didefinisikannya sebagai perubahan historis gagasan manusia
(idealisme historis) dari tradisi menuju rasionalitas. Weber
menggambarkan masyarakat modern sebagai sama sekali baru
karena mengembangkan cara pikir ilmiah yang menyapu jauh-jauh
segala ikatan sentimental atas masa lalu.

164
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Apakah digunakannya suatu teknologi mengindikasikan


modern-nya suatu masyarakat? Bagi Weber jawabannya belum tentu
karena teknologi hanya maksimal dimanfaatkan jika masyarakat
penggunanya paham akan peran teknologi tersebut bagi dunianya.
Apa gunanya komputer bagi masyarakat yang masih
menggantungkan dirinya pada hubungan langsung dengan alam
seperti masyarakat pemburu-peramu?

Dalam menyikapi masyarakat industrial Weber berbeda


pendapat dengan Marx. Weber memandang masyarakat industrial
sepenuhnya rasional karena kapitalis punya kemampuan
mengkalkulasi aspek untung-rugi suatu kegiatan produksi. Kalkulasi
mereka lakukan sebelum uang diinvestasikan ke dalam kegiatan
produksi. Sebaliknya, Marx justru menganggap masyarakat industrial
sebagai irasional karena masyarakat ini gagal memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar mayoritas anggotanya.

Konsep Weber selanjutnya adalah organisasi sosial rasional.


Tekanannya atas rasionalitas sebagai ciri masyarakat modern,
mendorong Weber mengidentifikasi tujuh ciri organisasi sosial yang
dibentuk masyarakat modern, yaitu: 41

a. Munculnya lembaga sosial spesifik. Dalam masyarakat


tradisional, keluarga adalah satu-satunya pusat kegiatan dalam
masyarakat. Secara berangsur, sistem agama, politik, dan
ekonomi mulai memisahkan diri dari sistem keluarga. Aneka
sistem yang memisahkan diri ini lalu menjadi otonom bahkan
menciptakan regulasi otentiknya masing-masing. Sistem-sistem

41
John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 91

165
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

baru menjamin terpenuhinya kebutuhan anggota masyarakat


secara lebih efektif dan efisien.
b. Organisasi skala besar. Masyarakat modern ditandai
menyebarnya aneka organisasi sosial berskala besar. Contohnya
birokrasi negara yang mampu menjangkau wilayah luas dan
berpopulasi (anggota organisasi) besar, organisasi industri yang
mempekerjakan ribuan orang, ataupun lembaga pendidikan yang
mendidik anggota masyarakat lintas keturunan keluarga.
c. Spesialisasi pekerjaan. Masyarakat modern dicirikan diferensiasi
dan speasialisasi tugas yang semakin rumit. Dalam masyarakat
modern tidak aneh ada profesi penyapu jalan, penjaga WC
umum, tukang sampah hingga presiden.
d. Disiplin pribadi. Disiplin pribadi merupakan hal yang dihargai
dalam masyarakat modern. Namun, kedisiplinan juga ditentukan
oleh nilai-nilai budaya yang dianut, semisal prestasi atau
kesuksesan yang dipandang tinggi suatu masyarakat.
e. Penghargaan atas waktu. Masyarakat tradisional dicirikan
ketundukan pada peredaran matahari atau musim. Masyarakat
modern melangkah lebih jauh dengan membagi waktu
berdasarkan jam bahkan menit (kadang detik, dalam dunia
teknologi informasi). Siklus kerja masyarakat modern tidak lagi
ditentukan peredaran matahari dan musim. Dalam pabrik
misalnya, dikenal tiga shift: Pagi, siang, dan malam.
f. Kompetensi teknis. Masyarakat tradisional ditengarai oleh latar
belakang keluarga (keturunan siapa). Masyarakat modern
ditengarai oleh latar belakang kompetensi teknis, kemampuan
melakukan suatu pekerjaan. Profesionalitas menjadi alat ukur

166
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

utama dalam memandang seseorang, bukan asal-usul


keturunannya (bibit).
g. Impersonalitas. Masyarakat modern menentukan pola hubungan
berdasarkan profesionalitas (kemampuan teknis) dalam pasar
kerja. Dengan demikian, manusia menjadi impersonal akibat
hanya dikenali berdasarkan kemampuan teknis bukan
kediriannya yang utuh. Perasaan semakin dijauhkan dalam
hubungan masyarakat rasional.

Bagi Weber, kapitalisme, birokrasi, dan ilmu pengetahuan


adalah ekspresi (perwujudan) dari gagasan utama masyarakat
modern: Rasionalitas. Namun, layaknya Marx, Weber juga
menemukan potensi alienasi (keterasingan) individu di dalam
masyarakat yang rasional ini. Jika Marx menjelaskan alienasi tercipta
akibat ketimpangan ekonomi, maka bagi Weber alienasi tercipta
sebagai hasil operasi organisasi rasional. Organisasi rasional
memperlakukan manusia melulu sebagai angka, tugas, jabatan, atau
kompetensi ketimbang keunikan individualitas manusiawi mereka.
Kepastian, impersonalitas, keterukuran, dan predictability
masyarakat modern yang rasional membuat Weber khawatir
manusia kehilangan aspek kemanusiaannya.

4. Emile Durkheim dan Peran Peralihan Solidaritas Sosial


dalam Perubahan Masyarakat

Bagi Emile Durkheim, masyarakat berbeda dengan


individu.42 Masyarakat berada di luar (beyond) individu. Masyarakat
ada sebelum, di tengah, dan setelah kehadiran individu di dunia.
Masyarakat akan tetap ada kendati individu-individu sudah tidak lagi

42 John J. Macionis, 2009. Sociology ..., hlm. 92

167
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

menjadi anggotanya. Masyarakatlah yang punya kekuasaan


mengarahkan pemikiran dan tindakan manusia. Sebab itu, kajian
psikologi atau biologi dianggap tidak pernah bisa menangkap inti
pengalaman sosial seseorang. Segera setelah dibentuk oleh
sekumpulan orang, masyarakat seterusnya bergerak secara mandiri.
Bahkan, masyarakat menuntut kepatuhan dari orang-orang yang
telah membentuknya.

Bagi Durkheim, struktur sosial adalah pola perilaku manusia


yang meliputi norma, nilai, dan kepercayaan. Pola perilaku tersebut
dikodifikasi di dalam budaya. Struktur sosial juga disebut Durkheim
sebagai fakta sosial. Fakta sosial adalah struktur sosial yang benar-
benar ada di luar individu, sifatnya permanen, bukan trend. Selain
struktur, masyarakat juga punya fungsi. Fungsi ini memastikan
masyarakat mampu beroperasi. Salah satu fakta sosial adalah
kriminalitas. Bagi Durkheim, secara sosial fungsi kriminalitas
tidaklah abnormal. Eksisnya kriminalitas menunjukkan kemampuan
masyarakat dalam mendefinisikan moralitas. Sanksi yang diberikan
sanksi masyarakat atas para pelaku kriminal menunjukkan eksistensi
norma sosial yang harus dipatuhi setiap anggotanya.

Durkheim juga menyatakan, masyarakat tidak hanya berada


di luar individu melainkan juga di dalam-nya. Personalitas pribadi
merupakan representasi masyarakat di dalam diri individu.
Konsekuensi logisnya, apapun yang individu lakukan, bayangkan,
pikirkan, putuskan, sesungguhnya dipengaruhi apa yang masyarakat
introjeksikan kepadanya. Masyarakat-lah yang mengatur apa yang
boleh diinginkan individu, bagaimana cara mencapainya, serta apa
saja batasannya.

168
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Durkheim juga menyorot integrasi sosial. Pandangan


menarik Durkheim mengenai ini adalah kasus bunuh diri. Menurut
Durkheim, bunuh diri lebih banyak terjadi dalam masyarakat yang
lemah integrasi sosialnya. Dalam sebuah penelitian – dimuat dalam
karya tulisnya, Suicide – tingkat bunuh diri rendah di kalangan
masyarakat Katolik ketimbang Protestan. Bagi Durkheim
penyebabnya adalah, penekanan kolektivitas pada masyarakat
Katolik lebih besar, sementara Protestan lebih kepada individualitas.

Durkheim berbeda dengan Weber dalam memandang


konsep masyarakat tradisional dan modern. Bagi Durkheim,
masyarakat modern punya pembatasan yang lebih sedikit atas
individu ketimbang yang dilakukan masyarakat tradisional. Akibat
sedikitnya keterlibatan masyarakat atas individu modern, masyarakat
modern cenderung menciptakan anomie. Anomie adalah kondisi di
mana individu hanya sedikit mendapat bimbingan moral dari
masyarakat. Akibat anomie, tingkat perceraian, kehamilan di luar
nikah, bunuh diri, stress dan depresi individual lebih banyak terdapat
di masyarakat modern ketimbang tradisional.

Durkheim juga mengkomparasikan kohesi sosial antara


masyarakat tradisional dengan modern. Komparasi Durkheim
lakukan atas aspek solidaritas sosial. Pada masyarakat pra-
industrial, tradisi bertindak sebagai perekat sosial (kohesi)
masyarakat. Masyarakatnya mengembangkan solidaritas-mekanik.
Solidaritas-mekanik adalah ikatan sosial berdasarkan nilai-nilai moral
dan sentimen bersama dan masih kuat dianut serta dipatuhi oleh
para anggota masyarakat. Solidaritas-mekanik sekaligus merupakan
produk kesamaan struktur, okupasi, dan proses sosial masyarakat.

169
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Dalam masyarakat industri, kepadatan moral (moral density)


meningkat. Peningkatan berakibat pada melemahnya solidaritas-
mekanik yang membuat individu merasa tidak lagi terikat tradisi.
Sebagai penggantinya – di masyarakat modern – muncul solidaritas-
organik yaitu ikatan sosial berdasarkan spesialisasi dan
kesalingtergantungan okupasi antaranggota masyarakat. Perbedaan
spesialisasi kerja (okupasi) pada masyarakat modern membuat para
anggotanya saling bergantung satu sama lain. Ketergantungan
bukan karena punya nilai, norma, atau budaya serupa melainkan
kepentingan okupasi. Transaksi antar kepentingan okupasi direkat
oleh uang. Dalam membangun rumah misalnya, terdapat sejumlah
profesi yang saling bergantung seperti arsitek, mandor, teknik sipil,
tukang listrik, tukang pipa, buruh bangunan kasar, ataupun pejabat
yang mengurus IMB. Mereka tidak bisa bekerja sendiri dalam
mendirikan suatu bangunan, dan mereka hanya mau bekerja jika
kompetensi masing-masing diimbali dengan uang.

D. Proses Terbentuknya Masyarakat Berdasarkan Pendekatan


Interaksi Sosial

Pendekatan secara interaksi sosial merupakan salah satu


proses yang bisa digunakan untuk membentuk suatu masyarakat
dalam kehidupan bersosial. Interaksi sosial dapat didefinisikan
sebagai hubungan sosial yang sejalan, sinergis ataupun
dinamis. Hubungan sosial tersebut seperti hubungan antara satu
individu dengan individu lainnya, satu individu dengan sebuah
kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Yang
mana pada hubungan sosial ini terdapat hubungan timbal balik
antara berbagai segi kehidupan bersama.

170
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Pentingnya interaksi social. merupakan kunci dari semua


kehidupan sosial, yang artinya kehidupan bersama hanya bisa
diwujudkan dengan adanya interaksi sosial untuk menghindari
penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan. Tanpa
itu, maka kehidupan bersama tidak akan pernah ada. Pembentukan
masyarakat dengan interaksi sosial tentunya akan dipengaruhi
faktor-faktor yang mengindikasikan berhasil atau tidaknya proses
interaksi sosial yang dilakukan. Apabila interaksi sosial yang
dilakukan berhasil, maka pembentukan masyarakat pun juga akan
berhasil dan begitu juga sebaliknya. Untuk hal itu, ada beberapa
faktor proses terbentuknya masyarakat berdasarkan pendekatan
interaksi sosial diantaranya adalah sebagai berikut:43

1. The Nature of The Social Situation

The Nature of The Social Situation; yaitu memberikan


perilaku atau interaksi sosial kepada suatu individu sesuai dengan
situasi individu tersebut. Dalam artian, interaksi yang kita berikan
ketika dia sedang sedih atau berduka cita, berbeda dengan ketika
dia sedang senang atau bersuka cita.

2. The Norms Prevailing in Any Given Social Group

The Norms Prevailing in Any Given Social Group; yaitu


kekuasaan norma-norma kelompok yang memiliki pengaruh
terhadap terjadinya interaksi sosial antar individu. Contoh
kongkritnya ialah kita (sebagai individu) dalam suatu masyarakat
mau menaati norma-norma yang berlaku di dalamnya sehingga tidak

Feige, Edgar L.1990. “Defining and Estimating. Underground and


43

Informal Economies:” The. New Institutional Economics Approach.


World. Development. Vol. 18 No. 7. , hlm. 322.-5

171
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

menimbulkan kekacauan atau perselisihan seperti menjadi penyebab


tawuran di masyarakat.

3. Their Own Personality Trends

Their Own Personality Trends yaitu setiap individu memiliki


suatu tujuan yang nantinya akan berpengaruh terhadap tingkah
lakunya. Sebagai contoh ialah interaksi seorang murid dengan
gurunya yang bertujuan untuk menimba ilmu pengetahuan di sekolah
untuk mencapai cita-citanya kelak seperti fungsi guru BK di sekolah
yang wajib membimbing muridnya sampai tamat sekolah.

4. A Person’s Transitory Tendencies

A Person’s Transitory Tendencies; yaitu setiap individu


melakukan interaksi menyesuaikan dengan kedudukan dan
kondisinya yang bersifat sementara. Maksudnya kedudukan tersebut
hanya akan bersifat sementara. Contohnya interaksi yang kita
lakukan terhadap para tokoh-tokoh yang ada dalam masyarakat
yang kita tinggali seperti ketua RT atau RW setempat.

5. The Process of Perceiving And Interpreting a Situation

The Process of Perceiving And Interpreting a Situation;


yaitu memiliki penafsiran terhadap situasi. Maksudnya adalah setiap
individu memahami arti dari setiap situasinya yang berpengaruh bagi
individu tersebut untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.
Contohnya apabila teman kita sedang marah, maka hal yang kita
lakukan bukanlah mengkomporinya maupun menertawakannya agar
semakin marah, namun bisa dengan cara menghindar ataupun
meredakan amarahnya.

172
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Dengan demikian, proses terbentuknya masyarakat


Indonesia ini merupakan bagian dari kajian sistem budaya Indonesia
yang memiliki lokus masyarakat Indonesia. Apakah masyarakat itu?
Masyarakat dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu dan
lembaga yang terorganisir, yang dibatasi oleh satu wilayah yang
sama, yang merupakan subyek dari satu otoritas politik, dan
terorganisasikan sedemikian rupa melalui nilai-nilai serta cita-cita
bersama.
Menurut Kimmel and Aronson (2010)44, maksud dari
kumpulan individu dan lembaga yang yang terorganisir adalah,
masyarakat bukan merupakan kumpulan acak melainkan kumpulan
yang sengaja dibentuk serta diorganisir. Masyarakat tidak hanya
terdiri atas individu, melainkan juga lembaga-lembaga seperti
keluarga, agama, pendidikan, atau perekonomian. Masyarakat
dibatasi oleh satu wilayah yang sama, yang berarti masyarakat
sungguh-sungguh menempati suatu tempat, memiliki eksistensi
nyata, bukan sebuah gagasan imajinatif.
Masyarakat juga harus merupakan subyek otoritas politik
yang sama, yang bermakna setiap orang di satu lokasi tertentu
tersebut (masyarakat) agar dapat disebut satu kesatuan, setiapnya
harus merupakan subyek dari peraturan (regulasi) yang sama.
Sementara itu, kumpulan individu yang terorganisir tersebut memiliki
cita-cita serta nilai-nilai bersama bermakna bahwa setiap anggota
masyarakat mengakui dan mempraktekkan nilai-nilai konsensual
serupa sekaligus memiliki cita-cita ataupun tujuan hidup yang secara
umum juga serupa.

44MichaelKimmel and Amy Aronson, Sociology Now. Boston:


Pearson Higher Education, hlm. 70.

173
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Masih menurut Kimmel and Aronson (2004),45 masyarakat


tidak sekonyong-konyong ada. Masyarakat sengaja diciptakan baik
melalui metode bottom-up maupun up-to-bottom. Individu-individu
dan lembaga-lembaga di dalam masyarakat saling berinteraksi satu
sama lain yang menyebabkan masyarakat juga dikatakan sebagai
sekumpulan interaksi sosial yang terstruktur.

Terstruktur mengartikan bahwa setiap tindakan individu


ketika berinteraksi dengan sesamanya tidaklah terjadi bergerak di
ruang vakum karena terjadi dalam konteks sosial. Misalnya, interaksi
tersebut berlangsung di dalam komunitas keluarga, kelompok
keagamaan, hingga negara. Masing-masing konteks membutuhkan
perilaku yang spesifik, berbeda-beda. Namun, keseluruhan interaksi
tersebut diikat oleh norma serta dimotivasi oleh nilai-nilai yang diakui
secara bersama. Kata sosial mengacu pada fakta bahwa tidak ada
individu dalam masyarakat yang hidup sendiri. Individu selalu hidup
di dalam keluarga, kelompok, dan jaringan. Kata interaksi mengacu
pada cara berperilaku disaat berhubungan dengan orang lain.
Akhirnya, dapat dikatan bahwa masyarakat diikat melalui struktur
sosial.

Perilaku hubungan ini berbeda antara masyarakat satu


dengan masyarakat lain. Konsep-konsep yang juga terkandung di
dalam masyarakat – selain yang sudah disebutkan – adalah
sosialisasi, peran, status, kelompok, jaringan, organisasi, dan
lembaga.

45
Kimmel, Michael, Amy Aronson. 2004. Men and Masculinities: a
social, cultural, and historical encyclopedia. United States: ABC-
CLIO., hlm.122.

174
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

Berdasarkan definisi seperti dikemukakan Kimmel and


Aronson, Indonesia merupakan sebuah masyarakat. Kumpulan
individu yang ada di 33 provinsi di Indonesia adalah masyarakat
Indonesia. Mereka ini terorganisir melalui struktur-struktur sosial
yang dikembangkan baik oleh komunitas-komunitas adat setempat,
pemerintah lokal, juga pemerintah pusat. Di masing-masing wilayah,
terdapat lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bervariasi, yang
berkisar pada lembaga keluarga, pendidikan, ekonomi, atau agama.

Batasan antara masyarakat Indonesia dengan Timor Leste


(misalnya) jelas dan spesifik dan bahkan dilegalisasi oleh hukum
internasional. Setiap individu di dalam wilayah Indonesia tunduk
pada regulasi dari pemerintah pusat maupun pemerintah lokal di
masing-masing wilayah. Pengharapan-pengharapan serta nilai-nilai
bersama telah dikembangkan dalam konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UUD 1945) yang sifatnya mengikat, sementara
nilai-nilai bersama Indonesia dikodifikasi dalam bingkai Pancasila.

Pandangan yang lebih sistemik atas konsep masyarakat


Indonesia tentu harus dianalisis lebih lanjut. Masyarakat Indonesia
adalah sebuah konsep yang sangat luas dan sangat tidak
sederhana. Indonesia awalnya adalah sebuah konsep yang sengaja
diciptakan. Secara kuantitatif, masyarakat Indonesia terbentuk atas
sub-sub masyarakat (masyarakat di masing-masing daerah). Secara
kualitatif, konsep Indonesia merupakan peleburan interaksi dari
masyarakat-masyarakat daerah, yang meliputi garis ras, etnis, dan
agama. Sebelum Indonesia terbentuk, di setiap wilayah yang kini
masuk ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia bahkan telah
mengembangkan konsep sendiri-sendiri mengenai masyarakat

175
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

politiknya. Penggabungan masyarakat-masyarakat ini ke dalam


konsepsi masyarakat Indonesia jelas bukan hal mudah. Proses
kuantitatif (pemekaran wilayah) dan kualitatifnya (integrasi
masyarakat) masih berlangsung hingga saat tulisan ini dibuat.

176
Bab IV Proses Pembentukan dan Perubahan Masyarakat
Sosiologi Industri

BAB V
Perubahan Perilaku Masyarakat
Industri ke Post-Industri

P erubahan sosial sebetulnya adalah sebuah


perubahan masyarakat yang terjadi karena dihela oleh
proses

berbagai kekuatan, baik modal, resistensi dan gerakan sosial


maupun perubahan yang dipicu oleh adanya perkembangan
teknologi dan informasi yang makin massif. Di setiap era, perubahan
sosial yang terjadi tak pelak telah dan akan melahirkan pola
hubungan baru, adaptasi baru dan karakteristik masyarakat yang
khas, yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya.

Konsep masyarakat informasi, pada awalnya dikembangkan


oleh Daniel Bell pada awal tahun 1970-an melalui prediksinya ketika
itu tentang masyarakat pasca industri (post-industrial society).
Pembahasan tentang masyarakat informasi ini kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Manuel Castells melalui konsepnya
tentang masyarakat jaringan (Network Society) dari karya-karyanya
dalam rentang waktu antara tahun 1996 hingga 1998.

Bagi pustakawan dan perpustakaan, terjadinya revolusi


informasi dan perkembangan masyarakat informasi ini tentu
merupakan tantangan tersendiri, dan perlu segera direspon agar
sebagai sebuah profesi maupun institusi, mereka bisa beradaptasi
dengan perubahan-perubahan baru yang berlangsung di sekitarnya.

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 173


Sosiologi Industri

A. Konsep Dasar Perubahan Perilaku Masyarakat


1. Pengertian Perubahan Perilaku
Manusia adalah makhluk yang berakal dan perilaku. Entitas
dan pengaruh manusia bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari.
Perilaku manusia akan berubah seiring berjalannya waktu, sehingga
contoh perubahan perilaku manusia dari waktu ke waktu memang
nyata adanya. Menurut Atkinson (1987), perubahan merupakan
kegiatan atau proses yang membuat seseorang berbeda dengan
sebelumnya.1
2. Indikator Perubahan Perilaku
Menurut Rogers, perubahan dapat terjadi tergantung dari
lima faktor yang menyebabkannya, yaitu:2
b. Perubahan harus mempunyai suatu keuntungan.
c. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nila yang ada di
masyarakat.
d. Kompleksitas
e. Dapat dibagi
f. Dapat dikomunikasikan
Perubahan perilaku ditentukan oleh konsep risiko. Penentu
respon individu untuk mengubah perilaku adalah tingkat beratnya
risiko atau penyakit. Secara umum, bila seseorang mengetahui ada
risiko terhadap kesehatan maka secara sadar orang tersebut akan
menghindari risiko. 3

1Atkinson, E. R. Hilgard. 1987. Pengantar Psikologi. Jilid 1. Edisi


Kedelapan. Jakarta: Erlangga., hlm. 86, 135-139
2Rogers, Shoemaker F. Floyd., 1986, Memasyarakatkan Ide-Ide

Baru. (diterjemahkan oleh Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha


Nasional, hlm. 181.
3Emilia, E. 2008. Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi pada

Remaja. Skripsi. Bogor. SPS-IPB., hlm. 32..


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 174
Sosiologi Industri

3. Teori Perubahan Perilaku


Lohrmann et,al.(2008), dengan teori perubahan perilaku The
Ecology Model of Health Behavior, menekankan pada perubahan
perilaku yang dipengaruhi oleh situasi lingkungan sekitar, yaitu
bahwa:4
a. Pendekatan perubahan perilaku digunakan pada pendekatan
perubahan perilaku yang pesan perubahan perilaku di bawa oleh
anak didik untuk merubah perilaku orang tua maupun
masyarakat. Informasi/ pesan yang diterima di dalam meja studi
diharapkan dapat diterima oleh orang tua maupun masyarakat.
b. Informasi/pesan menjadi keyakinan dan persepsi sebuah
kebenaran sehingga terjadi perubahan perilaku pada orang tua
atau masyarakat.
c. Perilaku seseorang atau masyarakat ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari
orang atau masyarakat yang bersangkutan.
d. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas
kesehatan terhadap kesehatan akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.
4. Proses Pebentukan/Perubahan Perilaku
Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu
sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi
dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting
dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan
dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan.

4Lohrmann et, al. 2008, “a Complementary Ecological Model of The


Coordinated School Health Program: Jounal: Public Health Report,
Vol. 123., hlm. 307.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 175
Sosiologi Industri

Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat


dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron
memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan
perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.
Persepsi ini, adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Para psikolog mengemukakan bahwa perilaku terbentuk dari
adanya interaksi antara domain trikomponen sikap yaitu interaktif
antara komponen kognitif, afektif dan domain konatif. Namun masih
terdapat kekeliruan yang menganggap komponen konatif salah satu
komponen dalam trikomponent sikap sebagai perilaku (behaviour),
sehingga perilaku dianggap sebagai salah satu komponen sikap
(aptitude).
Para psikolog telah membedakan perilaku dan sikap
sebagai dua gejala yang dapat berbeda satu sama lainnya. Lapiere
(Azwar, S. 2003), telah meneliti dan menghasilkan poskulat variasi
independent, intitemen yang dijelaskan dengan konsep adalah
bahwa sikap dan perilaku merupakan dimensi dalam diri individu
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. 5
Pemikiran ini didukung oleh Mueler (1998), yang
berpendapat bahwa: Komponen konatif dalam trikomponen sikap
tidak disamakan dengan perilaku. Komponen konatif merupakan
baru sebatas kecenderungan perilaku yang terkristalisasi dalam kata
akan, mau dan hendak. Sedangkan perilaku merupakan suatu
bentuk tidakan nyata dari individu yang dapat diukur dengan panca
indera langsung.6

5Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hlm. 53.
6 Muller, Daniel J, 1998, Mengukur Sikap Sosial pegangan untuk

peneliti dan. Praktisi, Jakarta, Bumi Aksara., hlm. 177.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 176
Sosiologi Industri

Untuk hal itu, Mueler (1998), menegaskan bahwa makna


behaviour adalah perilaku aktual sedangkan makna konatif adalah
trikomponen sikap sebagai “kecendrungan ”perilaku. Pemikiran ini
menunjukkan bahwa komponen konatif dalam trikomponen sikap
hanyalah salah satu penyebab pembentukan perilaku aktual. Ada
tiga asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia. (1)
perilaku itu disebabkan; (2) perilaku itu digerakan; dan (3) perilaku itu
ditujukan pada sasaran/tujuan”.7
Dalam hal ini berarti proses perubahan perilaku mempunyai
kesamaan untuk setiap individu, yaitu perilaku itu ada penyebabnya,
dan terjadinya tidak dengan spontan, dan mengarah kepada suatu
sasaran baik secara ekslusif maupun inklusif. “Perilaku pada
dasarnya berorientasi tujuan (goal oriented)”. Dengan perkataan lain,
perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu”.
Senada dengan itu Ndraha, merumuskan perubahan
perilaku dalam konteks operilaku organisasi, yaitu:8
a. Perilaku sebagai: Operasionalisasi dan aktualisasi sikap
seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap sesuatu
(situasi atau kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi
atau organisasi). Pengaruh lingkungan dalam pembentukan
perilaku adalah bentuk perilaku yang berdasarkan hak dan
kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab baik pribadi maupun
kelompok masyarakat.
b. Perilaku mendapat pengaruh yang kuat dari motif kepentingan
yang disadari dari dalam faktor intrinsik dan kondisi lingkungan
dari luar/faktor ekstrinsik atau exciting condition. Oleh karena itu

7 Muller, Daniel J, 1998, Mengukur Sikap….., hlm. 181.


8 Ndraha, Taliziduhu, 1999. Pengantar Teori Perilaku Organisasi,
Jakarta: Prenhallindo, hlm. 188.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 177
Sosiologi Industri

perilaku terbentuk atas pengaruh pendirian, lingkungan eksternal,


keperntingan yang disadari, kepentingan responsif, ikut-ikutan
atau yang tidak disadari serta rekayasa dari luar.
Lebih lanjut Kwick (Notoatmodjo, 2003), “perilaku adalah
"tindakan atau perbuatan organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari” Motif merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi atau penyebab timbulnya perilaku. 9
Untuk itu, Winardi mengemukakan bahwa motif-motif
merupakan “mengapa“ dan “perilaku” mereka muncul dan
mempertahankan aktifitas dan determinasi arah umum perilaku
seorang individu.10 Pada intinya dapat dikatakan bahwa motif-mitif
atau kebutuhan merupakan penyebab terjadinya tindakan-tindakan“.
Kekuatan motif merupakan alasan yang melandasi perilaku,
kekuatan motif cenderung menyusut, apabila ia terpenuhi atau
apabila terhalangi.
Sebelum terbentuknya suatu pola perilaku, seseorang
memiliki bentuk sikap dari suatu rangsangan yang datang dari luar
dalam bentuk aktifitas, kemudian dari sikap tersebut terbentuklah
perilaku (Baron). Sikap individu tersebut dalam bentuk pikiran dan
perasaan yang tidak kasat mata (intangible) membentuk pola
perilaku masyarakat sebagai perilaku yang tampak (tangible)
perilaku yang tidak tampak (innert, covert behaviour) dan perilaku
yang tampak (overt behaviour). Sarwono (2004), menyebutkan
aspek-aspek pikiran yang tidak kasat mata (covert behaviour
intangible) dapat berupa pandangan, sikap, pendapat dan
sebagainya. Bentuk kedua adalah perilaku yang tampak (overt

9Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan perilaku Kesehatan, Jakarta:


Rineka. Cipta., hlm. 103.
10Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Cetakan II.
Jakarta: Kencana Prenada. Media Group, hlm. 87.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 178
Sosiologi Industri

behavior, tangiable) yang biasanya berupa aktifitas motoris seperti


berpidato mendengar dan sebagainya. Haitu dapat dilihat pada
gambar 6.1, berikut:11

Gambar 6.1,
Pola terbentuknya Perilaku
5. Konteks Proses Pebentukan/Perubahan Perilaku Masyarakat
Manusia selalu mengalami perubahan-perubahan selama
hidup baik secara individu maupun secara kolektif dalam konteks
kehidupan bermasyarakat. Perubahan-perubahan, itu dapat berupa
perubahan dalam hal nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi
sosial dan lain sebagainya.12 Dalam hal ini, perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap,

11Sarwono, S. W. 2004. Psikologi Remaja. (Edisi Revisi 8) Jakarta:


Raja Grafindo Persada, hlm. 55.
12Sorjono Soekanto, 2006. Sosiologi Satu Pengantar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, hlm. 259.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 179
Sosiologi Industri

pola-pola perilaku diantara kelompok masyarakat disebut sebagai


perubahan sosial.
Sementara Alvin Toffler (1981), menjelaskan ada tiga
gelombang peradaban manusia antara lain:13 era agrikultur, industri
dan informasi.Perkembangan zaman yang begitu cepat dari
masyarakat agrikultur menuju masyarakat industri hingga menjadi
masyarakat informasi memang tak dapat dihindari, seiring dengan itu
terjadi perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
Dalam konteks ini, perubahan masyarakat agraris, dimana
sumber kekuasaan berupa tanah dan sumber daya alam, menjadi
masyarakat industri dimana penguasaan terhadap alat-alat produksi
menjadi alat kekuasaan dan pada akhirnya masa kini yang disebut
sebagai era informasi. Terminologi seperti information revolution,
globalization, postmodern society mulai menjadi wacana-wacana
intelektual yang menarik pasca penemuan komputer dan teknologi
digital ini. Hubungan sosial ataupun interaksi di dalam masyarakat
pun berubah total dari sebelumnya.
Modernitas merupakan proses perubahan sosial yang
diinisiasi dengan terlebih dahulu adanya proses industrialisasi. Selain
itu, ekspresi perlawanan terhadap nilai-nilai tradisional dan otoritas
disebut pula modern. Contoh perlawanan tersebut diandai dengan
lahirnya renaissance, reformasi protestantisme, scientific revolution
(abad 16 dan 17), dan revolusi industri. Modernitas melahirkan
masyarakat yang memiliki kepercayaan kuat pada science,
humanity, progress dan voluntarism. Modernisasi mencakup proses
yang sangat luas. 14 (Soekanto, 2006:303).

13Toffler, Alvin. 1981. The Third Wave. London: Pan Books Ltd., hlm.
114.
14Sorjono Soekanto, 2006. Sosiologi Satu…., hlm. 303.

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 180


Sosiologi Industri

Kadang-kadang batasnya tidak dapat ditetapkan secara


mutlak. Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu
transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra
modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola
ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara Barat yang
stabil. Modernisasi merupakan suatu bentuk perubahan sosial.
Biasanya perubahan sosial yang terarah (directed change) yang
didasarkan pada perencanaan.
Urbanisasi,stratifikasi kelas sosial, ideology, berkembangnya
konsep negara-bangsa, serta sistem birokrasi merupakan ciri dari
era modern. Perkembangan ilmu sosiologi sebagai disiplin akademik
dengan teori-teori perubahan sosial seperti positivism, functionalism,
marxism, dan interactionism merupakan karakteristik zaman modern.
Modernitas melihat dan menjelaskan masyarakat, perilaku manusia,
politik dan sesksualitas sebagai grand narratives atau master
narratives sementara para postmodernist menolak hal tersebut.
Mereka melakukan dekontruksi terhadap grand narratives, apa yang
dibentuk dan dikontruksikan masyarakat.
B. Perkembangan Perubahan Post Industrial
Postmodernism lahir karena konteks modernism sudah tak
lagi dipandang tepat. Apabila Modernism dijelaskan sebagai karakter
masyarakat barat dengan sebagai dampak dari adanya revolusi
Industri sementara postmodernism adalah era pasca revolusi
Industri. Masyarakat postmodern pun dapat disebut sebagai post-
industrial society.
Masyarakat ini bercirikan penuh dengan ketidakpastian,
tanpa identitas yang jelas dan kuat. Masyarakat ini dapat disebut
sebagai masyarakat postmodern, masyarakat yang terlahir pasca
modernisasi, masyarakat post-industrial society. Masyarakat yang
tidak lagi mencintai reasoning, masyarakat yang meyakini kebenaran
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 181
Sosiologi Industri

itu tidaklah mutlak namun kebenaran dapat diciptakan secara


personal dan relatif, masyarakat yang skeptis, masyarakat yang
melahirkan spiritualitas baru, masyarakat yang unik karena erat
kaitannya dengan media.
Perkembangan masyarakat post-industrial, dengan
dukungan teknologi dan revolusi informasi menjadikan hubungan
antara manusia dan media menjadi kompleks. Media tidak lagi hanya
mengungkap gagasan dan perasaan manusia, namun juga mengatur
gagasan dan menata perasaan manusia. Media membentuk
masyarakat, mengontruksi rasa dan persepsi masyarakat serta
menetukan apa yang dikonsumsi masyarakat.
Daniel Bell (1973), membandingkan tentang tiga
karakteristik era borjuasi dalam konteks produksi diantaranya pre-
industrial society, industrial-society, dan post-industrial society. Era
Post Industrial society ditandai pasca selesainya perang dunia ke II
dan bergesernya mode of production dari industri pabrik menuju
pemrosesan informasi. 15
Masyarakat postmodern juga telah menggeser konsensus
hubungan dan interaksi sosial dalam masyarakat. Dalam konteks ini
dikaitkan dengan orientasi politik, gerakan sosial di masyarakat
modern berbasis atas kelas dan ideologi, sementara terjadi new
social movement ala masyarakat postmodern dimana gerakan
mereka berbasis atas keberagaman, identitas dan pilihan seperti
gerakan feminisme, environmentalism, gay rights, animal rights, civil
rights dll. Manusia postomodern lebih menyukai gerakan berbasis
komunitas untuk memperjuangkan kepentingannya. Relativitas
postmodern meyakini kebenaran dapat diciptakan dan tidak mutlak

Bell, Danien. 1973. The Coming of Post-Industrial Society: A


15

Venture in Social. Forecasting. New York: Basic Books. Boynton.,


hlm. 14
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 182
Sosiologi Industri

sehingga realitas sosial dibentuk oleh kumpulan komunitas yang


berbeda-beda.
1. Masyarakat Pasca Industri (Post Industrial Society): Daniel
Bell

Melalui karyanya berjudul The Coming of Post


Industrial (1973) Daniel Bell meramalkan akan adanya "Masyarakat
Pasca Industri". Dalam karyanya tersebut, Bell menyebutkan bahwa
basis kekuatan masyarakat post-industrial berbeda dengan dua
jenis masyarakat sebelumnya, yaitu masyarakat pra industri dan
masyarakat industri. Bila kekuatan utama masyarakat pra-industri
terletak pada sumber daya alam, terutama lahan, dan masyarakat
industri pada mesin, maka dalam masyarakat post-industrial, 16

Bell berpendapat informasi serta teknologi informasilah


sebetulnya yang menjadi kekuatan utamanya. Tanpa memiliki
kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi
informasi, boleh dikata tidak akan mungkin masyarakat mampu
bertahan dan survive dalam melangsungkan kehidupannya. Bisa
dibayangkan, di era sekarang ini, bagaimana mungkin interaksi
masyarakat di era global dan perkembangan sektor perekonomian
bisa berlangsung jika tidak didukung teknologi informasi.

Dalam kajian dan perkembangan ilmu sosial, konsep


tentang Masyarakat Informasi dalam karya Daniel Bell sebenarnya
tidak muncul begitu saja dari hasil perenungan. Bell mengemukakan
prediksinya tentang kehadiran masyarakat informasi karena adanya
kecenderungan data ketika itu yang memperlihatkan perubahan yang
terjadi di masyarakat, terutama berkaitan dengan munculnya jenis-
jenis pekerjaan baru di masyarakat.

16
Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 17.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 183
Sosiologi Industri

Kecenderungan utama yang mengiringi proses terbentuknya


masyarakat pasca industri adalah kemunculan dan pesatnya
pertumbuhan berbagai jenis lapangan kerja yang berhubungan
dengan informasi, meningkatnya bisnis dan industri dengan produksi,
transmisi dan analisis informasi, serta meningkatnya sentralitas
peran para teknolog, yaitu para manajer dan profesional terdidik
yang memiliki keahlian khusus dalam mengolah dan memanfaatkan
informasi untuk keperluan pembuatan keputusan.

Berangkat dari argumennya bahwa mayoritas jenis


pekerjaan di masyarakat menentukan ciri penjelas suatu masyarakat,
maka Bell berusaha membedakan jenis-jenis pekerjaan dalam
evolusi masyarakat dari pra industrial hingga post-industrial. Bell
menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, pekerjaan di
sektor pertanian umumnya adalah mata pencaharian yang dominan
dan merupakan tempat masyarakat agraris menggantungkan
kehidupannya. 17

Sementara itu, dalam masyarakat industri, berbagai


pekerjaan di pabrik adalah mata pencaharian yang populer di
masyarakat, dan bahkan menjadi norma tersendiri karena sebagian
besar masyarakat umumnya telah menyadari bahwa mereka tidak
mungkin hanya menggantung kehidupannya dari sektor pertanian di
tengah munculnya berbagai pabrik dan industri yang makin massif.
Dalam masyarakat pasca-industri, pekerjaan yang dominan
umumnya adalah pekerjaan di bidang jasa pelayanan, terutama

17
Balasubramanian, R. & Webster, J., 2006, “Retailer Perceptions on
Apparel Sizing. Issues and Customer Satisfaction” ANZMAC 2006
Conference Proceedings. New Zealand: ANZMAC, hlm. 30
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 184
Sosiologi Industri

pekerjaan yang berbasis pada pengolahan informasi dan


pemanfaatan teknologi informasi.

2. Tahapan Perkembangan Masyarakat Pasca Industri

Secara lebih rinci, tahap-tahap perkembangan masyarakat


menurut Daniel Bell adalah sebagai berikut:18

a. Pertama, masyarakat pra-industri.

Dalam buku The Coming of Post-Industrial Society, Bell


(1973) menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri,
angkatan kerja yang ada umumnya banyak terlibat dalam industri-
industri ekstraktif, yaitu meliputi pertambangan, perikanan,
kehutanan, pertanian. Ketika sumber daya alam melimpah, dan
orang tidak terlalu harus bergantung pada teknologi untuk
memperoleh sesuatu, maka kehidupan utama penduduk di era pra-
industrial umumnya adalah bergantung dan banyak bersinggungan
dengan alam.

Orang bekerja dengan kekuatan ototnya dengan cara-cara


yang telah diwarisinya, dan indrawi orang terhadap dunia terkondisi
sedemikian rupa tergantung pada elemen-elemen seperti musim,
sifat dari tanah, dan jumlah air. Ritme kehidupan masyarakat di era
pra-industrial lebih cenderung dibentuk oleh siklus dan ritme alam,
sehingga jenis pekerjaan penduduk pun umumnya sangat tergantung
pada alam, yang produktifitasnya rendah, dan ekonomi pun terkait
dengan wujud alam dan fluktuasi harga bahan baku dalam ekonomi
dunia.

Unit kehidupan sosial yang berkembang pada masyarakat


pra-industrial adalah perluasan dari rumah tangga. Secara umum, di

18
Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 19.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 185
Sosiologi Industri

masyarakat pra-industrial kesejahteraan belum dan tidak mudah


tercapai, karena warga masyarakat yang ada cenderung hanya bisa
memenuhi kebutuhan pangan untuk dirinya sendiri.

Di era masyarakat pra-industrial, sering terjadi jasa


pelayanan domestik menjadi murah dan berlimpah-ruah. Di Inggris,
menurut Daniel Bell, sampai periode Victorian Pertengahan,
kelompok pekerja terbesar tunggal dalam masyarakat ialah
pembantu rumah tangga. Masyarakat pra-industri adalah masyarakat
agraria yang terstruktur dalam cara-cara yang rutin dan dikelola oleh
otoritas tradisional.

b. Kedua, masyarakat industri

Dalam masyarakat industri – yang secara geografis menurut


Bell umumnya berada di wilayah negara-negara Atlantik Utara
ditambah Uni Soviet dan Jepang – mereka umumnya adalah
masyarakat penghasil barang. Berbeda dengan masyarakat pra-
industrial yang kehidupannya lebih banyak dikendalikan alam,
kehidupan masyarakat industri ibaratnya adalah sebuah permainan
bersama fabrikasialam yang bersifat teknis dan rasional.

Modernisasi dan kehadiran berbagai perangkat teknologi


produksi atau mesin sangat mendominasi, dan ritme kehidupan
masyarakat umumnya dipacu secara mekanis. Keberadaan tenaga
manual yang harus bersaing dengan teknologi modern,
menyebabkan ritme kehidupan masyarakat lantas lebih sering
menyesuaikan diri dengan irama mesin daripada irama kehidupan
manusia itu sendiri.

Di era masyarakat industrial, penemuan energi dan mesin-


mesin telah menggantikan kekuatan otot dan kehadiran listrik yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 186


Sosiologi Industri

merupakan dasar bagi produktifitas merupakan tanda dari


masyarakat industri. Di masyarakat industri, keahlian diuraikan ke
dalam komponen-komponen yang lebih sederhana, yaitu ahli teknik,
yang bertanggungjawab atas tata letak dan aliran kerja, serta pekerja
setengah ahli.

Dalam proses perkembangan masyarakat industri, bukan


tidak mungkin di satu titik tertentu, kehadiran mesin yang diciptakan
manusia nantinya justru akan menggantikan diri manusia, karena
dirasakan lebih produktif dan tak berperasaan. Di masyarakat
industrial, sering terjadi manusia lantas hanya diperlakukan sebagai
“benda”, sehingga tak jarang terjadi apa yang disebut proses
eksploitasi dan alienasi.

c. Ketiga, masyarakat pasca-industri atau post-industrial.

Masyarakat yang disebut Bell sebagai masyarakat


informasi ini umumnya didasarkan pada jasa pelayanan dan keahlian
profesional. Berbeda dengan kaum petani dan buruh yang hanya
mengandalkan pada kekuatan otot secara manual, di era masyarakat
post-industrial, aktivitas perekonomian dan bahkan kehidupan sosial-
politik umumnya banyak dipengaruhi bukan hanya energi, tetapi juga
informasi.

Pelaku utamanya disebut kaum profesional, karena


mereka dalam bekerja berbekal dan dilengkapi dengan pendidikan
dan kepelatihannya, sehingga memperoleh jenis keahlian yang
semakin dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri.

Berbeda dengan masyarakat industri yang ditandai dengan


kuantitas barang sebagai tanda dari standar kehidupan, maka
masyarakat pasca-industri ditandai dengan kualitas kehidupan yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 187


Sosiologi Industri

diukur oleh jasa dan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, rekreasi,


dan seni yang sekarang memang dikehendaki dan menjadi
dambaan bagi siapa saja.

3. Ttransformasi Masyarakat Pasca Industri

Menurut Daniel Bell, dalam transformasi masyarakat


industri menuju pasca-industri, melalui beberapa tahapan berbeda,
yaitu: 19

a. Perluasan transportasi

Dalam perkembangan dasar masyarakat industri terdapat


perluasan transportasi dan utilitas umum yang diperlukan sebagai
jasa tambahan di dalam menggerakan barang serta semakin
bertambah besarnya penggunaan energi, dan adanya peningkatan
pada non-manufaktur tapi masih membutuhkan pekerja kasar.

b. Peningkatan distribusi (besar maupun retail),

Dalam konsumsi massal terhadap barang dan


pertumbuhan populasi, terdapat peningkatan pada distribusi (besar
maupun retail), dan keuangan, real-estate, serta asuransi, yang
merupakan pusat-pusat dari pekerjaan kantoran.

c. Menaiknya pendapatan

Ketika naiknya pendapatan nasional, orang menemukan


bahwa proporsi uang untuk makanan di rumah mulai menurun, dan
sebaliknya terjadi peningkatan proporsi uang yang digunakan untuk
membeli bahan-bahan tahan lama (pakaian, rumah, mobil),
selanjutnya item-item mewah, rekreasi dan seterusnya.

19Balasubramanian, at, al,, 2006, “Retailer Perceptions ..., hlm. 35


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 188
Sosiologi Industri

C. Kecenderungan Menuju Masyarakat Pasca Industri

1. Hakikat Perubahan Masyarakat dari Industrial ke Post-


Industrial

Pergeseran masyarakat dari tahap industrial ke post-


industrial sudah barang tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Salah
satu indikasi terpenting ketika itu adalah bergesernya sebagian besar
angkatan kerja dari sektor pertanian (sektor primer) dan manufaktur
(sektor sekunder) ke sektor-sektor jasa (sektor tersier).
Perkembangan lapangan kerja di bidang informasi, khususnya di
lingkungan kantoran yang melahirkan pekerja “kerah putih” ikut
menopang pesatnya pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut.

Pekerjaan di bidang informasi itu sendiri sangat beragam,


mulai dari pemrograman dan pembuatan perangkat lunak komputer
hingga ke pengajaran dan penelitian berbagai hal yang berkaitan
dengan pengelolaan informasi dan dampak perkembangan teknologi
informasi. Industri-industri informasi seperti penyedia jaringan data,
dan jasa-jasa komunikasi merupakan pekerjaan di bidang informasi
yang tumbuh di era masyarakat post-industrial dan semua itu
membuat pekerjaan informasi menjadi pilar terpenting
perekonomian.20

Tentang kecenderungan munculnya berbagai pekerjaan di


sektor jasa, khususnya bidang informasi, dalam The Coming of Post
Industrial Society, Daniel Bell (1976) lebih rinci mengemukakan
bahwa setelah pergantian abad, hanya ada tiga pekerja dari setiap
sepuluh pekerja dalam negeri bekerja dalam industri jasa dan tujuh

Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial.


20

Jakarta: Rajawali Press., hlm. 151


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 189
Sosiologi Industri

dari sepuluh pekerja terlibat dalam produksi barang. Sampai tahun


1950-an, proporsi tersebut menjadi lebih seimbang. Memasuki tahun
1968, proporsi berubah sehingga enam dari setiap sepuluh pekerja
bekerja dalam bidang jasa.

Kemudian pada tahun 1980-an, dengan naiknya dominansi


jasa pelayanan, nyaris tujuh dari setiap sepuluh pekerja bekerja
dalam industri jasa. Antara tahun 1900 dan 1980, dengan keadaan
terbalik dari proporsi antar sektor, terjadi dua perubahan struktural
dalam perekonomian Amerika: pertama, perubahan ke bidang jasa,
dan kedua, naiknya sektor publik sebagai bidang utama lapangan
pekerjaan.

Menurut fakta sejarah yang terjadi, perubahan lapangan


pekerjaan ke bidang jasa memang bukan merupakan perubahan
yang sifatnya instant, tiba-tiba hadir melangkahi trend jangka
panjang perkembangan masyarakat sebelumnya. 21

a. Di Amerika, sebagaimana dikaji Bell, dari tahun 1870 sampai


1920, terjadi perpindahan pekerjaan masyarakat dari bidang
pertanian ke industri: lapangan pekerjaan dalam bidang jasa naik
cepat dalam bidang industri dan peningkatan besar dalam bidang
jasa berada pada bidang-bidang tambahan dari transportasi,
utilitas, dan distribusi. Ini adalah periode sejarah dari
industrialisasi dalam kehidupan bangsa Amerika. Namun, setelah
tahun 1920, tingkat pertumbuhan pada sektor non-pertanian
mulai melandai. Lapangan pekerjaan industri masih meningkat
jumlahnya, tetapi proporsi dari total lapangan pekerjaan

21Waters, T.S and Putz-Anderson, V. 1996. Manual Material


Handling, Edited by Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D., 1996.
Occupational Theory and Applications. New York: Marcel Dekker
Inc., hlm. 109.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 190
Sosiologi Industri

cenderung menurun, ketika lapangan pekerjaan dalam bidang


jasa mulai tumbuh dengan tingkat yang lebih cepat, dan dari
tahun 1968 sampai 1980, apabila kita mengambil bidang
manufaktur sebagai kunci utama bagi sektor industri, maka
tingkat pertumbuhan akan kurang sampai separuh angkatan kerja
secara keseluruhan.

b. Perubahan besar dalam dunia ketenagakerjaan mulai terjadi di


tahun 1947, setelah Perang Dunia II. Pada saat itu, lapangan
pekerjaan di Amerika benar-benar seimbang. Namun semenjak
usai Perang Dunia II, tingkat pertumbuhan mulai terbagi ke dalam
pola baru yang dipercepat. Dari tahun 1947 sampai 1968 terdapat
pertumbuhan sekitar 60 persen pada lapangan pekerjaan jasa
pelayanan, sementara lapangan pekerjaan dalam industri
penghasil barang meningkat lebih kurang hanya 10 persen. Di
mata Daniel Bell, perkembangan sektor jasa yang luar biasa ini
mengejutkan, sekaligus merupakan indikasi terjadinya
pergeseran tahap perkembangan masyarakat menuju
masyarakat informasi.

c. Di Amerika, pertumbuhan paling penting dalam lapangan


pekerjaan sejak tahun 1947 adalah pemerintahan. Satu dari
setiap enam pekerja Amerika saat ini bekerja pada satu dari
80.000 atau lebih badan yang mendukung pemerintahan Amerika
Serikat di waktu itu. Di tahun 1929, tiga juta orang bekerja di
pemerintahan – atau sekitar 16 persen dari angkatan kerja yang
ada. Sampai tahun 1980, gambaran tersebut naik menjadi tujuh
belas juta orang atau 17 persen dari angkatan kerja. Namun
demikian, di luar pemerintahan, perlu dicatat bahwa jasa
pelayanan umum adalah bidang lapangan pekerjaan kedua yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 191


Sosiologi Industri

tumbuh paling cepat antara tahun 1947 dan 1968, dan sekitar 10
persen dari lapangan pekerjaan pada jasa pelayanan umum
adalah lembaga-lembaga pendidikan swasta. Pekerjaan di bidang
jasa pendidikan secara keseluruhan, baik negeri maupun swasta,
mencapai 8 persen dari total lapangan pekerjaan di Amerika
Serikat. Dalam jasa pelayanan umum, kategori terbesarnya
adalah jasa pelayanan medik, di mana lapangan pekerjaan naik
dari 1,4 juta ditahun 1958 menjadi 2,6 juta pada dekade
kemudian.

d. Menyebarnya berbagai pekerjaan di bidang jasa pelayanan,


khususnya dalam perdagangan, keuangan, pendidikan,
kesehatan, dan pemerintahan, menggambarkan betapa pesat
perkembangan masyarakat pekerja kantoran (white-collar
workers). Namun demikian, Bell juga menegaskan bahwa semua
jasa pelayanan yang muncul tidak berarti pekerja kantoran,
karena jasa-jasa tersebut juga meliputi pekerja transportasi dan
bengkel mobil. Sebaliknya, tidak semua manufaktur adalah
pekerjaan buruh (blue-collar workers).

e. Di tahun 1970, komponen pekerjaan kantoran dalam bidang


manufaktur profesional, manajerial, tata buku, dan penjualan--
hampir mencapai 33 persen dari angkatan kerja yang ada,
sementara 69 persennya adalah pekerja buruh (6.055.000
pekerja kantoran dan 13.400.000 pekerja buruh). Sampai tahun
1975 komponen pekerja kantoran mencapai 34,5 persen. Di
dalam angkatan kerja pekerja buruh terdapat perubahan stabil
dan berbeda-beda dari pekerjaan produksi langsung ke pekerjaan
non-produksi, karena semakin banyak pekerjaan menjadi
pekerjaan otomatis dan di dalam pabrik, pekerja yang dibutuhkan

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 192


Sosiologi Industri

adalah pekerja yang berkaitan dengan mesin, seperti perbaikan


dan pemeliharaan mesin, daripada pekerjaan perakitan.

f. Di tahun 1980, total angkatan kerja bidang manufaktur mencapai


sekitar 22 juta orang atau 22 persen dari angkatan kerja pada
saat itu. Namun dengan penyebaran luas perkembangan
teknologi seperti alat mesin kontrol numerik, komputer elektronik,
instrumentasi, dan kontrol otomatik, maka proporsi dari pekerja
produksi langsung menjadi menurun stabil.

Terlepas apapun perubahan yang terjadi, dan seberapa


besar proporsi pekerjaan di bidang jasa yang tumbuh, perubahan
menjadi masyarakat pasca-industri sesungguhnya tidak hanya
ditandai dengan perubahan pada sektor distribusi, tempat di
mana orang bekerja, namun juga pada pola pekerjaan,
yaitu jenis pekerjaan yang mereka kerjakan. Di Amerika, sejak tahun
1920, kelompok pekerja kantoran menjadi kelompok pekerja dengan
pertumbuhan tercepat dalam masyarakat, dan ini terus berlanjut
sampai tahun 1956, dan untuk kali pertama kelompok ini melampaui
lapangan pekerjaan dari pekerja buruh. Sampai tahun 1980, rasionya
adalah sekitar 5:3 untuk pekerja kantoran. 22

Dengan kenyataan ini, perubahan yang terjadi di masyarakat


Amerika sesungguhnya adalah sangat dramatis, meski kadangkala
tersamar karena hingga kini keseluruhan jumlah dari pekerja
kantoran adalah para wanita pada bidang pembukuan atau
penjualan; dan di masyarakat Amerika, sebagaimana pada
masyarakat lainnya, status keluarga masih dinilai berdasarkan
pekerjaan laki-laki.

22Waters, T.S, at, al. 1996. Manual ….., hlm. 110.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 193
Sosiologi Industri

2. Makna Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri


Selain pergeseran okupasi, kecenderungan lain yang
mengiringi munculnya masyarakat pasca industri di Amerika dan di
berbagai belahan dunia yang lain adalah meningkatnya arti penting
pengetahuan termasuk informasi dan pengetahuan teoritis serta
metodologis dan kodifikasinya yang menjelma dalam manajemen
institusi-institusi sosial dan ekonomi. Dalam masyarakat pasca
industri yang terpenting adalah penyusunan prediksi, perencanaan
dan pengelolaan organisasi. Lebih jauh, menurut Bell, kompleksitas
dan besarnya skala sistem-sistem sosial dan ekonomi menuntut
adanya perencanaan dan peramalan sistematik yang lebih baik yang
tidak bisa lagi diperoleh dari survei dan eksperimen biasa, tetapi
perlu didukung oleh pengelolaan dan pengolahan informasi yang
akurat dan senantiasa up to date. 23
Meski Bell mengemukakan prediksi perkembangan
masyarakat hanya dengan berbasis pada data sekunder pergeseran
okupasi di masyarakst, namun demikian Bell dengan tegas berani
menyatakan bahwa perkembangan berbagai pekerjaan di bidang
jasa informasi adalah bukti yang kuat, yang menunjukkan bahwa
masyarakat pasca-industri tak pelak adalah identik dengan
masyarakat informasi,24 sehingga ’ekonomi jasa pelayanan’
menandakan tibanya era pasca-industrialisme.
Di atas telah dipaparkan bahwa di setiap tahapan
perkembangan masyarakat, telah muncul karakter kehidupan dalam
epos yang berbeda. Dalam masyarakat pra-industri, kehidupan
adalah ’permainan terhadap alam’ di mana orang bekerja dengan
lebih banyak mengandalkan kekuatan ototnya.

Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi….., hlm. 152.


23

Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 22.


24

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 194


Sosiologi Industri

Sementara dalam era industri, di mana kehadiran ’mesin


mendominasi’ dalam wujud ’teknik dan rasionalisasi’, kehidupan
adalah ’permainan terhadap alam fabrikasi’. Berlawanan dengan
keduanya ini, kehidupan dalam masyarakat pasca-industri yang
didasarkan pada jasa pelayanan, yang terjadi adalah permainan
antar manusia, di mana apa yang penting bukanlah kekuatan otot
atau tenaga, melainkan informasi. 25.
Dengan kata lain, ketika orang berjuang untuk hidup dari
lahan tanah dan tergantung pada cara-cara tradisional untuk bekerja
(pra-industrialisme), dan kemudian orang terikat dengan mesin
produksi (industrialisme), dengan kemunculan masyarakat jasa
pelayanan/pasca-industri, maka mayoritas materi pekerjaann
umumnya adalah berkaitan dengan informasi, termasuk bagaimana
mengelola dan mengolah informasi untuk kepentingan kehidupan
sosial, ekonomi maupun politik.
Dalam konteks hubungan dan interaksi antarmanusia,
termasuk kompetisi yang berlangsung antar mereka, informasi
adalah sumber daya dasarnya. Berbagai profesi yang lahir di
era post-industrial, seperti bankir, pendidik, konsultan, bagian
pemasaran perusahaan, dan lain sebagainya, pada dasarnya adalah
profesi yang termasuk ke dalam pekerjaan jasa pelayanan atau
pekerjaan informasi. Oleh karenanya, dominasi lapangan pekerjaan
jasa pelayanan menimbulkan kuantitas informasi yang semakin
bertambah banyak. Daniel Bell membedakan tiga jenis pekerjaan
dalam masyarakat, yaitu aktivitas ekstraktif, fabrikasi dan informasi.

25 Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 25.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 195
Sosiologi Industri

3. Alasan Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri

Di era masyarakat post-industrial, lapangan pekerjaan


yang dominan dan terus bertambah tak pelak adalah pekerjaan
informasi. Daniel Bell memprediksi bahwa pekerjaan di bidang jasa
informasi ini akan menjadi penopang utama kehidupan masyarakat
di era global seperti sekarang, karena beberapa alasan. 26
a. Pekerjaan informasi adalah lapangan pekerjaan kerah-putih yang
berhubungan dengan manusia daripada benda, serta menjanjikan
kepuasan kerja lebih besar daripada sebelumnya.
b. Bell mengklaim bahwa di dalam pekerjaan profesional sektor jasa
pelayanan, yaitu akuntansi, lebih dari 30 persen angkatan
kerjanya adalah mereka yang lahir akhir tahun 1980-an. Ini
artinya bahwa ’orang pusat’ dalam masyarakat post-
industrial adalah kaum profesional, karena mereka telah
dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihan, sehingga mampu
memberikan keahlian yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat
pasca-industri’.
c. ’inti dari masyarakat pasca-industri ialah jasa pelayanan teknik
profesionalnya’, di mana ’ilmuwan dan insinyur adalah mereka
yang membentuk kelompok utama dalam masyarakat pasca-
industri. Keempat, ini adalah segmen jasa pelayanan tertentu
yang ’menentukan bagi masyarakat pasca-industri’. Mereka
adalah para profesional dalam bidang kesehatan, pendidikan,
penelitian dan pemerintahan, di mana kita mampu menyaksikan
’perluasan intelegensia baru di universitas, organisasi penelitian,
profesi, dan pemerintahan’.

26Waters, T.S, at, al,1996. Manual Material ……, hlm. 110.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 196
Sosiologi Industri

4. Ciri-ciri Perubahan Penting Pada Masyarakat Pasca Industri


Secara garis besar, sejumlah perubahan penting yang
terjadi di masyarakat post-industrial adalah: 27

a. Kehadiran pekerjaan yang lebih professional

Peranan lebih besar pada intelektual, kepentingan lebih


ditempatkan pada kualifikasi, dan lapangan pekerjaan lebih bersifat
orang-ke-orang. Ini tidak hanya memberikan prospek yang lebih
menarik, tetapi juga meningkatkan peranan informasi/pengetahuan.

Berbeda dengan era kapitalis di mana aktivitas


perekonomian berkembang lebih ditentukan olehlaissez-faire atau
dalam istilah Adam Smith sebagai ”tangan-tangan tuhan yang tidak
kelihatan”, di era masyarakat post-industrial, peran informasi menjadi
sangat penting karena para profesional tidak lagi memandang pasar
bebas sebagai hal yang selalu sulit diprediksi, melainkan mereka
akan memahami dinamika pasar dengan perkiraan, strategi dan
perencanaan.

Tanpa didukung pengetahuan dan informasi, tidaklah


mungkin para profesional akan mampu membuat prediksi dan
perencanaan untuk mengantisipasi dinamika pasar bebas. Oleh
sebab itu, sangatlah wajar jika di era masyarakat post-industrial,
peran informasi lantas berkembang menjadi sangat penting, dan
bahkan menentukan.
b. Para Cendekiawan Tidak lagi perhatian pada laba dan rugi
Di era pasca industri, para cendekiawan umumnya tidak
lagi perhatian pada laba dan rugi, yang menjadi persoalan adalah

27
Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi….., hlm. 155..
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 197
Sosiologi Industri

bagaimana memastikan dan mempersiapkan perkembangan


pengetahuan anak muda, karakter sekaligus keahlian.
Dokter tidak lagi menganggap pasien sebagai jumlah
penghasilan X. Dalam masyarakat pasca-industri, orang tidak
diperlakukan sebagai unit (nasib dari pekerja industri di era ketika
perhatian utamanya adalah mesin dan uang), melainkan keuntungan
dari jasa pelayanan profesional yang berorientasi pada orang yang
dalilnya ada pada kebutuhan klien.
Berbagai pertimbangan baru, seperti kepedulian terhadap
pelestarian lingkungan, perhatian terhadap orang-orang berusia
lanjut, prestasi pendidikan yang harus melebihi vokasional,semuanya
merupakan preseden atas persoalan persoalan output ekonomi dan
persaingan yang dapat diatasi oleh kaum profesional berkat
dukungan informasi. 28.
c. Bergesernya kekuasaan,
Kecenderungan lain yang terjadi adalah bergesernya
kekuasaan, di mana kalangan profesional dan kelas manajerial (para
pekerja pengetahuan) menjadi kian dominan. Mereka adalah
individu-individu yang memahami bagaimana bekerja dengan
dukungan pengetahuan, sistem-sistem informasi, simulasi dan
berbagai teknik analitis yang terkait. Dalam aktivitas ekonomi, sosial
maupun politik, posisi kalangan profesional dan manager ini akan
semakin vital dalam proses pembuatan keputusan yang bukan
dilakukan secara intuitif, melainkan atas dasar kalkulasi rasional
yang berbasis pada data atau informasi yang akurat.29 .

D. Masyarakat Jaringan (Network Society) Pasca Industri

28Balasubramanian, at, al, 2006, “Retailer Perceptions ..., hlm. 39


29
Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi….., hlm. 157.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 198
Sosiologi Industri

1. Masyarakat Jaringan (Network Society)

Salah satu sumbangan baru untuk perkembangan teori sosial


modern yang mengkaji perkembangan teknologi dan revolusi
informasi setelah Daniel Bell adalah sebuah trilogi yang ditulis oleh
Manuel Castells (1996, 1997, 1998) dengan judul Information Age:
Economy, Society and Culture. Dalam bukunya, Castell
mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat,
kultur dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi
informasi, seperti televisi, komputer dan sebagainya.30

Revolusi informasi yang dimulai di Amerika pada tahun


1970an, bukan saja mengakibatkan terjadinya perubahan yang
dahsyat di bidang pengelolaan dan peran informasi, tetapi juga
melahirkan re-strukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis
yang memunculkan apa yang disebut oleh Castells sebagai
“kapitalisme informasional”, yang kemudian memunculkan istilah
"Masyarakat Informasi".

Munculnya kapitalisme informasional dan masyarakat


informasi ini didasarkan pada "informasionalisme", di mana sumber
utama produksi terletak pada kapasitas dalam penggunaan dan
pengoptimalan faktor produksi lebih berdasarkan informasi dan
pengetahuan daripada berdasarkan pada kekuatan modal. Menurut
Castells yang dimaksud dengan “informasionalisme” adalah sebuah
mode perkembangan di mana sumber utama produktivitas terletak
pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi
berbasis pengetahuan dan informasi.

30Ritzer George Ritzer. & Goodman, 2013. Eksplorasi dalam Teori


Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hlm. 208.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 199
Sosiologi Industri

2. Pandangan Manuel Castells: Tentang Masyarakat Jaringan

Dalam analisisnya, Castells (2000) mengembangkan


pemikirannya tentang masyarakat informasi dengan mengacu pada
lima karakteristik dasar teknologi informasi, yaitu:31

a. Teknologi informasi senantiasa bereaksi terhadap informasi.

b. Karena informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, maka


teknologi ini mempunyai efek pervasif.

c. Semua sistem yang menggunakan teknologi informasi


didefinisikan oleh “logika jaringan”.

d. Teknologi baru sangatlah fleksibel, dalam arti bisa dengan mudah


beradaptasi.

e. Teknologi informasi sangatlah spesifik, dengan adanya informasi,


maka bisa terpadu dengan suatu sistem yang terintegrasi.

Berbeda dengan pandangan Daniel Bell yang memprediksi


kehadiran masyarakat informasional dari struktur pekerjaan yang
cenderung makin didominasi pekerjaan di sektor jasa, Castells
menganalisis perubahan yang terjadi di masyarakat sesungguhnya
adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi yang
mempunyai efek pervasif, dan arti penting teknologi informasi itu
yang mampu mengembangkan logika jaringan di era perkembangan
perekonomian dan kehidupan masyarakat yang makin mengglobal.

Pada tahun 1980-an, menurut pengamatan Castell di


negara-negara maju muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi
informasional global baru yang semakin menguntungkan, dan

Castells, Manuel, 2000. The Rise of The Network Society. Victoria.


31

Australia: Blackwell Publishing, hlm. 28.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 200
Sosiologi Industri

ekonomi ini bersifat informasional karena produktivitas dan daya


saing dari unit-unit dan agen-agen dalam ekonomi ini secara
mendasar tergantung pada kapasitas mereka untuk menghasilkan,
memproses dan mengaplikasikan pengetahuan dan informasi secara
efisien melalui dukungan teknologi informasi yang ada.

Ekonomi informasional ini bersifat menglobal, dan melintasi


batas-batas negara, karena mempunyai kapasitas untuk bekerja
sebagai unit secara real time pada skala dunia (planetary). Dan
semua ini bisa terjadi karena adanya dukungan teknologi komunikasi
dan informasi yang memang memungkinkan siapa pun penggunanya
untuk menyiasati ruang dan waktu. Seorang pengusaha di sebuah
negara tertentu, di era ekonomi informasional, dalam hitungan detik
yang sama ia akan bisa membuat transaksi bisnis dengan rekan
usahanya yang ada di belahan dunia lain hanya dengan dukungan
telepon atau internet. Di era perekonomian yang makin menglobal,
sulit dibayangkan aktivitas perekonomian bisa berjalan tanpa
didukung teknologi informasi dan berbasis pada informasi.

Di era masyarakat informasi, satu hal yang penting adalah


apa yang disebut Castells sebagai “jaringan”. Fungsi-fungsi dan
proses dominan pada jaman informasi semakin terorganisir dalam
"jaringan" yang didefinisikan sebagai serangkaian "simpul yang
terkait satu sama lain". Jaringan tersebut bersifat terbuka, mampu
melakukan ekspansi tanpa batas, dinamis dan mampu berinovasi
tanpa merusak sistem. Dengan adanya "jaringan" ini, telah
memungkinkan kapitalisme dapat mengglobal dan terorganisir
berdasarkan aliran keuangan global. Perkembangan perusahaan
trans-nasional yang menggurita di berbagai negara, tidak akan
pernah bisa terjadi jika tidak didukung teknologi informasi yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 201


Sosiologi Industri

mampu memadukan jaringan kerja dan komunikasi secara


terintegrasi.

Dalam kajian yang dilakukan, Castells melihat bahwa


mengiringi bangkitnya ekonomi informasional global ini, konsekuensi
yang tidak terhindarkan adalah muncullah bentuk organisasional
baru yang disebut perusahaan jaringan (network enterprise). Yang
dimaksud perusahaan jaringan adalah bentuk spesifik perusahaan
yang sistem sarananya dibangun dari titik temu sejumlah segmen
sistem tujuan otonom. Perusahaan jaringan ini adalah perwujudan
dari kultur ekonomi informasional global yang memungkinkan
transformasi tanda-tanda ke komoditas.

Selain perusahaan jaringan, berseiring dengan tumbuhnya


masyarakat informasional, muncul pula perkembangan
kebudayaan virtual riil, yaitu satu sistem di mana realitas itu
sepenuhnya tercakup dan sepenuhnya masuk ke dalam setting citra
maya, di dunia fantasi, yang di dalamnya tampilan tidak hanya ada di
tempat dikomunikasikannya pengalaman, tetapi juga ada dalam
dunia maya. Ketika teknologi informasi makin berkembang dan lahir
masyarakat informasional, maka dunia boleh dikata telah memasuki
era masa tanpa waktu, di mana masyarakat menjadi didominasi oleh
proses daripada lokasi fisik.

Dalam kaitan ini, memasuki era "masa tanpa waktu". Di


belahan dunia manapun manusia berada, di sana yang namanya
informasi segera bisa tersedia dan diakses masyarakat. Tidak ada
regulasi dan kerangkeng besi yang bisa menahan laju dan
perkembangan informasi, karena dengan dukungan komputer dan
internet, maka orang-orang dengan bebas berselancar di dunia
tanpa batas mencari informasi apapun dan kapanpun juga.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 202
Sosiologi Industri

Manuel Castells, dalam bukunya yang terdiri dari tiga volume,


yaitu “The Information City, The New Economy and the Network
Society”, bukan hanya menganalisa struktur sosial baru, yaitu
masyarakat jejaring, dan mengkaji gerakan sosial dan proses politik,
dalam kerangka serta berinteraksi dengan masyarakat jejaring, tetapi
ia juga berusaha menginterpretasi proses makro-sosial, sebagai
hasil dari interaksi antara kekuatan jaringan dan kekuatan identitas,
yang fokus pada tema-tema seperti runtuhnya Uni Soviet,
kebangkitan Pasifik, atau proses berjalannya eksklusi sosial global
dan polarisasi, serta ia juga mengajukan sintesa teoritikal umum.
Kajian tentang Masyarakat Informasi terletak pada buku volume
pertamanya, yaitu pengenalan ciri-ciri utama dari apa yang
dianggapnya sebagai kemunculan struktur sosial yang dominan,
yaitu masyarakat jejaring, di mana ditemukannya karakteristik dari
kapitalisme informasional, yang terbentuk di seluruh dunia.

Menurut pandangan Castells (2000), kemunculan masyarakat


jejaring berasal dari konvergensi sejarah tiga proses independen,
yaitu: 32

a. Revolusi teknologi informasi, yang dibentuk sebagai paradigma di


tahun 1920-an,

b. Restrukturisasi kapitalisme dan statisme di tahun 1980-an,


dengan tujuan menyentuh kontradiksi mereka, dengan hasil akhir
yang benar-benar berbeda, dan

c. Gerakan sosial budaya tahun 1960-an, dan kemudian 1970-an,


khususnya feminisme dan ekologisme. Dalam analisisnya,
Castells menyatakan ketiga proses independen ini bukan saja

32 Castells, 2000. The Rise of The Network Society ….., hlm 138.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 203
Sosiologi Industri

menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang makin massif di


bidang informasi, tetapi juga berbagai konsekuensi yang
berdampak pada seluruh sendi kehidupan masyarakat dan
aktivitas ekonomi.

3. Implikasi atau dampak yang terjadi akibat konvergensi

Implikasi atau dampak yang terjadi akibat konvergensi tiga


proses, revolusi, restukturisasi, dan gerakan social budaya, yaitu:

a. Perekonomian Informasional

Yang dimaksud dengan perekonomian informasional pada


dasarnya adalah perekonomian perusahaan, perekonomian di suatu
wilayah atau negara, yang sumber produktifitas dan daya saingnya
sangat tergantung pada dukungan ilmu pengetahuan, informasi, dan
teknologi pengolahan yang mereka miliki, termasuk teknologi
manajemen dan manajemen teknologi. Perekonomian informasional
tidaklah sama perekonomian jasa pelayanan. Dalam perekonomian
informasional, bisa saja terjadi dalam pertanian informasional,
manufaktur informasional, dan jenis jasa pelayanan informasional
berbeda-beda. Sementara itu, banyak aktifitas jasa pelayanan,
terutama di negara-negara sedang berkembang, meski merupakan
bidang jasa, tetapi sama sekali bukan bersifat informasional karena
tidak bertumpu dan didukung oleh teknologi informasi.

b. Perekonomian Global

Pengertian perekonomian global tidaklah sama dengan


perekonomian dunia. Perekonomian global ini telah ada sebelumnya
di Barat, setidaknya sejak abad ke-16. Ekonomi global adalah
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 204
Sosiologi Industri

sebuah realitas baru yang hadir di era masyarakat informasional: ini


merupakan suatu ekonomi yang aktifitas intinya secara strategis
berpotensi kerja sebagai sebuah unit real time dalam skala luas.

Hal ini berlaku untuk pasar uang dan mata uang, jasa
pelayanan bisnis lanjutan, inovasi teknologi, manufaktur teknologi
tinggi, dan komunikasi media. Globalisasi ini pada kenyataannya
telah dikembangkan dengan sistem yang didasarkan pada teknologi
informasi dan komunikasi yang sudah semakin inovatif.

Perekonomian global kita tahu telah melanda ke seluruh


dunia, namun globalisasi bukanlah dunia itu , karena tidak semua
dunia tercakup di dalamnya. Faktanya, globalisasi tidak menyertakan
mayoritas populasi masyarakat di seluruh belahan dunia. Hal ini
ditandai dengan adanya kondisi geografi yang berbeda-beda.
Globalisasi memindai keseluruhan dunia, dan menghubungkan input
yang berharga, pasar, dan individu, sambil menghapus pekerja yang
tak memiliki keahlian dan pasar-pasar miskin. Bagi sebagian orang di
dunia, memang ada suatu perubahan, dari sudut pandang
kepentingan sistemik dominan, dari eksploitasi menuju
ketidakrelevansian struktural.

c. Jaringan Perusahaan

Ketika di masyarakat berkembang konektisitas ekonomi


global dan fleksibilitas kapitalisme informasional, maka di saat yang
sama lahirnya sebuah bentuk baru organisasi, yang merupakan
karakteristik dari aktivitas ekonomi, yang secara pelahan-lahan
memperluas ke domain dan organisasi lain, yaitu berupa jaringan
perusahaan. Ini tidaklah sama dengan perusahaan jaringan. Ini

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 205


Sosiologi Industri

merupakan sebuah jaringan yang terbentuk dari perusahaan atau


bagian dari perusahaan, atau dari bagian internal perusahaan.

Korporasi multinasional, dengan desentralisasi internalnya,


serta link-link-nya bersama jaringan anak perusahaan dan pemasok
di seluruh dunia, adalah salah satu bentuk dari jaringan perusahaan
ini. Termasuk aliansi strategis antar korporasi, jaringan bisnis kecil
dan menengah (seperti di Italia Utara atau Hong Kong), dan link-
up antar korporasi dan jaringan bisnis kecil melalui subkontrak
dan outsourcing.

Jaringan perusahaan adalah serangkaian hubungan khusus


antara perusahaan-perusahaan berbeda yang diatur ad hoc untuk
kepentingan proyek tertentu, dan kemudian direformasi atau
dibubarkan setelah tugasnya selesai, misalnya IBM, Siemens,
Toshiba. Unit efemeral ini, yaitu proyek di mana jaringan mitra
dibentuk, adalah unit operasi aktual dari perekonomian kita, unit
yang menggerakan laba atau rugi, unit yang menerima penghargaan
atau hukuman, serta unit yang merekrut atau memberhentikan,
melalui anggota organisasinya.

d. Transformasi Kerja dan Lapangan Pekerjaan

Pekerjaan adalah jantung dari semua sejarah transformasi


masyarakat, dan boleh dikata tidak ada pengecualian untuk hal ini.
Namun, datangnya jaman informasi adalah penuh dengan persoalan
tentang pekerjaan dan lapangan pekerjaan.

Akibat pengaruh variabel teknologi terhadap pekerjaan,


dimungkinkan terjadinya penggangguran di bidang teknologi di

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 206


Sosiologi Industri

beberapa negara, wilayah dan sektor lainnya, terutama di kalangan


populasi tak terdidik atau negara-negara dengan teknologi rendah,
terutama di daerah-daerah pedesaan. Hal ini menurut Castells,
(Stalder, 2008), memunculkan kecemasan dan kekhawatiran tentang
pekerjaan karena teknologi baru menjadi basis bisnis, yang
membuka peluang antara lain: 33

1) operasional pekerjaan berjalan secara otomat, perusahaan


menjalankan produksi di luar negeri atau melakukan
"outsource" pasokan atau mengadakan subkontrak dengan
perusahaan-perusahaan kecil; dan

2) pengembangan jaringan perusahaan dengan melakukan sub-


kontrak pekerjaan yang bersifat individual antara manajemen
dan pekerja serta secara ad hoc untuk waktu dan pekerjaannya

Perkembangan ini memunculkan kecenderungan


pertumbuhan lapangan pekerjaan mandiri, pekerjaan temporer dan
paruh waktu yang bisa dibayar sangat tinggi tergantung pada
kualitas kerja yang diberikan. Selanjutnya, perubahan paling nyata
dalam pekerjaan di era masyarakat informasi ini ialah
munculnya socialization/salarization pekerja.

Selain itu terjadi individualisasi kerja, di mana


tanggungjawab kerja makin menggerucut pada keahlian profesi
orang per orang, yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya
kekuatan tawar-menawar dari pekerja dan ini adalah ciri utama yang
menandai lapangan pekerjaan dalam masyarakat jejaring.

33Stalder, Philipp, et al. 2008. Swiss Information Literacy Standard.


Swiss: Swiss Universities, hlm. 61-65.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 207
Sosiologi Industri

Berbeda dengan era masyarakat industri di mana posisi


pekerja seringkali hanya dipandang sebagai kumpulan massal dari
para buruh yang acapkali tersubordinasi, di era masyarakat
informasi, munculnya berbagai profesi di bidang jasa pengolah
informasi dan orang-orang yang menguasai teknologi informasi,
umumnya memiliki posisi bargaining lebih dan dihargai
kompetensinya.

e. Polarisasi Sosial dan Eksklusi Sosial

Proses globalisasi, perkembangan jaringan bisnis, dan


individualisasi pekerjaan di satu sisi memang mempermudah
komunikasi dan kontrol dalam skala global. Tetapi, di saat yang
sama berbagai kemajuan itu juga memperlemah organisasi sosial
dan lembaga yang mewakili/melindungi pekerja di zaman informasi,
khususnya serikat pekerja dan kesejahteraan negara.

Tuntutan dan prasyarat bahwa pekerja di era informasi harus


memiliki keahlian dan pendidikan, dalam banyak kasus telah men-
devaluasi manusia pada pekerjaannya. Namun demikian, pekerja
profesional dan berkeahlian pun sebetulnya juga tidak selalu survive,
karena alasan kesehatan, usia, diskriminasi gender, atau kurangnya
kapasitas untuk beradaptasi dengan tugas atau posisi dan
perkembangan baru perusahaan. Di berbagai negara, menurut
Castells tidak terhindarkan munculnya trend kuat menuju
ketidaksetaraan yang semakin meningkat, polarisasi sosial dan
eksklusi sosial.

Di Amerika Serikat , ketidaksetaraan mengalami peningkatan


sampai periode pra 1920-an. Dalam banyak kasus, eksklusi sosial

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 208


Sosiologi Industri

telah menghasilkan kantung-kantung keterlantaran dengan banyak


titik masuk. Ini bisa berupa pengangguran dalam jangka panjang,
penyakit, buta huruf fungsional, status tanpa hukum, kemiskinan,
keretakan keluarga, krisis psikologi, tak mempunyai rumah, obat-
obatan, kejahatan, pemenjaraan, dan lain-lain. Ketika proses
eksklusi ini saling memperkuat satu sama lain, maka diperlukan
usaha besar untuk menarik keluar dari apa yang sebut sebagai
“lubang hitam” kapitalisme informasional. Di Amerika Serikat,
proporsi rakyat yang terperangkap dalam lubang hitam ini tumbuh
dengan cepat: bisa mencapai di atas 10 persen dari populasi.

Zaman Informasi memang tidak harus selalu menjadi jaman


menuju ketidaksetaraan, polarisasi dan eksklusi sosial. Namun untuk
saat ini bisa saja terjadi demikian.

f. Budaya Virtualitas Nyata

Di era masyarakat informasi, menurut Castells kita akan bisa


melihat kemunculan suatu pola yang sama yang berasal dari
perkembangan jaringan, fleksibilitas, dan komunikasi simbolik
(termasuk dalam sistem komunikasi ini, adalah: jaringan komunikasi
mediasi-komputer), dalam bentuk budaya yang sebenarnya diatur di
sekitar media elektronik. Jenis ekspresi budaya yang muncul
semakin meningkat dan dibentuk oleh dunia media elektronik.

Media ini secara luar biasa tumbuh pesat dan banyak


ragamnya: mengirimkan pesan sasaran ke segmen audiens tertentu
serta sesuai dengan keadaan audiens tertentu. Media semakin lama
semakin inklusif, menjembatani satu sama lain, mulai dari jaringan
TV sampai TV kabel atau satelit, radio, VCR, video musik, walkman,

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 209


Sosiologi Industri

yang dikoneksikan ke seluruh penduduk di berbagai belahan dunia,


dan meski berbeda-beda karena budaya, tetap membentuk hiperteks
dengan kapasitas inklusif luar biasa. Selanjutnya, dengan pelan
namun pasti, sistem media baru ini bergerak menuju interaktif,
khususnya apabila kita memasukan jaringan CMC (computer
mediated communication), beserta aksesnya ke teks, citra, dan
suara, yang akan melakukan link up dengan sistem media terbaru.

