Oleh:
Ryan Romadhon
(2018.77.20.088)
Menyetujui,
JUWARTO, S.Pd
NIP: ----- ------
Mengesahkan,
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………………
PENDAHULUAN………………………………………………………………………
LITERATUR REVIEW/LANDASAN TEORI……………………………………….
METODE PENELITIAN………………………………………………………………
3
Abstract
The WHO-19 pandemic is a state emergency that has major consequences for all countries,
including Indonesia. These consequences occur in various fields of life, including education.
Many Indonesian citizens feel that their education rights are not fulfilled because they have to
undergo distance education. This makes the government have an important role to play in
overcoming this problem, namely by issuing an emergency education curriculum. The
curriculum is a curriculum that is in common with the National Curriculum because it is a
simplification. This curriculum also, when viewed from the perspective of Constitutional Law, is
a great hope so that the education rights of Indonesian citizens can be fulfilled. This hope can be
created because the learning prioritizes the achievement of student understanding. So that with
the Emergency Curriculum, it can be a step to adapt and proceed towards normal state
conditions, especially to fulfill the education rights of Indonesian citizens. In writing and
describing the analysis, the author uses the juridical normative research method.
Keywords: Emergency Curriculum; Pandemic; Education
4
Abstrak
Pandemi COVID-19 merupakan darurat ketatanegaraan yang memberikan akibat yang besar bagi
seluruh negara, termasuk Indonesia. Akibat tersebut terjadi diberbagai bidang kehidupan,
termasuk bidang pendidikan. Banyak dari warga negara Indonesia yang merasa hak
pendidikannya tidak terpenuhi karena harus menjalani Pendidikan Jarak Jauh. Hal ini
menjadikan pemerintah memiliki peran penting untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan
mengeluarkan Kurikulum Darurat. Kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang memiliki
kesamaan dengan Kurikulum Nasional karena merupakan penyederhanaannya. Kurikulum ini
juga jika dilihat dari perspektif Hukum Tata Negara merupakan suatu harapan besar agar dapat
terpenuhinya hak pendidikan warga negara Indonesia. Harapan tersebut dapat tercipta karena
pembelajarannya lebih mengutamakan pada tercapainya pemahaman peserta didik. Sehingga
dengan adanya Kurikulum Darurat, bisa menjadi suatu langkah untuk beradaptasi dan berproses
menuju kondisi negara normal, terutama untuk memenuhi hak pendidikan warga negara
Indonesia. Penulis dalam menguraikan seluruh analisisnya, menggunakan metode penelitian
kuantitatif.
Kata Kunci: Kurikulum Darurat, Pandemi, Pendidikan
5
PENDAHULUAN
Virus corona merupakan sebuah penyakit menular yang hampir menyebar keseluruh
dunia. Di mana untuk pertama kalinya pada Desember 2019 virus tersebut dilaporkan di kota
Wuhan, Tiongkok. WHO sebagai organisasi internasional dibidang kesehatan, selanjutnya
memberi nama Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai nama resmi dari virus tersebut.
Seiring berjalannya waktu, virus tersebut diketahui sebagai virus yang menular hingga
memberikan kasus di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kasus pertama yang datang di
Indonesia terjadi pada tanggal 2 Maret 2020. Akibat penularan virus corona tersebut, WHO
secara resmi menyatakan COVID-19 sebagai pandemi. Hal ini terlihat secara jelas bahwa pada
tanggal 30 Maret 2020 telah terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh dunia.
Keadaan tersebut menjadikan negara harus memberikan penanganan dan langkah yang tepat,
agar situasi pandemi COVID-19 dapat berakhir (Susilo.dkk, 2020: 45-46).
Penanganan wabah virus corona oleh pemerintah menimbulkan berbagai masalah baru
lainnya. Penanganan ini dilakukan oleh pemerintah seperti dengan melakukan sosial distancing,
himbauan isolasi, karantina, Lock Down hingga menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB). Penanganan tersebut harapannya dapat menghilangkan dan mengurangi penyebaran
wabah virus corona di Indoneisa. Namun kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak
mengikuti arahan tersebut, hingga akhirnya penyebaran terus berlangsung. Pemerintah
selanjutnya semakin waspada dengan menetapkan kebijakan larangan mudik lebaran 2020.
Kebijakan tersebut akan dijalani secara ketat karena akan ada sanksi bagi para pelanggarnya.
Semua ini merupakan kebijakan yang dirancang oleh pemerintah, namun hal ini menimbulkan
masalah-masalah baru lainnya, mulai dari bidang ekonomi, sosial budaya, hingga bidang
pendidikan.