Di era masyarakat informasional terjadi pemusatan


oligopolistik dari grup-grup multimedia di sekeliling dunia, sementara
pada waktu yang bersamaan terdapat segmentasi pasar, dan
semakin meningkatnya interaksi oleh dan di kalangan individu yang
menerobos keseragaman audiens massa. Proses ini memicu
terbentuknya apa yang disebut Castells sebagai the culture of real
virtuality. Ini memang demikian, bukan realitas virtual, karena saat
kita menyimbolkan lingkungan, dengan menyusunnya ke alam
hiperteks yang inklusif, fleksibel, beraneka macam, di mana kita
bernavigasi setiap hari, virtualitas dari teks ini pada kenyataannya
adalah realitas kita, simbol di mana kita hidup dan berkomunikasi.

g. Politik

Di era masyarakat informasi, pengungkapan komunikasi


dalam ruang media yang fleksibel tidak hanya berpengaruh pada
budaya, tetapi pula memiliki dampak fundamental pada bidang
politik. Di berbagai negara, media telah menjadi ruang utama dari
para polititikus dan proses politik. Kendati tidak semua proses politik
terjadi melalui media, dan pembuat citra masih perlu berhubungan
dengan isu-isu nyata dan konflik sebenarnya. Namun tanpa
kehadiran signifikan dalam ruang media, para pelaku dan ide pun
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 210
Sosiologi Industri

akan cenderung terpinggirkan dalam politik. Kehadiran ini tidak


hanya berkaitan dengan peristiwa kampanye politik, tetapi pesan
sehari-hari di mana orang menerima oleh dan dari media.

Dalam mengaitkan antara informasi dan politik, Castells


(Stalder,2008) mencoba merumuskan beberapa pola yang
diketahuinya:34

1) Hingga sejauh ini orang menerima informasinya berdasarkan


pendapat politiknya, dan menyusun perilakunya melalui media,
terutama televisi dan radio;

2) Politik media perlu menyederhanakan pesan/proposal

3) Pesan paling sederhana adalah gambar. Gambar paling


sederhana adalah gambar orang.

4) Persaingan politik muncul sekitar personalisasi politik.

Senjata politik yang paling efektif adalah pesan-pesan


negatif. Pesan negatif yang paling efektif ialah pembunuhan karakter
terhadap kepribadian lawan. Politik skandal, di AS, Eropa, Jepang,
Amerika Latin, dan lain-lain adalah bentuk dominan dari perjuangan
politik.

Pemasaran politik adalah alat utama untuk memenangkan


persaingan politik dalam demokrasi politik. Dalam jaman jnformasi,
pemasaran politik ini melibatkan iklan media, telepon bank, sasaran
surat, pembuatan gambar, pengendalian gambar, kehadiran dalam
tahapan media untuk penampilan umum dan lain-lain. Ini akan
menghasilkan bisnis yang sangat mahal, jauh di luar cara tradisional

34 Stalder, 2008. Swiss Information………., hlm. 115-118.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 211
Sosiologi Industri

partai politik sehingga mekanisme pembiayaan politik ketinggalan


jaman, dan partai politik memanfaatkan akses ke kekuasaan sebagai
jalan untuk menggerakkan sumber demi mempertahankan
kekuasaan atau bersiap merebut kekuasaan itu.

h. Waktu Tiada Batas

Menurut Castells, dalam masyarakat jejaring, sebagai


struktur sosial dominan yang muncul di zaman informasi, yang terjadi
adalah “waktu tiada batas, ruang yang mengalir”.

Berlawanan dengan irama waktu biologis dari keberadaan diri


manusia, dan jam waktu yang menandai jaman industri, bentuk baru
dari waktu yang merupakan tanda dari logika dominan masyarakat
jejaring adalah “waktu tiada batas”. Ini didefinisikan dengan
menggunakan teknologi informasi/komunikasi baru dalam usaha
untuk meniadakan waktu, menekan tahun menjadi detik, detik
menjadi beberapa bagian terpisah lagi.

Selanjutnya, tujuan paling dasarnya adalah mengurangi


urutan waktu, termasuk masa lampau, kini, dan masa mendatang
dalam hiperteks yang sama, sehingga mengurangi ‘suksesi sesuatu’
yang menandai waktu, sehingga tanpa sesuatu dan tatanan
urutannya, maka tak ada lagi waktu di masyarakat. Kita
menghidupkan, sebagaimana dalam rangkaian jaringan komputer
dalam ensiklopedia pengalaman sejarah, semua indrawi kita pada
waktu yang bersamaan, sehingga mampu menata ulang waktu yng
ada sesuai dengan fantasi atau kepentingan kita.

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 212


Sosiologi Industri

i. Ruang Mengalir

Dalam buku yang ditulisnya, Castells mengajukan konsep


tentang "ruang mengalir" (Space of Flows), yaitu fungsi dominan
yang beroperasi berdasarkan pertukaran antara sirkuit elektronik
yang berhubungan dengan sistem informasi di lokasi yang jauh, yang
menjadi suatu "kekuatan penggerak" kegiatan berskala global seperti
pasar uang, media global, jasa pelayanan bisnis modern.

Layaknya suatu sistem transportasi, sistem ini merupakan


sistem transportasi cepat berbasis elektronik untuk memperkuat
interaksi jarak jauh yang mendukung aktivitas-aktivitas global,
seluruh aktivitas antar orang, dan aktivitas organisasi di manapun
berada.

Dengan kekuatannya, sistem ini bahkan bisa membangun


pola-pola lokasi suatu aktivitas global serta memperkuat kesatuan
operasinya dengan suatu logika konsentrasi/desentralisasi teritorial
yang serempak (a simultaneous logic of territorial concentration/
decentralization).

Pemikiran tentang konsep Space of Flows ini telah


digunakan Castells untuk menganalisa pola lokasi yang terbangun
dari suatu kegiatan operasi manufaktur teknologi tinggi dan jejaring
dari bisnis jasa modern di seluruh dunia yang menghasilkan suatu
sistem yang disebut sebagai "kota global" atau global city .35

35 Stalder, 2008. Swiss Information………., hlm. 148.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 213
Sosiologi Industri

Di mata Castells, (Stalder, 2008) istilah "ruang mengalir" ini


penting di era masyarakat informasi, karena: 36

1) Sirkuit elektronik tersebut tidak beroperasi dalam wilayah hampa.


Sirkuit ini menghubungkan kompleksitas produksi, manajemen,
dan informasi secara teritorial, meskipun makna dan fungsi dari
kompleksitas tersebut tergantung pada koneksinya dalam aliran
jaringan.

2) Keterhubungan teknologi ini adalah bersifat materi, yaitu


tergantung pada fasilitas telekomunikasi/transportasi khusus, dan
pada keberadaan serta kualitas sistem informasi, bahkan untuk
wilayah geografi yang sangat berbeda.

3) Makna dari "ruang" muncul seperti makna bagi "waktu". Lebih


jauh, konsep ini juga telah mampu menggiring ke arah
pengembangan suatu pemikiran lebih lanjut yang
bersifat futurology, seperti "penghapusan ruang", dan "akhir dari
kota", sehingga diperlukan upaya mengkonseptualisasikan
kembali bentuk-bentuk baru dari pengaturan spasial di bawah
paradigma perkembangan teknologi baru atau bahkan yang
terbaru.

36 Stalder, 2008. Swiss Information………., hlm. 163.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 214
Sosiologi Industri

BAB VI
Perubahan Perilaku Masyarakat
Industri ke Post-Industri

P erubahan sosial sebetulnya adalah sebuah


perubahan masyarakat yang terjadi karena dihela oleh
proses

berbagai kekuatan, baik modal, resistensi dan gerakan sosial


maupun perubahan yang dipicu oleh adanya perkembangan
teknologi dan informasi yang makin massif. Di setiap era, perubahan
sosial yang terjadi tak pelak telah dan akan melahirkan pola
hubungan baru, adaptasi baru dan karakteristik masyarakat yang
khas, yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya.

Konsep masyarakat informasi, pada awalnya dikembangkan


oleh Daniel Bell pada awal tahun 1970-an melalui prediksinya ketika
itu tentang masyarakat pasca industri (post-industrial society).
Pembahasan tentang masyarakat informasi ini kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Manuel Castells melalui konsepnya
tentang masyarakat jaringan (Network Society) dari karya-karyanya
dalam rentang waktu antara tahun 1996 hingga 1998.

Bagi pustakawan dan perpustakaan, terjadinya revolusi


informasi dan perkembangan masyarakat informasi ini tentu
merupakan tantangan tersendiri, dan perlu segera direspon agar
sebagai sebuah profesi maupun institusi, mereka bisa beradaptasi
dengan perubahan-perubahan baru yang berlangsung di sekitarnya.

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 173


Sosiologi Industri

A. Konsep Dasar Perubahan Perilaku Masyarakat


1. Pengertian Perubahan Perilaku
Manusia adalah makhluk yang berakal dan perilaku. Entitas
dan pengaruh manusia bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari.
Perilaku manusia akan berubah seiring berjalannya waktu, sehingga
contoh perubahan perilaku manusia dari waktu ke waktu memang
nyata adanya. Menurut Atkinson (1987), perubahan merupakan
kegiatan atau proses yang membuat seseorang berbeda dengan
sebelumnya.1
2. Indikator Perubahan Perilaku
Menurut Rogers, perubahan dapat terjadi tergantung dari
lima faktor yang menyebabkannya, yaitu:2
b. Perubahan harus mempunyai suatu keuntungan.
c. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nila yang ada di
masyarakat.
d. Kompleksitas
e. Dapat dibagi
f. Dapat dikomunikasikan
Perubahan perilaku ditentukan oleh konsep risiko. Penentu
respon individu untuk mengubah perilaku adalah tingkat beratnya
risiko atau penyakit. Secara umum, bila seseorang mengetahui ada
risiko terhadap kesehatan maka secara sadar orang tersebut akan
menghindari risiko. 3

1Atkinson, E. R. Hilgard. 1987. Pengantar Psikologi. Jilid 1. Edisi


Kedelapan. Jakarta: Erlangga., hlm. 86, 135-139
2Rogers, Shoemaker F. Floyd., 1986, Memasyarakatkan Ide-Ide

Baru. (diterjemahkan oleh Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha


Nasional, hlm. 181.
3Emilia, E. 2008. Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi pada

Remaja. Skripsi. Bogor. SPS-IPB., hlm. 32..


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 174
Sosiologi Industri

3. Teori Perubahan Perilaku


Lohrmann et,al.(2008), dengan teori perubahan perilaku The
Ecology Model of Health Behavior, menekankan pada perubahan
perilaku yang dipengaruhi oleh situasi lingkungan sekitar, yaitu
bahwa:4
a. Pendekatan perubahan perilaku digunakan pada pendekatan
perubahan perilaku yang pesan perubahan perilaku di bawa oleh
anak didik untuk merubah perilaku orang tua maupun
masyarakat. Informasi/ pesan yang diterima di dalam meja studi
diharapkan dapat diterima oleh orang tua maupun masyarakat.
b. Informasi/pesan menjadi keyakinan dan persepsi sebuah
kebenaran sehingga terjadi perubahan perilaku pada orang tua
atau masyarakat.
c. Perilaku seseorang atau masyarakat ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari
orang atau masyarakat yang bersangkutan.
d. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas
kesehatan terhadap kesehatan akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.
4. Proses Pebentukan/Perubahan Perilaku
Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu
sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi
dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting
dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan
dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan.

4Lohrmann et, al. 2008, “a Complementary Ecological Model of The


Coordinated School Health Program: Jounal: Public Health Report,
Vol. 123., hlm. 307.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 175
Sosiologi Industri

Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat


dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron
memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan
perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.
Persepsi ini, adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
pendengaran, penciuman dan sebagainya.
Para psikolog mengemukakan bahwa perilaku terbentuk dari
adanya interaksi antara domain trikomponen sikap yaitu interaktif
antara komponen kognitif, afektif dan domain konatif. Namun masih
terdapat kekeliruan yang menganggap komponen konatif salah satu
komponen dalam trikomponent sikap sebagai perilaku (behaviour),
sehingga perilaku dianggap sebagai salah satu komponen sikap
(aptitude).
Para psikolog telah membedakan perilaku dan sikap
sebagai dua gejala yang dapat berbeda satu sama lainnya. Lapiere
(Azwar, S. 2003), telah meneliti dan menghasilkan poskulat variasi
independent, intitemen yang dijelaskan dengan konsep adalah
bahwa sikap dan perilaku merupakan dimensi dalam diri individu
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. 5
Pemikiran ini didukung oleh Mueler (1998), yang
berpendapat bahwa: Komponen konatif dalam trikomponen sikap
tidak disamakan dengan perilaku. Komponen konatif merupakan
baru sebatas kecenderungan perilaku yang terkristalisasi dalam kata
akan, mau dan hendak. Sedangkan perilaku merupakan suatu
bentuk tidakan nyata dari individu yang dapat diukur dengan panca
indera langsung.6

5Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hlm. 53.
6 Muller, Daniel J, 1998, Mengukur Sikap Sosial pegangan untuk

peneliti dan. Praktisi, Jakarta, Bumi Aksara., hlm. 177.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 176
Sosiologi Industri

Untuk hal itu, Mueler (1998), menegaskan bahwa makna


behaviour adalah perilaku aktual sedangkan makna konatif adalah
trikomponen sikap sebagai “kecendrungan ”perilaku. Pemikiran ini
menunjukkan bahwa komponen konatif dalam trikomponen sikap
hanyalah salah satu penyebab pembentukan perilaku aktual. Ada
tiga asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia. (1)
perilaku itu disebabkan; (2) perilaku itu digerakan; dan (3) perilaku itu
ditujukan pada sasaran/tujuan”.7
Dalam hal ini berarti proses perubahan perilaku mempunyai
kesamaan untuk setiap individu, yaitu perilaku itu ada penyebabnya,
dan terjadinya tidak dengan spontan, dan mengarah kepada suatu
sasaran baik secara ekslusif maupun inklusif. “Perilaku pada
dasarnya berorientasi tujuan (goal oriented)”. Dengan perkataan lain,
perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu”.
Senada dengan itu Ndraha, merumuskan perubahan
perilaku dalam konteks operilaku organisasi, yaitu:8
a. Perilaku sebagai: Operasionalisasi dan aktualisasi sikap
seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap sesuatu
(situasi atau kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi
atau organisasi). Pengaruh lingkungan dalam pembentukan
perilaku adalah bentuk perilaku yang berdasarkan hak dan
kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab baik pribadi maupun
kelompok masyarakat.
b. Perilaku mendapat pengaruh yang kuat dari motif kepentingan
yang disadari dari dalam faktor intrinsik dan kondisi lingkungan
dari luar/faktor ekstrinsik atau exciting condition. Oleh karena itu

7 Muller, Daniel J, 1998, Mengukur Sikap….., hlm. 181.


8 Ndraha, Taliziduhu, 1999. Pengantar Teori Perilaku Organisasi,
Jakarta: Prenhallindo, hlm. 188.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 177
Sosiologi Industri

perilaku terbentuk atas pengaruh pendirian, lingkungan eksternal,


keperntingan yang disadari, kepentingan responsif, ikut-ikutan
atau yang tidak disadari serta rekayasa dari luar.
Lebih lanjut Kwick (Notoatmodjo, 2003), “perilaku adalah
"tindakan atau perbuatan organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari” Motif merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi atau penyebab timbulnya perilaku. 9
Untuk itu, Winardi mengemukakan bahwa motif-motif
merupakan “mengapa“ dan “perilaku” mereka muncul dan
mempertahankan aktifitas dan determinasi arah umum perilaku
seorang individu.10 Pada intinya dapat dikatakan bahwa motif-mitif
atau kebutuhan merupakan penyebab terjadinya tindakan-tindakan“.
Kekuatan motif merupakan alasan yang melandasi perilaku,
kekuatan motif cenderung menyusut, apabila ia terpenuhi atau
apabila terhalangi.
Sebelum terbentuknya suatu pola perilaku, seseorang
memiliki bentuk sikap dari suatu rangsangan yang datang dari luar
dalam bentuk aktifitas, kemudian dari sikap tersebut terbentuklah
perilaku (Baron). Sikap individu tersebut dalam bentuk pikiran dan
perasaan yang tidak kasat mata (intangible) membentuk pola
perilaku masyarakat sebagai perilaku yang tampak (tangible)
perilaku yang tidak tampak (innert, covert behaviour) dan perilaku
yang tampak (overt behaviour). Sarwono (2004), menyebutkan
aspek-aspek pikiran yang tidak kasat mata (covert behaviour
intangible) dapat berupa pandangan, sikap, pendapat dan
sebagainya. Bentuk kedua adalah perilaku yang tampak (overt

9Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan perilaku Kesehatan, Jakarta:


Rineka. Cipta., hlm. 103.
10Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Cetakan II.
Jakarta: Kencana Prenada. Media Group, hlm. 87.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 178
Sosiologi Industri

behavior, tangiable) yang biasanya berupa aktifitas motoris seperti


berpidato mendengar dan sebagainya. Haitu dapat dilihat pada
gambar 6.1, berikut:11

Gambar 6.1,
Pola terbentuknya Perilaku
5. Konteks Proses Pebentukan/Perubahan Perilaku Masyarakat
Manusia selalu mengalami perubahan-perubahan selama
hidup baik secara individu maupun secara kolektif dalam konteks
kehidupan bermasyarakat. Perubahan-perubahan, itu dapat berupa
perubahan dalam hal nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi
sosial dan lain sebagainya.12 Dalam hal ini, perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap,

11Sarwono, S. W. 2004. Psikologi Remaja. (Edisi Revisi 8) Jakarta:


Raja Grafindo Persada, hlm. 55.
12Sorjono Soekanto, 2006. Sosiologi Satu Pengantar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, hlm. 259.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 179
Sosiologi Industri

pola-pola perilaku diantara kelompok masyarakat disebut sebagai


perubahan sosial.
Sementara Alvin Toffler (1981), menjelaskan ada tiga
gelombang peradaban manusia antara lain:13 era agrikultur, industri
dan informasi.Perkembangan zaman yang begitu cepat dari
masyarakat agrikultur menuju masyarakat industri hingga menjadi
masyarakat informasi memang tak dapat dihindari, seiring dengan itu
terjadi perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
Dalam konteks ini, perubahan masyarakat agraris, dimana
sumber kekuasaan berupa tanah dan sumber daya alam, menjadi
masyarakat industri dimana penguasaan terhadap alat-alat produksi
menjadi alat kekuasaan dan pada akhirnya masa kini yang disebut
sebagai era informasi. Terminologi seperti information revolution,
globalization, postmodern society mulai menjadi wacana-wacana
intelektual yang menarik pasca penemuan komputer dan teknologi
digital ini. Hubungan sosial ataupun interaksi di dalam masyarakat
pun berubah total dari sebelumnya.
Modernitas merupakan proses perubahan sosial yang
diinisiasi dengan terlebih dahulu adanya proses industrialisasi. Selain
itu, ekspresi perlawanan terhadap nilai-nilai tradisional dan otoritas
disebut pula modern. Contoh perlawanan tersebut diandai dengan
lahirnya renaissance, reformasi protestantisme, scientific revolution
(abad 16 dan 17), dan revolusi industri. Modernitas melahirkan
masyarakat yang memiliki kepercayaan kuat pada science,
humanity, progress dan voluntarism. Modernisasi mencakup proses
yang sangat luas. 14 (Soekanto, 2006:303).

13Toffler, Alvin. 1981. The Third Wave. London: Pan Books Ltd., hlm.
114.
14Sorjono Soekanto, 2006. Sosiologi Satu…., hlm. 303.

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 180


Sosiologi Industri

Kadang-kadang batasnya tidak dapat ditetapkan secara


mutlak. Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu
transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra
modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola
ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara Barat yang
stabil. Modernisasi merupakan suatu bentuk perubahan sosial.
Biasanya perubahan sosial yang terarah (directed change) yang
didasarkan pada perencanaan.
Urbanisasi,stratifikasi kelas sosial, ideology, berkembangnya
konsep negara-bangsa, serta sistem birokrasi merupakan ciri dari
era modern. Perkembangan ilmu sosiologi sebagai disiplin akademik
dengan teori-teori perubahan sosial seperti positivism, functionalism,
marxism, dan interactionism merupakan karakteristik zaman modern.
Modernitas melihat dan menjelaskan masyarakat, perilaku manusia,
politik dan sesksualitas sebagai grand narratives atau master
narratives sementara para postmodernist menolak hal tersebut.
Mereka melakukan dekontruksi terhadap grand narratives, apa yang
dibentuk dan dikontruksikan masyarakat.
B. Perkembangan Perubahan Post Industrial
Postmodernism lahir karena konteks modernism sudah tak
lagi dipandang tepat. Apabila Modernism dijelaskan sebagai karakter
masyarakat barat dengan sebagai dampak dari adanya revolusi
Industri sementara postmodernism adalah era pasca revolusi
Industri. Masyarakat postmodern pun dapat disebut sebagai post-
industrial society.
Masyarakat ini bercirikan penuh dengan ketidakpastian,
tanpa identitas yang jelas dan kuat. Masyarakat ini dapat disebut
sebagai masyarakat postmodern, masyarakat yang terlahir pasca
modernisasi, masyarakat post-industrial society. Masyarakat yang
tidak lagi mencintai reasoning, masyarakat yang meyakini kebenaran
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 181
Sosiologi Industri

itu tidaklah mutlak namun kebenaran dapat diciptakan secara


personal dan relatif, masyarakat yang skeptis, masyarakat yang
melahirkan spiritualitas baru, masyarakat yang unik karena erat
kaitannya dengan media.
Perkembangan masyarakat post-industrial, dengan
dukungan teknologi dan revolusi informasi menjadikan hubungan
antara manusia dan media menjadi kompleks. Media tidak lagi hanya
mengungkap gagasan dan perasaan manusia, namun juga mengatur
gagasan dan menata perasaan manusia. Media membentuk
masyarakat, mengontruksi rasa dan persepsi masyarakat serta
menetukan apa yang dikonsumsi masyarakat.
Daniel Bell (1973), membandingkan tentang tiga
karakteristik era borjuasi dalam konteks produksi diantaranya pre-
industrial society, industrial-society, dan post-industrial society. Era
Post Industrial society ditandai pasca selesainya perang dunia ke II
dan bergesernya mode of production dari industri pabrik menuju
pemrosesan informasi. 15
Masyarakat postmodern juga telah menggeser konsensus
hubungan dan interaksi sosial dalam masyarakat. Dalam konteks ini
dikaitkan dengan orientasi politik, gerakan sosial di masyarakat
modern berbasis atas kelas dan ideologi, sementara terjadi new
social movement ala masyarakat postmodern dimana gerakan
mereka berbasis atas keberagaman, identitas dan pilihan seperti
gerakan feminisme, environmentalism, gay rights, animal rights, civil
rights dll. Manusia postomodern lebih menyukai gerakan berbasis
komunitas untuk memperjuangkan kepentingannya. Relativitas
postmodern meyakini kebenaran dapat diciptakan dan tidak mutlak

Bell, Danien. 1973. The Coming of Post-Industrial Society: A


15

Venture in Social. Forecasting. New York: Basic Books. Boynton.,


hlm. 14
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 182
Sosiologi Industri

sehingga realitas sosial dibentuk oleh kumpulan komunitas yang


berbeda-beda.
1. Masyarakat Pasca Industri (Post Industrial Society): Daniel
Bell

Melalui karyanya berjudul The Coming of Post


Industrial (1973) Daniel Bell meramalkan akan adanya "Masyarakat
Pasca Industri". Dalam karyanya tersebut, Bell menyebutkan bahwa
basis kekuatan masyarakat post-industrial berbeda dengan dua
jenis masyarakat sebelumnya, yaitu masyarakat pra industri dan
masyarakat industri. Bila kekuatan utama masyarakat pra-industri
terletak pada sumber daya alam, terutama lahan, dan masyarakat
industri pada mesin, maka dalam masyarakat post-industrial, 16

Bell berpendapat informasi serta teknologi informasilah


sebetulnya yang menjadi kekuatan utamanya. Tanpa memiliki
kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi
informasi, boleh dikata tidak akan mungkin masyarakat mampu
bertahan dan survive dalam melangsungkan kehidupannya. Bisa
dibayangkan, di era sekarang ini, bagaimana mungkin interaksi
masyarakat di era global dan perkembangan sektor perekonomian
bisa berlangsung jika tidak didukung teknologi informasi.

Dalam kajian dan perkembangan ilmu sosial, konsep


tentang Masyarakat Informasi dalam karya Daniel Bell sebenarnya
tidak muncul begitu saja dari hasil perenungan. Bell mengemukakan
prediksinya tentang kehadiran masyarakat informasi karena adanya
kecenderungan data ketika itu yang memperlihatkan perubahan yang
terjadi di masyarakat, terutama berkaitan dengan munculnya jenis-
jenis pekerjaan baru di masyarakat.

16
Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 17.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 183
Sosiologi Industri

Kecenderungan utama yang mengiringi proses terbentuknya


masyarakat pasca industri adalah kemunculan dan pesatnya
pertumbuhan berbagai jenis lapangan kerja yang berhubungan
dengan informasi, meningkatnya bisnis dan industri dengan produksi,
transmisi dan analisis informasi, serta meningkatnya sentralitas
peran para teknolog, yaitu para manajer dan profesional terdidik
yang memiliki keahlian khusus dalam mengolah dan memanfaatkan
informasi untuk keperluan pembuatan keputusan.

Berangkat dari argumennya bahwa mayoritas jenis


pekerjaan di masyarakat menentukan ciri penjelas suatu masyarakat,
maka Bell berusaha membedakan jenis-jenis pekerjaan dalam
evolusi masyarakat dari pra industrial hingga post-industrial. Bell
menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, pekerjaan di
sektor pertanian umumnya adalah mata pencaharian yang dominan
dan merupakan tempat masyarakat agraris menggantungkan
kehidupannya. 17

Sementara itu, dalam masyarakat industri, berbagai


pekerjaan di pabrik adalah mata pencaharian yang populer di
masyarakat, dan bahkan menjadi norma tersendiri karena sebagian
besar masyarakat umumnya telah menyadari bahwa mereka tidak
mungkin hanya menggantung kehidupannya dari sektor pertanian di
tengah munculnya berbagai pabrik dan industri yang makin massif.
Dalam masyarakat pasca-industri, pekerjaan yang dominan
umumnya adalah pekerjaan di bidang jasa pelayanan, terutama

17
Balasubramanian, R. & Webster, J., 2006, “Retailer Perceptions on
Apparel Sizing. Issues and Customer Satisfaction” ANZMAC 2006
Conference Proceedings. New Zealand: ANZMAC, hlm. 30
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 184
Sosiologi Industri

pekerjaan yang berbasis pada pengolahan informasi dan


pemanfaatan teknologi informasi.

2. Tahapan Perkembangan Masyarakat Pasca Industri

Secara lebih rinci, tahap-tahap perkembangan masyarakat


menurut Daniel Bell adalah sebagai berikut:18

a. Pertama, masyarakat pra-industri.

Dalam buku The Coming of Post-Industrial Society, Bell


(1973) menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri,
angkatan kerja yang ada umumnya banyak terlibat dalam industri-
industri ekstraktif, yaitu meliputi pertambangan, perikanan,
kehutanan, pertanian. Ketika sumber daya alam melimpah, dan
orang tidak terlalu harus bergantung pada teknologi untuk
memperoleh sesuatu, maka kehidupan utama penduduk di era pra-
industrial umumnya adalah bergantung dan banyak bersinggungan
dengan alam.

Orang bekerja dengan kekuatan ototnya dengan cara-cara


yang telah diwarisinya, dan indrawi orang terhadap dunia terkondisi
sedemikian rupa tergantung pada elemen-elemen seperti musim,
sifat dari tanah, dan jumlah air. Ritme kehidupan masyarakat di era
pra-industrial lebih cenderung dibentuk oleh siklus dan ritme alam,
sehingga jenis pekerjaan penduduk pun umumnya sangat tergantung
pada alam, yang produktifitasnya rendah, dan ekonomi pun terkait
dengan wujud alam dan fluktuasi harga bahan baku dalam ekonomi
dunia.

Unit kehidupan sosial yang berkembang pada masyarakat


pra-industrial adalah perluasan dari rumah tangga. Secara umum, di

18
Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 19.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 185
Sosiologi Industri

masyarakat pra-industrial kesejahteraan belum dan tidak mudah


tercapai, karena warga masyarakat yang ada cenderung hanya bisa
memenuhi kebutuhan pangan untuk dirinya sendiri.

Di era masyarakat pra-industrial, sering terjadi jasa


pelayanan domestik menjadi murah dan berlimpah-ruah. Di Inggris,
menurut Daniel Bell, sampai periode Victorian Pertengahan,
kelompok pekerja terbesar tunggal dalam masyarakat ialah
pembantu rumah tangga. Masyarakat pra-industri adalah masyarakat
agraria yang terstruktur dalam cara-cara yang rutin dan dikelola oleh
otoritas tradisional.

b. Kedua, masyarakat industri

Dalam masyarakat industri – yang secara geografis menurut


Bell umumnya berada di wilayah negara-negara Atlantik Utara
ditambah Uni Soviet dan Jepang – mereka umumnya adalah
masyarakat penghasil barang. Berbeda dengan masyarakat pra-
industrial yang kehidupannya lebih banyak dikendalikan alam,
kehidupan masyarakat industri ibaratnya adalah sebuah permainan
bersama fabrikasialam yang bersifat teknis dan rasional.

Modernisasi dan kehadiran berbagai perangkat teknologi


produksi atau mesin sangat mendominasi, dan ritme kehidupan
masyarakat umumnya dipacu secara mekanis. Keberadaan tenaga
manual yang harus bersaing dengan teknologi modern,
menyebabkan ritme kehidupan masyarakat lantas lebih sering
menyesuaikan diri dengan irama mesin daripada irama kehidupan
manusia itu sendiri.

Di era masyarakat industrial, penemuan energi dan mesin-


mesin telah menggantikan kekuatan otot dan kehadiran listrik yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 186


Sosiologi Industri

merupakan dasar bagi produktifitas merupakan tanda dari


masyarakat industri. Di masyarakat industri, keahlian diuraikan ke
dalam komponen-komponen yang lebih sederhana, yaitu ahli teknik,
yang bertanggungjawab atas tata letak dan aliran kerja, serta pekerja
setengah ahli.

Dalam proses perkembangan masyarakat industri, bukan


tidak mungkin di satu titik tertentu, kehadiran mesin yang diciptakan
manusia nantinya justru akan menggantikan diri manusia, karena
dirasakan lebih produktif dan tak berperasaan. Di masyarakat
industrial, sering terjadi manusia lantas hanya diperlakukan sebagai
“benda”, sehingga tak jarang terjadi apa yang disebut proses
eksploitasi dan alienasi.

c. Ketiga, masyarakat pasca-industri atau post-industrial.

Masyarakat yang disebut Bell sebagai masyarakat


informasi ini umumnya didasarkan pada jasa pelayanan dan keahlian
profesional. Berbeda dengan kaum petani dan buruh yang hanya
mengandalkan pada kekuatan otot secara manual, di era masyarakat
post-industrial, aktivitas perekonomian dan bahkan kehidupan sosial-
politik umumnya banyak dipengaruhi bukan hanya energi, tetapi juga
informasi.

Pelaku utamanya disebut kaum profesional, karena


mereka dalam bekerja berbekal dan dilengkapi dengan pendidikan
dan kepelatihannya, sehingga memperoleh jenis keahlian yang
semakin dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri.

Berbeda dengan masyarakat industri yang ditandai dengan


kuantitas barang sebagai tanda dari standar kehidupan, maka
masyarakat pasca-industri ditandai dengan kualitas kehidupan yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 187


Sosiologi Industri

diukur oleh jasa dan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, rekreasi,


dan seni yang sekarang memang dikehendaki dan menjadi
dambaan bagi siapa saja.

3. Ttransformasi Masyarakat Pasca Industri

Menurut Daniel Bell, dalam transformasi masyarakat


industri menuju pasca-industri, melalui beberapa tahapan berbeda,
yaitu: 19

a. Perluasan transportasi

Dalam perkembangan dasar masyarakat industri terdapat


perluasan transportasi dan utilitas umum yang diperlukan sebagai
jasa tambahan di dalam menggerakan barang serta semakin
bertambah besarnya penggunaan energi, dan adanya peningkatan
pada non-manufaktur tapi masih membutuhkan pekerja kasar.

b. Peningkatan distribusi (besar maupun retail),

Dalam konsumsi massal terhadap barang dan


pertumbuhan populasi, terdapat peningkatan pada distribusi (besar
maupun retail), dan keuangan, real-estate, serta asuransi, yang
merupakan pusat-pusat dari pekerjaan kantoran.

c. Menaiknya pendapatan

Ketika naiknya pendapatan nasional, orang menemukan


bahwa proporsi uang untuk makanan di rumah mulai menurun, dan
sebaliknya terjadi peningkatan proporsi uang yang digunakan untuk
membeli bahan-bahan tahan lama (pakaian, rumah, mobil),
selanjutnya item-item mewah, rekreasi dan seterusnya.

19Balasubramanian, at, al,, 2006, “Retailer Perceptions ..., hlm. 35


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 188
Sosiologi Industri

C. Kecenderungan Menuju Masyarakat Pasca Industri

1. Hakikat Perubahan Masyarakat dari Industrial ke Post-


Industrial

Pergeseran masyarakat dari tahap industrial ke post-


industrial sudah barang tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Salah
satu indikasi terpenting ketika itu adalah bergesernya sebagian besar
angkatan kerja dari sektor pertanian (sektor primer) dan manufaktur
(sektor sekunder) ke sektor-sektor jasa (sektor tersier).
Perkembangan lapangan kerja di bidang informasi, khususnya di
lingkungan kantoran yang melahirkan pekerja “kerah putih” ikut
menopang pesatnya pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut.

Pekerjaan di bidang informasi itu sendiri sangat beragam,


mulai dari pemrograman dan pembuatan perangkat lunak komputer
hingga ke pengajaran dan penelitian berbagai hal yang berkaitan
dengan pengelolaan informasi dan dampak perkembangan teknologi
informasi. Industri-industri informasi seperti penyedia jaringan data,
dan jasa-jasa komunikasi merupakan pekerjaan di bidang informasi
yang tumbuh di era masyarakat post-industrial dan semua itu
membuat pekerjaan informasi menjadi pilar terpenting
perekonomian.20

Tentang kecenderungan munculnya berbagai pekerjaan di


sektor jasa, khususnya bidang informasi, dalam The Coming of Post
Industrial Society, Daniel Bell (1976) lebih rinci mengemukakan
bahwa setelah pergantian abad, hanya ada tiga pekerja dari setiap
sepuluh pekerja dalam negeri bekerja dalam industri jasa dan tujuh

Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial.


20

Jakarta: Rajawali Press., hlm. 151


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 189
Sosiologi Industri

dari sepuluh pekerja terlibat dalam produksi barang. Sampai tahun


1950-an, proporsi tersebut menjadi lebih seimbang. Memasuki tahun
1968, proporsi berubah sehingga enam dari setiap sepuluh pekerja
bekerja dalam bidang jasa.

Kemudian pada tahun 1980-an, dengan naiknya dominansi


jasa pelayanan, nyaris tujuh dari setiap sepuluh pekerja bekerja
dalam industri jasa. Antara tahun 1900 dan 1980, dengan keadaan
terbalik dari proporsi antar sektor, terjadi dua perubahan struktural
dalam perekonomian Amerika: pertama, perubahan ke bidang jasa,
dan kedua, naiknya sektor publik sebagai bidang utama lapangan
pekerjaan.

Menurut fakta sejarah yang terjadi, perubahan lapangan


pekerjaan ke bidang jasa memang bukan merupakan perubahan
yang sifatnya instant, tiba-tiba hadir melangkahi trend jangka
panjang perkembangan masyarakat sebelumnya. 21

a. Di Amerika, sebagaimana dikaji Bell, dari tahun 1870 sampai


1920, terjadi perpindahan pekerjaan masyarakat dari bidang
pertanian ke industri: lapangan pekerjaan dalam bidang jasa naik
cepat dalam bidang industri dan peningkatan besar dalam bidang
jasa berada pada bidang-bidang tambahan dari transportasi,
utilitas, dan distribusi. Ini adalah periode sejarah dari
industrialisasi dalam kehidupan bangsa Amerika. Namun, setelah
tahun 1920, tingkat pertumbuhan pada sektor non-pertanian
mulai melandai. Lapangan pekerjaan industri masih meningkat
jumlahnya, tetapi proporsi dari total lapangan pekerjaan

21Waters, T.S and Putz-Anderson, V. 1996. Manual Material


Handling, Edited by Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D., 1996.
Occupational Theory and Applications. New York: Marcel Dekker
Inc., hlm. 109.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 190
Sosiologi Industri

cenderung menurun, ketika lapangan pekerjaan dalam bidang


jasa mulai tumbuh dengan tingkat yang lebih cepat, dan dari
tahun 1968 sampai 1980, apabila kita mengambil bidang
manufaktur sebagai kunci utama bagi sektor industri, maka
tingkat pertumbuhan akan kurang sampai separuh angkatan kerja
secara keseluruhan.

b. Perubahan besar dalam dunia ketenagakerjaan mulai terjadi di


tahun 1947, setelah Perang Dunia II. Pada saat itu, lapangan
pekerjaan di Amerika benar-benar seimbang. Namun semenjak
usai Perang Dunia II, tingkat pertumbuhan mulai terbagi ke dalam
pola baru yang dipercepat. Dari tahun 1947 sampai 1968 terdapat
pertumbuhan sekitar 60 persen pada lapangan pekerjaan jasa
pelayanan, sementara lapangan pekerjaan dalam industri
penghasil barang meningkat lebih kurang hanya 10 persen. Di
mata Daniel Bell, perkembangan sektor jasa yang luar biasa ini
mengejutkan, sekaligus merupakan indikasi terjadinya
pergeseran tahap perkembangan masyarakat menuju
masyarakat informasi.

c. Di Amerika, pertumbuhan paling penting dalam lapangan


pekerjaan sejak tahun 1947 adalah pemerintahan. Satu dari
setiap enam pekerja Amerika saat ini bekerja pada satu dari
80.000 atau lebih badan yang mendukung pemerintahan Amerika
Serikat di waktu itu. Di tahun 1929, tiga juta orang bekerja di
pemerintahan – atau sekitar 16 persen dari angkatan kerja yang
ada. Sampai tahun 1980, gambaran tersebut naik menjadi tujuh
belas juta orang atau 17 persen dari angkatan kerja. Namun
demikian, di luar pemerintahan, perlu dicatat bahwa jasa
pelayanan umum adalah bidang lapangan pekerjaan kedua yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 191


Sosiologi Industri

tumbuh paling cepat antara tahun 1947 dan 1968, dan sekitar 10
persen dari lapangan pekerjaan pada jasa pelayanan umum
adalah lembaga-lembaga pendidikan swasta. Pekerjaan di bidang
jasa pendidikan secara keseluruhan, baik negeri maupun swasta,
mencapai 8 persen dari total lapangan pekerjaan di Amerika
Serikat. Dalam jasa pelayanan umum, kategori terbesarnya
adalah jasa pelayanan medik, di mana lapangan pekerjaan naik
dari 1,4 juta ditahun 1958 menjadi 2,6 juta pada dekade
kemudian.

d. Menyebarnya berbagai pekerjaan di bidang jasa pelayanan,


khususnya dalam perdagangan, keuangan, pendidikan,
kesehatan, dan pemerintahan, menggambarkan betapa pesat
perkembangan masyarakat pekerja kantoran (white-collar
workers). Namun demikian, Bell juga menegaskan bahwa semua
jasa pelayanan yang muncul tidak berarti pekerja kantoran,
karena jasa-jasa tersebut juga meliputi pekerja transportasi dan
bengkel mobil. Sebaliknya, tidak semua manufaktur adalah
pekerjaan buruh (blue-collar workers).

e. Di tahun 1970, komponen pekerjaan kantoran dalam bidang


manufaktur profesional, manajerial, tata buku, dan penjualan--
hampir mencapai 33 persen dari angkatan kerja yang ada,
sementara 69 persennya adalah pekerja buruh (6.055.000
pekerja kantoran dan 13.400.000 pekerja buruh). Sampai tahun
1975 komponen pekerja kantoran mencapai 34,5 persen. Di
dalam angkatan kerja pekerja buruh terdapat perubahan stabil
dan berbeda-beda dari pekerjaan produksi langsung ke pekerjaan
non-produksi, karena semakin banyak pekerjaan menjadi
pekerjaan otomatis dan di dalam pabrik, pekerja yang dibutuhkan

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 192


Sosiologi Industri

adalah pekerja yang berkaitan dengan mesin, seperti perbaikan


dan pemeliharaan mesin, daripada pekerjaan perakitan.

f. Di tahun 1980, total angkatan kerja bidang manufaktur mencapai


sekitar 22 juta orang atau 22 persen dari angkatan kerja pada
saat itu. Namun dengan penyebaran luas perkembangan
teknologi seperti alat mesin kontrol numerik, komputer elektronik,
instrumentasi, dan kontrol otomatik, maka proporsi dari pekerja
produksi langsung menjadi menurun stabil.

Terlepas apapun perubahan yang terjadi, dan seberapa


besar proporsi pekerjaan di bidang jasa yang tumbuh, perubahan
menjadi masyarakat pasca-industri sesungguhnya tidak hanya
ditandai dengan perubahan pada sektor distribusi, tempat di
mana orang bekerja, namun juga pada pola pekerjaan,
yaitu jenis pekerjaan yang mereka kerjakan. Di Amerika, sejak tahun
1920, kelompok pekerja kantoran menjadi kelompok pekerja dengan
pertumbuhan tercepat dalam masyarakat, dan ini terus berlanjut
sampai tahun 1956, dan untuk kali pertama kelompok ini melampaui
lapangan pekerjaan dari pekerja buruh. Sampai tahun 1980, rasionya
adalah sekitar 5:3 untuk pekerja kantoran. 22

Dengan kenyataan ini, perubahan yang terjadi di masyarakat


Amerika sesungguhnya adalah sangat dramatis, meski kadangkala
tersamar karena hingga kini keseluruhan jumlah dari pekerja
kantoran adalah para wanita pada bidang pembukuan atau
penjualan; dan di masyarakat Amerika, sebagaimana pada
masyarakat lainnya, status keluarga masih dinilai berdasarkan
pekerjaan laki-laki.

22Waters, T.S, at, al. 1996. Manual ….., hlm. 110.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 193
Sosiologi Industri

2. Makna Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri


Selain pergeseran okupasi, kecenderungan lain yang
mengiringi munculnya masyarakat pasca industri di Amerika dan di
berbagai belahan dunia yang lain adalah meningkatnya arti penting
pengetahuan termasuk informasi dan pengetahuan teoritis serta
metodologis dan kodifikasinya yang menjelma dalam manajemen
institusi-institusi sosial dan ekonomi. Dalam masyarakat pasca
industri yang terpenting adalah penyusunan prediksi, perencanaan
dan pengelolaan organisasi. Lebih jauh, menurut Bell, kompleksitas
dan besarnya skala sistem-sistem sosial dan ekonomi menuntut
adanya perencanaan dan peramalan sistematik yang lebih baik yang
tidak bisa lagi diperoleh dari survei dan eksperimen biasa, tetapi
perlu didukung oleh pengelolaan dan pengolahan informasi yang
akurat dan senantiasa up to date. 23
Meski Bell mengemukakan prediksi perkembangan
masyarakat hanya dengan berbasis pada data sekunder pergeseran
okupasi di masyarakst, namun demikian Bell dengan tegas berani
menyatakan bahwa perkembangan berbagai pekerjaan di bidang
jasa informasi adalah bukti yang kuat, yang menunjukkan bahwa
masyarakat pasca-industri tak pelak adalah identik dengan
masyarakat informasi,24 sehingga ’ekonomi jasa pelayanan’
menandakan tibanya era pasca-industrialisme.
Di atas telah dipaparkan bahwa di setiap tahapan
perkembangan masyarakat, telah muncul karakter kehidupan dalam
epos yang berbeda. Dalam masyarakat pra-industri, kehidupan
adalah ’permainan terhadap alam’ di mana orang bekerja dengan
lebih banyak mengandalkan kekuatan ototnya.

Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi….., hlm. 152.


23

Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 22.


24

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 194


Sosiologi Industri

Sementara dalam era industri, di mana kehadiran ’mesin


mendominasi’ dalam wujud ’teknik dan rasionalisasi’, kehidupan
adalah ’permainan terhadap alam fabrikasi’. Berlawanan dengan
keduanya ini, kehidupan dalam masyarakat pasca-industri yang
didasarkan pada jasa pelayanan, yang terjadi adalah permainan
antar manusia, di mana apa yang penting bukanlah kekuatan otot
atau tenaga, melainkan informasi. 25.
Dengan kata lain, ketika orang berjuang untuk hidup dari
lahan tanah dan tergantung pada cara-cara tradisional untuk bekerja
(pra-industrialisme), dan kemudian orang terikat dengan mesin
produksi (industrialisme), dengan kemunculan masyarakat jasa
pelayanan/pasca-industri, maka mayoritas materi pekerjaann
umumnya adalah berkaitan dengan informasi, termasuk bagaimana
mengelola dan mengolah informasi untuk kepentingan kehidupan
sosial, ekonomi maupun politik.
Dalam konteks hubungan dan interaksi antarmanusia,
termasuk kompetisi yang berlangsung antar mereka, informasi
adalah sumber daya dasarnya. Berbagai profesi yang lahir di
era post-industrial, seperti bankir, pendidik, konsultan, bagian
pemasaran perusahaan, dan lain sebagainya, pada dasarnya adalah
profesi yang termasuk ke dalam pekerjaan jasa pelayanan atau
pekerjaan informasi. Oleh karenanya, dominasi lapangan pekerjaan
jasa pelayanan menimbulkan kuantitas informasi yang semakin
bertambah banyak. Daniel Bell membedakan tiga jenis pekerjaan
dalam masyarakat, yaitu aktivitas ekstraktif, fabrikasi dan informasi.

25 Bell, Danien. 1973. The Coming…….., hlm. 25.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 195
Sosiologi Industri

3. Alasan Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri

Di era masyarakat post-industrial, lapangan pekerjaan


yang dominan dan terus bertambah tak pelak adalah pekerjaan
informasi. Daniel Bell memprediksi bahwa pekerjaan di bidang jasa
informasi ini akan menjadi penopang utama kehidupan masyarakat
di era global seperti sekarang, karena beberapa alasan. 26
a. Pekerjaan informasi adalah lapangan pekerjaan kerah-putih yang
berhubungan dengan manusia daripada benda, serta menjanjikan
kepuasan kerja lebih besar daripada sebelumnya.
b. Bell mengklaim bahwa di dalam pekerjaan profesional sektor jasa
pelayanan, yaitu akuntansi, lebih dari 30 persen angkatan
kerjanya adalah mereka yang lahir akhir tahun 1980-an. Ini
artinya bahwa ’orang pusat’ dalam masyarakat post-
industrial adalah kaum profesional, karena mereka telah
dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihan, sehingga mampu
memberikan keahlian yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat
pasca-industri’.
c. ’inti dari masyarakat pasca-industri ialah jasa pelayanan teknik
profesionalnya’, di mana ’ilmuwan dan insinyur adalah mereka
yang membentuk kelompok utama dalam masyarakat pasca-
industri. Keempat, ini adalah segmen jasa pelayanan tertentu
yang ’menentukan bagi masyarakat pasca-industri’. Mereka
adalah para profesional dalam bidang kesehatan, pendidikan,
penelitian dan pemerintahan, di mana kita mampu menyaksikan
’perluasan intelegensia baru di universitas, organisasi penelitian,
profesi, dan pemerintahan’.

26Waters, T.S, at, al,1996. Manual Material ……, hlm. 110.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 196
Sosiologi Industri

4. Ciri-ciri Perubahan Penting Pada Masyarakat Pasca Industri


Secara garis besar, sejumlah perubahan penting yang
terjadi di masyarakat post-industrial adalah: 27

a. Kehadiran pekerjaan yang lebih professional

Peranan lebih besar pada intelektual, kepentingan lebih


ditempatkan pada kualifikasi, dan lapangan pekerjaan lebih bersifat
orang-ke-orang. Ini tidak hanya memberikan prospek yang lebih
menarik, tetapi juga meningkatkan peranan informasi/pengetahuan.

Berbeda dengan era kapitalis di mana aktivitas


perekonomian berkembang lebih ditentukan olehlaissez-faire atau
dalam istilah Adam Smith sebagai ”tangan-tangan tuhan yang tidak
kelihatan”, di era masyarakat post-industrial, peran informasi menjadi
sangat penting karena para profesional tidak lagi memandang pasar
bebas sebagai hal yang selalu sulit diprediksi, melainkan mereka
akan memahami dinamika pasar dengan perkiraan, strategi dan
perencanaan.

Tanpa didukung pengetahuan dan informasi, tidaklah


mungkin para profesional akan mampu membuat prediksi dan
perencanaan untuk mengantisipasi dinamika pasar bebas. Oleh
sebab itu, sangatlah wajar jika di era masyarakat post-industrial,
peran informasi lantas berkembang menjadi sangat penting, dan
bahkan menentukan.
b. Para Cendekiawan Tidak lagi perhatian pada laba dan rugi
Di era pasca industri, para cendekiawan umumnya tidak
lagi perhatian pada laba dan rugi, yang menjadi persoalan adalah

27
Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi….., hlm. 155..
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 197
Sosiologi Industri

bagaimana memastikan dan mempersiapkan perkembangan


pengetahuan anak muda, karakter sekaligus keahlian.
Dokter tidak lagi menganggap pasien sebagai jumlah
penghasilan X. Dalam masyarakat pasca-industri, orang tidak
diperlakukan sebagai unit (nasib dari pekerja industri di era ketika
perhatian utamanya adalah mesin dan uang), melainkan keuntungan
dari jasa pelayanan profesional yang berorientasi pada orang yang
dalilnya ada pada kebutuhan klien.
Berbagai pertimbangan baru, seperti kepedulian terhadap
pelestarian lingkungan, perhatian terhadap orang-orang berusia
lanjut, prestasi pendidikan yang harus melebihi vokasional,semuanya
merupakan preseden atas persoalan persoalan output ekonomi dan
persaingan yang dapat diatasi oleh kaum profesional berkat
dukungan informasi. 28.
c. Bergesernya kekuasaan,
Kecenderungan lain yang terjadi adalah bergesernya
kekuasaan, di mana kalangan profesional dan kelas manajerial (para
pekerja pengetahuan) menjadi kian dominan. Mereka adalah
individu-individu yang memahami bagaimana bekerja dengan
dukungan pengetahuan, sistem-sistem informasi, simulasi dan
berbagai teknik analitis yang terkait. Dalam aktivitas ekonomi, sosial
maupun politik, posisi kalangan profesional dan manager ini akan
semakin vital dalam proses pembuatan keputusan yang bukan
dilakukan secara intuitif, melainkan atas dasar kalkulasi rasional
yang berbasis pada data atau informasi yang akurat.29 .

D. Masyarakat Jaringan (Network Society) Pasca Industri

28Balasubramanian, at, al, 2006, “Retailer Perceptions ..., hlm. 39


29
Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi….., hlm. 157.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 198
Sosiologi Industri

1. Masyarakat Jaringan (Network Society)

Salah satu sumbangan baru untuk perkembangan teori sosial


modern yang mengkaji perkembangan teknologi dan revolusi
informasi setelah Daniel Bell adalah sebuah trilogi yang ditulis oleh
Manuel Castells (1996, 1997, 1998) dengan judul Information Age:
Economy, Society and Culture. Dalam bukunya, Castell
mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat,
kultur dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi
informasi, seperti televisi, komputer dan sebagainya.30

Revolusi informasi yang dimulai di Amerika pada tahun


1970an, bukan saja mengakibatkan terjadinya perubahan yang
dahsyat di bidang pengelolaan dan peran informasi, tetapi juga
melahirkan re-strukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis
yang memunculkan apa yang disebut oleh Castells sebagai
“kapitalisme informasional”, yang kemudian memunculkan istilah
"Masyarakat Informasi".

Munculnya kapitalisme informasional dan masyarakat


informasi ini didasarkan pada "informasionalisme", di mana sumber
utama produksi terletak pada kapasitas dalam penggunaan dan
pengoptimalan faktor produksi lebih berdasarkan informasi dan
pengetahuan daripada berdasarkan pada kekuatan modal. Menurut
Castells yang dimaksud dengan “informasionalisme” adalah sebuah
mode perkembangan di mana sumber utama produktivitas terletak
pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi
berbasis pengetahuan dan informasi.

30Ritzer George Ritzer. & Goodman, 2013. Eksplorasi dalam Teori


Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hlm. 208.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 199
Sosiologi Industri

2. Pandangan Manuel Castells: Tentang Masyarakat Jaringan

Dalam analisisnya, Castells (2000) mengembangkan


pemikirannya tentang masyarakat informasi dengan mengacu pada
lima karakteristik dasar teknologi informasi, yaitu:31

a. Teknologi informasi senantiasa bereaksi terhadap informasi.

b. Karena informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, maka


teknologi ini mempunyai efek pervasif.

c. Semua sistem yang menggunakan teknologi informasi


didefinisikan oleh “logika jaringan”.

d. Teknologi baru sangatlah fleksibel, dalam arti bisa dengan mudah


beradaptasi.

e. Teknologi informasi sangatlah spesifik, dengan adanya informasi,


maka bisa terpadu dengan suatu sistem yang terintegrasi.

Berbeda dengan pandangan Daniel Bell yang memprediksi


kehadiran masyarakat informasional dari struktur pekerjaan yang
cenderung makin didominasi pekerjaan di sektor jasa, Castells
menganalisis perubahan yang terjadi di masyarakat sesungguhnya
adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi yang
mempunyai efek pervasif, dan arti penting teknologi informasi itu
yang mampu mengembangkan logika jaringan di era perkembangan
perekonomian dan kehidupan masyarakat yang makin mengglobal.

Pada tahun 1980-an, menurut pengamatan Castell di


negara-negara maju muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi
informasional global baru yang semakin menguntungkan, dan

Castells, Manuel, 2000. The Rise of The Network Society. Victoria.


31

Australia: Blackwell Publishing, hlm. 28.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 200
Sosiologi Industri

ekonomi ini bersifat informasional karena produktivitas dan daya


saing dari unit-unit dan agen-agen dalam ekonomi ini secara
mendasar tergantung pada kapasitas mereka untuk menghasilkan,
memproses dan mengaplikasikan pengetahuan dan informasi secara
efisien melalui dukungan teknologi informasi yang ada.

Ekonomi informasional ini bersifat menglobal, dan melintasi


batas-batas negara, karena mempunyai kapasitas untuk bekerja
sebagai unit secara real time pada skala dunia (planetary). Dan
semua ini bisa terjadi karena adanya dukungan teknologi komunikasi
dan informasi yang memang memungkinkan siapa pun penggunanya
untuk menyiasati ruang dan waktu. Seorang pengusaha di sebuah
negara tertentu, di era ekonomi informasional, dalam hitungan detik
yang sama ia akan bisa membuat transaksi bisnis dengan rekan
usahanya yang ada di belahan dunia lain hanya dengan dukungan
telepon atau internet. Di era perekonomian yang makin menglobal,
sulit dibayangkan aktivitas perekonomian bisa berjalan tanpa
didukung teknologi informasi dan berbasis pada informasi.

Di era masyarakat informasi, satu hal yang penting adalah


apa yang disebut Castells sebagai “jaringan”. Fungsi-fungsi dan
proses dominan pada jaman informasi semakin terorganisir dalam
"jaringan" yang didefinisikan sebagai serangkaian "simpul yang
terkait satu sama lain". Jaringan tersebut bersifat terbuka, mampu
melakukan ekspansi tanpa batas, dinamis dan mampu berinovasi
tanpa merusak sistem. Dengan adanya "jaringan" ini, telah
memungkinkan kapitalisme dapat mengglobal dan terorganisir
berdasarkan aliran keuangan global. Perkembangan perusahaan
trans-nasional yang menggurita di berbagai negara, tidak akan
pernah bisa terjadi jika tidak didukung teknologi informasi yang

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 201


Sosiologi Industri

mampu memadukan jaringan kerja dan komunikasi secara


terintegrasi.

Dalam kajian yang dilakukan, Castells melihat bahwa


mengiringi bangkitnya ekonomi informasional global ini, konsekuensi
yang tidak terhindarkan adalah muncullah bentuk organisasional
baru yang disebut perusahaan jaringan (network enterprise). Yang
dimaksud perusahaan jaringan adalah bentuk spesifik perusahaan
yang sistem sarananya dibangun dari titik temu sejumlah segmen
sistem tujuan otonom. Perusahaan jaringan ini adalah perwujudan
dari kultur ekonomi informasional global yang memungkinkan
transformasi tanda-tanda ke komoditas.

Selain perusahaan jaringan, berseiring dengan tumbuhnya


masyarakat informasional, muncul pula perkembangan
kebudayaan virtual riil, yaitu satu sistem di mana realitas itu
sepenuhnya tercakup dan sepenuhnya masuk ke dalam setting citra
maya, di dunia fantasi, yang di dalamnya tampilan tidak hanya ada di
tempat dikomunikasikannya pengalaman, tetapi juga ada dalam
dunia maya. Ketika teknologi informasi makin berkembang dan lahir
masyarakat informasional, maka dunia boleh dikata telah memasuki
era masa tanpa waktu, di mana masyarakat menjadi didominasi oleh
proses daripada lokasi fisik.

Dalam kaitan ini, memasuki era "masa tanpa waktu". Di


belahan dunia manapun manusia berada, di sana yang namanya
informasi segera bisa tersedia dan diakses masyarakat. Tidak ada
regulasi dan kerangkeng besi yang bisa menahan laju dan
perkembangan informasi, karena dengan dukungan komputer dan
internet, maka orang-orang dengan bebas berselancar di dunia
tanpa batas mencari informasi apapun dan kapanpun juga.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 202
Sosiologi Industri

Manuel Castells, dalam bukunya yang terdiri dari tiga volume,


yaitu “The Information City, The New Economy and the Network
Society”, bukan hanya menganalisa struktur sosial baru, yaitu
masyarakat jejaring, dan mengkaji gerakan sosial dan proses politik,
dalam kerangka serta berinteraksi dengan masyarakat jejaring, tetapi
ia juga berusaha menginterpretasi proses makro-sosial, sebagai
hasil dari interaksi antara kekuatan jaringan dan kekuatan identitas,
yang fokus pada tema-tema seperti runtuhnya Uni Soviet,
kebangkitan Pasifik, atau proses berjalannya eksklusi sosial global
dan polarisasi, serta ia juga mengajukan sintesa teoritikal umum.
Kajian tentang Masyarakat Informasi terletak pada buku volume
pertamanya, yaitu pengenalan ciri-ciri utama dari apa yang
dianggapnya sebagai kemunculan struktur sosial yang dominan,
yaitu masyarakat jejaring, di mana ditemukannya karakteristik dari
kapitalisme informasional, yang terbentuk di seluruh dunia.

Menurut pandangan Castells (2000), kemunculan masyarakat


jejaring berasal dari konvergensi sejarah tiga proses independen,
yaitu: 32

a. Revolusi teknologi informasi, yang dibentuk sebagai paradigma di


tahun 1920-an,

b. Restrukturisasi kapitalisme dan statisme di tahun 1980-an,


dengan tujuan menyentuh kontradiksi mereka, dengan hasil akhir
yang benar-benar berbeda, dan

c. Gerakan sosial budaya tahun 1960-an, dan kemudian 1970-an,


khususnya feminisme dan ekologisme. Dalam analisisnya,
Castells menyatakan ketiga proses independen ini bukan saja

32 Castells, 2000. The Rise of The Network Society ….., hlm 138.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 203
Sosiologi Industri

menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang makin massif di


bidang informasi, tetapi juga berbagai konsekuensi yang
berdampak pada seluruh sendi kehidupan masyarakat dan
aktivitas ekonomi.

3. Implikasi atau dampak yang terjadi akibat konvergensi

Implikasi atau dampak yang terjadi akibat konvergensi tiga


proses, revolusi, restukturisasi, dan gerakan social budaya, yaitu:

a. Perekonomian Informasional

Yang dimaksud dengan perekonomian informasional pada


dasarnya adalah perekonomian perusahaan, perekonomian di suatu
wilayah atau negara, yang sumber produktifitas dan daya saingnya
sangat tergantung pada dukungan ilmu pengetahuan, informasi, dan
teknologi pengolahan yang mereka miliki, termasuk teknologi
manajemen dan manajemen teknologi. Perekonomian informasional
tidaklah sama perekonomian jasa pelayanan. Dalam perekonomian
informasional, bisa saja terjadi dalam pertanian informasional,
manufaktur informasional, dan jenis jasa pelayanan informasional
berbeda-beda. Sementara itu, banyak aktifitas jasa pelayanan,
terutama di negara-negara sedang berkembang, meski merupakan
bidang jasa, tetapi sama sekali bukan bersifat informasional karena
tidak bertumpu dan didukung oleh teknologi informasi.

b. Perekonomian Global

Pengertian perekonomian global tidaklah sama dengan


perekonomian dunia. Perekonomian global ini telah ada sebelumnya
di Barat, setidaknya sejak abad ke-16. Ekonomi global adalah
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 204
Sosiologi Industri

sebuah realitas baru yang hadir di era masyarakat informasional: ini


merupakan suatu ekonomi yang aktifitas intinya secara strategis
berpotensi kerja sebagai sebuah unit real time dalam skala luas.

Hal ini berlaku untuk pasar uang dan mata uang, jasa
pelayanan bisnis lanjutan, inovasi teknologi, manufaktur teknologi
tinggi, dan komunikasi media. Globalisasi ini pada kenyataannya
telah dikembangkan dengan sistem yang didasarkan pada teknologi
informasi dan komunikasi yang sudah semakin inovatif.

Perekonomian global kita tahu telah melanda ke seluruh


dunia, namun globalisasi bukanlah dunia itu , karena tidak semua
dunia tercakup di dalamnya. Faktanya, globalisasi tidak menyertakan
mayoritas populasi masyarakat di seluruh belahan dunia. Hal ini
ditandai dengan adanya kondisi geografi yang berbeda-beda.
Globalisasi memindai keseluruhan dunia, dan menghubungkan input
yang berharga, pasar, dan individu, sambil menghapus pekerja yang
tak memiliki keahlian dan pasar-pasar miskin. Bagi sebagian orang di
dunia, memang ada suatu perubahan, dari sudut pandang
kepentingan sistemik dominan, dari eksploitasi menuju
ketidakrelevansian struktural.

c. Jaringan Perusahaan

Ketika di masyarakat berkembang konektisitas ekonomi


global dan fleksibilitas kapitalisme informasional, maka di saat yang
sama lahirnya sebuah bentuk baru organisasi, yang merupakan
karakteristik dari aktivitas ekonomi, yang secara pelahan-lahan
memperluas ke domain dan organisasi lain, yaitu berupa jaringan
perusahaan. Ini tidaklah sama dengan perusahaan jaringan. Ini

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 205


Sosiologi Industri

merupakan sebuah jaringan yang terbentuk dari perusahaan atau


bagian dari perusahaan, atau dari bagian internal perusahaan.

Korporasi multinasional, dengan desentralisasi internalnya,


serta link-link-nya bersama jaringan anak perusahaan dan pemasok
di seluruh dunia, adalah salah satu bentuk dari jaringan perusahaan
ini. Termasuk aliansi strategis antar korporasi, jaringan bisnis kecil
dan menengah (seperti di Italia Utara atau Hong Kong), dan link-
up antar korporasi dan jaringan bisnis kecil melalui subkontrak
dan outsourcing.

Jaringan perusahaan adalah serangkaian hubungan khusus


antara perusahaan-perusahaan berbeda yang diatur ad hoc untuk
kepentingan proyek tertentu, dan kemudian direformasi atau
dibubarkan setelah tugasnya selesai, misalnya IBM, Siemens,
Toshiba. Unit efemeral ini, yaitu proyek di mana jaringan mitra
dibentuk, adalah unit operasi aktual dari perekonomian kita, unit
yang menggerakan laba atau rugi, unit yang menerima penghargaan
atau hukuman, serta unit yang merekrut atau memberhentikan,
melalui anggota organisasinya.

d. Transformasi Kerja dan Lapangan Pekerjaan

Pekerjaan adalah jantung dari semua sejarah transformasi


masyarakat, dan boleh dikata tidak ada pengecualian untuk hal ini.
Namun, datangnya jaman informasi adalah penuh dengan persoalan
tentang pekerjaan dan lapangan pekerjaan.

Akibat pengaruh variabel teknologi terhadap pekerjaan,


dimungkinkan terjadinya penggangguran di bidang teknologi di

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 206


Sosiologi Industri

beberapa negara, wilayah dan sektor lainnya, terutama di kalangan


populasi tak terdidik atau negara-negara dengan teknologi rendah,
terutama di daerah-daerah pedesaan. Hal ini menurut Castells,
(Stalder, 2008), memunculkan kecemasan dan kekhawatiran tentang
pekerjaan karena teknologi baru menjadi basis bisnis, yang
membuka peluang antara lain: 33

1) operasional pekerjaan berjalan secara otomat, perusahaan


menjalankan produksi di luar negeri atau melakukan
"outsource" pasokan atau mengadakan subkontrak dengan
perusahaan-perusahaan kecil; dan

2) pengembangan jaringan perusahaan dengan melakukan sub-


kontrak pekerjaan yang bersifat individual antara manajemen
dan pekerja serta secara ad hoc untuk waktu dan pekerjaannya

Perkembangan ini memunculkan kecenderungan


pertumbuhan lapangan pekerjaan mandiri, pekerjaan temporer dan
paruh waktu yang bisa dibayar sangat tinggi tergantung pada
kualitas kerja yang diberikan. Selanjutnya, perubahan paling nyata
dalam pekerjaan di era masyarakat informasi ini ialah
munculnya socialization/salarization pekerja.

Selain itu terjadi individualisasi kerja, di mana


tanggungjawab kerja makin menggerucut pada keahlian profesi
orang per orang, yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya
kekuatan tawar-menawar dari pekerja dan ini adalah ciri utama yang
menandai lapangan pekerjaan dalam masyarakat jejaring.

33Stalder, Philipp, et al. 2008. Swiss Information Literacy Standard.


Swiss: Swiss Universities, hlm. 61-65.
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 207
Sosiologi Industri

Berbeda dengan era masyarakat industri di mana posisi


pekerja seringkali hanya dipandang sebagai kumpulan massal dari
para buruh yang acapkali tersubordinasi, di era masyarakat
informasi, munculnya berbagai profesi di bidang jasa pengolah
informasi dan orang-orang yang menguasai teknologi informasi,
umumnya memiliki posisi bargaining lebih dan dihargai
kompetensinya.

e. Polarisasi Sosial dan Eksklusi Sosial

Proses globalisasi, perkembangan jaringan bisnis, dan


individualisasi pekerjaan di satu sisi memang mempermudah
komunikasi dan kontrol dalam skala global. Tetapi, di saat yang
sama berbagai kemajuan itu juga memperlemah organisasi sosial
dan lembaga yang mewakili/melindungi pekerja di zaman informasi,
khususnya serikat pekerja dan kesejahteraan negara.

Tuntutan dan prasyarat bahwa pekerja di era informasi harus


memiliki keahlian dan pendidikan, dalam banyak kasus telah men-
devaluasi manusia pada pekerjaannya. Namun demikian, pekerja
profesional dan berkeahlian pun sebetulnya juga tidak selalu survive,
karena alasan kesehatan, usia, diskriminasi gender, atau kurangnya
kapasitas untuk beradaptasi dengan tugas atau posisi dan
perkembangan baru perusahaan. Di berbagai negara, menurut
Castells tidak terhindarkan munculnya trend kuat menuju
ketidaksetaraan yang semakin meningkat, polarisasi sosial dan
eksklusi sosial.

Di Amerika Serikat , ketidaksetaraan mengalami peningkatan


sampai periode pra 1920-an. Dalam banyak kasus, eksklusi sosial

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 208


Sosiologi Industri

telah menghasilkan kantung-kantung keterlantaran dengan banyak


titik masuk. Ini bisa berupa pengangguran dalam jangka panjang,
penyakit, buta huruf fungsional, status tanpa hukum, kemiskinan,
keretakan keluarga, krisis psikologi, tak mempunyai rumah, obat-
obatan, kejahatan, pemenjaraan, dan lain-lain. Ketika proses
eksklusi ini saling memperkuat satu sama lain, maka diperlukan
usaha besar untuk menarik keluar dari apa yang sebut sebagai
“lubang hitam” kapitalisme informasional. Di Amerika Serikat,
proporsi rakyat yang terperangkap dalam lubang hitam ini tumbuh
dengan cepat: bisa mencapai di atas 10 persen dari populasi.

Zaman Informasi memang tidak harus selalu menjadi jaman


menuju ketidaksetaraan, polarisasi dan eksklusi sosial. Namun untuk
saat ini bisa saja terjadi demikian.

f. Budaya Virtualitas Nyata

Di era masyarakat informasi, menurut Castells kita akan bisa


melihat kemunculan suatu pola yang sama yang berasal dari
perkembangan jaringan, fleksibilitas, dan komunikasi simbolik
(termasuk dalam sistem komunikasi ini, adalah: jaringan komunikasi
mediasi-komputer), dalam bentuk budaya yang sebenarnya diatur di
sekitar media elektronik. Jenis ekspresi budaya yang muncul
semakin meningkat dan dibentuk oleh dunia media elektronik.

Media ini secara luar biasa tumbuh pesat dan banyak


ragamnya: mengirimkan pesan sasaran ke segmen audiens tertentu
serta sesuai dengan keadaan audiens tertentu. Media semakin lama
semakin inklusif, menjembatani satu sama lain, mulai dari jaringan
TV sampai TV kabel atau satelit, radio, VCR, video musik, walkman,

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 209


Sosiologi Industri

yang dikoneksikan ke seluruh penduduk di berbagai belahan dunia,


dan meski berbeda-beda karena budaya, tetap membentuk hiperteks
dengan kapasitas inklusif luar biasa. Selanjutnya, dengan pelan
namun pasti, sistem media baru ini bergerak menuju interaktif,
khususnya apabila kita memasukan jaringan CMC (computer
mediated communication), beserta aksesnya ke teks, citra, dan
suara, yang akan melakukan link up dengan sistem media terbaru.

Di era masyarakat informasional terjadi pemusatan


oligopolistik dari grup-grup multimedia di sekeliling dunia, sementara
pada waktu yang bersamaan terdapat segmentasi pasar, dan
semakin meningkatnya interaksi oleh dan di kalangan individu yang
menerobos keseragaman audiens massa. Proses ini memicu
terbentuknya apa yang disebut Castells sebagai the culture of real
virtuality. Ini memang demikian, bukan realitas virtual, karena saat
kita menyimbolkan lingkungan, dengan menyusunnya ke alam
hiperteks yang inklusif, fleksibel, beraneka macam, di mana kita
bernavigasi setiap hari, virtualitas dari teks ini pada kenyataannya
adalah realitas kita, simbol di mana kita hidup dan berkomunikasi.

g. Politik

Di era masyarakat informasi, pengungkapan komunikasi


dalam ruang media yang fleksibel tidak hanya berpengaruh pada
budaya, tetapi pula memiliki dampak fundamental pada bidang
politik. Di berbagai negara, media telah menjadi ruang utama dari
para polititikus dan proses politik. Kendati tidak semua proses politik
terjadi melalui media, dan pembuat citra masih perlu berhubungan
dengan isu-isu nyata dan konflik sebenarnya. Namun tanpa
kehadiran signifikan dalam ruang media, para pelaku dan ide pun
Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 210
Sosiologi Industri

akan cenderung terpinggirkan dalam politik. Kehadiran ini tidak


hanya berkaitan dengan peristiwa kampanye politik, tetapi pesan
sehari-hari di mana orang menerima oleh dan dari media.

Dalam mengaitkan antara informasi dan politik, Castells


(Stalder,2008) mencoba merumuskan beberapa pola yang
diketahuinya:34

1) Hingga sejauh ini orang menerima informasinya berdasarkan


pendapat politiknya, dan menyusun perilakunya melalui media,
terutama televisi dan radio;

2) Politik media perlu menyederhanakan pesan/proposal

3) Pesan paling sederhana adalah gambar. Gambar paling


sederhana adalah gambar orang.

4) Persaingan politik muncul sekitar personalisasi politik.

Senjata politik yang paling efektif adalah pesan-pesan


negatif. Pesan negatif yang paling efektif ialah pembunuhan karakter
terhadap kepribadian lawan. Politik skandal, di AS, Eropa, Jepang,
Amerika Latin, dan lain-lain adalah bentuk dominan dari perjuangan
politik.

Pemasaran politik adalah alat utama untuk memenangkan


persaingan politik dalam demokrasi politik. Dalam jaman jnformasi,
pemasaran politik ini melibatkan iklan media, telepon bank, sasaran
surat, pembuatan gambar, pengendalian gambar, kehadiran dalam
tahapan media untuk penampilan umum dan lain-lain. Ini akan
menghasilkan bisnis yang sangat mahal, jauh di luar cara tradisional

34 Stalder, 2008. Swiss Information………., hlm. 115-118.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 211
Sosiologi Industri

partai politik sehingga mekanisme pembiayaan politik ketinggalan


jaman, dan partai politik memanfaatkan akses ke kekuasaan sebagai
jalan untuk menggerakkan sumber demi mempertahankan
kekuasaan atau bersiap merebut kekuasaan itu.

h. Waktu Tiada Batas

Menurut Castells, dalam masyarakat jejaring, sebagai


struktur sosial dominan yang muncul di zaman informasi, yang terjadi
adalah “waktu tiada batas, ruang yang mengalir”.

Berlawanan dengan irama waktu biologis dari keberadaan diri


manusia, dan jam waktu yang menandai jaman industri, bentuk baru
dari waktu yang merupakan tanda dari logika dominan masyarakat
jejaring adalah “waktu tiada batas”. Ini didefinisikan dengan
menggunakan teknologi informasi/komunikasi baru dalam usaha
untuk meniadakan waktu, menekan tahun menjadi detik, detik
menjadi beberapa bagian terpisah lagi.

Selanjutnya, tujuan paling dasarnya adalah mengurangi


urutan waktu, termasuk masa lampau, kini, dan masa mendatang
dalam hiperteks yang sama, sehingga mengurangi ‘suksesi sesuatu’
yang menandai waktu, sehingga tanpa sesuatu dan tatanan
urutannya, maka tak ada lagi waktu di masyarakat. Kita
menghidupkan, sebagaimana dalam rangkaian jaringan komputer
dalam ensiklopedia pengalaman sejarah, semua indrawi kita pada
waktu yang bersamaan, sehingga mampu menata ulang waktu yng
ada sesuai dengan fantasi atau kepentingan kita.

Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 212


Sosiologi Industri

i. Ruang Mengalir

Dalam buku yang ditulisnya, Castells mengajukan konsep


tentang "ruang mengalir" (Space of Flows), yaitu fungsi dominan
yang beroperasi berdasarkan pertukaran antara sirkuit elektronik
yang berhubungan dengan sistem informasi di lokasi yang jauh, yang
menjadi suatu "kekuatan penggerak" kegiatan berskala global seperti
pasar uang, media global, jasa pelayanan bisnis modern.

Layaknya suatu sistem transportasi, sistem ini merupakan


sistem transportasi cepat berbasis elektronik untuk memperkuat
interaksi jarak jauh yang mendukung aktivitas-aktivitas global,
seluruh aktivitas antar orang, dan aktivitas organisasi di manapun
berada.

Dengan kekuatannya, sistem ini bahkan bisa membangun


pola-pola lokasi suatu aktivitas global serta memperkuat kesatuan
operasinya dengan suatu logika konsentrasi/desentralisasi teritorial
yang serempak (a simultaneous logic of territorial concentration/
decentralization).

Pemikiran tentang konsep Space of Flows ini telah


digunakan Castells untuk menganalisa pola lokasi yang terbangun
dari suatu kegiatan operasi manufaktur teknologi tinggi dan jejaring
dari bisnis jasa modern di seluruh dunia yang menghasilkan suatu
sistem yang disebut sebagai "kota global" atau global city .35

35 Stalder, 2008. Swiss Information………., hlm. 148.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 213
Sosiologi Industri

Di mata Castells, (Stalder, 2008) istilah "ruang mengalir" ini


penting di era masyarakat informasi, karena: 36

1) Sirkuit elektronik tersebut tidak beroperasi dalam wilayah hampa.


Sirkuit ini menghubungkan kompleksitas produksi, manajemen,
dan informasi secara teritorial, meskipun makna dan fungsi dari
kompleksitas tersebut tergantung pada koneksinya dalam aliran
jaringan.

2) Keterhubungan teknologi ini adalah bersifat materi, yaitu


tergantung pada fasilitas telekomunikasi/transportasi khusus, dan
pada keberadaan serta kualitas sistem informasi, bahkan untuk
wilayah geografi yang sangat berbeda.

3) Makna dari "ruang" muncul seperti makna bagi "waktu". Lebih


jauh, konsep ini juga telah mampu menggiring ke arah
pengembangan suatu pemikiran lebih lanjut yang
bersifat futurology, seperti "penghapusan ruang", dan "akhir dari
kota", sehingga diperlukan upaya mengkonseptualisasikan
kembali bentuk-bentuk baru dari pengaturan spasial di bawah
paradigma perkembangan teknologi baru atau bahkan yang
terbaru.

36 Stalder, 2008. Swiss Information………., hlm. 163.


Bab V Perubahan Perilaku Masyarakat Industri ke Post-Industri 214
Sosiologi Industri

BAB VII
Interaksi Sosial Pada Masyarakat
Post-Industri

T ingkah laku individu yang dimanifestasikan keluar itu, pada


hakikatnya bersumber dari potensi yang menetap dalam diri
individu itu sendiri. Semua tingkah laku tersebut pada dasarnya
mencerminkan fungsi individu di dalam kelompok. Dan tingkah laku
ini cocok atau sesuai dengan konsep masyarakat yang dituntutkan
pada diri masing-masing individu tersebut. Dengan demikian
sebagian besar dari tingkah laku manusia itu selalu berkorelasi
dengan kedudukannya dalam suatu kelompok sosial dan berkorelasi
dengan kedudukannya dalam suatu kelompok sosial dan berkorelasi
pula dengan situasi dan peranan sosialnya.
Banyak fakta membuktikan, bahwa lebih mudah mengubah
tingkah laku sekelompok orang daripada mengubah tingkah laku
individu demi individu. Jelasnya lebih mudah mengubah seseorang
dalam ikatan kelompok daripada secara individu. Maka jelaslah
bahwa tekanan sosial itu besar sekali peranannya dalam usaha
pembentukan kebiasaan, tingkah laku, sikap dan disiplin kerja di
dalam lingkungan.
Psikologi industri dan psikologi manajemen lebih mengaitkan
kehidupan bawahan dengan kondisi sosial dari kelompok sosialnya.
Dengan demikian akan tercipta iklim kerja yang menyenangkan, dan
tercipta hubungan antar karyawan yang terbuka.
Pada masyarakat industri dapat dijumpai aksi-aksi dan reaksi-
reaksi yang timbal balik dari masing-masing individu yang tergantung
dalam kelompok tersebut. Agar terjadi ketertiban didalam organisasi,
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 255
Sosiologi Industri

perlu adanya pengaturan mengenai pembagian tugas, cara kerja dan


hubungan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lain, serta
pribadi yang satu dengan pribadi yang lain. Organisasi ini dapat
disebut sebagai sekumpulan orang yang tunduk pada konvensi
bersama untuk mengadakan kerja sama dan interaksi guna untuk
mencapai tujuan bersama, dalam rangka keterbatasan sumber daya
manusia dan sumber materil.
A. Konsep Dasar Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari
hubungan dengan sesama manusia lainnya, yang dalam hidupnya
antara satu dengan yang lain selalu berinteraksi baik itu antar
individu dengan individu, individu dengan masyarakat, masyarakat
dengan individu, dan masyarakat dengan masyarakat lainnya,
mereka tidak bisa terlepas dari keberadaan manusia lain.
Dalam kamus Bahasa Indonesia “Innteraksi” didifinisikan
“aksi timbal balik” sebagai hal saling melalkukan aksi, berhubungan
atau saling mempengaruhi. Dengan demikian interaksi adalah
hubungan timbalik balik (social) berupa aksi saling mempengaruhi
antara indeividu dengan individu, antara individu dan kelompok dan
antara kelompok dengan dengan kelompok.1
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu,
interaksi sosial dimulai pada saat itu. Saling menegur, berjabat
tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi, walaupun

1Pusat Bahasa 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PB Diknas,


hlm. 560.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 256
Sosiologi Industri

orang-orang bertemu dan tidak berbicara atau tidak saling menukar


tukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masing-
masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan
perubahan-perubahan.2
Interaksi Sosial adalah suatu proses hubungan timbale balik
yang dilakukan oleh individu dengan individu, antara indivu dengan
kelompok, antara kelompok dengan individu, antara kelompok
dengan dengan kelompok dalam kehidupan social.
Gillin, mengartikan bahwa interaksi social sebagai
hubungan-hubungan social dimana yang menyangkut hubungan
antarandividu, individu dan kelompok antau antar kelompok. Menurut
Charles P. Loomis,3 sebuah hubungan bisa disebut interaksi jika
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. jumlah pelakunya dua orang atau lebih
b. adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbul
atau lambing-lambang
c. adanya suatu demensi waktu yang meliputi ,masa lalu, masa kini,
dan masa yang akan dating .
d. adanya tujuan yang hendak dicapai.
2. Syarat Interaksi Sosial
Syarat terjadinya interaksi adalah: 4
a. Adanya kontak sosial
Kata kontak dalam bahasa inggrisnya “contack”, dari bahasa
lain “con” atau “cum” yang artinya bersama-sama dan “tangere” yang

2 Soerjono Sokanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:


Rajawali pers. hal.55
3 Soleman B. Taneko. 1984. Struktur dan Proses Sosial Suatu

Pengantar Sosiologi. Pembangunan. Jakarta: CV. Rajawali., hlm.


114.
4 Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Bandar

lampung: Pustaka Jaya, hlm. 153-155


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 257
Sosiologi Industri

artinya menyentuh. Jadi kontak berarti sama-sama menyentuh.


Kontak social ini tidak selalu melalui interaksi atau hubungan fisik,
karena orang dapat melakuan kontak social tidak dengan
menyentuh, misalnya menggunakan HP, telepon dsb.
Kontak social memiliki memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Kontak social bisa bersifat positif dan bisa negative. Kalau kontak
social mengarah pada kerjasama berarti positif, kalau mengarah
pada suatu pertentangan atau konflik berarti negative.
b. Kontak social dapat bersifat primer dan bersifat skunder. Kontak
social primer terjadi apa bila peserta interaksi bertemu muka
secara langsung. Misanya kontak antara guru dengan murid dsb.
Kalau kontak skunder terjadi apabila interaksi berlangsung
melalui perantara. Missal percakapan melalui telepon, HP dsb.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi
dari satu pihak kepihak yang lain dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu:
1) komunikator yaitu orang yang menyampaikan informasi atau
pesan atau perasaan atau pemikiran pada pihak lain.
2) Komunikan yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi
pesan, pikiran, informasi.
3) Pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan.
4) Media yaitu alat untuk menyampaiakn pesan
5) Efek/feed back yaitu tanggapan atau perubahan yang diharapkan
terjadi pada komunikan setelah mendapat pesan dari
komunikator.
Ada tiga tahapan penting dalam komunikasi

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 258


Sosiologi Industri

1) Encoding. Pada tahap ini gagssaan atau program yang akan


dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar . dalam
tahap ini komunikator harus memilih kata atau istilah ,kalimat dan
gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator
harus menghindari penggunaan kode-kode yang membingungkan
komunikan.
2) Penyampaian. Pada tahap ini istilah atau gagasan yang telah
diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaiakan .
Penyampaian dapat berupa lisan dan dapat berupa tulisan atau
gabungan dari duanya.
3) Decoding Pada tahap ini dilakukan proses mencerna dan
memahami kalimat serta gambar yang diterima menurut
pengalaman yang dimiliki.
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya interaksi
sosial;5
1) Imitasi yaitu tindakan meniru orang lain
2) Sugesti . Sugesti ini berlangsung apabila seseorang memberikan
pandangan atau sikap yang dianutnya, lalu diterima oleh orang
lain. Biasanya sugesti muncul ketika sipenerima sedang dalam
kondisi yang tidak netral sehingga tidak dapat bewrfikir rasional.
Biasanya sugesti berasal dari orang-orang sebagai berikut:
1) orang yang berwibawa, karismatik dan punya pengaruh terhadap
yang disugesti, misalnya orang tua ulama dsb.
2) Orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada yang
disugesti.
3) Kelompok mayoritas terhadap minoritas.
4) Reklame atau iklan media masa.

5 Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern.


Jakarta: UI. Press, hlm. 57-58.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 259
Sosiologi Industri

5) Identifikasi yaitu merupakan kecenderungan atau keinginan


seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara
keseluruhan).
6) Simpati yaitu merupakan suatu proses dimana seorang merasa
tertarik kepada pihak lain. Melalui proses simpati orang merasa
dirinya seolah-olah dirinya berasa dalam keadaan orang lain.
7) Empati yaitu merupakan simpati yang mendalam yang dapat
mempengaruhi kejiwaan dan fisik seseorang.
Sumber informasi yang mendasari interaksi
1) warna kulit . 5) pakaian
2) usia 6) wacana
3) jenis kelamin 7) penampilan fisik
4) bentuk tubuh
3. Bentuk Interaksi Sosial dalam masyarakat
Kerja sama dan konflik sosial adalah dua macam bentuk
interaksi sosial yang bersifat sangat berlawanan. Semua garis besar
bentuk interaksi sosial yang ada di masyarakat dapat kita
klasifikasikan dalam dua hal, yaitu: interaksi sosial yang bersifat
asosiatif dan interaksi sosial yang bersifat disosiatif.

a. Interaksi Sosial yang Bersifat Asosiatif

Interaksi sosial yang bersifat Asosiatif, dilaksanakan dalm


bentuk kegiatan: 6

1) Kerja Sama

Kerja sama ialah bentuk utama dari proses interaksi sosial,


karena pada dasarnya individu atau kelompok melaksanakan
interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhan bersama. Kerja sama
akan berkembang apabila menghadapi situasi tertentu, seperti:

6 Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan … Jaya, hlm. 155-58


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 260
Sosiologi Industri

(a) Tantangan alam yang ganas;

(b) Pekerjaan yang membutuhkan tenaga massal;

(c) Upacara keagamaan yang sakral;

(d) Musuh yang datang dari luar

2) Akomodasi

Akomodasi, yaitu proses pertentangan atau konflik untuk


mencapai kestabilan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan
sehingga pihak lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Tujuan akomodasi adalah :

(a) Mengurangi pertentangan akibat perbedaan paham

(b) Mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu

(c) Mewujudkan kerja sama antara kelompok-kelompok yang hidup


terpisah akibat psikologis serta kultural dan mengusahakan
peleburan kelompok-kelompok sosial yang terpisah.

Akomodasi memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut:


(a) Coercion
(b) Compromise
(c) Arbitrase (arbitration)
(d) Toleransi
(e) Mediasi (mediation)
(f) Konversi (convertion)
(g) Konsiliasi (consiliation)
(h) Ajudikasi (adjudication)
(i) Stalemate
(j) Segregasi (segregation)

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 261


Sosiologi Industri

(k) Cease fire


(l) Dispasement
3) Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada
kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang
berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu lama.
Faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi, yaitu:
(a) Kehidupan suatu golongan tertentu yang terisolir dari
masyarakat umum.
(b) Kurangnya pengetahuan terhadap kebenaran kebudayaan lain
yang sedang dihadapi.
(c) Kecurigaan dan keeemburuan sosial terhadap kelompok lain
(d) Perasaan primordial, sehingga merasa kebudayaan sendiri
lebih baik daripada kebudayaan bangsa lain.
(e) Perbedaan yang sangat mencolok, seperti perbedaan ciri-ciri
ras, perbedaan teknologi, dan perbedaan ekonomi.
4) Akulturusi
Akulturasi ialah suatu proses sosial yang timbul apabila
suatu kelompok masyarakat dengan suatu kebudayaannya
dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing. Dengan demikian,
lambat laun unsur-unsur kebudayaan asing tersebut melebur ke
dalam kebudayaan asli, dengan tidak menghilangkan kepribadian
kedua unsur kebudayaan tersebut.
b. Interaksi Sosial yang Bersifat Disosiatif
Interaksi Sosial yang Bersifat Disosiatif, dilaksanakan dalm
bentuk kegiatan:
1) Persaingan
Persaingan dalan suatu proses sosial yang melibatkan
individu atau kelompok dalam mencapai keuntungan melalui bidang

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 262


Sosiologi Industri

kehidupan, yang pada suatu saat tertentu menjadi pusat perhatian


umum, tanpa ancaman, atau kekerasan.
2) Kontraversi
Kontraversi adalah bentuk proses sosial yang berada di
antara persaingan dan pertentangan atau konflik.
3) Permusuhan/Konplik
Permusuhan ialah keadaan yang membuat salah satu pihak
merintangi atau menjadi penghalang bagi individu atau kelompok
dalam melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Bentuk-Bentuk Konflik
(a) Konflik individual
(b) Konflik antarkelas sosial
(c) Konflik rasial
(d) Konflik politik
(e) Konflik internasional

B. Masyarakat Industri
1. Hakikat Masyarakat Industri

Menurut Straubhaar dan LaRose (2004), masyarakat Industri


mengacu pada terjadinya Revolusi Industri, yang umumnya dikaitkan
dengan penemuan mesin uap.7 Namun sesungguhnya, pemicu
penting menuju era industri tersebut dimulai dengan penemuan di
bidang komunikasi, yakni publikasi Bible yang diproduksi dengan
mesin cetak pengembangan dari Johannes Guttenberg (1455).

Manusia cenderung bersifat dinamis. Selalu ada perubahan


yang terjadi pada diri manusia. Semakin meningkatnya kebutuhan
hidup sedangkan SDA yang tersedia semakin menipis dan lahan

7 Straubhaar & Larose. 2004. Media Now, Understadning Media,


Culture, and. Technology. United States Of America : Wadsworth.,
hlm. 188.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 263
Sosiologi Industri

kerja yang tidak memadai, keterbatasan lahan perkotaan untuk


migrasi, pemerataan pembangunan dan penghematan biya produksi
menyebabkan munculnya keinginan untuk menciptakan satu hal baru
yang dapat meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik dengan
mengubah pola hidupnya.

Perubahan paling sederhana yang tampak secara spasial


adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan
kawasan perumahan yang tentu berdampak pada beralihnya profesi
masyarakat petani ke profesi lain. Hal ini mempunyai pengaruh pada
pola hidup, mata pencaharian, perilaku maupun cara berpikir.

Masyarakat dan kebudayaan memang saling mempengaruhi,


baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut
dimungkinkan karena kebudayaan merupakan produk dari
masyarakat. Pengaruh yang nantinya akan membuat perubahan
umumnya terjadi karena adanya tuntutan situasi sekitar yang
berkembang. Sehingga, masyarakat yang awalnya masyarakat
pertanian lambat laun berubah menjadi masyarakat industri.8

Perubahan sosial terjadi karena adanya kondisi-kondisi


sosial primer, misalnya kondisi ekonomi, teknologi, georafi dan
biologi. Kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya
perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya.

2. Ciri-ciri, Karateristik dan Perilaku Masyarakat Industri

a. Ciri-ciri Masyarakat Industri

Herbert Marcuse dikenal sebagai salah seorang inspirator


gerakan ‘kiri baru’ (the new left), doktrin Marcuse tentang sistem

8Selo Soermardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964. Setangkai


Bunga Sosiologi, Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, hlm.115
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 264
Sosiologi Industri

politik dan sistem sosial dinilai lebih radikal dari kaum komunis
ortodoks. Para pengagumnya malah menjulukinya sebagai ‘sang
nabi’: nabi yang menjadi inspirator revolusi mahasiswa tahun 1968.
Marcuse yang dikenal juga sebagai perintis dari Mazhab Frankfurt
juga melihat ciri perkembangan masyarakat industri saat ini.
Menurutnya ada tiga ciri masyarakat industri atau teknologi modern:9

1. Masyarakat berada di bawah kekuasaan prinsip teknologi.


Suatu prinsip yang semua tekanannya dikerahkan untuk
memperlancar, memperluas, dan memperbesar produksi.
Kemajuan manusia disamakan dengan terciptanya perluasan
teknologi. Kekuasaan teknologi sudah mencakup seluruh
bidang kehidupan; tidak hanya melingkupi bidang ekonomi saja,
melainkan juga bidang-bidang lain: politik, pendidikan, dan
budaya.
2. Masyarakatnya menjad irasional secara keseluruhan, sebab
terjadi kesatuan antara produktifitas dan destruktifitas. Kekuatan
produksi tidak digunakan untuk perdamaian, melainkan untuk
menciptakan potensi-potensi permusuhan dan kehancuran,
misalnya, untuk persenjataan. Semua pihak setuju jika
anggaran senjata dan pertahanan perlu ditingkatkan, padahal
ini tidak masuk akal. Namun demi kelangsungan pertahanan,
anggaran militer harus terus bertambah. Modern menampakkan
sifat “rasional dalam detail, tetapi irasional dalam keseluruhan.”
3. Masyarakatnya berdimensi satu. Inilah ciri yang paling
fundamental. Segala segi kehidupannya hanya diarahkan pada
satu tujuan, yaitu meningkatkan dan melangsungkan satu
sistem yang telah berjalan. Manusia tidak lagi memiliki dimensi-

9 Herbert Marcuse, 1971. One-Dimensional Man: Studies in the


Ideology of Advanced Industrial Society . Boston: Beacon, hlm. 41.

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 265


Sosiologi Industri

dimensi lain, bahkan dengan satu tujuan itu, dimensi-dimensi


lain disingkirkan.
Sejarah telah mencatat bahwa manusia pada masyarakat
industri modern memiliki kemungkinan yang objektif agar dapat
merealisasikan pemuasan akan kebutuhan-kebutuhannya. Tetapi,
yang terjadi sesungguhnya, manusia tetap saja terhalang karena
adanya suasana represif. Peran dan peluang ilmu dan teknologi
memang sangat besar. Ukuran rasionalitas masyarakat adalah
rasionalitas teknologis. Manusia dan masyarakat masuk ke dalam
perangkap, penguasaan, dan manipulasi teknologi. Teknologi
mampu menggantikan tenaga manusia bukan saja dalam bidang
industri, namun juga dalam seluruh mata rantai kehidupan. Asal
manusia dan masyarakat dapat dikuasai, digunakan, diperalat,
dimanipulasi, atau ditangani, berarti manusia dan masyarakat sudah
terjerat dalam sistem yang mutakhir ini. Teknologi yang pada
awalnya diciptakan sebagai alat emansipasi dari kekejaman alam,
kini malah dipakai untuk menindas atau merepresi manusia. Karena
itu, hal yang paling menonjol dalam masyarakat industri modern
adalah ‘toleransi represif,’ yaitu suatu toleransi yang memberi kesan
seakan menyajikan kebebasan yang luas padahal meksudnya tidak
lain daripada menindas.
Kemanusiaan, kebebasan, otonomi, kehidupan sosial,
tidak diberi kesempatan, semuanya sudah menjadi alat. Masyarakat
demikian, menurut Marcuse, lebih suka memertahankan status-quo,
baik bagi penganut sistem kapitalisme maupun para penganut sistem
sosialisme. Masyarakat modern juga tidak menunjukkan adanya
penghapusan kelas. Bedanya, rakyat banyak (termasuk kaum buruh)
mendukung kelangsungan sistem tersebut dan sekaligus ikut dalam
sistem yang sudah begitu mapan. Jika Marx mengeluh akibat
pekerjaan yang berat dan membosankan, ditambah pula akibat upah
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 266
Sosiologi Industri

kerja yang amat rendah dari kaum pemodal, maka Marcuse


mengatakan kini kaum buruh tidak mengeluh lagi dengan kerja
kerasnya karena pemuasan kebutuhan terpenuhi. Kaum buruh tidak
lagi revolusioner. Mereka sudah menjadi para pembela sistem kerja
itu sendiri.
b. Karakteristik masyarakat Indudtri
Setidaknya ada lima karakter masyarakat satu dimensi
seperti dijelaskan oleh Marcuse., yaitu: 10

1) Administrasi Total

Dari sejumlah kemajuan hebat dan keberhasilan terbesar


yang diraih sistem kapitalis yang bertumpu pada keunggulan
teknologi adalah kemampuan penguasa kapitalis mengalihkan
dominasi ke dalam administrasi total.
Administrasi total merupakan strategi pengaturan dan
pengelolaan yang bertujuan mengharmoniskan pemusatan dan
penyatuan kekuatan sosial, politik, ekonomi, militer, dan budaya ke
dalam satu tangan. Sarana yang dimanfaatkan adalah menciptakan
‘musuh bersama’ nasional guna memaksa semua warga agar
memerlukan yang tidak diperlukan dan mengorbankan yang harus
dilindungi dan dilestarikan.11

2) Bahasa Fungsional.

Medium utama administrasi total adalah bahasa, mengingat


subjek utama yang dihadapi, diatur, dan dikelola adalah manusia.
Bahasa merupakan ungkapan kemampuan berpikir dan proses
perwujudan potensi individu. Karena itu, hal utama yang perlu
digarap dalam upaya penaklukan total dan tuntas adalah

10Herbert Marcuse, 1971. One-DimensionalMan: ….,,,, hlm. 48.


11Velentinus Saeng, Herbert Marcuse: 2012. Perang Semesta
Melawan Kapitalisme Global . Jakarta: Gramedia, hlm. 243
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 267
Sosiologi Industri

pembentukan wacana berpikir, cara berkomunikasi, ban berwicara.


Rezim kapitalis ingin mengubah wacana prateknologi dan
memberikan muatan baru yang lebih sesuai dengan realitas
teknologis dengan menciptakan bahasa sendiri: bahasa fungsional. 12

3) Penghapusan Sejarah

Dalam hidup menyejarah, nalar manusia mengambil dua


sikap yang berbeda. Di satu pihak, ada kontinuitas gerak dialektis
nalar dalam rangka mengenal, mengerti, memahami, dan mengolah
fakta, data, dan peristiwa. Kontinuitas mengacu pada karya nalar
sebagai kemampuan yang otonom dan transenden. Di pihak lain,
terdapat diskontinuitas sejarah nalar berada dalam kesatuan dengan
badan. Dalam kesatuan ini, nalar terikat dengan ruang dan waktu
sehingga aktifitasnya tunduk pada hukum sebelum dan sesudah, di
sana dan di sini, kini dan nanti.
Berangkat dari pemakaian bahasa fungsional sebagai
bahasa tunggal dalam masyarakat kapitalis, pernyataan Marcuse
bahwa pemaksaan makna tunggal bahasa dalam semesta wacana
merupakan keputusan dan tindakan politis, bukan sekadar persoalan
dunia akademis, mendapat pembenarannya. Promosi dan aplikasi
bahasa fungsional yang bersikap anti oposisi dan selalu alergi pada
kekaburan dan perbedaan makna merupakan strategi penguasa
untuk menguasai kesadaran dan menutup ruang perbedaan dalam
waktu. Secara sosial, bahasa fungsional memuat kandungan
ideologis, sehingga menjadi bahasa anti historis yang radikal, dan
radikalitas demikian memuat dan mengalir dari rasionalitas

12 Herbert Marcuse, 1971. One-Dimensional Man.,…… hal. 85


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 268
Sosiologi Industri

operasional yang cenderung menafikan relasi masa lampau dan


masa kini.13

4) Kebutuhan Palsu.

Kebutuhan palsu merupakan suatu keperluan yang


dibebankan oleh aneka kepentingan sosial tertentu kepada semua
individu dengan maksud menindas dan menggerogoti mereka. 14
Sekarang ini, terpampang jelas propaganda sistematis dan kontinu
untuk semua kebutuhan palsu yang dijejalkan. Propaganda
kebutuhan palsu dilakukan lewat aneka macam promosi, pameran
dan iklan mengenai merek dagang, tempat wisata, pusat
perbelanjaan, mode, apartemen, lokasi perumahan, ponsel,
komputer, kendaraan bermotor, dan peralatan rumah tangga, hingga
beragam jenis kursus.

5) Imperium Citra

Dewasa ini, citra (image) menjelma menjadi mantra gaib


yang menyusup ke segala sisi kehidupan individu dan masyarakat,
bahkan memainkan peranan besar dalam dunia politik dan
kekuasaan. Para pemimpin negara, kandidat yang bersaing guna
memerebutkan posisi sebagai presiden atau perdana menteri dan
jabatan di bawahnya menaruh perhatian yang besar terhadap citra.
Mereka sungguh serius merawat citra dirinya sebagai public figure
dan sering berprilaku bagaikan selebritas dari dunia entertainment.
Lebih parah lagi, dominasi citra merasuk pula ke wilayah praksis
kekuasaan dan menjadi bahan pertimbangan utama dalam
keputusan politik dan kebijakan pemerintah yang tergambar dalam
istilah populis dan tidak populis.

13 Herbert Marcuse, One-Dimensional Man., hal. 98


14 Ibid,, hlm, 105
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 269
Sosiologi Industri

Adapun secara khusus, masyarakat Industri, dapat


dicirikan, sebagai berikut:

1) Menyambung kehidupannya tidak mengandalkan lahan


pertanian

Mereka dalam menyambung kehidupan tidak melewati lahan


pertanian seperti masyarakat agraris atau mengandalkan hasil
peternakan, seperti masyarakat padang pasir, melainkan pada
jalannya mesin-mesin pabrik, khususnya di daerah perkotaan,
sedangkan pertanian dikerjakan di daerah pedesaan dalam lokalisasi
yang sangat kecil, karena dengan hasil ilmu pengetahuan dan
teknologi mampu menciptakan panen yang cukup besar, di Amerika
Serikat lokalisasi pertanian hanya 5% saja, sudah mampu
memberikan kehidupan pada masyarakat lain yang bekerja di luar
sektor pertanian.

Ketergantungan masyarakat industri terhadap pabrik, sama


halnya bergantung dengan penguasa pabrik, tidak jarang dijumpai
penguasa pabrik bersikap tidak etis atau tidak manusiawi terhadap
pekerja diantaranya melarang beribadah, membuka aurat, memaksa
ikut upacara agamanya, bila tidak bersedia akan dikeluarkan.
Mereka yang tidak tahan menghadapi kesulitan hidup mudah
melepaskan kepercayaan agamanya. Berbeda dengan masyarakat
yang menggantungkan hidupnya dengan tanah pertanian, tanah
tersebut tidak mampu memaksakan orang berlaku dholim.

2) Potensi-potensi kehidupan

Potensi-potensi kehidupan terdapat pada sarana-sarana yang


dapat menunjang perkembangan pabrik diantaranya ialah ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan gedung misalnya

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 270


Sosiologi Industri

pengetahuan arsitek atau sipil, yang berhubungan dengan


pengaturan personalnya terdapat pada pengetahuan personalia atau
manajemen untuk pengembangan produksi terdapat pada
manajemen pemasaran, akuntansi untuk kegiatan administrasinya
dan masih banyak lagi pengetahuan untuk bekal hidup pada
Masyarakat Industri.

Pengetahuan yang tidak berhubungan langsung untuk


menunjang produksi kurang mendapatkan perhatian, misalkan
pengetahuan keguruan, lebih dijauhkan lagi apabila bidangnya tidak
berhubungan dengan produksi, misalkan bidang keagamaan,
sejarah, bahasa, atau filsafat. Secara alamiah akan terjadi klas ilmu
pengetahuan, pengetahuan teknik perusahaan lebih dominan
daripada pengetahuan sosial. Akibatnya mereka akan cepat
mendapatkan kemajuan material akan tetapi sangat ketinggalan
terhadap permasalahan nilai-nilai kemanusiaan, kehidupan dan
ketuhanan.

3) Kehidupanya Fokus pada Kebahagiaan material

Kecintaan masyarakat industri terhadap kebahagiaan material


sangat besar dibandingkan dengan kebahagiaan immaterial,
sebagaimana kebahagiaan masyarakat agraris, yang lebih
menekankan pada kerukunan, kasih sayang dan saling
menghormati. Hal itu dapat dimaklumi karena bentuk-bentuk
kebahagiaan material pada masyarakat industri kuantitas dan
kualitasnya sangat banyak, variatif dan selalu mengalami perubahan,
berkat dukungan kemajuan pengetahuan teknologi. Mereka lebih
baik mengorbankan kebahagiaan immaterial yang ruang lingkupnya
lebih kecil, demi kebahagiaan material. Sehingga masyarakat industri
banyak mengalami gangguan psikis, rasa ketegangan, persaingan,
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 271
Sosiologi Industri

ketakutan terhadap ketertinggalan dan konflik, perjudian, wanita dan


minuman keras sering dijadikan tempat hiburan untuk
menghilangkan ketegangan.

c. Perilaku Masyarakat Industri

Kecenderungan perilaku masyarakat industri meliputi:15

1) Masyarakat industri pada umumnya dapat mengurus dirinya


sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Yang penting disini
adalah manusia perorangan atau individu.

2) Kesempatan kerja lebih banyak diperoleh warga kota karena


sistem pembagian kerja yang tegas dan sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya (prfesionalisme)

3) Pola pemikiran yang raional, sistematis dan objektif yang pada


umumnya dianut masyarakat perkotaan menyebabkan interaksi-
interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
dari pada faktor pribadi.

4) Faktor waktu lebih penting dan berharga, sehingga pembagian


waktu yang sangat teliti sangat penting untuk mengejar
kepentingan individu.

5) Para pengelola industri akan menciptakan aturan-aturan yang


berlaku sesuai tuntutan dalam dunia industri yang jauh berbeda
dengan aturan masyarakat agraris.

6) Aktivitas yang dilakukan masyarakat industri pun berbeda dengan


masyarakat agraris. Mereka cenderung lebih menghargai waktu,
hidup serba cepat, jam kerja mereka lebih jelas, kerja

M. Rusli, 1999, Agama dan Masyarakat Industri. Yogyakarta: Tiara


15

Wacana, hlm. 119.


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 272
Sosiologi Industri

tersistematisasi, persaingan ketat di berbagai aspek, dan


sebagainya.

7) Mereka juga cenderung lebih menggunakan rasio dalam


memutuskan sesuatu ataupun bertindak.

Perubahan sosial sangat nampak dengan nyata, karena kota-


kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

3. Kebudayaan dan Mata Pencaharian Masyarakat Industri

a. Kebudayaan Masyarakat Industri

Industri memberikan input kepada masyarakat sehingga


membentuk sikap dan tingkah laku yang mencerminkan cara
bersikap dalam bekerja. Dengan berkembangnya aspek ekonomi
yaitu industrialisasi jelas akan membawa perubahan dalam dalam
kehidupan masyarakat walaupun secara perlahan. Masyarakat
secara bertahap menerima adanya zaman baru, yaitu modernisasi.

Mereka mulai belajar menerima budaya yang ditularkan


negara luar karena adanya kerjasama satu sama lain dan hal itu
tidak bisa dihindarkan. Mereka harus bisa menyesuaikan diri, namun
hal itu tidak lantas mengharuskan masyarakat meninggalkan budaya
sendiri.

Secara ekonomis kini masyarakat industrialis semakin


bertambah kaya, baik secar kuantitas maupun kualitas. Namun
kondisi yang membaik ini menurut Mercuse adalah keadaan yang
terlihat hanya dari kulit luarnya saja. 16

Sesuatu yang menipu karena pada kenyataanya


peningkatan kualitas dan kuantitas kesejahteraan manusia hanya

16
Herbert Marcuse, 1971. One-Dimensional Man.,…… hal. 115
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 273
Sosiologi Industri

dirasakan secara lahiriah saja. Manusia pada masyarakat industri


adalah manusia yang tidah utuh nilai-nilai kemanusiaannya. Mereka
terjebak dalam budaya konsumeristik hedonisme yang dipacu oleh
faktor-faktor produksi.

Kemajuan dibidang material justru berbading terbalik dengan


merosotnya nilai-nilai moral, kebudayaan dan agama. Kemajuan
teknologi dengan sokongan kapitalilsme hadir untuk membantu
manusia mengisi kekosongan dalam kehidupan pribadi manusia.
Alih-alih melepas lelah setelah habis bekerja seharian, orang-orang
kemudian mengabiskan uang dari hasil kerjanya ditempat-tempat
yang telah disiapkan untuk mengilangkan kepenatan, baik itu tempat
rekreasi, game zone, shooping dengan aneka barang pilihan dan
yang pasti gelaran itu akan serta-merta mendorong masyarakat pada
posisi konsumen dari apa yang mereka produksi sendiri. Mereka
terjebak dalam gaya hidup (life style) konsumtif dan hedonis,
sehingga secara tidak sadar mereka menjadi obyek pasar.

Untuk menjadi industrial, masyarakat harus disiapkan untuk


menerima nilai-nilai yang bakal menunjang proses industrialisasi,
dikehendaki ataupun tidak pasti melahirkan tata nilai yang
kebanyakan tidak dikenal oleh suatu masyarakat pedesaan.17

b. Mata Pencaharian

Menurut Thayeb M. Gobel (pendiri Gobel Group) (Alm.) dan


Mr. Konosuke Matsushita (pendiri Matsushita Electric Industrial
co.,ltd - jepang) (Alm.), kemajuan masyarakat industri di Indonesia,
tidak mungkin lepas dari daya kreativitas dan inovasi pelaku industri

17 Nurcholish Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam era Reformasi.


Jakarta: Paramadina, hlm.127).
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 274
Sosiologi Industri

masyarakat pengguna produk industri. Karena itu, daya kreativitas


dan inovasi yang menjadi sumber mata air kemajuan dan
perkembangan masyarakat industri di Indonesia.18

Dalam masyarakat industri biasanya terdapat spesialisasi


pekerjaan. Terbentuknya spesialisasi pekerjaan tersebut disebabkan
oleh semakin kompleks dan rumitnya bidang-bidang pekerjaan
dalam masyarakat industri. Proses perubahan yang terjadi dalam
diferensiasi pekerjaan ini mengakibatkan terjadinya hierarki prestise
dan penghasilan yang kemudian menimbulkan adanya stratifikasi
dalam masyarakat yang biasanya berbentuk piramida. Stratifikasi
sosial inilah yang menentukan strata anggota masyarakat yang
ditentukan berdasarkan sikap dan karakteristik masing-masing
anggota kelompok.

Di wilayah Industri sudah banyak tedapat industri. Ini


menyebabkan mata pencaharian masyarakat setempat sebagai
karyawan atau buruh pabrik. Hal ini disebabkan lahan pertanian
sekitar desa industri telah menjadi lahan industri, menjadikan
kebanyakan warga menjadikan mata pencaharian utama adalah
sebagai karyawan pabrik atau sebagai buruh. Selain itu akibat
wilayah mereka menjadi industri, menyebabkan dari masyarakat
menjadi pedagang, baik kecil maupun menengah.

Dalam masyarakat Industri, mata pencaharian masyarakatnya


secara umum dapat diklasifikasikan sebagai pengolah dan pembuat
barang-barang industri. Bercocok tanam tidak lagi menjadi pekerjaan

Ramadhan KH, 1994. Gobel: Pelopor Industri Elektronika Indonesia


18

Dengan Falsafah Usaha Pohon Pisang,. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan, hlm. 77.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 275
Sosiologi Industri

tetap mereka,karena lahan-lahan pertanian telah berubah fungsi


menjadi home industri dan pabrik pabrik. Perlu digarisbawahi bahwa
perubahan mata pencaharian tadi, juga sangat berpengaruh pada
kemajuan perdagangan. Sehingga berdagang juga merupakan salah
satu ciri mata pencaharian masyarakat industri.

4. Masyarakat Pekerja Sosial Industri

a. Mengenal Pekerjaan Sosial Industri


Sebelum memahami apa pengertian dari pekerjaan social
industri, sebelumnya di korelasikan dengan pengertian dari
pekerjaan sosial itu sendiri agar dapat dipahami dengan baik.
Pekerjaan social adalah aktivitas profesional untuk menolong
individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau
memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi social dan
menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk
mencapai tujuan tersebut.19

Pekerjaan social industri (PSI) adalah lapangan praktik


pekerja social yang secara khusus menangani kebutuhan-kebutuhan
kemanusiaan dan social di dunia kerja melalui berbagai intervensi
dan penerapan metode pertolongan yang bertujuan untuk
memelihara adaptasi optimal antara individu dan lingkungan,
terutama lingkungan kerja

b. Perlunya Pekerjaan Sosial Di Dalam Perusahaan

Alasan mengapa perlunya pekerjaan sosial di dalam


perusahaan dapat dilihat dari fokus intervensi pekerja sosial itu
sendiri, yaitu kinerja pekerja sosial dalam melaksanakan

Zastrow, Charles. 1999. Introduction to Social Welfare Institutions


19

(Social Problems, Services, and Current Issues). Illinois: The


Dorsey Press., hlm. 131.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 276
Sosiologi Industri

meningkatkan keberfungsian social, menutut Dubois dan Miley,


(2005), dapat dilihat dari beberapa strategi pekerjaan sosial sebagai
berikut:20

1) Meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah


yang dialaminya.

2) Menghubungkan orang dengan sistem dan jaringan sosial yang


memungkinkan mereka menjangkau atau memperoleh berbagai
sumber, pelayanan dan kesempatan.

3) Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu


memberikan pelayanan sosial secara efektif, berkualitas dan
berperikemanusiaan.

4) Merumuskan dan mengembangkan perangkat hukum dan


peraturan yang mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi
tercapainya kemerataan ekonomi dan keadilan sosial.

Selain itu juga, menurut Suharto (2009), dapat dilihat dari latar
belakang munculnya pekerjaan sosial industri:21

1) Pekerjaan sosial terlahir dalam konteks pertumbuhan masyarakat


industri.

2) PSI pertama kali muncul tahun 1800-an. Para pekerja sosial


mulai terlibat diberbagai perusahaan Inggris, Jerman, dan AS
sekitar tahun 1890, sedangkan di Perancis tahun 1920. pada
masa itu, beberapa perusahaan di sana menyewa apa yang
disebut ” sekretaris kesejahteraan,” ”pekerja kesejahteraan

20DuBois, B. and Miley, K. 2005. Social work an empowering


profession. USA. Pearson Education, Inc, hlm. 443.
21Edi Suharto, 2009, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat

CSR, Bandung: CV. Alfabeta, hlm. 11


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 277
Sosiologi Industri

industri,” dengan nama arbeiter sozial, sedangkan di Perancis


dinamakan consul de famile atau conseillers du travail.

Pekerja sosial memiliki peranan penting dalam pemberian


pelayanan sosial, baik yang bersifat pencegahan, penyembuhan
maupun pengembangan, dalam sebuah perusahaan. Tugas
utamanya adalah menangani masalah kesejahteraan, kesehatan dan
keselamatan kerja, relasi buruh dan majikan, serta perencanaan dan
pengorganisasian program-program pengembangan masyarakat
bagi komunitas yang ada di sekitar perusahaan. Karena tugas
utamanya menangani permasalahan sosial yang terkait dengan
perusahaan, sosiawan industri ini dikenal pula dengan nama sosial
kepegawaian atau occupational social worker. 22

Seperti diungkapkan Freud, fokus profesi pekerjaan sosial


sejatinya harus menyentuh dunia kerja, karena ia membari tempat
aman bagi seseorang dalam realitas sebuah komunitas manusia
(human community).23 Semenjak tahun 1970-an, pekerjaan soial
telah menemukan bahwa tempat kerja bukanlah untuk bekerja saja,
tetapi merupakan sebuah tempat yang penting dan unik dimana para
pegawainya perludiberi informasi mengenai pelayanan-pelayanan
yang tidak selalu terkait dengan pekerjaan. Tempat kerja juga
merupakan tempat dimana diagnosis aktual mengenai kebutuhan
dan pelayanan sosial tertentu dapat diberikan.

Perhatian para pekerja sosial terhadap dunia kerja, serta


meningkatnya kesempatan kerja dalam bidang ini, merupakan

22Ibid., hlm. 13..


23Freud, Sigmund. 2002. A General Introduction to Psychoanalysis/.
Psikoanalisis Sigmund Freud. Alih Bahasa: Ira Puspitorini.
Yogyakarta: Ikon Teralitera, hlm. 118..
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 278
Sosiologi Industri

konsekuensi dari interaksi dinamis antara faktor-faktor ekonomi,


politik, sosial demografi, dan hukum yang berkembang saat ini.

Kombinasi kekuatan-kekuatan tersebut telah mendorong para


majikan untuk menyediakan berbagai program dan pelayanan sosial
bukan saja bagi yang sedang atau telah bekerja, melainkan pula bagi
para anggota keluarganya. Para pegawai dapat memperoleh
beragam pelayanan sosial, baik dari majikan maupun dari serikat
buruh, mulai dari kebutuhan personal sampai kebutuhan sosial yang
bermanfaat bagi kaum muda,dewasa, dan lanjut usia, serta berbagai
pelayanan sosial mulai dari penitipan anak (day care), perwatan
anak (child care) hingga konseling sebelum dan sesudah pensiun.

Perkembangan PSI modern dimulai sejak tahun 1960-an pada


saat pembentukan dua program terpisah yang bertujuan menangani
kebutuhan kesehatan mental karyawan yang dikendalikan oleh
pekerja sosial profesional dan mampu mencatat kesuksesan.
Perkembangan penting lainnya di bidang yang relatif baru ini juga
didorong oleh munculnya Pusat Kesejahteraan Sosial Industri (the
industrial Social Welfare Centre) yang dibentuk tahun 1969 di
Sekolah Pekerjaan Sosial Columbia University.

Pada pertengahan tahun 1970-an perkembangan PSI di AS


yang tadinya terjadi secara terkotak-kotak (terserak) mulai
mengerucut melalui gerakan yang terorganisir. Menurut Straussner,
(1989), kemajuan ini merupakan hasil dari beberapa sebab, antara
lain: 24

Edi Suharto, 2009, Pekerjaan Sosial …., hlm. 31.


24

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 279


Sosiologi Industri

1) Menurunnya afiliasi para pekerja sosial profesional dengan sektor


publik (semula sebagian besar pekerja sosial bekerja di lembaga
pemerintah)

2) Semakin banyaknya pekerja sosial yang membuka praktik


mandiri (privat);

3) Perubahan angkatan kerja karena masuknya kaum wanita,


minoritas, dan orang dengan kecacatan (ODK) ke dunia industri;

4) Disahkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang


terkait dengan pekerjaan, seperti the Hughes Act, the
EmployeeRetirement Income Security act, Dan Title VII of the
Civil Rights Act;

5) Meningkatnya kesadaran sosial mengenai dampak tempat kerja


terhadap kesehatan mental dan kecanduan alkohol dikalangan
pegawai.

Selain lima kondisi di atas, semakin populernya PSI juga


dipicu oleh profesionalisme pada program-program penanggulangan
alkoholisme di tempat kerja, evolusi program-program bantuan bagi
pegawai (Employee Assistance Program/EAPs), serta dibentuknya
program-program pelatihan sejumlah sekolah pekerja sosial yang
kelak meningkatkan kesempatan kerja dan tersedianya pekerja
sosial terlatih untuk posisi-posisi baru.

c. Kontribusi pekerja sosial terhadap perusahaan berdasarkan


model-model pekerjaan sosial industri

Satu cara untuk mengkonseptualisasikan beragam


pelayanan sosial yang diberikan pekerja sosial beserta peranan dan

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 280


Sosiologi Industri

keterampilan yang dijalankannya adalah dengan membuat sebuah


tipologi model setting PSI, yaitu: 25

1) Model Pelayanan Sosial Bagi Pegawai

Model ini meliputi perancangan dan pengimplementasian


program-praogaram dan pelayanan-pelayanan sosial yang terutama
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai suatu
perusahaan secara individual.Selain bermanfaat bagi pegawai yang
bersangkutan, model ini juga sangat bermanfaat bagi perusahaan
karena dapat meningkatkan kepuasan kerja,produktivitas dan
kesetiaan pegawai terhadap perusahaannya.

Model pelayanan sosial bagi pegawai merupakan bentuk


atau tipe intervensi pekerjaan sosial yang paling umum dilakukan
para pekerja sosial di perusahaan. Peranan-peranan pekerjaan
sosial tradisional, seperti konselor, mediator, konfrontator konstruktif,
pembela dan broker adalah beberapa peranan-peranan yang paling
sering dimainkan oleh pekerja sosial.

(a) Konselor

Sebagai konselor, pekerja sosial memberikan asesmen dan


konseling terhadap individu, keluarga atau kelompok. Sosiater
membantu mereka mengartikulasikan kebutuhan, mengidentifikasi
dan mengklarifikasi masalah, memahami dinamika atau penyebab
masalah, menggali berbagai alternatif dan solusi, dan
mengembangkan kemampuan mereka secara lebih efektif dalam
menghadapi permasalahan yang timbul. konfrontatif konstruktif
Ini merupakan suatu peranan khusus yang biasanya dilakukan untuk
membantu individu yang mengalami kecanduan obat atau alkohol.

Edi Suharto, 2009, Pekerjaan Sosial …., hlm. 32-5.


25

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 281


Sosiologi Industri

Para pecandu obat atau alkohol sering kali menyangkal


perbuatannya. Sehingga diperlukan pendekatan konfrontatif yang
secara khusus dikembangkan untuk menghadapi kenyataan ini.
Misalnya, pekerja sosial memanggil supervisor, perwakilan serikat
buruh, dan anggota keluarga pecandu tersebut untuk bersama-sama
menghadapi si pecandu sambil membeberkan berbagai masalah
yang diakibatkannya secara komprehensif. Selanjutnya pekerja
sosial memberikan rencana penyembuhan terhadap pegawai yang
kecanduan obat atau alkohol tersebut.

(b) Broker

Ketika menjalankan peranan broker, pekerja sosial


menghubungkan pegawai yang dibantunya dengan sumber-sumber
yang terdapat didalam maupun diluar perusahaan.

(c) Pembela

Sebagai pembela, pekerja sosial membantu pegawai


memperoleh pelayanan dan sumbe, yang karena sesuatu sebab,
tidakbisa diperolehnya sendiri. Dipinjam dari profesi di bidang
hukum, peranan ini menuntut tugas dan aktivitas yang sangat
dinamis dan aktif. Atas nama pegawai yang dibelanya, pekerja sosial
memimpin pengumpulan data dan menghadapi peraturan-peraturan
perusahaan untuk memodifikasi posisi-posisi yang ada atau
mengubah kebijakan-kebijakan berlaku.

(d) Mediator

Tugas utama pekerja sosial dalam menjalankan peranan ini


adalah menjembatani konflik antara dua atau lebih individu atau
sistem serta memberikan jalan keluar yang dapat memuaskan

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 282


Sosiologi Industri

semua pihak berdasarkan prinsip sama-sama diuntungkan (win-win


solution).

(e) Pendidik atau Pelatih

Pekerja sosial memberikan informasi dan penjelasan


mengenai opini dan sikap-sikap tertentu yang diperlukan pegawai.
Termasuk dalam peran ini adalah membari pelatihan mengenai
manejemen stress, cara-cara berhebti merokok atau menunjukan
contoh-contoh perilaku positif yang dapat ditiru oleh pegawai.

2) Model Pelayanan Sosial Bagi Majikan atau Organisasi


Perusahaan

Dalam model ini yang menjadi klien perusahaan ini adalah


pihak perusahaan, bukan individu atau kelompok pegawai. Tujuan
utamanya adalah untuk membantu manejemen perusahaan dalam
mengidentifikasi dan mengembangkan kebijakan-kebujakan dan
pelayanan-pelayanan yang berhubungan dengan dunia kerja.
Sebagaimana dalam model pertama, sosiater yang menerapkan
model ini bisa bekerja sebagai konsultan eksternal yang disewa
perusahaan atau bisa pula menjadi bagian dari pegawai perusahaan
yang bersangkutan. Beberapa peranan dan keahlian yang diperlukan
dalam model ini meliputi: 26

(a) Konsultan

Pekerja sosial bekerjasama dengan pihak lain untuk


meningkatkan kemampuan pihak perusahaan dalam memahami
berbagai aspek dinamika organisasi dan kemanusiaan, serta
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi masalah.

Edi Suharto, 2009, Pekerjaan Sosial …., hlm. 38-41


26

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 283


Sosiologi Industri

(b) Analisis atau evaluator

Pekerja sosial mengumpulkan informasi dan mengevaluasi


dinamika organisasi, lingkungan, kebijakan-kebijakan atau peraturan-
peraturan dan dampaknya terhadap perusahaan.

(c) Pelatih

Pekerja sosial berfungsi sebagai seorang guru atau pendidik


yang membantu anggota-anggota organisasi perusahaan agar sadar
atau sensitif terhadap permasalahan perusahaan.

Pengembang program dalam peranan ini, pekerja sosial


mengidentifikasi dan menerapkan program-program baru guna
memenuhi kebutuhan perusahaan.

3) Model Pelayanan Sosial Bagi Konsumen

Model ini berfokus pada kebutuhan-kebutuhan konsumen dari


perusahaan. Pelayanan ini biasanya diberikan sebagai bentuk
pembelaan atas hak-hak konsumen untuk menerima pelayanan
perusahaan yang berkualitas.

4) Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Model


Investasi Sosial Perusahaan

Model ini pada dasarnya menunjuk pada perluasan peran


perusahaan yang tidak hanya mengurusi kesejahteraan pegawai dan
kebutuhan konsumen saja. Melainkan, turut pula peduli akan
kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan.

Pada model ini pekerja sosial membantu perusahaan dalam


mengidentifikasi dan membuat komitmen usaha-usaha peningkatan
standar hidup atau kondisi masyarakat yang tinggal disekitar

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 284


Sosiologi Industri

perusahaan. Sementara itu, tugas-tugas pekerja sosial umumnya


menyangkut pengidentifikasian dan hubungan perusahaan dengan
pemuka-pemuka masyarakat, pengevaluasian permintaan
sumbangan dari kelompok-kelompok kemasyarakatan dan
organisasi-organisasi amal, pelaksanaan asesmen kebutuhan
masyarakat, dan pengembangan program serta peleyanan-
pelayanan sosial baru.

Beberapa peranan dan keterampilan pekerjaan sosial dalam


model ini juga meliputi perencana dan analisis kemasyarakatan,
pengatur anggaran, pengembang program, broker, pembela, dan
negosiator.

5) Model Kebijakan Publik di Bidang Kepegawaian

Model ini mencakup formulasi, identifikasi, analisis, advokasi


bagi kebijakan, serta program dan pelayanan-pelayanan pemerintah
yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dunia kerja.

Pekerja sosial memegang peranan cukup penting dalam


model ini, yakni sebagai perencana dan pengembang kebijakan,
analisis kebijakan, advokat kebijakan. Peran sebagai analisis
kebijakan menunjuk pada tugas-tugas pekerja sosial untuk menelaah
konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik yang akan maupun
telah diterapkan oleh pemerintah. Sedangkan sebagai advokat
kebijakan, pekerja sosial menjalankan peran mendesakan kebijakan
kepada pemangku kepentingan (stakeholders) dan sasaran
kebijakan (polcy audience)

C. Interaksi Sosial dalam Masyarakat Industri

Sosiologi sesungguhnya bukanlah praktek, tetapi suatu


upaya untuk memahami realitas dan masalah sosial. Masalah-
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 285
Sosiologi Industri

masalah yang menarik perhatian ahli sosiologi tidak perlu sama


dengan apa yang oleh orang lain disebut “masalah sosial”. Berbeda
dengan pengertian “masalah sosial” yang lebih banyak dipahami
orang awam atau kaum birokrat sebagai sesuatu yang tidak beres
dalam masyarakat, ahli sosiologi mengartikan “masalah sosial”
sebagai masalah sosiologi yang terjadi dalam hubungannya dengan
interaksi dan tindakan sosial warga masyarakat.

1. Interaksi Sosial dan Simbol

a. Interaksi Sosial

Secara teoritis, sekurang-kurangnnya ada dua syarat bagi


terjadinya suatu interaksi sosial, yaitu terjadinya kontak sosial dan
komunikasi. Terjadinya suatu kontak sosial tidaklah semata-mata
tergantung dari tindakan, tetapi juga tergantung kepada adanya
tanggapan terhadap tindakan tersebut. Sedangkan aspek terpenting
dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran pada
sesuatu atau perilaku orang lain. Komunikasi melalui isyarat-isyarat
sederhana adalah bentuk paling elementer dan yang paling pokok
dalam komunikasi .

Tetapi, pada masyarakat manusia “syariat” komunikasi yang


dipakai tidaklah terbatas pada bentuk komunikasi ini. Hal ini
disebabkan karena manusia mampu menjadi objek untuk dirinya
sendiri (dan juga sebagai subjek yang bertindak) dan melihat
tindakan-tindakannya seperti orang lain dapat melihatnya.

Dengan kata lain, manusia dapat membayangkan dirinya


secara sadar dalam perilakunya dari sudut pandangan orang lain.
Sebagai akibatnya, mereka dapat mengonsentrasikan perilakunya

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 286


Sosiologi Industri

dengan sengaja untuk membangkitkan tipe respons tertentu dan


orang lain.27

Karakteristik khusus dari komunikasi manusia adalah


mereka tidak terbatas hanya menggunakan isyarat-isyarat fisik
sebagaimana halnya dilakukan binatang. Di dalam berkomunikasi
manusia menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang
mengandung arti bersama dan bersifat standar. Dalam hal ini, tidak
perlu selalu ada hubungan yang intristik antara satu bunyi tertentu
dengan respons yang disimbolkannya.

b. Simbol

Simbol disini berbeda dengan tanda. Makna sebuah tanda


biasanya identik dengan bentuk fisiknya dan dapat ditangkap dengan
panca indra, sedangkan simbol bisa abstrak. Menurut Karp dan
Yoels, simbol mengarahkan tanggapan-tanggapan kita, membantu
mempersatukan atau mengonsepkan aspek-aspek dunia.28

Bahwa simbol adalah sesuatu yang “lepas” dari apa yang


disimbolkan, karena komunikasi manusia itu tidak terbatas pada
ruang, penampilan atau sosok fisik, dan waktu dimana pengalaman
inderawi itu berlangsung, sebaliknya manusia dapat berkomunikasi
tentang objek dan tindakan jauh di luar batas waktu dan ruang.

Sebagai contoh, bila ssorang menyebut kata anjing,


misalnya, semua orang segera bisa membayangkan bagaimana
bentuk anjing itu tanpa harus didukung oleh kehadiran anjing itu

27Johnson, P Doyle. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. (dtj.


Robert MZ.Lawang) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 11.
28Kamanto, Sunarto, 1985, Pengantar Sosiologi: Sebuah Bunga

Rampai, Jakarta: Yayasan Obor, hlm. 100-101.


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 287
Sosiologi Industri

secara fisik karena manusia memiliki daya khayal dan memiliki


kesepakatan bersama akan pengertian kata anjing.

Bahkan, untuk hal-hal yang mungkin belum pernah kita lihat


wujud fisiknya, asal kita telah sepakat akan pengertian kata yang
diucapkan, niscaya komunikasi akan tetap bisa dilangsukan. Bila
seseorang menyebutkan kata setan atau jin, tentu segera di benak
kita akan bias membayangkan apa yang dimaksud oleh orang itu-
kendati kita sama sekali belum pernah menjumpai secara langsung
setan atau jin itu sendiri. Namun, perlu diingat makna dari suatu
symbol tertentu tidak selalu bersifat universal: berlaku sama di setiap
situasi dan daerah.

Dengan demikian, bahwa nilai atau makna sebuah simbol


tergantung kepada kesepakatan orang-orang atau kelompok yang
mempergunakan simbol itu. Menurut Leslie while (1968), makna
simbol hanya dapat ditangkap melalui cara-cara nonsensoris, yakni
melalui proses penafsiran (interpretative process). Makna dari suatu
simbol tertentu dalam proses interaksi sosial tidak begitu saja bias
langsung diterima dan dimengerti oleh semua orang, melainkan
harus terlebih dahulu ditafsirkan.

Seseorang yang menengadahkan tangan, tidak selalu harus


diartikan sebagai simbol meminta sedekah, tetapi bias pula berarti
suatu bentuk penghormatan yang diberikanoleh seseorang karena ia
mempersilakan orang lain untuk berjalan terlebih dahulu.
Menggelengkan kepala bagi orang Indonesia umumnya berarti tidak
setuju, tetapi bagi orang India menggelengkan kepala untuk
sebagian bias berarti setuju atau ya.

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 288


Sosiologi Industri

Dengan demikian, maka dari itu suatu simbol tergantung


konteks situasi dan daerah di mana symbol dipergunakan.

2. Jenis Tindakan Sosial

Tidak selalu semua perilakudapat dimengerti sebagai suatu


manifestasi rasionalitas. Sebagian dari kita mungkin heran dan tidak
habis piker kenapa ada orang yang bersedia membeli lukisan
abstrak-seperti lukisan Affandi dan Picasso yang tidak karuan
bentuknya itu-atau prangko kuno dengan harga jutaan atau bahkan
miliaran rupiah. Kita mungkin akan mengatakan bahwa tindakan
orang yang membeli lukisan itu adalah tidak rasional. Kesimpulan
kita seperti itu boleh-boleh saja, tetapi kalau kita mau berpikir lebih
mendalam dan tahu alas an subjektif mereka hingga bersedia
mengeluarkan uang begitu banyak untuk sebuah lukisan, mungkin
kita akan dapat mengerti.

Menurut Max Weber, (Johnson, 1986). metode yang bisa


dipergunakan untuk memahami artiarti subjektif tindakan social
seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya sekadar
merupakan introspeksi-yang cuma bias digunakan untuk memehami
arti subjektif tindakan diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain.
Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah
kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan
diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau
dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut
perspektif itu. Selanjutnya Max Weber mengklasifikasikan ada empat
jenis tindakan sosial yang memengaruhi sistem dan struktur sosial
masyarakat. Keempat jenis tindakan sosial itu: 29

Johnson, P Doyle. 1994. Teori Sosiologi….., hlm. 214


29

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 289


Sosiologi Industri

a. Rasionalitas instrumental.

Di sini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan


atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan
tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk
mencapainya. Seorang anak pensiunan pegawai negeri golongan III
yang memutuskan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri atau memilih
kuliah di program Diploma karena menyadari tidak memiliki biaya
yang cukup adalah contoh yang bisa disebut dari tindakan jenis
rasional instrumental.

b. Rasionalitas yang berorientasi nilai.

Sifat rasional tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang


ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar,
sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya
dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu
merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat
nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternatif. Contoh
tindakan jenis ini adalah perilsku ibadah.

c. Tindakan Tradisional

Dalam tindakan jenis ini, seseorang memeperlihatkan


perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek
moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Sebuah
keluarga di kota yang melaksanakan acara syukuran karena pindah
rumah, tanpa tahu dengan pasti apa mamfaatnya, adalah salah satu
contoh tindakan tradisional. Keluarga tersebut ketika ditanya,
biasanya akan menjawab bahwa hal itu hanya sekadar menuruti
anjuran dan kebiasaan orang tua mereka.

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 290


Sosiologi Industri

d. Tindakan afektif.
Tipe tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan alektif sifatnya
spontan, tidak rasional dan merupakan ekspresi emosional dari
individu. Seseorang yang menangis tersedu-sedu karena sedih atau
seseorang yang gemetar dan wajahnya pucat pasi karena ketakutan
adalah beberapa contoh yang bisa disebut.
Max Weber mengakui bahwa empat jenis tndakan social
yang diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa
ditemukan dalam kenyataan. Tetapi, lepas dari soal itu, apa yang
hendak disampaikan Weber adalah tindakan social-apa pun
wujudnya-hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-
pola motivasional yang berkaitan dengan itu. untuk mengetahui arti
subjektif dan motivasi individu yang bertndak,yang diperlukan adalah
kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.
3. Pengambilan Peranan Dalam Interaksi Sosial
Secara teoritis, tindakan social dan interaksi social adalah
dua konsep yang berbeda arti. Tindakan sosial adalah hal-halyang
dilakukan individu atau kelompok di dalam interaksi dan situasi sosial
tertentu. Sedang yang dimaksud dengan interaksi social adalah
proses dimana antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok atau kelompok dengan kelompok berhubungan satu
dengan yang lain. Banyak ahli sosiologi sepakat bahwa interaksi
sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktivitas sosial dan
hadirnya kenyataan sosial. Max Weber melihat kenyataan sosial
sebadai sesuatu yang didasarkan paa motivasi individu dan
tindakan-tindakan social.30

30
Johnson, P Doyle. 1994. Teori Sosiologi….., hlm. 216..
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 291
Sosiologi Industri

Ketika berinteraksi, seseorang atau kelompok sebenarnya


tengah berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial
orang atau kelompok lain.Sebuah interaksi sosial akan kacau
bilamana antara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling
memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka
lakukan.

Menurut George Herbert Mead, agar interaksi sosial bisa


berjalan dengan tertib dan teratur dan agar anggota masyarakat bias
berfungsi secara “normal”, maka yang diperlukan bukan hanya
kemampuan untuk bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, tetapi
juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku
kita sendiri dari sudut pandang orang lain. Pertanyaan umum yang
lazim muncul adalah: apakah perilaku atau tindakan kita sudah
cukup pantas di hadapan si X atau si Y? kalau kita biasa berbicara
ngoko terhadap teman sendiri, misalnya, apakah hal itu juga pantas
bila kita lakukan terhadap orang tua?

D. Interaksi Sosial Dalam Lingkungan Industri/Perusahaan


Hakitat perusahaan/Industri, di samping fungsi ekonomis
yaitu memproduksi barang industri, perushaan harus juga
mempunyai fungsi sosial, yaitu menciptakan dan mendistribusikan
kepuasan manusiawi dan kesejahteraan sosial. Sehubungan dengan
hal ini, bukannya individu buruh sebagai elemen yang terisolasi yang
harus diutamakan, tetapi mereka harus dilihat sebagai satu anggota
atau satu bagian dari satu kelompok primer.
Jadi baik fungsi ekonomis maupun fungsi sosial dari
perusahaan dan industri, kedua-duanya adalah ama pentingnya, dan
keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Jika organisasi
human dengan aspek-aspek sosialnya itu tidak seimbang dan tidak

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 292


Sosiologi Industri

diperhatikan samasekali, maka semua bentuk system efisiensi yang


bagaimanapun efektifnya di dunia ini, tidak mungkin bisa
mempertinggi efisiensi kerja dan menambah produksi.
Jika emosi-emosi pegawai menjadi lebih positif, sehingga
moralnya bisa dipertinggi, maka akan muncul tim kerja yang akrab
dan penuh persahabatan, lalu orang akan menjadi lebih rajin dan
senang bekerja. Moralitas tinggi bisa dipupuk, apabila karyawan
merasa dihargai oleh atasannya dan dilibatkan dalam pemecahan
masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Dengan demikian akan
tercipta satu tim kerja dengan kesadaran sosial yang tinggi.

Kelompok-kelompok sosial yang ada dalam perusahaan itu


sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku individu sebagai
anggota dari kelompok tersebut. Jadi, ada semacam tekanan
kelompok terhadap karyawan dan pekerja secara individual.
Kelompok sosial yang berbentuk tim-tim kerja ini, akan secara
spontan menampilkan pemimpin-pemimpin alami, yang akan muncul
dengan persetujuan kawan-kawannya. Mereka akan menghormati
pemimpin kelompok yang mereka pilih sendiri dan patuh padanya,
serta menghargai nilai-nilai dan kebiasaan kelompoknya.

1. Sikap Dan Komunikasi dalam lingkungan Industri

Komunikasi yang juga merupakan bagian dari psikologis


sosial, merupakan proses penyampaian pesan dari salah seorang
individu kepada individu yang lain sehingga terjadi kesamaan
pengertian.

Hubunngan kemanusiaan ini sebagai interaksi yang


disengaja untuk mencapai tujuan, dapat dikatakan sebagai usaha
untuk mendayagunakan hubungan antara manusia untuk

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 293


Sosiologi Industri

menggerakkan, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan untuk


mencapai suatu tujuan.

2. Human Relation dalam lingkungan Industri

Human relation dibagi dua pengertian yaitu:31

a. Dalam arti luas: “Interaksi antara seorang dengan orang lain


dalam segala situasi dan dalam bidang kehidupan untuk
memperoleh kepuasan hati.”. Seorang melakukan interaksi
dengan orang lain, ia melakukan komunikasi dengan cara
sedemikian baiknya. Sehingga maksudnya tercapai dengan
memuaskan hati kedua belah pihak. Suksesnya human relation
itu disebabkan sikap menghargai orang lain, sehingga interaksi
tersebut berpegang pada sifat manusia.

b. Dalam arti sempit: “ merupakan interaksi antara seorang dengan


orng lain, akan tetapi interaksi disini hanyalah dalam situasi kerja
dan dalam organisasi, sedangkan tujuannya, untuk menggiatkan
seseorang bekerja dengan semangat, kerja sama yang produktif
tetapi dengan hati puas dan senang.

Kunci aktivitas human relation adalah motivasi. Motivasi


karyawan untuk bekerja giat berdasarkan kebutuhan mereka secara
memuaskan yakni kebutuhan akan upah yang cukup bagi keperluan
hidup keluarga, kebahagiaan keluarganya, kemajuan dirinya sendiri.

Dalam melaksanakan human relation, pemimpin


organisasi/peruhaan melakukan komunikasi dengan karyawannya.
Dan komunikasi ini bersifat manusiawi untuk menggiatkan mereka

The Liang Gie dan Miftah Toha. 1976. Efisiensi Kerja bagi
31

Pembangunan. Negara. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,


hlm. 77.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 294
Sosiologi Industri

bekerja sama, sehingga hasilnya memuaskan, di samping mereka


bekerja dengan hati puas.

3. Sifat Tabiat Manusia dalam lingkungan Industri

Ada dua faktor yang menentukan sifat tabiat manusia yaitu,


pembawaan sejak ia dilahirkan dan lingkungan hidupnya. Dalam
berinteraksi dengan lingkungannya, seseorang menangkap kesan-
kesan dari luar dirinya melalui panca indranya. Dan itulah yang
menimbulkan sifat tabiat manusia yang berbeda, karena itu untuk
mengetahui pribadi seseorang tidak cukup mengenal individu saja.

Selanjutnya dalam perjalanan hidupnya dan berkembanglah


jiwanya. Seseorang mengalami aktivitas kejiwaan. Dan bila aktivitas
kejiwaan itu tetap sama tanpa terpengaruhi oleh kesan-kesan yang
pada suatu saat muncul, yang dinamakan fungsi kejiwaan. Fungsi
kejiwaan itu adalah pikiran, rasa, intuisi dan penginderaan. Dan
salah satu diantaranya pada seseorang bisa dominan.
Orang yang dominan pikirannya akan berusaha memahami
lingkungannya dengan jalan pengetahuan. Dan orang yang dominan
pada perasaan, memahami lingkungannya dengan ukuran penilaian
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Bisa juga orang
lebih dominan pada intuisi, dimana orang menangkap segala hal
dalam lingkungannya lebih banyak lewat penglihatan batin, melihat
makanan secara keseluruhan. Sedang orang yang dominan
penginderaannya menangkap hal-hal yang terdapat dalam
lingkungannya sebagai mana adanya tanpa ukuran penilaian
apapun.
Berdasarkan fungsi kejiwaan tersebut di atas, manusia
dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 295


Sosiologi Industri

a. Orang yang lebih mementingkan lingkungannya daripada diri


sendiri, lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada
kepentingan diri sendiri.
b. Orang-orang lebih mementingkan dirinya sendiri daripada
kepentingan umum.

4. Hubungan Antara Individu Keluarga dan Masyarakat

Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat.


Dalam ilmu sosial, individu berarti juga bagian terkecil dari kelompok
masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih
kecil. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam
keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan,
di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain
dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan.32

a. Individu

Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat.


Dalam ilmu sosial, individu berarti juga bagian terkecil dari kelompok
masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih
kecil.

b. Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri


atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan

Salvicion dan Celis. 1998. Bina Keluarga. Terjemahan. Jakarta:


32

Rineka Cipta, hlm. 63.


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 296
Sosiologi Industri

tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling


ketergantungan. Di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua
pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-
masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Konsep individu dan konsep keluarga; Individu sebagai


manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek yaitu
aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam
perkembangannya menjadi ‘manusia’, sebagaimana diistilahkan oleh
Dick Hartoko, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk
sosialisasi. Sosialisasi inilah yang membantu individu
mengembangkan ketiga aspeknya tersebut.33

Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak


di dalam keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah
sebagai media transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut
masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat
berbagai bentuk keluarga di mana dalam proses
pengorganisasiannya mempunyai latar belakang maksud dan
tujuannya sendiri.

Pranata keluarga ini bukanlah merupakan fenomena yang


tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam
pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh
sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata
keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang
terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.

33Hartoko, Dick & B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra.


Yogyakarta: Kanisius, hlm. 55.
Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 297
Sosiologi Industri

c. Masyarakat

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah


sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup
(atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata
“masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab,
musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.

Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok


manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila
memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama.
Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian
berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.34

Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara


utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial
mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral
nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural
intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar
menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai
kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural
tradisional.

An Nabhani, Taqiyuddin, 2012. Sistem Pergaulan Dalam islam.


34

Terj. M.Nashir. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, , hlm. 201


Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 298
Sosiologi Industri

Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan


struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar,
terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti
hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari
kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan
erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung
makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan
kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.

Bab VII Iteraksai Sosial Pada Masyarakat Post Industri 299


Sosiologi Industri

BAB VIII
Dampak Sosial Perkembangan
Industrialisasi

I ndustrialisasi merupakan suatu gejala yang tidak dapat


dipisahkan dalam proses pembangunan karena merupakan
mesin dalam peningkatkan pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi
merupakan proses peralihan dari satu bentuk masyarakat tertentu,
menuju masyarakat industrial modern.
Industrialisasi pada suatu masyarakat berarti pergantian
teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern,
yang terkandung dalam revolusi industri. Dalam hal ini terjadi proses
transformasi, yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala segi
kehidupannya (Dharmawan).
Adanya kesenjangan sosial yang semakin hari semakin
memprihatinkan membuat banyak orang makin amburadul,
khususnya di lingkungan perkotaan. Orang-orang desa yang
merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini, memang benar
kalau dikatakan bahwa. Padahal Demokratisasi adalah suatu
perubahan baik itu perlahan maupaun secara cepat kearah
demokrasi. Demokratisasi ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa
dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang
harus diterima adalah balkanisasi, perang saudara yang
menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi dengan sangat
parah. Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang
memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai
tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada
di dalam lingkungan pertamanya. Nama ideologi berasal dari kata
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 301
Sosiologi Industri

ideas dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, sedangkan logos


berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalahsekumpulan
ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh
dansistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
keagamaan.Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut.
Solidaritas adalah integrasi, dan tingkat dan jenis integrasi,
yang ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan
tetangga mereka.Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat
yang mengikat orang kepada sesamanya. Istilah ini umumnya
digunakan dalam sosiologi dan yang lain ilmu-ilmu sosial.

A. Konsep Dasar Dampak Sosial

1. Pengertian Dampak Sosial

Kata “dampak” menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah


“benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun
negative”. 1 Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu
(orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada
hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang
mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.
Pengertian “sosial”2 berkenaan denga masyarakat: adapun
masalah sosial adalah suatu masalah yang berhubungan dengan
nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Hal ini
berdasarkan tindakan-tindakan yang dapat mengganggu
ketentraman masyarakat.masalah sosial adalah suatu masalah yang
berhubungan dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga

1 Pusat Bahasa 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PB Diknas,


hlm. 313.
2 Ibid, hlm. 1371.

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 302


Sosiologi Industri

kemasyarakatan. Hal ini berdasarkan tindakan-tindakan yang dapat


mengganggu ketentraman masyarakat.

2. Masalah-masalah Sosial

Menurutnya, Soerjono Soekanto (2008), masalah sosial


adalah “suatu ketidaksesuaian antara unsur kebudayaan atau
masyarakat yang dapat membehayakan kehiduapan kelompok
social”.3
Sederhananya, masalah sosial adalah suatu kondisi yang
lahir dari suatu masyarakat yang tidak ideal, atau dengan kata lain
masalah sosial adalah ketidaksesuaian unsur-unsur masyarakat
yang dapat membahayakan kehidupan dari kelompok sosial. Untuk
lebih jelasnya, Masalah Sosial adalah suatu kondisi yang dapat
muncul dari keadaan masyarakat yang kurang atau tidak ideal, hal
tersebut akan terus ada dalam kehidupan apabila masih terdapat
kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi.
Dalam masyarakat pasti terdapat berbagai jenis dan
klasifikasi masalah sosial yang terjadi dengan berbagai faktor
penyebab. Masalah sosial yang terjadi berdampak dalam
masyarakat. Ciri-ciri masalah sosial antara lain:
a. Masalah yang terjadi mencerminkan atau terkait dengan
kesadaran moral anggota masyarakat.
b. Keresahan umum menggambarkan telah terbentuk persamaan
persepsi terhadap ancaman yang ditimbulkan dari suatu masalah.
c. Timbul kesadaran bahwa masalah tidak dapat diatasi sendiri
namun harus bekerja sama.
Selain ciri-ciri, terdapat karakteristik masalah sosial, antara
lain:

3
Soerjono Sokanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:
Rajawali Perss. hlm. 62
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 303
Sosiologi Industri

a. Kondisi yang dirasakan banyak orang


b. Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan
c. Kondisi yang menuntut perpecahan
d. Pemecahan masalah yang terjadi harus diselesaikan melalui aksi
secara kolektif
Contoh masalah masalah sosial di Indonesia antara lain
kemiskinan, pengengguran, masalah pendidikan dan masih banyak
lagi yang lainnya:4
a. Dampak Ekonomi Pembangunan; ekonomi pada dasarnya
merupakan usaha masyarakat dalam mengembangkan kegiatan
ekonomi dan meningkatkan produktivitasnya.
b. Pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas
ekonomi memang merupakan bentuk pembangunan ekonomi
yang dianalisis secara meluas. Dimana pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi didapatkan dari hasil peningkatan semua
modal ekonomi yang dapat mencakup infrastruktur transportasi,
human capital, dan modal sosial lainnya.
c. Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan
terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu
negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dan
merupakan proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka
pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup
masyarakat. Tiap-tiap negara selalu mengejar dengan yang
namanya pembangunan dengan tujuan semua orang turut
mengambil bagian. Kemajuan ekonomi adalah suatu komponen

4 Hidayat, Sutanto. 2012. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur


Fisik Belajar dari Analisi Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan
Jembatan Suramadu. Malang: Universitas Brawijaya, hhm. 43.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 304
Sosiologi Industri

esensial dari pembangunan itu, walaupun bukan satu-


satunya.Hal ini disebabkan pembangunan itu bukanlah semata-
mata fenomena ekonomi.
Melalui pemahaman di atas, yang paling mendasar, bahwa
pembangunan itu haruslah mencakup masalah-masalah materi dan
finansial dalam kehidupan. Pembangunan seharus-nya diselidiki
sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi
dan reorientasi dari semua sistem ekonomi dan social.5
3. Faktor Penyebab Terjadinya Masalah Sosial

Ada empat jenis faktor yang menjadi penyebab terjadinya


masalah sosial antara lain: 6

a. Faktor ekonomi

Masalah yang terjadi akibat faktor ekonomi antara lain


seperti kemiskinan, pengangguran, dan lain sebagainya. Masalah
sosial yang terjadi akibat faktor ekonomi biasanya yang bertanggung
jawab ialah pemerintah.

b. Faktor Budaya

Kebudayaan yang semakin berkembang dalam masyarakat


akan memiliki peran yang dapat menimbulkan suatu masalah sosial.
Masalah sosial yang disebabkan oleh faktor budaya anatara lain
perceraian, pernikahan usia dini dan masih banyak yang lainnya.

c. Faktor biologis

Masalah sosial yang terjadi karena faktor biologis antara lain


kurang gizi, penyakit menular, dan lai sebagainya. Semua masalah

5 MP. Todaro, 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga, Jilid 1


& 2,. Jakarta: Erlangga, hlm. 63.
6 Soerjono Sokanto, 1982. Sosiologi Suatu……hlm. 67

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 305


Sosiologi Industri

sosial tersebut dapat terjadi akibat kurangnya fasilitas kesehatan


yang memadai dan layak, kondisi ekonomi dan juga pendidikan
masyarakat yang tidak terpenuhi.

d. Faktor Psikologis

Masalah sosial juga dapat terjadi akibat faktor psikologis


masyarakat yang sangat lemah. Biasanya faktor psikologis muncul
jika beban his=dup yang dirasakan masyarakat dirasa terlalu berat,
pekerjaan yang menumpuk sehingga menimbulkan stres kemudian
akan timbul luapan emosi yang akan berakibat pada konflik antar
anggota masyarakat.

B. Analisis Dampak Sosial


1. Makna Analisis Dampak Sosial

Berangakat tulisan Riga Adiwoso (1990), tentang “Analisis


Dampak Sosial: Memperkirakan dan Mencegah Dampak
Pembangunan terhadap Lingkungan Sosial”, dijelaskan bahwa pada
tahun 1970-an berkembanglah Social Impact Assessment (SIA) di
Amerika yang merupakan hasil perhatian ilmuwan dan praktisi untuk
memahami dampak sosial dan lingkungan dari pembangunan
industri dan eksplorasi sumber daya alam. 7
a. Perhatian ini berkembang karena adanya ketergantungan yang
berlebihan pada kriteria-kriteria ekonomi dalam mengukur
konsep yang dikenal sebagai “kualitas manusia”.
b. Hasil nyata dari reaksi terhadap “economic philitinism” adalah
gerakan indikator sosial dan gerakan ekologi.

7Riga A.S. 1990. Memperkirakan dan Mencegah Dampak


Pembangunan terhadap Lingkungan Sosial. Bandung: PPLH-ITB,
hlm. 44.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 306
Sosiologi Industri

Kedua gerakan ini berangkat dari asumsi bahwa perspektif


ekonomi yang berlebihan terhadap perubahan teknologi,
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi mengesampingkan faktor
sosial dan lingkungan yang penting dan juga kurang memperhatikan
dampak terhadap manusianya. Perubahan yang pesat dalam
pembangunan industri menimbulkan berkembangnya masyarakat
yang semakin kompleks. Perubahan sosial dirasakan di semua
kegiatan kehidupan, baik sebagai dampak positif maupun negatif.
2. Tujuan Analisis Dampak Sosial

Tujuan utama dari Analisis Dampak Lingkungan Sosial ialah


menyajikan informasi mengenai dampak sosial pembangunan
sehingga memudahkan pengambilan keputusan. Informasi yang
diberikan untuk menangani berbagai konsekuensi suatu kegiatan
pembangunan, tetapi juga berbagai alternatif yang dapat diambil
dalam pelaksanaan program ataupun proyek agar dapat dampak
negatifnya dikurangi.
Andal Sosial dapat berarti juga sebagai studi dampak dan
konsekuensi sosial dari kegiatan perubahan yang direncanakan,
baik perubahan biogeofisik, sosial ataupun ekonomi. Dampak
lingkungan sosial dan dampak lingkungan biogeofisik dapat dilihat
sebagai dampak langsung dari kegiatan pembangunan, dan antara
dampak lingkungan biogeofisik dengan dampak lingkugan sosial
saling berkaitan (berkorelasi)
Permasalahan lain yang dihadapi dalam menentukan ruang
lingkup analisis dampak lingkungan sosial, ialah bagaimana
hubungan antara berbagai aspek yang terkait dalam kegiatan
pembangunan, baik dalam tingkat konseptual maupun operasional.
Riga (1990), telah mengidentifikasi suatu kerangka
pemikiran yang melihat hubungan antara aspek-aspek yang terkait

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 307


Sosiologi Industri

dalam pembangunan, yang berasal dari gerakan indikator sosial dan


berdasarkan konsep kualitas hidup (quality of life) dan kemaslahatan
sosial (well being) Ada 6 aspek utama dalam Andal Sosial, yaitu: (1)
Aspek Sosio Budaya; (2) Aspek Demografi; (3) Aspek Ekonomi; (4)
Aspek Lingkungan Binaan; (5) Aspek Lingkungan Alam; (6) Aspek
Proyek. 8
3. Dampak Orientasi

Dampak dari orientasi pembangunan pada pertumbuhan


ekonomi dengan mengembangkan industri sebagai basis
pertumbuhan ekonomi, semakin dirasakan dampak negatif terhadap
lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam.

Hal ini seiring dengan dampak negatif terhadap pergeseran


dan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, sehingga diperlukan
usaha untuk “pencarian kembali nilai” dan menekankan usaha
mencari “keadilan social dan“kualitas hidup” serta “pemerataan”.
Kesemua ini mendorong erencanaan pembangunan untuk tidak
memisahkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan dalam proses
kebijakan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Misalnya,
di Amerika, desakan dari gerakan ekologi menghasilkan “National
Environmental Policy Act (NEPA)” tahun 1969 yang menekankan
pada analisis dampak pembangunan terhadap lingkungan
biogeofisik.
4. Perspektif Komprehensif Analisis Dampak Sosial

Dalam memberikan perspektif yang komprehensif, analisis


lingkungan biogeofisik dari pembangunan, mencoba memperluas
batasannya dengan memasukkan aspek sosio ekonomi ke

8Riga A.S. 1990. Memperkirakan ….., hlm. 50


Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 308
Sosiologi Industri

dalamnya, namun terjadi kepincangan karena ilmuwan biogeofisik


yang tertarik pada aspek sosial kurang berhasil dalam
mengembangkan pengetahuan ilmu-ilmu sosial ke dalam proses
analisis dampak lingkungan (EIA). Hal ini telah mendorong ilmuwan
untuk mengembangkan “Social Impact Assessment” yang
menekankan pemisahan aspek sosial, demografi maupun ekonomi
dari aspek biogeofisik agar dapat memberikan perhatian yang
sepadan.
Dalam konteks ini maka paradigma Pembangunan Berpusat
pada Rakyat relevan untuk dijadikan landasan analisis dampak
lingkungan sosial (Social Impact Assessment). Walaupun EIA dan
SIA lahir atas dasar reaksi terhadap keadaan yang sama dan
seringkali menilai obyek yang sama namun dalam perkembangannya
makin terlihat sebagai kegiatan yang berbeda.
Perbedaan nyata ialah dalam permasalahan yang dihadapi,
ragam disiplin yang melakukan, dan perangkat yang digunakan.
Misalnya, dalam membangun jalan raya dapat dilakukan studi
dampak yang menilai apakah pembangunan akan menyebabkan
kebisingan ataupun polusi (dampak biogeofisik). Dinilai juga apakah
akan menyebabkan stress psikologis serta relokasi (dampak sosial)
dan apakah akan meningkatkan/ menurunkan harga tanah (dampak
ekonomi).
Permasalahan utama yang hingga kini dibahas di dunia
international dan belum didapat pemecahannya yang mantap, ialah
bagaimana mengintegrasikan data mengenai dampak sosial,
ekonomi dan biogeofisik dalam proses pengambilan keputusan. Di
pihak lain, subyek penelitian biogeofisik dan sosial berbeda,
perangkat analisis dampak sosial tidak dapat dilaksanakan dengan
perangkat yang berlaku bagi analisis dampak lingkungan biogeofisik.
Juga, analisis dampak sosial tidak perlu selalu dilihat sebagai subset
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 309
Sosiologi Industri

dari kegiatan analisis dampak lingkungan, tetapi sebagai analisis


bagi kegiatan pembangunan secara umum. 9 .

C. Dampak Perubahan Sosial


1. Teori perubahan sosial awal mula munculnya teori
tentang dampak sosial dan ekonomi

Teori perubahan sosial sebagai awal mula munculnya teori


tentang dampak sosial dan ekonomi. Sebelum membahas dampak
sosial perubahan sosial diartikan oleh Wiryohandoyo (2002), sebagai
suatu bentuk peradaban manusia akibat adanya perubahan alam,
biologis, fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia.10 Selain itu
perubahan sosial yang terjadi menurut Kingslay Davis “merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat”. 11

Pendapat lain dinyatakan oleh Selo Soemardjan (Wulansari,


2009), bahwa perubahan sosial sebagai segala perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk
didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.12
Dari penjelasan tentang perubahan sosial, dapat
dijelaskan pertama tentang dampak sosial menurut Surto Haryono
(1991), dampak dibagi menjadi dua yaitu dampak primer dan

9Riga A.S. 1990. Memperkirakan dan …., hlm. 53


10Wiryohandoyo, Sudarno. 2002. Perubahan Sosial: Sketsa Teori
dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, Yogyakarta: Tiara
Wacana., hlm. 1.
11
Soerjono Sokanto, 1982. Sosiologi Suatu….. hlm. 266
12 Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi (Konsep dan Teori). Bandung:

PT. Refika Aditama, halam. 126.


Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 310
Sosiologi Industri

dampak sekunder. Dampak primer adalah dampak yang langsung


dirasakan oleh suatu kegiatan13.
Selanjutnya Ritzer, menjelaskan tentang analisis kebijakan
sosian dengan beberapa indikator seperti:14 (1) perubahan sistem
sosial, (2) nilai-nilai individu dan kolektif, (3) perilaku hubungan
sosial, (4) gaya hidup dan ekspresi mode serta, (5) struktur
masyarakat.
Dengan demikian bahwa dampak sosial adalah sebuah
bentuk akibat atau pengaruh yang terjadi karena adanya sesuatu hal.
Pengaruh yang dimaksud adalah akibat yang terjadi pada
masyarakat, baik karena suatu kejadian itu mempengaruhi
masyarakat atau hal lainnya didalam masyarakat.
2. Perubahan sosial yang tejadi di masyarakat
Perubahan sosial yang tejadi di masyarakat juga
menimbulkan dampak secara ekonomi, dampak ekonomi dijelaskan
oleh Stynes (1999) dikelompokkan dalam tiga indikator, (1) direct
effect meliputi penjualan, kesempatan kerja, pendapatan pajak, dan
tingkat pendapatan, (2) indirect effect, meliputi perubahan tingkat
harga, perubahan mutu dan jumlah barang dan jasa,perubahan
dalam penyediaan properti dan variasi pajak, serta perubahan sosial
dan lingkungan, (3) induced effects, yaitu pengeluaran rumah
tangga, dan peningkatan pendapatan. 15

13 Kartodirjo, Sartono dan Suryo, Djoko, 1991. Sejarah Perkebunan


di Indonesia, Kajian sosial Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media,
hlm. 88.
14Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

hlm. 177.
15 Stynes, Daniel J , Vanessa Arnold, editor. 1997. Economic Impacts

of Tourism: A Handbook for Tourism Professionals. Illionis: Illionis


Bereau of Tourism-Illionis Department of Commerce and
Community Affairs., hlm. 233.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 311
Sosiologi Industri

Selain itu dampak ekonomi juga dijelaskan oleh Cohen


(terdiri dari, (1) dampak terhadap pendapatan, (2) dampak terhadap
aktivitas ekonomi, (3) dampak terhadap pengeluaran. 16

3. Dampak Ekonomi Industri

Dari sini lebih diperjelas bahwa dampak ekonomi industri


dijelaskan sebagai akibat dari suatu perubahan yang terjadi
dilingkungan. Hal lain menurut Sinaga, dampak sosial ekonomi dapat
dilihat dari sisi positif dan negatif sehingga dapat lebih berimbang
dalam memberikan penilaian. 17
a. Dampak Positif Perubahan Sosial
Dampak positif dalam perubahan sosial menunjukkan bahwa
memberikan pengaruh dalam kemajuan kehidupan masyarakat.
Macam-macam dampak positif perubahan sosial adalah sebagai
berikut:.
1) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Perkembangan iptek dapat mengubah nilai-nilai lama
menjadi nilai-nilai baru untuk mendorong berbagai inovasi dalam
kemudahan kehidupan masyarakat menuju perubahan sosial ke arah
modernisasi.
2) Tercipta Lapangan Kerja Baru,

Mendorong industrialisasi dan perkembangan perusahaan


mutinasional yang berkembang secara global dan pembukaan udstri
kecil, tentu saja memberikan banyak lapangan kerja sehingga dapat
menyerap tenaga kerja secara maksimal.

16Cohen and Uphoff. 1977. Rural Development Participation. New.


York: Cornel University., hlm. 577.
17Sinaga Pariaman. 2004. Pasar Modern VS Pasar Tradisional.

Jakarta: Kementerian Koperasi dan UKM., hlm. 177.


Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 312
Sosiologi Industri

3) Tercipta Tenaga Kerja Profesional,

Untuk mendukung persaingan industri maka diperlukan


tenaga kerja yang terampil, cakap, ahli dan professional

4) Nilai dan Norma Baru terbentuk

Karena perubahan akan terjadi terus menerus sehingga


memerlukan nilai-nilai dan norma dalam menjaga arus perubahan
berdasarkan nilai dan norma tanpa menghalangi terjadi perubahan
sosial.

5) Efektivitas dan Efisiensi Kerja Meningkat

Efektivitas dan efisiensi kerja selalu berkaitan dengan


penggunaan alat produksi yang tepat dalam menghasilkan produk
lebih cepat, lebih banyak dan tepat sasaran.

b. Dampak Negatif Perubahan Sosial

Dampak negatif dalam perubahan sosial menunjukkan


kerugian yang dialami oleh masyarakat, baik itu kerugian material
maupun non material. Macam-macam dampak negatif dalam
perubahan sosial adalah sebagai berikut: 18

1) Terjadinya Disintegrasi Sosial,

Disintegrasi terjadi karena adanya evolusi, kesenjangan


sosial, perbedaan kepentingan yang mendorong perpecahan dalam
masyarakat.