Masalah baru dibidang pendidikan akibat wabah virus corona adalah salah satu hal yang
krusial yang harus diperhatikan. Di mana dengan adanya kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pembelajaran dilakukan secara daring, mewajibkan pemerintah perlu
memberikan sosialisasi kepada sekolah agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Hal
ini diperlukan agar sekolah dapat memberikan informasi kepada anak, orang tua dan guru terkait
pembelajaran jarak jauh yang akan dilaksanakan. Atas kebijakan tersebut, pihak-pihak terkait
6
belum bisa secara efektif beradaptasi dengan kondisi pembelajaran jarak jauh. Hal ini
menjadikan hak pendidikan warga negara Indonesia belum dapat terpenuhi secara merata.
7
LITERATUR REVIEW/LANDASAN TEORI
1
Zainal Arifin Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Cet. 1; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya; 2011. Hal. 2
2
Rusman, Manajemen Kurikulum, Seri II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2009. Hal. 3
8
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Lingkup manajemen
kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum.
Pada tingkat satuan pendidikan kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk
merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar
kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang
bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang integritas dengan
peserta didik maupun dengan lingkungan di mana sekolah itu berada. Terdapat lima prinsip
yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum, yaitu:
a. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang
harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta
didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran
dalam manajemen kurikulum.
b. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan demokrasi, yang
menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam
melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan kurikulum
c. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan manajemen
kurikulum, perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
d. Efektivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbngkan
efektivitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen
kurukulum tersebut sehingga memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga, dan
waktu yang relative singkat.
e. Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen
kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi, misi, dan tujuan kurikulum3.
9
kurikulum agar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum berjalan dengan efektif,
efisien, dan optimal dalam memberdayakan berbagai sumber belajar, pengalaman belajar,
maupun komponen kurikulum. Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum di antaranya
sebagai berikut:
4
Rusman, Manajemen Kurikulum, Seri II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2009. Hal. 5
10
Maksud dari manajemen dalam perencanaan kurikulum adalah keahlian “managing”
dalam arti kemampuan merencanakan dan mengorganisasikan kurikulum. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam proses perencanaan kurikulum adalah siapa yang bertanggung jawab
dalam perencanaan kurikulum, dan bagaimana perencanaan kurikulum itu direncanakan
secara professional.
Hal yang pertama dikemukakan berkenaan dengan kenyataan adanya gap atau jurang
antara ide-ide strategi dan pendekatan yang dikandung oleh suatu kurikulum dengan usaha-
usaha implementasinya. Gap ini disebabkan oleh masalah keterlibatan personal dalam
perencanaan kurikulum. Keterlibatan personal ini banyak bergantung pada pendekatan
perencanaan kurikulum yang dianut. Pada pendekatan yang bersifat “administrative
approach” kurikulum direncanakan oleh pihak atasan kemudian diturunkan kepada instansi-
instansi bawahan sampai kepada guru-guru. Jadi form the top down, dari atas ke bawah atas
inisiatif administrator. Dalam kondisi ini guru-guru tidak dilibatkan. Mereka lebih bersifat
pasif yaitu sebagai penerima dan pelaksana di lapangan. Semua ide, gagasan dan inisiatif
berasal dari pihak atasan5. Sebaliknya pada pendekatan yang bersifat “grass roots approach”
yaitu yang dimulai dari bawah, yakni dari pihak guru-guru atau sekolah-sekolah secara
individual dengan harapan bias meluas ke sekolah-sekolah lain. Kepala sekolah serta guru-
guru dapat merencanakan kurikulum atau perubahan kurikulum karena melihat kekurangan
dalam kurikulum yang berlaku. Mereka tertarik ole hide-ide baru mengenai kurikulum dan
bersedia menerapkannya di sekolah mereka untuk meningkatkan mutu pelajaran. Dengan
bertindak dari pandangan bahwa guru adalah manager (the teacher as manager). J.G Owen
sangat menekankan perlunya keterlibatan guru dalam perencanaan kurikulum. Guru harus ikut
bertanggung jawab dalam perencanaan kurikulum karena dalam praktek mereka adalah
pelaksana-pelaksana kurikulum yang sudah disusun bersama6.
Di Inggris gagasan ini berwujud dalam bentuk “teacher’s centeres” yang dibentuk
secara lokal sebagai tempat guru-guru bertemu dan berdiskusi tentang pembaharuan
pendidikan. Disamping guru-guru berkumpul juga pengajar dari perguruan tinggi, pengusaha
5
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2010, Hal.