2) Terjadinya Pergolakan Daerah

Pergolakan di daerah dapat terjadi karena akibat dari:

18Oetama, Jakob., (ed.), 1990. Menuju Masyarakat Baru Indonesia:


Antisipasi Terhadap Tantangan Abad XXI, Jakarta: PT Gramedia,
hlm. 19-20.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 313
Sosiologi Industri

(a) Perbedaan agama, ras suku bangsa, dan politik

(b) Tidak memperhatikan tatanan hidup

(c) Mengabaikan nilai dan norma

(d) Kesenjangan ekonomi

3) Kenakalan Remaja

Muncul akibat pengaruh perubahan sosial nilai-nilai


kebebasan budaya barat yang diadopsi tanpa menyesuaikan kondisi
kebudayaan sendiri.

4) Terjadi Kerusakan Lingkungan

Keusakan lingkungan yang terjadi di areal perindustrian:

(a) Udara disekitar industri menjadi sangat buruk, dikarenakan gas


buang berupa asap membumbung tinggi di udara bebas.

(b) Daerah sekitar industri menjdi panas, ini akibat adanya


peningkatan suhu yang ekstrim yang dihasilkan oleh gas-gas
buang industri tersebut.

(c) Tercemarnya sumber-sumber mata air sekitar industri, akibat


pembuangan limbah ke sumber-sumber mata air tersebut.

(d) Industri juga dapat mempengaruhi peningkatan pemanasan


global (global warming), yang saat ini sedang dilakukan
pencegahan agar tidak lebih meluas.

(e) Pembangunan industri dapat menyebabkan banjir karena


kurangnya daerah resapan air, daerah-daerah hijau atau resapan
air sudah berubah fungsi menjadi daerah perindustrian.

(f) Polusi suara yang dihasilkan oleh deru-deru mesin produksi yang
tak henti-henti, Polusi suara dapat membisingkan telinga warga
yang tinggal disekitar areal perindustrian.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 314
Sosiologi Industri

5) Eksistensi Adat Istiadat Berkurang

Nilai adat istiadat semakin ditinggalkan oleh masyarakat


karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zmana, dan
digantikan dengan nilai kebudayaan modern.

6) Lembaga Sosial tidak Berfungsi Secara Optimal

Menyalah gunakan kedudukan dan wewenang

7) Munculnya Paham Duniawi

Munculnya Paham Duniawi, dapat terjadi karena akibat dari:

(a) Konsumenisme, paham/ideologi yang menjadikan seseorang


mengonumsi/memakai barang-barang secara berlebihan.

(b) Sirkulasi, paham yang memisahkan urusan dunia dengan urusan


agama.

(c) Hedonisme, merupakan paham yang menganggap hidup


bertujuan untuk mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan
menghindari perasangka-perasangka yang menyakitkan.

D. Dampak Sosial Perkembangan Industrialisasi


1. Dinamika Perkembangan Industri

Kebijakan industrialisasi yang dikendalikan negara dimulai


pada abad ke-19. Antusiasme terhadap usulan–usulan untuk
industrialisasi selanjutnya melanda Jepang dan dunia Barat, yang
mendorong seorang ahli ekonomi mengatakan bahwa apa yang
semula tidak lebih dari tujuan kebijakan telah berubah menjadi
“ideologi independensi ekonomi”, yang menghendaki “peningkatan

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 315


Sosiologi Industri

posisi negara serta titik berat pada industrialisasi sebagai wahana


bagi integrasi nasional” 19.
Indonesia, sebagai mata rantai negara berkembang, juga
tidak luput terkena demam industrialisasi tersebut. Semenjak
pembangunan ekonomi dimulai secara terencana sejak tahun 1969,
sesungguhnya pendekatan yang digunakan Indonesia adalah
strategi industrialisasi.
Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga
produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan
tinggi kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak
akan punya ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neo-
liberalisme. Tanpa ketahanan ekonomi, kedaulatan negeri ini -
terutama kedaulatan rakyatnya - berhenti sebatas cita-cita.
Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial
ekonomi yang merubah sistem pencaharian masyarakat agraris
menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan
sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi
yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji,
dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian
dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan
perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana
manusia merubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih
kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan,
efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi,
kebiasaan atau tradisi).

19Yustika, Ahmad Erani. 2007. Perekonomian Indonesia: Satu


Dekade Pasca Krisis Ekonomi .Malang: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya., hlm. 139.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 316
Sosiologi Industri

Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan


modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari
lingkungan social, politik dan hukum yang menguntungkan untuk
dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya
alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia
yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa
beradaptasi dengan pekerjaannya.
Menurut Jenssen, (1992), masalah sosial adalah perbedaan
antara harapan dan kenyataan atau sebagai kesenjangan antara
situasi yang ada dengan situasi yang seharusnya. 20
Pembangunan industri merupakan salah satu upaya
manusia dalam meningkatkan kualitas hidup, salah satu tujuan dari
pembangunan industri di antaranya untuk memperluas lapangan
kerja, menunjang pemerataan pembangunan, meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Alfian (Syaifullah, 2009), memberikan uraian mengenai
berbagai ekses atau dampak industrialisasi yang terjadi dalam
masyarakat di antaranya: Ditinjau dari sudut ekonomi, keberhasilan
tentunya akan menyebabkan perubahan yang amat berarti dalam
struktur perekonomian masyarakat.21
Dalam bidang sosial, diperkirakan industrialisasi akan
menyebabkan terjadi struktur sosial di mana sebagian besar dari
anggota masyarakat akan menggantungkan mata pencahariannya
pada sector industri. Sedangkan dari segi budaya, industrialisasi
diperkirakan akan menimbulkan perubahan nilainilai dan pola gaya
hidup (life style pattern) masyarakat yang amat berarti pula.

20Jensen, Solberg, Zorn. 1992. “Simultaneous Determination of


Insider Ownership, Debt and Dividend Policies”, Journal of
Financial Economics, 3, hlm. 317..
21Syaifullah. 2009. “Industrialisasi, Manusia Industri dan Perubahan

Sosial”. Jurnal. Geografi GEA. 9. (1), hlm. 47.


Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 317
Sosiologi Industri

2. Kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial adanya kesenjangan sosial yang
semakin hari semakin memprihatinkan membuat banyak orang
makin amburadul,khususnya di lingkungan perkotaan. Orang-orang
desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal
ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin
kaya,yang miskin makin miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap
sesama ini dikarenakan adanya kesenjangna yang terlalu mencolok
antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang
memandang rendah kepada golongan bawah,apalagi jika ia miskin
dan juga kotor,jangankan menolong,sekedar melihatpun mereka
enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat
tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-
leha tidur di hotel berbintang ,banyak orang diluar sana yang
kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi
lebih bnyak pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai
makanan enak yang harganya selangit.
Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena
pakaian yang tidak layak mereka pakai,namun banyak orang kaya
yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan
baju dari para designer seharga 250.000 juta,dengan harga sebnyak
itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin
yang kelaparan.
Pemerintah harusnya lebih memperhatikan masalah yang
seperti ini,pembukaan UUD 45 bahkan telah memberi amanat
kepada pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan bangsa,harusnya orang-orang yang berada di
pemerintahan lebih serius untuk memikirkan kepentingan bangsa
yang memang sudah menjadi tanggung jawab mereka,tapi dari
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 318
Sosiologi Industri

kasus-kasus yang sekarang ini tentang para anggota pemerintahan


yang melakukan korupsi dapat menunjukan bahwa tidak sedkit dari
mereka masih memikirkan kepentingannya masing-masing,uang dan
biaya yang seharusnya untuk kemakmuran masyarakat dimakan
oleh mereka sendiri.Kalaupun pada akhirnya mereka mendapatkan
hukuman itu bukanlah “hukuman” yang sebenarnya,banyak dari
mereka masih tetap hidup mewah walaupun mereka dalam kurungan
penjara yang seharusny memebuat mereka jera.Islam mengajarkan
agar masing-masing dari kita memiliki kepekaan sosial. Agar mau
memanfaatkan rezeki dari pendapatan,kekayaan,kepintaran dan
kemampuannya untuk kepentingan bersama.
Bahkan kita sebagai manusia juga diharuskan untuk saling
tolong menolong kepeda sesamanaya. Namun dalam kenyataanya,
semua itu hanyalah mimpi semu dan kenyataan yang tak pernah
menjadi nyata…..Karena sampai sekarang disekitar kita masih
banyak anak-anak terlantar,pengemis,dan kelaparan yang
merajalela. Masih segudang orang miskin yang mengaharapkan
bantuan dari tangan orang yang berhati dermawan,bukan hanya
bantuan materil semata tapi juga keadilan,kemakmura,perlakuan
baik dan segudang hak-hak mereka sebagai manusia dan warga
Negara Indonesia yang pantas mereka dapatkan seperti layaknya
orang lain,bukan hanya memandang sebelah mata kepada mereka.
Kesenjangan sosial dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
a. kemiskinan
Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak
pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap
kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari:22

22Chambers, Robert. 1996. PRA (Participatory Rural Appraisal)


Memahami Desa Secara. Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit
Kanisuis., hlm. 81.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 319
Sosiologi Industri

1) Kemiskinan itu sendiri


2) Kelemahan fisik
3) Keterasingan atau kadar isolas
4) Kerentaan
5) Ketidakberdayaan.
Ciri-ciri kebudayaan kemiskinan atau pemikiran kemiskinan:
1) Fatalism
2) rendahnya tingkat aspirasi
3) rendahnya kemauan mengejar sasaran
4) kurang melihat kemajuan pribadi
5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan
6) Perasaan untuk selalu gagal
7) Perasaan menilai diri sendiri negative
8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
9) Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Kemiskinan merupakan penyebab utama dari terjadinya
kesenjangan sosial yang banyak di dalam masyarakat.
b. Sempitnya lapangan pekerjaan

Sempitnya lapangan pekerjaan menjadi foktor


kesenjangan karena dengan lapangan pekerjaan yang sempit
sehingga banyak pengangguran serta berdampak pada
perekonomian yang rendah.Pemecahan dan Solusi Kesenjangan
Sosial Di Indonesia. Meminimalis (KKN) dan memberantas korupsi
dalam upaya meningkatan kesejahter masyarakat. Pemerintah telah
membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di
Indonesia. Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam
beberapa kasus soal korupsi KPK dinilai masih tebang pilih dalam
menindak masalah korupsi. Misalnya kasus tentang bank century
belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri kasus itu.

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 320


Sosiologi Industri

Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan


meminimaliskan (KKN) yang terjadi mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan dana yang ada.Meningkatkan
system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang
ketat terhadap mafia hukum. Masih banyak mafia hukum merajarela
di Indonesia itu yang semakin membuat kesenjangan sosial di
Indonesia makin mencolok.
3. Krisis Demokrasi

Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan


maupaun secara cepat kearah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi
tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak
dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi,
perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran
ekonomi dengan sangat parah.23 .

Demokratisai disuatu system pemerintahan memerlukan


proses yang tidaklah mudah. Pada saat perubahan terjadi, selalu
ada orang yang tidak ingin melakukan perubahan terus menerus,
atau ada manusia yang tidak mampu menyesuaikan diri.Dalam
kontes demokratisasi, peran individu yang mampu menerima
perubahan itu sangat penting. Untuk itulah, individu harus punya
tanggung jawab. Apalagi globalisasi yang terus mendorong
perubahan yagn tidak bisa ditahan oleh Negara manapun.

Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap


demokrasi muncul dari dalam Negara sendiri, karna warga
negaranya melihat system politik yang lebih baik, seperti yang
berjalan dinegara demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga

23Habibie, Bachraruddin Jusuf. 2006. Detik-Detik yang Menentukan:


Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta: THC
Mandiri., hlm. 55.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 321
Sosiologi Industri

dicapai oleh Negara tersebut. Dengan kata lain, pengaruh


internasional dating sebagai sebuah inpirasi yang kuat bagi warga
Negara didalam Negara itu.
4. Primordialisme

Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham


yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik
mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala
sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

a. Etimologi

Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang


artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan.Ikatan
seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang
diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk
sikap primordial.

Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk


melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini
dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap
etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif
dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu
memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini
terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah
menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan
sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila
nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat dua jenis
etnosentris yaitu:

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 322


Sosiologi Industri

1) Etnosentris infleksibel yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat


subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang
lain,

2) Etnosentris fleksibel yaitu suatu sikap yang cenderung menilai


tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang
budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak
selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi
bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan.
Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku
primordialisne merupakan unsur terpenting, saat
memberlakukan ajaran intinya.

b. Primordialisme

Salah satu konsekuensi dari kenyataan adanya


kemajemukan masyarakat atau diferensiasi sosial adalah terjadinya
primordialisme, yaitu pandangan atau paham yang menunjukkan
sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak semula melekat
pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama.
Primordialisme sebagai identitas sebuah golongan atau kelompok
sosial merupakan faktor penting dalam memperkuat ikatan golongan
atau kelompok yang bersangkutan dalam menghadapi ancaman dari
luar. Namun, seiring dengan itu, primordialisme juga dapat
membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap golongan atau
kelompok sosial lain.Primordialisme dapat terjadi karena faktor-faktor
berikut :

1) Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam


suatu kelompok atau perkumpulan sosial

Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 323


Sosiologi Industri

2) Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu


kelompok atau kesatuan sosial dari ancaman luar

3) Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan,


seperti nilai keagamaan dan pandangan hidup.

Primordialisme muncul dalam diri setiap orang. Karena


sangat manusiawi sekali dan tidak akan terlepas dari rasa tersebut.
Primordialisme yang tinggi biasanya muncul kepada seseorang yang
tengah melakukan suatu perantauan ke kota besar. Contohnya,
seseorang merantau dari Sumatra ke Jakarta. Seseorang tersebut
pastinya akan tetap memiliki rasa cinta terhadap daerahnya
meskipun sudah berada di Jakarta.

Salah satu faktornya adalah adanya semangat seperti ini,


meskipun jauh-jauh dari desa, tetapi bisa menaklukkan ibu kota.
Apalagi jika seseorang yang tengah merantau tersebut sukses dan
berhasil di ibu kota. Primordialisme pun semakin tertanam dalam diri.
Seakan menampik pribahasa kacang lupa akan kulitnya. Pastinya
mereka tidak melupakan daerah kelahirannya. Bahkan akan semakin
bangga dan ingin menunjukkan bahwa putra daerah pun bisa maju
dan berhasil.

Ragam cara orang mengejawantahkan sikap dari


primordialisme itu sendiri. Contoh nyata seperti halnya di kalangan
mahasiswa. Apalagi jika berada di kampus yang terdiri dari banyak
mahasiswa dari berbagai daerah. Bisa kita bayangkan pula jika
semangat fanatik dalam primordialisme muncul dalam pemilihan
presiden. Misalnya, presiden terpilih adalah berasal dari Kalimantan.
Maka orang non-Kalimantan tidak akan menerima presiden tersebut,
karena bukan berasal dari daerahnya. Bahkan tidak menutup
kemungkinan menekan habis-habisan terhadap kinerja presiden dan
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 324
Sosiologi Industri

bersikap radikal. Selalu menganggap salah dan salah, tidak ada


benarnya dalam roda pemerintahan.

Semua itu dilatarbelakangi karena tadi. Presiden tersebut


bukan berasal dari daerahnya.Primordialisme fanatik mengajak
orang untuk bagaimana caranya agar daerahnya tetap eksis. Sebuah
doktrin untuk mau tidak mau daerahnya yang mesti muncul dan
terdepan. Ego yang memang sangat tidak baik bagi membina suatu
persatuan bernegara. Bagaimana negara bisa sukses di mata dunia
(eksternal), di internalnya pun belum sukses. Sibuk sikut sana, sikut
sini. Padahal jika setiap daerah/suku adalah keluarga.

c. Tantangan Ideologi

Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea


berarti gagasan,konsep,sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian
ideologi secara umum adalahsekumpulan ide, gagasan, keyakinan,
kepercayaan yang menyeluruh dansistematis dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.

Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut: 24

1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup


kebangsaan dankenegaraan.

2) Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian,


pandanagn dunia,pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan
hidup yang dipelihara diamalkandilestarikan kepada generasi
berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankandengan kesediaan
berkorban.

Fungsi ideologi menurut beberapa pakar di bidangnya: 25

24Hidayat, Sutanto. 2012. Kebijakan Pembangunan…..,hm. 122.


25Hidayat, Sutanto. 2012. Kebijakan Pembangunan…..,hlm. 126.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 325
Sosiologi Industri

1) Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan


manusiasecara individual. (Cahyono, 1986)

2) Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi


tua (foundingfathers) dengan generasi muda. (Setiardja, 2001)

3) Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan


motivasi individu,masyarakat, dan bangsa untuk menjalani
kehidupan dalam mencapai tujuan.
5. Solodaritas Sosial

Solidaritas adalah integrasi, dan tingkat dan jenis integrasi,


yang ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan
tetangga mereka.Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat
yang mengikat orang kepada sesamanya. Istilah ini umumnya
digunakan dalam sosiologi dan yang lain ilmu-ilmu sosial

Menurut Émile Durkheim jenis-jenis solidaritas sosial


berkorelasi dengan jenis masyarakat. Durkheim memperkenalkan
istilah "mekanik" dan "solidaritas organik" sebagai bagian dari
teorinya tentang perkembangan masyarakat di Divisi Perburuhan
dalam Masyarakat (1893). 26

Dalam masyarakat menunjukkan solidaritas mekanik,


kohesi dan integrasi berasal dari homogenitas orang-orang merasa
terhubung melalui kerja sama, pelatihan pendidikan dan agama, dan
gaya hidup. Mesin solidaritas biasanya beroperasi dalam masyarakat
skala "tradisional" dan kecil.

26K.J. Veeger. 1990. Realitas Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama, hlm. 66.
Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 326
Sosiologi Industri

Dalam masyarakat sederhana (misalnya, suku), solidaritas


biasanya didasarkan pada kekerabatan ikatan jaringan keluarga.
Organik solidaritas berasal dari saling ketergantungan yang timbul
dari spesialisasi kerja dan saling melengkapi antara orang-
perkembangan yang terjadi pada "modern" dan "industri"
masyarakat. Definisi: adalah kohesi sosial berdasarkan individu telah
ketergantungan satu sama lain dalam masyarakat yang lebih maju. 27

Meskipun individu melakukan tugas yang berbeda dan


sering memiliki nilai yang berbeda dan bunga, ketertiban dan
solidaritas masyarakat sangat tergantung pada ketergantungan
mereka pada satu sama lain untuk melakukan tugas tertentu mereka.

Organik di sini adalah mengacu pada saling


ketergantungan dari bagian komponen. Jadi, solidaritas sosial
dipertahankan dalam masyarakat yang lebih kompleks melalui saling
ketergantungan bagian komponennya (misalnya,petani memproduksi
makanan untuk memberi makan para pekerja pabrik yang
memproduksi traktor yang memungkinkan petani untuk memproduksi
makanan).

27 Veeger. 1990. Realitas Sosial ….., hlm. 71.


Bab VIII Dampak Sosial dari Perkembangan Industri 327
Sosiologi Industri

BAB IX
Dinamika Perkembangan Masyarakat
Industri di Indonesia

P erubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak


zaman dahulu. Namun dewasa ini perubahan-perubahan
tersebut berjalan dengan sangat cepatnya, sehingga
membingungkan manusia yang menghadapinya. Perubahan-
perubahan sering berjalan secara konstan.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia


dewasa ini merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa
menjalar dengan cepat kebagian-bagian dunia lain berkat adanya
komunikasi modern. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi
yang terjadi di suatu tempat, dengan cepat dapat diketahui oleh
masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
Perubahan akan selalu berlaku pada setiap manusia dan
masyarakatnya, setiap saat dimanapun mereka hidup dan berada.
Untuk itu kami berusaha menjelaskan mengenai perubahan sosial
dan bentuk-bentuknya secara lebih lanjut. Di negara industri,
perubahan masyarakat akhirnya telah memungkinkan lahirnya
kolonialisme, sehingga kemajuan negara industri sekaligus telah
menghambat negara yang kini dikenal sebagai negara berkembang
seperti Indonesia.
Dalam proses pembangunan semua pemikiran, teknologi,
dan ilmu pengetahuan dimanfaatkan untuk memajukan suatu
bangsa. Karena pemikiran, teknologi, dan ilmu pengetahuan banyak
dikembangkan di luar negeri khususnya negara industri, maka
dewasa ini negara berkembang seperti Indonesia mengalami proses
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 329
Sosiologi Industri

industrialisasi, yaitu penyebarluasan teknologi dan cara kerja yang


lebih produktif. Jadi, dalam proses industrialisasi ini masyarakat perlu
dipersiapkan untuk menerima dan menggunakan teknologi baru yang
dapat membantunya dalam meningkatkan penghasilan guna
kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, menurut para ahli sosiologi
bahwa untuk mencapai suatu fase perubahan terlebih dahulu
diperlukan suatu kematangan social budaya.

A. Konsep Dasar Perkembangan Masyarakat Industri Indonesia

1. Hakikat Perkembangan Industri

Perkembangan industri modern merupakan gejala yang erat


hubungannya dengan perkembangan masyarakat, sekaligus
merupakan sebab dan akibat berbagai perkembangan lain, seperti
pertambahan penduduk, urbanisasi, pembukaan lapangan pekerjaan
untuk meningkatkan perekonomian. Kita tidak dapat memandang
industri modern sebagai konsekuensi suatu rentetan pendapat baru
dalam bidang teknik dan ilmu pengetahuan.1

Industri pengolahan membantu manusia untuk lebih mudah


memenuhi kebutuhannya, petani memerlukan cangkul, pembajak
sawah memerlukan alat bajak, pemilik anggrek membutuhkan pot-
pot anggrek, pemilik hotel membutuhkan keranjang buah dan
seterusnya. Bila sepotong bambu dijadikan keranjang buah untuk
disediakan di hotel-hotel dan restoran, maka bamboo tersebut telah
mempunyai nilai tambah.2

1Mayor, Polak J.B.A.F. 1984. Sosiologi: Suatu Buku Pengantar


Ringkas. Jakarta:Ikhtiar Baru., hlm. 1.
2Ginting, Perdana. 2009. Perkembangan Industri Indonesia.
Bandung: Yrama. Widya., hlm. 27
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 330
Sosiologi Industri

Istilah industri juga digunakan bagi suatu bagian produksi


ekonomi yang terfokus pada proses manufakturisasi tertentu yang
harus memiliki permodalan yang besar sebelum bisa meraih
keuntungan. Dalam kasus ini sebenarnya lebih tepat disebut industri
besar. Sebagai contoh pada tahun 2004, bisnis jasa keuangan
adalah industri terbesar di dunia dalam kategori pendapatan.
Dalam perencanaan ekonomi dan wilayah urban, kawasan
industri pabrik adalah penggunaan lahan dan aktivitas ekonomi
secara intensif yang berhubungan deng an manufakturisasi dan
produksi baik tingkah laku dalam kegiatan ekonomi maupun
subsistem lainnya.3

2. Nilai dan prilaku hubungan Masyarakat dan Perkembangan


Industri

Perilaku kerja dan hubungan manusia merupakan dua


konsep utama dalam membahas nilai dan prilaku hubungan
masyarakat industri. Perubahan prilaku masyarakat dari masyarakat
transisi (dari masyarakat agraris) ke masyarakat industri modern
akan mengubah pola-pola hubungan kerja secara keseluruhan.

Menurut Agus Salim, (2002), Perubahan ini bersifat


mendasar, yang berhubungan dengan landasan filosofi dan
pandangan hidup masyarakat secara kolektif., yaitu: 4

a. Hubungan perubahan dalam industri akan mengubah pola prilaku


manusia dalam hubu ngan kerja yang dibentuknya;

3 S.R., RK. Brown, J. Child, dan MA. Smith. 1190. Sosiologi Industri.
Jakarta: Rineka Cipta., hlm. 29.
4 Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial; Sketsa Teori dan Refleksi

Metodologi Kasus di. Indoneisa. Yogyakata: Tiara Wacana, hlm.


151.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 331
Sosiologi Industri

b. Hubungan manusia akan menglami perubahan, sesuai dengan


pergeseran penghargaan menusia terhadap konsep waktu, nilai
kerja, dan masa depan.

3. Perubahan Perkembangan Masyarakat

Perubahan pada masyarakat dapat terjadi pada nilai-nilai


sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, susunan
lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat,
kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya.5

Perubahan yang terjadi pada masyarakat dewasa ini


merupakan gejala yang normal, bahkan pengaruhnya bisa menjalar
dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi
modern. Pada dewasa ini menurut Soekanto proses-proses pada
peruban sosial dapat di ketahui dari cici-ciri tertentu, antara lain:

a. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena


setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara
lambat atau secara cepat.

b. Perubahan yang terjadi pada lembaga masyarakat tertentu, akan


di ikuti oleh perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial
lainnya.

c. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengkibatkan


dis organisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam
proses penysuaian diri.

d. Perubahan-perubahan yang dapat dibatasi pada bidang


kebendaan atau bidang spiritual saja, karena kedua bidang
tersebut mempunyai kaitan timbale balik yang sangat kuat.

5Soerjono Soekanto, 2003. Sosiologi: Satu Pengantar. Jakarta: Raja


Grafindo Persada, hlm. 301.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 332
Sosiologi Industri

B. Pola Peubahan Perilaku dalam Perubahan Sosial

1. Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial dapat dikatakan sebagai suatu perubahan


dari gejala-gejala sosial yang ada pada masyarakat, dari yang
bersifat individual sampai yang lebih kompleks. Para ahli sosiologi
dan antropologi telah banyak membicarakan tentang perubahan
sosial di antara sebagai berikut:6

a. William F. Ogbourn (1964), mengemukakan bahwa ruang lingkup


perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan material dan
immaterial, yang ditekankan pada pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.

b. Kingsley Davis (1960), mengartikan perubahan sosial sebagai


perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat. Misalnya, timbulnya penggorganisasian buruh dalam
masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahnan-perubahan
dalam hubungan antara buruh dan majikan yang selanjutnya
menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasai ekonomi
dan politik.

c. Mac Iver (1937), mengartikan bahwa perubahan sosial sebagai


perubahan dalam hubungan sosial (perubahan yang dikehendaki
dan perubahan yang tidak dikehendaki) atau sebagai perubahan
terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.

d. Gillin dan Gillin (1957), mengartikan perubahan sosial adalah


suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,

6
Soerjono Soekanto, 2003. Sosiologi: Satu Pengantar….., hlm. 157.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 333
Sosiologi Industri

komposisi penduduk, dan ideologi maupun karena adanya difusi


atau penemuan-penemuan barudalam masyarakat.

2. Esensi Konsep Perubahan Sosial


Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan
yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya,
terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka
waktu berlainan. Berbicara tentang perubahan, kita membayangkan
sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan
dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan
sesudah jangka waktu tertentu.
Untuk dapat menyatakan perbedaannya, ciri-ciri awal unit
analisis harus diketahui dengan cermat-meski terus berubah. Jadi
konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan:7 (1)
Perbedaan; (2) pada waktu berbeda; dan (3) di antara keadaan
sistem sosial yang sama.
Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak
terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan (Hawley dalam
Sztompka, 2004). Perubahan sosial dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, tergantung pada sudu pengamatan: apakah dari
sudut aspek, fragmen atau dimensi sistem sosialnya. Ini disebabkan
keadaan sistem sosial itu tidak sederhana, tidak hanya berdimensi
tunggal, tetapi muncul sebagai kombinasi atau gabungan hasil
keadaan berbagai komponen seperti berikut: 8
a. Hubungan antarunsur (misalnya: ikatan sosial, loyalitas,
ketergantungan, hubungan antarindividu, integrasi).Berfungsinya
unsur-unsur di dalam sistem (misalnya: peran pekerjaan yang

7Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:


Prenada Media., hlm. 5
8Ibid, hlm. 7

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 334


Sosiologi Industri

dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu


untuk melestarikan ketertiban sosial).
b. Pemeliharaan batas (misalnya: kriteria untuk menentukan sipa
saja yang termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu
dalam kelompok, prinsip rekrutmen dalam organisasi, dan
sebagainya).
c. Subsistem (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi
khusus yang dapat dibedakan).
d. Lingkungan (misalnya: keadaan alam atau lokasi geopolitik).
3. Proses Perubahan Perilaku Sosial
Ada tiga hal yang berkenaan dengan proses perubahan
sosial. Pertama, bagaimana ideas mempengaruhi perubahan-
perubahan sosial. Kedua, bagaimana tokoh-tokoh besar dalam
sejarah menimbulkan perubahan besar di tengah-tengah
masyarakat. Ketiga, sejauh mana gerakan-gerakan sosial dalam
revolusi menimbulkan perubahan stuktur sosial dan norma-norma
sosial:9.

a. Ideas Menentukan Sejarah

Dalam Marxisme, yang kita kenal sebagai materealisme


(historical materialisme), ada anggapan bahwa yang mengubah
sejarah, masyarakat dan bangsa bukanlah ide atau gagasan tetapi
teknologi, stuktur ekonomi atau penggunaan alat-alat produksi. Marx
membagi stuktur masyarakat dalam dua bagian: suprastruktur dan
infrastuktur. Suprastruktur adalah bagian yang soft dari sebuah
kebudayaan, sedangkan infrastruktur adalah bagian yang hard.
Perbandingan antara kebudayaan bisa disamakan dengan software

9 Sudirman, Rahmat. 1999. Konstruksi Seksualitas Islam dalam


Wacana Sosial. Yogyakarta: Media Pressindo., hlm. 77.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 335
Sosiologi Industri

dan hardware pada komputer. Software adalah peralatan komputer


itu sendiri. Begitu juga dalam kebudayaan. Yang dibedakan antara
program kebudayaan (software) dan kebudayaan itu sendiri
(hardware).
Yang termasuk infrastruktur suatu kebudayaan, misalnya,
struktur ekonomi atau teknologi kebudayaan iti sendiri; sedangkan
suprastrukturnya adalah ideologi, kepercayaan, agama, ideas, dan
lain-lain. Menurut Marx, suprastruktur ditentukan oleh infrastruktur.
Ideologi akan sangat ditentukan oleh ekonomi. Keadaan ekonomi,
misalnya, akan menentukan keadaan kelas; bukan sebaliknya.
Agama kita sangat ditentukan oleh posisi ekonomi kita di tengah
masyarakat. Versi-versi keberagamaan kita sangat ditentukan oleh
letak dalam status sosial ekonomi. Apa yang dirumuskan oleh Marx
sebetulnya merupakan antitesis dari apa yang kita bicarakan: bahwa
ideas akan menentukan perubahan.
Kekuatan sejarah akan sangat ditentukan oleh ideas
(gagasan-gagasan). Ideologilah yang akan menentukan perubahan
ekonomi, sistem sosial, dan stuktur politik. Jika ideologi suatu
masyarakat berubah, berubah pulalah infrastuktur masyarakat itu.
Berbeda dengan pandangan Marx, teori ini menganggap bahwa
ideaslah yang paling menentukan perubahan sosial. Teori yang
sekaligus menjadi kritik terhadap Marx dikemukakan oleh Marx
Weber. 10
Suatu masyarakat dikatakan mengalami perubahan sosial jika
sistem sosialnya juga berubah. Jadi, dalam perkembangan
masyarakat itu, individu tidak berperang apa-apa. Mereka hanyalah
poin-poin kecil yang digerakkan oleh sistem sosial, politik, ekonomi.

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan …., hlm. 35


10

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 336


Sosiologi Industri

Dulu, para sosiolog melacak perubahan-perubahan pada masyarakat


pada perubahan-perubahan institusi; individu sama sekali tidak
memegang peranan. Sebagai contoh utamanya dalam tesis Marx.
Namun, Weber membalikkan pandangan ini dengan mengatakan
bahwa semua perubahan sosial dimulai dari perubahan tingkah laku
manusia. Perubaan dari human action, perubahan dari tindakan-
tindakan manusia yang ada dimasyarakat. Karena itu, banyak ahli
menganggapWeber sebagai pendiri dari apa yang disebut sociologi
humanis, sosiologi yang (kembali) menempatkan peranan manusia
dalam perubahan-perubahan sosial. Berbeda dengan Marx, Weber
berpendapat bahwa superstucture, soft belief system, ideology
adalah faktor yang sangat aktif dan efektif dalam mengubah sejarah.
Tesis Weber ini terbukti dengan munculnya kapitalisme. 11.
Kapitalisme adalah sebuah sistem sosial yang di tegakkan di
atas dasar pencarian keuntungan dan tindakan-tindakan rasional.
Kata Marx Weber, kapitalisme adalah pengantar menuju masyarakat
modern. Bersamaan dengan lahirnya kapitalisme, lahir pula institusi-
intitusi dan penguasaan-penguasaan baru yang independen.
Pandangan baru tentang pasar (market) juga mulai muncul
dipermukaan. Menurut Weber, sebagai sebuah sistem sosial,
kelahian kapitalisme. Ada sekelompok orang yang perilakunya
berbeda dengna kebanyakan orang pada zaman itu. Kapitalisme
muncul karena sekelompok orang yang di sebut Weber sangat
newentrepreneur (pengusaha-pengusaha baru) melakukan
serangkaian tindakan (human action). Tindakan itu didasarkan pada
semangat yang disebut semangat kapitalisme. Semangat kapitalisme
terdiri dari tiga rukun berikut; Motif memperoleh laba (profit motive),

11 Sudirman, Rahmat. 1999. Konstruksi …., hlm. 81.


Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 337
Sosiologi Industri

hidup zuhud atau sederhana (ascetic orentation), dan semangat misi


(ideas of calling).

b. Manusia-manusia Besar

Teori tentang great individuals (manusia-manusia besar yang


mengubah sejarah) dikemukakan oleh beberapa orang. Thomas
Carlyle, misalnya, adalah penulis buku Heroes and Hero Worshipers
(para pahlawan dan pemujaan pahlawan). Menurut Carlyle, sejarah
adalah biografi manusia besar “history of the world is the biography
of the great man”. Pada salah satu bagian, dia menulis tentang
Rasulullah, The Hero as The Prophet, pahlawan sebagai Nabi.
Thomas Carlyle memandang sejarah sebagai biografi dari manusia-
manusia besar. Dia mengatakan, “sejarah universal merupakan
sejarah apa yang telah dicapai oleh umat manusia di dunia dan pada
dasarnya adalah sejarah manusia besar yang sudah bekerja di
dunia”. Lebih lanjut, Carlyle mengatakan bahwa manusia besar
adalah jiwa dari seluruh sejarah umat manusia.
Ada tiga macam tipe individu di tengah-tengah masyarakat
(Rahmat, 1999). 12.
1) ordinary people (manusia-manusia biasa) seperti kita yang
membentuk jaringanjaringan sosial. Masyarakat sebenarnya
terdiri dari sekian banyak ordinary people. Kita tidak bisa
memasukkan mereka sebagai individu besar untuk mengubah
sejarah.
2) exceptional actors, yaitu tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan
yang luar biasa. Mereka bisa berbuat apa saja dan mempunyai
kearifan yang dalam. Mereka bisa memahami apa yang
dibutuhkan masayarakat di sekitarnya. Exceptional actors ini

12 Sudirman, Rahmat. 1999. Konstruksi …., hlm. 81.


Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 338
Sosiologi Industri

termasuk para nabi, pembaharu, dan tokoh sejarah besar.


Mereka mempunyai sesuatu yang istimewa yang
membedakannya dengan manusia yang lain.
3) Tipe terakhir adalah orang-orang yang berada di antara kedua
tipe tadi. Orang seperti ini tidak mempunyai kebijakan dan
pengetahuan seperti yang dimiliki oleh exceptional actors, tetapi
mereka menduduki posisi penting di masyarakat. Karena itu
mereka biasanya disebut holders of exceptional positions.
Seseorang, misalnya, yang memiliki kearifan yang rendah, tiba-
tiba menjadi presiden. Maka dia pun akan ikut menentukan
jalannya sejarah dan dapat mempengaruhi proses perubahan
perubahan sosial. Bahkan, sekiranya dia buta huruf seperti
seorang kaisar di Afrika, dia dapat menentukan jalannya sejarah,
paling tidak di negerinya sendiri.
Lalu apa yang dilakukan oleh great individuals itu untuk
mengubah sejarah? Ada beberapa type of actions yang dilakukan
oleh manusia. Sebagai anggota masyarakat kita berada dalam
sebuah spektrum, dari private actions, tindakan orang yang
mempengaruhi secara pribadi tetapi tidak begitu banyak yang
menimbulkan perubahan sosial, sampai tindakan bersama (collective
actions) yang tidak terorganisasi, biasanya dilakukan dengan cara
yang buruk. Demonstrasi-demonstrasi yang belakangan marak,
biasanya hanya bersifat temporer. Kerusuhan-kerusuhan juga
menimbulkan perubahan sosial, tetapi tidak berdampak besar
kepada masyarakat sebagai bangsa. Collective actions ini biasanya
dilakukan oleh social movement (gerakan-gerakan sosial). Tindakan
yang lebih bisa mengubah lagi adalah tindakan-tindakan yang
terorganisasi, terencana, dan sudah disiapkan sebelumnya, seperti
organizing dan mobilizing. Dalam istilah Bung Karno, ada yang
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 339
Sosiologi Industri

dikenal dengan pembentukan kekuatan dan pemanfaatan kekuatan.


Ada sebuah organisasi sosial yang mengorganisasi rencana-rencana
mereka membentuk kekuatan dan memanfaatkan kekuatan itu.
Tindakan yang paling akhir adalah tindakan-tindakan politik (political
action). Seorang great individuals diukur pengaruhnya dari seluruh
tindakan ini. 13 .

c. Revolusi

Ketika seluruh bangsa dilanda krisis, semua orang menuntut


perubahan. Makin menderita bangsa itu, makin ingin perubahan itu
segera terjadi. Revolusi muncul sebagai strategi terbaik. Reformasi
dianggap terlalu lamban, sementara perut tidak bisa menunggu. Bila
penyakit sosial seperti korupsi sudah berurat berakar dalam seluruh
tubuh bangsa, kita memerlukan pembedahan total; yakni, revolusi.
Ada kerinduan untuk menyongsong revolusi. Ada kebanggaan dalam
gerakan revolusioner. Ada banyak contoh bangsa-bangsa besar lahir
dari puing-puing revolusi. Tetapi, pada saat yang sama, ada
ketakutan akan kedahsyatan revolusi. Bayangan kita tentang revolusi
itu ambigu. Pada satu sisi, revolusi dipandang sebagai pelita
harapan, yang membimbing kita dari kegelapan status quo pada
cahaya masa depan. Pada sisi lain, revolusi dilihat sebagai momok
yang mengerikan, bersimbah darah, dan penuh adegan kekerasan.14
Revolusi adalah manifestasi perubahan sosial yang paling
spektakuler. Revolusi menengarai guncangan fundamental dalam
proses sejarah, membentuk kembali masyarakat dari dalam dan
merancang lagi bangsa. Revolusi tidak membiarkan apapun seperti
sebelumnya; revolusi menutup satu zaman dan membuka zaman

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan …., hlm. 135


13

Ibid., hlm. hlm. 137.


14

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 340


Sosiologi Industri

baru. Pada saat revolusi, masyarakat mengalami puncak perannya,


ledakan potensi transformasi diri. Pada bangkitnya revolusi,
masyarakat dan para anggotanya seakan-akan dihidupkan kembali,
hampir dilahirkan kembali. Dalam pengertin ini, revolusi adalah tanda
kesehatan sosial. Karena muatan makna yang sarat ideologis,
revolusi sering dirancukan dengan berbagai cara perubahan sosial
lainnya. Revolusi memang perubahan yang cepat; tetapi tidak semua
perubahan yang cepat disebut revolusi. Menurut Sztompka, paling
tidak ada lima ciri yang membedakan revolusi dari jenis-jenis
perubahan sosial lainnya:
1) Revolusi menimbulkan perubahan pada skala yang paling luas;
menyentuh semua tahap dan dimensi masyarakat: ekonomi,
politik, budaya, organisasi sosial, kehidupan sehari-hari,
kepribadian manusia.
2) Pada semua bidang kehidupan ini, perubahannya bersifat radikal,
fundamental, mencapai akar atau inti dari konstitusi dan fungsi
masyarakat.
3) Perubahan berlangsung dengan sangat cepat, seperti sebuah
ledakan dinamika yang terbersit dari arus lamban proses sejarah.
4) Revolusi juga menunjukkan perubahan yang paling kentara;
karena itu paling dikenang.
5) Revolusi menimbulkan reaksi emosional dan intelektual yang
sangat istimewa pada para peserta atau saksi revolusi: semangat
yang membara, ledakan mobilisasi massa, optimisme, perasaan
perkasa, kegembiraan dalam keikutsertaan pada ‘pesta’ revolusi;
aspirasi yang melangit dan utopia masa depan.
Intinya perubahan perilaku sosial bisa dilakukan dengan
revolusi atau people’s power. Revolusi atau people’s power
merupakan bagian dari power strategy (strategi perubahan sosial
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 341
Sosiologi Industri

dengan kekuasaan). Dan revolusi merupakan puncak dari semua


bentuk perubahan sosial. Karena, ia menyentuh segenap sudut dan
dimensi sosial secara radikal, massal, cepat, mencolok, dan
mengundang gejolak intelektual dan emosional dari semua orang
yang terlibat di dalamnya.
Strategi perubahan yang lainnya adalah persuasive strategy
(strategi persuasif). Dalam strategi ini, media massa bisa sangat
berperan. Karena, pada umumnya, strategi persuasif dijalankan
lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat yang tidak lain
melalui media massa. J.A.C. Brown memasukkan propaganda dalam
strategi persuasif untuk melakukan perubahan sosial.15
Dan yang terakhir adalah strategi normative reeducative
(normatif-reedukatif). Normatif adalah kata sifat dari norm (norma)
yang berarti aturan yang berlaku di masyarakat. Posisi kunci norma-
norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat telah diakui secara
luas oleh hampir semua ilmuwan sosial.
Norma termasyarakatkan lewat education (pendidikan). Oleh
sebab itu, strategi normatif ini umumnya digandengkan dengan
upaya reeducation (pendididkan-ulang) untuk menanamkan dan
mengganti paradigma berpikir masyarakat yang lama dengan yang
baru. Jadi, strategi ini juga lebih banyak bersifat persuasif dan
bertahap. Lain halnya dengan revolusi yang disebut sebagai
perubahan sosial secara cepat.
Perubahan sosial berbeda dengan perubahan individual.
Walaupun, mungkin saja perubahan individual mempengaruhi
perubahan sosisal dikemudian hari. Sebaliknya pun begitu.
Perbedaannya terletak pada hubungannya dengan rekayasa sosial

15Ritzer George. 2012. Teori Sosiologi. Maryland: University of


Maryland, hlm. 137 .
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 342
Sosiologi Industri

dan rekayasa individual. Rekayasa sosial dilakukan karena


munculnya problem-problem sosial. Sebelum ada problem sosial,
tidak akan ada orang berpikir untuk melakukan rekayasa sosial. Jadi,
munculnya problem sosial yang mesti segera diatasi merupakan
faktor utama dalam melakukan rekayasa sosial.
Untuk mengatasi problem sosial, kita perlu mengubah
institusi-institusi sosial, sistem sosial, dan norma-norma sosial yang
sebelumnya berlaku dalam suatu masyarakat. Pendeknya, harus ada
suatu perubahan sosial, bukan individual. Dan, seperti yang telah
disebut di atas, perubahan sosial yang terencana (planed social
change) pasti melalui rekayasa sosial. Belakangan, rekayasa sosial
ini diganti dengan social marketing (pemasaran sosial). Karena,
ketika kita merencanakan suatu perubahan sosial, kita sebenarnya
sedang memasarkan rencana baru atau solusi. Biar berjalan lancar,
solusi itu perlu dipasarkan dan ditawarkan kepada masyarakat. Bila
kebanyakan anggota masyarakat menerima tawaran kita, maka
perubahan sosial itu akan berjalan dengan lancar. Jika yang terjadi
sebaliknya maka perubahan sosial itu bisa terhambat atau bahkan
tidak bisa jalan sama sekali.
Ada beberapa problem sosial yang disebutkan oleh para
ilmuwan sosial sebagai sumber-sumber perubahan: (1) Poverty
(kemiskinan). Kemiskinan adalah problem sosial yang melibatkan
orang banyak. (2) Crimes (kejahatan). Kejahatan bisa berjenjang-
jenjang dari blue collar crimes hingga white collar crimes (kejahatan
orang yang berkerah putih). White color crimes, misalnya, adalah
kejahatan yang dilakukan oleh para ustad, eksekutif, birokrat, politisi,
dan yang setingkat dengan mereka. 16.

16 Sudirman, Rahmat. 1999. Konstruksi …., hlm.106.


Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 343
Sosiologi Industri

Sekarang ini, masyarakat kita dilanda oleh white color crimes


yang sangat menggugah dan mengungkit rasa keadilan kita.
Seringkali kita menemukan ada anak jalanan atau rakyat jelata yang
dipukuli oleh satpam sampai mati hanya karena mencuri kayu di
hutan sejumlah beberapa kubik saja. Sementara, yang mencuri
kekayaan hutan seharga ratuan juta dibiarkan. Masalah white color
crimes ini adalah problem sosial yang amat menganiaya rakyat kecil
di Indonesia pada zaman Orde Baru ataupun saat ini. (3) Pertikaian
atau konflik. Konflik sosial bisa bersifat rasial, etnis, sektarian,
ideologis, dan sebagainya. Bahkan, dalam kerangka pikir Marxian,
perubahan (transformation) sistem sosial yang bersifat menyeluruh
hanya akan terjadi melalui konflik. Tanpa terjadi konflik, tidak akan
ada transformasi yang bersifat menyeluruh.

Pada prinsipnya perubahan–perubahan sosial adalah segala


perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk
didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilakuan diantara
kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Pemahaman ini,
menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya
mempengaruhi segi-segilain struktur masyarakat. Lembaga sosial
ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata
tertib melalui norma.

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Masyarakat Indonesia

Dalam proses pembangunan semua pemikiran, teknologi,


dan ilmu pengetahuan dimanfaatkan untuk memajukan suatu
bangsa. Karena pemikiran, teknologi, dan ilmu pengetahuan banyak
dikembangkan di luar negeri khususnya negara industri, maka
dewasa ini negara berkembang seperti Indonesia mengalami proses

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 344


Sosiologi Industri

industrialisasi, yaitu penyebarluasan teknologi dan cara kerja yang


lebih produktif. Jadi, dalam proses industrialisasi ini masyarakat perlu
dipersiapkan untuk menerima dan menggunakan teknologi baru yang
dapat membantunya dalam meningkatkan penghasilan guna
kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, menurut para ahli sosiologi
bahwa untuk mencapai suatu fase perubahan terlebih dahulu
diperlukansuatukematangansosialbudaya.

Di negara industri, perubahan masyarakat akhirnya telah


memungkinkan lahirnya kolonialisme, sehingga kemajuan negara
industri sekaligus telah menghambat negara yang kini dikenal
sebagai negara berkembang seperti Indonesia. Istilah industrialisme
berbeda dengan pengertian istilah industrialisasi. Industrialisme
merupakan suatu bentuk khusus dari perubahan teknologi. Beberapa
ciri industrialisme, dikonsepsikan Straubhaar dan LaRose (2004),
antaralain: 17

a. Adanya perbedaan dalam pembagian pekerjaanantarapihak yang


memproduksi alat alat produksi dan pihak yang menggunakan
alat-alat tersebut.

b. Adanya pergantian tenaga kerja manusia oleh tenaga mesin.

c. Penggunaan energi mekanik seperti uap, listrik dan bahkan


nuklirsebagai bahan bakar.

Perbedaan antara konsep industrialisasi dan industrialisme


ialah bahwa dalam proses industrialisme, perubahan terjadi dengan
memaksakan teknologi asing kepada suatu masyarakat lain ke mana
teknolgi tersebut dipindahkan, sedangkan dasar sosial budaya
sebagai persiapan tidak dihiraukan. Lain halnya dengan proses

17 Straubhaar dan LaRose 2004, Media Now, ……, hlm. 457.


Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 345
Sosiologi Industri

industrialisasi yang diperkenalkan dengan terlebih dahulu


mempersiapkan suatu masyarakat untuk menerima dan
menggunakan teknologi baru tersebut.

Kelemahan industrialisme ialah tidak memperhatikan bahwa


sebagai akibat teknologi yang baru akan terjadi suatu perubahan
hubungan sosial atau hubungan kerja. Selanjutnya industrialisme
juga tidak memperhatikan atau mengadakan perbedaan antara
dampak sosial primer (primary social effects) dan dampak sosial
sekunder (secondary social effects). Dampak sosial primer ialah
gejala umum seperti urbanisaasi, peningkatan mobilitas sosial
secara vertikal dan mendatar. Dampak sosial sekunder merupakan
akibat dari perubahan sosial primer tadi dan ditemukan antara lain
dalam bentuk gejala berubahnya cara hidup dan hubungan dalam
keluarga, berkurangnya wibawa lembaga tradisional, timbulnya
kebutuhan rekreasi baru, dan sebagainya.

Kalau kita amati dari uraian tersebut, maka kita dapat


mengatakan bahwa yang terjadi di Indonesia selama ini adalah
bukan industrialisasi akan tetapi industrialisme, karena dapat kita
lihat dari munculnya urbanisasi secara besar-besaran dan
tersingkirnya tenaga kerja tradisional karena telah diganti dengan
tenaga mesin. Lain halnya dengan proses industrialisasi, karena
dalam proses ini sangat memperhatikan keterampilan dan
kesempatan masyarakat untuk menikmati hasil teknologi baru.

Dewasa ini masyarakat dunia sedang mengalami transisi dari


masyarakat industri ke masyarakat pos industri. Transisi ini terjadi
apabila lebih dari lima puluh persen tenaga kerja terlibat dalam
pekerjaan yang bukan produksi atau sejenisnya, melainkan dalam
bidang pelayanan jasa (Doyle paul Johnson). Jika kita cermati
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 346
Sosiologi Industri

pernyataan ini, nampaknya masyarakat Indonesia belum termasuk


ke dalam masyarakat pos industri sekalipun indikasi mengarah pada
masyarakat pos industri itu sudah nampak. Hal ini dapat kita lihat
dengan bermunculannya layanan-layanan jasa, seperti layanan jasa
bank, jasa transportasi, jasa informasi, jasa komunikasi, jasa pos,
jasa bimbingan belajar dan sebagainya.

Perubahan masyarakat dari agraris ke masyarakat industri


telah menimbulkan berbagai dampak negatif seperti juga yang
dialami masyarakat Indonesia, seperti rusaknya lingkungan hidup,
terjadinya pencemaran udara, air, tanah. Dampak negatif ini baru
terkena pada alam, belum lagi terjadinya pergesran nilai-nilai, sikap,
norma-norma dalam masyarakat, seperti munculnya gejala
individualistis, materialistis, dan sikap hedonisme dan sikap-sikap
lain yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.

Perubahan sosial lain yang muncul di masa kini dalam


masyarakat Indonesia seperti hilangnya atau menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi sosial yang
sudah mapan (terutama institusi politik dan ekonomi), misalnya
menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik,
terhadap DPR, terhadap pemerintah, terhadap bank, dan
sebagainya.

C. Perkembangan Industri Pembentukan Perilaku Sosial

1. Karakteristik Perkembangan Industri

Negara industri biasanya mengembangkan ekonomi


kapitalisme. Kemudian adapun di indonesia pengertian industri
pabrik ini bisa lebih luas lagi jika disangkut pautkan dengan fabrikasi
industri di perusahaan contohnya ialah industri secara mekanisme

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 347


Sosiologi Industri

kerja pengertiannya berarti mekanika -mekanika yang terjadi pada


suatu mesin misalkan jenis mesin pabrik yaitu, mesin bubut atau
mesin las. Industri pabrik berkembang pesat seiri ng dengan
perubahan teknologi mesin untuk pabrik modern, di samping itu
dinyatakan pula bahwa dengan industri akan lebih mampu
meningkatkan pendapatan.18

Dalam arti luas, industri yang berkaitan dengan teknologi,


ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya
telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pengaruh tersebut bisa
berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat 19

2. Dampak Perkembangan Industri

Industri memberi infut kepada masyarakat sehingga


membentuk sikap dan tingkah laku yang tercermin dalam sikap
dalam bekerja. Weber mengatakan bahwa dengan adanya teknologi
baru, diperlukan suatu nilai yang akan mengembangkan masyarakat
menjadi masyarakat kapitalis tradisional. 20(

Industri juga merupakan suatu kegiatan ekonomi yang


mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau
barang jadi untuk dijadikan barang yang lebih tinggi kegunaannya.
Secara umum definisi mengenai industri bermacam-macam namun
pada dasarnya pengertiannya tidak berbeda satu sama lainnya,
adapun definisi menurut Sukirno adalah perusahaan yang
menjalankan. kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor
sekunder. Kegiatan itu antara lain adalah pabrik tekstil, pabrik
perakitan dan pabrik pembuatanrokok.

18 Ginting, Perdana. 2009. Perkembangan Industri …..., hlm. 113.


19 Mayor Polak, 1984. Sosiologi: Suatu….., hlm. 15.
20 Parker dan R. K. Brown, 1990, Sosiologi Industri. …., hlm. 92

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 348


Sosiologi Industri

Dari beberapa pengertian industri maka secara garis besar


dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari beberapa
perusahaan yang memproduksi barang-barang tertentu dan
menempati areal tertentu dengan output produksi berupa barang
atau jasa.

3. Persepektif Perkembangan Industri terhadap Pola Perilaku


Masyarakat

E.B. Tylor meygatakan, bahwa kebudayaan adalah


keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, moral, adat istiadat, hukum, pola prilaku, serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Keseluruhan gambaran di atas memberikan perspektif,


bahwa efek pabrik terhadap masyarakat penerima. Pada hakekatnya
berdimensi ganda yaitu adanya efek positif dan efek negatif.
Penomena seperti ini agaknya bersifat alamiah. Masalah selajutnya
bagi suatu masyarakat yang ingin meningkatkan pembangunan
industri adalah bagaimana di satu pihak berusaha meningkatkan
efek positif yang di timbulkan oleh pabrik, dan di pihak lain
membatasi dan mengurangi efek negatif dari kegiatan pabrik
tersebut.

Masyarakat memiliki peran penting dan langsung dengan


hadirnya pembangunan-pembangunan serta merasakan dampak
dari pembangunan tersebut. Masyarakat merupakan subjek dan
objek dari pembangunan, mereka yang tersentuh pembangunanakan
dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindari
sehingga mereka pun harus melakukan perubahan-perubahan untuk
menyesuaikan dan mengadaptasikannya dengan perkembangan
lingkungannya. Perubahan seperti itu berpengaruh terhadap prilaku

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 349


Sosiologi Industri

masyarakat tersebut. Kawasan industri seperti yang telah penulis


kemukakan di atas biasanya mengakibatkan perubahan sosial pada
masyarakat yang berdomisili di kawasan industri tersebut. Karena
setiap masyarakat senantiasa berada dalam perubahan sosial.
Dengan kata lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat
di setiap masyarakat.

Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dapat


diketahui dengan membandingkan keadaan masyarakat pada masa
lampau dengan keadaan pada masa sekarang. Perjumpaan antar
pekerja yang datang dari luar dengan penduduk sekitar
menghasilkan pola hubungan interaksi yang memungkinkan
terjadinya kontak dan komunikasi.Perubahan satu sub sistem yang
satu, akan berpengaruh pada nilai-nilai yang lain yang dianut oleh
warga sekitar. Perubahan itu pada gilirannya berpengaruh terhadap
pola hubungan antar warga masyarakat, akan muncul pranata sosial
baru, stratifikasi sosial, mobilitas sosial, hubungan kerja dan nilai-
nilai.

Banyaknya pembangunan industri yang tumbuh subur akhir-


akhir ini, merupakan salah satu kemajuan dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dimana pembangunan industri dikelola dengan
menggunakan manajemen modern. Rasionalitas dan efesiensi
sebagai unsur sertaan yang terkandung dalam industri pabrik,
khususnya prilaku sosial masyarakatnya, sejalan makin
berkurangnya anggota masyarakat yang bekerja pada sektor
pertanian, maka aktivitas bertani semakin hari semakin ditinggalkan.

Bagi masyarakat agraris, industrialisasi yang terjadi melalui


pembangunan industri di daerahnya, tentunya memberikan harapan-
harapan kepada mereka untuk dapat memanfaatkan keberadaan
industri tersebut antara lain dengan bekerja pada industri, ataupun
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 350
Sosiologi Industri

memanfaatkan peluang ekonomi lain dari adanya industri, terlebih


lagi bila lahan pertanian yang selama ini menjadi sumber ekonomi
masyarakat, atau kebutuhan masyarakat sebagai mata pencaharian
mereka menjadi hilang karena digunakan untuk industri.

Tidak adanya lahan garapan untuk bertani, maka harapan


masyarakat tertuju pada industri yang didirikan, termasuk juga dan
anggota masyarakat lain yang membutuhkan pekerjaan; terutama
mereka yang sudah memasuki usia kerja dan putus sekolah.
Harapan masyarakat terhadap industri dihadapkan pada situasi
adanya pendatang yang juga bermaksud untuk bekerja di industri
tersebut.

Tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri adalah mereka


yang mempunyai sifat yang dapat mendukung lancarnya produksi,
karena yang penting adalah produksi dapat berjalan dengan lancar,
tanpa adanya gangguan yang dapat menghambat jalannya produksi.
Dalam menghadapi dunia sekitar, individu tidak bersifat
pasif, melainkan bersifat aktif, artinya berusaha mempengaruhi,
menguasai, mengubah, dalam batas-batas kemungkinan. Demikian
juga sebaliknya, alam sekitar mempunyai peranan terhadap individu,
artinya pola hubungan interaksi merupakan jantung dari dimensi
sosialitas masyarakat itu sendiri. Aktivitas ini dapat berlangsung
dalam semua bentuk hubungan antar manusia dan lembaganya,
masyarakat dengan lingkungannya,

D. Perkembangan Masyarakat Industri Indonesia

1. Masa Kolonial

Industrialisasi di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak


masa kolonialisme Belanda. Cikal bakal industri di Indonesia dimulai
sejak hadirnya industri perkebunan pada masa tanam paksa (cultuur

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 351


Sosiologi Industri

stelsel). Jenis industri awal yang berkembang di Indonesia adalah


industri pertanian. Industri pertanian sendiri adalah industri yang
mengolah dan menghasilkan barang yang mendukung sektor
pertanian yang meliputi persawahan, perkebunan, perikanan,
kehutanan, dan peternakan. Berapa tahapan perkembangan pada
makolonial terdiri atas: 21

a. Sistem tanam paksa (cultuur stelsel) merupakan kebijakan dari


Johanes van den Bosch yang diangkat sebagai gubernur jenderal
saat itu (1830) dengan tugas pokok menggali dana semaksimal
mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar
hutang, dan membiayai perang. Oleh karena itu ia mengerahkan
tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman
tanaman tertentu yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia.
Dampaknya beban rakyat semakin berat karena harus
menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar
pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal
panen; Kemudian menimbulkan tekanan fisik dan mental yang
berkepanjangan; Serta menimbulkan kemiskinan yang parah,
kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka
kematian meningkat drastis.
b. Pada tahun 1850, setelah kaum Liberal memperoleh
kemenangan politik di Negeri Belanda. Mereka menerapkan
asas-asas liberalisme di tanah jajahan dimana pemerintah tidak
ikut campur tangan dalam masalah ekonomi. Tugas ekonomi
diserahkan kepada orang-orang swasta dengan memberi
kebebasan berusaha kepada mereka.

21Purnawan Basundoro, 2001. “Industrilisasi, Perkembangan Kota


dan Respon Masyarakat: Studi Kasus Kota Gersik”. Jurnal
Humaniora, Volume XIII, No 2/2001, hlm. 133
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 352
Sosiologi Industri

c. Pada tahun 1870, pemerintah kolonial memberlakukan UU


agraria yang memberikan peluang kepada swasta untuk
menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha di Indonesia.
Selama masa ini kaum swasta Barat membuka perkebunan-
perkebunan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup besar di
Jawa dan Sumatra Timur. Pabrik gula berdiri dimana-mana,
diikuti dengan berdirinya industri-industri barang kebutuhan
sehari-hari dalam skala besar serta industri manufaktur lainnya.
Pada sekitar tahun 1920-an industri-industri modern di
Indonesia hampir semuanya dimiliki oleh orang asing meskipun
jumlahnya relatif sedikit.22 Industri-industri kecil yang berdiri saat itu
ada berupa industri yang memproduksi kebutuhan rumah tangga
seperti penggilingan padi, tekstil dan sebagainya, yang tidak
terkoordinasi. Kebanyakan tenaga kerja saat itu terpusat disektor
pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekspor
pemerintahan kolonial. Pada saat itu ada dua Industri besar modern
milik asing yang sudah berdiri di Indonesia, yaitu pabrik rokok British
American Tobacco dan pabrik perakitan kendaraan bermotor -
General Motor Car Assembly.
Pada tahun 1930-an, terjadi depresi besar perekonomian
dimana penerimaan ekspor turun dari 1.448 juta Gulden menjadi 505
juta Gulden sehingga mengakibatkan pengangguran. Kondisi
tersebut memaksa pemerintah mengubah sistem dan pola
kebijaksanaan ekonomi untuk lebih menitik beratkan pada sektor
industri. Mereka memberikan kemudahan-kemudahan dalam
pemberian ijin dan pasilitas bagi pendirian industri baru.

Dumairy, 2004. Perekonomian


22 Indonesia, (Cetakan kelima),
Jakarta: Erlangga,. hlm. 230.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 353
Sosiologi Industri

Pada tahun 1937, menurut sebuah taksiran stok investasi


total di Indonesia saat itu sekitar US$ 2.264 juta, separuhnya (US$
1.411 juta) dimiliki oleh sektor swasta. Dari jumlah tersebut Belanda
memegang andil terbesar dengan 63%, kemudian Inggris 14%, Cina
11%, dan Amerika Serikat 7%.23
Berdasarkan sensus industri kolonial pada tahun 1939,
sebanyak 173 ribu orang telah bekerja di industri-industri milik asing
yang bergerak di bidang pengolahan makanan, tekstil serta barang-
barang logam. Pada masa pendudukan Jepang kondisi tersebut
berbanding terbalik, mereka melarang impor bahan mentah, barang-
barang kapital diangkut ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja
(romusa) sehingga invesatasi asing pada masa itu praktis nihil.

2. Orde Lama

Setelah kemerdekaan, Indonesia menjadi pengimpor


barang-barang kapital dan teknologi, serta mulai memprioritaskan
pengembangan sektor industri dan investasi asing. Penanam modal
asing mulai berdatangan meskipun masih dalam taraf coba-coba.
Pada tahun 1951, pemerintah mengeluarkan kebijaksaan RUP
(Rencana Urgensi Perekonomian) untuk menumbuhkan dan
mendorong industri-industri kecil bagi pribumi.
Pemerintah memberlakukan pembatasan-pembatasan untuk
industri-industri besar atau modern yang banyak dimiliki oleh orang
Eropa dan Cina. Kebijakan tersebut membuat investasi asing
berkurang, ditambah lagi dengan situasi politik yang bergejolak masa
itu. Namun disisi yang lain, kebijakan tersebut setidaknya telah
memacu tumbuh suburnya sektor bisnis di kalangan pribumi,
walaupun masih relatif kecil. Berdasarkan kondisi tersebut, kemudian

23
Dumairy, 2004. Perekonomian Indonesia,…, hlm. 231
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 354
Sosiologi Industri

pemerintah membuat kebijakan ekonomi yang menitikberatkan pada


pengembangan industri-industri yang dijalankan (dimiliki) oleh
pemerintah.
Pada tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan
perekonomian mengalami masa teduh. Sepanjang tahun 1960-an
sektor industri praktis tidak berkembang.24[4] Kondisi tersebut
disebabkan oleh situasi politik yang selalu bergejolak, kelangkaan
modal serta kurangnya tenga ahli dan terampil. Aliran modal yang
masuk mayoritas dari negara-negara sosialis dalam bentuk
pinjaman.25
Keadaan perekonomian saat itu sangat sulit akibat inflasi
yang parah dan berkepanjangan, menurunya Prodak Domestik
Bruto, kecilnya peran sektor industri, serta tingginya angka
pengangguran. Sektor industri didominasi oleh industri-industri berat
seperti pabrik baja di Cilegon dan pabrik fosfat di Cilacap.
Pertumbuhan ekonomi tahun 1960 – 1965 turun drastis dari 6,9%
menjadi 1,9%.

3. Orde Baru

Dalam menghadapi krisis ekonomi yang diwarikan oleh orde


lama, orde baru mengeluarkan kebijakan ekonomi penyelamatan
dengan mengundang investor asing untuk menanam modalnya di
Indonesia. Proses in dustrialisasi di Indonesia terbagi dalam
berbagai tahapan, dimana pergeseran kepemimpinan nasional dari
Presiden Soekarno ke Jenderal Soeharto pada tahun 1966
membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang ekonomi dan
politik (Weinstein, 1976). Pada saat itu, kondisi ekonomi Indonesia

24 Dumairy, 2004. Perekonomian Indonesia,…, hlm. 231


25 Ibid.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 355
Sosiologi Industri

sangat parah dimana kondisi ini ditandai dengan tingginya tingkat


inflasi yang mencapai ratusan persen per tahun serta tingkat
pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah (bahkan negatif), utang
luar negeri yang menumpuk dan tidak bisa diangsur kembali dengan
hasil ekspor yang nil ainya hanya beberapa ratus dolar per tahun. 26
Akhir 1960-an sampai dekade 1970-an, industri tambang menjadi
primadona dengan sebagian besar hasil eksploitasi dibawa ke luar
negeri, baik barang dagangan maupun akumulasi keuntungannya.

Pemerintahan orde baru menetapkan enam langkah prioritas


kebijakan ekonominya, yaitu: memerangi inflasi, mencukupkan stok
cadangan bahan pangan (terutama beras), merehabilitasi prasarana
perekonomian, meningkatkan ekspor, menciptakan lapangan kerja
serta mengundang investor asing.
Secara keseluruhan program ekonomi orde baru dibagi
menjadi dua jangka waktu yang saling berkaitan, yaitu program
jangka pendek dan program jangka panjang. Program jangka pendek
meliputi: tahap penyelamatan (1966), tahap rehabilitasi (1967), tahap
konsolidasi (1967) dan tahap stabilisasi (1968).27 Program tersebut
dilanjutkan dengan program jangka pangjang yang terdiri atas
rankaian Rencana Pembanguna Lima Tahun (Repelita). Program
pembanguan pada masa orde baru diarahkan pada tiga sasaran
pencapaian pembangunan, atau sering dikenal dengan istilah “Trilogi
Pembangunan”.

26Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia Menuju


Negara Industri Baru 2030?.Yogyakarta: Penerbit Andi. Kuncoro,
hlm. 41.
27Subandi, 2011, Ekonomi Pembangunan. Bandung: Alfabeta, hlm.

37.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 356
Sosiologi Industri

Trilogi pembangunan pada Repelita I (1969-1974) meliputi:


(1) stabilisasi nasional (ekonomi dan politik), (2) pertumbuhan
ekonomi, dan (3) pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Pembangunan yang digalakan ini menitikberatkan pembangunan
pada sektor pertanian dan industri yang menujang sektor pertanian
seperti pabrik pupuk dan insektisida. Secara khusus, Repelita I ini
bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan ekspor. Hasilnya
produksi beras meningkat dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton;
pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun;
pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita) dari 80
dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika. Tingkat
inflasi dapat ditekan menjadi 47,8%.
Pada Repelita II (1974–1979), strategi dasar pembangunan
diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan
penekanan pada sektor pertanian dan peningkatan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Keumudian pada
Repelita III (1979-1984), pembangunan menitikberatkan pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri
pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi.
Setelah itu Repelita IV (1984–1989) strategi dasar
pembangunan metitikberatkan pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi
hasil pertanian lainnya. Pembangunan sektor industri meliputi
industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak
menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. PJP
(Pembanguan Jangka Panjang) I telah diakhiri dengan Repelita V
(1989–1994). Tahun 1973, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 357
Sosiologi Industri

merumuskan dan menetapkan GBHN pertama yang merupakan


strategi pembangunan nasional.
Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian tadi
telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia berswasembada
beras, menyebarkan pembangunan secara luas kepada rakyat, dan
mengurangi kemiskinan di Indonesia. Berbagai macam industri telah
didirikan untuk meningkatkan produksinya. Pabrik semen di Gresik,
Padang, Cibinong, dan Ujung Pandang. Untuk memperkuat struktur
industri Indonesia yang masih lemah, mulai tahun 1984 pemerintah
menyusun suatu langkah strategis yang disebut “Peta Rangka
Landasan” bidang industri dengan sistem “Pusat Pertumbuhan
Industri (Industrial Growth Center) “sebuah proyek percontohan di
Lhok Seumawe sebagai suatu wilayah terpadu dari pusat industri
petrokimia, pupuk Urea, semen, kertas, dan sebagainya.
Bersamaan dengan itu terjadi perubahan struktur
perekonomian negara dari sektor pertanian ke sektor industri.
Berdasarkan amanat GBHN 1983 kebijakan pembangunan antara
sektor pertanian dengan sektor di luar pertanian menjadi lebih
berimbang. Peranan sektor pertanian dalam Prodak Domestik Bruto
(PDB) telah mengalami penurunan, sebaliknya peranan dari sektor
luar pertanian mengalami peningkatan. Sumbangan sektor pertanian
dalam pembentukan PDB terus menurun dari 46,9% menjadi 17,6%
pada tahun 1993, dan dilain pihak peranan sektor industri
pengolahan (manufacturing) terus meningkat dari 8,3% menjadi
21,1% pada kurun waktu yang sama, yang diikuti oleh sektor-sektor
lain.28

28
Subandi, 2011, Ekonomi Pembangunan., hlm. 44.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 358
Sosiologi Industri

Pada Pelita VI (1994-1999) pemerintah mencanangkan


periode ini sebagai tahap tinggal landas (take off) dimana sektor
pertanian yang semula memberikan sumbangan terbesar terhadap
PDB digantikan oleh sektor indutri pengolahan. Pemerintah Orde
Baru saat itu mengembangkan industri substitusi impor, dimana
kebutuhan akan bahan baku/penolong dipasok dari negara lain
(outward looking) dan orientasi pemasarannya pada pasar domestik
(inward looking), sehingga industri pengolahan ini menjadi
penghambur devisa, padahal semula diandalkan sebagai penghasil
devisa.
Strategi, industrialisasi impor (import-substitution
industralization strategy). yang diterapkan pemerintah ini ternyata
berakibat fatal dan menimbulkan kemerosotan ekonomi.
Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap input impor
menimbulkan terjadinya defisit transaksi neraca berjalan yang dari
tahun ke tahun terus meningkat. Industri substitusi telah membuat
perekonomian Indonesia menjadi rentan terhadap perubahan kurs
mata uang dan tingkat suku bungan luar negeri.
Kepercayaan dunia terhadap kepemimpinan Soeharto makin
menurun. Pada April 1998, 7 bank dibekukan operasinya dan nilai
rupiah terus melemah sampai Rp15.000 perdolar. Hal ini
menyebabkan terjadinya aksi mahasiswa di berbagai kota di seluruh
Indonesia. Keadaan makin kacau ketika pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan. Krisis ekonomi tahun
1998 ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja di sektor
industri sebanyak 9,9 juta orang.

Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 359


Sosiologi Industri

4. Era Reformasi

Tujuan reformasi adalah terciptanya kehidupan dalam


bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa
sebelumnya. Pada masa reformasi, perekonomian Indonesia dimulai
dengan krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi. Pada
era reformasi ini terjadi perubahan struktur ekonomi (Tinjau Birokrasi
Pengambilan Keputusan) dari yang etatis dan sentralistis menjadi
egaliter dan desentralis dimana pemerintahan daerah diberikan hak
dan wewenang untuk melaksanakan pembangunan ekonomi.29 Laju
inflasi pada tahun 1998 mencapai 10%. Pada saat itu hampir seluruh
sektor mengalami pertumbuhan negatif.
Hampir semua jenis industri di Indonesia mengalami
kemunduran bahkan ada terpaksa harus ditutup karena pailit. Hal ini
juga termasuk juga perusahan-perusahaan bidang perkebunan juga
mengalami penurunan, kecuali perkebunan kelapa sawit, teh dan
tembakau yang mengalami peningkatan. Luas tanaman dan produksi
karet pada tahun 1999 menurun sebesar 1,13% dan 8,03%. Peran
sektor industri pengolahan pada tahun 1999 mencapai lebih dari
seperempat (25,8%) komponen pembentukan PDB. Sementara
pertanian hanya menyumbang sebesar 19,4%.
Pada tahun 1999 laju pertumbuhan ekonomi Indoneisia
diperkirakan telah menjadi positif yang menunjukan tanda-tanda
pemulihan perekonomian. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada saat itu adalah sekitar 0,23% dan pertumbuhan ekonomi tanpa
migas sebesar 0,35%. Permintaan tumbuh signifikan pada kuartal
pertama tahun 2000 di bidang invertasi (0,4%) dan ekspor (1,1%).

29UU No 22 tahun 1999 yang sekarang telah diubah menjadi UU No


32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 360
Sosiologi Industri

Hal tersebut didorong oleh investasi domestik, industri manufaktur


dan pertanian.
Peluang pekerjaan di sektor industri pada tahun 1999
meningkat 1,1 juta, tetapi hal tersebut masih tidak seimbang dengan
jumlah jumlah penduduk yang juga banyak. Meski begitu terjadi
peningkatan jumlah pekerja sektor industri yang mulanya (1998)
sebanyak 34,5% menjadi 35,9% di tahun 1999. Strategi dari industri
manufaktur telah difokuskan pada industri yang lebih luas. Hal ini
dimaksudkan agar struktur industri nasional tidak terlalu tergantung
pada bahan mentah impor.30

30Siti Nadroh dkk, 2003. Indonesia Selayang Pandang, Jakarta:


Medina Indonesia, hlm. 108
Bab IX Dinamika Perkembangan Masyakat Industri 361
Sosiologi Industri

BAB X
Permasalahan yang dihadapi
Masyarakat Industrial

M asyarakat industrial modern merupakan suatu gejala social


yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan
karena merupakan mesin dalam peningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Industrialisasi merupakan proses peralihan dari satu
bentuk masyarakat tertentu, menuju masyarakat industrial modern.
Suatu negara atau masyarakat dapat disebut sebagai
negara maju apabila dilihat dari perkembangan industri dan teknologi
yang dimilikinya, tetapi suatu negara disebut sebagai negara yang
sedang berkembang apabila negara tersebut masih mengandalkan
sektor agraris dan mengekspornya ke negara lain, begitupula
teknologinya banyak yang masih berasal dari negara maju. Hal
tersebut merupakan pandangan sebagian kecil untuk melihat
kemajuan suatu negara, walaupun bukan merupakan ukuran yang
mutlak.
Indonesia sebagai negara agraris untuk memenuhi
kebutuhan beras dan kedelai dalam negeri harus melakukan impor
dari negara lain, padahal wilayah kita masih sangat luas apalagi
banyak lahan-lahan kosong yang tidak produktif di luar Jawa untuk
dijadikan lahan agroindustri melalui program pemerintah lintas
departemen dan dikelola oleh pemerintah sendiri untuk kepentingan
masyarakat. Selain itu, Indonesia memerlukan relokasi industri ke
luar pulau Jawa, sehingga tidak terjadi pemusatan industri di pulau
ini. Adapun industri yang diperlukan adalah industri yang berbahan
baku agraris selain hasil produknya untuk memenuhi kebutuhan
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 363
Sosiologi Industri

dalam negeri, juga untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Dari hal ini,
maka tercipta lapangan kerja industri yang banyak menyerap tenaga
kerja, sehingga transmigrasi yang diberangkatkan ke luar pulau Jawa
tidak untuk menjadi masyarakat agraris sebagai petani semata-mata,
melainkan menjadi tenaga kerja agroindustri. Mereka yang dikirim
sebagai transmigran adalam mereka sebagai tenaga kerja trampil
dan terdidik sesuai dengan kebutuhan.
Akan tetapi kenyataannya di Indonesia sebagai negara
yang banyak mengalami berbagai masalah industri seperti lokasi
industri yang berada di tengah pemukiman, menggeser lahan
pertanian, pencemaran lingkungan, dan pemutusan hubungan kerja,
menyebabkan keberadaan industri harus dikaji kembali jangan
sampai masalah tersebut terus berlanjut, sehingga bukan
keuntungan yang diperoleh melainkan kerugian bagi negara,
pengusaha dan masyarakat.
A. Terminologi Konsep Industrialisasi

1. Pengertian Industri

Secara etimologi “industri” menurut kamus bahasa


Indonesia, adalah “kegiatan memroses atau mengolah barang
dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya
menggunakan mesin”1 industri adalah perusahaan yang membuat
barang atau menghasilkan barang.”2 Maka untuk arti industri pada
dasarnya merupakan kegiatan untuk menghasilkan barang.
Menurut Suharto & Iryanto: (1989), industri memiliki dua
pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara
sempit. Dalam pengertian secara luas industri mencakup semua

1 Pusat Bahasa 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PB Diknas,


hlm. 553
2 Ibd.

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 364


Sosiologi Industri

usaha dan kegiatan dibidang ekonomi yang bersifat produktif.


Sedangkan secara sempit merupakan suatu usaha untuk mengolah
bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi. 3

Pada dasarnya industri disamakan dengan istilah


manufacture yaitu pabrik-pabrik yang sering dijadikan simbol
pembangunan. Kegiatan pembangunan industri bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat serta mengurangi angka
pengangguran di masyarakat.
Menurut Rahardjo (1999),4 pabrik adalah sistem produksi
yang diselenggarakan secara khusus di suatu tempat yang terpisah
dari rumah tangga. Karena skla produksinya yang besar, sistem
pabrik ini perlu menggunakan energi yang berasal dari benda tak
bernyawa. Berdasarkan pandangan Rahardjo tersebut dapat
disimpulkan bahwa terkadang industri disamakan dengan
pembangunan pabrik dan sistem pabrik tersebut menggunakan
sistem energi yang berasal dari alam terutama benda yang bersifat
tak bernyawa seperti batubara yang berasal dari fosil ribuan tahun
lalu.

2. Hakikat Industrialisasi
Revolusi Industri di Eropa Barat, yang mula-mula
ditemukan adalah tenaga uap dan kemudian tenaga air. Tenaga
dipergunakan untuk menggerakan mesin dan peralatan yang sifatnya
mekanis. Secara sosial, sistem pabrik itu ditandai oleh terbentuknya
hubungan produksi antara buruh dan majikan. Menurut Rahardjo

3 Iryanto, Tata Suharto. 1989. Kamus Bahasa Indonesia Terbaru.


Surabaya: Indah, hlm. 82,
4 Rahardjo, 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.

Yogyakarta. UGM-Press, hlm. 21.


Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 365
Sosiologi Industri

(1999) “dalam prosesnya sistem ini didukung oleh cara kerja yang
mempergunakan pembagian kerja (division of labour) yang
terspealisasi dan makin luas diterapkan.”5
Pendapat Rahadjo ini mengemukakan bahwa pada negara
industri sudah terjadi spesialisasi terhadap bidang pekerjaan yang
sesuai dengan keahlian yang dimiliki oleh seseorang. Industri telah
merubah perekonomian suatu negara seperti negara Indonesia,
yaitu merubah suatu negara agraris menjadi sebuah negara industri
yang memiliki pola kerja dan pembagian kerja secara terspesialisasi.
Dharmawan (1986), mengemukakan tentang pengertian
industrialisasi yaitu: “Berarti adanya pergantian teknik produksi dari
cara yang masih tradisional ke cara modern, yang terkandung dalam
pengertian Revolusi Industri. Pada saat inilah terjadi proses
transformasi yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala segi
bidang kehidupan.” 6
Berdasarkan pemikiran tersebut terlihat bahwa Indus
trialisasi adalah suatu cara yang akan mengubah masyarakat dari
masyarakat tradisional menjadi masyarkat modern dan yang berubah
tersebut bukan hanya masalah pekerjaan atau permasalahan
ekonomi semata akan tetapi juga akan mengubah segala segi
kehidupan masyarakat baik itu ekonomi, sosial, budaya dan lain
sebagainya.
Industrialisasi merupakan alternatif lain yang dapat
ditempuh dan memang ditempuh oleh negara-negara terbelakang
dan sedang berkembang. Hal tersebut pun telah diakui dan disadari

5Rahardjo, 1999. Pengantar Sosiologi……….., hlm. 21.


6Dharmawan A.. 1986. Aspek-Aspek dalam Sosiologi Industri,
Bandung;. Binacipta,. Hlm. 18.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 366
Sosiologi Industri

oleh para negarawan, politisi, tokoh-tokoh birokrasi, para ilmuwan


dan dunia usaha bahwa alternatif ini wajar dipertimbangkan.

3. Kondisi Industrial

Hakikat Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah


bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi
menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses produksi.
Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun tidak
langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang
bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam
industri itu disebut dengan perindustrian.
Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri
sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam
bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena
merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam
industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah.
Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan
perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan
macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha
tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun
berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri
didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga
kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan.
Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman
industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 367


Sosiologi Industri

masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam


jenis industrinya.
Istilah industrialisasi secara ekonomi juga diartikan
sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata
industri dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya.
Misalnya, industri obat-obatan, industri garmen, industri perkayuan,
dan sebagainya.
Pesatnya kemajuan industri tidak dapat di pungkiri
merupakan salah satu efek dari pada kemajuan teknologi. Aktifitas
manusia yang dinamik dan cenderung berkembang tanpa batas
sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup. Industri yang
mengalami laju pertumbuhan relatif cepat merupakan bagian dari
teknologi. Teknologi industri sebagai teknologi yang modern memiliki
andil besar dalam proses perubahan panas bumi (Global Warming).
Meski demikian Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi
perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang
dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah
menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Teknologi secara umum berarti keseluruhan peralatan dan
prosedur yang terus mengalami penyempurnaan, baik di lihat dari
segi pencapaian tujuan maupun proses pelaksanaannya. Teknologi
sebagai budidaya manusia dalam beradaptasi dengan alam sesuai
dengan maksud dan tujuan manusia penggunanya. Alhasil teknologi
adalah ide-ide manusia dalam mempermudah aktifitas pencapaian
tujuan.
Kuwartojo dalam Setyawati (2006) mendefenisikan industri
sebagai kegiatan untuk menghasilkan barang-barang secara massal,
dengan mutu yang bagus untuk kemudian dijual dan
diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan sejumlah
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 368
Sosiologi Industri

tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja
tertentu.7

4. Perkembangan Sosial Dan Ekonomi Negara Industri Dan Non


Industri

a. Struktur Sosial Negara Sosialis dan Negara Liberalis

1) Struktur sosial masyarakat sosialis


Struktur sosial masyarakat sosialis adalah masyarakat tanpa
kelas dan tertutup. Umumnya negara sosialis adalah penganut
ajaran Karl Max. Masyarakat kapitalis sebagai thesis, menimbulkan
golongan proletariat yang tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaga
kerja sebagai anti thesis. Dari pertentangan antara kelas kapitalis
dengan kelas protelariat ini, lahirlah masyarakat sosialis, dimana
kelas proletariat memegang kekuatan atas alat-alat produksi sebagai
synthesis.8
Dalam negara sosialis yang ditekankan adalah konsepsi
kelas dan kepentingan kelas proletariat. Sedangkan dinegara
liberalis, yang menjadi pemusatan kepentingan adalah kepentingan
individu, sehingga semua ajaran dan policy ditunjukan untuk
kepentingan individu. Dalam pandangan liberalisme, bahkan negara
sekalipun, yang mempunyai tujuan tersendiri, selain dari pada
mengabdi dan membantu individu dalam kehidupan.