150.
6
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2010, Hal. 151
11
dan para konsumen lulusan sekolah. Masalah yang kedua, bagaimana kurikulum direncanakan
secara professional, J.G Owen lebih menekankan pada masalah bagaimana menganalisis
kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan sebagai factor yang berpengaru h dalam perencanaan
kurikulum. Terdapat dua kondisi yang perlu dianalisis setiap perencanaan kurikulum:
a. Kondisi sosiokultural
Kemampuan professional manajerial menuntut kemampuan untuk dapat mengolah atau
memanfaatkan berbagai sumber yang ada di masyarakat, untuk dijadikan narasumber. J.G
Owen menyebutkan peranan para ahli behavior science, karena kegiatan pendidikan
merupakan kegiatan behavioral dimana di dalamnya terjadi berbagai interaksi social
antara guru dengan murid, murid dengan murid, dan atau guru dengan murid dengan
lingkungannya.
b. Ketersediaan fasilitas
Salah satu penyebab gap antara perencana kurikulum dengan guru-guru sebagai praktisi
adalah jika kurikulum itu disusun tanpa melibatkan guru-guru, dan terlebih para
perencana kurang atau bahkan tidak memperhatikan kesipan guru-guru di lapangan.
Itulah sebabnya J.G Owen menyebutkan perlunya pendekatan “from the bottom up”,
yaitu pengembangan kurikulum yang berasal dari bawah ke atas. Menurut Peter F. Olivia,
Perencanaan kurikulum terjadi pada berbagai tingkatan, dan kurikulum pekerja-guru,
pengawas, administrator, atau lainnya dapat terlibat dalam upaya kurikulum pada
beberapa tingkat pada waktu yang sama. Semua guru yang terlibat dalam perencanaan
kurikulum di tingkat kelas, guru yang paling berpartisipasi dalam kurikulum. Tingkat
perencanaan di mana fungsi guru dapat dikonseptualisasikan sebagai sosok yang
ditunjukkan7.
1) Karakteristik Perencanaan Kurikulum
Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar yang
dimaksudkan untuk membina siswa/ peserta didik ke arah perubahan tingkah laku
yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa/ peserta didik. Kurikulum adalah semua pengalaman yang mencakup yang
diperoleh baik dari dalam maupun dari luar lembaga pendidikan, yang telah
direncanakan secara sistematis dan terpadu, yang bertujuan untuk mempersiapkan
7
Peter F Olivia, Development of Curriculum, Edisi VI; New York: Pearso Education, Inc, 2004, Hal. 46-47
12
peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Tujuan perencanaan kurikulum
dikembangkan dalam bentuk kerangka teori dan penelitian terhadap kekuatan social,
pengembangan masyarakat, kebutuhan, dan gaya belajar siswa. Beberapa keputusan
harus dibuat ketika merencanakan kurikulum dan keputusan tersebut harus mengarah
pada spesifikasi berdasarkan criteria. Merencanakan pembelajaran merupakan bagian
yang sangat penting dalam perencanaan kurikulum karena karena pembelajaran
mempunyai pengaruh terhadap siswa daripada kurikulum itu sendiri8. Pimpinan perlu
menyusun perencanaan secara cermat, teliti, menyeluruh dan rinci, karena memiliki
multi fungsi sebagai berikut:
a. Perencanaan kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau alat manajemen, yang berisi
petunjuk tentang jenis dan sumber peserta yang diperlukan, media penyampaiannya,
tindakan yang perlu dilakukan, sumber biaya, tenaga, sarana yang diperlukan, system
control dan evaluasi, peran unsur-unsur ketenagaan untuk mencapai tujuan
manajemen organisasi.
b. Berfungsi sebagai penggerak roda organisasi dan tata laksana untuk menciptakan
perubahan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan organisasi. Perencanaan
kurikulum yang matang besar sumbangannya terhadap pembuatan keputusan oleh
pimpinan, dan oleh karenanya perlu memuat informasi kebijakan yang relevan,
disamping seni kepemimpinan dan pengetahuan yang telah dimilikinya.
c. Sebagai motivasi untuk melaksanakan system pendidikan sehingga mencapai hasil
optimal9.