7Setiawati, W. 2006. Analisis Pengaruh Faktor Produksi. Terhadap


Produksi Industri Pengasapan Ikan Di Kota. Semarang. Tesis
Semarang: Magister Ilmu Ekonomi Dan Studi. Undip, hlm. 53.
8 Indriaty Ismail & Mohd Zuhaili Kamal Basir, 2012. “Karl Marx dan

Konsep Perjuangan Kelas Sosial” International Journal of Islamic


Thought, Vol. 1: (June 2012), hlm. 27
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 369
Sosiologi Industri

2) Struktur Sosial Negara Non Industri


Struktur sosial negara-negara non industri terikat pada nilai-
nilai tradisional. Masyarakat negara non industri bercorak
kemasyarakatan atau bercorak komunal. Keputusan yang
menyangkut kepentingan bersama, diambil secara musyawarah
dengan seluruh warga. Semangat kerukunan mendominasi
kehidupan masyarakat yang selalu mengutamakan kepentingan
perorangan.

b. Sistem Ekonomi Negara Industri Sosialis dan Negara Industri


Liberal

1) Struktur sosial masyarakat sosialis


Sistem ekonomi negara industri sosialis adalah satu pintu
dan dikendalikan negara. Hak milik individu atas alat-alat produksi
dihapuskan, mengingat hak milik individu itu akan menimbulkan
akumulasi modal pada tangan perorangan yang akan membawa
akibat eksploitasi manusia, sehingga menimbulkan kemelaratan
kaum buruh.
Sistem ekonomi negara industri liberal, dikendalikan oleh
masyarakat pemilik modal, bersifat terbuka dan berkembang sesuai
tuntutan.
Sistem ekonomi liberalisme bersumber pada teori Adam
Smith (1723-1790), yang mengemukakan bahwa masyarakat itu
diatur oleh hukum-hukum tertentu, yaitu supply dan demand, yang
dapat menjamin kemakmuran ekonomi tiap-tiap manusia.9
Salah satu ciri pokok dalam ekonomi pasar yang
dilaksanakan oleh sistem ekonomi liberal adalah persaingan. Riset

9 Samekto, Aji. 2005. Kapitalisme Modernisasai dan Kerusakan


Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hlm. 188.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 370
Sosiologi Industri

menjadi bintang persaingan yang paling tajam. Riset hari berarti


produk yang lebih murah dan lebih baik hari esok.

2) Sistem Ekonomi Negara Non Industri


Sistem ekonomi negara non industri adalah berdasar atas
agraris yang berkembang kearah industri agraris. Disebut negara
non industri karena negara tersebut tidak menjadikan industri
sebagai sumber pandapatan utama nasional (GNP). Pendapatan
nasional yang terbesar berasal dari sektor pertanian, sehingga
negara agraris dikatakan identik dengan negara bukan industri.
Dibeberapa negara non industri sebenarnya juga melakukan
industrilisasi dengan bentuk lain, yaitu modernisasi pertanian, artinya
mengolah pertanian dengan menggunakan teknologi modern.

B. Masyarakat Industrial

1. Pengertian Masayakat Industial

Secara etimologi, kata masyarakat berasal dari bahasa


Arab, yaitu “syaraka” yang berarti ikut serta atau berpartisipasi, atau
“musyaraka” yang berarti saling bergaul. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008), masyarakat adalah sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama.10
Menurut Selo Soemardjan11 masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama yang menghasilkan suatu kebudayaan. Ralph
Linton,12 mendefinisikan masyarakat sebagai sekelompok manusia

10Pusat Bahasa, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat


Bahasa Diknas, hlm. 924.
11Soerjono Soekanto, 2012. Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta:

Rajawali Pers, hlm. 22


12 Ibid,

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 371


Sosiologi Industri

yang telah hidup dan bekerja cukup lama sehingga mereka dapat
mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Sementara itu, menurut M.J. Herskovits masyarakat adalah
kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara
hidup tertentu.13
Dari beberapa definisi-definisi masyarakat yang ada,
menurut Soerjono Soekanto14 ada empat substansi yang menjadi
karakteristik masyarakat, yaitu:
a. masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;
b. bercampur untuk waktu yang cukup lama;
c. mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan; serta;
d. memiliki sistem hidup bersama.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam
suatu wilayah dan saling berinteraksi satu sama lain untuk waktu
yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu sistem hidup
bersama.
Dalam pengertian yang luas, industri mencakup semua
usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif.
Sementara, dalam pengertian secara sempit industri adalah kegiatan
mengubah barang dasar baik secara mekanis, kimia, ataupun
dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi.15

13Adon Nasrullah Jamaludin, 2015. Sosiologi Perkotaan: Memahami


Masyarakat Kota dan Problematikanya, Bandung: Pustaka Setia,
hlm. 14
14 Soekanto, 2012. Sosiologi suatu ......, hlm. 24.
15
Jamaludin, 2015. Sosiologi Perkotaan ....., hlm. 219
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 372
Sosiologi Industri

Menurut Dumairy,16 istilah industri merujuk pada dua


pengertian, yaitu:
a. himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, misalnya seperti
industri tekstil;
b. sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif
yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang
setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat
masinal, elektrikal, atau bahkan manual.
Kuntowijoyo17 memandang industri sebagai salah satu
variabel pendorong perubahan sosial yang dominan dalam abad-
abad terakhir sehingga kehadiran industri akan memunculkan apa
yang disebut sebagai “masyarakat industri” yang berbeda sekali
dengan apa yang disebut sebagai masyarakat agraris. Transformasi
sosial menuju masyarakat industri menurutnya merupakan
sunnatullah yang tak terelakan. Perubahan ini bersifat multilineal
dimana tidak setiap masyarakat akan mengalami proses yang sama,
kecepatan yang sama, atau akibat yang sama.
Industri memberi input kepada masyarakat sehingga
membentuk sikap dan tingkah laku yang tercermin dalam bekerja.18
Masyarakat pada umumnya harus menerima posisi mereka baik
dalam struktur industri maupun dalam struktur sosial yang lebih luas
lagi. Tingkat produksi tergantung pada tingkat konsumsi Masyarakat.
Munculnya industri industri baru dalam suatu wilayah akan
memberikan pengaruh terhadap jumlah teanaga kerja.

16
Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga, hlm.
227
17
Jamaludin, 2015. Sosiologi Perkotaan ....., hlm. 216
18S.R. Parker dkk, 1992. Sosiologi Industri, Jakarta: Rineka Cipta,

hlm. 92.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 373
Sosiologi Industri

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


masyarakat industri adalah sekelompok orang yang hidup bersama
di wilayah tertentu untuk waktu yang cukup lama dengan sistem
ekonomi yang bertumpu pada aktivitas produksi barang atau
komoditi. Industrialisasi adalah sebuah proses transfomasi sosial
masyarakat pada sektor ekonomi dari sektor agraris (mengandalkan
sektor primer) ke sektor industri (mengandalkan sektor sekunder).
Dalam pengertian yang lain, industrialisasi merupakan
sebuah upaya untuk menggalakan industri dalam suatu negara. Bagi
negara-negara berkembang seperti Indonesia, industrialisasi
merupakan tumpuan pembangunan ekonomi. Industrialisasi
dianggap sebagai suatu jalan menuju kemakmuran.
Industrialisasi juga sering dipahami sebagai proses
perubahan struktur ekonomi yang didalamnya terdapat kenaikan
kontribusi sektor industri dalam permintaan konsume, PDB, ekspor,
dan kesempatan kerja. Dalam hal ini, industrialisasi bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor
industri pengolahan sebagai leading sector.
Industrialisasi merupakan suatu bentuk proses
pertumbuhan ekonomi dalam wujud akselerasi investasi dan
tabungan. Jika tingkat tabungan cukup tinggi, maka kemampuan
sebuah negara untuk mengadakan investasi juga meningkat
sehingga target pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja lebih mudah. Begitu pula sebaliknya, jika tingkat tabungan yang
dihimpun tidak memadai untuk mengejar target investasi yang
dibutuhkan, sudah tentu pertumbuhan ekonomi tidak tercapai,
sekaligus meniadakan penyerapan tenaga kerja.

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 374


Sosiologi Industri

Menurut Joan Robinson, Cohen dan Zysman19 proses


transfomasi ekonomi tidak boleh hanya dipahami sebatas pada
konteks pergeseran struktural dari sektor pertanian, manufaktur dan
jasa. Melainkan sebagai proses dinamika yang terjadi dalam sektor
pertanian beserta sektor-sektor pendukungnya. Menurut mereka
sektor pertanian merupakan fondasi pembangunan, sementara
sektor industri merupakan motor dari pembangunan. Kedua sektor
tersebut saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain.

2. Perbedaan Masayakat Industial dan Non Industri

Ada, bebrapa perbedaan antara masyarakat industri dan


Non Industri, yaitu: 20

a. Masyarakat non industri.

Secara garis besar, kelompok ini dapat digolongkan


menjadi gua golongan yaitu kelompok primer dan kelompok
sekunder. Dalam kelompok primer, interaksi antar anggotanya terjadi
lebih intensif, lebih erat, lebi akrab. Kelompok ini disebut juga
kelompok face to face group. Sifat interaksi bercirak kekeluargaan
dan lebih berdasarkan simpati.
Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok ini
dititik berakan pada kesadaran, tanggungjawab para anggotadan
berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela. Dalam
kelompok sekunder terpaut saling hubungan tidak langsung, formal,
juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karen itu sifat interaksi,
pembagian kerja, diatur atas dasar pertimbangan-pertimbagnan

19Cohn. and John Zysman. 1987. Manufacturing Matters:The Myth of


the Post-Industrial Economy. New York: Basic Books. DeVries,
hlm. 477.
20 Soekanto, 2012. Sosiologi suatu ......, hlm. 190.

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 375


Sosiologi Industri

rasional obyektif. Para anggota menerima pembagian kerja atas


dasar kemampuan / keahlian tertentu, disamping dituntut target dan
tujuan tertentu yang telah ditentukan.

b. Masyarakat Industri

Durkheim mempergunakan variasi pembangian kerja


sebagai dasar untuk mengklasifikasikan masyarakat, sesuai dengan
taraf perkembangannya. Ia lebih cenderung mempergunakan dua
taraf klasifikasi, yaitu yang sederhana dan yang kompleks.
Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua eksterm tadi
diabaikannya. 21
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda
bahwa kapasitas masyarakat semakintinggi. Solidaritas didasarkan
pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok
masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis,
juga menjadi ciri daribagian/kelompok-kelompok masyarakat industri.
Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/ keahlian
khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-
batas tertentu.
Contoh-contoh: tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut,
tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat
bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional,
makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan
dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks
pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu. Sudah
barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat

21Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, hlm. 188.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 376
Sosiologi Industri

integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas
tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.

3. Karakteristik Masyarakat Industri

Di dalam ilmu sosiologi, masyarakat merupakan


sekelompok orang yang bekerja sama dalam mengejar beberapa
kepentingan dan tujuan bersama. Menurut Cuber dalam Huky
(1982), “masyarakat sebagai kelompok orang yang tinggal bersama
dalam suatu waktu yang cukup lama, sehingga ada susunan-
susunan di antara mereka,”22
Menurut Gilin dan Gillin dalam Ahmadi (2003), bahwa
“masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan
mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang
sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang
lebih kecil.” 23
Berdasarkan pendapat kedua tokoh tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang
mempunyai kebiasaan serta sikap persatuan yang timbul akibat
rentang waktu lama dan memiliki tradisi yang sama. Setiap kelompok
masyarakat memiliki karakter yang berbeda-beda untuk menanggapi
serta menyelesaikan permasalahan sosial yang terdapat di
masyarakat.24
Untuk hal itu, Rahadjo (1999), menganalogikan beberapa
ciri yang lebih umum dari masyarakat industri antara lain yaitu: 25

22Wila, Huky D.A. 1982. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha


Nasional. , hlm. 71
23Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, hlm.

106.
24Ranjabar, Jacobus. 2008. Perubahan Sosial dalam Teori Makro

(Pendekatan Realitas Sosial). Bandung: Alfabeta, hlm. 102.


25 Rahardjo, 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan………., hlm. 39.

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 377


Sosiologi Industri

a. Terjadinya kemerosotan pengaruh dan kewibawaan lembaga-


lembaga keagamaan serta pemisahan urusan politik, ekonomi
dan keduniawian umumnya dengan masalah agama yang bersifat
pribadi,
b. Tumbuhnya masyarakat kota dengan perilaku yang meng ikuti
budaya kota,
c. Masyarakat mudah bergerak dan berubah menurut tempat dan
jenis pekerjaan,
d. Proses politik menjadi semakin demokratis,
e. Pecahnya ikatan kekeluargaan dan kekerabatan serta ikatan-
ikatan primordial lainnya yang digantikan dengan ikatan-ikatan
baru, dan
f. Pudarnya hubungan-hubungan tatap muka, kebersamaan,alami
dan akrab.
Ciri masyarakat industri menurut Rahadjo tersebut akan
menciptakan perubahan di dalam masyarakat. Perubahan tersebut
bukan hanya mencakup satu aspek saja akan tetapi juga merubah
hubungan kekeluargaan antar anggota masyarakat di daerah
tersebut.

4. Membangun Masayakat Industial yang Produktif

Ketahanan perekonomian negara ini, dipandang masih


sangat rapuh karena tidak banyak produk buatan negeri ini yang
dapat diekspor ke luar negeri dan menjadi sumber devisa negara
kita. Negeri ini, belum mampu mengolah sumber daya alam yang

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 378


Sosiologi Industri

ada di negeri ini secara maksimal menjadi produk yang dapat


diekspor. 26

Lemahnya industri pengolahan produk pertanian atau


pascapanen kita menyebabkan produk-produk pertanian kita tidak
mampu menembus pasaran dunia. Kita perlu belajar banyak dalam
membudidayakan, mengolah, mengemas, mengalengkan, dan
memasarkan produk-produk hasil pertanian ke luar negeri.
Tumbuhnya budaya industri hasil pertanian juga perlu didukung oleh
hasil-hasil penelitian dan pengembangan bidang pertanian sehingga
dapat memiliki nilai tambah secara bernilai tinggi.

Membangun industri yang berbasiskan pengetahuan


(knowledge based) dengan inovasi membutuhkan kerjasama. Selain
itu, jenis industri yang dikembangkan pun seharusnya
mempertimbangkan keunggulan komparatif negara kita dan yang
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak. Dari sini
diharapkan bahwa dengan adanya kerja sama dan keahlian profesi
dapat memberikan peningkatan knowledge based economy
masyarakat dan negara melalui kerja sama yang saling
menguntungkan dengan pihak industri dan dampaknya juga
diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat melalui industri skala
kecil dan menengah.

Dalam meningkatkan industri yang ada di negara ini maka


kita perlu mengetahui faktor yang mempengaruhi hasil kerja dan
kepuasan kerja serta cara/prosedur agar hasil kerja dan kepuasan
kerja maksimum. Melakukan penyelidikan-penyelidikan yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan personnel management

26Koran Tribun Jabar, sabtu 18 oktober 2008 dengan judul “Perlunya


Kolaborasi Universitas-Industri“.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 379
Sosiologi Industri

sangatlah penting. Kenapa demikian? Karena dengan penyelidikan


tersebut, kita dapat lebih mudah untuk melakukan suatu pekerjaan
dalam hal kerja sama. Kerja sama merupakan hal penting dalam
meningkatkan produktifitas.

Setiap orang memiliki kognitif dan konaktif yang berbeda


namun hal tersebut dapat ditingkatkan dan dikembangkan lagi
dengan meningkatkan keahlian dan kreatifitasnya. Keahlian dan
kreatifitas tersebut melingkupi banyak hal seperti intelegensi, bakat,
minat, kepribadian, motivasi, dan edukasi. Pada pekerjaan tertentu
sifat-sifat kepribadian seseorang sangat berhubungan dengan
kesuksesan dalam bekerja. Pengukuran kepribadian dalam
bimbingan jabatan karyawan juga berguna bagi maksud-maksud
tertentu.

Untuk mendukung industri yang lebih produktif, dapat


melakukan pendekatan dengan cara merubah stimulus di negara kita
ini. Dengan stimulus yang tepat dan benar maka akan dapat
mendukung proses kerja dari tenaga kerja tersebut. Dan masyarakat
juga akan lebih banyak termotivasi untuk bekerja. Motivasi kerja
merupakan pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi
kerja seoarang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi
kerjanya. Untuk mendukung pekerjaan juga sebaiknya diperlukan
adanya kebutuhan untuk mencapai sukses, berhubungan erat
dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk
mencapai prestasi tertentu.

Oleh sebab itu masyarakat industri yang produktif perlu


mendapatkan pendidikan atau keterampilan yang lebih dan memadai
dalam hal stimulus dan masalah teknis serta struktural sehingga
Indonesia dapat menghasilkan begitu banyak produk untuk diekspor.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 380
Sosiologi Industri

5. Membangun Kolaborasi Universitas dan Industri

Pemahaman tentang mengapa diperlukan kolaborasi


antara universitas dan industri dapat dijelaskan melalui pengertian
hubungan jangka panjang antara dua belah pihak yang bertujuan
untuk membina, memelihara, dan memperbarui hubungan kedua
pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Pemahaman ini penting dalam
pengelolaan suatu kerjasama yang kompleks. Universitas berperan
dalam penyediaan lulusan mahasiswa pada berbagai tingkatan
pendidikan dari diploma, sarjana, pendidikan profesi, master, hingga
doktor yang dapat diakses oleh sector industri untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja mereka.

Dalam kesempatan-kesempatan tertentu, sektor industri


menyediakan ”technical opportunities” bagi para mahasiswa untuk
menerima pelatihan dan penjelasan tentang dunia bisnis, proses
kerja, dan seluk beluk perusahaan melalui kunjungan ke perusahaan
yang secara otomatis tidak dapat diberikan atau diperoleh dalam
pelajaran dikelas. Sektor industri dapat memberikan pendanaan
penelitian untuk universitas pada level program studi, fakultas, dan
universitas. Melalui kolaborasi ini pihak industri dapat memperoleh
sinergi dalam program penelitian, program pengembangan teknologi,
dan meringankan biaya penelitian. Selain itu, melalui kolaborasi
tersebut, perusahaan dapat mengakses penelitian-penelitian dan
penemuan-penemuan baru yang akan sangat membantu dalam
mengembangkan proses dan produk perusahaan.27

27Brannock, J.C, Denny, A.,M., 1998. “Basic Guidelines for


university-industry research partnership” SRA Journal, 30 (2), 57-
62.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 381
Sosiologi Industri

Dari sudut pandang sektor industri, keputusan untuk


melakukan kerjasama dengan industri dipengaruhi oleh masih
rendahnya ”in-house R&D (Research andDevelopment),” makin
pendeknya siklus hidup produk, pengurangan dana R&D, dan
adanya perubahan dalam prioritas riset industri.

Dari sudut pandang universitas, kerjasama dilakukan untuk


mendapatkan keuntungan finansial dan meningkatkan pengetahuan
industri khususnya tentang pengembangan teknologi. Dalam
kerjasama ini peran universitas sangat penting khususnya sebagai
pencipta teknologi, penyedia sumber daya manusia, dan
menyelaraskan perubahan atau perkembangan perekonomian
dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat.
Sanschez dan Tejedor (1995), mengemukakan ada empat
cara yang mungkin ditempuh untuk menciptakan kolaborasi
universitas dan industri, yaitu:28
a. Sektor industri dapat mencari pusat-pusat penelitian yang ada
pada universitas yang mungkin dapat menyelesaikan masalah
yang dimiliki oleh pihak industri.
b. Sektor industri menerima proposal kerjasama secara langsung
dari universitas atau pusat penelitian selaku penyedia
pengetahuan atau teknologi.
c. Sektor industri dapat meminta bantuan pada pihak ketiga yang
kemudian akan mencarikan universitas.
d. Sektor industri menerima proposal dari pihak ketiga untuk
mengusulkankolaborasi dengan pusat penelitian dan
pengembangan lokal.

28Lina Anatan 2008 “Kolaborasi Universitas-Industri: Tinjauan


Konseptual Mekanisme Transfer Pengetahuan Dari Universitas Ke
Industri” Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008., hlm. 35.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 382
Sosiologi Industri

C. Kehidupan Masyarakat Industrial


1. Pandangan Hidup Masyarakat Industri

Revolusi industri telah menyebabkan munculnya


pandangan hidup baru yang sangat berlawanan dengan pandangan
hidup masyarakat desa. Menurut Dharmawan (1986), “seorang
industriwan mudah dibedakan dengan orang desa, khususnya dalam
hal cara berpikir dan pandangan hidupnya.”29 Berdasarkan
pandangan Dharmawan masyarakat industri memandang segala
sesuatu itu harus dilaksanakan dengan cepat hal ini berbeda dengan
masyarakat desa yang lebih menekankan kepada ketenangan dalam
kehidupan sosialnya.
Adapun, hidup seorang industriwan menurut Dharmawan
(1986) bukanlah perluasan dari pandangan hidup nenek moyang
mereka, akan tetapi pandangan hidup mereka mempunyai beberapa
perbedaanyang menyolok dengan masyarakat desa antara lain
sebagai berikut:30
a. Perbedaan pandangan terhadap unit famili;
b. Perbedaan pandangan tentang ikatan social;
c. Perbedaan pandangan mengenai sikap masyarakat;
d. Perbedaan mengenai aktivitas para anggota masyarakat;
e. Perbedaan pandangan mengenai posisi seseorang;
f. Perbedaan pandangan dalam hal lingkungan hidup: hal tersebut
bisa dilihat dari hubungan manusia itu dengan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat Dharmawan mengenai perbedaan
pandangan hidup antara masyarakat desa dengan masyarakat
industri terdapat perbedaan yang sangat mencolok dimana pada

29Dharmawan.A. 1986. Aspek-Aspek dalam Sosiologi Industri.


Bandung: Bina Cipta, hlm. 13.
30 Ibid., hlm. 17.

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 383


Sosiologi Industri

dasarnya masyarakat industri lebih bersifat indivualis dibandingkan


dengan masyarakat desa. Pernyataan ini mengacu kepada pendapat
yang dikemukakan Dharmawan mengenai perbedaan masyarakat
industri dan masyarakat desa seperti yang dikemukakan diatas.

2. Ciri Khas yang Positif dalam kehidup Masyarakat Industri

Pendapat lain mengenai ciri khas yang positif tentang


masyarakat industri dikemukakan juga oleh Taylor dalam
Dharmawan (1986), dalam penelitiannya pada negara-negara
tersebut terdapat ciri khas yang positif pada masyarakat industri
antara lain: 31
a. Mereka selalu terbuka untuk menerima berbagai percobaan/
pengalaman baru, termasuk tingkah laku.
b. Adanya pergeseran dari segala loyalitas yang disebabkan
turunan, dan semua penampilan perorangan yang telah diakui
masyarakat setempat ke arah pimpinan nasional yang lebih
obyektif.
c. Percaya kepada ilmu pengetahuan dan ilmu kedokteran
d. Ambisi perorangan dan anak-anak untuk mencapai tingkat/derajat
yang tertinggi dalam bidang pekerjaan melalui pendidikan.
e. Menghargai setiap perencanaan untuk kemajuan
f. Menaruh perhatian terhadap setiap community affair dan local
politics
g. Tekun sekali terhadap setiap perkembangan nasional dan
internasional
Melihat hasil pemaparan diatas mengenai karakteristik
masyarakat industri dapat disimpulkan bahwa masyarakat industri

31 Dharmawan.A. 1986. Aspek-Aspek ……., hlm. 27.


Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 384
Sosiologi Industri

memiliki karakter yang lebih bersifat individualis dibandingkan


dengan masyarakat pedesaan yang lebih mementingkan keluarga.
Masyarakat industri juga memandang bahwa keluarga hanya
sebagai beban semata, hal tersebut berbandingterbalik dengan
masyarakat desa yang menganggap keluarga sebagai keuntungan
yang dimiliki oleh seseorang.

3. Pola Keja Masyarakat Industri

Durkheim dalam Ahmadi (2003), “mempergunakan variasi


pembagian kerja sebagai dasar untuk mengklasifikasikan
masyarakat, sesuai dengan perkembangannya”. Pendapat Durkheim
lebih cenderung melihat bahwa masyarakat industri termasuk ke
dalam masyarakat yang kompleks, hal tersebut di dasarkan kepada
pembagian kerja yang bervariasi sesuai dengan bidang keahliannya,
antara lain:32
a. Masyarakat industri terdapat pembagian kerja yang bertambah
kompleks sehingga menjadi sebuah tanda bahwa kapasitas
masyarakat semakin tinggi.
b. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan
antara kelompok masyarakat yang telah mengenal
pengkhususan.
c. Otonomi sejenis juga menjadi ciri dari bagian atau kelompok
masyarakat industri. Adapun otonomi sejenis dapat diartikan
sebagai keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri
sampai pada batas-batas tertentu.

32Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial ……….., hlm. 100.


Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 385
Sosiologi Industri

Di dalam masyarakat industri yang telah maju, menurut


Parker (1990), 33 “keuntungan yang setinggi-tingginya”, yang telah
lama dianggap sebagai tujuan utama perusahaan, kini mulai
ditanyakan kredibilitasnya sebagai nilai utama yang mengatur sistem
sosial dan ekonomi di dalam masyarakat.
Berdasarkan pandangan Parker tersebut terlihat bahwa
salah satu karakter dari masyarakat industri adalah mencari
keuntungan yang setinggi-tingginya namun nilai tersebut mulai
diragukan karena pada dasarnya bukan hanya mencari keuntungan
sebesar-besarnya tetapi juga secara bersama-sama.

4. Konsekuensi Kehidupan Masyarakat Industri

Dewasa ini banyak persoalan yang timbul akibat indu


strialisasi yang bersifat kontraproduktif dan tidak manusiawi, di
antaranya adalah timbulnya kriminalitas sebagai akibat urbanisasi,
kerusakan lingkungan hidup, alienasi, kemerosotan akhlak dan
berbagai konflik sosial. Permasalahan yang sering dijumpai adalah
transformasi masyarakat petani (agraris) menjadi masyarakat industri
tidak hanya cukup dengan penggantian peralatan fisik dan sarana
lain, tapi juga persiapa nmental.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Bell dalam
Ginting (2009), yaitu:
“….Masyarakat yang selama ini belum menghargai waktu
sebagai bagian proses produksi dan rendahnya kemampuan
mengendalikan lingkungan, berubah menjadi masyarakat yang
lebih tertib dalam jadwal waktu, terampil menggunakan teknologi,
mampu melihat perub ahan dampak lingkungan tidak dapat
diabaikan bahwa mereka menga lami hambatan psikologi”.34
33S.R.
Parker dkk, 1992. Sosiologi Industri, ......, hlm. 33.
34Ginting,Perdana. 2009. Perkembangan Industri Indonesia.
Bandung: Yrama Widya , hlm. 35
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 386
Sosiologi Industri

Berdasarkan pandangan Bell mengenai transformasi


masyarakat agraris menjadi masyarakat industri ternyata bukan
hanya sekedar peralatan semata, akan tetapi juga keterampilan
dalam menggunakan peralatan canggih serta mampu mengurangi
dampak terhadap lingkungan masyarakat setempat.
Maryati (1996) mengungkapkan tentang konsekuensi dari
masyarakat industri yang dituju oleh masyarakat Indonesia sebagai
berikut:
“…Masyarakat industri-moderen perkotaan yang dituju oleh
masyarakat Indonesia mengandung konsekuensi yang tidak
ringan, karena pada waktunya akan terjadi transformasi secara
menyeluruh yang dampaknya menyangkut esensi, bentuk dan
dinamika sosial serta teknologi, kualiti hidup dan alam sekitar,
corak dan perubahan nilai dan budaya. Semakin pesat kadar
perubahan maka semakin tinggi serta kompleks derajat
tantangan dan pengadaptasian sebuah masyarakat terhadap
suatu bentuk transformasi yang dialaminya”. 35

Berdasarkan pemaparan diatas mengenai konsekuensi


dari masyarakat industri yang ingin dituju oleh masyarakat Indonesia
tidak lah ringan. Hal tersebut akan mengakibatkan perubahan
dinamika sosial serta budaya terhadap masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia akan mengalami transformasi terhadap
perubahan nilai yang ada didalam masyarakat tersebut.

Pada dasarnya masyarakat desa merupakan masyarakat


primordialisme yang lebih menekankan kepada kerbersamaan antar
ang gota berbeda dengan masyarakat industri yang lebih
menekankan kepada spesialisasi terhadap keahlian pekerja untuk

35Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 1996. Sosiologi Jakarta: Esis,


hlm. 2
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 387
Sosiologi Industri

menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga


solidaritas antar anggota masyarakat hanya didasarkan kepada
kelompok-kelompok masyarkat yang saling membutuhkan. Hal
tersebut mengakibatkan hilangnya ikatan kekeluargaan dalam
masyarakat.

D. Permasalahan di hadapi Masyarakat Industri

Industrialisasi bertujuan menjadikan sektor industri yang


mantap, kuat dan stabil melalui usaha terpadu yang melibatkan
seluruh rakyat dengan berlandaskan azas demokrasi ekonomi,
pemerataan dan kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor dan
tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup.
Industri yang maju di dalamnya terkandung struktur sosial
yang kokoh, masyarakatnya memiliki nilai budaya yang mampu
menjadi acuan dalam mengembangkan dan meningkatkan produksi,
dan terkait erat dengan kegiatan ekonomi umumnya, dan didukung
oleh penguasaan teknologi (pendidikan dan pengetahuan) serta
mempunyai daya saing yang kuat dalam memasuki pangsa pasar
global, baik AFTA 2003, maupun pasar bebas 2010 bagi negara
maju dan 2020 bagi negara berkembang.

Adapun dimensi budaya tampak pada tumbuh dan


berkembangnya nilai budaya baru dalam lingkungan keluarga yang
sangat bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat industri, seperti
disiplin yang tinggi, taat beribadah dan memiliki motivasi yang tinggi.
Fenomena selanjutnya, perubahan dari sikap dan tingkah laku
dogmatik dengan adat istiadat irasional yang kuat, konsumtif, dan
kekerabatan yang tinggi akibat banyaknya waktu luang pada

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 388


Sosiologi Industri

masyarakat agraris kemudian menjadi sikap dan tingkah laku yang


rasional, etos kerja yang tinggi, disiplin waktu, hemat, kompetisi,
berprestasi, orientasi ke masa depan.
Akan tetapi Schneider (1993), memandang industri
merupakan jaringan yang helainya menjangkau hampir setiap aspek
masyarakat, kebudayaan, dan kepribadian. Industri juga merupakan
sebuah faktor penting dalam membentuk masalah-masalah sosial
yang kompleks. Masalah-masalah tersebut, diantaranya:36

1. Sosial, Kelas, Gender, dan Konsumsi

Posisi sosial telah membuat perbedaan yang besar


mengenai bagaimana individu dapat termasuk kedalam budaya
konsumerisme, oleh karenanya menjadi penting untuk memahami
signifikansi dari kelas dan gender. Produsen amat bergantung
kepada daya beli konsemen demi kelangsungan usaha mereka.
Daniel Bell menyatakan bahwa konsumsi masyarakat bangkit pada
awal 1920-an, selanjutnya pengembangan ini diatribusikan pada
revolusi teknologi dan pada tiga penemuan sosial, yaitu produksi lini
gabungan, pengembangan pasar, dan penyebaran pembelian.
Berikutnya adalah terjadinya pergeseran nilai moral, yaitu bagaimana
angsuran yang semula identik dengan kaum miskin dan hutang
kemudian bertransformasi menjadi kredit yang dapat diterima
masyarakat.37

36Schneider, B. H, 1993. Children's social competence in context:


The contributions of family, school and culture. Oxford: Pergamon
Press,, hlm. 199.
37 Bell, Daniel. 1973. The Coming of Postindustrial Society: a venture

in social. Forecasting. New York: Basic Books , hlm. 111.


Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 389
Sosiologi Industri

Selanjutnya Victoria de Grazia dalam The Sex of Thing


(1996),38 mengungkapkan bagaimana konsumsi difilterisasi oleh
rumah tangga. Ia melihat bahwa pengalaman-pengalaman dalam
rumah tangga membawa dampak yang kompleks ketika kelas dan
gender mendorong terjadinya konsumsi. Selain itu de Grazia melihat
bagaimana posisi status digabungkan dengan kelas dan gender
terkadang merupakan konfigurasi ulang dibawah rezim baru budaya
konsumsi. Semenjak revolusi industri, para wanita dalam perannya di
keluarga menjadi lebih condong kepada aktifitas konsumsi, de
Grazia menyatakan bahwa konsumsi secara fundamental
digenderkan pada wanita.
Revolusi konsumsi yang semula terjadi di dunia Barat
akhirnya menyebar ke penjuru dunia yang lain. Hal ini dikarenakan
antara lain oleh pemahaman masyarakat terhadap budaya
konsumen dominan yang meningkat, selain itu mereka menjadi ajang
kepentingan transisi barat akan kapitalisme konsumen massa.
Negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara
mengalami pertumbuahan ekonomi yang pesat dan bermula pada
awal 1960-an. Dalam kasus Korea Selatan, dapat dilihat adanya
perbedaan pandangan antar generasi terhadap konsumerisme.
Sedangkan Indonesia, dikarenakan tingkat perkembangan yang
lambat, membuang sisi simbolis dari konsumsi kedalam bentuk yang
lebih jelas.
Solvay Gerke melihat bagaimana keterbatasan
kemampuan pada kelas menengah untuk melakukan konsumsi
dalam bentuk yang dapat dilihat dari status yang ditunjukkan. Gerke

38Grazia, Victoria de and Ellen Furlough, 1996, The Sex of


Things:Gender and Consumptionin Historical Perspective, USA
California: University Of California Press. Hall, hlm 442.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 390
Sosiologi Industri

melihat bagaimana gaya hidup dan simbol-simbol mempengaruhi


aktifitas mereka.39 Dengan gaya hidup tersebut, mereka menafikan
asumsi sosial dan ekonomi mereka.

2. Psikologis

Industri secara langsung maupun tidak langsung akan


membentuk suatu peranan yang dimainkan oleh para pelaku
industrialisasi, baik fisik maupun psikisnya.40 Dengan adanya
industrialisasi kehidupan di masyarakat berkembang dalam segala
aspek kehidupan baik ekonomi maupun sosialnya, karena
terciptanya berbagai kemudahan-kemudahan yang di peroleh
menuju perubahan hidup yang cenderung ke arah mod modernisasi,
maka tidak heran jika banyak terjadi perubahan pola kehidupan
antara jaman dulu dan sekarang.
Dengan adanya fenomena itu juga akan berpengaruh
terhadap kondisi psikologis. Apalagi dalam peristiwa industrialisasi
ini, semakin banyak perusahaan perindustrian yang didirikan, yang
memperkerjakan tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya, dan
intensitas waktu kerja yang lama, seolah tidak pernah tidur.
Hal ini bila dikaitkan dengan dampak psikologis akan
sangat berhubungan, dilihat dari banyaknya karyawan yang ada
dalam suatu perindustrian, seolah-olah waktu hanya dihabiskan di
dalam pabrik. dampak yang akan terjadi adalah pada keadaan
psikologis keluarga, terutama pada anak, yang seharusnya
mendapatkan perhatian yang lebih tetapi karena waktu yang sangat

39Gerke, Solvay. 2000. Consumption in Asia Lifestyles and Identities.


New York: Routledge., hlm. 209.
40A.S. Munandar. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Depok:.

Universitas Indonesia (UI Press)., hlm. 17.


Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 391
Sosiologi Industri

sedikit untuk berkumpul di rumah, sedikit banyak akan


mempengaruhi kepribadian keluarga terutama anak.
Dalam jaman perindustrian sekarang ini sadar atau tidak
akan berpengaruh pada pergeseran nilai-nilai dan membuat
masyarakat sekarang kurang peduli dengan itu, karena tersitanya
waktu untuk bekerja untuk menyempatkan berkegiatan pemupukan
nilai-nilai yang ada, akibatnya masyarakat lupa dan bersikap acuh
tak acuh dalam kalangan masyarakat perindustrian.

3. Hukum

Keengganan pemerintah melakukan intervensi langsung


ke dalam kegiatan industri mirip dengan keengganan yudikatif untuk
melibatkan diri secara langsung ke dalam lapangan industri. Untuk
itu Wedderborn (1966),41 menyatakan bahwa pihak hukum baru mau
melibatkan diri jika pihak perusahaan berbuat suatu tindakan,
dimana pihak lain di luar perusahaan merasa dirugikan oleh tindakan
tersebut. Alasan lain yang menyebabkan keengganan pihak hukum
melibatkan diri adalah telah terbentuknya suatu perjanjian bersama
antara perusahaan industri dengan serikat-serikat buruh sehingga
kalau ada permasalahan diantara mereka hal itu akan diselesaikan
dengan cara-cara yang tercantum dalam perjanjian tersebut.

4. Ekonomi

Perkembangan dalam sektor industri telah berkembang


pesat dan telah mengubah sebagian besar kehidupan kita, telah
terjadi banyak perubahan dalam kehidupan kota, sistem komunikasi

41Wedderburn, Kenneth William. 1966. The law and industrial conflict


in Great. London: Stevens; hlm. 13
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 392
Sosiologi Industri

dan transportasi dan munculnya berbagai barang konsumsi yang


menambah kenyamanan hidup,
Tetapi tidak selamanya, industrialisasi menyebabkan
banyak kenyamanan dan kesejahteraan hidup, seperti dinyatakan
oleh Ine Minara mengingatkan bahwa industrialisasi yang berjalan
dengan baik dapat memberi stimulasi pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan. Kalau kita lihat kondisi sekarang, meningkatnya peran
sektor industri dan sektor lain dalam P D B (Product Distribution
Bruto) diikuti dengan menurunnya peran, kualitas maupun
produktivitas sektor pertanian.
Maka industrialisasi tidak dapat dikatakan berhasil ketika
kegagalan justru tergantung akan menyebabkan pasokan pangan
bagi penduduk kota terjadi karena hal tersebut. Jika produktivitas
pangan rendah dan kebutuhan pangan sendiri tidak dapat terpenuhi,
dan bergantung pada impor, jelas hal ini menyebabkan
tingkat pertumbuhan rendah atau pertumbuhan tidak berkualitas.
Apabila suatu negara mengimpor kebutuhan pangannya
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pendapatan
perkapita yang meningkat di negara tersebut akibat dari
industrialisasi, maka akan terjadi multiplier efect di luar, bukan di
wilayah perekonomian negara tersebut, sehingga peningkatan
pendapatan dan produktivitas justru digunakan untuk membiayai
impor pertanian.
Industrialisasi yang berhasil mensyaratkan adanya
kenaikan yang signifikan dari produktivitas pertanian. Satu kesalahan
besar dari proses industrialisasi di Indonesia adalah bahwa sektor
pertanian ditinggalkan yang menyebabkan produktivitas sektor
pertanian rendah. Secara konsep memang disebutkan bahwa
pembangunan industri ditopang oleh pembangunan pertanian.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 393
Sosiologi Industri

Meskipun pernah mencapai swasembada beras akan


tetapi akses dari kebijakan dalam rangka mencapai swasembada
beras tersebut mengorbankan banyak hal dan sektor pertanian
tumbuh tidak kokoh dan produksi pertanian tidak cukup untuk
memasok kebutuhan pangan. Selain itu, hasil pertanian lain di luar
beras yang dibutuhkan oleh sektor industri masih diimpor seperti
kedelai, jagung dan lain sebagainya.
Di sisi lain hasil pertanian Indonesia dalam bentuk
komoditas seperti CPO, kakau, masih diekspor dalam bentuk yang
mentah atau tidak diolah. Dalam sisi industrialisasi hal tersebut
adalah kemunduran, sebab industrialisasi yang maju mensyaratkan
ekspor pangan olahan.
Jadi perkembangan industrialisasi dalam bidang ekonomi
sering kali tidak diimbangi dengan perkembangan produksi pangan
Negara, sehingga hasil keuntungan dari kegiatan industri sering kali
digunakan untuk membiayai impor bahan pangan Negara, karena
hasil pertanian pangan menjadi rendah

5. Demografi

Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang


mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi di dalamnya
ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah
penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi,
serta penuaan.
Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara
keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria
seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas
tertentu. Munculnya kawasan industri dalam suatu wilayah dianggap

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 394


Sosiologi Industri

membawa faktor positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat di


wilayah itu.
Dampak positifnya antara lain:
a. Kehadiran industri dapat membuka lapangan kerja bagi penduduk
setempat;
b. Membuka lapangan kerja di bidang sektor informal;
c. Menambah pendapatan asli daerah bagi daerah tersebut.
Adapun dampak negatifnya ialah:
a. Menimbulkan kebisingan, polusi, dan limbah industri yang
berbahaya bagi lingkungan;
b. Persentuhan budaya yang bisa menimbulkan berbagai masalah
sosial.

Melihat permasalahan dalam Industrialisasi di Indonesia,


maka, sejatinya dalam merumuskan kebijakan pembangunan
ekonomi melalui proses industrialisasi perlu diketahui berbagai
masalah yang harus dipecahkan, antara lain sebagai berikut: 42

b. Sebagian besar penduduk terdiri dari orang-orang yang tidak


memiliki keterampilan teknis yang dituntut oleh proses
industrialisasi.
c. Karena latar berlakang pendidikannya, tidak banyak orang yang
memiliki keterampilan manajerial, baik yang bersifat umum
maupun yang bersifat fungsional.
d. Sangat terbatasnya modal yang mutlak diperlukan untuk
mendirikan dan menjalankan roda organisasi niaga.

42Nawawi, Hadari. 2006. Evaluasi dan manajemen kinerja di


lingkungan perusahaan dan industri. Yogyakarta: Gadjah Mada
Univercity Press., hlm. 94-95.
Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 395
Sosiologi Industri

e. Tingkat kewirausahaan yang sangat rendah di kalangan mereka


yang bergerak dalam kegiatan bisnis, antara lain karena adanya
pandangan bahwa “bergadang” tidak menempati skala teratas
dalam kehidupan kekaryaan seseorang.
f. Tidak menguasai keterampilan teknis oleh sebagian besar warga
masyarakat padahal industrialisasi di samping bersi fat padat
modal juga menggunakan teknologi canggih dan
mempertahankan keunggulan kompetitifnya.
Berdasarkan permasalahan yang diungkap oleh Nawawi
terlihat bahwa bukan faktor modal saja yang menjadi kendala
pemban gunan industri di Indonesia namun ada beberapa hal yang
dapat mengganggu pemban gunan industri di Indonesia. Pemerintah
dan masyarakat seharusnya mampu mencari solusi untuk
menyelesaikan permasalahan ini untuk menyelesaika permasalahan
pengangguran di Indonesia.

Bab X Masalah-masalah dihadapi Masyarakat Industri 396


Sosiologi Industri

BAB XI
Permasalahan yang dihadapi
Masyarakat Post-Industrial

M asyarakat post-industrialisasi menjadi sudut pandang


pandangan kritis, usaha-usaha teoritis yang dilakukan
Daniel Bell sebagai upaya untuk menangani masalah-masalah
sosiologis dengan maksud menjembatani kesenjangan antara
sosiologi akademis dengan disiplin-disiplin humanistis. Dia
menangani topik yang menyangkut analisa kelelahan ide-ide politik
sekitar tahun lima puluhan melihat pada konsekuensi-konsekuensi
masa depan berbagai kebijakan Negara, mengetahui masalah-
masalah masa depan, dan memulai rencana-rencana penyelesaian
alternative sehingga masyarakat lebih banyak memiliki pilihan serta
bisa membuat pilihan-pilihan moral. Walau setiap karya itu
menggunakan kerangka sosiologis Daniel Bell, tetapi sasaran
utamanya lebih ditujukan pada analisa sosial ketimbang teori sosial
yang abstrak. Sebagaimana Mills dan Eitzioni, Bell juga terikat pada
sosiologi relevan, yaitu sosiologi yang siap memecahkan masalah-
masalah kemasyarakatan bersekala luas.
Penjelasan masyarakat post industri ramalan Daniel Bell
membuat semua berpikir bahwa masyarakat terus mengalami
perubahan sosial. Dari jaman pra industri beralih kepada jaman
industri dan akhirnya mencapai jaman post industri. Kondisi sosial
ekonomi menjadi sumbu perubahan itu, meskipun lama prosesnya.
Disinilah terjadi kesadaran bila masyarakat itu tumbuh dan
berkembang. Tidak dapat diprediksi akan bagaimana kedepannya.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 397


Sosiologi Industri

Namun kata Bell, dapat diramalkan rintangan sehingga dapat diambil


kebijakan yang adil bagi semua pihak.

A. Biografi, Karya, Dan Pemikiran Daniel Bell

1. Biografi Singkat Daniel Bell

Daniel Bell (lahir 10 Mei 1919 di New York City) adalah


seorang sosiolog dan profesor emeritus di Universitas Harvard. Dia
juga seorang direktur Suntory Yayasan dan sarjana di kediaman
American Academy of Arts and Sciences. Ia telah menerima gelar
kehormatan dari Harvard, Universitas Chicago, empat belas
universitas di Amerika Serikat, dan Universitas Keio, di Jepang. Dia
telah menerima "Lifetime Achievement Award" oleh Asosiasi
Sosiologi Amerika pada tahun 1992, dan Talcott Parsons Prize untuk
Ilmu Sosial oleh American Academy of Arts and Sciences pada
tahun 1993.1

Dia juga diberi Tocqueville Award oleh pemerintah Perancis


pada tahun 1995. Bell lulus dari City College of New York dengan
ilmu pengetahuan dan sarjana ilmu sosial. Dia memulai karirnya
sebagai jurnalis, menjadi editor majalah Pemimpin Baru (1941-1945),
seorang tenaga kerja Fortune editor (1948-1958) dan kemudian co-
editor (dengan teman kuliah Irving Kristol) dari The Public Interest
majalah (1965-1973). Universitas Columbia pada tahun 1960
diberikan kepadanya Ph.D. derajat. Ia mengajar sosiologi di
Columbia pertama (1959-1969) dan kemudian di Harvard hingga
pensiun pada tahun 1990. Bell juga adalah Pitt mengunjungi
Profesor Sejarah Amerika dan Lembaga di Cambridge University

1
Balasubramanian, R. & Webster, J., 2006, “Retailer Perceptions on
Apparel Sizing. Issues and Customer Satisfaction” ANZMAC 2006
Conference Proceedings. New Zealand: ANZMAC, hlm. 141
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 398
Sosiologi Industri

pada tahun 1987. Ia menjabat sebagai anggota Komisi Presiden


Technology di 1964-1965 dan sebagai anggota Komisi Presiden
Agenda Nasional tahun 1980-an pada tahun 1979. Daniel Bell
pernah menggambarkan dirinya sebagai "sosialis dalam ekonomi,
liberal dalam politik, dan budaya yang konservatif." Ia terkenal
karena kontribusinya pada pasca-industrialisme.

2. Karya Monumental Daniel Bell

Buku-buku yang paling berpengaruh adalah: The End of


Ideology (1960), The Budaya Kontradiksi Kapitalisme (1976), dan
The Coming of Post-Industrial Society (1973). Dua dari buku-
bukunya, Akhir dari Ideologi dan Kontradiksi Budaya Kapitalisme
yang terdaftar oleh Times Literary Supplement sebagai di antara
buku yang paling penting di paruh kedua abad kedua puluh. Hanya
Isaiah Berlin, Claude Lévi-Strauss, Albert Camus, George Orwell
dan Hannah Arendt, telah dua buku begitu terdaftar.

Putra Bell, David A. Bell, adalah seorang dekan dan profesor


sejarah Perancis di Johns Hopkins University, dan putrinya, Jordy
Bell, adalah seorang administrator dan akademik guru, antara lain,
Perempuan AS Marymount sejarah di College, Tarrytown, New York,
sebelum pensiun pada tahun 2005.

3. Pemikiran Daniel Bell

Kedatangan Masyarakat Post-Industri Dalam The Coming of


Post-Industrial Society Bell diuraikan jenis baru masyarakat-pasca-
masyarakat industri. Dia berargumen bahwa pasca-industrialisme
akan dipimpin dan informasi-service-oriented.

Bell juga berpendapat bahwa masyarakat pasca industri


akan menggantikan masyarakat industri sebagai sistem dominan.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 399
Sosiologi Industri

Ada tiga komponen untuk pasca-masyarakat industri, menurut Bell:


(1) pergeseran dari manufaktur ke layanan; (2) sentralitas dari ilmu
baru industri berbasis; (3) munculnya elite teknis baru dan
munculnya prinsip baru stratifikasi.

Disamping pepemikiran-pemikiran di atas, Bell juga


konseptual yang membedakan antara tiga aspek dari masyarakat
pasca-industri: data, atau informasi yang menggambarkan dunia
empiris, informasi, atau organisasi yang bermakna data ke sistem
dan pola-pola seperti analisis statistik, dan pengetahuan, yang
conceptualizes Bell sebagai penggunaan informasi untuk membuat
penilaian. Bell membahas naskah Kedatangan Masyarakat Post-
Industri dengan Talcott Parsons sebelum diterbitkan.

4. Daniel Bell Fundamentalis, Kapitalis, dan Radikalisme


Kurtural

Dalam esaynya "The Prophet Motive", Rick Perlstein,


misalnya, menyebut Bell sebagai seorang kritikus kebudayaan
terpenting pada era paska perang Dunia II, tapi sekaligus sebagai
sebuah anomali dalam tradisi pemikiran liberal Amerika, terutama
karena komitmennya yang begitu kukuh pada kesetaraan ekonomi
dan konservatisme kultural.2[1] Pernyataan Perlstein tentang Bell
sebagai anomali bisa dimengerti jika kita melihat tiga pendirian
utama yang dipertahankannya sampai saat ini.

Pada bidang budaya, ia mengaku sebagai seorang


konservatif yang sangat menjunjung tinggi tradisi. Budaya
dianggapnya sebagai sebuah wilayah yang menyediakan jawaban
koheren atas pelbagai kesulitan eksistensial umat manusia. Dalam

2 Rick Perlstein, "The Prophet Motive, Daniel Bell's Take on


Capitalism 20 Years Later", Jorrnal. MSN Network, hlm. 433.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 400
Sosiologi Industri

konteks semacam itu tradisi menjadi sangat penting bagi vitalitas


sebuah kebudayaan, sebab ia mengandung pelajaran berharga
tentang bagaimana para leluhur sebuah masyarakat sanggup
bertahan menghadapi kesulitan eksistensial yang sama.

Di lain pihak, Bell mengaku seorang sosialis dalam ekonomi,


dalam pengertian ia meyakini bahwa kepentingan umum harus lebih
diutamakan daripada kepentingan individual. Sementara untuk
urusan-urusan di bidang politik, secara sadar Bell memilih posisi
liberal. Artinya, ia lebih percaya bahwa individu, bukan kelompok,
harus menjadi aktor utama dalam politik. Bidang ini, menurut Bell,
harus secara tegas membedakan wilayah publik dan privat, sehingga
tidak semua urusan dipolitisir seperti di negara-negara komunis, dan
tidak pula begitu saja membiarkan segalanya berlangsung tanpa
batasan seperti dalam masyarakat kapitalis tradisional yang
menganut ideologi laissez-faire.3

Daniel Bell tentu saja tidak hanya dibaca dan dikagumi di


Amerika Serikat, melainkan juga di daratan Eropa. Pada naskah
pidatonya yang monumental ketika menerima penghargaan Adorno
Prize bulan September 1980 di kota Frankfurt, pemikir besar Eropa
sekelas Jürgen Habermas, misalnya, sambil melontarkan kritik yang
mendasar terhadap gagasannya tentang munculnya
postmodernisme menggantikan modernisme, ia tetap menganggap
Daniel Bell sebagai pemikir (neokonservatif) Amerika paling
cemerlang.4

3 E. Kurzweil dan W. Philips (eds), 1983. “Daniel Bell: Modernism


and Capitalism: Journal Writers and Politics, London, hlm. 211.
4 Hal Foster (ed), 1985, Postmodern Culture, London and Sydney:

Pluto Press, hlm., 6.


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 401
Sosiologi Industri

Menjadi terkenal di seluruh dunia pertama kali terutama


melalui karyanya yang mengundang perdebatan sangat luas tentang
bangkrutnya ideologi pada dekade awal 1960an, Daniel Bell adalah
seorang sosiolog yang tetap produktif bahkan sampai saat ini. Awal
tahun 2004 nanti, misalnya, akan terbit karya terbarunya, Information
Society, yang kembali menegaskan minatnya pada pergeseran
fundamen-fundamen masyarakat kontemporer.

Karangan singkat ini akan mencoba mencapai status


sebagai pengantar pada khasanah pemikiran Daniel Bell dari dua
jurusan. Pada jurusan yang pertama, Daniel Bell akan dilihat sebagai
sosok individual dengan riwayat hidup yang cukup menarik dalam
konteks sejarah perkembangan sosial masyarakat tempat hidupnya.
Pada jurusan yang kedua,

Daniel Bell akan dihadapi bukan sebagai sosok individual


melainkan lebih sebagai serangkaian ide-ide dalam beberapa karya
paling penting yang pernah ditulisnya. Kalau tesis dalam tradisi klasik
sosiologi pengetahuan tentang mustahilnya memisahkan gagasan
seseorang dari milieu sosialnya, seperti yang diyakini oleh
Mannheim5, itu masih bisa dipakai sebagai perangkat metodis, maka
dua pendekatan tadi bisa dirangkum dalam satu kepentingan:
menempatkan curriculum vitae Daniel Bell dalam konteks dinamik
sejarah zamannya.

a. Remaja Miskin Kota New York

Lahir sebagai anak dari pasangan miskin pekerja pabrik


garmen di tepi Timur Manhattan, New York, tgl 10 Mei 1919, Daniel

5Karl Mannheim, 1964. Ideology and Utopia, An Introduction to the


Sociology of Knowledge, New York: A Harvest Books, hlm. 209.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 402
Sosiologi Industri

Bell adalah sosok yang, berdasarkan pengakuannya sendiri,


mungkin memang sudah ditakdirkan untuk menjadi sosiolog.6

Di masa remaja ia hidup dalam kepapaan ekonomis ketika


dunia sedang menyaksikan sebuah era paling mencekam dengan
naiknya Hitler. Ia sudah bergelut dengan problem-problem sosial
bahkan sejak masih muda belia. Tahun 1932, pada umur 13 tahun,
misalnya, ia bergabung dengan Liga Pemuda Sosialis (Young
People’s Socilist League), yang secara luas dikenal sebagai Yipsel,
divisi pemuda Partai Sosialis. Tentang masa kecilnya itu Bell antara
lain menulis:

“…Saya tumbuh di kawasan kumuh New York. Sejauh yang


saya ingat, ibu bekerja di pabrik garmen; sedangkan ayah sudah
wafat ketika saya masih bayi. Di sekeliling saya melihat
“Hoovervilles”, gubug-gubug reyot dekat pelabuhan East River
tempat para pengangguran hidup dalam rumah-rumah darurat
dan mengais-ngais tumpukan sampah mencari makanan. Di
malam hari aku pergi bersama sekelompok anak-anak laki-laki
lain ke pasar sayur-mayur di West Side, mencuri kentang atau
tomat busuk di jalan, lantas dimakan sambil mengelilingi api
unggun kecil yang kami buat di jalan dari bekas kotak-kotak
kemasan di pasar. Aku hanya ingin tahu mengapa harus seperti
itu. Tampaknya memang tidak terelakan bahwa aku akan menjadi
seorang sosiolog.”7

Seperti banyak tokoh penting dalam sejarah dunia lahir dari


latar belakang yang suram, kemiskinan mungkin menjadi salah satu
pendorong minatnya pada teori-teori sosial termasuk teori-teori
berhaluan kiri. Ia banyak menghabiskan masa remajanya di
perpustakaan New York cabang Ottendorfer . Di sana ia melahap
karya-karya John Dewey, Albert Hunter, atau karya babon Principles
of Sociology tulisan Herbert Spencer. Pada akhir pekan ia biasa

6Edward Cornish, at.al. 1977, The World Future Society, Washington


D.C: World Future Society, hlm. 163.
7 Ibid., hlm. 167.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 403


Sosiologi Industri

pergi ke Sekolah Minggu Sosialis, dan belajar karya Fred


Henderson, Case for Socialism, dan karya Algernoon Less, The
Essential Marx. Dua kali seminggu, sore hari, ia pergi ke Rand
School of Social Science di kawasan Fifteenth Street untuk mengikuti
sebuah kelompok membaca.

Selama kursus itu Bell belajar banyak tentang karya-karya


Marx seperti Kapital, atau bahkan tentang Materialisme Dialektis. Di
situ ia diajari membedakan antara materialisme sederhana yang
hanya melihat peristiwa-peristiwa dalam kerangka sebab-akibat yang
simplistis, dengan materialisme dialektis yang melihat sebab-sebab
sebuah peristiwa secara lebih mendalam pada konteks sosialnya. Ia
mengenang peristiwa itu dalam kalimat-kalimat berikut:

“ …Dalam kursus itu saya belajar bahwa materialisme biasa


melihat kejadian-kejadian dalam terminologi sebab-akibat
sederhana, seperti sebuah batu yang jatuh dari langkan dan
menimpa kepala seseorang, sementara materialisme dialektis
mencari sebab-sebab kejadian itu dalam konteks alamiah dan
sosial yang lebih luas, sehingga orang akan mengerti bahwa batu
itu jatuh karena telah terjadi erosi tanah, dan erosi terjadi karena
eksploitasi tanah. Saya sangat terkesan. Saya berumur tiga belas
tahun.”8

Lazimnya banyak anak muda miskin waktu itu, Bell terpikat


oleh gerakan Komunis. Kemenangan Hitler, dan kehancuran gerakan
Sosial Demokrat yang begitu cepat, memberi orang sebuah
perasaan bahwa itu merupakan konflik terakhir, dan bahwa setiap
orang harus berpihak kepada Komunis. Banyak rekan-rekan Daniel
Bell yang memang lantas bergabung dengan Liga Komunis Muda,
sedangkan sebagian yang lainnya, yang lebih pintar, menjadi apa
yang oleh Bell disebut kaum Trotskyites. Bell sendiri terbelah di

8
Edward Cornish, at.al. 1977, The World Future Society,…, hlm. 169
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 404
Sosiologi Industri

antara dua kubu ini. Sambil bekerja mendorong gerobak pakaian


melintasi jalan-jalan, ia sering membagi-bagikan leaflet untuk
Persatuan Perempuan Pekerja Garmen Internasional (International
Ladies garment Workers Union). Waktu senggangnya sering juga
dihabiskan untuk bertemu dengan beberapa tokoh pergerakan kiri
dan kaum Anarkhis yang berpengaruh di New York waktu itu. Dari
mereka Bell makin jauh berkenalan dengan ide-ide terpenting yang
banyak menjadi inspirasi beberapa gerakan sosial di Eropa sebelum
pecah Perang Dunia II.

b. Dedikasi untuk Masa Depan Kapitalisme

Sosok Daniel Bell dewasa pada dasarnya hidup dalam dua


lingkungan utama: dunia jurnalistik ketika ia menjadi wartawan
dan/atau editor untuk beberapa publikasi seperti The New Leader,
Common Sense, bahkan majalah terkemuka Fortune; dan dunia
akademik tempat ia mendedikasikan seluruh kapasitas intelektualnya
untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi terkenal mulai dari
universitas Chicago, universitas Colombia, sampai universitas
Harvard. Tidaklah mengherankan jika dua latarbelakang tersebut
terlihat begitu terang pengaruhnya pada hampir semua karya yang
dihasilkannya.

Beberapa karyanya yang paling banyak didiskusikan bisa


dilihat sebagai sebuah paduan terbaik dari dua bakat terkuatnya:
seorang wartawan yang sanggup bergelut dengan beragam isu
sosial paling mutakhir, dan seorang akademisi yang terbiasa
mengerjakan detail, berdialog dengan khasanah kepustakaan yang
demikian luas, dan memproduksi teori. Karena itu pula, gaya
bahasanya merupakan kombinasi antara cara deskripsi yang

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 405


Sosiologi Industri

demikian deras mengalir seperti dalam bahasa jurnalisme, tapi


sekaligus penuh ambisi teoritis yang justru sering mengakibatkannya
terjebak ke dalam obskurantisme yang lazim dialami oleh para
ilmuwan sosial dengan minat yang begitu banyak seperti dirinya.

Lepas dari kenangan masa kanak-kanak dan remaja di


bawah utopia sosialisme bahkan komunisme, Daniel Bell dewasa
adalah sosok yang mendedikasikan sebagian besar karirnya untuk
masa depan kapitalisme. Esainya Twelve Modes of Forecasting
dalam publikasi jurnal Daedalus awal 1964, menegaskan pergeseran
keberpihakan ideologisnya dari sosialisme menjadi pendukung
kapitalisme sepenuhnya. Jurnal Daedalus sendiri diterbitkan oleh
sebuah lembaga prestisius di Amerika Serikat, yakni The American
Academy for Arts and Sciences. Lembaga inilah yang lantas
menunjuknya sebagai ketua Commission on the Year 2000, yang
antara lain bertugas merancang strategi masa depan Amerika
menghadapi pergantian milenium pada abad 21 ini.

Keterlibatannya dalam lembaga yang ditugaskan untuk


memprediksikan nasib masa depan masyarakat kapitalis,
pengalamannya sebagai wartawan majalah ekonomi kapitalis
terkemuka sekelas Fortune, dan keping biografis masa kecilnya di
tengah para penganut Anarkhisme dan Komunisme, berikut
kekecewaannya pada beberapa gerakan dan dogma Sosialisme, itu
membantu kita memahami pretensi-pretensi spesifik dari karya-karya
teoritis yang telah dipublikasikannya. Diakui atau tidak, tulisan-tulisan
terpentingnya memang merefleksikan sebuah pilihan sikap yang
dibentuk oleh pertemuannya dengan sejarah Amerika yang begitu
penuh guncangan.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 406


Sosiologi Industri

c. Intensi Teoritis, dan Tiga Fase Pemikiran

Intensi teoritis Daniel Bell terlihat dari bagaimana ia


menganalisa realitas sosial masyarakat kontemporer dalam cara
yang berbeda dengan perspektif dominan pada zamannya. Secara
spesifik, dalam beberapa karya utamanya, ia memang
mengalamatkan karyanya sekaligus sebagai sebuah kritik pada
Marxisme dan Fungsionalisme. Sudah menjadi pengetahuan
bersama bahwa di luar perbedaan mendasar yang paling sering
dibahas, dua paradigma besar ini sama-sama melihat masyarakat
sebagai sebuah sistem yang utuh (relasi produksi dalam Marxisme,
dan nilai dominan dalam fungsionalisme Parsonian), dan dilandasi
oleh sebuah prinsip utama yang akan mereproduksi dirinya melalui
institusi-institusi dominan.

Sambil melontarkan kritik pada basis-basis asumsi dua


paradigma tersebut, dalam dua karya terpentingnya, The Coming of
Post-Industrial Society, dan The Cultural Contradictions of
Capitalism, secara konsisten Bell mengasumsikan masyarakat
kontemporer bukan sebagai sebuah kesatuan yang utuh, melainkan
meliputi tiga wilayah yang disjungtif dengan prinsip aksial yang sama
sekali berlainan bahkan bertolak belakang satu dengan lainnya.
Ketiganya adalah wilayah politik yang dilandasi prinsip aksial berupa
persamaan dan legitimasi, wilayah struktur sosial tekno-ekonomik
dengan prinsip aksial rasionalitas fungsional, dan wilayah budaya
yang berbasis prinsip aksial kebebasan ekspresi dan realisasi diri
(self-realization) atau pemuasan diri (self gratification).9

9Daniel Bell, 1973. The Cultural Contradictions of Capitalism cetakan


I. New York: Basic Books, hlm.,10
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 407
Sosiologi Industri

Di lain pihak, meskipun masih bisa diperdebatkan, tapi


secara garis besar, didasarkan pada pretensi-pretensi dalam karya-
karya utamanya, pemikiran Daniel Bell bisa dipilah menjadi tiga
periode yang, mungkin sebuah kebetulan, terwakili oleh tiga
karyanya yang paling penting. Untuk kepentingan karangan ini, saya
akan menyebut fase-fase pemikiran Daniel Bell tersebut masing-
masing dengan sebutan “fase ideologis”, “fase optimisme”, dan fase
titik balik “pesimisme” terhadap dinamik masyarakat kapitalis.
1) Fase (Akhir) Ideologis
Fase ideologis berlangsung ketika Daniel Bell mencurahkan
pikirannya pada upaya-upaya yang bisa dikaitkan dengan semangat
anti-Komunisme di Amerika sejak Perang Dunia Kedua berakhir.
Dengan kalimat lain, pada fase ini energi intelektualnya dikerahkan
bukan saja untuk menghadapi Marxisme sebagai gagasan
intelektual/akademis, melainkan dan terutama sebagai sebuah
ideologi politik vis à vis liberalisme. Sebagai bagian dari kelompok
liberal Amerika yang terkemuka pada dekade 1950an, Daniel Bell
dipengaruhi oleh identifikasi kelompok tersebut dengan semangat
New Deal dan penerimaannya atas politik anti-Komunis dalam tahun-
tahun perang dingin. Bersama-sama Richard Hofstadter, dan
Seymour Martin Lipset, untuk menyebut contoh termudah, ia menjadi
kontributor The New American Right yang mencoba mempromosikan
argumen-argumen rasional tentang pertumbuhan negara sekular
modern.10

Salah satu ciri pemikiran kelompok ini adalah penolakan


mereka pada protes-protes berbasis massa yang dianggapnya

10Athan Theoharis, 1988. “The Politics of Scholarship: Liberals, Anti-


Communism, and McCarthyism” -REVIEW: of Liberalism and Its
Discontents by Alan Brinkley., hlm. 177.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 408
Sosiologi Industri

irasional, dan mendorong mereka untuk makin percaya pada


kelompok-kelompok kepentingan politik, pada birokrasi-birokrasi
publik dan privat, dan pada elit berpendidikan yang mengatur
keduanya. Pada institusi-institusi inilah mereka berharap masyarakat
Amerika bisa menemukan perlindungan dari bahaya gerakan
massa.11 Tonggak periode ini adalah karyanya yang sekarang sudah
menjadi klasik, yakni sebuah kumpulan esai yang diberi tajuk, The
End of Ideology, On the Exhaustion of Political Ideas in the Fifties,
yang terbit pertama kali tahun 1960.12

Terlepas dari kekuatan argumen-argumen yang dibangun


dalam The End of Ideology, satu kepentingan ideologis tetap
tersembunyi di baliknya: bahwa sosialisme dan komunisme sudah
tidak lagi relevan dibandingkan dengan liberalisme. Hal ini tergambar
jelas dari usahanya untuk meyakinkan bagaimana tesa-tesa Marxian
terbukti tidak akurat menjelaskan perkembangan mutakhir dalam
masyarakat kontemporer. Dari telaahnya atas kegagalan sosialisme
di Amerika Serikat sampai deskripsinya yang sangat hidup tentang
beban psikologis yang diderita rata-rata kaum pekerja Amerika, Bell
percaya bahwa masa bagi solusi-solusi ideologis telah berakhir.

Bell menerangkan masyarakat Amerika Serikat dengan


mencoba ke luar dari kerangka pemikiran yang biasa dipakai untuk
menjelaskan masyarakat Eropa. Menurutnya, realitas Amerika
menjadi kabur karena upaya-upaya untuk memahaminya dilakukan
atas dasar-dasar pemahaman ilmuwan sosial tentang masyarakat
lama di Eropa. Perbedaan prinsipil antara masyarakat lama Eropa

11Bell, Daniel. 1962. The End of Ideology: On the Exhaustion of


Political Ideas in the. Fifties. New York: Collier Books , hlm. 312.
12 Ibid.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 409


Sosiologi Industri

dengan masyarakat baru Amerika di mata Daniel Bell terletak pada


sikap masing-masing masyarakat yang sangat berbeda terhadap
perubahan sosial. Amerika Serikat mungkin bisa dianggap
merupakan masyarakat pertama yang secara “built-in” memiliki
prinsip perubahan sosial yang berjalan konstan, sementara pada
masyarakat lama Eropa perubahan dianggap sebagai sesuatu yang
bersifat eksternal dan koersif yang terjadi pada insititusi-institusi yang
diasumsikan permanen. Dalam kerangka itu pula Bell secara tegas
menolak model-model penjelasan Marxisme yang sepenuhnya
didasarkan pada analisa tentang masyarakat lama di Eropa.

Argumen Bell tentang bangkrutnya ideologi ditopang oleh


fakta bahwa, paling tidak sejak akhir dekade 1950an, berbeda dari
dekade-dekade sebelumnya, masyarakat AS ditandai oleh runtuhnya
harapan atau disilusi pada gerakan massa yang terjadi pada dekade
awal abad 20, yakni pada revolusi Bolshevik dengan utopia
masyarakat sosialis tanpa kelas yang diproyeksikan oleh Marxisme.
Makin turunnya jumlah anggota serikat pekerja, meningkatnya
otomasi pekerjaan, dan munculnya komunikasi massa elektronik,
mendorong berlangsugnya fragmentasi sosial yang terus,
diversifikasi dan konlik-konflik baru.

Apa yang bisa disebut “kaum progresif” perkotaan, yang


pernah mendorong beberapa perubahan di AS, itu telah lenyap, dan
mengakibatkan jalan ke luar melalui garis politik tradisional jadi tidak
realistik. Marxisme-Leninisme yang menjadi tumpuan ideologi telah
mengalami kemunduran. Karena konflik kelas dan problema sistemik
yang lebih luas telah berhasil dipecahkan, analisa-analisa sosial
yang didasarkan pada relasi kelas sosial tidak lagi memiliki landasan
objektif. Secara keseluruhan, Bell melihat bahwa pada masyarakat

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 410


Sosiologi Industri

kontemporer orang terbukti semakin enggan menerima seruan utopis


a la Komunisme.

Tesis tentang berakhirnya ideologi juga perlu dilihat dalam


konteks dinamik perkembangan kapitalisme yang terus bergerak
meninggalkan pola dan prinsip-prinsip kapitalisme klasik. Kalau
Marxisme bisa menjelaskan secara cukup memuaskan potensi-
potensi struktural bagi kehancuran kapitalisme klasik yang dominan
sampai awal abad 20, terdapat kesangsian tentang apakah
penjelasan yang sama masih bisa dipakai untuk konteks kapitalisme
paska Perang Dunia kedua yang sukses memutasikan dirinya
menjadi sebuah sistem yang responsif terhadap perubahan
masyarakat. Sebagian ilmuwan sosial di Amerika cenderung
memperlakukan keberhasilan tersebut menjadi sesuatu yang hampir
menjadi mitos baru. Mitos bahwa konsep semacam negara
kesejahteraan (welfare state), misalnya, dikembangkan dengan
mengakomodasi gagasan sosialisme ke dalam sistem pemerintahan
negara-negara industri kapitalis.

Potensi konflik kelas yang muncul dari ketidaksimetrisan


relasi produksi dalam industri kapitalis direduksi dengan bukan saja
mengundang campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi,
melainkan terutama melalui perbaikan tingkat penghasilan kaum
buruh sehingga kesejahteraan secara relatif lebih merata. Kaum
buruh, dengan demikian, nyaris tidak menemukan alasan ekonomis
untuk beramai-ramai memberontak atas ketidakadilan struktural yang
menimpanya, karena kapitalisme berhasil mengaburkan penderitaan
mereka dengan iming-iming pelbagi perbaikan standar kesejahteraan
hidup. Penting dicatat di sini bahwa itu semua tidak berarti
ketidakadilan struktural dan eksploitasi buruh telah lenyap dalam

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 411


Sosiologi Industri

kapitalisme mutakhir, melainkan bahwa kapitalisme berhasil


melakukan surogat atas kesadaran kaum pekerja dengan
mengaburkan ketidakadilan tersebut.

2) Fase Optimis Post-Industrialisme


Periode kedua adalah masa ketika ia begitu optimis melihat
arah perkembangan masa depan kapitalisme di negeri-negeri Barat,
atau paling tidak di Amerika Serikat. Melanjutkan serangannya
terhadap Marxisme, pada fase ini Daniel Bell sampai pada konklusi
bahwa problem konflik kelas dalam masyarakat kapitalis sudah
berakhir sepenuhnya. Fase ini ditandai oleh terbitnya buku The
Comming of Post-Industrial Society, A Venture in Social Forecasting,
yang terbit pertama kali tahun 1973.13

Porkas optimistik Daniel Bell tentang datangnya sebuah


bentuk masyarakat baru, masyarakat paska industrial, itu ditekankan
pada pergeseran dimensi-dimensi ekonomi dan struktur sosial
masyarakat kapitalis mutakhir. Pada masyarakat baru ini Bell melihat
bahwa yang dominan dalam sistem produksi adalah ilmu
pengetahuan dan teknologi. Fokus utamanya adalah sentralitas
pengetahuan teoritis di atas apa teknologi, pertumbuhan ekonomi,
dan stratifikasi masyarakat dibentuk. Bentuk ekonomi telah bergeser
dari ekonomi yang berbasis pada barang menjadi ekonomi jasa.
Aktor utamanya adalah insinyur dan ekonom, dan satu prinsip yang
menyatukan keduanya yakni efisiensi.

Merujuk pada Castells, secara garis besar, tesis dan


prediksi teori postindustrialisme bisa dirangkum sebagai berikut:

13 Daniel Bell, 1973. The Cultural Contradictions ….., hlm. 11.


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 412
Sosiologi Industri

(a) Sumber produktivitas dan pertumbuhan terletak pada upaya-


upaya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan, yang diperluas
ke dalam wilayah-wilayah aktivitas ekonomi melalui
pemrosesan informasi.
(b) Aktivitas ekonomi akan bergeser dari produksi barang-
barang menjadi pelayanan jasa. Merosotnya lapangan
pekerjaan di lapangan pertanian akan diikuti oleh
menurunnya pekerjaan-pekerjaan manufaktur, sehingga
menguntungkan pekerjaan-pekerjaan layanan jasa yang
pada akhirnya akan membentuk proporsi lapangan kerja
yang sangat besar. Semakin berkembang sebuah ekonomi,
semakin lapangan pekerjaan dan produksinya difokuskan
pada layanan jasa.
(c) Ekonomi baru akan meningkatkan arti penting pekerjaan-
pekerjaan yang aktivitasnya lebih banyak berisi muatan
informasi dan pengetahuan. Pekerjaan-pekerjaan manajerial,
profesional, dan teknis akan tumbuh lebih pesar daripada
posisi pekerjaan lain dan akan membentuk inti struktur sosial
baru.14
Ditempatkan pada konteks riwayat perkembangan
pemikiran Daniel Bell, karya ini jelas merupakan produk dari upaya
panjangnya meletakkan dasar-dasar teoritis bagi perkembangan
masa depan kapitalisme, yang telah ia rintis sejak secara formal
diangkat menjadi ketua Komisi untuk Tahun 2000. Karya ini juga bisa
dilihat sebagai sebuah lintasan sinambung keyakinannya tentang
telah habisnya potensi ideologi untuk menyihir dan menyergap
kesadaran orang banyak sehingga, paling tidak sampai saat itu,
Daniel Bell secara sangat optimistik percaya bahwa potensi
struktural kehancuran sistem ekonomi kapitalisme juga secara
selamat sentausa bisa dilampaui. Konsekwensinya, paling tidak
menurut Daniel Bell, ketegangan dalam masyarakat kontemporer
berlangsung bukan antara kapitalisme dan sosialisme (yang telah
mati atau telah diinkorporasikan ke dalam mekanisme indusri

14Manuel Castels, 1999, The Information Age: Economy, Society and


Culture, Volume I, The Rise of the Network Society (cetakan ke-9)
Massachusetts: Blackwell, , hlm., 203-4.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 413
Sosiologi Industri

kapitalis), melainkan antara apa yang ia sebut dengan istilah


economizing dan socializing.
Economizing lebih kurang bisa dipahami sebagai sebuah
moda pemikiran yang menghasilkan mekanisme tentang alokasi-
alokasi rasional yang bisa membuka peluang terbaik untuk
meningkatkan produksi. Di lain pihak, socializing bisa dilihat sebagai
politik penetapan pertimbangan nilai dan kriteria sosial yang lebih
luas ke dalam setiap perhitungan rasional tentang bukan hanya
produksi ekonomis melainkan kehidupan masyarakat secara lebih
luas.15
Dalam pengantar untuk edisi cetakan tahun 1999, Daniel
Bell mempertegas konsepnya dengan menjelaskan bahwa post-
industrial society menunjuk pada bentuk-bentuk masyarakat kita saat
ini, dalam apa orang bekerja pada bidang-bidang yang sama sekali
tidak berhubungan dengan menumbuhkan makanan atau membuat
barang-barang. Dalam kerja sehari-hari saat ini, manusia tidak lagi
berhadapan dengan alam, melainkan sesama manusia. Masyarakat
post-industrial, dengan demikian, adalah sebuah permainan antar
orang. Terminologi realitas sekarang hanya mengacu terutama pada
dunia sosial, bukan alam atau benda, hanya manusia yang
mengalaminya melalui kesadaran imbal-balik antara dirinya dan
orang lain.16
3) Fase Pesimisme
Kalau paduan antara perkembangan politik, dan struktur
sosial tekno-eknomik telah mengakibatkan ideologi sosialisme, dan
ketimpangan relasi produksi ekonomi tidak lagi bisa dianggap

15Daniel Bell, 1973. The Cultural Contradictions ….., hlm. 42.


16Michael Lind, 1999. “Why Daniel Bell Keeps Getting It Right”, Los
Angeles Times, 15 Agustus 1999. New America Foundation, hlm.
148.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 414
Sosiologi Industri

sebagai ancaman struktural yang bisa menyebabkan krisis dan


kejatuhan kapitalisme mutakhir, Daniel Bell melihat wilayah
budayalah yang menjadi satu-satunya ancaman serius bagi kelas
sosial penopang utama kapitalisme yakni kelas borjuis. Inilah titik
balik sikapnya dari optimisme yang begitu besar ketika ia
melontarkan gagasan tentang masyarakat post-industrial, menjadi
cenderung pesimistik ketika ia menghadapi perkembangan di
wilayah kultural. Tonggak titik balik ini adalah publikasi karyanya
yang paling banyak dibaca, The Cultural Contradictions of
Capitalism, yang terbit pertama kali tahun 1976.17

Dalam karyanya ini, Bell secara sangat cerdas


memperlihatkan bagaimana benturan prinsip-prinsip aksial dari dua
wilayah yang berbeda, dan bukan pertentangan kelas sosial,
mendorong munculnya krisis peradaban dalam masyarakat Barat
kontemporer. Kalau ketegangan kelas sosial masyarakat kapitalis
(klasik) bisa dianggap sebagai bentuk kontradiksi sosial,
pertentangan antara prinsip-prinsip aksial wilayah-wilayah kehidupan
masyarakat kontemporer disebut Bell dengan ungkapan kontradiksi-
kontradiksi kultural kapitalisme (mutakhir). Ketegangan berlangsung
dalam dua bentuk. Pertama, antara wilayah politik yang secara
formal percaya pada persamaan dan partisipasi, dan wilayah struktur
sosial tekno-ekonomik yang cenderung bersifat hierarkis-birokratis.
Dalam ketegangan itulah, filsafat liberalisme yang menjadi sumber
legitimasi kapitalisme dan politik demokrasi liberal memperlihatkan
paradoksnya.

Bentuk ketegangan berikutnya, dan ini yang menjadi pusat


perhatian Daniel Bell dalam The Cultural Contradicitions of

17
Daniel Bell, 1973. The Cultural Contradictions ….., hlm. 42.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 415
Sosiologi Industri

Capitalism, adalah kontradiksi antara struktur sosial tekno-ekonomik


dengan wilayah budaya. Kalau tatanan tekno-ekonomik dibangun di
atas dasar kepercayaan pada perhitungan-perhitungan rasional,
budaya Barat modern menurut Bell justru ditopang oleh logika-logika
anti-rasio. Secara singkat bisa dikatakan bahwa kalau fundamen
ekonomi kapitalisme adalah Puritanisme dan asketisme, di wilayah
budaya fundamennya adalah hedonisme dan anti-nomianisme. Bagi
Daniel Bell, yang mencirikan masyarakat Barat kontemporer bukan
lagi problem struktural kontradiksi kelas sosial, melainkan kontradiksi
antara fundamentalisme kapitalisme dan tumbuhnya radikalisme
kultural yang menganggu kemapanan tatanan sosial ciptaan kelas
borjuis kapitalis itu. Ketegangan inilah yang dipercaya Bell
membungkus bentuk-bentuk konflik laten dalam masyarakat modern
yang secara umum biasa dipahami dalam terma-terma ideologis
sebagai problem alienasi, depersonalisasi, atau ancaman terhadap
otoritas.

Pusat perhatian Bell kali ini adalah munculnya gerakan-


gerakan kultural radikal yang lebih dikenal sebagai modernisme, dan
berlanjut dengan gerakan postmodernisme sejak dekade 1960an.
Penting dicatat bahwa, meskipun dalam beberapa hal memiliki relasi
yang cukup kuat tapi, modernisme dan postmodernisme dalam
konteks ini bukanlah sebuah sistem filsafat melainkan sebuah
paradigma gerakan kebudayaan. Pada level sosial, Bell melihat
tujuan modernisme adalah untuk epater le bourgeoise, mengejutkan,
mengguncang kaum borjuis. Postmodernisme mengusung semangat
ini ke tingkat yang jauh lebih radikal, ketika batas antara seni dan
kehidupan sudah dihapuskan sepenuhnya. Meskipun pada awalnya
ia hanya merupakan bentuk gerakan yang menolak kemapanan

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 416


Sosiologi Industri

selera estetik kelas borjuis yang dangkal, tapi konsekwensi yang


dihasilkannya terus melebar ke ranah-ranah kehidupan yang lain.
Secara termatik, modernisme bahkan bisa dipahami sebagai satu
bentuk kegusaran terhadap seluruh tatanan rasional yang
merupakan puncak pencapaian masyarakat borjuis.