2) Model Perencanaan Kurikulum
Perencanaan kurikulum adalah suatu proses sosial yang kompleks yang menuntut
berbagai jenis dan tingkat pembuatan keputusan kebutuhan mendiskusikan dan
mengkoordinasikan proses menghendaki penggunaan model-model untuk menyajikan
aspek-aspek kunci kendatipun penyajian tersebut pada gilirannya harus menyederhanakan
banyak aspek dan mungkin mengabaikan beberapa aspek lainnya.sebagaimana dengan
model-model pembuatan keputusan umumnya, maka rumusan suatu model perencanaan
berdasarkan asumsi-asumsi rasionalitas yakni asumsi tentang pemrosesan secara cermat
8
Rusman, Manajemen Kurikulum, Seri II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2009. Hal. 21
9
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2010, Hal. 152
13
informasi misalnya tentang mata ajaran, siswa, lingkungan, dan hasil belajar. Beberapa
model perencanaan, yaitu:
a. Model perencanaan rasional deduktif atau rasional tyler, menitik beratkan logika
dalam merancang program kurikulum dan bertitik tolak dari spesifikasi tujuan (goals
and objectives) tetapi cenderung mengabaikan problematika dalam lingkungan tugas.
Model itu dapat diterapkan pada semua tingkat pembuatan keputusan, misalnya
rasionalisasi proyek pengembangan guru, atau menentukan kebijakan suatu planning
by objecktives di lingkungan departemen. Model ini cocok untuk system perencanaan
pendidikan yang sentralistik yang menitikberatkan pada sistem perencanaan pusat,
dimana kurikulum dianggap sebagai suatu alat untuk mengembangkan/ mencapai
maksud-maksud di bidang sosial ekonomi.
b. Model interaktif rasional (the rational interactive model), memandang rasionalitas
sebagai tuntutan kesepakatan antara pendapat-pendapat yang berbeda, yang tidak
mengikuti urutan logis. Perencanaan kurikulum dipandang suatu masalah lebih
“perencanaan dengan” (planning with) daripada perencanaan bagi (planning for).
Seringkali model ini dinamakan model situasional, asumsi rasionalitasnya
menekankan pada respon fleksibel kurikulum yang tidak memuskan dan inisiatif
pada tingkat sekolah atau tingkat lokal. Hal ini mungkin merupakan suatu refleksi
suatu keyakinan ideologis masyarakat demokrasi atau pengembangan kurikulum
berbasis sekolah. Implementasi rencana merupakan fase krusial dalam
pengembangan kurikulum, dimana diperlukan saling beradaptasi antara perencana
dan pengguna kurikulum.
c. The Diciplines Model, perencanaan ini menitikberatkan pada guru-guru, mereka
sendiri yang merencanakan kurikulum berdasarkan pertimbangan sistematik tentang
relevansi pengetahuan filosofis, (issu-issu pengetahuan yang bermakna), sosiologi
(argument-argumen kecenderungan sosial), psikologi (untuk memberitahukan
tentang urutan-urutan materi pelajaran).
d. Model tanpa perencanaan (non-planning model), adalah suatu model berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan intuitif guru-guru di dalam ruangan kelas sebagai bentuk
pembuatan keputusan, hanya sedikit upaya kecuali merumuskan tujuan khusus,
formalitas pendapat, dan analisis intelektual. Keempat model perencanaan kurikulum
14
yang dikemukakan di atas sesungguhnya merupakan tipe-tipe yang ideal (ideal
types) dan bukan model-model perencanaan kurikulum aktual. Umumnya
perencanaan kurikulum mengandung keempat aspek model tersebut. Namun untuk
membedakannya antara satu dengan yang lainnya, diperlukan analisis variable
kebermaknaan bagi praktek perencanaan. Asumsi-asumsi rasionalitas tersebut perlu
disadari dalam kaitannya dengan cara memproses informasi sebagai refleksi posisi-
posisi social dan ideologis yang mengatur perencanaan kurikulum.
15
Ada beberapa factor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum10, di antaranya
berkaitan dengan ruang lingkup (scope), urutan bahan (sequence), kontinuitas,
keseimbangan dan keterpaduan (integrated). Menurut Evelyn J. Sowell konsep organisasi
kurikulum:
a. Subject matter designs:
1. Single subject designs
2. Correlated subjects
3. Broad fields
4. Interdisciplinary integrated studies
5. Thematic instruction
b. Society-culture-based designs/social function and activities designed
c. Learner-based designed:
1. Organic curriculum
2. Development curriculum
d. Other desigs:
1. Technology as curriculum
2. School-to-work curriculum
3. Core curriculum11.
16
f. Kegiatan pelaksanaan evaluasi
g. Kegiatan pelaksanaan pengaturan alat
h. Kegiatan dalam bimbingan dan penyuluhan
i. Kegiatan yang berkenaan dengan usaha peningkatan mutu professional guru12.