Tesis Bell ini juga menggaris bawahi kekeliruan asumsi


tentang hegemoni kultural dalam terminologi Gramscian. Kalau teori
Gramscian tentang hegemoni kebudayaan menunjuk budaya
hegemonik merupakan budaya kelas dominan, realitas masyarakat
Amerika justru memperlihatkan hal yang bertolak belakang sama
sekali. Budaya dominan di Amerika bukanlah budaya kelas yang
berkuasa atau borjuis, melainkan justru satu bentuk budaya yang
justru menjadi musuhnya, yakni modernisme dan postmodernisme.18

Secara historis, modernisme dan kapitalisme pada dasarnya


adalah dua kekuatan yang bergerak dalam derap yang sama dalam
memajukan peradaban Barat modern. Keduanya dihidupkan oleh
individu-individu yang tegar dan bebas. Benturan terjadi ketika
prinsip-prinsip aksial dalam kerja ekonomi kapitalis dalam
perkembangannya menghasilkan seperangkat norma dan nilai yang
tidak kompatibel dengan hasrat kebebasan tanpa batas di wilayah
kerja-kerja kultural. Sikap-sikap khas kaum borjuis tentang kalkulasi
dan kekangan metodis, itu berbenturan secara tajam dengan
pencarian-pencarian implusif atas sensasi dan kepuasan yang
menjadi khas dalam gerakan-gerakan seni mulai dari Romantisisme,
terus merasuk ke dalam modernisme, dan postmodernisme. Radikal
dalam ekonomi, kaum borjuis menjadi sangat konservatif dalam
selera budayanya. Kekakuan memegang etika menghasilkan selera

18Daniel Bell, 1973. The Cultural Contradictions ….., hlm. xxiii.


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 417
Sosiologi Industri

estetika yang juga kaku dan dangkal. Sebaliknya, radikal dalam


ekspresi-ekspresi simbolik, para seniman modernis kemudian
tumbuh dalam kebencian yang sangat besar pada kehidupan dan
selera kaum borjuis.

Kajian Daniel Bell tentang dinamik masyarakat kapitalisme


mutakhir ini menjadi menarik karena ia secara cukup meyakinkan
bisa menunjukkan bagaimana budaya tampil mengambil alih politik
dalam mendorong pelbagai perubahan sosial. Tentang bagaimana
kontradiksi-kontradiksi kultural itu berlangsung pada level yang
sangat kompleks, sehingga intensi teoritisnya untuk menolak tesis-
tesis Fungsionalisme dan Marxisme tentang masyarakat sebagai
sebuah sistem yang utuh, itu mampu dikerjakannya dengan baik.
Analisanya tentang kontradiksi yang muncul di dalam wilayah stuktur
sosial tekno-eknomik, misalnya, memperlihatkan bagaimana
impulsa-impulsa dari wilayah budaya mendorong lahirnya beberapa
perubahan radikal dalam cara bagaimana pengusaha-pengusaha
kapitalis borjuis, sambil tetap memelihara kebenciannya pada para
seniman modernis, secara besar-besaran memproduksi barang dan
jasa yang justru ditujukan untuk memenuhi hasrat akan kepuasan
serentak, dan gaya hidup hedonis yang dibencinya itu.

Cukup mengherankan bagaimana orang yang semula


melihat Amerika Serikat sebagai masyarakat pertama yang secara
“bulit-in” menganut prinsip perubahan sebagai keniscayaan, itu tiba-
tiba berubah menjadi cenderung menolak perubahan. Ungkapan
terkenal “straight by day swinger by night”, dipakai Bell bukan saja
untuk menggambarkan inkonsistensi sikap para pengusaha borjuis
terhadap desakan perubahan dari wilayah budaya, melainkan juga

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 418


Sosiologi Industri

dipakainya untuk menggambarkan sesuatu yang lebih serius:


terancamnya etos Puritanisme dan asketisme oleh hedonisme.19

Persis inilah pangkal kekecewaan sekaligus pesimisme


Daniel Bell atas prospek masa depan masyarakat kapitalis. Ketika
sosialisme, paling tidak di mata Bell sendiri, semakin kehilangan
relevansi, masyarakat kapitalis mutakhir menghadapi ancaman baru
yang tidak kalah serius dibandingkan konflik kelas, karena yang
diguncang justru fundamen konstitutif terpenting peradaban borjuis
modern. Sikap dan posisi teoritis yang sama tetap ia pertahankan
ketika ia menghadapi fenomen postmodernisme, yang dianggapnya
sebagai salah satu puncak serangan terhadap keunggulan
rasionalitas Barat.

Tapi dari sisi yang berbeda, dan ini yang sama sekali tidak
pernah disadari oleh Daniel Bell, kenyataan seperti itu juga bisa
dilihat sebagai bukti lain tentang bagaimana kapitalisme bisa
melakukan apa saja untuk mempertahankan stabilitasnya. Untuk
alasan yang sama, para kapitalis fundamentalis bukan hanya bisa
memproduksi produk-produk untuk kesenangan hedonistis,
melainkan bahkan mengobarkan peperangan, dan membunuh ribuan
manusia di seluruh dunia sambil tetap berdalih mempromosikan
demokrasi dan hak asasi manusia.

Salah satu kelemahan mendasar pemikiran Daniel Bell


adalah karena ia cenderung tidak pernah menempatkan riwayat
keberhasilan Amerika Serikat dalam konteks historis dunia yang
lebih luas. Penekanannya pada keunikan masyarakat AS, itu telah
mengakibatkan ia tidak memperhitungkan ongkos-ongkos

19
Mike Featherstone, 1991. Consumer Culture & Postmodernism,
London: Sage, hlm., 21
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 419
Sosiologi Industri

kemiskinan yang harus ditanggung oleh masyarakat-masyarakat di


belahan dunia yang lain. Maka meskipun ia memiliki pengetahuan
yang luas tentang bentuk-bentuk ekspresi simbolik di hampir seluruh
benua di dunia, tapi ia tidak cukup memiliki kepedulian pada
keperihan eksistensial yang diderita oleh bangsa-bangsa di luar
Amerika.

Di mata Daniel Bell, keberhasilan AS seolah sepenuhnya


bersumber dari keunikan sejarahnya sendiri, tanpa pernah dilihat
sebagai salah satu puncak dari, meminjam ungkapan Peter L.
Berger, piramida kurban manusia.20 di seluruh dunia yang
menyangganya terus-menerus. Karena itu pula setiap gagasan yang
memiliki potensi menggugat ke dalam, seperti postmodernisme, itu
senantiasa dihadapinya dengan penuh kecemasan, seperti para
konservatif politik AS sekarang begitu cemas menghadapi isu
terorisme.

Ratapannya tentang deklinasi peradaban Barat modern


akibat desakan budaya modernisme dan postmodernisme, dengan
demikian, benar-benar merupakan cermin dari keterikatannya yang
begitu kuat pada nostalgia kaum borjuis, sebuah kelas sosial yang
sebenarnya tidak selalu disukainya.

B. Konsep Masyarakat Post Industri Daniel Bell

1. Hipotesa utama Bell

Kerangka pemikiran atau konsep masyarakat post-industry


Bel, bermula dasi hipotesisnya bahwa; “dunia barat sedang
mengalami transisi dari masyarakat industri menuju masyarakat

20Peter L. Berger, 1982. Piramida Kurban Manusia, (terjemahan A.


Rahman Tolleng). Jakarta: LP3ES, hlm. 152.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 420
Sosiologi Industri

post-industri”. Konsep masyarakat post-industry ini, dapat lebih


dipahami melalui lima analisa dimensi berikut: 21

a. Sektor Ekonomi
Berkaitan dengan sektor ekonomi, dimana masyarakat
penghasil barang jadi beralih menjadi masyarakat penghasil jasa.
Karena industry suatu bangsa semakin maju, semakin besar
prosentase angkatan kerja yang bergerak menuju ke sektor
manufaktur ekonomi.
b. Lapangan pekerjaan
Di lapangan pekerjaan, akan ada perubahan dalam jenis
kerja yaitu keunggulan kelas professional dan teknis.
c. Fokus perubahan dimensi masyarakat
Masyarakat post ialah pemusatan pengetahuan teoritis
inovasi dan pembentukan kebijaksanaan bagi masyarakat.
Perubahan dalam dimensi pengetahuan dapat dilihat dari perbedaan
masyarakat post industry dan masyrakat industry.
d. Orientasi masa depan Masyarakat
Orintasi masa depan, yang mengendalikan teknologi dan
penaksiran teknologis. Dengan kata lain masyarakat post industry
bisa berencana dan mengontrol pertumbuhan teknologi itu dari pada
hanya membiarkan segalanya terjadi.
e. Cakupan pengambilan keputusan dan penciptaan teknologi
intelektual baru
Dimensi ini berhubungan metode atau cara-cara
memperoleh pengetahuan. Teknologi intelektual mencakup
penggunaan pengetahuan ilmiah untuk memperinci cara melakukan

21Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial.


Jakarta: Rajawali Press., hlm. 159
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 421
Sosiologi Industri

sesuatu dengan cara yang dapat diulangi melalui subtitusi aturan-


aturan, pemecahan masalah bagi penilaian-penilaian yang sifatnya
intuitif.
Dalam pernyataan teoritisnya yang pertama kali Bell
menganalisa perubahan dalam karakter pengetahuan dan stutruktur
masyarakat post-industri. Hal ini meliput pertumbuhan dan
percabangan ilmu yang berjalan cepat, timbulnya teknologi
intelektual baru, dan kodifikasi pengetahuan teoritis. Pergeseran tipe
pengetahuan ini memiliki efek terhadap ekonomi masyarakat kita.
Kepada perubahan bentuk ekonomi inilah Bell memberikan
perhatiannya.
2. Perubahan Bentuk Ekonomi: Dari Barang Ke Jasa pada
Mayarakat post-industri
Dapat dipahami kalau dibandingkan dengan atribut-atribut
masyarakat pra industry dan industry. Sebagian besar Negara yang
berada di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin masih merupakan
Negara pra-industri. Disini kegiatan sector ekonomi dilandaskan
pada hasil-hasil pertanian, pertambangan, perikanan dan kayu.
Kehidupan merupakan permainan menantang alam, bergantung
pada musim, sifat-sifat lahan dann persediaan air.
d. Perubahan Bentuk Ekonomi dari Barang Ke Jasa
Masyarakat industry, termasuk Eropa barat Uni soviet dan
Jepang, merupakan penghasil barang-barang. menguraikan dengan
melalui cara-cara berikut: 22
1) Kehidupan adalah pergulatan mengusai alam. Dunia menjad
semakin teknis dan rasional. Mesin berkuasa dan ritme

22Bell, Danil1973. The Coming of Post-Industrial Society: A Venture


in Social. Forecasting. New York: Basic Books. Boynton., hlm. 126-
154
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 422
Sosiologi Industri

kehidupan ditempuh secara mekanis; waktu merupakan


kronologis metodis, bahkan terpisah-pisah.
2) Energy sudah menggantikan otot dan menyediakan tenaga
sebagai basis produktivitas seni membuat banyak barang
dilakukan dengan tenaga yang lebih sedikit dan tanggung jawab
bagi keluaran (out-put) barang-barang massal yang merupakan
ciri masyarakat industry. Energy dan mesin sudah menggantikan
hakikat kerja. Masyarakat post-industri, dimana Amerika Serikat
sebagai contoh, adalah masyarakat yang berdasarkan jasa.
Bukunya permainan menangtang alam atau perguatan
menguasai alam, masyarakat ini benar-benar merupakan
permainan antara pribadi. Bukannya bergantung pada kekuatan
otot telanjang (seperti masyarakat pra-industry), atau energy
(seperti masyarakat industry) masyarakat post-industri bertumpu
pada informasi.
3) Dalam masyarakat post-industri kaum professional semakin
dibutuhkan karena memiliki informasi yang diperlukan. Tetapi
masalah ramalan sosial lebih hanya sekedar paparan
materialisasi masyarakat post-industri. Tugas ramalan sosial ialah
mengedentifikasi beberapa rintangan terhadap perubahan arah
masyarakat yang berorientasi jasa itu. Salah satu di antaranya
ialah rintangan produktivitas..

e. Rintangan-Rintangan

Bell menyatakan bahwa produktivitas dan out-put yang


berupa barang itu tumbuh lebih cepat ketimbang jasa-jasa. 23
1) Dalam jasa terdapat hubungan antara orang dengan orang
ketimbang orang dengan mesin. Karena tergantung itu

23Bell, Danil1973. The Coming of ….., hlm. 155-57


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 423
Sosiologi Industri

merupakan ketergantungan terhadap orang yang jasa-jasanya


tetap harus dibayar, maka biaya terus menerus meningkat. Ini
sudah terbukti dibidang pendidikan, konser, atau pelayanan
dokter. Keluaran jasa tersebut sulit meningkat sebab hubungan-
hubungan yang sudah ditetapkan oleh komponen waktu. Sejalan
dengan rintangan terhadap peningkat produktivitas jasa ialah
rintangan inflasi.
2) Biaya meningkat jauh lebih cepat ketingbang biaya untuk barang.
Bell (1973) menghitung bahwa dari tahun 1965 s/d 1970, harga
mobil naik 50%, barang-barang tahan lama (tv, meubel, alat-alat
rumah tangga) naik 18%, sedangkan harga jasa (pengobatan,
sekolah, rekreasi, asuransi) melonjak 42,5%. Sejak tahun 1970
inflasi terus membubung dan penyelesaian langsung terhadap
masalah ini sulit terunkap.
3) Rintangan ketiga yang berhubungan dengan inflasi ialah
pembuatan barang-barang buatan Amerika yang harganya diluar
pasaaran dunia. Hal ini membuat tenaga Amerika, yang secara
tradisional sudah terbasa dengan perdagangan bebas, menjadi
kaum yang sangat proteksionis. Disebabkan oleh peningkatan
biaya serta pembatas-pembatas proteksionisme, hanya ada
sedikit kesempatan bagi eksperimen angkatan kerja untuk
mengubah kondisi-kondisi kerja. Biayanya menjadi terlalu besar.
Meurut Bell rintangan yang terbesar ialah membengkak
nya tuntutan-tuntutan yang saling bersaig dalam pekerti itu sediri,
yaitu: 24
1) Suatu masyarakat post-industri kian menjadi masyarakat komunal
dimana rakyat terpaksa menjerit dulu untuk bisa memperoleh

24Bell, Danil1973. The Coming of ….., hlm. 159.


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 424
Sosiologi Industri

kualitas hidup yang lebih baik, seperti lingkungan hidup, rekreasi,


dan kebudayaan;
2) Bel berkomentar: tetapi semua ini mencakup dua masalah:
karena lemahnya pengaruh sosial, kita tidak tahu bagaimana
sebaiknya masalah yang sedemikian banyak dan sama
pentingnya, sebab biaya tidak cukup memenuhi semua atau
sebagian bessar tuntutan, bagaimana kita memutuskan apa yang
pertama harus dilakukan?

3. Dimensi Pengetahuan Dan Teknologi

Struktur Kelas Baru Masyarakat Post-Industri Menurut


Bell dalam masyarakat banyak sekali terjadi perubahan-perubahan
struktural yang mempengaruhi pengetahuan dan teknologi.
Pertumbuhan penting tak hanya terjadi pada tingkat penemuan-
penemuan saja, tetapi dlam skala kehidupan pun terjadi
peningkatan-peningkatan yang lebih tinggi dalam periode industry
sebelumnya. Bell (1973), menyatakan, bahwa: 25
a. Dewasa ini setiap individu yang berada di lingkungan pekerjaan,
sekolah, kehidupan bertetangga, lingkungan professional maupun
sosial, akan segera mengenal dan berhubungan denagan
beratus-ratus orang dan jika seseorang berpendapat bahwa
mobilitas hidup kita luar biasa geografis, pekerjaan dan sosial
orang (baik kenalan atau teman)bakal ingin tahu beribu kali
(bahkan).melalui mass-media serta perluasan dunia politik dan
penggandaan dimensi budaya maka jumlah orang ingin serba
tahu itu akan berlipat ganda pula secara pesat.
b. Peningkatan tidak hanya terjadi pada ilmu pengetahuan, dengan
sumber-sumber inovasi yang semakin banyak dalam lapangan

25Bell, Danil1973. The Coming of ….., hlm. 172


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 425
Sosiologi Industri

penegtahuan Teoritis, tapi analisa GNP juga menunjukan bagian


terbesar lapanag pekerjaan masyarakat post-industri berada di
bawah pengaruh pengetahuan.
c. Bell memperkirakan kurang lebih 25% tenaga kerja di Amerika
Serikat pada tahun 1975 setidaknya pernah mengecap
pendidikan akademis selama 25 tahun, 15% dari jumlah itu
bekerja dibidang professional dan teknis. Dengan begitu,
masyarakat post-industri menjadi kian tergantung pada kelas
terdidik.
Untuk rencana masa depan kelas terpelajar tersebut
serta distribusinya dalam lapangan perlu di analisa. Bell (1973:262)
berteori bahwa di dalam masyarakat post-industri politik akan
memberikan peranan yang lebih besar ketimbang sebelumnya.
Kiranya pasar bukan sebagai penentu penentu pengambilan
keputusan, keputusan yang mengalikasikan berbagai sumber akan
semakin berada dipusat politik atau pemerintahan. Karena
perbedaan nilai dan kepentingan sangat beragam maka konflik dan
ketegangan yang disebabkan langkanya sumber-sumber moneter
merupakan hal yang tak dapat dihindari.

5. Ramalan Sosial Masyarakat Post-Industri

Daniel Bell mencoba membuat ramalan sosial (social


forecasting) sebagai hasil studinya. Hasil ramalan sosialnya ini
merupakan gabungan dari perspektif makro teoritis, yaitu berasal
dari teori sosiologi klasik, digabung dengan perspektif tentang
sosiologi baru yang lebih relevan dan bermanfaat sehingga sejalan
dengan perkembangan kekinian.26 Bell menjelaskan ramalan sosial

26Bryan Turner. 2003. Teori Sosiologi Modernitas Postmodernitas.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 173.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 426
Sosiologi Industri

ini penting, sebab dari sinilah dapat dibuat garis besar peringkat
kemungkinan dari berbagai pengalaman yang lalu. Dalam peristiwa
masa lalu, terdapat keajegan dan keteraturan fenomena yang dari
situ dapat dibuat kecenderungan akan peristiwa dimasa mendatang.
Namun, dalam realitasnya tidak semua peristiwa itu ajeg dan teratur,
seperti peristiwa pemberantasan korupsi.

Penjelasan teori ramalan sosial ini diambil dari kedua buku


Daniel Bell. Buku pertamanya The Coming of Post Industrial Society
berbicara tentang konsekuensi politik dan struktur sosial dari
masyarakat post industri. Sedangkan buku keduanya yaitu The
Cultural Contradictions of Capitalism mengungkap tentang
kebudayaan masyarakat post industri. Dari karya-karyanya Bell tidak
terpengaruh pemikiran dari tokoh-tokoh klasik, ia memiliki
ketertarikan yang sama dengan Mills dan Etzioni yang mana teori-
teori ini dapat menjadi pijakan dari jaman teori sosiologi post modern
itu muncul.27

Kembali kepada teori Bell tentang ramalan masyarakat


post industri. Disini Bell memecah tiga jaman, yaitu jaman pra
industri, jaman industri dan yang terakhir inilah yang disebut dengan
jaman post industri. Bila pada jaman pra industri perekonomian
bergantung pada oleh Sumber Daya Alam seperti bercocok tanam,
menangkap ikan dan hasil tambang. Maka, pada jaman industri
masyarakat beralih menggantungkan ekonominya kepada mesin.

Dan ketergantungan ekonomi itu berubah ketika


masyarakat memasuki gerbang masyarakat masyarakat post
industri, yaitu masyarakat lebih tertarik memproduksi pada jasa

27Poloma, M Margaret. 1999. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja


Grafindo Persada., hlm. 55.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 427
Sosiologi Industri

daripada barang (misalnya pendidikan, kesehatan). Dari jarum


ketertarikan ekonomi yang berubah inilah nantinya akan mengubah
sistem pembagian kekuasaan dalam struktur sosial masyarakat post
industri.

Dalam masyarakat post industri, pendidikan, teknologi dan


ilmu pengetahuan menjadi unggulan. Bukan pemilik alat produksi
dan modal lagi (seperti penjelasan Karl Marx tentang jaman industri).
Bell menjelaskan bahwa lapangan pekerjaan pada jaman ini
memberi peluang sukses kepada kelas profesional seperti dokter
dan guru. Sehingga pengambilan kebijakan negara erat dipengaruhi
oleh kelas profesional tadi. Misalnya, dalam membuat kebijakan
transportasi dalam mengurangi kemacetan Jakarta pemerintah
membuat monorail.

Ini artinya masyarakat menjadi mempunyai orientasi pada


masa depan. Masyarakat mulai menyiapkan kehidupan masa
datang, selain lewat pendidikan mereka juga menanamkan investasi
dalam bisnis. Sehingga inilah yang membuat Ralf Dahrendorf
menyempurnakan teori Karl Marx, bahwa: 28

a. Pemilik modal bukan perseorangan lagi, melainkan dibagi kepada


beberapa orang dalam bentuk saham.

b. Bisnis dalam bidang jasa sangat menguntungkan. Selain itu


negara juga memfokuskan diri pada penyedia jasa, namun hal itu
juga dijadikan celah untuk mencari keuntungan dengan “cara
lain”. Hal ini terbukti dari laporan Kompas tanggal 28 Mei 2015
yang mengatakan bahwa lembaga terkorup berasal dari penyedia

28George Ritzer. 2013. Eksplorasi dalam Teori Sosial. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar., hlm. 103.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 428
Sosiologi Industri

jasa, yang pertama adalah dalam bidang keamanan, kedua soal


keadilan, ketiga kesehatan dan keempat pendidikan.

c. Dimensi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipenuhi oleh


orang terpelajar dan terididik tadi menjadi struktur kelas baru
dalam masyarakat post industri. Kelas tertinggi diduduki oleh
mereka yang mengecap pendidikan profesional (dokter, guru)
sedangkan kelas kedua diisi kelas semi profesional (buruh, sales)
yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi untuk meraihnya.

d. Karena kelas terpelajar menjadi unggulan, maka dalam berbisnis


pun bekerjasama dengan kelas terpelajar untuk meningkatkan
efisiensi dan kepercayaan konsumen. Namun, pada jaman ini
masyarakat menjadi sangat berorientasi pada keuntungan, Bell
sendiri menyebut hal ini dengan “mode economizing”. Dimana
demi mereguk keuntungan masyarakat tidak ramah terhadap
lingkungan, tidak memperhatikan kenyamanan konsumen (jasa)
ataupun kesehatan konsumen (bisnis makanan) dan hanya
menekankan pada persoalan individualitas.

e. Masyarakat post industri lebih menekankan pada persoalan


individualitas daripada kepentingan bersama adalah tentang
merebaknya masalah individu yang didukung oleh media dan
produsen sehingga seolah-olah tampak menjadi masalah besar
yang harus segera ditanggulangi dan dicari solusi daripada
masalah sosial itu sendiri. Maka tidak heran apabila masyarakat
pada jaman ini menganggap masalah sosial seperti kasus lumpur
lapindo, pengungsi Rohingya dan gelombang panas yang
menyebabkan 1000 penduduk India meninggal dunia tidak lebih
penting daripada persoalan jerawat di pucuk hidup, bercabang
diujung rambut dan kulit yang tidak terlindung oleh UVA dan UV B
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 429
Sosiologi Industri

sehingga dapat menyebabkan kulit gosong. Disini industri


kosmetik dan kecantikan menjadi dalang utama.

Untuk itulah pada masyarakat post industri ini diterapkan


apa yang dinamakan “mode sociologizing”. Yaitu kepentingan yang
diterapkan untuk umum sehingga menciptakan keadilan sosial.
Misalnya saja dalam kasus pasar modern tadi, pemerintah
memberikan investor membangun pasar modern tadi dengan syarat
harus ada timbal balik dengan masyarakat sekitar. Sehingga, ketika
ada perusahaan mengatas namakan dirinya memberi bantuan uang,
beasiswa, penyuluhan, ataupun aksi go green sekalipun, bukan
berarti perusahaan tersebut baik dan tidak melulu berorientasi pada
keuntungan, namun hal tersebut sudah menjadi kewajiban mereka
untuk bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Penjelasan masyarakat post industri ramalan Daniel Bell


membuat kita berpikir bahwa masyarakat terus mengalami
perubahan sosial. Dari jaman pra industri beralih kepada jaman
industri dan akhirnya mencapai jaman post industri. Kondisi sosial
ekonomi menjadi sumbu perubahan itu, meskipun lama prosesnya.
Disinilah terjadi kesadaran bila masyarakat itu tumbuh dan
berkembang. Tidak dapat diprediksi akan bagaimana kedepannya.
Namun kata Bell, dapat diramalkan rintangan sehingga dapat diambil
kebijakan yang adil bagi semua pihak.

C. Permasahan yang Harus dihadapi Masyarakat Post-Industri

1. Keputusan Masa Depan

Dalam hal keputusan masa depan Bell (1973),


mengisaratakan bahwa untuk mempejelas keputusan penting yang

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 430


Sosiologi Industri

harus dihadapi masa depan masyarakat post industry, yaitu antara


lain: 29
a. Metode pembiyaan pendidikan yang tinggi, yang merupakan ciri
masyarakat post industry.
b. Evaluasi riset, yang hasilnya dapat dipakai untuk alokasi masa
depan sumber-sumber penelitian yang langka.
c. Penentuan proses kondisi dan setting untuk penciptaan
kerativitas dan produktivitas.
d. Proses-proses penemuan teknologis yang dibuat dalam
laboratorium bisa ditransfer sehingga lebih siap untuk diproduksi.
e. Analisa dan arah kecepatan perkembangan pengetahuan dan
cara penyesuaian guru-guru terhadap perkembangan terakhir
dan 6. Masalah monitoring perubahan sosial.

2. Ketegangan Antara Mode Economizing &Mode Sosiologizing

Dalam masyarakat post industry akan terdapat sejumlah


besar pertumbuhan di lapangan on-profit di luar bisnis dan
pemerintahan. Yang dimaksud ialah sekolah, rumah sakit, lembaga
penelitian,asosiasi suka rela dan lain sebagainya. Disaat yang sama
korporasi bisnis (paling tidak untuk sementara) tetap merupakan
jantung masyarakat. Oleh sebab itu, dalam studi masyarakat post
industry korporasi tak dapat diabaikan, dengan penggunaan dua
mode/metode yaitu:

a. Mode Economizing

Mode economizing yang bercirikan korporasi akan


mengalami ketegangan dengan mode sosiologizing yang ditandai
oleh no-profit, yaitu sector jasa dalam masyarakat. Bell menganalisa

29Bell, Danil1973. The Coming of ….., hlm. 263-4


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 431
Sosiologi Industri

ciri-ciri dan masa depan kedua mode tersebut dalam masyarakat


post industry. Mode Economizing Setelah industrialisasi lahir, suatu
masyarakat hampir tidak mungkin meningkatkan kekayaan dan
menaikan standar hidup yang mantap dengan menggunakan sarana-
sarana yang damai. Sebagian besar kehidupan ekonomi sudah
merupakan suatu zero-sum game, dimana pemenang meraih
kekayaan, (lewat perang, perampokan, perampasan dan
sebagainya), sambil merugikan pihak lain.
Peningkatan produktivitas berasal dari gabungan usaha-
usaha berbagai insinyur yang merencanakan mesin-mesin serta ahli
ekonomi yang mampu meningkatkan efisiensi produksi. Hal ini yang
menghasilkan suatu gaya hidup baru, yang disebut Bell contoh
Economizing yaitu: ilmu mengenai alokasi yang terbaik bagi sumber-
sumber langka diantara tujuan-tujuan yang besaing merupakan
teknik esensil bagi penciutan sisa menurut ukuran kalkulus seperti
ditunjukan oleh teknik Accounting yang berlaku. Syarat economizing
ialah mekanisme pasar sebagai wasit bagi alokasi, system harga
yang lentur dan tanggap pada pola-pola perubahan penawaran dan
permintaan." Dengan kata lain model economizing itu merupakan
alokasi yang terbaik atau sumber-sumber yang langka diantara
kompetitif tujuan-tujuan.
Bersamaan dengan itu lahir pembagian kerja yang
rasional, perencanaan produksi, dan usaha menempatkan gabungan
model yang terbaik dan buruh yang relatif murah. Dlam mengaitkan
economizing dengan optimisasi, maximisasi dan biaya yang terkecil.
Karena semakin lama semakin jelas dunia berada dalam zaman

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 432


Sosiologi Industri

paceklik dan polusi, mode economizing ini memiliki keterbatasan-


keterbatasan yang serius. 30
2) Mode economizing, hanya mengukur barang-baranag ekonomi,
mengabaikan pokok penting lain seperti air bersih, sinar matahari,
kepuasan kerja dan sebagainya.
3) Mode economizing, tidak mempertimbangkan eksternalitas (biaya
eksternal) yang dapat dipindahkan kepada pihak-pihak swasta
lain atau masyarakat secara keseluruhan. Salah satu contoh dari
biaya sosial seperti itu adalah penecemaran air dan udara.
Keterbatasan mode economizing.
4) Mode economizing, folua pada system nilai masyarakat Amerika
yang menekanka, sebagai pertimbangan yang utama, kepuasan
konsumsi pribadi individu, yang hasilnya adalah timpangnya
kepentingan umum dengan kepentingan pribadi. Pajak sering
dianggap, sebagai pungutan ketimbang sebagai uang yang
dikumpulkan bersama-sama untuk kepentingan umum.
Dengan demikian mode economizing itu berdasarkan
proposisi bahwa kepuasan individual merupakan suatu unit dimana
manfaat dan biaya harus dihitung.

b. Mode Sosiologizing

Selain mode economizing Bell menganjurkan model lain,


yaitu model sosiologizing, yang dalam masyarakat post industry
dapat berfungsi sebagai akuntan. Mode Sosiologizing Bell (1973),
memberi batasan mode sosiologizing sebagai usaha untuk
menimbang kebutuhan masyarakat dengan cara yang lebih disadari
dan melakukan hal itu atas dasar beberapa konsepsi kepentingan

30
Bell, Danil1973. The Coming of ….., hlm. 280.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 433
Sosiologi Industri

umum yang eksplisit. Mode ini mencakup dua masalah mendasar,


yaitu: 31
1) Pemantapan keadilan sosial secara sadar dengan tidak
mengikutkan semua orang yang ada dalam masyarakat.
2) Kesadaran bahwa barang-barang sosial adalah kepentingan
komunal atau politik kepentingan individu.
Mode sosiologizing harus mencoba merencanakan sebuah
masyarakat yang rasional. Bell (1973), mengisaratkan, dimasa yang
akandatang masalah sosiologis yang utama ialah pengujian
kemampuan yang dapat meramalkan berbagai akibat perubahan
sosial dan teknologis dan membentuk tujuan-tujuan alternative yang
sesuai dengan penilaian-penilaian akhir yang berbeda, atas setiap
resiko yang berlainan. 32
Untuk mengatasi hal itu, Bell menekankan bahwa
korporasi tak boleh hanya ditundukan pada mode economizing saja
sebagaimana yang terjadi dimasa lalu mereka juga harus
menundukan diri pada mode sosilogizing. Disbanding dengan saat
sekarang ini, dimasa datang tanggung jawab sosial merpakan isu
penting. 33
Beberapa isu dimana korporasi harus berada dibawah
kepentigan umum antaralain ialah kepuasan kerja buruh, lapangan
pekerjaan untuk kelompok minoritas tanggung jawab pada
masyarakat dan lingkuangan. Dalam jangka panjang korporasi harus
menyerahkan beberapa kekuasaanya yang berlimpah itu kepada
masyarakat sebagai jawaban atas kecenderungan gerak yang
berkelanjutan ke-arah masyarakat non-kapitalis.

31 Bell, Danil1973. The Coming of ….., hlm. 283.


32 Ibid, hlm. 284.
33 Ibid., hlm. 285.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 434


Sosiologi Industri

3. Struktur Masyarakat Post-Industri

Dalam masyarakat post industry Bell (1973) menyatakan


bahwa akan munculnya jenis masyarakat baru sering menimbulkan
masalah distribusi kekayaan, kekuasaan dan status.34 Sesuai
dengan system stratifikasi dan kekuasaan masyarakat post industry
dapat dibandingkan dengan tipe masyarakat awal pra-industri dan
industri. System stratifikasi dan kekuasaan berdasar atas alokasi
sumber-sumber yang langka. Sumber utama masyarakat pra-industri
ialah tanah dalam masyarakat industry ialah mesin, sedanngkan
dalam masyarakat post-industri ialah pengetahuan. Figure-figur yang
dominan dari setiap system ialah pemilik sumber-sumber yang
diinginkan. Dalam masyarakat pra-industri penguasa adalah pemilik
tanah dan militer( yang melindungi tanah itu), sedangkan kekuasaan
mereka berdasarkan atas kekuatan.
Dalam masyarakat yang berkuasa adalah masyarakat
kaum pengusaha, kekuasaan mereka berdasarkan pengaruh tak
langsung dalam politik. Dalam masyarakat post industry, kekuasaan
berada ditangan universitas dan lembaga-lembaga, sedang yang
dominan ialah kaum ilmuan dan peneliti. Sarana-sarana kekuasaan
ialah keseimbangan antara tenaga-tenaga rasional(yang disediakan
para ilmuan) dan kekuatan-kekuatan politik yang diperhitungkan
(yang dijalankan oleh elit kekuasaan) dan politik bukan hanya satu
sitem rasional. Dengan demikian dalam masyarakat post industry
politik semakin berperan dan politik tak hanya sebagai suatu system
rasional dalam pengertian yang sama yang terdapat dalam teknologi
dan ilmu.

34 Bell, Danil1973. The Coming of ….., , hlm. 287.


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 435
Sosiologi Industri

Untuk hal itu, Bell (1973) berusaha memperjelas suatu


skema struktur sosial masyarakat post industry, yaitu: 35
3) System stratifiksai berdsarkan pada system pengetahuan,
dengan kelas professional berada dijenjang tertinggi. Yang
termasuk kelas ini adalah ilmuan, administrator, teknokrat, dan
artis atau ahli spiritual (kebudayaan dan keagamaan). Dibawah
ini adalah para teknisi dan semi professional, petugas-petugas
keagamaan, sales man dan akhirnya pekerja berjerah biru.
4) System kelas masyarakat post industry ini berdasar atas
pengetahuan dimana prestasi dan kemampuan pribadi menjadi
andalan penting. Masyarakat post industry bukan merupakan
suatu pemebentukan struktur masyarakat secara radikal, ia lebih
merupakan perubahan dalam karakter dalam struktur.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bell (1973) 36, dalam


terms yang deskriptif, terdapat tiga komponen disektor ekonomi
tejadi peralihan dari pembuatan barang dan jasa;sektor teknologi,
merupakan pemusatan industri berdasarkan teknologi; dalam
termssosiologi, ini berarti lahirnya elit teknis baru dan penambahan
prinsip stratifikasi yang maju. salah satu perubahan paling besar
dalam masyarakat ialah pergerakan tekanan dari realitas alam(dalam
masyarakat pra indusrti) ke realitas teknik (dalam masyarakat
industri).adalah tugas manusia-yang menyadari dirinya dan orang
lain secara timbal balik-untuk membentuk dan memugar dunia
sosialnya.

35Bell, Danil, 1973. The Coming of ….., hlm. 375.


36Ibid., hlm. 487.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 436
Sosiologi Industri

4. Kontradiksi Kultural Kapitalisme

Secara analisis Bell (1976), membagi masyarakat ke dalam


tiga struktur, yaitu: 37
a. Struktur tekno-ekonomis berhubungan dengan oganisasi prodiksi
serta alokasi barang-barang
b. Struktur Jasa. politik, berhubungan dengan pengesahan
penggunaan paksaan serta pengaturan konflik dalam lapangan
keadilan sosial. Kekuasaan sebagaimana yang telah di uraikan,
merupakan topik risalat teoritis pertama kali bell.
c. Struktur Kebudayaan, yang merupakan pelengkap karya
teoritisnya, di beri batasan lebih sempit dari pengertian
antropologi budaya, sebagai arena simbolisme ekspresif:
kegiatan di bidang lukisan, sajak dan fiksi atau dalam bentuk-
bentuk litany, liturgi, ritual dan doa-doa keagamaan yang
mencoba menjelajahi dan mengungkapkan arti eksistensi
manusia dalam beberapa bentuk imajinasi.
Tesis bell, sebagaimana terlihat dari judul karyanya di tahun
1976, ialah kontradiksi kultural kapitalisme. Secara khusus buku ini
menunjukkan ketimpangan antara jenis organisasi dan norma-norma
yang di pinta oleh realitas ekonomi, dan norma-norma realitas diri
yang sekarang merupaka inti kebudayaan.38
Dimasa lalu, kebudayaan barat, yang secara historis telah di
kacaukan dengan agama, memiliki norma-norma yang dituntun Oleh
etika protestan yang telah bercampur dengan kapitalisme. Norma
kebudayaan dan system ekonomi kapitalis tersebut tidak hanya
terpecah tetapi juga kontradiktif. Kapitalisme berjalan terus sebagai

37Bell, Daniel, 1976. The Cultural Contradictions of Capitalism, New


York: Basic Books, hlm. 10-12.
38 Ibid., hlm. 15.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 437


Sosiologi Industri

system ekonomi, tetapi system kebudayaan modernnya menghadapi


krisis spiritual.
Bell (1973), meringkas argumenya sebagai berikut: 39
a. Apa yang mencengangkan saya sekarang ini adalah
ketimpangan antara struktur sosial (tata tekno ekonomi) dan
kebudayaan.
b. Yang pertama diatur oleh prinsip ekonomi yang pengertiannya
dihubungkan dengan efisiensi dan rasionalitas fungsional
organisasi produksi lewat pengaturan berbagai hal, termasuk
manusia dan benda-benda.
c. Yang disebut terakhir ialah pemborosan, kegalauan, yang dikusai
oleh sesuatu yang anti rasional, keadaan anti intelektual dimana
diri dianggap sebagai batu uji penilaian-penilaian kultural, dan
efeknya terhadap diri adalah ukuran dari manfaat pengalaman
estetika.
d. Karakter struktur yang merupakan suatuwarisan dari abad ke
Sembilan belas yang menekankan disiplin diri, menunda
gratifikasi dan menahan diri, masih relevan bagi tuntutan struktur
tekno-ekonomi tetapi hal ini sangat bertentangan dengan
kebudyaan, dimana nilai-nilai borjuis yang demikian itu sama
sekali ditolak.
e. Bell yakin akan runtuhnya kepercayaan terhadap tuhan dan
terhadap kekekalan jiwa, dan terjadinya krisis dalam kesadaran
diri ini menjurus ke individualism ekstrim yang merupakan ciri
masyarakat modern.
Atas dasar arggumennya, Bell (1976), 40 menjajaki erosi
puritanisme dan etika protestan, yang tak hanya membiarkan

39Bell, Daniel. 1973. The Coming of ….., hlm. 37


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 438
Sosiologi Industri

kapitalisme tanpa moral atau etika transcendental tetapi juga


memberi peluang bagi perkembangan kebebasan baru berupa sikap
yang mementingkan diri sendiri, norma-norma kebudayaan hedonis
yang hidup dalam kontradiksi yang luar biasa dalam struktur sosial
itu sendiri.
Walaupun menghadapi masalah yang dianggapnya sedang
dihadapi oleh modernitas tetapi Bell bukan seorang reaksioner. Dia
tidak mengimbau agar kembali pada kejayaan masa lalu, tetapi pada
kepercayaannya dalam tradisi liberal. Himbauannya (Bell ,1976)
ialah, “suatu ideology tangguh dapat berfungsi sebagai dasar kultural
bagi struktur social”41. Dasar ini harus diciptakan dengan
menghibungkan tiga tindakan: pembenaran masa lalu kita, sebab
hanya dengan mengetahui warisan masa lalu itulah kita dapat
menyadari kewajiban terhadap keturan kita.
Pengakuan atas batas-batas sumber daya dan prioritas
kebutuhan-kebutuhan individu dan sosial, diatas selera dan
keinginan yang tak terbatas dan persetujuan terhadap suatu
konsepsi persamaan yang memberi semua orang rasa kejujuran dan
keterlibatan dalam masyarakat dan yang memperbaiki situasi
dimana, dalam lingkungan yang relevan, orang menjadi lebih sama
sehingga mereka bisa memperoleh perlakuan yang adil.

D. Kritik Terhadap Ramalan Sosial

Ramalan sosial Bell, yang merupakan gabungan antara


fungsionalisme structural dan konflik stuktrual itu, berusaha untuk
mengetahui beberapa rintangan yang dihadapi oleh masyarakat.

40Ibid., hlm. 71.


41Bell, Daniel, 1976. The Cultural ….., , , hlm. 281-282.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 439
Sosiologi Industri

Dengan demikian asumsi-asumsi dasarnya merupakan bagian


sosiologis.

1. Teori Moderntitas

Dalam pembahasan modernitas ditemukan asumsi-asumsi


dasar bahwa masyarakat exist, bahwa sosiologi menguraika struktur
dan perubahan struktur dalam masyarakat, dan bahwa manusia
merupakan produk dari dunia sosial.
Asumsi dasar kaum strukturalis yang demikian,
sebagaimana yang terlihat secara terperinci dalam bab sebelumnya,
terdapat dalam banyak teori sosiologis naturalistis. Walau demikian,
dalam ramalan sosial diketengahkan asumsi-asumsi tambahan yang
bisa dilihat sebgai akibat-akibat tang pasti dari ketiga asmumsi dasar
ini.
Bagi Bell, masyarakat merupakan suatu struktur dimana
hubungan-hubungan kekuasaan perlu dianalisa. Disini Bell
sependapat dengan pandangan structural sosial kaum marxis. Akan
tetapi, bila Marx melihat kekayaan sebagai dasar kelas sosial, Bell
berpendapat bahwa pengetahuan telah menggantikan kekayaan
sebagai sumber utama kekayaan.
Asumsi-asumsi ini dipertanyakan oleh Coser (1975), yang
menyatakan bahwa Bell menunjukan dunia modern semakin
bergantung pada kegiatan-kegiatan manusia, pada pengetahuan,
tetapi dia gagal menunjukan hubungan mereka dengan kekuasaan.42
Dia kelihatan tidak serius mempertimbangkan pendapat
bahwa majikan dan badan-badan pemberi dana, baik milik pribadi
maupun umum, yang menggunakan atau mengontrak mereka

42Rose Laub Coser., 1975, The Complexity of Roles as a Seedbed of


Individual. New York : Harcourt, hlm. 218
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 440
Sosiologi Industri

sebagai pekerja, sebenarnya lebih mampu mengendalikan kegiatan-


kegiatan mereka ketimbang yang dilakukan untuk mengndalikan
dirinya. Sejauh mana pengetahuan memegang kunci posisi
kekuasaan dalam struktur sosial itu masih sangat dipertanyakan.

2. Teori Structural

Teori structural Bell juga dikritik karena determinisme


ekonominya. Floud (1990), misalnya menyatakan bahwa bell
sependapat dengan marx mengenai kaitan struktur ekonomi dengan
struktur sosial, bell mengklasifikasikan masyarakat menurut struktur
ekonominya tanpa memberi perhatian yang cukup kepada lembaga-
lembaga sosia lainnya. 43
Janowitz (1985), menentang teori bell dengan
mengetengahkan kritik determinisme. Janowitz merasa gusar
terhadap ke gagalan bell memahami pentingnya struktur politik
sebagai variable indevenden, dan kegagalan untuk mengakui
dampak proses, yang terjadi sebelum dan sesudahnya. 44
Terhadap struktur sosial dan pekerjaan. Para ilmuan
memang memiliki pengetahuan, tetapi bila memegang kekuasaan,
mungkin hal itu lebih di sebabkan oleh kecerdikan mereka dalam
lapangan politik ketimbang keistimewaan pengetahuannya. dalam
lobing dan melalui pembentukan kelompok-kelompok penekan-
bukan dari menara gading universitas-pemegang pengetahuan telah
mengukuhkan kehadiran mereka.

43Paul D. Johnson, 1990, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern,


Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, hlm. 122.
44Janowitz, Morris. 1985. Hubungan-Hubungan Sipil-Militer,
Perspektif Regional. (Alih Bahasa: Sahat Simamora). Jakarta: Bina
Aksara, hlm. 107.
Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 441
Sosiologi Industri

Para ahli teori yang sependapat dengan pendekatan yang


melihat struktur sosial sebagai subject matter sosiologi
mempertanyakan deskripsi struktur dan berpungsinya masyarakat
post industring memang ada atau apakah masyarakat itu sebenarnya
masih belum sampai pada taha industry.
Stearns (1974) misalnya menyatan bahwa dengan
menyajikan kecepatan perubahan dalam masyarakat saja,
sebagaimana yang dilakukan oleh bell, tidak menjamin kepastian
bahwa masyarakat kita telah bergerak ke suatu zaman baru. 45

3. Teori Sosilogis

Menurut Bell, teori sosiologis bertanggung jawab


menguraikan pola-pola dalam struktur sosial dan perubahan-
perubahannya. Teori harus mampu meramalkan kecenderungan-
kecenderungan sosial. Walaupun tujuan ini patut memperoleh pujian,
tetapi ramalan tidak mungkin jika analisa yang tepat terhadap situasi
sekarang ini tidak dilakukan. Kita melihat bahwapengeritik tidak
sepenuhnya menerima analisa masyarakat post industry itu.
Beberapa diantaranya mempertanyakan sejauh mana teori
yang sistematis terdapat dalam karya Bell. Olsen (1974),46misalnya,
menuduh bahwa the coming of post industrial society gagal
mengetengahkan tesis yang terpadu, yang bukannya sebagai paham
dan tipudaya yang membingungkan, tetapi sebagai ide-ide yang
tidak terorganisir dengan baik. Olsen menyatakan selanjutnya,
walaupun Bell mencoba menggambarkan masyarakat Amerika tetapi

45Steanrs, F.W. and T. Montag, 1974. The Urban Ecosystem.


Stroudsburg, Pennsylvania: John Willey and Sons, hlm. 77.
46 Olsen, O.W. 1974. Animal Parasites: Their Life Cycle and Ecology

Third edition. New York: Dover Publications Inc., hlm. 236.


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 442
Sosiologi Industri

karya tersebut tidak merupkan teori yang menjelaskan, yang


seharusnya merupakan tujuan dari pembentukan teori.
Berdasarkan kritik-kritik ini jelas bahwa konsepsi tentang
tujuan usaha-usaha sosiologis Bell bertentangan dengan konsepsi
teori-teri lainnya. Karena hanya tertarik pada analisa makro
sosiologis, Bell melewatkan isu konflik sosial mengenai hubungan
antara individu dan struktur sosialnya. Akan tetapi dia memberi
beberapa komentar pada hakikat manusia. Dimasa awal-awal
sejarah manusia, individu dibentuk olh prjuangan kolektif melawan
alam. Dizaman industry manusia kurang bergantung pada alam dan
lebih terlibat dalam permainan bagaimana membentuk alam, dimana
susunan teknik telah menggantikan susunan alam.
Bell (1973),47 menyatakan bahwa dalam masyarakat post
indutri:
a. Hubungan manusia menjadi lebih penting, tetapi dia tidak
menganalisa esensi dari hubungan interpersonal itu.
b. Yang kodrati dalam tesisnya ialah kebutuhan dasar manusia
untuk dikendalikan oleh struktur sosialnya, walaupun
sebagaimana yang kita ketahui, rintangan alam berpindah ke
rintangan teknologi dan akhirnya ke pertarungan diantra sesama
manusia.
c. Masyarakat itu sendiri merupakan jaringan kesadaran, suatu
bentuk imajinasi yang dilihat sebagai proses konstruksi sosial.
Dalam masyarakat post industry berbagai rintangan dimasa lalu
hilang sedang rintangan-rintanagan baru mulai berkembang.
Walau demikian hakikat dasar manusia itu tetap ada. Hal ini
dapat dilihat dari pernyataan Bel (1973):48 Tetapi yang tidak lenyap

47 Bell, Daniel. 1973. The Coming of ….., hlm. 487


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 443
Sosiologi Industri

adalah hakikat ganda dari manusia itu sendiri. Agresi keinginan


membunuh berasal dari implus utama, yang mencabik dan
menghancurkan dan keinginan mencari keteraturan, dalam seni dan
kehidupan, sebagai pembentukan kehendak ke dalam bentuk yang
harmonis.
Ketegangan yang mustahil hilang inilah yang membatasi
dunia sosial dan membuat pandangan utopis, yang mungkin lebih
realistis ketimbang yang ada saat ini, dicari oleh manusia modern.
Utopia selalu dianggap rancangan dari harmoni dan kesempurnaan
dalam hubungan-hubungan antar manusia. Di zaman dahulu utopia
merupakan kemustahilan yang bermanfaat, sebagai konsepsi yang
diinginkan sehingga seseorang harus memperolehnya. Tetapi ia
merupakan hakikat yang tidak tercapai. Dan dengan ide itu juga,
utopia akan berfungsi sebagai standar penilaian atas manusia dan
merupakan ideal untuk mengukur kenyataan.
Analisa struktur sosial Bell tidak dianggap sesuatu yang
utopia. Dalam pembahasa realitas sosial seperti yang dilakukan Bell
itu, kita dapat mengetahui beberapa kekuatan yang bergerak
membentuk dan masyarakat. Tipe pendekatan teoritis ini mungkin
lebih bisa mempersiapkan kita dalam membangun dunia sosial.
Dengan demikian, ramalan sosial merupakan usaha
menggunakan teori untuk memperinci hambatan-hambatan
sosiologis terhadap pembangunan masyarakat mendatang. Dalam
ramalan sosial itu usaha-usaha Bell khususnya berhubungan dengan
struktur sosial dan konsekuensi politisa dari masyarakat post
industry.

48 Ibid, hlm. 489


Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 444
Sosiologi Industri

Bell menarik hipotesa bahwa dunia barat sedang mengalami


transisi dari masyarakat industry ke masyarakat post industry. Hal ini
ditunjukan oleh perubahan yang terjadi dalam produksi barang ke
produksi jasa, perubahan dari pekerjaan berkerah biruke pekerjaan
professional dan teknis, pemusatan penguatan teknis, orientasi ke
masa depan, dan perhatian terhadap bimbingan dalam pengembilan
keputusan.
Dalam pembahasan perubahan ini, Bell memperjelas
beberapa keputusan penting yang harus dihadapi oleh masyarakat
post industry. Hal tersebut mencakup pembiyaan pendidikan yang
tinggi, evaluasi penelitian, analisa kecepatan dan arah
perkembangan pengetahuan. selanjutnya dinyatakan bahwa
korporasi profit kakam berda dibawah lapangan non-profit, termasuk
pemerintahan, sekolah, rumah sakit, dan lembaga-lembaga
penelitian.
Daniel Bell mencoba membuat ramalan sosial (social
forecasting) sebagai hasil studinya. Hasil ramalan sosialnya ini
merupakan gabungan dari perspektif makro teoritis, yaitu berasal
dari teori sosiologi klasik, digabung dengan perspektif tentang
sosiologi baru yang lebih relevan dan bermanfaat sehingga sejalan
dengan perkembangan kekinian.
Bell menjelaskan ramalan sosial ini penting, sebab dari sinilah
dapat dibuat garis besar peringkat kemungkinan dari berbagai
pengalaman yang lalu. Dalam peristiwa masa lalu, terdapat keajegan
dan keteraturan fenomena yang dari situ dapat dibuat
kecenderungan akan peristiwa dimasa mendatang. Namun, dalam
realitasnya tidak semua peristiwa itu ajeg dan teratur, seperti
peristiwa pemberantasan korupsi.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 445


Sosiologi Industri

Mode economizing, dengan hukum-hukum persaingannya,


akan digantikan oelh mode sosiologizing berupa kesadaran
pengambilan keputusan. Pertanggung jawaban merupakan isu kritis.
Usaha ramalan sosial Bell itu mengndalkan penggunaan data historis
maupun data empiris yang ada sekarang, khususnya data sensus
bersekala besar, sebagai petunjuk jalan dimasa depan.
Dukungan terhadap tesis Bell tersebut tak hanya melulu papa
data penelitian, tetapi penelitian itu sendiri sudah merupakn unsur
penting dalam masyarakat industry. Demi perbaikan masyarakat,
evaluasi dan penelitian sosiologis yang ilmiah menjadi lebih dekat
untuk digabungkan dengan masalah-masalah kemanusiaan.
Dalam penyusunan sebuah makalah sebagai salah satu
aktivitas dan tugas di dalam perkuliahan menuntut adanya
keseriusan, ketelitian, serta keuletan dari mahasiswa agar tercapai
hasil yang maksimal seperti apa yang diharapkan dan makalah yang
disusun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, untuk itu
perbanyak referensi buku yang berkaitan dengan topik makalah.

Bab XI Masalah yang Dihapi Masyarakat Post Industri 446


Sosiologi Industri

BAB XII
Membangun Masyarakat Industri
Dalam Perspektif Sosiologi

M asyarakat post-Industri di dalamnya terkandung struktur


sosial yang kokoh, masyarakatnya memiliki nilai budaya
yang mampu menjadi acuan dalam mengembangkan dan
meningkatkan produksi, dan terkait erat dengan kegiatan ekonomi
umumnya, dan didukung oleh penguasaan teknologi (pendidikan dan
pengetahuan) serta mempunyai daya saing yang kuat dalam
memasuki pangsa pasar global, baik AFTA 2003, maupun pasar
bebas 2010 bagi negara maju dan 2020 bagi negara berkembang.
Dimensi sosial budaya tampak pada tumbuh dan
berkembangnya nilai budaya baru dalam lingkungan keluarga yang
sangat bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat industri, seperti
disiplin yang tinggi, taat beribadah dan memiliki motivasi yang tinggi.
Fenomena selanjutnya, perubahan dari sikap dan tingkah laku
dogmatik dengan adat istiadat irasional yang kuat, konsumtif, dan
kekerabatan yang tinggi akibat banyaknya waktu luang pada
masyarakat agraris kemudian menjadi sikap dan tingkah laku yang
rasional, etos kerja yang tinggi, disiplin waktu, hemat, kompetisi,
berprestasi, orientasi ke masa depan.
Dengan melihat pengaruh perindustrian terhadap
perkembangan perekonomian, maka sudah selayaknya apabila
pemerintah bersikap serius dan segera melakukan perubahan, baik
terhadap regulasi maupun birokrasi yang terkait dengan
perindustrian agar pendapatan ekonomi nasional ikut semakin
meningkat seiring berkembangnya era globalisasi.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 447
Sosiologi Industri

Untuk itu, Bell, memandang teori sosiologis bertanggung


jawab menguraikan pola-pola dalam struktur sosial dan perubahan-
perubahannya. Teori ini mampu meramalkan kecenderungan-
kecenderungan sosial. Walaupun tujuan ini patut memperoleh pujian,
tetapi ramalan tidak mungkin jika analisa yang tepat terhadap situasi
sekarang ini tidak dilakukan. .

A. Memahami Pentinggnya Pembangunan Perspektif Sosiologi

Sosiologi menawarkan suatu perspektif, suatu pandangan


mengenai dunia. Perpektif sosiologi membuka jendela ke arah dunia
yang tak dikenal dan menawarkan pandangan segar ke dunia yang
dikenal. Dalam masyarakat tentunya sering ditemukan beberapa
pandangan yang berbeda satu sama lain, terutama dalam melihat
kenyataan sosial atau realitas sosial. Penilaian atas sebuah realitas
umumnya dimulai dengan asumsi, yaitu dugaan individu yang belum
teruji kebenarannya. Kemudian asumsi-asumsi tersebut berkembang
menjadi perspektif, pandangan atau paradigma.

1. Pengertian

Secara etimologis pérspéktif, yaitu (1) cara melukiskan suatu


benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat
oleh mata dng tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); (2) sudut
pandang; pandangan; 1.
Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun
keyakinan tentang suatu hal, dengan perspektif orang akan
memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara tertentu. Perspektif
membimbing setiap orang untuk menentukan bagian yang relevan
dengan fenomena yang terpilih dari konsep-konsep tertentu untuk

1Pusat Bahasa 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PB Diknas,


hlm. 1107.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 448
Sosiologi Industri

dipandang secara rasional.Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa


perspektif adalah kerangka kerja konseptual, sekumpulan asumsi,
nilai, gagasan yang mempengaruhi perspektif manusia sehingga
menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu.
Dalam konteks sosiologi juga memiliki perspektif yang
memandang proses social didasarkan pada sekumpulan asumsi,
nilai gagasan yang melingkupi proses social yang terjadi sehingga
menjadi perspektif pedekatan, atau kadang disebut paradigma
ketiga-tiganya merupakan cara sosiologi dalam mempelajari
masyarakat.2
Walaupun perspektif tersebut berbeda, bahkan kadang
saling bertolak belakang, antara satu dengan yang lain, namun,
sekali lagi perspektif ini hanya merupakan cara pendekatan untuk
mengkaji masyarakat. Jadi dapat disimpulkan, bahwa perspektif
sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu sosiologi dalam
mengkaji tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau
proses social kehidupan di dalamnya. Pada perkembangan
selanjutnya terdapat tempat perspektif dalam sosiologi, yaitu
perspektif evolusionis, dan perspektif konflik.

2. Peran Perspektif Sosiologi

Sosiologi merupakan ilmu terapan dan ilmu murni. Dalam


hal ini tentunya peran ilmu sosiologi amat dibutuhkan terutama di
bidang pembangunan dan kepentingan masyarakat. Kegunaan
sosiologi dalam masyarakat antara lain: Untuk pembangunan,
Sosiologi berguna untuk memberikan data social yang diperlukan
dalam tahap perencanaan pembangunan maupun pelaksanaan

2James M. Henslin. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi.


Jakarta: Erlangga., hlm. 88.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 449
Sosiologi Industri

pembangunan. Pada tahap perencanaan, yang harus diperhatikan


yaitu apayang menjadi kebutuhan sosial. Pada tahap pelaksanaan
yang harus diperhatikan yaitu kekuatan sosialdalam masyarakat
serta proses perubahan social. Sementara itu pada tahap penilaian
pembangunan,yang harus dilakukan adalah analisis terhadap efek
atau dampak dari social pembangunan itu.Kegunaan sosiologi dalam
penelitian: Untuk penelitian, Sosiologi berguna untuk memberikan
suatu perencanaan atau pemecahan masalah social yang baik. 3

Di Negara yang sedang membangun, peran ilmu sosiologi


sangat penting. Dari data yang dihasilkan oleh para sosiolog, para
pengambil keputusan dapat menyusun rencana dantahap
penyelsaiannya. Contohnya, cara pencegahan kenakalan remaja
dancara meningkatkan kembali raa solidaritas antarwarga yang
semakin pudar. Manfaat ilmu sosiologi-dalam bidang pembangunan,
sosiologi bermanfaaat untuk memberikan data-data sosial terhadap
perencanaan, pelaksanaan, maupun proses evaluasi pembangunan
manusia dapat mengetahui cara berinteraksi dengan yang lainnya,
baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.-manusia
mengetahui tentang pranat-pranata sosial sehingga memudah
kannya untuk hidup dalam suatu kelompok tertentu.

Perspektif sosiologi menekankan pada konteks sosial dalam


mana manusia hidup. Perspektif sosiologi mengkaji bagaimana
konteks tersebut mempengaruhi kehidupan manusia.4 Perspektif
sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu sosiologi dalam
mengkaji tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau

3Soerjono Soekanto, 2008. Sosiologi Satu Pengantar: Jakrta: Raja


Grapindo Persada, hlm. 26
4 Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi. Jakarta:

Erlangga., hlm. 162.


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 450
Sosiologi Industri

proses sosial kehidupan di dalamnya. Inti dari perspektif sosiologi


adalah pertanyaan bagaimana kelompok mempengaruhi manusia,
khususnya bagaimana manusia dipengaruhi masyarakatnya.
Perspektif sosiologi sebagai pisau bedah dalam
menganalisa pendidikan sangat bermanfaat bagi perbaikan berbagai
permasalah pendidikan yang kini menjadi tantangan besar bagi
bangsa Indonesia. Kajian dan analisis terhadap keterkaitan
fenomena sosial dalam proses pembangunan penting untuk
diketahui, di informasikan dan digunakan dalam pengambilan
keputusan, kebijakan maupun strategi dalam praktik pembangunan
terkait dengan fungsi sosiologi yaitu menyediakan visi, pemahaman
dan kemampuan terhadap proses pendidikan, dan kemampuan
bekerja dalam pendidikan dengan memanfaatkan dinamika struktural
dan proses sosial terkait dengan proses pendidikan, dikarenakan
kehidupan sosial baik dalam maupun luar lembaga pendidikan
mempunyai andil yang besar terhadap proses dan hasil-hasil
pendidikan.
Menurut Soerjono Soekanto, pengetahuan sosiologi dapat
diterapkan dan berguna untuk kehidupan sehari-hari, misalnya untuk
memberikan data-data sosial yang diperlukan pada tahapan
perencanaan, pencaharian, penerapan dan penilaian proses
pembangunan.5
Pada tahap perencanaan hasil penelitian sosiologi dapat
digunakan sebagai bahan pada tahap evaluasi. Pada tahap
penerapan, perlu diadakan identifikasi terhadap kekuatan sosial yang
ada di dalam masyarakat. Dengan mengetahui kekuatan sosial
tersebut dapat diketahui unsur-unsur yang dapat melancarkan

5Soerjono Soekanto, 2008. Sosiologi Satu Pengantar:……., hlm. 77


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 451
Sosiologi Industri

pembangunan dan yang menghalangi pembangunan. Pembangunan


merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana
melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Pada masa sekarang ini, konsep pembangunan sudah
merupakan suatu ideologi yang menggambarkan kegiatan-kegiatan
dalam upaya mengejar pertumbuhan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam pembangunan sangat
berhubungan dengan soiologi pembangunan. Dalam suatu proses
pembangunan perlu adanya kemauan keras serta kemampuan untuk
memanfaatkan potensi-potensi yang tersedia dalam masyarakat
untuk keperluan pembangunan.6
Berbagai perencanaan perlu disusun dan digelar dalam
rangka menghimpun kekuatan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam usaha mencapai tingkat kesejahteraan lebih tinggi.
Adanya sosiologi pembangunan bisa membantu memberi
bahan yang berharga dalam rangka melihat proses pendidikan
dengan berbagai masalah dan implikasi yang di timbulkan. 7 Dalam
hal ini sosiologi membantu meningkatkan kepekaan dalam melihat
nilai-nilai melihat nilai-nilai, institusi, budaya dan kecenderungan
yang ada dimasyarakat.
Sosiologi pembangunan juga memberi jalan kepekaan untuk
melihat nilai-nilai, institusi, budaya, dan kecenderungan lainya yang
terjadi didalam dunia pendidikan. Selain itu, sosiologi pembangunan

6 Hann Tan, Joe dan Topatimasang, 2003. Mengorganisira Rakyat.


Yogyakarta; SEAPCP & ReaD, hlm. 89
7Schoorl, J.W. 1980. Modernisasi: Pengantar Sosiologi
Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang. Jakarta;
Gramedia., hlm. 59
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 452
Sosiologi Industri

dapat membantu memahami perencanaan, proses implementasi,


dan implikasi penerapan program manapun kebijakan tertentu.

3. Hambatan-hambatan Dalam Pembangunan

Masyarakat yang terbelakang masih sangat tradisional


sekali. Mereka masih terikat dengan nilai-nilai asli dan juga masih
memiliki kerinduan untuk memelihara nilai-nilai tersebut. Biasanya
selalu dikaitkan dengan kebudayaan atau adat istiadat lokal. Dalam
masyarakat yang tradsional tidak memberikan peluang cukup untuk
terjadinya perubahan-perubahan serta tumbuhnya kekuatan-
kekuatan pembaharuan dalam masyarakat. Yang menyebabkan hal
tersebut sangat kompleks sekali, seperti: kolonialisme dan
feodalisme. Kondisi keterbelakangan juga dapat dilihat dari bidang
ekonomi dan pendidikan. Penyebab utama untuk hal ini adalah
adanya keterbatasan yang amat parah dalam pendapatan, modal
dan ketrampilan. Hal tersebut juga menyebabkan kemiskinan
masyarakat yang berkepanjangan.

Di Indonesia, hal itu disebabkan karena penyebaran


penduduk yang tidak merata dan tingkat urbanisasi yang sangat
tinggi. Tingkat pendapatan buruh tani di pedesaan yang sangat
rendah dan upah buruh di masyarakat industri yang belum mencapai
UMR. Gulungtikarnya perusahaan-perusahaan besar telah
menyebabkan angka pengangguran yang sangat tinggi. Ditambah
lagi dengan oportunisme di kalangan elit politik, telah menyebabkan
ketidak stabilan di bidang politik. Hal-hal ini telah menyebabkan
terpuruknya ekonomi rakyat dan mempercepat pemerataan
kemiskinan masyarakat Indonesia. Untuk perubahan sosial-ekonomi
dibutuhkan aparatur negara yang bersih dan pendidikan masyarakat
yang memadai.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 453
Sosiologi Industri

4. Perbedaan Perubahan Sosial dan Budaya serta Mitos


Perubahan

Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan timbul


karena perbedaan pandangan para ahli. Perubahan sosial berkaitan
dengan perubahan yang terjadi pada aspek-aspek kehidupan sosial
(status dan peran serta perilaku individu-individu) Sedangkan
perubahan kebudayaan berhubungan dengan perubahan yang
terjadi pada tingkat ide-ide atau gagasan, seperti pengetahuan dan
keyakinan keagamaan. Tetapi ada juga ahli lain yang mempunyai
anggapan bahwa perubahan sosial pada dasarnya merupakan
perubahan kebudayaan karena aspek sosial tidak dapat dilepaskan
dari aspek-aspek kebudayaan.

Persamaan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan


adalah bahwa kedua-duanya berhubungan dengan masalah
penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan terhadap cara-cara
hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

B. Substansi Pentinggnya Perspektif Sosiologi

Pada perkembangannya terdapat empat perspektif dalam


sosiologi, yaitu perspektif evolusionis, perspektif interaksionis,
perspektif fungsionalis dan perspektif konflik.8

1. Perspektif Evolusionis

Perspektif ini merupakan perspektif teoretis yang paling awal


dalam sosiologi. Penganutnya adalah Auguste Comte dan Herbert
Spencer. Perspektif ini memberikan keterangan yang memuaskan
tentang bagaimana masyarakat manusia tumbuh dan berkembang.

8Bernard Raho, 2000. Teori Sosioligi Modern. Jakarta: Prestasi


Pustaka Publisher, hlm. 51.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 454
Sosiologi Industri

Para sosiolog yang menggunakan perspektif ini mencari


pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat
yang berbeda untuk mengetahui apakah ada urutan perubahan yang
berlaku umum. Dalam perspektif ini secara umum dapat dikatakan
bahwa perubahan manusia atau masyarakat itu selalu bergerak maju
(secara linear), namun ada beberapa hal yang tidak ditinggalkan
sama sekali dalam pola kehidupannya yang baru dan akan terus
dibawa meskipun hanya kecil sampai pada perubahan yang paling
baru.9
Selain itu juga, perspektif ini menyatakan bahwa masyarakat
sebagai suatu organisme atau suatu makhluk hidup yang mengalami
proses diferensiasi dan integrasi secara berurutan. Kehidupan
masyarakat sebagai suatu organisme mengalami suatu pertumbuhan
secara terus menerus dalam upaya memperbaiki struktur yang ada.
Dalam kaitannya dengan proses perubahan sosial terdapat empat
hal penting, yaitu : asal usul dari masyarakat maju sekarang, tingkat
perubahan sosial, penyebab perubahan sosial, kemana arah
perubahan sosial yang akan terjadi.
Para sosiolog yang memakai perspektif evolusionis,
mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam
masyarakat yang berbeda, untuk mengetahui apakah ada urutan
umum yang dapat ditemukan. Contoh: Apakah faham komunis Cina
akan berkembang sama seperti faham komunis Rusia yang
memperoleh kekuasaan tiga dasa warsa lebih dulu; Apakah
pengaruh proses industrialisasi terhadap keluarga di negara
berkembang sama dengan yang ditemukan di negara Barat.

9Mahmud, 2012. Sosiologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, hlm.


97
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 455
Sosiologi Industri

2. Perspektif Interaksionis

Dalam perspektif ini, masyarakat dilihat sebagai suatu


jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dan
teratur, serta memiliki seperangkat aturan dan nilai yang dianut
sebagian besar anggota masyarakat tersebut. Jadi, masyarakat
dipandang sebagai suatu sistem yang stabil, selaras, dan seimbang.
Dengan demikian menurut pandangan perspektif ini, setiap kelompok
atau lembaga melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus,
karena hal itu fungsional. Sehingga, pola perilaku timbul karena
secara fungsional bermanfaat dan apabila kebutuhan itu berubah,
pola itu akan hilang atau berubah.
Hal ini juga berarti bahwa perubahan sosial akan
mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil tersebut.
Namun tidak lama kemudian akan tercipta kembali keseimbangan.
Perspektif ini lebih menekankan pada keteraturan dan stabilitas
dalam masyarakat. Lembaga-lembaga sosial seperti keluarga,
pendidikan, dan agama dianalisis dalam bentuk bagaimana
lembaga-lembaga itu membantu mencukupi kebutuhan masyarakat.
Ini berarti lembaga-lembaga itu dalam analisis ini dilihat seberapa
jauh peranannya dalam memelihara stabilitas masyarakat. Perspektif
fungsionalis menekankan pada empat hal berikut ini.10
a. Masyarakat tidak bisa hidup kecuali anggota-anggotanya
mempunyai persamaan persepsi, sikap, dan nilai.
b. Setiap bagian mempunyai kontribusi pada keseluruhan.
c. Masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain dan saling
memberi dukungan.

10 Mahmud, Sosiologi Pendidikan, . . . ., hlm. 98.


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 456
Sosiologi Industri

d. Masing-masing bagian memberi kekuatan, sehingga keseluruhan


masyarakat menjadi stabil.

Perspektif ini tidak menyarankan teori-teori besar tentang


masyarakat karena istilah “masyarakat”, “negara”, dan “lembaga
masyarakat” adalah abstraksi konseptual saja, yang dapat ditelaah
secara langsung hanyalah orang-orang dan interaksinya saja. Para
ahli interaksi simbolik seperti G.H. Mead (1863-1931) dan C.H.
Cooley (1846-1929) memusatkan perhatiannya terhadap interaksi
antara individu dan kelompok.
Mereka menemukan, bahwa orang-orang berinteraksi
terutama dengan menggunakan simbol-simbol yang mencakup
tanda, isyarat, dan yang paling penting, melalui kata-kata tulisan dan
lisan. Suatu kata tidak memiliki makna yang melekat dalam kata itu
sendiri, melainkan hanyalah suatu bunyi, dan baru akan memiliki
makna bila orang sependapat bahwa bunyi tersebut memiliki suatu
arti khusus: 11
a. W.I. Thomas (1863-1947) mengungkapkan tentang Definisi suatu
situasi, yang mengutarakan bahwa kita hanya dapat bertindak
tepat bila kita telah menetapkan sifat situasinya.

b. Berger dan Luckman dalam bukunya Social Constructions of


Reality (1966): Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif,
dalam arti orang, kelompok, dan lembaga-lembaga adalah nyata,
terlepas dari pandangan kita terhadap mereka.

Akan tetapi, masyarakat adalah juga suatu kenyataan


subjektif, dalam arti bagi setiap orang, dan lembaga-lembaga lain
tergantung pada pandangan subjektif orang tersebut. Apakah

11 James M. Henslin. 2007. Sosiologi dengan…., hlm. 91.


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 457
Sosiologi Industri

sebagian orang sangat baik atau sangat keji, apakah polisi pelindung
atau penindas, apakah perusahaan swasta melayani kepentingan
umum atau kepentingan pribadi. Ini adalah persepsi yang mereka
bentuk dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri, dan persepsi
ini merupakan “kenyataan” bagi mereka yang memberikan penilaian
tersebut.
Para ahli dalam bidang perspektif interaksi modern, seperti
Erving Goffman (1959) dan Herbert Blumer (1962) menekankan
bahwa orang tidak menanggapi orang lain secara langsung;
sebaliknya mereka menanggapi orang lain sesuai dengan
“bagaimana mereka membayangkan orang itu.”

3. Perspektif Fungsionalis

Perspektif ini cenderung menolak anggapan bahwa fakta


sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang
lain. Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini
mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikiran
orang mempunyai kemampuan untuk memberi makna terhadap
situasi yang ditemui, dan mampu bertingkah laku sesuai dengan
interpretasinya sendiri. Sikap dan tindakan orang tidak dipaksa oleh
struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya) serta tidak
semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Jadi, orang dianggap
bukan hanya mempunyai kemampuan mempelajari, memahami, dan
melaksanakan nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa
menemukan, menciptakan, serta membuat nilai dan norma sosial
(yang sebagian benar-benar baru). Karena itu orang dapat membuat,
menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol lingkungannya.12

12Margaret M. Palopo, 2004. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, hlm. 258.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 458
Sosiologi Industri

Singkatnya, perspektif ini memusatkan perhatian pada


interaksi antara individu dengan kelompok, terutama dengan
menggunakan simbol-simbol, antara lain tanda, isyarat, dan katakata
baik lisan maupun tulisan. Atau dengan kata lain perspektif ini
meyakini bahwa orang dapat berkreasi, menggunakan, dan
berkomunikasi melalui simbol-simbol. Tokoh-tokoh yang terkenal
sebagai penganut perspektif ini adalah George Herbert Mead dan
W.I. Thomas.
a. Dalam Perspektif ini, suatu masyarakat dilihat sebagai suatu
jaringan kelompok yang bekerjasama secara terorganisasi yang
berkerja dalam suatu cara yang agak teratur menurut
seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar
masyarakat tersebut.
b. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan
suatu kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu suatu
kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang
selaras dan seimbang.
c. Talcott Parsons (1937), Kingsley Davis (1937) dan Robert Merton
(1957); Setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas
tertentu dan terus menerus, karena hal itu fungsional.
d. Perubahan sosial mengganggu keseimbangan masyarakat yang
stabil, namun tidak lama kemudian terjadi keseimbangan baru.
e. Bila suatu perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu
keseimbangan yang serasi, hal tersebut dianggap fungsional; bila
perubahan sosial tersebut mengganggu keseimbangan, hal
tersebut merupakan gangguan fungsional; bila perubahan sosial
tidak membawa pengaruh, maka hal tersebut tidak fungsional.
f. Dalam suatu negara demokratis, partai-partai politik adalah
fungsional, sedangkan pemboman, pembunuhan dan terorisme
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 459
Sosiologi Industri

politik adalah gangguan fungsional, dan perubahan dalam kamus


politik dan perubahan dalam lambang adalah tidak fungsional.
g. Dalam pengembangannya Perspektif fungsionalis menekankan
pada empat sebagai berikut :
1) Masyarakat tidak bisa hidup kecuali anggota-anggotanya
mempunyai persamaan persepsi sikap, dan nilai.
2) Setiap bagian mempunyai kontribusi pada keseluruhan.
3) Masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain dan saling
memberi dukungan.
4) Masing-masing memberi kekuatan sehingga keseluruhan
masyarakat menjadi stabil.

4. Perspektif Konflik

Perspektif ini menjelaskan bahwa masyarakat selalu dalam


keadaan konflik terus menerus, baik antar individu maupun
kelompok, karena pemikiran Perspektif ini menekankan pada adanya
perbedaan individu dalam mendukung suatu system sosial. Teori
konflik ini merupakan teori yang memandang bahwaperubahan
sosial tdak terjadi melali proses penyesuaian nilai-nilai yang
membawa perubahan, tetapi yang menghasilkan komprosi-komprosi
yang berbeda dengan kondisi semula. Menurut Perspektif ini juga
masyarakat terdiri dari individu yang masing-masing memiliki
berbagai kebutuhan. Keberhasilan individu mendapatkan kebutuhan
tersebut berbeda-beda, karena kemampuan individu berbeda-beda.
Persaingan untuk mendapatkan kebutuhan memicu munculnya
konflik dalam masyarakat.
Selain itu Perspektif konflik menitik beratkan pada konsep
kekuasaan dan kewewenangan yang tidak merata pada system
sosial, sehingga menimbulkan konflik baik antara kepentingan
pribadi dan kepentingan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 460
Sosiologi Industri

yang diciptakan selalu berinteraksi, karena itu beberapa pemikir


melihat interaksi sosial sebagai mekanisme yang mengerakkan
konflik. Tokoh pengagas ataupun pemikir dari Perspektif ini antara
lain : Karl Marx, Hegel, Lews Coser, dan Frederich Engles.13
a. Perspektif konflik secara luas terutama didasarkan pada karya
Karl Marx (1818-1883), yang melihat pertentangan dan
eksploitasi kelas sebagai penggerak utama kekuatan-kekuatan
dalam sejarah.
b. Wright Mills (1956-1959), Lewis Coser (1956), Aron (1957),
Dahrendorf (1959, 1964), Chambliss (1973), dan Collines (1975):
Bilamana, para fungsionalis melihat keadaan normal masyarakat
sebagai suatu keseimbangan yang mantap, maka para teoretisi
konflik melihat masyarakat sebagai berada dalam konflik yang
terus-menerus di antara kelompok dan kelas.
Teoretisi konflik melihat perjuangan meraih kekuasaan dan
penghasilan sebagai suatu proses yang berkesinambungan
terkecuali satu hal, dimana orang-orang muncul sebagai penentang
– kelas, bangsa, kewarganegaraan dan bahkan jenis kelamin.
Para teoretisi konflik memandang suatu masyarakat
sebagai terikat bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas
yang dominan. Mereka mengklaim bahwa “nilai-nilai bersama” yang
dilihat oleh para fungsionalis sebagai suatu ikatan pemersatu
tidaklah benar-benar suatu konsensus yang benar; sebaliknya
konsensus tersebut adalah ciptaan kelompok atau kelas yang
dominan untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka
terhadap semua orang.

13Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustaka


publisher, 2007), hlm. 54.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 461
Sosiologi Industri

Singkatnnya, pandangan ini berorientasi pada studi


struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial, yang memandang
masyarakat terus menerus berubah dan masing-masing bagian
dalam masyarakat potensial memacu dan menciptakan perubahan
sosial. Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial. Perspektif ini
lebih menekankan pada peranan kekuasaan.
Dari penjelasan keempat perspektif di atas, ada dua
pespektif yang menjadi perspektif utama dalam sosiologi yaitu
perspektif fungsionalis dan perspektif konflik. Perbedaan kedua
perspektif ini dapat diperhatikan pada persepsi-persepsi berikut; 14
Tabel: 12.1
Perbedaan perspektif fungsionalis dan perspektif konflik
Persepsi
Teori Fungsionalis Teori Konflik
tentang
1 2 3
Masyarakat Suatu sistem yang stabil Suatu sistem yang tidak
dari kelompok-kelompok stabil dari kelompok-
yang bekerjasama kelompok dan kelas-kelas
yang saling bertentangan
Kelas Sosial Suatu tingkat status dari Sekelompok orang yang
orang-orang yang memiliki kepentingan
memperoleh pendapatan ekonomi dan kebutuhan
dan memiliki gaya hiidup kekuasaan yang serupa.
yang serupa. Berkembang Berkembang dari keber
dari isi perasaan orang hasilan sebagian orang
dan kelompok yang dalam mengeksploitasi
berbeda orang lain
Perbedaan Tidak dapat dihindarkan Tidak perlu dan tidak adil.
Sosial ddalam susunan masya Terutama disebabkan per-
rakat yang kompleks. bedaan dalam kekuasaan.
Terutama disebabkan per Dapat dihindarkan dengan
bedaan kontribusi dari jalan penyusunan kembali
kelompok-kelompok yang masyarakat secara sosia-
berbeda listis
1 2 3

14 James M. Henslin. 2007. Sosiologi dengan…., hlm. 114.


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 462
Sosiologi Industri

Perubahan Timbul dari perubahan Dipaksakan oleh suatu


Sosial kebutuhan fungsional kelas terhadap kelas yang
masyarakat yang terus lainnya untuk kepentingan
berubah kelas pemaksa

Tata tertib Hasil usaha tidak sadar Dihasilkan dan diper


sosial orang-orang untuk me tahankan oleh pemaksa
ngorganisasi kegiatan- yang terorganisasi oleh
kegiatan mereka secara kelas-kelas yang dominan
produktif

Nilai-nilai Konsensus atas nilai-nilai Kepentingan yang ber


yang mempersatukan tentangan akan memecah
masyarakat belah masyarakat. Khaya
lan (ilusi) consen sus nilai-
nilai dipertahan kan oleh
nilai-nilai yang dominan

Lembaga- Menanamkan nilai-nilai Menanamkan nilai-nilai


lembaga umum dan kesetian yang dan kesetian yang me
sosial mempersatukan lindungi golongan yang
masyarakat mendapat hak-hak
istimewa

Hukum dan Menjalankan peraturan Menjalankan peraturan


Pemerintahan yang mencerminkan con yang dipaksakana oleh
sensus nilai-nilai masya kelas yang dominan untuk
rakat melindungi hak-hak
istimewa

Sumber: James M. Henslin. 2007.


Berbagai perspektif digunakan dalam sosiologi. Masing-
masing memandang masyarakat dari persepsi yang berbeda.
Namun, pada dasarnya setiap perspektif sampai tingkat tertentu
digunakan oleh kebanyakan sosiolog dan diperlukan untuk
memperoleh pengertian yang menyeluruh tentang suatu masyarakat.

C. Studi Tentang Perubahan Perilaku Masyarakat


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 463
Sosiologi Industri

1. Perubahan Paradigma Ilmu Sosiatri

Setiap perubahan sosial selalu mencakup pula perubahan


budaya, dan perubahan budaya akan mencakup juga perubahan
sosial. Sosiatri merupakan ilmu sosial terapan (applied science),
yang dalam pengembangannya mengandalkan realita yang terjadi di
dalam masyarakat, berkaitan dengan masalah sosial yang perlu
diselesaikan (pandangan awal perkembangan) dan penyesuaian
kebutuhan dengan sumber daya yang ada (pandangan hasil
perkembangan). Realita dalam masyarakat yang terus mengalami
perubahan memiliki dimensi perubahan sosial. Sementara itu, secara
keilmuan, pengembangan kajian, penelitian, dan teori-teori baru juga
dituntut dari sosiatri, baik melalui hasil kerja lapangan (penelitian dan
proyek sosiatri), maupun melalui berbagai kegiatan seminar dan
diskusi.