12
Ibid. Hal 169.
17
1. Manajemen sebagai suatu disiplin ilmu sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-
ilmu lainnya, seperti filsafat, psikologi, social budaya, sosiologi dan teknologi, bahkan
ilmu manajemen bayak mendapat konstribusi dari ilmu-ilmu yang lain. Banyak teori,
konsep dan pendekatan dalam ilmu manajemen memberikan masukan teoritik dan
fundamental bagi pengembangan kurikulum. Itu sebabnya secara konseptual teoritik
ilmu manajemen harus menjadi landasan penting dalam pengembangan kurikulum.
Hal ini tampak jelas konstribusi pengembangan fungsi-fungsi manajemen dalam
proses pengembangan kurikulum, yang pada dasarnya sejalan dengan proses
manajemen itu sendiri.
2. Para pengembang kurikulum mengikuti pola dan alur piker yang singkron dengan pola
dan struktur berpikir dalam manajemen. Proses pengembangan tersebut sejalan dengan
proses manajemen yakni kegiatan pengembangan dimulai dari proses perencanaan,
pengorganisasian, implementasi dan control serta perbaikan. Oleh sebab itu setiap
tenaga pengembang kurikulum seyogyanya menguasai ilmu manajemen.
3. Implementasi kurikulum sebagai bagian integral dalam pengembangan kurikulum
yang membutuhkan konsep-konsep prinsip-prinsip dan prosedur serta pendekatan
dalam manajemen. Implementasi kurikulum menuntut pelaksanaan pengorganisasian,
koordinasi motivasi, pengawasan, system penunjang serta system komunikasi dan
monitoring yang efektif, secara berasal dari ilmu manajemen. Dengan kata lain, tanpa
memberdayakan konsep-konsep manajemen secara tepat guna, maka implementasi
kurikulum tidak berlangsung secara efektif.
4. Pengembangan kurikulm tidak lepas bahkan sangat erat kaitannya dengan kebijakan
dibidang pendidikan, yang bersumber dari kebijakan pembangunan nasional,
kebijakan daerah, serta berbagai kebijakan sektoral.
5. Kebutuhan manajemen di sector bisnis dan industry, misalnya kebutuhan tenaga
terampil yang mampu meningkatkan produktivitas perusahaan, kebutuhan
demokratisasi di lingkungan semua bentuk dan jenis organisasi, adanya perspektif
yang menitikberatkan pada sector manusiawi dalam proses manajemen, serta berbagai
perspektif lainnya. Pada gilirannya, memberikan pengaruh penting dalam kegiatan
pengembangan kurikulum13.
13
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2010, Hal.
261
18
F. MANAJEMEN EVALUASI KURIKULUM
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan,
organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi,
maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya.
a. Pengertian Evaluasi kurikulum
Menurut S hamid, evaluasi kurikulum dan evaluasi pendidikan memiliki
karakteristik yang tak terpisahkan. Karakteristik itu adalah lahirnya berbagai defenisi
untuk suatu istilah teknis yang sama. Demikian juga dengan evaluasi yang diartikan
oleh berbagai pihak dengan berbagai pengertian.hal tersebut disebabkan oleh filosofi
keilmuan seorang yang berpengaruh terhadap metodologi evaluasi, tujuan evaluasi, dan
pada gilirannya terhadap pengertian evaluasi. Rumusan evaluasi menurut Gronlund
adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan interpretasi
informasi/ data untuk menentukan sejauhamana siswa telah mencapai tujuan
pembelajaran. Sementara itu, Hopkins dan Antes mengemukakan evaluasi adalah
pemeriksaan secara terus menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi siswa,
guru, program pendidikan, dan proses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat
perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan efektivitas
program.
Menurut Tyler, evaluasi berfokus pada upaya untuk menentukan tingkat perubahan
yang terjadi pada hasil belajar. Hasil belajar tersebut biasanya diukur dengan tes. Tujuan
evaluasi menurut tyler, untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi, baik secara
statistic, maupun secara edukatif. Sementara itu McDonald berpendapat bahwa
evaluation is the process of conceiving, obtaining and communicating information for
the guidance of educational decision making with regard to a specified programme 14.