Aktivitas ilmiah mempermudah perubahan budaya. Inovasi


baru di bidang keilmuan memperoleh ruang dan kesempatan formal.
Kajian perubahan dalam sosiatri dapat dipadukan dengan konsep
paradigma dari. Konsep paradigma dari Khun sealiran dengan teori-
teori perubahan. Perubahan ilmu pengetahuan menurut Khun terjadi
secara revolusioner. Akumulasi hanyalah salah satu segmen di
dalam proses revolusi untuk mencapai kemajuan ilmu. Revolusi ilmu
menjalani proses sebagai berikut: Paradigma I “³ Ilmu Normal “³
Anomali “³ Krisis “³ Revolusi “³ Paradigma II Pada tahap ilmu normal,
proses akumulasi ilmu terjadi, namun perkembangan ilmu tidak
hanya terletak pada tahap ilmu normal, melainkan meliputi
keseluruhan proses tersebut. Paradigma merupakan suatu
pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan
dalam suatu cabang ilmu. Jadi paradigma merupakan suatru bingkai

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 464


Sosiologi Industri

atau frame yang membuat ilmuwan terfokus pada apa yang menjadi
perhatiannya berkaitan dengan suatu kondisi atau objek.

Perubahan paradigma dalam ilmu sosial yang dijadikan


sebagai acuan kerja dan pelaksanaan proyek sosiatri jelas akan turut
mengakibatkan perubahan dalam paradigma sosiatri sebagai ilmu.
Perubahan paradigma dalam suatu ilmu pengetahuan memang
bukan suatu hal baru. Kondisi ini menunjukkan proses revolusi ilmu
dari Khun merupakan sesuatu yang realiabel.

Di bidang ilmu alam akan dengan dengan mudah ditemukan


perubahan paradigma mendasar yang selanjutnya mempengaruhi
kehidupan manusia. Perubahan teori geosentris menjadi heliosentris
merupakan suatu revolusi dalam kosmologi yang dampaknya sangat
besar. Salah satu efek sosialnya adalah perkembangan penjelajahan
samudera yang menimbulkan kolonialisme dan imperialisme
bangsabangsa Eropa terhadap bangsa noneropa. Perubahan
pemikiran mengenai abiogenesis menjadi biogenesis merupakan
perubahan besar dalam biologi. Efek positifnya adalah
memungkinkan perkembangan ilmu budidaya dan kajian
mikrobiologi.

Efek sosialnya adalah kemampuan menjawab kekhawatiran


Malthus mengenai bencana kemiskinan dan kelaparan akibat
ledakan jumlah penduduk. Di bidang ilmu sosial, dapat terlihat
perubahan paradigma sosiologi dan antropologi. Pada awal
perkembangannya, sosiologi difokuskan pada struktur sosial dan
dinamika sosial masyarakat Eropa pascarevolusi sosial dan Revolusi
Industri. Kedua revolusi tersebut memberikan dampak yang besar
terhadap masyarakat dunia.

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 465


Sosiologi Industri

Pembangunan mempunyai pengertian dinamis, maka tidak


boleh dilihat dari konsep yang statis. Pembangunan juga
mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir. Proses
pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya.
Pembangunan menunjukkan terjadinya suatu proses maju
berdasarkan kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan
struktur sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi
tergantung dengan “innerwill”, proses emansipasi diri. Dengan
demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam proses pembangunan
hanya mungkin bila terjadi karena proses pendewasaan.

2. Proses Perubahan Sosial Dalam Konteks Global

Globalisasi mau tidak mau harus dilalui oleh seluruh negara


di dunia ini. Hubungan antar negara menjadi sedemikian penting
pengaruhnya dalam mewujudkan kehidupan masin-masing negara
terlebih ketika era globalisasi tiba. Menjadi suatu keniscayaan
apabila sebuah negara harus bekerjasama dengan negara lain
bahkan lebih ekstremnya lagi memerlukan bantuan negara lain.
Pola-pola hubungan antar negara menjadi bahasan penting dalam
membedah perubahan sosial yang terjadi saat ini.

Selain peran negara lain (negara maju), perubahan sosial di


negara-negara berkembang dipengaruhi oleh organisasi
internasional dan bahkan perusahaan multi nasional. Dominasi
negara maju dapat dilihat dari berbagai bantuan yang masuk ke
nagara berkembang atas nama modernisasi. Modernisasi diangap
sebagai jalan untuk meraih kemajuan negara berkembang.

Organisasi internasional mempunyai peran yang hampir


sama dengan negara maju. Berbagai kesepakatan dan kebijakan

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 466


Sosiologi Industri

yang dihasilkan memberikan dampak yang sangat nyata bagi Negara


berkembang. Hal ini terjadi karena memang organisasi internasional
didominasi oleh negara maju.

3. Perubahan Perilaku Sosial Masysrakat pasca kapitalisakan

Menurut Ralf Dahrendorf bahwa dalam masyarakat pasca


kapitalisakan terjadi suatu masyarakat dengan pembentukan kelas.
Dimana pembentukan kelas ini terjadi dalam masyarakat industri
sejak abad ke XIX. Diantara perubahan-perubahan itu adalah
sebagaii berikut:15

a. Dekomposisi modal

Menurut Dahrendorf dekomposisi modal ini melahirkan


kesulitan untuk mengidentifikasi kaum borjuis yang memiliki
monopoli eksklusif atas modal maupun pengendali perusahaan.
Sejalan dertgan lahirnya abad kedua puluh, pemilikan dan
pengendalian tersebut mengalami diversifikasi dan tidak lagi berada
dalam tangan satu individu atau keluarga saja,

b. Dekomposisi tenaga kerja

Menurut Dahrendorf yang terjadi tidak hanya dekomposisi


modal saja, tetapi juga dekomposisi tenaga kerja. Kaum proletar
tidak lagi sebagai suatu kelompok homogin yang tunggal. Pada
akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan
yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas
sedang buruh biasa berada di bawah. Kaum proletar bukan lagi
sebagai massa yang tanpa perubahan sebagaimana halnya yang
terjadi padakaum borjuis. Tukang kayu, tukang pipa, sefia

Dahrendorf, Ralf.1959. Class and Class Conflict in Industrial


15

Society. Stanford: Stanford University Press; hlm. 60.


Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 467
Sosiologi Industri

pengemudi truk memperoleh gaji jauh lebih tinggi daripada


pelayanan, operator dan sebagainya,

Dekomposisi modal dan buruh tersebut menjurus kepada


pembengkakan jumlah kelas menengah yang sebelumnya tidak
pernah diduga oleh Marx. Hal ini rnemperkuat kegagalan ramalan
Marx tentang terjadinya suatu revolusi kelas. Marx mengakui
eksistensi kelas rnenengahi abad kesembilan belas, tetapi ia merasa
bahwa di saat revolusi tiba sebagian besar kelompok kecil ini akan
bergabung bersama kaum proletar untuk melawan kaurn borjuis: Dia
tidak meramalkan timbulnya serikat-serikat buruh yang diikuti oleh
mobilitas sosial dan para pekerja itu.

Sebagaimana diamati oleh Dahrendorf. (1959), 16 "Sangat


boleh jadi bahwa teori ini (Marx) mengandung unsur-unsur
kebenaran, tetapi bila memang demikian halnya, maka meluasnya
kesamaan sosial di abad yang lalu telah menyebabkan perjuangan
kelas dan perubahan revolusioner tidakmungkin terjadi," Deugan
demikian mobilitas sosial inilah yang nerintangi gejolak revolusi di
dalam masyarukat kapitalis modem. Bilamana mobilitas yang
demikian tiba-tiba berhenti,

Dahrendorf meramalkan keruntuhan struktur sosial melalui


tindakan revolusioner. Menurut Dahrendorf alasan teoritis utama
mengapa revolusi ala Marxisme tidak terjadi ialah oleh karena
pertentangan yang ada cenderung diatur melalui institusionalisasi.
Pengaturan atau institusionalisasi terbukti dari timbulnya serikat-
serikat buruh yang telah memperlancar mobilitas sosial serta
mengatur konflik arfiara buruh dan manajemen. Melalui

Dahrendorf, Ralf.1959. Class and Class Conflict …………; hlm. 61.


16

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 468


Sosiologi Industri

institusionalisasi pertentangan tersebut, setiap masyarakat; mampu


mengatasi masalah-masalah baru yang timbul.

c. Timbulnya kelas menengah baru

Dahrendorf menyatakan bahwa institusionalisasi


pertentangan kelas bermula dari pengakuan bahwa buruh dan
manajemen merupakan kelompok-kelompok kepentingan yang syah
"organisasi mensyaratkan keabsahan kelompok-kelompok
kepentingan, dengan demikian menghilangkan ancaman "petaog
geilya" bersifat permanen dan tak dapat diperhitungkan. Pada saat
yang sama, hal ini membuat pengaturan pertentangan secara
sistematis dimungkinkan. Organisasi adalah institusionalisasi".

Dalam mengamati perubahan historis semenjak zamafi Marx


itu Dahrendorf merasa telah membuktikan kesalahan beberapa
aspek dari teori Marxis. Tetapi bagi Dafuendorf penolakan saja
tidaklah cukup, "penolakan teori-teori lama hanya bermanfaat
bilamana hal tersebut menjadi titik tolak bagi perurnusan tcori-teori
baru" 17

Kemudian Dahrendorf melakukan sendiri perumusan suatu


teori konflik yang menimbang perkembangan-perkembangan historis
yang telah dibahasnya. Di dalam melancarkan kritik sosiologis
terhadap teori Karl Marx, Dahrendorf mendukung dan menolak
beberapa pernyataan Marx. Oleh karena perubahan sosial,
sebagaimana yang dibahas sebelumnya, revolusi yang diramalkan
oleh Marx itu temyata tidak terjadi di negara-negara industri. Lebih
dafipada itu adalahjelas bahwa kelas-kelas sosial tidak lagi

Dahrendorf, Ralf.1959. Class and Class Conflict ………; hlm. 73.


17

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 469


Sosiologi Industri

berdasarkan atas pemilikan sarana-sarana produksi sebagaimana


yang dinyatakan oleh Marx.

Walau demikian Dahrendorf menerima ide pertentangan


kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan,
sosial. Kemudian ia memodifikasi teori pertentangan kelas Max,
dengan memasukkan perkembangan-perkembangan yang terjadi
akhir-akhir ini.
Dahrendorf menyatakan bahwa ada dasar baru bagi
pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana
produksi Marx sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut
Dahrendorf hubungan-hubungan kekuasaan (authority) yang
menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur-unsur bagi
kelahiran kelas. Terdapat dikhotomi arttara mereka yang berkuasa
dan yang dikuasai. Dengan kata lain beberapa orang turut serta
dalam struktur kekuasaan yang ada dalam kelompok, sedang yang
lain tidak; beberapa orang memiliki kekuasaan sedang yang lain
tidak.
Dahrendorf (1959),18 meugakui terdapat perbedaan di
antara, mcreka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan.
Perbedaan dalam tingkat dominasi itu dapat dan selalu sangat besar.
Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua sistem kelas sosial (dalam
perkumpulan khusus) yaitu, mereka yang berperan-serta dalam
struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka yang tidak
berpartisipasi melalui penundukan.

Perjuangan kelas yang dibahas Dahrendorf lebih


Mendasarkan kekuasaan daripada pemilikan sarana-sarana

Dahrendorf, Ralf.1959. Class and Class Conflict ………; hlm. 74.


18

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 470


Sosiologi Industri

produksi. Dalam masyarakat industri modem pemilik sarana produksi


tidak sepenting mereka yang melaksanakan pengendalian atas
sarana itu.

D. Pendekatan Sosiologi Pembagunan Masyakat

1. Pendekatan Sosiologi Persepektif Pertumbuhan

Sejarah perkembangan sosiologi pembangunan di Belanda


diawali dengan menggunakan: 19

a. Pendekatan sosiologi historis. Sosiologi historis menggunakan


perspektif pertumbuhan dalam mengungkap permasalahan
dengan teori dan konsep sosiologi.

b. Berbagai penelitian yang menggunakan pendekatan historis pada


awal perkembangannya menjadikan daerah kolonial sebagai
objek kajian. Berberapa penelitian yang mengambil objek kajian
di Indonesia menjelaskan tentang berbagai dampak
pembangunan seperti lahirnya konsep shared proverty oleh
Geertz.

c. Setelah pendekatan sosiologi historis adalah ekonomi politik.


Aliran ini berangkat dari keterbelakangan yang dialami oleh
negara dunia ketiga. Pendekatan ekonomi politik memberikan
gambaran tentang secara ekonomi antara negara maju dan
negara miskin. Objek penelitian pendekatan ekonomi politik
adalah negara dunia ketiga di Amerika Latin. Kelompok yang
menggunakan aliran ini kemudian mengembangkan teori
dependensi. Sedangkan pendekatan yang ketiga adalah sosiologi

Bakry, Suryadi Umar. 2015. Ekonomi


19 Politik internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hlm. 221
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 471
Sosiologi Industri

modernisasi. Aliran ini kemudian berkembang menjadi teori


modernisasi.

d. Pendekatan tradisi antropologi marxis. Pokok kajian pendekatan


ini adalah cara produksi yang dominan di Amerika Latin.
Perspektif cara berproduksi tidak dapat menghasilkan
pemecahan pada masalah-masalah pembangunan dan
kebijaksanaan pembangunan.

e. Pendekatan sosiologi terapan adalah pada kajian pembangunan


secara mikro. Para ahli sosiologi terapan berusaha memberikan
data praktis tingkat lokal kepada pengambil kebijakan atau
pengambil kebijakan. Kelemahan pendekatan ini adalah miskin
akan teori serta hasil penelitian yang didapat kurang bisa ditarik
menjadi sebuah model yang general.

2. Dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan

Sosiologi pembangunan membawa dampak pada lahirnya


dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Menurut
Webster (2006), ada lima dimensi yang perlu untuk diungkap, antara
lain: 20

a. Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya


dengan negara-negara lain.

b. Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang


mempengaruhi pembangunan.

c. Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang


mempengaruhi pembangunan.

20
Balasubramanian, R. & Webster, J., 2006, “Retailer Perceptions on
Apparel Sizing. Issues and Customer Satisfaction” ANZMAC 2006
Conference Proceedings. New Zealand: ANZMAC, hlm. 30
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 472
Sosiologi Industri

d. Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan


sosial yang terjadi.

e. Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi


kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara
berkembang.

3. Peran Sosiologi Pembangunan dalam Kajian Ekonomi

Sosiologi pembangunan mencoba melengkapi kajian ekonomi


yang selama ini hanya didasarkan pada produktivitas dan efisiensi
dalam mengukur keberhasilan pembangunan. Pembangunan
sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa hanya
dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata,
terdapat aspek tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti
persepsi, gaya hidup, motivasi dan budaya yang mempengaruhi
pemahaman masyarakat dalam memanfaatkan peluang-peluang
yang ada. Sosiologi pembangunan juga berusaha untuk menjelaskan
berbagai dampak baik positif maupun negatif dari pembangunan
terhadap sosial budaya masyarakat. Berbagai introduksi baik yang
berupa teknologi dan nilai-nilai baru dalam proses pembangunan
tentu akan membawa dampak pada bangunan sosial yang sudah
ada sejak lama.

Teori pembangunan mengerucut pada dua buah teori besar,


yaitu teori modernisasi dan teori dependensi. Dua teori ini saling
bertolak belakang dan merupakan sebuah pertarungan paradigma
hingga saat ini. Teori modernisasi merupakan hasil dari keberhasilan
Amerika Serikat dalam membawa pembangunan ekonomi di negara-

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 473


Sosiologi Industri

negara eropa. Sedangkan kegagalan pembangunan di Afrika,


Amerika Latin dan Asia menjadi awal lahirnya teori dependensi21.

a. Teori Modernisasi

Teori Modernisasi berasal dari dua teori dasar yaitu teori


pendekatan psikologis dan teori pendekatan budaya. Teori
pendekatan psikologis menekankan bahwa pembangunan ekonomi
yang gagal pada negara berkembang disebabkan oleh mentalitas
masyarakatnya. Menurut teori ini, keberhasilan pambangunan
mensyaratkan adanya perubahan sikap mental penduduk negara
berkembang. Sedangkan teori pendekatan kebudayaan lebih melihat
kegagalan pembangunan pada negara berkembang disebabkan oleh
ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam masyarakatnya. Secara
garis besar teori modernisasi merupakan perpaduan antara
sosiologi, psikologi dan ekonomi.

Kritik terhadap teori modernisasi lahir seiring dengan


kegagalan pembangunan di negara dunia ketiga dan berkembang
menjadi sebuah teori baru yaitu teori dependensi mencoba
mengembangkan teori dependensi dan mengemukakan pendapat
bahwa keterbelakangan pada negara dunia ketiga justru disebabkan
oleh kontak dengan negara maju. Teori dependensi menjadi sebuah
perlawanan terhadap teori modernisasi yang menyatakan untuk
mencapai tahap kemajuan, sebuah negara berkembang harus
meniru teknologi dan budaya negara maju. Frank memberikan
kritiknya terhadap pendekatan-pendekatan yang menjadi rujukan
teori modernisasi, antara lain pendekatan indeks tipe ideal,
pendekatan difusionis dan pendekatan psikologis.

Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan


21 Dunia Ketiga.
Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama., hlm. 54.
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 474
Sosiologi Industri

b. Teori dependensi

Teori dependensi bertitik tolak dari pemikiran Marx tentang


kapitalisme dan konflik kelas. Marx mengungkapkan kegagalan
kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun
sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan
kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap sumberdaya dan
faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap kaum buruh yang
tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses
kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan
faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.

4. Eksploitas dialami oleh Negara dunia ketiga

Proses eksploitasi yang dilakukan oleh negara maju dapat


dijelaskan dalam tiga bagian, yaitu pedagang kapitalis, kolonialisme
dan neo-kolonialisme. Tahap awal yaitu masa pedagang kapitalis.
Negara-negara Eropa berusaha berusaha untuk mendapatkan
sumberdaya alam yang ada di negara dunia ketiga melalui kegiatan
perdagangan. Perdagangan ini berkembang dan pada prakteknya
merupakan suatu bentuk eksploitasi terhada sumberdaya negara
dunia ketiga. Pemanfaatan tenaga kerja yang murah yaitu sistem
perbudakan menjadikan para pedagang kolonial mampu meraup
keuntungan yang sangat besar. Eksploitasi terus berlanjut hingga
memunculkan ide adanya kolonialisme.

Asumsi yang berkembang di negara kapitalis adalah


peningkatan keuntungan serta kekuatan kontrol atas sumberdaya
yang ada di negara miskin. Seiring berakhirnya era kolonialisme
timbul sebuah era baru yang dikenal dengan neo-kolonialisme.
Penjajahan yang dilakukan oleh negara maju terhadap negara dunia
ketiga pada dasarnya masih tetap berlangsung dengan
Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 475
Sosiologi Industri

bermunculannya perusahaan multinasional. Negara dunia ketiga


menjadi salah satu sarana penyedia tenaga kerja murah dan sumber
daya alam yang melimpah, selain itu jumlah penduduk yang relatif
besar menjadi potensi pasar tersendiri. Ketiga tahap inilah yang
semakin memperpuruk kondisi negara dunia ketiga. 22

a. Perkembangan Pemikiran (Tentang Teori Pembangunan


Nasional)

Pembangunan masyarakat sebagai suatu proses dinamis


menuju keadaan sosial ekonomi yang lebih baik, atau yang lebih
modern. Untuk mencapai diperlukan perpaduan ilmu, seperti:
ekonomi, sosilogi, teologi dan antropologi. Dari pendekatan dan
analisa kritis tentang perkembangan ekonomi, maka harus didekati
dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang dimaksud, seperti ekonomi pembangunan,
sosiologi pembangunan, pembangunan politik, teknologi
pembangunan, administrasi pembanguan dan sebagainya.

Sebagai suatu proses, pembangunan nasional adalah


merupakan rangkaian perubahan majemuk dalam bidang politik,
sosial dan ekonomi. Di Indonesia sendiri, kelihatannya
pembangunan ekonomi sangat tergantung dengan kestabilan politik.
Hubungan antara ekonomi dan politik sangat dekat dan sangat sulit
dipisahkan, bahkan saling inter-dependen yang sangat kuat sekali.
Kalau diperhatikan dengan seksama, maka etika pembangunan tidak
dapat dipisahkan dari etika ekonomi dan etika politik. Untuk
pembangunan ekonomi biasanya syarat-syarat sosial politik sudah
terpenuhi terlebih dahulu. Ke duanya dapat dijalankan secara

Bakry, Suryadi Umar. 2015. Ekonomi Politik…., hlm. 225


22

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 476


Sosiologi Industri

simultan, apabila suatu bangsa sudah mencapai tingkat kematangan


tertentu dalam bidang sosial dan politik.
Dua frase ini sangat penting proses suatu pembangunan,
yaitu: “konsolidisasi politik” dan “rekonsiliasi ekonomi”. Yang
dimaksudkan dengan “konsolidasi politik” adalah kebersamaan
semua komponen politik, dengan menghargai perbedaan dan
kesamaan mereka masing-masing, dan bersama-sama membangun
negara Indonesia berdasarkan sistem demokrasi. Dalam hal ini tidak
mengenal mayoritas dan minoritas dalam berpolitik.

b. Pendekatan Pembanguan Bangsa (Sociocultural


Development)

Pengertian pembangunan bangsa agaknya telah mengalami


suatu perkembangan penting, baik dalam pengertian maupun ruang
lingkup. Dalam ruang lingkup tampak dua aspek permasalahan:
1) Pembangunan sosial budaya
Masalah kebudayaan sangat penting untuk diperhatikan.
Karena budaya telah mengalir dalam hidup masyarakat. Secara
antropologis manusia telah dibelenggu oleh adat istiadatnya.
Bahkan, kadang-kadang hal tersebut menjadi penghambat proses
pembangunan.
2) Pembangunan politik
Sering terjadi konflik antara kebudayaan dan modernisasi.
Hal lian yang perlu diperhatikan adalah agama. Agama dan
kebudayaan sering kali telah lebur dalam kehidupan manusia.
Sehingga sangat membedakan mana yang agama dan mana yang
kebudayaan. Karena eratnya hubungan pemabnguan politik dan
kebudayaan, maka berkembanglah aliran pemikiran dalam ilmu
politik yang disebut sebagai Kebudayaan Politik.

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 477


Sosiologi Industri

c. Pendekatan Pembangunan Ekonomi (Economic


Development)

Permikiran perkembangan teori pembangunan ekonomi


adalah sebagai berikut: Dasar aliran ini adalah individualisme. Setiap
produsen dan konsumen meredeka bertindak, pembentukan harga
didasarkan kepada hukum permintaan dan penawaran di pasar,
menjadi dasar pengambilan keputusan. Harga yang terbentuk atas
dasar mekanisme pasar tersebut, dengan sendirinya akan
mempengaruhi “produksi, alokasi, pendapatan dan konsumsi”.
Mekanisme pembentukan harga akan membawa segala
hubungan ekonomi secara otomatis ke jurusan persesuaian kepada
keadaan seimbang.

1) Mempelajari sejarah studi tentang perubahan

2) Mendiskusikan sifat tentang pendidikan perubahan

3) Mempresentasikan sebuah variasi struktur berpikir tentang


perubahan

4) Menjelaskan tiga prespektif rencana perubahan

5) Menghubungkan beberapa aspek tentang proses perubahan


kepada bukti-bukti dari perubahan yang direncanakan.

6) Proses dari Perubahan dan Penemuan Bukti

7) Perubahan berlangsung secara terus menerus

8) Perubahan menyebabkan kegelisahan dan ketidakpastian

9) Dukungan teknik dan psikologi sangat diperlukan

10) Belajar ketrampilan yang baru merupakan suatu perkembangan


dan kenaikan nilai-nilai sosial.

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 478


Sosiologi Industri

11) Hubungan antara organisasi pendidikan dan seseorang yang


menjadi agen pembaharu akan dapat dirasakan setelah terbukti
melalui proses perubahan. Setiap orang harus siap menjadi agen
pembaharuan untuk dirinya sendiri.

12) Perubahan yang membawa keberhasilan selalu melalui dorongan


dan dukungan.

Bab XII. Membangun Masyarakat Industri 479


Sosiologi Industri

BAB XIII
Proses Industrialisasi Dalam Perspektif
Ekonomi Politik

I ndustrialisasi merupakan tahap penting dalam usaha


negara-negara berkembang meningkatkan kemakmurannya,
termasuk juga mengatasi masalah-masalah pengangguran serta
meningkatkan produktivitas kerja sebagai salah satu penyebab
rendahnya pendapatan. Pada umumnya negara-negara berusaha
mengembangkan industri yang dapat menghasilkan dalam waktu
relative pendek serta dapat menghemat devisa. Karena itu,
pilihannya kerap kali jatuh pada usaha lebih dahulu mengembangkan
industri subtitusi impor. Hal ini dirasakan oleh hamper semua Negara
berkembang. Oleh karena itu, perkembangan tahap awal relatif
cepat, kemudian makin lambat tatkala periode mudah dan dilindungi
harus dilepaskan.
Ternyata hanya sedikit negara berkembang yang dapat
termasuk negara industri baru. Sesuai dengan misinya, maka sektor
industri mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian
nasional, terutama dalam kaitan dengan pemerataan kesempatan
berusaha dan perluasan lapangan kerja, sehingga dengan demikian
mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Hal ini disebabkan
bukan hanya karena perkembangannya yang pesat yang tercermin
dari persebarannya, akan tetapi juga dalam kemampuannya
memenuhi kebutuhan dalam negeri, peranannya yang cukup besar
dalam total ekspor non migas, menciptakan lapangan kerja baru
serta kontribusinya menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Indonesia, sebagai mata rantai negara berkembang juga tidak luput
terkena demam industrialisasi tersebut.

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 481


Sosiologi Industri

A. Industrialisasi Ekonomi Politik di Inggris

1. Industrialisasi pertama kali terjadi di Inggris

Negara tersebut adalah yang pertama kali lepas dari ‘Zaman


Kegelapan’ dari feodalisme, melalui pener apan ilmu pengetahuan
dan teknologi pada proses produksi ekonomi. Negara tersebut juga
yang pertama kali berhasil menerapkan sistem pabrik modern pada
tekstil, dengan menerapkan inovasi yang meningkatkan produksi
melalui mekanisasi, per tumbuhan teknologi tersebut membuat
pabrik-pabrik bisa memberikan upah yang lebih tinggi, dan menarik
pekerja yang semula bekerja di pertanian ke sektor industri domestik,
dan secara bertahap penggunaan teknologi juga diterapkan pada
industri-industri selain yang bergerak di bidang tekstil.1 .
Transformasi yang cepat di Inggris ini terjadi pada tahun
1760 – 1830, yang sering disebut sebagai Revolusi Industri yang
sesungguhnya. Revolusi industri terjadi pada awal abad 19, yang
biasa juga disebut sebagai Zaman Mesin. Sebelum terjadi revolusi
industri, semua barang diproduksi menggunakan tangan (secar a
manual), sehingga tempat pengolahan tidak terlalu besar dan
biasanya terletak dekat dengan r umah pemilik usaha. Meskipun
kuantitas produk yang dihasilkan relatif sedikit karena jumlah pekerja
yang sedikit, namun terjadi hubungan; ikatan emosional (baik
ataupun buruk) yang erat antara pekerja dengan pemilik usaha.
Pada masa ini, penemuan-penemuan baru yang penting
dalam sejarah banyak ditemukan. Pada masa Renaissance,
penggunaan bubuk mesiu meluas, mesin cetak ditemukan, dan
pengolahan berbagai bahan. Mesin tangan sederhana menjadi lebih
efisien. Pada tahun 1769, James Watt menemukan mesin uap, dan

1Cameron, Kim S & Robert E Quinn, 2006. Diagnosing & Changing


Organizational Culture, Revised Ed. San Francisco: Jossey-Bass.
Collins, hlm. 335.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 482
Sosiologi Industri

dengan adanya mesin ini daya mesin menjadi tidak tergantung


kepada pengoperasian langsung oleh tangan. Metode ini diterapkan
pada tempat kerja, dan terjadi peningkatan produksi barang. Dengan
peningkatan produksi, maka kegiatan perdagangan juga tumbuh,
yang diikuti dengan perpin dahan tempat usaha (pabr ik) ke lokasi
yang jauh dari rumah pemilik usaha, sehingga jarak antara pemilik
dan pekerja menjadi lebar.
Dengan adanya mesin yang digerakkan dengan ’tenaga
independen’ maka dimulailah suatu zaman; masa baru. Penemuan
mesin industri menimbulkan terjadinya ’demam’ perkembangan
kegiatan; kecepatan produksi menyerap per hatian di bidang
manajemen industri, dan pengulangan proses menggantikan
keaneka ragaman peker jaan tangan perorangan.
Setiap mesin mempunyai tugasnya sendiri, dan setiap
wanita, pria, atau bahkan anak-anak mempunyai mesinnya sendiri.
Pabrik-pabrik mengalami perluasan dan jumlah peker ja bertambah
banyak. Pabrik menjadi seperti magnet yang menarik semakin
banyak permukiman pekerja, sekolah, dan toko-toko disekitarnya.
Dengan adanya alat baru, jumlah pekerja mengalami peningkatan,
sehingga terjadilah apa yang disebut sebagai.
Produksi Masal yang memungkin kan seseorang memiliki
bar ang lebih banyak dibandin gkan sebelumnya, hal ini karena
jumlah produksi barang menjadi lebih banyak jika dibandingkan
jumlah yang diproduksi secara manual.

2. Pengelompokkan Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Perkembangan ekonomi secara kuantitatif adalah sama


seperti fenomena kualitatif. Menurut ekonom murni, kata
perkembangan ekonomi memiliki arti perubahan kuantitatif, dimana
hal ini berarti kenaikan signifikan pada tingkat pertumbuhan
pendapatan per kapita meski terdapat pertumbuhan populasi
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 483
Sosiologi Industri

penduduk, dan ada tenaga kerja ataupun in put lain yang


penggunaannya bergeser dari sektor pertanian ke sektor lain yang
memiliki produktifitas lebih tinggi. 2
Sedangkan menurut ahli ilmu sosial yang lebih tertarik pada
issue-issue yang lebih luas, perkembangan ekonomi berarti pada
perubahan sosial yang lebih kompleks, yang mungkin dilihat dari sisi
kualitatif, kondisi ini melibatkan transformasi ekonomi nasional
seperti perubahan pada hubungan antar individu, antar kelas,
kelompok-kelompok politik, dan teknologi maupun perubahan pada
institusi negara yang semula didominasi oleh sektor pertanian yang
kemudian bergeser pada pabrik-pabrik yang lebih modern.
Semenjak Inggris menemukan ‘modernisasi’, industrialisasi
telah memiliki arti sebagai transfor masi ekonomi nasional yang
hamper sama artinya dengan meniru pemikiran dari Inggris.3

3. Faktor-faktor yang memberikan kontribusi pada kejayaan


Inggris sebagai negara industri pertama

Meski sulit untuk menemukan satu faktor utama, maka akan


diprioritaskan pada beberapa variabel penjelas. Beberapa
pandangan ditekankan pada struktur sosial-politik Inggris sebagai
penyebab ‘tinggal landas’ utama negara ini, yaitu:4
a. Sebagian memfokuskan pada eksistensi tradisi Standestaat
(pembagian kekuasaan antara raja, bangsawan penguasa

2Kuznets, P. S. 1988. “Contributions to Economics” The Swedish


Journal of Economics. 73, , hlm. 451.
3Coleman, D.C. 1966. “Industrial Growth and Industrial Revolutions”

in E.M, Carus-Wilson. Essays in Economic History (volume 3).


London: Edward Arnold Publishers Ltd., hlm. 211.
4Vivin Retno Damayanthi, 2008. “Proses Industrialisasi Di Indonesia

Dalam Prespektif Ekonomi Politik” Journal of Indonesian Applied


Economics Vol. 2 No.1 Mei 2008, hlm. 70.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 484
Sosiologi Industri

wilayah, dan kota) yang dikombinasikan dengan rasionalisasi


hukum dan agama di Inggris.
b. Faktor-faktor ini melihat pada kegunaan dari kekuatan pemerintah
secara acak, yang melindungi kota yang membentuk pasar dan
rasionalitas ekonomi, yang pada akhirnya menuju pada
pembentukan hubungan ekonomi kapitalis (Chirot, 1985).
c. Pandangan lain melihat pada komersialisasi pertanian dan diikuti
dengan peningkatan kelompok Bor juis Liberal di Inggris, yang
menganut sistem yang sangat kontras dengan sistem feodal
sector pertanian sebelumnya. Juga ada pandangan yang melihat
dari sisi teknologi dan memberi penekanan pada ‘Kluster Inovasi’
(Deane, 1979).
d. Adanya beberapa penekanan dari pertumbuhan tiba-tiba pada
permintaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun,
belum satupun dari pendapat tersebut memberikan penjelasan
secara umum dan teoritis. Dimana dari pendapat-pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa Inggris bisa mencapainya
karena negara tersebut telah memiliki keadaan yang mendukung
dan sesuai dengan persyar atan untuk itu sebelum negar a lain
bisa mencapainya (Higgins, 1968).
Dengan mengumpulkan pandangan-pandangan yang
berbeda tersebut, mungkin yang bisa menjelaskan kesuksesan, dan
bagaimana pengalaman Inggris tersebut bisa menyebar secara luas
di seluruh dunia, adalah yang dikemukakan dan dikembangkan oleh
Adam Smith. Pada tahun 1776, Adam Smith mengemukakan
teorinya tentang kapitalisme Laissez-faire dalam bukunya yang
berjudul The Wealth Of Nation, dan masih berpengaruh pada saat
ini.
Jumlah pekerja meningkat dengan sangat cepat
dibandingkan jumlah pemilik usaha, yang melatar belakangi
pembentukan Serikat Pekerja, yang ber beda dengan per serikatan
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 485
Sosiologi Industri

tukang dan majikan yang terbentuk pada abad pertengahan. Inti dari
teori Smith pada industrialisasi adalah ide dimana peningkatan
produktifitas bergantung pada peningkatan spesialisasi jenis produk
ataupun kegunaan input-input tertentu.

4. Efek Pengelompokan Tenaga Kerja

Smith menyatakan bahwa efek dari pengelompokkan tenaga


kerja telah menghasilkan per baikan terbesar dan terbaik pada
produktifitas tenaga kerja. Dari penelitiannya terhadap pabrik
pembuat pin, Smith menemukan bahwa tiap pekerja yang memiliki
tugas tertentu yang spesifik pada proses pembuatan, pada akhirnya
menghasilkan produksi pin yang lebih banyak daripada seorang
pekerja yang menger jakan proses pembuatan pin secara
keseluruhan. Smith membagi kar akter isti produktifitas dari pekerja
yang tugasnya sudah dispesialisasikan pada tiga kondisi berikut: 5
1) Perbaikan kemampuan (misalnya, pekerja dapat berkonsentrasi
pada tugas tertentu dan hal ini akan meningkatkan
kemampuannya),
2) Penghematan waktu (yang biasanya banyak dihabiskan pada
perubahan prosedur dari pekerjaan satu ke pekerjaan lainnya),
3) Penggunaan mesin oleh pekerja, (Smith, 1776/1976).

5. Hubungan antara Pembagian Tugas Kerja dan Produktifitas

Pengelompokkan tenaga kerja berdasarkan jenis


pekerjaannya ini memberikan perbedaan besar jika dibandingkan
dengan masa sebelumnya. Pendapat Smith mengenai hubungan
antara pembagian tugas tenaga kerja dan produktifitas secara lebih
lanjut dijelaskan oleh Karl Marx. Marx menggunakan pendapat Smith
mengenai pembagian tugas dengan pendapat mengenai fungsi

5Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 72.


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 486
Sosiologi Industri

mesin. Untuk Marx, spesialisasi tugas pekerja manusia sangatlah


penting karena hal tersebut akan menuju pada pengenalan mesin
otomati syang hanya bisa digunakan pada proses tertentu.

Marx berpikir jika satu tugas dapat dianalisa pada tindakan


dasar; basisnya maka akan mungkin untuk membuat alat yang dapat
melakukan tindakan tersebut secara otomatis. Sebagai satu langkah
menuju proses in dustri secara mekanis, maka tahapantahapannya
harus terorganisir sehingga bisa tetap berjalan meski mener apkan
penggunaan mesin yang baru.

Bagi Smith dan Marx, penyebab tr ansformasi dari per tanian


yang feodal ke dunia industri yang kapitalis adalah penyebar an dari
pembagian ker ja secara spesifik yang meningkatkan produktifitas.
Lebih jauh, tanpa memasukkan perbedaan pada cara pandang
mereka dari segi politik, baik Smith maupun Marx percaya bahwa
perbaikan ekonomi akan membentuk institusi politik baru
berdasarkan persyaratan yang dibutuhkan oleh peningkatan
efisiensi. Disini kita melihat pandangan klasik dari Teori
Industrialisasi Secara Konvergen.

Inti dari teori ini adalah susunan institusi dari sebuah negara
yang memfokuskan pada per kembangan akan menjadi konvergen
secara perlahan-lahan, karena industrialisasi bergantung pada difusi
dari produksi teknologi, dan peranan kuat dari teknologi dalam
membentuk kemampuan, pembagian kerja tenaga kerja, dan struktur
kekuasaan.6

Prinsip dari penerapan secara universal terhadap semua


pihak dalam pasar ekonomi adalah adanya pembagian kerja,

6Lincoln, YS. 1994. Handbook of Qualitative Research. London:


SAGE Publications., hlm. 338.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 487
Sosiologi Industri

spesialisasi, dan teknologi, karena pihak-pihak tersebut mencari


efisiensi. Menurut pandangan konvergen, selanjutnya akan selalu
ada metode dan cara yang lebih baik dari metode-metode
maupuncar acara produksi sebelumnya. Lebih lanjut, teori ini
memprediksikan industrialisasi secara linier, dari kerajinan ke pabrik,
yang berujung pada produksi masal.

Selanjutnya teori ini berpendapat akan pentingnya dari


kemajuan masyarakat industri akan semakin mengurangi perbedaan
pada organisasi sosial antara pelaku industrialisasi lama dan baru,
yang memimpin difusi dari organisasi industri pada backward zones.

Sehingga, jika ada pertanyaan bagaimana negara yang


tertinggal dapat menyusul, maka jawabannya adalah ‘Duplikat’.
Sejauh ini telah ditunjukkan bahwa model kasar; awal dari
industrialisasi adalah evolusioner atau linier pada karakternya, dan
menitikberatkan pada ide bahwa tahap dari produksi pabrik berskala
besar adalah menggambarkan karakteristik dari industrialisasi.

B. Industrialisasi Ekonomi Politik Di Asia

Literatur mengenai industrialisasi di Asia, khususnya di Asia


Timur, banyak difokuskan pada hubungan antara kebijakan dan
outcomes ekonomi. Dari sudut pandang intelektual, sebagian besar
perdebatan terjadi antara penjelasan pasar neoklasik dan
perkembangan negara. Tujuan utama dari bagian ini adalah untuk
menghubungkan model tersebut dengan teori konfensional dari
industrialisasi yang telah dijelaskan diatas. Disini, akan digambar kan
bahwa dua pendekatan utama pada industrialisasi di Asia masih
terikat dengan paradigma industrialisasi di negara Barat.

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 488


Sosiologi Industri

1. Perspektif Atas Pasar

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memahami


Ekonomi Politik di Asia adalah dengan melihat pasar sebagai
penyebab utama perluasan perekonomian suatu negara atau
wilayah. Menurut pada teori ekonomi Neoklasik, pendekatan ini
memasukkan pasar sebagai alat yang paling efisien dan paling kuat
dari alokasi sumber daya untuk memaksimalkan produksi.
Keberhasilan dari kawasan Asia Timur menurut pendekatan in i
adalah bukti yang kuat atas prinsip pasar bebas. Dalam perspektif
teori ekonomi, pasar adalah salah satu mekanisme yang bisa
dijalankan oleh manusia dalam mengatasi problem ekonomi:
produksi, konsumsi dan distribusi.

Heilbroner (1972) menyebutkan: 7 pertama; alternatif selain


mekanisme pasar yang ada dalam sejarah per adaban adalah tradisi
(custom) dan ekonomi terpimpin (command economics). Keduanya
serta mekanisme pasar terbukti mampu mengatasi persoalan
konsumsi dan produksi. Tetapi masing-masing juga memiliki
kelemahan. Masalah dalam tradisi adalah ia bersifat statis dan
cenderung tidak adaptif terhadap tuntutan perubahan.

Ekonomi terpimpin dalam sejarah terbukti mampu


menciptakan kesejahteraan sekaligus kemajuan peradaban. Namun
ketika masyarakat menjadi semakin besar, sistem ini menghadapi
limitasi karena sumber daya yang dibutuhkan untuk
mempertahankan power juga makin besar. Mekanisme pasar
menawarkan solusi atas problem yang dih adapi oleh ekonomi
terpimpin. Mekanisme pasar tidak membutuhkan kekuasaan yang

7Heilbroner, L. Robert. 1972 Tokoh-Tokoh Besar Pemikir Ekonomi,


Jakarta: UI Press, hlm. 133.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 489
Sosiologi Industri

besar untuk menentukan apa yang harus dikonsumsi dan diproduksi.


Sebaliknya, tiap in dividu dibebaskan untuk memilih sendiri apa yang
ia butuhkan dan bagaimana memenuhinya. Selanjutnya, kata Adam
Smith, serahkan pada invisible hand, dan “dunia akan teratur dengan
sendirinya”.

Dasar dari keputusan para pelaku ekonomi adalah voluntary,


sehingga otoritas dan komando tidak lagi terlalu diperlukan. Biaya
untuk mempertahankan otoritas pun diminimalkan. Dari kacamata
ekonomi pasar, per anan pemerintah sebaiknya ditekan seminimal
mungkin. Pembenaran atas dibolehkannya pemerintah masuk
sebagai pelaku pasar (intervensi) hanyalah jika pasar ti dak dalam
keadaan sempurna, dalam arti ada kondisi-kondisi yang
menghalangi kompetisi yang adil terjadi.

Dalam buku teks, kondisi-kondisi tersebut dikenal dengan


istilah mar ket failure. Kondisi market failure antara lain: keberadaan
barang publik, eksternalit as (termasuk pencemaran dan kerusakan
lingkungan), infor masi yang tidak simetris, biaya transaksi, kepastian
institusional serta masalah dalam distribusi. Dalam bahasa yang
lebih singkat, masuknya pemerintah adalah untuk menjamin fairness;
keadilan. Sekalipun kondisi market failure terjadi, tetap ada sejumlah
pertimbangan apakah intervensi perlu dilakukan, yaitu kemungkinan
terjadinya government failure, yang jika terjadi akan menimbulkan
‘kerusakan’ lebih besar dibandingkan market failure,8

Teori Neoklasik menyatakan bahwa alasan mengapa


industri manufaktur di Asia Timur dapat tumbuh dengan cepat adalah

8Perdana, Ari A. 2001. “Peranan ‘Kepentingan’ Dalam Mekanisme


Pasar Dan Penentuan KebijakanEkonomi Indonesia”. Economics
Working Paper Series., hlm. 107.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 490
Sosiologi Industri

karena ekonomi mereka yang relatif bebas untuk melakukan distorsi


modal, tenaga kerja, teknologi, dan faktor-faktor lain yang
menentukan mekanisme pasar.

Secara spesifik, pandangan neoklasik mengatakan bahwa


pemerintah di negara-negara Asia Timur tidak seperti karakteristik
negara berkembang lainnya- tidak melakukan intervensi pada pasar,
ataupun jika ada intervensi adalah untuk mengoreksi pasar.
Sehingga negara-negara ter sebut melakukan industrialisasi dengan
menggunakan prinsip ‘Menerapkan Harga Yang Sesuai; Tepat’
(dimana penawaran dan permintaan yang menentukan besarnya
harga) dan secara tipikal menerapkan upah yang rendah untuk
memper oleh keuntungan kompar atif pada in dustri padat karya.
Hughes menyimpulkan posisi neoklasik sebagai berikut:

“…..Sekali barang publik digunakan untuk sarana koreksi, pasar


akan melakukan tugasnya sebagai alokasi sumberdaya dengan
baik.. . Yang telah dibuktikan di Asia Timur. .. yang merupakan
prinsip utama dari ekonomi neoklasik”9
Aliran neoklasik ber pendapat bahwa terdapat korelasi positif
antara kebijakan yang memprioritaskan ekspor dan pertumbuhan
yang cepat di kawasan ini. Menurut pandangan neoklasik,
perkembangan; pertumbuhan suatu negara akan lebih baik jika
menggunakan kebijakan yang export oriented jika dibandingkan
dengan menggunakan kebijakan substitusi impor, karena alasan-
alasan berikut: 10

a. Karena pertumbuhan diperoleh dari ekpansi dari produsen-


produsen yang efisien, perusahaan yang ber sain g pada pasar in

9Barnes RSK and Hughes RN. 1988. An Introduction to Marine


Ecology. 2 nd edition. Oxford: Balckwell Scientific., hlm. 351.
10Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 73.

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 491


Sosiologi Industri

ternasional akan lebih maju dibandingkan hanya berharap pada


proteksi pasar domestik (Kuznets, 1988).

b. Karena pasar ekpor lebih luas dibandingkan pasar domestik,


produsen-produsen di Negara berkembang dapat memperoleh
keuntungan pada skala ekonomi, dengan menggunakan fasilitas
industri menufaktur pada jumlah yang efisien (Kuznets, 1988;
Krueger, 1985).

c. Karena negara-negara terbelakang secara definisi memiliki


penawaran besar pada tenaga kerja yang ber kemampuan
minimum, strategi exportor iented menyebabkan negara-negara
tersebut menerima keuntungan dari pembagian tugas tenaga
kerja melalui pertukaran antara komoditas padat karya untuk
barang-barang padat modal (Krueger, 1985).

Pertumbuhan orientasi ekspor, berkembang sejak tahun ’60-


an merupakan titik balik bagi pertumbuhan secara cepat di banyak
negara. Penerapannya di suatu negara membutuhkan kebijakan
makroekonomi yang stabil, kebijakan tingkat pertukaran yang ralistis,
dan liberalisasi perdagangan yang selektif merupakan hal yang
menyebabkan negara mask dalam kompetisi pasar dunia-
merupakan tanda bagi perusahaan-perusahaan domestik akan
keuntungan relatif mereka dan mengijinkan mereka untuk
mengekploitasinya melalui kebijakan ekspor, industri-industri padat
karya seperti tekstil, sepatu, dan suku cadang elektronik, dll.

Penerapan kebijakan harga yang sesuai memberikan


pengaruh positif pada mekanisme kekuatan pasar. Yang
menghasilkan tingkat per tumbuhan sebesar dua digit pada tiga
dekade terakhir.

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 492


Sosiologi Industri

2. Kritik Terhadap Mekanisme Pasar

Ada dua kritik terhadap mekanisme pasar, Aliran neoklasik


diantaranya:11

a. Kebijakan yang berorientasi ekspor lebih berperan pada


perekonomian Negara dibandingkan kebijakan substitusi impor,
penganut pandangan neoklasik dari wilayah ini menghasilkan
asumsi yang sama yang diperkuat oleh para penulis aliran klasik
sebelumnya pada industriali sasi negara Barat. Penganut aliran
neoklasik mengulangi ide bahwa industrialisasi merupakan usaha
untuk memperoleh skala ekonomi melalui spesialisasi dan
pembagian tugas tenaga kerja.

b. Secara implisit pada Teori Neoklasik percaya bahwa terdapat


tahapan tertentu pada perkembangan yang tidak dapat dilewati
untuk tujuan akselerasi proses pertumbuhan. Menurut tradisi
pandangan ekonomi klasik dan neoklasik, mekanisme pasar
mengimplikasikan adanya persaingan terbuka antara pencari
keuntungan. Jika per saingan berlangsung terbuka, keuntungan
yang tiap pelaku secara individu hanya akan terjadi dalam tingkat
minimal. Sebaliknya, tanpa adanya per saingan, tiap-tiap individu
bisa memperoleh keuntun gan yang besar (supernormal profit)

Contohnya, Krause12 percaya bahwa pada tiap tahapan


industrialisasi pada kawasan ini memiliki tujuan: Tahap awal dari
industri padat karya yang berdasarkan surplus tenaga kerja sangat
diperlukan untuk mencapai full employment, yang menghasilkan
keuntungan sosial dalam distribusi pendapatan dan mengurangi

11Perdana, Ari A. 2001. “Peranan ‘Kepentingan …, hlm. 109..


12Krause, N. & Keith, V. 1989. “Gender Differences in Social Support
Among Older Adults . “Sex Roles”.21, (9/10), hlm. 621.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 493
Sosiologi Industri

kemiskinan. Tahap berikutnya ditandai dengan berkurangnya surplus


tenaga kerja, pelatihan pada pengusaha domestik, dan mengijinkan
mereka untuk mengumpulkan modal pribadi untuk meningkatkan
investasi dengan skala yang lebih besar.

Berdasarkan pemikiran Krause, bahwa Neoklasik digunakan


untuk mengasumsikan konfergensi; penggabungan pada aktivitas
ekonomi. Lebih jauh, pandangan neoklasik memprediksikan bahwa
industri modern kawasan ini tidak memiliki tempat bagi perusahaan
kecil, dan jalur pertumbuhan ada pada berkurangnya dukungan
terhadap perusahaan korporasi, yang ditandai spesialisasi dan
produksi masal.

Akan tetapi Barret dan Chen (1987), memprediksikan bahwa


‘institusi ekonomi, politik, dan sosial dari negara-negara yang
memiliki orientasi ekspor akan semakin mapan dan struktur
industrinya akan semakin berpadu dengan negara-negara maju’. 13

3. Developmental State Theories

Bukan hanya aliran neoklasik yang menerima ide


konfergensi ini. Teori negara maju (atau teori negara adidaya)
mengungkapkan teori lain dari konfergensi ini pada ka yanya dengan
pendapatnya mengenai ‘Industrialisasi Terkini’. Teori ini
dikembangkan dari neoklasik dengan mengutamakan Lat
Industrialization sebagai paradigma baru, dengan artian pada oper
asional dari mekanisme pasar dan peranan dari pemerintah negara.

Dalam proses pembuatan pandangan tersebut, mereka


banyak mengadopsi pandangan dari Alexander Gerschenkron yang

13Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 74.


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 494
Sosiologi Industri

meneliti usaha negara-negara untuk mengejar ketertinggalannya;


catching up sebagai proses revolusioner yang eruptif.

Gershenkron tidak setuju terhadap adanya pandangan


bahwa ‘proses industrialisasi terulang dari negara satu ke negara lain
melalui alur Pentametric dan mendemonstrasikan kebalikannya,
bagaimana pendatang baru seperti Jerman dan Rusia berbeda
secara fundamental berbeda dari generasi pertama negara-negara
industri, berdasarkan intensitas usaha catching up, Gershenkron
mengemukakan logika berikut: 14

a. Negara industri baru, secara definisi kekurangan beberapa


elemen kunci; syarat-syarat tertentu yang dikarakterisasikan oleh
negara in dustri pertama (syar at tersebut adalah in stitusi
kapitalis seperti borjuis endogen, pasar bebas, kewirausahaan,
dll).

b. Negara industri baru, bagaimanapun, dapat memperbaiki posisi


mereka atau memberi kompensasi untuk syarat yang kurang
tersebut melalui adaptasi politik dan institusi. Metode atas
kompensasi ini dapat berbeda-beda, tergantung dari negara yang
bersangkutan, terutama tergantung pada variabel eksogen
‘waktu’ penerapan proses in dustrialisasi.

c. Semakin terbelakang perekonomian sebuah negara, semakin


besar peranan pemerintah dalam proses in dustrialisasi, melaui
faktor institusi yang didesain untuk meningkatkan supply modal
pada industri yang dikembangkan, sebagai tambahan, adalah
mengurangi desentralisasi dan informasi yang lebih baik sebagai
aturan kewirausahaan.

14Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm 74,


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 495
Sosiologi Industri

Singkatnya, semakin lambat waktu perkembangannya,


semua hal akan menjadi sama, maka peranan dari negara dalam
mengatur perekonomian akan semakin besar.

4. Kritik Terhadap Developmental State Theories

Developmental State Theories dan Gerschenkeron ber hasil


menunjukkan bahwa Negara industri baru tidak hanya sebagai
perluasan dari kapitalisme negara, dan terdapat lebih dari satu cara
untuk berkembang. Sebagai faktanya, apa yang membuat teori ini
meyakinkan dan menarik adalah adanya implikasi bahwa pendatang
baru yang menerapkan politik industrialisasi yang tepat (atau jika
mereka merencanakannya secara rasional), dapat memperoleh
keuntungan dari keterlambatan tersebut karena negara mampu
untuk mengatur strategi in dustrialisasin ya dan tidak sebagai obyek
dalam ekonomi dunia melainkan melalui kapasitas dan struktur
domestik negara tersebut.15

Dan negara pendatang baru dapat belajar dari pengalaman


pendahulunya dan mengadopsi bentuk produksi yang paling efisien
dan modern. Amsden juga menunjukkan bahwa negara industri baru
melalui stigma learning by doing, dapat menciptakan ‘institusi
modern’ seperti in tervensi pemerintah, dan in dustrialisasi skala
besar 16.

Namun, gambaran dari negara yang mengisi kebijakan


perkembangan jangka panjang menimbulkan beber apa pertanyaan.
Per tama, literatur menganggap negara sebagai agen ekonomi

15Haggard, Stephan and Beth A. Simmons 1986. “Theories of


International Regimes.” International Organization 41, no 3.
(Summer 1986), hlm. 201
16Amsden, A, 1989. Asia's Next Giant: South Korea dan Late

Industrialization. London: Oxford University Press., hlm. 229.


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 496
Sosiologi Industri

dengan mengasumsikan bahwa fungsi dari negara-negara di


kawasan Asia Timur adalah untuk membuat pilihan-pilihan kebijakan
strategis yang ditujukan untuk proses industriali sasi. Dengan
bertindak demikian, developmental state theor ies ditujukan untuk
menghubungkan cara kerja rasionalitas di negara dengan jenis
rasionalitas yang dilakukan pada organisasi swasta pada hubungan
dalam pasar.

Untuk organisasi swasta yang ber oper asi dalam pasar


(misalnya perusahaan bisnis), kriteria untuk efisiensi ditunjukkan oleh
keuntungan dan pendapatan marjinal. Bagaimanapun, pada kasus
sebuah negara, memiliki kriteria efisiensi yaitu: 17

a. Rasional pada hubungan pasar tidak terjadi, sehingga akan sulit


untuk menjelaskan arti dari clearcut pada efisiensi. Dengan
mengalihkan peranan pemerintah pada pelaku ekonomi.
Developmental state theories hanya dapat diterapkan pada
analisa tertentu yang ingin mengetahui mengapa negara dapat
membuat ver sinya sendiri tentang “rencana rasionalisasi”.
Singkatnya, teori ini hampir sama dengan teori neoklasik,
menganggap Negara sebagai agen non politik. Kondisi ini
menjadi dasar dari kritik berikutnya.

b. Pada teori ini politik digunakan sebagai alat yang digunakan


negara industri baru untuk mener apkan spesialisasi. Menurut
teori ini, negara berperan dalam merencanakan dan
mengkoordinasikan aktifitas ekonomi karena pasar kompetitif
masih belum berkembang pada Negara industri baru ini, disini

17Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 75


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 497
Sosiologi Industri

politik menjadi bagian dari kebijakan, dan politik diperlakukan


sebagai faktor eksternal.

Dengan kata lain, teori ini melihat politik sebagai alat untuk
mempercepat proses industrialisasi, yang pada akhirnya dapat dilihat
melalui keberadaan kondisi berikut: industrialisasi berskala besar
dengan keberadaan intervensi pemerintah.

C. Eksistensi Politik Pada Industrialisasi

Pada bagian ini, akan digambarkan bagaimana


industrialisasi dipahami sebagai proses politik yang esensial, dimana
pada bagian ini akan dijelaskan mengenai sebuah Struktur Industri.

1. Industrial Order

Industrial Order adalah kumpulan dari ide, sistem, peraturan;


undang-undang, dan institusi yang mengatur serta menentukan
outline dari cara-cara yang digunakan untuk memproduksi barang,
dan administrasinya (Herrigel, 1996). Sering diciptakan ketika terjadi
gangguan pada organisasi dan terjadi strategi yang ambigu dari
formasi industri. Industrial Order berisi aturan dasar untuk cara
transaksi yang dapat diterapkan yang akan memberikan peningkatan
pada mekanisme perusahaan dan pemerintah, seperti pasar dan hir
arkhi. Singkatnya, industrial order adalah pola pikir yang disusun
secara politik dan sosial yang menciptakan latar belakang yang
berisi daftar spesifik yang muncul dari mekanisme pemerintahan
(pasar, hirarkhi, atau jaringan),18

Industrialisasi tidak bisa secara sederhana dianalisa sebagai


usaha untuk meraih efisiensi. Dengan adanya halangan berupa

Herrigel G. 1996. Industrial Constructions. Cambridge, Eng:


18

Cambridge Univ. Press., hlm. 194.


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 498
Sosiologi Industri

endowment, maka proses tersebut bisa menjadi proses produksi


atau proses sosial. Hal seperti itu terjadi dalam Pandangan
Neoklasik. Selain itu, perkembangan ekonomi melalui industriali sasi
adalah issue sosial politik yang didalamnya terdapat konflik dan
kompromi, juga dominasi dan subordinasi dari kekuatan yang
berbeda baik didalam maupun diluar aparatur negara. Ini merupakan
proses dari usaha oleh pihak-pihak yang terlibat, apakah mereka
adalah sebuah negara atau wilayah bagian, perusahaan, atauh
bahkan pekerja yang menyusun sekumpulan solusi untuk
menyelesaikan masalah yang harus dihadapi oleh lingkungan
industri mereka.

Piore dan Sabel, (1984), memandang, jika perkembangan


terjadi secara singkat; cepat, maka issue itu disebut sebagai Alokasi
Industri, dan hasil atau hubungan instit usional disebut Industrial
Order.19

Sekali industrial order dibuat, maka struktur dasar dari


‘order’ ini berarti kestabilan atau telah terinstitusionalisasi melalui
kepentingan dan ide-ide yang membantu menjaga reproduksinya.
Hampir sama dengan konsep Gramscian pada hegemoni dimana
ideologi yang mendominasi pada beberapa nilai adalah tidak dapat
dipertanyakan dan diterima sebagai pandangan umum, maka sekali
ideology industrialisasi mendominasi, maka akan menjadi sebuah
paradigma atau pandangan baru dari efisiensi produktifitas,
kumpulan ide, dan sistem bisa menjadi yang paling benar; baik
dimana persaingan ide menjadi tidak mungkin. Keberadaan dari
jenis-jenis pabr ik yang berbeda adalah contoh yang baik.

Piore M.J. and Sabel CF. 1984. The Second Industrial Divide. New
19

York: Basic Book., hlm. 334.


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 499
Sosiologi Industri

Bahkan saat ini, industri pra pabrik; prefactory (konstruksi,


pertanian, dll) masih banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
dibayar dan pekerja dari anggota keluarga itu sendiri yang
memegang peranan besar, dibandingkan dengan industri yang ada
setelah revolusi industri (menggunakan mesin) dimana otoritas lebih
bertingkat-tingkat (secara hirarkhi), non personal, dan membutuhkan
birokrasi.

Menurut Stinchcomb (1968), 20 organisasi pada pabrik yang


dibentuk pada satu masa struktur sosialnya akan ber beda secara
tipikal dengan yang terbentuk di masa yang lain, karena organisasi
tersebut harus memiliki dasar utama pada tujuannya dengan alat;
sarana yang dikembangkan pada waktu tersebut.

Herrigel, (1996), 21 memandang, bahwa sekali organisasi


terbentuk, mereka akan menjaga strukturnya, bukan karena mereka
yang paling efisien secara ekonomi, namun mungkin karena mereka
tetap merupakan bentuk yang efisien untuk mencapai tujuan yang
ditentukan dan sesuai dengan ideologi yang digunakan untuk
menjaga reproduksi dan strukturnya. Industrial order pada arti ini
adalah sejenis penger tian secara konstitusional pada lingkup
produksi. Pendekatan Institusional

Akhir-akhir ini, pandangan dari ahli institusional baru,


mengkombinasikan variabel perkembangan teknologi, negara, pasar,
dan budaya untuk menggambarkan prinsip organisasi sebuah

20Arthur L. Stinchcombe, 1968. Constructing Social Theories. New


York: Harcourt Brace and. World, hlm. 523.
21Herrigel G. 1996. Industrial Constructions. Cambridge, Eng:
Cambridge Univ. Press., hlm. 194.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 500
Sosiologi Industri

kelompok bisnis.22 Ide dasarnya adalah bahwa organisasi


menggambarkan isomorphism pada lingkungan institusi. Yaitu,
organisasi akan memiliki struktur yang semakin sama pada saat
mereka bereaksi pada aturan dan tekanan normatif dari institusi,
atau mereka akan meniru struktur yang digunakan oleh organisasi
yang berhasil menghadapi masalah tersebut. Adapun, bebarapa
masalah pada analisa institusi ini, antara lain: 23

a. Pendekatan yang digunakan berdasarkan nilai, yang


mengharuskan adanya pengukuran secara spesifik yang sama
seperti analisa masalah. Jelasnya, institusi dan nilai yang
disebutkan diatas bisa merupakan komponen utama yang
memperngaruhi budaya; kultur bisnis di sebuah negara.
Masalahnya, institusi dan nilai tersebut mungkin akan sama pada
tiap negara. Contohnya, orang dapat dengan mudah ber
pendapat bahwa sistem manejerial Amerika juga mempengaruhi
sistim bisnis Taiwan, sementara keinginan untuk menjadi
pemimpin bisnis keluarga sangat kuat sama seperti yang terjadi
di Korea. Untuk menghitung tingkat pengaruh faktor budaya
sangatlah sulit.

b. Pendekatan ini adalah perlakuan pada budaya sebagai


determinan bebas dari kebiasaan. Jika nilai tertentu memili ki
hubungan dengan organisasi yang berbeda, maka salah satunya
membutuhkan penjelasan atas sumber dari nilai-nilai tersebut.
Apakah kelompok bisnis akan menerapkan tindakan yang

22Hamilton, Gary G., and Nicole Woosley Biggart. 1988. "Market,


Culture, and Authority: A Comparative Analysis of Management
and Organization in the Far East." American Journal of Sociology
94 (Supplement):S52-S94., hlm. 255.
23Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 76

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 501


Sosiologi Industri

diusulkan atau tidak, tergantung pada seberapa besar hambatan


pada situasi ekonomi politik. Terakhir, pendekatan ini berkaitan
dengan banyak variabel. Lincoln, 1990 ber pendapat bahwa teori
ini secara unik berhubungan dengan prinsip akuntansi kar ena
teori ini memberi perhatian secara eksplisit pada peranan dari
budaya, ukum, dan pengaruh politik dalam penyusunan strategi
dan bentuk organisasi.

2. Politik Sebagai Variabel Bebas

a. Diluar Voluntarisme
Pandangan bahwa negara ‘membentuk’ sektor swasta,
bukanlah hal baru. Faktanya, pandangan ini ada pada inti dari
developmental state theories (Gold, 1986). Dalam literatur tersebut
secara implisit terdapat pendapat voluntaristic yang berpendapat
bahwa industrialisasi pada sebuah negara tergantung pada
keputusan pemerintah, dengan tetap mempertanyakan apakah
Negara menganalisa konteks politik dimana negara melaksanakan
fungsinya. Beberapa voluntarisme secara erat berkaitan dengan
konsep sebuah negar a yang diekspresikan oleh visi sebuah negara.

Teori ini telah mengurangi peranan pemerintah dengan


menjadikannya pelaku ekonomi, dan menganalisa kebijakan
pemerintah dengan kriter ia tunggal ber upa efisiensi yang maksimal
pada produksi barang dan jasa untuk pasar dan masyarakat. Kita
tahu bahwa efisiensi tidak pernah menjadi satu-satunya faktor yang
dipertimbangkan dalam kebijakan suatu negara.

Untuk hal itu, Rueschemeyer, berpendapat bahwa efisiensi


adalah konsep yang tidak berarti, kecuali ada nilai sepesifik dari apa
yang diperoleh dan apa yang dikorbankan. Hal ini merupakan
struktur preferensi individu kebutuhan dan keinginan mereka yang
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 502
Sosiologi Industri

disusun berdasarkan prioritas- yang menentukan nilai perolehan dan


kehilangan (gain and losses), dimana struktur tersebut sangat
bermacam-macam, tidak hanya lintas budaya namun juga lintas
kelompok dan kelas secara antagonis terlibat dalam proyek yang
sama pada produksi dan kehidupan sosial. Apa yang efisien menurut
satu kriteria, adalah inefisien bagi kriteria lain.

Jika semua orang menerima pandangan bahwa intervensi


pemerintah pada ekonomi seluruhnya tidak berdasarkan pada
kalkulasi secara rasional dari apa yang berguna bagi sistem secara
keseluruhan, maka pertanyaannya adalah apa yang menjadi motif
dari kontribusi tersebut. Dimana, keinginan dan reaksi dari penguasa
harus dimulai dengan menganalisa kebijakan ekonomi negara. Yang
mana sebagian besar penguasa melakukan intervensi perekonomian
untuk alasan politik tertentu.

Pendapat diatas berdasarkan asumsi yang masuk akal,


bahwa pemimpin politik tidak akan membuat pilihan yang
menyebabkan terjadinya kondisi yang lebih jelek dari status quo,
dimana sebagian besar intervensi dilakukan untuk mengatasi
masalah ketidak pastian politik yang dihadapi oleh rezim tersebut.

b. Krisis Politik dan Pilihan Strategi


Hirscman, 1963 menyatakan, hanya saat terjadi krisis politik,
pemerintah mau memperhatikan masalah-masalah berikut:
perubahan dari kondisi rendahnya pengetahuan, kurang motivasi,
dan kurangnya perhatian. Periode krisis politik akan menghasilkan
pola perubahan tertentu, yang mirip dengan konsep masa-masa
penting sebuah pemerin tahan; critical juncture. Masa-masa tersebut
merupakan per iode terjadinya per ubahan signifikan yang secara
tipikal dialami dengan cara yang berbeda pada masing-masing
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 503
Sosiologi Industri

negara dan menghasilkan kultur yang berbeda pula. Ini merupakan


periode ketika aturan yang ada terkait dengan kegagalan pemerintah
sehingga mungkin terjadi perubahan institusi. Masa tersebut juga
dapat disebut dalam pandangan pemerintah sebagai ketidak pastian
yang tinggi (Silberman, 1993), didefinisikan disini sebagai kondisi
dimana seseorang; pemerintah tidak bisa memastikan kemungkinan
dari suatu peristiwa, sehingga tidak bisa mengambil langkah untuk
menghadapi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh masalah
tersebut (North, 1990).

Yang jadi persoalan, kapan pemerintah mengalami periode


tersebut? Selain perbedaan pada obyek penekanan, ahli sosial
setuju bahwa pemimpin negara mengalaminya pada saat terjadi
krisis kepemimpinan. Pertanyaan mengapa rezim tersebut harus
berkuasa, merupakan pertanyaan yang paling sering ditanyakan
kepada pemerintah.

Pada kondisi ini kepemimpinan yang baru akan menyatakan


bahwa rezim sebelumnya gagal atau inefisien dan berusaha untuk
menciptakan peraturan baru. Seperti pada proses legitimasi, dan dari
pandangan pemimpin politik, prosesnya termasuk pembuatan pilihan
strategis dimana mereka percaya akan mengurangi kondisi ketidak
pastian politik.

3. Sistem politik yang Ideal

Untuk memperoleh dan menjaga kekuasaan, sistem politik


harus menciptakan dan menjaga kepercayaan bahwa institusi politik
yang ada saat ini adalah yang terbaik bagi masyarakat. Ada dua
metode dimana kondisi ini bisa tercapai, yaitu: 24

24Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 77-8


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 504
Sosiologi Industri

a. Institusi legacies

Dengan cara institusional, kekuasaan ditekankan pada proses


perolehan kekuasaan yang dipeoleh melalui institusi yang ada, yang
dapat diterima dan sesuai. Keuntungan dari cara ini diturunkan dari
adanya fakta bahwa kekuasaan sangat terkait dengan aturan yang
berlaku, dimana penguasa dengan bebas menentukan siapa saja
yang duduk dan berperan dalam poli tik dan tujuan apa yang akan
dicapai melalui aturan pemilihan umum.

b. Instrumental legacies

Selain besarnya pengaruh dari kekuasaan institusi, dua


kondisi tersebut membuat pilihan ini menjadi tameng pada masa
ketidakpastian politik. Dibawah ketidakpastian politik, pemimpin yang
baru tidak memiliki institusi; lembaga yang menjadi ‘pegangan’
karena mereka memperoleh kekuasaan dengan menyatakan bahwa
rezim sebelumnya tidak efisien dan mereka juga dibatasi oleh
rasionalitas.

Akan tetapi, jika pimpinan politik menganut aliran neoklasik,


dimana semua pelakunya adalah rasional dan ber orientasi pada
masa mendatang, maka mereka dapat mengumpulkan dengan
mudah informasi yang relefan mengenai kondisi yang mungkin
terjadi, untuk menentukan keputusan.

Bagaimanapun, dalam kenyataannya cara tersebut


membutuhkan biaya mahal, informasi selalu tidak lengkap dan
pembuat keputusan tidak bisa memperolehnya, dan tidak mampu
untuk mengevaluasi informasi yang ada. Sehingga rasionalitas

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 505


Sosiologi Industri

pengambilan keputusan sering dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti


ilmu pengetahuan, kemampuan individu, nilai, dan persepsi.25.

Pada masa ini, keputusan akan sering terhambat oleh waktu


yang tidak tepat. Lebih lanjut, pengambil keputisan jarang memiliki
kejelasan, konsistensi, ataupun tujuan tetap pada jangka panjang.
Satu-satunya yang biasa terjadi pada kepemimpinan baru adalah
terbentuknya ideologi tentang bagaimana kondisi yang seharusnya
terjadi di masa mendatang.

Karena kekuasaan istitusional tidak bisa diperoleh dengan


mudah, maka penguasa baru akan lebih memilih pilihan kedua, yaitu
instrumental legitimacy atau bukti efektifitas. Lain dengan legitimasi
instit usi, legitimasi ini tidak membutuhkan campur tangan langsung
dengan menggunakan hokum atau perintah politik secara absolut.
Menurut Goldstein. (1988), sebagai gantinya hal ini membutuhkan
persetujuan, seperti yang ditekankan oleh Jackman, 1993 bahwa
berbagai macam simbol dapat digunakan pada prosesnya. Relatif
bebas dari hasil yang spesifik, legitimasi ini berperan sebagai subyek
dari dukungan atas dampak yang terjadi, meski membutuhkan waktu
yang lama dan menggunakan stigma tertentu, cara tersebut dapat
berkembang menjadi kekuasaan secara institusi.26

Legitimasi ini dapat diperoleh melalui perbaikan performa


makro ekonomi (seperti pertumbuhan ekonomi atau stabilitas).

25Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi


Untuk. Bertindak. Jakarta:The British Council , hlm. 175.
26Otsuka, Misuzu, Stephen Thomsen, and Andrea Goldstein. 1988

Improving Indonesia's Investment Climate. Investment Insights.


Paris: OECD, hlm. 228.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 506
Sosiologi Industri

Kondisi ini secara kolektif, tak terpisahkan, dan dialami oleh seluruh
masyarakat. Bagaimanapun ada trik pada tipe ini, yaitu: 27

a. Membutuhkan dukungan secara konstan melalui hasil yang nyata


yang merupakan subyek untuk pada diminishing return. Sekali
dilakukan, performa sebelumnya dibutuhkan untuk pengambil an
keputusan dan per forma yang lebih baik dibutuhkan pada tingkat
yang sama dari efek kekuasaan tersebut.

b. Kondisi ini akan membuat para pemimpin enggan untuk


menemukan kebijakan alternatif jika mereka telah memperoleh
formula yang bisa digunakan.

c. Pada saat ketidakpastian politik menyebabkan suksesi


kepemimpinan, para pemimpin yang dibatasi oleh rasionalitas,
akan memilih strategi yang memiliki tujuan untuk mengurangi
ketidakpastian politik tersebut.

Pemilihan strategi ini dipilih untuk melegitimasi


ketidakpastian dalam jangka pendek tersebut. Bagaimanapun,
keputusan tersebut menetapkan arah pada perubahan tertentu,
dimana pada jangka panjang menghasilkan konsekuensi; dampak
yang tidak direncanakan.

D. Industrialisasi Indonesia antara Cita dan Fakta

1. Industrialisasi Indonesia
Semenjak pembangunan ekonomi dimulai secara terencana
mulai tahun 1969, Indonesia mulai menggunakan pendekatan
strategi Industrialisasi.28 Citacita industrialisasi nasional adalah

27Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 78


Ahmad Erani Yustika. 2009. Ekonomi Politik. Yogyakarta: Pustaka
28

Pelajar, hlm. 55.


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 507
Sosiologi Industri

menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat, dalam pengertian;


kebutuhan barang dan jasa tercukupi, masyarakat punya daya beli,
kar ena penghasilan yang layak disertai produktivitas tinggi, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang maju secara adil dan
merata. Berdiri sejajar dengan itu, industriali sasi juga bermakna
membangun ketahanan ekonomi nasional, sehingga kedaulatan
sebagai negara-bangsa nyata terwujud.
Gagasan industrialisasi nasional sebagai jawaban alternatif
patut mendapat sambutan. Jawaban ini, tentu saja, menyertakan
perubahan pada dimensi sosial lain seperti pada bidang politik,
sosialbudaya, birokrasi, pertahanan-keamanan, lingkungan hidup,dll.
Karenanya, akan sangat penting untuk mengetahui bagaimanakah
proses industrialisasi di Indonesia terjadi melalui perspektif ekonomi
politik.
2. Industrialisasi Menurut Pandangan Konvensional
Tujuan dari bagian ini adalah untuk menggambarkan
bagaimana konsep industrialisasi bisa berkembang, dan diterapkan
oleh sebagian besar negara di dunia. Dimulai dari pengalaman
negaranegara ‘Barat’ dan kemudian diterapkan pada per ekonomian
Asia. Bagian ini dimulai dengan menjelaskan apa yang disebut
dengan ‘universalist trajectory’ atau cara-cara industrialisasi bisa
tersebar ke seluruh dunia, melalui dua mitos yang mendukung
pandangan ini, yaitu: 29
a. Konsep Spesialisasi
Spesialisasi merupakan konsep dimana satu individu hanya
melakukan spesialisasi dengan salah satu produk saja. Dari masa
kemasa konsep speialisasi tidak pernah ditinggalkan, dan terus

Ahmad Erani Yustika. 2009. Ekonomi Politik……., hlm. 55. 57


29

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 508


Sosiologi Industri

berkembang sampai saat ini. Hal ini terjadi karena masih relevannya
konsep spesialisasi ini untuk memenuhi kebutuhan berbagai individu
yang ada dalam perekonomian diduania ini. Spesialisasi adalah
metode produksi di mana bisnis, wilayah, atau ekonomi berfokus
untuk menghasilkan produk barang atau jasa dalam lingkup terbatas,
untuk mendapatkan tingkat efisiensi produktif yang lebih besar.30
Banyak negara mengkhususkan dalam menghasilkan
barang dan jasa yang “alamiah” berdasarkan lokasi mereka di dunia,
kemudian mereka akan melakukan perdagangan untuk barang dan
jasa yang lain. Di mana ada spesialisasi, sudah seharusnya ada
perdagangan, dan pasar adalah institusi di mana perdagangan
terjadi.31
Spesialisasi sempurna terjadi ketika setiap individu,
perusahaan, atau negara, hanya memproduksi produk yang memiliki
keunggulan komparatif, dan bergantung dengan perdagangan untuk
mendapatkan produk lain yang mereka butuhkan.32
Spesialisasi dalam ekonomi adalah suatu bentuk pembagian
tenaga kerja di mana individu atau perusahaan memusatkan usaha-
usaha produktif mereka pada sebuah kegiatan atau sejumlah
kegiatan-kegiatan yang terbatas. Misalnya dokter spesialis anak atau
Ford yang menjadi spesialis di bidang industri otomotif.
Spesialisasi merupakan urat nadi dalam sistem
perekonomian bebas, dimana menurut kaum klasik peran swasta

30
Case et al., 2011, “Scarcity, Choice, and Opportunity Cost,”
Principles of Economics, 10th edition, Boston, MA.Prentice Hall,
31 Mankiw, N. G., 2014, “Comparative advantage: the Driving Force

of Specialization,” Journal: Principles of Economics, 7th edition,


Cengage Learning, Stamford, CT., hlm. 118
32Acemoglu et al., 2015, “The Basis for Trade: Comparative

Advantage,” Journal: Microeconomics, U.S: Pearson Education,


Inc., hlm. 332.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 509
Sosiologi Industri

sangat dominan sampai saat ini. Spesialisasi sendiri mengalami


evolusi dari masa kemasa seperti yang kita lihat dalam berbagai
konsep klasik, teori marx sampai kelembagaan.
David Ricardo, seorang ekonom klasik abad ke-19 ke-18
dan awal, berpendapat untuk spesialisasi berdasarkan keuntungan
komparatif, yang membantu menentukan apakah itu lebih
bermanfaat bagi negeri menghasilkan baik atau impor itu.
Anggaplah, misalnya, bahwa Amerika Serikat memproduksi pakaian
dan komputer lebih murah dari India. Sementara Amerika Serikat
akan muncul untuk memiliki keuntungan mutlak, tidak mungkin
memiliki keunggulan komparatif, yang mengukur kemampuan untuk
memproduksi dalam hal biaya kesempatan.
Karena sumber daya produksi terbatas, biaya kesempatan
dari memproduksi komputer berarti pakaian dibuat lebih sedikit.
Dibandingkan dengan apa yang harus dikorbankan, negara harus
mengkhususkan diri dalam memproduksi yang baik di mana ia
memiliki keuntungan komparatif, sementara mengimpor produk
lainnya.
Sebenarnya berbagai konsep ekonomi yang ditawarkan
tidak pernah meninggalkan konsep spesialisasi. Bahkan di teori marx
yang menentang teori klasikpun sebenarnya tidak pernah
melepaskan spesialisasi dalam teorinya. Hal ini dikarenakan
sebenarnya kebutuhan dari manusia tidak bisa dipenuhi hanya
dengan usaha per individu saja. Sangat diperlukan spesialisasi
dalam pemenuhan kebutuhannya.
Walaupun berbeda dalam system ekonomi yang dipakai,
tetapi konsep spesialisasi sebenarnya tetap ada. Perbedaannya
hanya terletak pada pendekatan yang dipakai. Oleh sebab itu

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 510


Sosiologi Industri

spesialisasi masih terus berkembang dan ada dalam berbagai


Negara yang menganut sisten liberal maupun system sosialis.
Banyak kelebihan dari adanya speialisasi dalam system
ekonomi, antara lain tesedianya berbagai kebutuhan barang maupun
jasa untuk memenuhi kebutuhan individu, terjadinya efisiensi dalam
produksi dan lain sebagainya.
Disamping kelebihan dalam spesialisasi juga terdapat
beberapa kelemahan antara lain perilaku konsumsi individu yang
dipengaruhi oleh prestise dan hal itu menybabkan moral hazard
dalam penentuan harga pada efisiensi yang pola harganya
seharusnya semakin menurun, tetapi kenyataannya malah harganya
semakin meningkat berdasarkan branded.
b. Konfergensi; Penggabungan
Dalam ilmu ekonomi, teori konvergensi menyatakan bahwa
tingkat kemakmuran yang dialami oleh negara-negara maju dan
negara-negara berkembang pada suatu saat akan konvergen
(bertemu di satu titik). Ilmu ekonomi juga menyebutkan bahwa akan
terjadi catching up effect, yaitu ketika negara-negara berkembang
berhasil mengejar negara-negara maju. Ini didasarkan asumsi bahwa
negara-negara maju akan mengalami kondisi steady state, yaitu
negara yang tingkat pendapatannya tidak dapat meningkat lagi.
Konsep konvergensi berkembang pada dekade 1950-an
yang merupakan implikasi dari teori pertumbuhan dalam
pembangunan ekonomi yaitu teori pertumbuhan neoklasik. Dalam
model pertumbuhan neoklasik, tingkat pertumbuhan per kapita
cenderung berbanding terbalik dengan tingkat pendapatan per
kapita. Terutama, jika perekonomian memiliki kesamaan dalam hal
preferensi dan teknologi, maka perekonomian yang miskin tumbuh
lebih cepat dibandingkan perekonomian yang kaya. Dengan
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 511
Sosiologi Industri

demikian ada kekuatan yang mendorong konvergensi pada tingkat


pendapatan per kapita.33
Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadinya konvergensi
pada cross-section ekonomi, jika terdapat hubungan yang negatif
antara tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita dengan tingkat
pendapatan per kapita awal. Dengan adanya konvergensi tersebut
diharapkan perekonomian daerah miskin akan mengejar (catch up)
ketertinggalan dari daerah yang kaya dan ketimpangan
perekonomian antardaerah akan berkurang.
Dalam literatur teori pertumbuhan ekonomi yang luas dan
berkembang, ada dua konsep utama konvergensi, yaitu:34
1) Konvergensi σ - (konvergensi sigma/bruto)
Konsep konvergensi sigma/bruto berkaitan dengan dispersi
cross-sectional yang dapat diukur, misalnya dalam hal konvergensi
pendapatan dengan menghitung standard deviasi dari logaritma
produk atau pendapatan per kapita antarnegara atau wilayah.
Konvergensi sigma/bruto ini terjadi jika dispersi tingkat PDB per
kapita riil cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu,
sehingga dapat dikatakan bahwa ketimpangan antarnegara/wilayah
cenderung mengecil atau dengan kata lain telah terjadi konvergensi
pendapatan.
2) Konvergensi-"β" (konvergensi beta)
Konsep konvergensi- "β" (beta) terjadi jika perekonomian
yamg miskin cenderung tumbuh lebih cepat daripada perekonomian
yang kaya. Dengan demikian negara/wilayah yang miskin cenderung

33 Barro, Robert J & Xavier Sala-i-Martin. 1992. Economic Growth 3rd


ed.,. Cambridge: The MIT Press., hlm. 24.
34 Barro, Robert J .1991. “Economic Growth in a Cross-Section of

Countries”. Quaterly Journal of Economic. Vol 16 (2), , hlm. 112;


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 512
Sosiologi Industri

untuk mengejar ketertinggalan (catch up) dengan negara/wilayah


yang kaya dalam hal tingkat produk atau pendapatan per kapita.
Konvergensi beta ini berguna untuk mengetahui pengaruh
dari faktor-faktor yang diperkirakan menentukan. Dalam konsep
konvergensi beta memiliki dua bentuk konvergensi, yaitu:35
(a) Konvergensi "β" unconditional (konvergensi absolut),
mengacu pada keadaan di mana daerah dengan perekonomian
yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah
yang kaya tanpa melihat karakteristik perekonomian lainnya,
sehingga tingkat PDRB per kapita daerah miskin akan sama
dengan daerah kaya. Dapat dikatakan konvergensi absolut terjadi
ketika pengukuran konvergensi didasarkan pada tingkat
pendapatan awal saja;.
(b) Konvergensi-"β" conditional (konvergensi kondisional) menunjuk
kan konvergensi yang tergantung pada karakteristik struktural
perekonomian atau dapat dikatakan mengakomodasi
heterogenitas perekonomian, yaitu faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan pada kondisi mapannya (steady state).

Dalam spesifikasi model konvergensi kondisional ini


memasukkan sejumlah variabel selain pendapatan periode awal
yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan
pendapatan. Dengan demikian konvergensi kondisional
menyatakan bahwa setiap perekonomian akan konvergen pada
kondisi mapannya masing-masing yang dipengaruhi oleh berbagai

35
Barro dan Sala-i-Martin, 1992. Economic Growth……: hlm. 44
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 513
Sosiologi Industri

variabel kontrol seperti tingkat tabungan dan pertumbuhan


populasi,36
Konvergensi- "β" cenderung akan menghasilkan
konvergensii-σ, namun proses tersebut terkadang bisa saja tidak
terjadi jika ada variabel pengganggu lain yang cenderung
meningkatkan dispersi. Oleh karena itu konvergensi- "β" tidak
selalu identik dengan konvergensi- σ. Walaupun demikian, secara
empiris ditemukan bahwa konvergensi- "β" yang terverifikasi
cenderung menghasilkan konvergensi- σ yang juga terverifikasi.
Dengan demikian dalam prakteknya kedua konsep di atas
dapat dilakukan secara bergantian. Dengan analisis konvergensi- "β"
kecepatan konvergensi dapat diketahui secara pasti. Jika
konvergensi berjalan dengan cepat, maka fokus kita pada
perilaku steady state, sebagaimana diketahui bahwa mayoritas
perekonomian berada dekat pada posisi steady-state.
Sebaliknya, jika konvergensi berjalan dengan lambat, berarti
bahwa posisi perekonomian berada jauh dari posisi steady- state-
nya. Salah satu konsep yang terkait dengan kecepatan konvergensi
adalah half-life time of convergence yang merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk menghilangkan setengah dari kesenjangan awal.

3. Mengapa industrialisasi harus ditempuh?

Ada beberapa Alasan Mengapa industrialisasi ditempuh?


Menurut Alan Mountjoy (1983), sektor industri mempunyai beberapa
keuntungan di banding produksi primer, antara lain:37
a. Memiliki metode, persaingan, dan output yang lebih fleksibel dari
pada sektor per tanian;

36
Barro dan Sala-i-Martin, 1992. Economic Growth……: hlm. 49
37Mount Joy Alan B. 1983, Industrialisasi dan Negara-negara Dunia
Ketiga, Jakarta: PT. Bina Aksara., hlm. 117.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 514
Sosiologi Industri

b. Decreasing return, yaitu situasi di mana setiap penambahan


faktor-faktor produksi dan biaya akan diikuti dengan peningkatan
produksi semakin menurun yang tidak menguntungkan lagi
sehingga har us mengembangkan unit produksi yang baru.
Sektor industri manufaktur lebih lambat dari sektor pertanian
sebab dalam industri terus-menerus diadakan perbaikan
teknologi sehingga efisiensi dan produtivitas semakin tinggi;
c. Kontrol produksi dapat lebih tepat sehingga lebih mudah
menyesuaikan antar a permintaan dan penawaran. Demikian juga
supply atau produksinya lebih elastis atau lebih mudah
disesuaikan bila terjadi perubahan permintaan atau perubahan
harga;
d. Proporsi antara biaya operasi dan biaya tetap lebih baik. Artinya,
dalam bidang pertanian, biaya tetap relatif lebih tinggi dari pada
biaya operasional sehingga perkembangannya lambat. Dalam
industri manufaktur, biaya yang besar diperlukan untuk bahan
baku, tenaga, dan jasa-jasa lain. Kesemuanya termasuk biaya
operasional.
e. Perekonomian yang bersifat in dustri lebih mampu menyerap
banyak tenaga kerja. Karena itu, sasaran umum kebijakan
industri antara lain:
2) Untuk menyediakan lapangan kerja bagi penduduk, terutama
dari sektor pertanian yang jumlahnya semakin banyak,
sedangkan kesempatan kerja sangat terbatas;
3) Meningkatkan taraf hidup, dan seringkali juga;
4) Untuk memperbaiki situasi neraca pembayaran;
5) Untuk meningkatkan gengsi suatu bangsa sehin gga kerapkali
terdapat proyek yang bersifat mercusuar (dari segi ekonomis
mungkin tidak menguntungkan, tetapi dapat membawa
kebanggaan suatu negara).

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 515


Sosiologi Industri

4. Kebijakan Mengapa industrialisasi Indonesia

Mengkaji industri di Indonesia, banyak hal penting yang


harus diperhatikan, yaitu:38
a. Industri di Indonesia sangat beragam, mulai dari pertambangan
besar di pedalaman hingga ribuan industri rumah tangga yang ter
sebar di seluruh pelosok negeri. Industri pertambangan
membutuhkan tingkat investasi yang sangat besar, tingkat
teknologi tinggi, beroperasi bertahun-tahun, dan berpasar global.
Sebaliknya, industri rumah tangga umumnya hanya memiliki
modal kurang dari 1 juta rupiah, dikelola oleh keluarga,
beroperasi musiman, menggunakan teknologi sederhana, dan
hanya bersifat lokal. Dengan kata lain, kita salah jika
menyebutkan ‘sektor industri’ sebagai sesuatu yang homogen.

b. Penting pula untuk membagi industri Indonesia menjadi dua


bagian besar, yaitu: industri sector minyak dan gas, serta industri
lain diluar sektor minyak dan gas.

Di masa ini, visi kebijakan industri adalah “Pada Tahun


2020, Indonesia Menjadi Negara Industri Baru”. Dalam kebijakan
perkembangan industri nasional, dicantumkan sasaran kualitatif
dalam jangka menengah (2004-2009) dan jangka panjang (2010-
2020), menurut Departemen Perindustrian, 2005 sasaran industri
dalam jangka panjang mencakup:39
c. Kuatnya industri yang memiliki daya saing yang berkelanjutan.

38Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia Menuju


Negara Industri Baru 2030?.Yogyakarta: Penerbit Andi. Kuncoro,
hlm. 55.
39Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen

Perindustrian. 2005. Pelaporan Pelatihan Desain Mebel I


(Indonesia Bagian Barat) di Semarang. Jakarta: Dep.
Perindustrian., hlm. 7.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 516
Sosiologi Industri

d. Kuatnya str uktur industri manufaktur, terutama antara industri


kecil-menengah (IKM) dan industri besar.

e. Seimbangnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan


sumbangan industr i besar.

f. Terdistribusinya industri ke selur uh wilayah tanah air.

Secara umum, kebijakan industri dapat diklasifikasikan


kedalam upaya sektoral dan horizontal, 40 Upaya sektoral terdiri atas
berbagai macam tindakan yang dirancang untuk menargetkan
industri-industri atau sektor-sektor tertentu dalam perekonomian.
Upaya horisontal dimaksudkan untuk mengarahkan kinerja
perekonomian secara keseluruhan dan kerangka persaingan dimana
perusahaan-perusahaan melaksanakan usahanya. Agaknya, dimasa
mendatang diperlukan kebijakan industri yang antisipatif atau proaktif
dalam menghadapi banyak perubahan baik dilingkup nasional
ataupun lingkup internasional.
Kuncoro, (2002), 41 membuktikan bahwa pilihan kebijakan
industri ini telah menyebabkan pertumbuhan yang sangat cepat pada
usaha Industri Manufaktur Besar dan Menengah (IBM), dengan
konsentrasi secara spasial di Jawa-Sumatera-Bali dan cenderung
terkonsentrasi di tengah perkotaan; daerah kota metropolitan.
Bahkan deregulasi dan liberalisasi sejak pertengahan 1980 an telah
terbukti memperkuat konsentrasi spasial di Indonesia.

Maka akan sangat penting melakukan reformasi kebijakan


industri nasional. Kebijakan industri tradisional sering dihubungkan
den gan penentuan target sektor-sektor dan industri tanpa
menghiraukan dimana sektor-sektor tersebut berlokasi dalam sebuah

40Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 84


41Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri…., hlm. 57.
Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 517
Sosiologi Industri

negara. Harus diakui, selama ini kebijakan industri Indonesia


bersiafat aspasial; spaceless karena mengabaikan lokasi industri.
Sebaliknya, perspektif baru kebijakan industri lebih mendukung
tindakan-tindakan horisontal dan menolak target sektoral.

Dalam konteks ini, perspektif spasial pembangunan industri


dengan berbasis kluster merupakan salah satu faktor kunci yang
dapat membantu pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan
kebijakan industri. Yustika, (2007) menjelaskan bahwa dalam
operasionalisasinya yang paling tampak, setidaknya selama ini ada
tiga pemikiran strategi industriali sasi yang berkembang di Indonesia,
dimana ketiganya pernah diaplikasikan secara tersendiri ataupun
bersama-sama, yaitu: 42

a. Strategi industrialisasi yang mengembangkan industri-industri


yang berspektrum luas (broadbased industry).

b. Strategi industrialisasi yang mengutamakan industri-industri


berteknologi canggih berbasis impor.

c. Industri hasil pertanian (agroindustry) ber basis dalam negeri dan


mer upakan kelanjutan pembangunan pertanian.

5. Hambatan, Tantangan, dan Peluang Industrialisasi di


Indonesia

Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga


produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secar a massal, dan
tinggi kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak
akan punya ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neoliber
alisme. Tanpa ketahanan ekonomi, kedaulatan negeri ini -terutama
kedaulatan rakyatnya- berhenti sebatas cita-cita. Ada dapat tiga

Ahmad Erani Yustika. 2009. Ekonomi Politik……., hlm. 66


42

Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 518


Sosiologi Industri

variabel kerja pokok yang saling berhubungan dalam batasan


tersebut, yaitu: 43

a. Mengapa dan bagaimana program industrialisasi nasional dapat


melindungi industri yang ada, sehingga tidak semakin hancur
karena kalah bersaing di tingkat global, regional, maupun local
(terhadap industri negeri-negeri yang lebih maju).

b. Mengapa dan bagaimana program industrialisasi nasional dapat


mengambil alih atau melakukan proses transfer kepemilikan atas
sumber daya produksi vital, energi, teknologi dan ilmu
pengetahuan, yang masih dikontrol oleh korporasi asing ke dalam
kontrol negara (meski tidak harus berbentuk BUMN, melainkan
lewat pengetatan kebijakan ekonomi).

c. Mengapa dan bagaimana program industr ialisasi nasional dapat


menciptakan dan mengembangkan sumber daya produksi baru.
Pada tahap awal (sumber daya produksi baru tersebut),
diciptakan dan dikembangkan menurut kebutuhan memajukan
sektor-sektor produksi vital yang masih tertinggal dari segi
teknologi dan sistem produksi seperti, tanaman pangan,
perkebunan, perikanan, dan peternakan.

43Vivin Retno, 2008. “Proses Industrialisasi ….…, hlm. 85


Bab XIII Proses Industrialisasi dlm Pesefekti Ekonomi Ppolitik 519
Sosiologi Industri

BAB XIV
Kolaborasi Universitas-Industri:
Menuju industri berbasis pengetahuan

U niversitas-kolaborasi industri (UIC) telah menjadi elemen


penting dari upaya penelitian baik di institusi akademis
maupun sektor industri. UIC Menyumbangkan sumber daya yang
signifikan tidak hanya sumber daya keuangan tapi juga intelektual
sumber daya untuk ilmuwan dan perusahaan terkait. Dengan
mengelola berharap bisa menginvestasikannya pengembangan riset
universitas dan kemampuan riset bisnis saat ini kekuatan penelitian,
dan untuk menghubungkan kekuatan penelitian dengan solusi
industri masalah yang mengarah pada peningkatan kinerja bisnis
dan akhirnya akan berdampak pada membaiknya pertumbuhan
ekonomi. Hubungan ini juga memainkan peran penting dalam
membawa produk yang bermanfaat dan inovatif kepada masyarakat.
Kolaborasi universitas dan industri memberikan manfaat
kepada kedua belah pihak untuk melalukan investasi dalam
pengembangan kapabilitas penelitian yang dilakukan oleh universitas
maupun industri pada fokus area riset kedua belah pihak dan
mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi dunia
industri melalui kolaborasi riset untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan pada akhirnya akan memberikan dampak pada
pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal yang perlu dipikirkan adalah bagaimana membangun
industri yang berbasiskan pengetahuan sehingga inovasi yang dapat
tercapai melalui kerja sama antara industri dan universitas. Pihak
universitas selaku pendidikan tinggi dapat memberikan peningkatan
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 521
Sosiologi Industri

perekonomian berbasis pengetahuan melalui kerja sama yang saling


menguntungkan dengan pihak industri, dan dampaknya juga
diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat melalui industri skala
kecil dan menengah.
Dalam mencapai keberhasilan dan manfaat dibentuknya
kerjasama antara universitas dan industri, dukungan dan peran
pemerintah dalam menumbuh kembangkan industri sangat
diperlukan. Industri memegang peranan penting dan dominan dalam
menopang kekuatan perekonomian nasional sehingga kebijakan
pemerintah yang tepat dalam pengembangan industri menjadi
sangat vital.

A. Konsep Dasar Kolaborasi Universitas dan Industri


1. Terminologi Kolaborasi
Secara etimologi, kata “kolaborasi” diartikan sebagai
perbuatan kerja sama; “berkolaborasi” artinya bekerja sama;
misalnya mengadakan pertunjukan bersama-sama (tentang
pentasseni dsb), mengolaborasi artinya melakukan kolaborasi atau
kolaboratif, bersifat kolaborasi; kolaborator artinya orang yang
bekerja sama dengan musuh; orang yang membantu musuh” 1.
Ditinjau dari sudut pandang sosiologi “kolaborasi”
merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut
Abdulsyani, Kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana
didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai
tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami
aktivitas masing-masing.2

1Pusat Bahasa 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PB Diknas,


hlm. 738
2Abdulsyani, 1994. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta:

Bumi Aksara, hlm. 156.


Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 522
Sosiologi Industri

Untuk itu, Roucek dan Warren, menyatakan bahwa


“kolaborasi: berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
bersama. Ia adalah suatu proses sosial yang paling dasar. Biasanya,
kolaborasi melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang
mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung
jawabnya demi tercapainya tujuan bersama.3
Adapun dalam istilah administrasi, pengertian kolaborasi
sebagaimana yang dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah usaha
untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan melalui
pembagian tugas/pekerjaan, tidak sebagai pengkotakan kerja akan
tetapi sebagai satu kesatuan kerja, yang semuanya terarah pada
pencapaian tujuan.4
Cifor/Pili, (2005), menegaskan bahwa kolaborasi adalah
bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait
baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara
langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat.
Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang
sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling
memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis
masyarakat.5
Dari sudut pandang pendidikan Alwasilah (2007), menyatakan
bahwa, pengertian kolaborasi adalah suatu teknik pengajaran
menulis dengan melibatkan sejawat untuk saling mengoreksi.

3Abdulsyani, 1994. Sosiologi Skematika, …….., hlm. 159


4 Hadari Nawawi, 1984. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Gunung
Agug, hlm. 07
5Cifor/Pili.2005. “Meminang Lawan Menjadi Kawan: Inovasi
Pengelolaan. Kolaboratif Kawasan Konservasi di Indonesia Melalui
Pembelajaran. Bersama Masyarakat”. Prosiding Shared Learning
II, 18-27 Agustus 2005. Bogor: Center of International Forestry
Research/ Pusat Informasi Lingkungan. Indonesia., hlm. 17.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 523
Sosiologi Industri

Kolaborasi adalah ajang bertegur sapa dan bersilaturahmi ilmu


pengetahuan.6 Selain itu ada pembelajaran berjamaah/bersama
(social learning). Salah satu prinsipnya adalah bahwa setiap orang
memiliki kelebihan tersendiri.

Dalam kolaborasi setiap orang dibiarkan mengembangkan


potensi dan kesenangannya masing-masing, di antaranya: menulis
puisi, fiksi, atau artikel opini. Komitmen dan niat masing-masing
siswa menetukan pula keberhasilan mereka dalam menulis teks
pidato.

Metode ini biasa digunakan utuk melatih dan memberdayakan


siwa dalam kegiatan belajar mengajar. Pada kelas besar, biasanya
dibuat menjadi kelompok-kelompok kecil untuk berkolaborasi. Dalam
setiap kelompoknya, siswa membaca tulisan hasil menulis teks
pidato temannya, kemudian mengoreksinya. Kolaborasi ini bukan
arena untuk mencari kesalahan orang lain, tetapi untuk belajar dari
kesalahan-kesalahan itu, kemudian sama-sama memperbaikinya
supaya kesalahan serupa bisa dihindari.

Dalam metode kolaborasi ini, pendekatan proses lebih


ditekankan kepada bagaimana siswa menuangkan gagasan menjadi
sebuah tulisan. Setelah mendapat komentar dan saran dari guru dan
teman berupa coret-coretan perbaikan, siswa menulis dan
memperbaiki hasil tulisannya itu. Begitu seterusnya sampai tulisan
itu layak dianggap sebagai tulisan yang baik.

Pendekatan proses telah mengubah fokus dari produk tulisan


kepada proses menulis yang lebih menjanjikan siswa untuk lebih
terampil dalam menulis. Proses menulis lebih menitikberatkan

6Alwasilah, A. C. & Alwasilah, 2007. Pokoknya menulis cara baru


menulis dengan metode kolaborasi. Bandung: Kiblat, hlm. 25.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 524
Sosiologi Industri

pengembangan gagasan yang dicurahkan untuk mendapatkan hasil


tulisan yang optimal. Dalam kesempatan ini, guru sebaiknya
memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih berani
mengembangkan gagasan yang dimilikinya.

2. Kolaborasi Kolaborasi Universitas dan Industri

Kolaborasi antara universitas selaku institusi pendidikan


tinggi dan industri penting dilakukan karena melalui kolaborasi dapat
diciptakan solusi-solusi atas permasalahan yang terjadi dalam
bidang ilmu pengetahuan dan agenda-agenda sosial, ekonomi,
maupun politik seperti demokrasi, pembangunan yang berkelanjutan,
dan pemahaman budaya serta integrasi. Kolaborasi universitas dan
industri sebagai sebuah kolaborasi ilmiah didefinisikan dari sudut
pandang perilaku, tugas, dan latar belakang social.7
Berdasarkan ketiga sudut pandang tersebut, kolaborasi
universitas dan industri didefinisikan sebagai perilaku atau tindakan
dua atau lebih ilmuwan untuk menjadi fasilitator dalam proses
pengembangan, penyelesaian, dan penyebaran suatu hasil proyek
penelitian yang dilakukan dengan tujuan tertentu untuk menjawab
permasalahan dalam kepentingan social.8 Para ilmuwan yang terlibat
dalam kerjasama harus mampu memberikan tambahan ilmu dan
memiliki komitmen yang tinggi dalam kolaborasi tersebut.

3. Esensi Kolaborasi Universitas dan Industri

Kolaborasi universitas dan industri membahas berbagai


disiplin ilmu yang berbeda. Disiplin ilmu yang tercakup meliputi ilmu

7 Sonnenhawald, D.H, 2006. “Sciencetific collaboration: a synthesis


of challenges and strategies”. Annual Review of Information
Science and Technology, 4, hlm. 33.
8Lambert, R., 2003. “Review of business–industry collaboration”.

Final Report, 2003 December, HMSO, ISBN 0-947819., hlm. 76


Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 525
Sosiologi Industri

pengetahuan informasi, psikologi, ilmu manajemen, ilmu komputer,


sosiologi, kebijakan penelitian, ilmu sosial, filosofi, dan masing-
masing disiplin dimana kerjasama dapat dikembangkan. Luasnya
dimensi kerjasama dalam kolaborasi universitas dan industri
menunjukkan bahwa berbagai terminologi, pendekatan penelitian,
dan metode dapat dikembangkan untuk menjamin keberhasilan
kolaborasi.
Terminologi dan pendekatan untuk menciptakan kolaborasi
ini meliputi inter-disiplin, multi-disiplin, trans-disiplin, danlintas
disiplin. Bammer (2008) mengemukakan metode-metode penelitian
yang digunakan bisa melalui bibliometric, wawancara, pengamatan,
controlled experiment, survey, simulasi, social network analysis dan
documentary “9

4. Tujuan Kolaborasi Universitas dan Industri

Kolaborasi ini sangat penting untuk menciptakan kerjasama


produktif antara universitas dan industri. Pentingnya kolaborasi ini
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal yang akan
menentukan kapabilitas kedua belah pihak dalam meningkatkan
daya saing baik dari sektor industri manufaktur maupun jasa.
Kekuatan-kekuatan eksternal itu meliputi:10
a. Munculnya tekanan akan pentingnya menciptakan ”research
environment” baik di sektor pendidikan maupun jasa. Sektor
akademisi bertanggung jawab untuk mampu mentransfer ilmu
pengetahuan, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
menyebarkan kepada pihak luar untuk dapat memberikan
manfaat dari hasil pengembangan pengetahuan tersebut. Di lain

9 Bammer, G., 2008. “Enhancing research collaboration; three key


management challenges”. Research Policy, 37, hlm. 885.
10Streharsky, C.J., 1993. “Creating ethical university-industry
partnership”. SRA Journal, 25 (1), hlm. 25.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 526
Sosiologi Industri

pihak, sektor industri perlu melakukan penelitian, khususnya


dalam pengembangan produk untuk mengetahui minat dan
kebutuhan konsumen sehingga dapat meningkatkan keunggulan
kompetitif.
b. Globalisasi perekonomian memunculkan tantangan dan
kesempatan bagi universitas dan industri. Tidak dapat dipungkiri,
pendidikan tinggi di luar negeri, khususnya di negara maju, jauh
lebih berkembang dan memiliki daya saing dalam research and
development yang cenderung memerlukan alokasi dana yang
lebih tinggi.

Menurut Lee, J., Win, H.N., (2004), penekanan dan


perubahan dalam implementasi kolaborasi antara universitas dan
industri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang
mempengaruhi kesuksesan kolaborasi antara kedua belah pihak
yaitu:11

a. Perbedaan misi antara pihak universitas dan industri yang dapat


menimbulkan jurang pemisah dan kegagalan kolaborasi. Misi
utama universitas adalah menciptakan dan mengembangkan
pengetahuan untuk sektor publik, sedangkan misi industri adalah
memaksimalkan keuntungan bagi stakeholder nya.
b. Pihak universitas bisa memiliki pemikiran bahwa akan jauh lebih
menguntungkan dan adil bila ”menjual” kekayaan intelektual yang
dimiliki pada sektor industri melalui kolaborasi, dimana pihak
industri berperan sebagai sponsor. Di lain pihak, secara otomatis

11Lee, J., Win, H.N., 2004. “Technology transfer between university


research centers and industry in Singapore”. Technovation, 24,
hlm. 437.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 527
Sosiologi Industri

jika hal ini dilakukan akan mengakibatkan terjadi penurunan


pendapatan pihak industri.
c. Permasalahan yang sering muncul khususnya untuk menciptakan
negosiasi tentang ”research agreement” dan ”intellectual property
agreement.” Ekspektasi yang tidak realistis bagi masing-masing
pihak menjadi akar masalah yaitu pendapatan finansial untuk
universitas dan produk untuk industri.
d. Isu-isu legal yang memfokuskan pada kekayaan intelektual,
lisensi, publikasi, dan pertangungjawaban merupakan isu-isu
paling nyata dalam kolaborasi universitas dan industri. Untuk itu
diperlukan negosiasi yang mendalam untuk menciptakan
kolaborasi yang harmonis.

Tekanan-tekanan internal dan eksternal yang dihadapi


secara simultan dalam kolaborasi universitas dan industri harus
dapat dikelola dengan baik dan bijaksana. Tekanan persaingan
antara kedua belah pihak untuk mendapatkan keuntungan dan
gengsi atau wibawa dan adanya peningkatan internasionalisasi dan
globalisasi menuntut kedua belah pihak untuk mengubah paradigma
kerjasama mereka tanpa mengabaikan hal yang terkait dengan
budaya, keuntungan, pendidikan, kebijakan ekonomi, dan kebijakan
sosial.

Untuk itu perlu didiskusikan lebih lanjut mengapa universitas


dan industri perlu melakukan kolaborasi untuk menciptakan proyek
kerjasama yang saling menguntungkan demi tercipta dan
meningkatnya daya saing kedua belah pihak dalam lingkungan
persaingan masingmasing.

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 528


Sosiologi Industri

B. Kepentingan, Karakteristik, dan Pesepektif Kolaborasi


Universitas dan Industri

1. Pentingnya Kolaborasi Universitas dan Industri Dilaksanakan

Pemahaman tentang mengapa diperlukan kolaborasi antara


universitas dan industri dapat dijelaskan melalui pengertian
hubungan jangka panjang antara dua belah pihak yang bertujuan
untuk membina, memelihara, dan memperbarui hubungan kedua
pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Pemahaman ini penting dalam
pengelolaan suatu kerjasama yang kompleks. Universitas berperan
dalam penyediaan lulusan mahasiswa pada berbagai tingkatan
pendidikan dari diploma, sarjana, pendidikan profesi, master, hingga
doktor yang dapat diakses oleh sector industri untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja mereka.

Dalam kesempatan-kesempatan tertentu, sektor industri


menyediakan ”technical opportunities” bagi para mahasiswa untuk
menerima pelatihan dan penjelasan tentang dunia bisnis, proses
kerja, dan seluk beluk perusahaan melalui kunjungan ke perusahaan
yang secara otomatis tidak dapat diberikan atau diperoleh dalam
pelajaran dikelas.

Sektor industri dapat memberikan pendanaan penelitian


untuk universitas pada level program studi, fakultas, dan universitas.
Melalui kolaborasi ini pihak industri dapat memperoleh sinergi dalam
program penelitian, program pengembangan teknologi, dan
meringankan biaya penelitian. Selain itu, melalui kolaborasi tersebut,
perusahaan dapat mengakses penelitian-penelitian dan penemuan-

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 529


Sosiologi Industri

penemuan baru yang akan sangat membantu dalam


mengembangkan proses dan produk perusahaan.12

Dari sudut pandang sektor industri, keputusan untuk


melakukan kerjasama dengan industri dipengaruhi oleh masih
rendahnya ”in-house R&D (Research and Development),” makin
pendeknya siklus hidup produk, pengurangan dana R&D, dan
adanya perubahan dalam prioritas riset industri.

Dari sudut pandang universitas, kerjasama dilakukan untuk


mendapatkan keuntungan finansial dan meningkatkan pengetahuan
industri khususnya tentang pengembangan teknologi. Dalam
kerjasama ini peran universitas sangat penting khususnya sebagai
pencipta teknologi, penyedia sumber daya manusia, dan
menyelaraskan perubahan atau perkembangan perekonomian
dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat.

Keputusan kolaborasi dari sisi pihak universitas di motivasi


oleh beberapa alasan yaitu: 13
a. pengakuan hukum secara legal atas hak kekayaan intelektual,
penerimaan royalti atas jasa intelektual dan ide-ide, publikasi dan
reputasi baik atas nama universitas,
b. proses diseminasi teknologi yang memuaskan atas ide-ide yang
dikembangkan para ilmuwan, dan dukungan finansial untuk
pendanaan riset-riset yang dilakukan oleh universitas.
c. Tidak dapat dipungkiri bahwa keunggulan kompetitif perusahaan
sangat dipengaruhi oleh beragam faktor misalnya biaya produksi,

12Brannock, J.C, Denny, A.,M., 1998. “Basic Guidelines for


university-industry research partnership”. SRA Journal, 30 (2), hlm.
60.
13Lina Anatan, 2008. “Kolaborasi Universitas-….”. hlm. 30.

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 530


Sosiologi Industri

ketersediaan modal, kualitas barang, dan teknologi yang


digunakan.
d. Untuk meraih keunggulan kompetitif perusahaan dibandingkan
kompetitornya, perusahaan harus memfokuskan pada
penguasaan-penguasaan hal-hal tersebut.
e. Kunci utama pencapaian keunggulan kompetitif adalah pada
kemampuan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan
mengadopsi teknologi yang ada. Keunggulan kompetitif melalui
pengembangan inovasi produk dan jasa dan adopsi teknologi
baru sangat diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan
keunggulan kompetitif.

Perusahaan dapat memilih cara-cara yang berbeda untuk


mengakses teknologi yang mereka butuhkan. Hal yang paling umum,
cepat, dan nyaman adalah dengan membeli teknologi, tetapi hal ini
tidak akan memberikan keunggulan kompetitif karena teknologi yang
sama dapat diakses oleh semua perusahaan jika mereka
mempunyai kemampuan finansial untuk membelinya.

Pendekatan lain adalah melalui pengembangan teknologi


untuk berinvestasi dalam tingkat rIsiko pengembangan yang tinggi.
Bukan hal yang mengejutkan jika jumlah perusahaan yang
memproduksi teknologi sendiri masih sangat rendah.

Alternatif lain adalah melakukan outsourcing dari pihak


ketiga dan ikut berpartisipasi dalam proyek pengembangan teknologi
misalnya perusahaan dan institusi pendidikan. Outsourcing
memerlukan persepsi kebutuhan teknologi yang jelas, sehingga
dapat diterjemahkan dalam kebutuhan yang spesifik.

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 531


Sosiologi Industri

Keterlibatan dalam proyek kerjasama penelitian dengan


pihak lain, khususnya universitas, merupakan pendekatan yang
menjanjikan bagi perusahaan untuk menciptakan keunggulan
kompetitif melalui diferensiasi kompetensi, berbagi biaya dan risiko
untuk memperkuat hubungan antar kedua belah pihak. Sebagai
akibatnya, hubungan antara universitas dan industri muncul sebagai
suatu alat yang memuaskan untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Beberapa penulis seperti Matin (2000), Snyder dan Blevins
(1986) menyimpulkan bahwa kerjasama antara universitas dan
industri penting dilakukan untuk: 14
a. Meningkatkan anggaran yang terbatas bagi akademisi untuk
mendorong dan memotivasi akademisi untuk mencari pendanaan
termasuk melalui penelitian dan pengembangan untuk dan
dengan industri.
b. Meningkatkan pentingnya pengetahuan dalam lingkungan industri
yang meningkatkan nilai bagi pengetahuan akademis.
c. Memperpendek siklus hidup produk yang dapat meningkatkan
proses substitusi dan pengembangan teknologi.
2. Klasifikasi Kolaborasi Universitas dan Industri
Universitas dan industri yang bekerjasama dalam suatu
kolaborasi ilmiah dapat menempuh kerjasama dalam berbagai cara
dan tingkatan. Untuk itu, Garrick et al. (2004), mengemukakan
bahwa interaksi antara universitas dan industri dapat diklasifikasikan
dalam empat cara yaitu:15

14Lina Anatan, 2008. “Kolaborasi Universitas-….”. hlm. 31.


15Garrick, J., Ghan, A., Lai, J., 2004. “University-industry
partnerships: implication for industrial training, opportunities for new
knowledge” Journal of European Industrial Training, 28 (2-4), hlm.
332.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 532
Sosiologi Industri

a. Kolaborasi pengajaran dan pembelajaran mencakup partisipasi


industri dalam suatu komite pelatihan, kursus, beasiswa,
pembicara undangan, seleksi karyawan dari pihak universitas,
kerjasama penempatan mahasiswa magang, dan partisipasi
dalam proyek yang dilakukan.
b. Kolaborasi penelitian dan pengembangan mencakup kontrak
penelitian, kerjasama antara pusat penelitian, dan kerjasama
penelitian.
c. Kolaborasi pengembangan bisnis mencakup konsultasi,
pelatihan, tender, donasi, sponsorship, komersialisasi kekayaan
intelektual, fasilitas dan peralatan.
d. Kolaborasi pengembangan masyarakat, industri, dan regional
mencakup keanggotaan dalam asosiasi industri dan profesional,
pengembangan masyarakat dan regional, pertukaran karyawan,
seminar, perjanjian bisnis, dan pengembangan teknologi.
Kolaborasi antara universitas dan industri memang
cenderung akan saling menguntungkan kedua belah pihak jika
mampu mengelola dengan baik, tetapi masih terdapat
kecenderungan rendahnya level interaksi antara masing-masing
pihak. Hal ini dikarenakan bermacam-macam alasan yang pada
intinya terkait dengan adanya perbedaan-perbedaan antara
universitas dan industri yang dapat menghambat proses kolaborasi
dan menghambat tercapainya tujuan secara umum.

3. Perspektif Kepentingan Kolaborasi Universitas dan Industri

Universitas dan industri memiliki beragam alasan dan minat


yang mungkin saling bertentangan dan membawa dampak pada
sulitnya menciptakan dan memelihara interaksi yang produktif. Untuk

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 533


Sosiologi Industri

itu, ada beberapa karakteristik kepentingan dilihat dari perspektif


masing-masing pihak, dintaranya sebagai berikut:16
a. Perspektif Kepentingan Universitas
Dari sudut pandang universitas terdapat empat karakteristik
utama dalam keputusan mengelola kolaborasi dengan pihak industri:
1) Universitas memberikan ”privilaged” bagi industri
Pemberian ”privilaged” bagi industri atau perusahaan
dengan skala besar dibandingkan skala kecil dan menengah.
Universitas cenderung untuk bekerjasama dengan perusahaan yang
menginvestasikan lebih tinggi dalam research and development
(R&D) dan sumber daya manusia yang memiliki komitmen dan
dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut sehingga
melalui kerjasama tersebut kedua belah pihak dapat saling berbagi
pengalaman dalam hal kebiasaan, komunikasi, cara kerja, dan
budaya organisasi.
2) Universitas merupakan komunitas ilmuwan yang tertutup
Pengelolaan kegiatan penelitian dan evaluasi hasilnya
sangat tergantung pada ”peers pressure.” Sebagai sebuah institusi,
universitas menetapkan tujuan kegiatan ilmiahnya dan mengevaluasi
perkembangannya. Hanya sedikit intervensi dari pihak luar. Orientasi
universitas cenderung introvert. Hal ini mengakibatkan terhambatnya
hubungan dengan industri.
3) Universitas tidak begitu familiar dengan pasar dan budaya
industri

Universitas kurang begitu peduli dengan peraturan-


peraturan yang ada dalam pasar. Hal ini ditunjukkan dengan kurang
dewasa dan kurang berkembangnya infrastruktur pelayanan
perusahaan.

16Lina Anatan, 3008. “Kolaborasi Universitas-Ndustri….”: hlm. 32.


Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 534
Sosiologi Industri

Perusahaan cenderung memfokuskan pada fungsi-fungsi


daripada teknologi yang dapat menimbulkan konflik dengan
preferensi peneliti atau akademisi yang cenderung memiliki
argumentasi yang berpusat pada teknologi. Hal ini membawa
dampak pada tawaran eksklusif universitas yang cenderung
berorientasi pada penawaran teknologi tanpa memperhatikan
kebutuhan dan ekspektasi industri. Kurangnya jiwa wirausahawan,
budaya yang berorientasi pada pasar dalam lingkungan akademisi
membawa dampak pada kurang dipedulikannya implikasi-implikasi
praktis atau komersial dari hasil-hasil penelitian akademisi.

4) Universitas kurang berhasil melakukan diseminasi hasil


penelitian ilmiah
Kurangnya mekanisme untuk menyebarkan penawaran
teknologi dan hasil-hasil penelitian ilmiah. Universitas kurang
berhasil melakukan diseminasi hasil penelitian ilmiah mereka karena
kurangnya saluran-saluran pendistribusian dan mekanisme yang
jelas. Sangat sulit untuk menginformasikan, menjelaskan, dan
menyampaikan kepada mitra bisnis atau industri apa yang telah
dilakukan oleh universitas dan bagaimana penelitian tersebut dapat
digunakan oleh pihak industri.
b. Perspektif Kepentingan Industri
Dari sudut pandang bisnis atau industri, dapat diidentifikasi
beberapa karakteristik yaitu:
1) Memposisikan teknologi sebagai faktor keunggulan
kompetitif
Untuk mengadopsi strategi yang berbasis pada faktor-faktor
intangible atau teknologi. Investasi dalam faktor-faktor intangible
seperti kualitas produk, waktu pengiriman, akses pemasaran dan

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 535


Sosiologi Industri

akses langsung ke konsumen tidak dengan mudah dapat diterima


dan diakui oleh industri sebagai alat fundamental untuk bersaing.
2) Visi jangka pendek
Manajemen operasi dan industri berorientasi pada pasar dan
memfokuskan pada kesempatan baru yang diperoleh melalui
adaptasi secara incremental. Pendekatan-pendekatan perusahaan
memfokuskan pada tujuan taktis dan tidak memberikan toleransi
terhadap ketidakpastian yang muncul dalam proses pengembangan
teknologi.
Dengan perkataan lain perusahaan cenderung berorientasi
dalam jangka pendek, dan jika menunggu pengembalian dari
investasi R&D seringkali mengecewakan.
3) Ketidaksesuaian antara kapasitas teknologi dan
pengetahuan yang mendasari.
Perusahaan cenderung lebih menyukai menggunakan
pendekatan produksi yang rutin, inovasi, dan kurang menyukai untuk
menciptakan inovasi sendiri. Hambatan lain muncul karena adanya
kecenderungan kurangnya pengetahuan dan penguasaan teknologi
sehingga sulit untuk mengadaptasi teknologi dan kesempatan pasar.
c. Perspektif Kepentingan Kolaborasi interaksi antara
universitas dan industri
1) Kurangnya Sumberdaya yang dibutuhkan
Untuk perusahaan-perusahaan kecil dan menengah
seringkali tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan. Sumber daya
manusia, fisik, dan material yang dibutuhkan dalam R&D seringkali
tidak dimiliki oleh perusahaan sehingga kurang dapat memetik
manfaat dari adopsi teknologi yang dilakukan karena kurangnya
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang digunakan untuk
mengoperasikan teknologi yang diadopsi.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 536
Sosiologi Industri

2) Sulitnya mengidentifikasi kebutuhan teknologi


Perusahaan seringkali segan dan ragu untuk mendiagnosis
kebutuhan teknologi dan kebutuhan intelektual mereka. Perusahaan
cenderung menilai segala sesuatu dari sudut pandang mereka
berdasarkan pengalaman yang mereka miliki tentang manfaat adopsi
teknologi mereka.
3) Adanya ”misperception” tentang realita akademis
Perusahaan cenderung menganggap bahwa aktivitas
penelitian dan pengembagan teknologi yang dilakukan dalam
lingkungan akademisi terlalu berkembang atau canggih dan
digunakan secara khusus untuk menyelesaikan masalah-masalah
praktis. Menurut Daghfous, (2004), akademisi kurang reliabel dan
tidak dapat dipercaya bahwa akademisi dapat mengembangkan
solusi efektif.17

C. Pola Mekanisme Transfer Pengetahuan Dari Universitas Ke


Industri

Kolaborasi universitas dan industri dilakukan untuk


mencapai tujuan yaitu transfer pengetahuan dari universitas ke
industri. Beberapa mekanisme transfer pengetahuan dari universitas
ke industri diantaranya sebagai berikut:18

17 Daghfous, A., 2004. “An empirical investigation of the role of prior


knowledge and learning activities in technology transfer”.
Technovation, 24, hlm,. 945..
18Siegel, D.S., Waldman, D.A., Atwater, L.E., Link, A.N., 2003.

“Toward a model of the effective transfer of scientific knowledge


from academicians to practitioners: a qualitative evidence from the
commercialization of university technologies”. Journal of
Technology Management, 21., hlm. 135-7.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 537
Sosiologi Industri

1. Collegial interchange, seminar, dan publikasi

Kegiatan ini bersifat informal dimana terjadi pertukaran


informasi antara universitas dan industri melalui presentasi dalam
seminar, publikasi tulisan melalui jurnal-jurnal ilmiah dan majalah
ilmiah. Kerjasama ini merupakan bentuk langkah awal kebijakan
kolaborasi antara universitas, khususnya pusatpusat penelitian
mereka dengan sector industri.

2. Konsultasi dan ketentuan pelayanan teknis

Bentuk kerjasama ini menekankan pada satu atau lebih dari


pihak universitas atau pusat penelitian yang bertanggung jawab
dalam memberikan nasehat, informasi, dan pelayanan teknis kepada
sektor industri. Kerjasama ini diwujudkan dalam bentuk kontrak
tertulis yang pada umumnya dilakukan dalam jangka pendek dan
bersifat spesifik.
Untuk mendukung kerjasama, akademisi atau peneliti senior
perlu dilibatkan untuk memberikan jasa konsultasi dengan pihak
luar. Adapun, bentuk-bentuk kerjasama dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu: 19
a. Advisory committee; Komite ini terdiri atas staf pengajar dan
praktisi untuk menguji kurikulum secara detail untuk membantu
penempatan mahasiswa di sektor industri setelah mereka lulus
kuliah, membantu pengembangan fakultas, dan memberikan
bermacam feedback evaluasi.

19Amabile, T.M., Nasco, C.P., Mueller, J., Wojcik., T., Odomirok,


P.W., Marsh,M., Kramer, S.J., 2001. “Academic practitioner
collaboration in management research: a case of cross profession
collaboration”. Academy of Management Journal, 44 (2), hlm. 428
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 538
Sosiologi Industri

b. Informal grouping of companies; Sekelompok perusahaan yang


terlibat dan memiliki kerjasama erat dengan perusahaan.

c. University center or industrial liasions unit; Unit yang dibentuk


secara khusus untuk mengelola kerjasama dan menciptakan
sinergi antara akademisi dan industri.

d. The management of foundation; Bentuk kerjasama ini


mengekspresikan komitmen dan keterlibatan praktisi untuk
meningkatkan kualitas manajemen kedua belah pihak.

3. Program pertukaran

Program ini menekankan pada pertukaran para ahli dan


informasi baik dari pihak industri ke universitas atau sebaliknya dari
universitas ke industri. Dalam mekanisme kemungkinan terjadi
konflik harus dapat dihindari.

4. Joint venture program penelitian dan pengembangan

Dalam kerjasama ini, kontrak kerja dilakukan antara pihak


universitas (pusat penelitian) dan industri (perusahaan). Kedua pihak
bekerjasama dari tahap penelitian dan pengembangan hingga proses
komersialisasi. Kerjasama harus bersifat simbiosis mutualisme atau saling
menguntungkan kedua pihak, hasil komersialisasi harus diproteksi dalam
jangka waktu terbatas. Selain itu, diperlukan jaminan bahwa hasil
kerjasama dapat memberikan penyelesaian masalah yang sedang
dihadapi.

5. Kesepakatan kerjasama penelitian dan pengembangan

Bentuk kerjasama ini merupakan kesepakatan antara satu


atau lebih universitas (pusat penelitian) atau perusahaan dimana
universitas menyediakan sumber daya manusia, fasilitas atau
sumber daya lain, dengan atau tanpa imbalan jasa. Pihak industri

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 539


Sosiologi Industri

menyediakan dana, sumber daya manusia, pelayanan, fasilitas,


peralatan, dan sumber daya lain untuk memfasilitasi penelitian
tertentu atau usaha pengembangan yang konsisten dengan misi
universitas.

6. Lisensi

Mowerry et al, (2001): Lisensi merupakan transfer hak


kepemilikan dalam kekayaan intelektual pada pihak ke tiga dengan
tujuan memberikan ijin bagi pihak ketiga untuk menggunakan
kekayaan intelektual yang ada.20 Hak ini bisa bersifat ekslusif atau
non eksklusif dan lebih disukai oleh bisnis dalam skala usaha kecil.

7. Kontrak penelitian

Kontrak penelitian dilakukan antara sebuah pusat penelitian


dalam suatu universitas dan suatu perusahaan untuk mengadakan
perjanjian penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan pusat
atau lembaga penelitian. Melalui kontrak penelitian industri ingin
menggunakan kapabilitas khusus yang dimiliki peneliti untuk
memperoleh keuntungan komersial.

D. Implementasi Kolaborasi Universitas dan Industri di


Indonesia

Universitas dan industri merupakan dua lembaga atau


institusi yang bergerak pada bidang yang berbeda dan memiliki
tujuan dan visi yang berbeda pula. Kedua lembaga ini tidak bisa
dipisahkan, kolaborasi yang sehat diantaranya akan menghasilkan
keuntungan tidak hanya bagi kedua belah pihak tetapi juga bagi

20Mowery, D.C. Nelson, R.R., Sampat, B., Ziedonis, A.A., 2001. “The
growth of patenting and licensing by U.S. universities: an
assessment of the effect of the Bayh-Dole act 1980”. Research
Policy 30, hlm. 107.
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 540
Sosiologi Industri

pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itulah keduanya


disebut sebagai ”engine of economic growth.”

1. Tantangan untuk menciptakan Kolaborasi Universitas dan


Industri

Tantangan utama bagi universitas sebagai lembaga


pendidikan tinggi adalah bagaimana mentransfer pengetahuan dan
keahlian yang tepat bagi lulusannya untuk di serap dalam dunia
industri sehingga mereka dapat memberikan kontribusi nyata bagi
perkembangan dunia industri yang secara otomatis akan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi nasional.21

Selanjutnya Manton (2006), menjelaskan bahwa untuk


mencapai tujuan tersebut hal utama yang harus dilakukan adalah:
menyelesaikan masalah gap antara universitas dan industri dengan
menciptakan proses transfer pengetahuan melalui kolaborasi antara
universitas dan industri.

a. Melalui kolaborasi ini diharapkan kedua belah pihak dapat


melakukan investasi dalam pengembangan kapabilitas penelitian
yang dilakukan oleh universitas maupun industri pada fokus area
riset kedua belah pihak dan mencari solusi terbaik untuk
permasalahan yang dihadapi dunia industri melalui kolaborasi
riset untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan pada akhirnya
akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal yang perlu dipikirkan adalah bagaimana membangun industri
yang berbasiskan pengetahuan.
b. Untuk menciptakan industri seperti ini diperlukan inovasi yang
dapat tercapai melalui kerja sama antara industri dan universitas.

21Mattoon, R., 2006. “Can higher education foster economic growth?”


Chicago Fed Letter; Aug; 2006., hlm. 229..
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 541
Sosiologi Industri

Pihak universitas selaku pendidikan tinggi dapat memberikan


peningkatan perekonomian berbasis pengetahuan melalui kerja
sama yang saling menguntungkan dengan pihak industri, dan
dampaknya juga diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat
melalui industri skala kecil dan menengah.
2. Strategi untuk menciptakan Kolaborasi Universitas dan
Industri
Sanschez dan Tejedor (Lina Anatan, 2008), mengemukakan
empat cara yang mungkin ditempuh untuk menciptakan kolaborasi
universitas dan industri, yaitu: 22
a. Sektor industri dapat mencari pusat-pusat penelitian yang ada
pada universitas yang mungkin dapat menyelesaikan masalah
yang dimiliki oleh pihak industri.
b. Sektor industri menerima proposal kerjasama secara langsung
dari universitas atau pusat penelitian selaku penyedia
pengetahuan atau teknologi.
c. Sektor industri dapat meminta bantuan pada pihak ketiga yang
kemudian akan mencarikan universitas.
d. Sektor industri menerima proposal dari pihak ketiga untuk
mengusulkan kolaborasi dengan pusat penelitian dan
pengembangan lokal.

Penelitian yang dilakukan oleh Sonja Padas (2005),


mengklasifikasikan motivasi yang melatarbelakangi keputusan
perusahaan melakukan kolaborasi dengan universitas dalam
delapan faktor yaitu: 23

22Lina Anatan, 2008. “Kolaborasi Universitas-Ndustri: Tinjauan


Konseptual Mekanisme Transfer Pengetahuan Dari Universitas Ke
Industri” Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008. hlm. 29.
23 Lina Anatan, 2008. “Kolaborasi Universitas-Ndustri…..”, hlm. 30,

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 542


Sosiologi Industri

a. orientasi inovasi dan teknologi perusahaan,


b. kesempatan mengakses teknologi yang lebih inovatif,
c. memperluas pasar,
d. kapabilitas peneliti,
e. manfaat konkrit dari kolaborasi yang dilakukan,
f. perilaku atau sikap client tentang inovasi,
g. kapabilitas pengembangan perusahaan,
h. buy vsbuild decision.
Akan tetapi kenyataannya menurut Cohel dan Levinthal,
1990). Perusahaan lebih memilih memanfaatkan lembaga riset yang
potensial dibandingkan harus mengembangkan riset sendiri yang
memakan biaya jauh lebih besar.24
3. Model Pengembangan Kolaborasi Universitas dan Industri
di TB dan UGM
Model implementasi kolaborasi universitas dan industri yang
dilakukan oleh dua Perguruna Tinggi, yaitu: 25
a. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB
Taufikurahman (2008) mengemukakan Sekolah Ilmu dan
Teknologi Hayati (SITH) ITB sedang mengembangkan suatu model
kolaborasi perguruan tinggi dengan industri dalam pengembangan
bioindustri melalui skema Program Hibah Kompetisi (PHK-B) yang
secara kompetitif diberikan Pemerintah melalui Dirjen Dikti.
Program utama SITHITB saat ini adalah pengembangan
produksi biomassa untuk sektor aquakultur dan produk suplemen
kesehatan. Kerja sama dengan industri dilakukan dengan
perusahaan multinasional dan perusahaan obat skala nasional.

24Cohen, W.M., Levinthal, D., 1990. “Absorptive capacity: a new


percpective on innovation and learning”. Administrative Science
Quartely, 35, , hlm. 131.
25LinaAnatan, 2008. “Kolaborasi Universitas-Ndustri….”, hlm. 35
Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 543
Sosiologi Industri

Selain itu, hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan


selama ini juga ditularkan kepada usaha kecil dan menengah melalui
program pelatihan dan workshop.

b. Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada. terpilih sebagai pilot project


Higher Education Linkage Program (Hilink) yang didanai Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan JICA (Japan International
Cooperation Agency). (Dikutip dari Technology Indonesia E-
Magazine tanggal 28 Februari 2008). Proyek Hilink ini bertujuan
untuk mempromosikan kegiatan penelitian di UGM dan untuk
memingkatkan kolaborasi universitas, industri dan komunitas bagi
pemenuhan kebutuhan industri dan masyarakat dan didukung
berbagai pakar dari Kyushu University, Japan, dan konsultan riset
Industri IC-Net Limited. UGM menargetkan pada tahun ini,
penerapan ICT-based research management di Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat (LPPM-UGM), melalui sistem e-
proposal development, onlinesubmission and evaluation, e-research
database dan e-logbook di seluruh unit kerja UGM. Hal ini dilakukan
sebagai upaya penerapan transparansi dan akuntabilitas
administrasi dan tata keuangan pengelolaan riset akan dilakukan
standardisasi kontrak dengan mitra dan kontrask dengan peneliti di
UGM.
4. Peluang Pengembangan Kolaborasi Universitas dan
Industri

Di Indonesia ada beberapa jenis industri yang potensial


untuk dikembangkan di antaranya agroindustri, industri elektronika

Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 544


Sosiologi Industri

dan teknologi informasi, industri otomotif, dan industri tekstil.


Adapun, beberapa peluang, diantaranya: 26

a. Untuk produk agroindustri, Indonesia belum mampu mengolah


menjadi produk yang dapat diekspor sehingga produk pertanian
Indonesia tidak mampu menembus pasaran dunia.
b. Perusahaan-perusahaan di sektor industri di Indonesia umumnya
merupakan anak perusahaan industri luar dengan lisensi dari luar
yang memiliki keterbatasan dalam hal inovasi yang berbasiskan
riset dan pengembangan.
c. Pada umumnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki
unit riset dan pengembangan yang memadai karena adanya
anggapan bahwa aktivitas tersebut sangat mahal.
Dengen demikian, untuk mengembangkan industri-industri
ini peran aktif universitas sangat diperlukan. Keunggulan komparatif
industri tersebut juga harus dipertimbangkan dan pengembangan
industri harus dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
banyak.

26Lina Anatan, 2008. “Kolaborasi Universitas-Ndustri….”, hlm. 35


Bab XIV Kolaborasi Universitas-Industri 545
Sosiologi Ekonomi

Daftar Pustaka
A.S. Munandar. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Depok:.
Universitas Indonesia (UI Press).,
Abdul Syani. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Bandar
lampung: Pustaka Jaya
Abdulsyani. 2007. Sosiologi, Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta:
Bumi. Aksara
Abdurachmat, Idris. 2011. Geografi Industri. Bandung: Jurusan
Pendidikan Geografi FPIPS IKI
Abdurrahmat Fathoni, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Rineka. Cipta.
Abu, Ahmadi. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.
Acemoglu et al., 2015, “The Basis for Trade: Comparative Advantage,”
Journal: Microeconomics, U.S: Pearson Education, Inc.
Adam Kuper & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Rajawali Press.
Adon Nasrullah Jamaludin, 2015. Sosiologi Perkotaan: Memahami
Masyarakat Kota dan Problematikanya, Bandung: Pustaka
Setia.
Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial; Sketsa Teori dan Refleksi
Metodologi Kasus di. Indoneisa. Yogyakata: Tiara Wacana.
Ahmad Erani Yustika. 2009. Ekonomi Politik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Alvin dan Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan.
Jakarta: Pustaka. LP3ES.
Alwasilah, A. C. & Alwasilah, 2007. Pokoknya menulis cara baru
menulis dengan metode kolaborasi. Bandung: Kiblat.
Amabile, T.M., Nasco, C.P., Mueller, J., Wojcik., T., Odomirok, P.W.,
Marsh,M., Kramer, S.J., 2001. “Academic practitioner
collaboration in management research:acase of cross
profession collaboration”.Academy of Management Journal, 44
(2), .
Amsden, A, 1989. Asia's Next Giant: South Korea dan Late
Industrialization. London: Oxford University Press.
An Nabhani, Taqiyuddin, 2012. Sistem Pergaulan Dalam islam. Terj.
M.Nashir. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia.
Ankie M.M.. Hoogvelt: 1985. Sosiologi Masyarakat Sedang
Berkembang, Jakarta,. RajaGrafindo Persada.
Anwar, Yesmil & Adang, 2013, Sosiologi Untuk Universitas, Cetakan
Pertama, Bandung: Refika Aditama.

13-Daftar Pustaka 547


Sosiologi Ekonomi

Appley G.A & Salomon L. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem. Appley.
Terjemahan edisi ketujuh. Jakrta: Widya Medika.
Arsyad, Lincolin. 1992. Pembangunan Ekonomi, Edisi 2. Yogyakarta:
STIE. YKPN.
Arthur L. Stinchcombe, 1968. Constructing Social Theories. New York:
Harcourt Brace and. World.
Athan Theoharis, 1988. “The Politics of Scholarship: Liberals, Anti-
Communism, and McCarthyism” -REVIEW: of Liberalism and
Its Discontents by Alan Brinkley.
Atkinson, E. R. Hilgard. 1987. Pengantar Psikologi. Jilid 1. Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakry, Suryadi Umar. 2015. Ekonomi Politik internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Balasubramanian, R. & Webster, J., 2006, “Retailer Perceptions on
Apparel Sizing. Issues and Customer Satisfaction” ANZMAC
2006 Conference Proceedings. New Zealand: ANZMAC.
Bammer, G., 2008. “Enhancing research collaboration; three key
management challenges”. Research Policy, 37.
Barbara A. Strassberg, 2005. “Science, Religion, and Seculairty in a
Technological Society: Magic, Religion, Science, Technology,
and Ethics in the Postmodern World” Fortieth Anniversary
Symposium (Publication Board of Zygon, 2005)., .
Barnes RSK and Hughes RN. 1988. An Introduction to Marine
Ecology. 2 nd edition. Oxford: Balckwell Scientific.
Barro, Robert J & Xavier Sala-i-Martin. 1992. Economic Growth 3rd
ed.,. Cambridge: The MIT Press.
Beilharz, Peter. 2002. Teori-teori Sosial: Observasi Kritis terhadap
Para Filosof. Terkemuka. (Ter. Sigit Jatmiko). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Bell, Daniel. 1962. The End of Ideology: On the Exhaustion of Political
Ideas in the. Fifties. New York: Collier Books ,
___________. 1973. The Coming of Postindustrial Society: a venture
in social. Forecasting. New York: Basic Books
___________. 1976. The Cultural Contradictions of Capitalism, New
York: Basic Books.
Bellah, Robert N. 1973. Tokugawa Religion. Boston: Beacon Press.
Bernard Raho, 2000. Teori Sosioligi Modern. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Bintarto, R. 1980. Gotong Royong: Suatu Karakteristik Bangsa
Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.
Brannock, J.C, Denny, A.,M., 1998. “Basic Guidelines for university-
industry research partnership” SRA Journal, 30 (2), .
13-Daftar Pustaka 548
Sosiologi Ekonomi

Braverman, E. A. 2007. “Younger You: Breaking the Aging Code for


Effective Anti-Aging Healthcare”. Nutri News Inquires Volume 8
No.7: .
Bruner, E.M., 1974. The Expression of Ethnicity in Indonesia dalam
Urban Ethnicity (editor: Abner Cohen), London: Tavistock.
Bryan Turner. 2003. Teori Sosiologi Modernitas Postmodernitas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama.
Cameron, Kim S & Robert E Quinn, 2006. Diagnosing & Changing
Organizational Culture, Revised Ed. San Francisco: Jossey-
Bass. Collins, .
Campbell, J.B. 1987. Introduction To Remote Sensing: Third Edition.
New York : The Guilford Press
Case et al., 2011, “Scarcity, Choice, and Opportunity Cost,” Principles
of Economics, 10th edition, Boston, MA.Prentice Hall,
Castells, Manuel, 2000. The Rise of The Network Society. Victoria.
Australia: Blackwell Publishing
Chambers, Robert. 1996. PRA (Participatory Rural Appraisal)
Memahami Desa Secara. Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit
Kanisuis
Charles Taylor, 2007. A Secular Age, Harvard: The Belknap Press of
Harvard University Press
Cholil Mansyur, M. 1987. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa.
Surabaya: Usaha. Nasional
Cifor/Pili.2005. “Meminang Lawan Menjadi Kawan: Inovasi
Pengelolaan. Kolaboratif Kawasan Konservasi di Indonesia
Melalui Pembelajaran. Bersama Masyarakat”. Prosiding
Shared Learning II, 18-27 Agustus 2005. Bogor: Center of
International Forestry Research/ Pusat Informasi Lingkungan.
Indonesia.
Cockburn, C. 1983. Brothers, London: Routledge & Kegan Paul.
Cohen and Uphoff. 1977. Rural Development Participation. New. York:
Cornel University.
Cohen, W.M., Levinthal, D., 1990. “Absorptive capacity: a new
percpective on innovation and learning”. Administrative Science
Quartely, 35.
Cohn. and John Zysman. 1987. Manufacturing Matters:The Myth of
the Post-Industrial Economy. New York: Basic Books. DeVries.
Coleman, D.C. 1966. “Industrial Growth and Industrial Revolutions” in
E.M, Carus-Wilson. Essays in Economic History (volume 3).
London: Edward Arnold Publishers Ltd.
Craig, R.F., 1974. Soil Mechanics. New York, USA: Van Nostrand
Reinhold. Company Ltd.
13-Daftar Pustaka 549
Sosiologi Ekonomi

Dahrendorf, Ralf.1959. Class and Class Conflict in Industrial Society.


Stanford: Stanford University Press.
_________, Ralf, 1986. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat
Industri: Sebuah Analisis. Kritik. Jakarta: CV Rajawali Press.
Daghfous, A., 2004. “An empirical investigation of the role of prior
knowledge and learning activities in technology transfer”.
Technovation, 24.
David S. Alberts, Daniel S. Papp, 1997. “The Information Age: An
Anthology on its Impact and Consequences”, CCRP Publication
Series.
Dep. Perindustrian dan Perdagangan, 2002. IKM Buku I Kebijakan
dan. Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil menengah.
Jakarta: Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Dharmawan.A. 1986. Aspek-Aspek dalam Sosiologi Industri.
Bandung: Bina Cipta.
Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen
Perindustrian. 2005. Pelaporan Pelatihan Desain Mebel I
(Indonesia Bagian Barat) di Semarang. Jakarta: Dep.
Perindustrian.
DuBois, B. and Miley, K. 2005. Social work an empowering profession.
USA. Pearson Education, Inc.
Dumairy, 2004. Perekonomian Indonesia, (Cetakan kelima), Jakarta:
Erlangga.
E. Kurzweil dan W. Philips (eds), 1983. “Daniel Bell: Modernism and
Capitalism: Journal Writers and Politics, London.
Eddy Lee, Marco Vivarelli, 2006. “The Social Impact of Globalization
in the Developing Countries,” CSGR Working Paper no.199,
Maret.
Edgar F. Borgotta, Rhonda J.V. Montgomery, 2000, Encyclopedia of
Sociology, (2nd edition, Vol.3). New York: Mcmillan.
Edi Suharto, 2009, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat
CSR, Bandung: CV. Alfabeta.
Edward B. Tylor, 1974. Primitive Culture: Researches into The
Development of. Mythology, Philosophy, Religion, Art, and
Custom. London; John Murray Albemarle street.
Edward Cornish, at.al. 1977, The World Future Society, Washington
D.C: World Future Society.
Effendi, Ridwan dan Elly M. Setiadi. 2006. Pendidikan Lingkungan
Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT). Bandung: UPI PRESS.
Elisanti dan Tintin Rostini, 2009. Sosiologi: untuk SMA. Jakarta: Pusat
Perbukuan Diknas.
Elly M Setiadi Kolip Usman, dkk. 2010. Pengantar Sosiologi:
Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial.Jakarta :
Kencana.
13-Daftar Pustaka 550
Sosiologi Ekonomi

Emilia, E. 2008. Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi pada Remaja.


Skripsi. Bogor. SPS-IPB.
Feige, Edgar L.1990. “Defining and Estimating. Underground and
Informal Economies:” The. New Institutional Economics
Approach. World. Development. Vol. 18 No. 7. .
Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi
Untuk. Bertindak. Jakarta:The British Council .
Freud, Sigmund. 2002. A General Introduction to Psychoanalysis/.
Psikoanalisis Sigmund Freud. Alih Bahasa: Ira Puspitorini.
Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Garna, K. J. 1992. Teori–Teori Perubahan Sosial. Bandung: Program
Pascasarjana Unpad.
Garrick, J., Ghan, A., Lai, J., 2004. “University-industry partnerships:
implication for industrial training, opportunities for new
knowledge” Journal of European Industrial Training, 28 (2-4)
George Ritzer. 2013. Eksplorasi dalam Teori Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gerke, Solvay. 2000. Consumption in Asia Lifestyles and Identities.
New York: Routledge.
Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern
.Jakarta :UI. Press.
Ginting, Perdana. 2009. Perkembangan Industri Indonesia. Bandung:
Yrama Widya .
Grazia, Victoria de and Ellen Furlough, 1996, The Sex of
Things:Gender and Consumptionin Historical Perspective, USA
California: University Of California Press. Hall, hlm 442.
Grint, Keith, dan Woolgar, S. 1994. Deus ex Mahcina, Camridge: UK.
Habibie, Bachraruddin Jusuf. 2006. Detik-Detik yang Menentukan:
Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta: THC
Mandiri.
Hadari Nawawi, 1984. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Gunung
Agung.
Haggard, Stephan and Beth A. Simmons 1986. “Theories of
International Regimes.” International Organization 41, no 3.
(Summer 1986).
Hal Foster (ed), 1985, Postmodern Culture, London and Sydney: Pluto
Press.
Hall, S. 1992. “The Question Cultural Identity” dalam S. Hall,D., Held,
dan A, McGrew, (eds) Modernity and its Futures, Cambridge:
UK.
Hamilton, Gary G., and Nicole Woosley Biggart. 1988. "Market,
Culture, and Authority: A Comparative Analysis of Management
and Organization in the Far East." American Journal of
Sociology 94 (Supplement):S52-S94.
13-Daftar Pustaka 551
Sosiologi Ekonomi

Hann Tan, Joe dan Topatimasang, 2003. Mengorganisira Rakyat.


Yogyakarta; SEAPCP & ReaD.
Hartoko, Dick & B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra.
Yogyakarta: Kanisius.
Hartono dan Aziz Arnicun. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Heilbroner, L. Robert. 1972 Tokoh-Tokoh Besar Pemikir Ekonomi,
Jakarta: UI Press.
Herbert Marcuse, 1971. One-Dimensional Man: Studies in the
Ideology of Advanced Industrial Society . Boston: Beacon, hlm.
41.
Hermana, Ruswendi. 2006. Perspektif Sosial Budaya. Bandung: UPI
PRESS.
Herrigel G. 1996. Industrial Constructions. Cambridge, Eng:
Cambridge Univ. Press.
Hidayat, Sutanto. 2012. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Fisik
Belajar dari Analisi Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan
Jembatan Suramadu. Malang: Universitas Brawijaya.
Ibrahim, J.T. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang. Press.
Ibrahim, Rusli. 2001. Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani di
Sekolah. Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Indriaty Ismail & Mohd Zuhaili Kamal Basir, 2012. “Karl Marx dan
Konsep Perjuangan Kelas Sosial” International Journal of
Islamic Thought, Vol. 1: (June 2012).
Iryanto, Tata Suharto. 1989. Kamus Bahasa Indonesia Terbaru.
Surabaya: Indah.
Iskandar, Jusman. 2004. Pengembangan Masyarakat. Bandung:
STKS Press.
J.W. Schoorl. 1988. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-Negara. Sedang Berkembang. Terjemahan: R.G
Soekadijo. Jakarta: Gramedia..
Jacques Ellul, 1986. The Technological Bluff, New York: The
Continuum Publishing Corporation.
James M. Henslin. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi.
Jakarta: Erlangga.
Janowitz, Morris. 1985. Hubungan-Hubungan Sipil-Militer, Perspektif
Regional. (Alih Bahasa: Sahat Simamora). Jakarta: Bina
Aksara.
Jensen, Solberg, Zorn. 1992. “Simultaneous Determination of Insider
Ownership, Debt and Dividend Policies”, Journal of Financial
Economics, 3, .
Johan Weintré, 2003. Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok
Minoritas Indonesia: Studi Kasus Masyarakat Orang Rimba di
13-Daftar Pustaka 552
Sosiologi Ekonomi

Sumatra (Orang Kubu Nomaden), Makalah Studi Lapangan,


Yogyakarta: Pusat Studi Kebudayaan UGM, .
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terj.
Robert. MZ Lawang. Jakarta: Gramedia.
Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
K.J. Veeger. 1990. Realitas Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Kamanto, Sunarto, 1985, Pengantar Sosiologi: Sebuah Bunga
Rampai, Jakarta: Yayasan Obor.
Karl Mannheim, 1964. Ideology and Utopia, An Introduction to the
Sociology of Knowledge, New York: A Harvest Books.
Kartodirjo, Sartono dan Suryo, Djoko, 1991. Sejarah Perkebunan di
Indonesia, Kajian sosial Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media.
Kathy S. Stolley, 2006. The Basics of Sociology, London: Greenwod
Press.
Kimmel, Michael, Amy Aronson. 2004. Men and Masculinities: a
social, cultural, and historical encyclopedia. United States:
ABC-CLIO.
Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan
(cetakan kesembilan belas), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Koran Tribun Jabar, sabtu 18 oktober 2008 dengan judul “Perlunya
Kolaborasi Universitas-Industri“.
Krause, N. & Keith, V. 1989. “Gender Differences in Social Support
Among Older Adults . “Sex Roles”.21, (9/10), .
Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia Menuju
Negara Industri Baru 2030?.Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, (cet-1).
Bandung: Mizan.
Kuznets, P. S. 1988. “Contributions to Economics” The Swedish
Journal of Economics. 73,.
Lambert, R., 2003. “Review of business–industry collaboration”. Final
Report, 2003 December, HMSO, ISBN 0-947819.
Lawang, Robert M.Z. 1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Karunika.
Lawrence. Green 1980. Health Education Planning A Diagnostic
Approach. Baltimore: The John Hopkins University, Mayfield
Publishing Co.
Lee, J., Win, H.N., 2004. “Technology transfer between university
research centers and industry in Singapore”. Technovation, 24,
Lemert, Edwin M. 1995. Social Pathology. NewYork: Mc Graw-Hill.
Lewis F. Abbott, 2003. “Theories Of Industrial Modernization &
Enterprise Development: A Review, ISM Books, revised 2nd
edition, 2003.
13-Daftar Pustaka 553
Sosiologi Ekonomi

Lina Anatan 2008 “Kolaborasi Universitas-Industri: Tinjauan


Konseptual Mekanisme Transfer Pengetahuan Dari Universitas
Ke Industri” Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008.
Lincoln, YS. 1994. Handbook of Qualitative Research. London: SAGE
Publications.
Lohrmann et, al. 2008, “a Complementary Ecological Model of The
Coordinated School Health Program: Jounal: Public Health
Report, Vol. 123.
M. Rusli, 1999, Agama dan Masyarakat Industri. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Macionis, John J. Macionis, John. J. 1997. Sociology (sixth edition).
New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Mahmud, 2012. Sosiologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Mankiw, N. G., 2014, “Comparative advantage: the Driving Force of
Specialization,” Journal: Principles of Economics, 7th edition,
Cengage Learning, Stamford, CT.
Manuel Castels, 1999, The Information Age: Economy, Society and
Culture, Volume I, The Rise of the Network Society (cetakan
ke-9) Massachusetts: Blackwell.
Margaret M. Palopo, 2004. Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2014. Sosiologi 2: Kelompok
Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta. Esis Erlangga, hlm. 24.
Mattoon, R., 2006. “Can higher education foster economic growth?”
Chicago Fed Letter; Aug; 2006., hlm. 229..
Mayor, Polak J.B.A.F. 1984. Sosiologi: Suatu Pengantar Ringkas.
Jakarta:Ikhtiar Baru., hlm. 1.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, 1997, The Symbolic
Construction of Community. New York: Routledge.
Merton, Robert. K. 1968. Social Theory and Social Structure. New
York: Free Press, .
Michael Kimmel and Amy Aronson, Sociology Now. Boston: Pearson
Higher Education.
Michael Lind, 1999. “Why Daniel Bell Keeps Getting It Right”, Los
Angeles Times, 15 Agustus 1999. New America Foundation.
Miguel, et. al., 2002. Did Industrialization Destroy Social Capital in
Indonesia?. California: University of California at Berkeley and
NBER.
Mike Featherstone, 1991. Consumer Culture & Postmodernism,
London: Sage.
Mount Joy Alan B. 1983, Industrialisasi dan Negara-negara Dunia
Ketiga, Jakarta: PT. Bina Aksara.
Mowery, D.C. Nelson, R.R., Sampat, B., Ziedonis, A.A., 2001. “The
growth of patenting and licensing by U.S. universities: an
13-Daftar Pustaka 554
Sosiologi Ekonomi

assessment of the effect of the Bayh-Dole act 1980”. Research


Policy 30.
MP. Todaro, 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga, Jilid 1 &
2,. Jakarta: Erlangga.
Mubyarto, Santoso K., 1988. Pembangunan Pedesaan di Indonesia.
Yogyakarta: Liberty.
Muller, Daniel J, 1998, Mengukur Sikap Sosial pegangan untuk
peneliti dan. Praktisi, Jakarta, Bumi Aksara.
Myron, Weiner. 1994. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan.
Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.
Nawawi, Hadari. 2006. Evaluasi dan manajemen kinerja di lingkungan
perusahaan dan industri. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity
Press.
Ndraha, Taliziduhu, 1999. Pengantar Teori Perilaku Organisasi,
Jakarta: Prenhallindo.
Ndraha, Taliziduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat. Jakarta.
Rineka Cipta.
Nico Stehr, 2001. The Fragility of Modern Societies, London: Sage
Publication.
Niklas Luhmann, 1997. “Globalization or World Society: How to
Conceive of Modern Society?”, Joornal International Review of
Sociology.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka. Cipta.
Nugroho, Hari 2008. Prinsip-prinsip Dasar Sosiologi Industri. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Nurcholish Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam era Reformasi.
Jakarta: Paramadina.
Oetama, Jakob., (ed.), 1990. Menuju Masyarakat Baru Indonesia:
Antisipasi Terhadap Tantangan Abad XXI, Jakarta: PT
Gramedia.
Olsen, O.W. 1974. Animal Parasites: Their Life Cycle and Ecology
Third edition. New York: Dover Publications Inc.
Otsuka, Misuzu, Stephen Thomsen, and Andrea Goldstein. 1988
Improving Indonesia's Investment Climate. Investment Insights.
Paris: OECD, hlm. 228.
Panjaitan, Rumintang R; et al. 1996. Pemanfaatan Limbah Padat
Industri. Acetelin Sebagai Bahan Pembuatan Batako.
Surabaya: Badan Penelitian dan. Pengembangan Industri.
Parker, S.R dkk. 1992. Sosiologi Industri. Jakarta: Rineka Cipta.
Parlo Singh, 2004. “Singh, Globalization and Education” Jurnal
Educational Theory, (Univerisity of Illionis, 2004), vol.54. no.1.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi. Jakarta:
Erlangga.
13-Daftar Pustaka 555
Sosiologi Ekonomi

Paul D. Johnson, 1990, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, Jakarta:


Penerbit PT. Gramedia.
Paul Masson, 2001. “Globalization: Facts and Figures, dalam IMF
Policy” Discussion Paper, (International Monetery Fund, Peter
N. Stearns, Globalization in World History, London: Routledge.
Perdana, Ari A. 2001. “Peranan ‘Kepentingan’ Dalam Mekanisme
Pasar Dan Penentuan KebijakanEkonomi Indonesia”.
Economics Working Paper Series.
Peter F. Drucker, 1998. The Next Information Revolution, Boston: Kent
Publeshing Company.
Peter L. Berger, 1982. Piramida Kurban Manusia, (terjemahan A.
Rahman Tolleng). Jakarta: LP3ES.
Peter N. Stearns, William Leonard Langer. 2010,The Encyckopedia of
World. History: Ancient, Medieval, and Modern, Chronologically
Arranged. London: Houghton Mifflin Books.
Peter Sercombe and Bernard Sellato, eds., 2007. Beyond the Green
Myth: Borneo’s Hunter-Gatherer in the Twenty-First Century
(Copenhagen: Nordic Institute of Asian Studies.
Piore M.J. and Sabel CF. 1984. The Second Industrial Divide. New
York: Basic Book.
Poloma, M Margaret. 1999. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Purnawan Basundoro, 2001. “Industrilisasi, Perkembangan Kota dan
Respon Masyarakat: Studi Kasus Kota Gersik”. Jurnal
Humaniora, Volume XIII, No 2/2001.
Pusat Bahasa, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa
Diknas.
Rahardjo, 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.
Yogyakarta. UGM-Press.
Ramadhan KH, 1994. Gobel: Pelopor Industri Elektronika Indonesia
Dengan Falsafah Usaha Pohon Pisang,. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Ranjabar, Jacobus. 2008. Perubahan Sosial dalam Teori Makro
(Pendekatan Realitas Sosial). Bandung: Alfabeta.
Rauf Purnama, 2013. Pengalaman Mempersiapkan Pembangunan
Industri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Reid, H,. S. 1992. Ethylene in Postharvest Technology. California:
University of California. .
Rick Perlstein, "The Prophet Motive, Daniel Bell's Take on Capitalism
20 Years Later", Jorrnal. MSN Network.
Riga A.S. 1990. Memperkirakan dan Mencegah Dampak
Pembangunan terhadap Lingkungan Sosial. Bandung: PPLH-
ITB.

13-Daftar Pustaka 556


Sosiologi Ekonomi

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


hlm. 177.
______. & Goodman, 2013. Eksplorasi dalam Teori Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.,.
_________ 2013. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Jakarta: Rajawali. Press.
Rogers, Shoemaker F. Floyd., 1986, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.
(diterjemahkan oleh Abdillah Hanafi). Surabaya: Usaha
Nasional.
Rose Laub Coser., 1975, The Complexity of Roles as a Seedbed of
Individual. New York : Harcourt.
S.R. Parker dkk, 1992. Sosiologi Industri, Jakarta: Rineka Cipta.
Salvicion dan Celis. 1998. Bina Keluarga. Terjemahan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Samekto, Aji. 2005. Kapitalisme Modernisasai dan Kerusakan
Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sanderson. K. Stephen. 2003. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan
terhadap Realitas Sosial. Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo
Persada .
Sarwono, S. W. 2004. Psikologi Remaja. (Edisi Revisi 8) Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Schaefer T Richard.2012. Sociology. Jakarta: Salemba Humanika.
Schneider, B. H, 1993. Children's social competence in context: The
contributions of family, school and culture. Oxford: Pergamon
Press.
Schneider, Eugene V. 1993. Sosiologi Industri. Jakarta: Aksara
Persada. Indonesia.
Schoorl, J.W. 1980. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-Negara Sedang Berkembang. Jakarta; GramediaSelo
Soemardjan 1964. Bunga Rampai Sosiologi. Jakarta: LP. Fak
Ekonomi UI, hlm. 12.
Setiadi, E. M. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Prenanda. Media Group
Setiawati, W. 2006. Analisis Pengaruh Faktor Produksi. Terhadap
Produksi Industri Pengasapan Ikan Di Kota. Semarang. Tesis
Semarang: Magister Ilmu Ekonomi Dan Studi. Undip
Setyawati, E.A. 2002, Pengaruh Kegiatan Operasi Kawasan Industri
terhadap Perkem- bangan Sosial Ekonomi Masyarakat
Pedesaan, Skripsi, Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian, IPB
Siegel, D.S., Waldman, D.A., Atwater, L.E., Link, A.N., 2003. “Toward
a model of the effective transfer of scientific knowledge from
academicians to practitioners: a qualitative evidence from the

13-Daftar Pustaka 557


Sosiologi Ekonomi

commercialization of university technologies”. Journal of


Technology Management, 21
Sinaga Pariaman. 2004. Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Jakarta:
Kementerian Koperasi dan UKM.
Singgih, Bambang, S. 1991. Perkembangan Masyarakat Akibat
Pertumbuhan Industri di Daerah-Daerah Jawa Timur. Jakarta:
Depdikbud RI.
Sitanala Arsyad dan Ernan Rustiadi, ed., 2008. Penyelamatan Tanah,
Air, dan Lingkungan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Siti Nadroh dkk, 2003. Indonesia Selayang Pandang, Jakarta: Medina
Indonesia.
Soemardjan, Selo. 1982. Perubahan Sosial di Yogyakarta.
Yogyakarta: Gadja. Mada University Press.
Soerjono Soekanto, 2008. Sosiologi Satu Pengantar: Jakrta: Raja
Grapindo Persada.
Soleman B. Taneko. 1984. Struktur dan Proses Sosial Suatu
Pengantar Sosiologi. Pembangunan. Jakarta: CV. Rajawali.
Sonnenhawald, D.H, 2006. “Sciencetific collaboration: a synthesis of
challenges and strategies”. Annual Review of Information
Science and Technology, 4.
Stalder, Philipp, et al. 2008. Swiss Information Literacy Standard.
Swiss: Swiss Universities, hlm. 61-65.
Steanrs, F.W. and T. Montag, 1974. The Urban Ecosystem.
Stroudsburg, Pennsylvania: John Willey and Sons.
Straubhaar & Larose. 2004. Media Now, Understadning Media,
Culture, and. Technology. United States Of America:
Wadsworth.
Streharsky, C.J., 1993. “Creating ethical university-industry
partnership”. SRA Journal, 25 (1.)
Stynes, Daniel J , Vanessa Arnold, editor. 1997. Economic Impacts of
Tourism: A Handbook for Tourism Professionals. Illionis: Illionis
Bereau of Tourism-Illionis Department of Commerce and
Community Affairs.
Subandi, 2011, Ekonomi Pembangunan. Bandung: Alfabeta.
Sudirman, Rahmat. 1999. Konstruksi Seksualitas Islam dalam
Wacana Sosial. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (edisi ketiga). Jakarta:
Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian
Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara., hlm. 83.
Suparlan, Parsudi, 2008, . Struktur Sosial dalam Manusia Indonesia
Individu Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Akademi
Pressindo.

13-Daftar Pustaka 558


Sosiologi Ekonomi

Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial Dan Pembangunan. Jakarta:


LP3ES.
Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalismedan
Konsumsi di Era Masyarakat Post Modernisme. Prenada
Media.
Svehla, G. 1979. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro
Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Syaifullah. 2009. “Industrialisasi, Manusia Industri dan Perubahan
Sosial” Jurnal. Geografi GEA. 9. (1),
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada
Media,
The Liang Gie dan Miftah Toha. 1976. Efisiensi Kerja bagi
Pembangunan. Negara. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press,
Toffler, Alvin. 1981. The Third Wave. London: Pan Books Ltd,
Tucker, M.E., 1991, Sedimentary Petrology-An Introduction to the
Origin of. Sedimentary Rocks, 2 nd ed., London: Blackwell
Scientific Pub,
Undang-undang Republik Indonesia No 5 tahun 1984, Tentang
Perindustrian.
UU No 22 tahun 1999 yang sekarang telah diubah menjadi UU No 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Velentinus Saeng, Herbert Marcuse: 2012. Perang Semesta Melawan
Kapitalisme Global . Jakarta: Gramedia,
Vivin Retno Damayanthi, 2008. “Proses Industrialisasi Di Indonesia
Dalam Prespektif Ekonomi Politik” Journal of Indonesian
Applied Economics Vol. 2 No.1 Mei 2008,
Waters, T.S and Putz-Anderson, V. 1996. Manual Material Handling,
Edited by Bharattacharya, A & McGlothlin, J.D., 1996.
Occupational Theory and Applications. New York: Marcel
Dekker Inc,
Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and Industry . London:
Routledge,
Wedderburn, Kenneth William. 1966. The law and industrial conflict in
Great. London: Stevens,
Wila, Huky D.A. 1982. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha
Nasional,
Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Cetakan II. Jakarta:
Kencana Prenada. Media Group,
Wiryohandoyo, Sudarno. 2002. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan
Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, Yogyakarta: Tiara
Wacana,
Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi (Konsep dan Teori). Bandung: PT.
Refika Aditama,
13-Daftar Pustaka 559
Sosiologi Ekonomi

Yulianti, Neni. 1999. Dasar-dasar Public Relations. Jatinangor:


Alqaprint,
Yusran Razak, 2010. Sosiologi, Sebuah Pengantar, Jakarta: Lab.
Sosiologi Agama,
Yustika, Ahmad Erani. 2007. Perekonomian Indonesia: Satu Dekade
Pasca Krisis Ekonomi .Malang: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya,
Zanden, James W. Vander. 1988. The Social Experience: An
Introduction to. Sociology. New York: Random House,
Zastrow, Charles. 1999. Introduction to Social Welfare Institutions
(Social Problems, Services, and Current Issues). Illinois: The
Dorsey Press,

13-Daftar Pustaka 560

Anda mungkin juga menyukai