Hal senada dikemukakan oleh Stake tentang konsep responsive evaluation, yaitu pada
hakikatnya evaluasi yang responsif, apabila secara langsung berorientasi pada kegiatan-
kegiatan program, memberikan sambutan terhadap informasi yang diperlukan oleh
14
John D, McNeil, Curriculum: A Comprehensif Introduction, London: Scott, Foresman/Litle, Brown Higher
Education, 1990. Hal. 210
19
audiens, dan nilai perspektifnya disajikan dalam laporan tentang keberhasilan
program/kurikulum15. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
evaluasi lebih bersifat komperhensif yang di dalamnya meliputi pengukuran. Disamping
itu, evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai
suatu objek. Keputusan evaluasi hanya didasarkan pada hasil pengukuran, dapat pula
didasarkan pada suatu hasil pengamatan.
15
Stake E Robert, The Countanance of Education Evaluation, Teacher College 68, 1967. Hal. 115
20
(2002) mengemukakan tidak ada dosis yang standar atau fixed dalam intervensi
pedidikan. Hal ini berbeda untuk penelitian di Biomed seperti pengaruh obat
terhadap suatu penyakit, yang mana dapat ditentukan dosis yang fixed. Berbeda
dengan penelitian evaluasi kurikulum misalnya pengaruh PBL terhadap
kemamuan Self Directed Learning (SDL). Penerapan PBL di berbagai FK dapat
bermacam-macam. Kemungkinan penerapan SDL dalam PBL di FK A 50 %,
sedangkan di FK B adalah 70 %, maka apabila mereka dijadikan subjek penelitian
maka tentu saja pengaruh PBL terhadap SDL akan berbeda.
4. Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah16.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti memerlukan data yang sifatnya jelas dan mendalam
sehingga peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif yang di dasarkan pada rumusan
penelitian yang menuntut peneliti melakukan eksplorasi dalam rangka memahami dan
menjelaskan yan diteliti melalui hubungan yang intensif dengan sumber data. Adapun subyek
dalam penelitian ini selain kepala sekolah ialah wakil kepala bidang kesiswaan dan beberapa
oraang siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Dimana observasi adalah cara menghimpun bahan-
bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan fenomena-fenomena
yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh
kebanyakan bersumber dari manusia (human resources) melalui observasi dan wawancara akan
tetapi diperlukan sumber lain sebagai pelengkapan yaitu dokumentasi.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang dapat memberikan informasi
tentang manajemen peserta didik di sekolah. Teknik analisis data penelitian kualitatif ini
dilakukan secara wawancara. Aktivitas dalam analisis data pada penelitian ini adalah reduksi
data, penyajian data, dan simpulan. Pengecekan keabsahan data merupakan pembuktian bahwa
apa yang telah dialami oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada, serta
16
Norman, G.R, Schdmidt H.G. Effectiveness of Problem Based Learning Curricula: Theory, Practice and Paper
Darts, Medical Education 2000. Hal. 721.
21
membandingkan hasil wawancara dari informan satu dan dari informan lainnya. Untuk
mengetahui keabsahan data peneliti menggunakan beberapa teknik, yaitu uji kredibilitas yang
dengan memperpanjang masa penelitian wawancara dan dokumentasi di lapangan, meningkatkan
ketekunan berarti melakukan pengamatan, triangulasi sumber dan teknik.
22
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP SMP Negeri 4 KTSP SMP
Negeri 4 Ampelgading Satu Atap terdin dani tujuan pendidikan, struktur dan muatan
kunkulum, kalender pendidikan dan silabus. Pengembangannya berdasarkan kontekstual,
potensi daerah, atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat daerah Kabupaten
Malang, dan peserta didik Kurikulum SMP Negeri 4 Ampelgading Satu Atap. Pada tahun
pelajaran 2015/2016 SMP Negeri 4 Ampelgading Satu Atap melaksanakan Kurikulum
2006 bagi kelas VII, VIII, dan IX. Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah
dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan
yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi
pengelolaan pendidikan dengan diberikannya wewenang kepada satuan pendidikan untuk
menyusun kurikulumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional
dan Pasal 35 mengenai standar nasional pendidikan. Desentralisasi pengelolaan
pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi daerah harus segera
dilaksanakan. Bentuk nyata desentralisasi pengelolaan pendidikan adalah diberikannya
kewenangan kepada satuan pendidikan untuk mengambil keputusan berkenaan dengan
pengelolaan pendidikan, seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunan
maupun pelaksanaannya di satuan pendidikan.
Malang tempo dulu dikenal sebagai Kota Dingin, karena udaranya sejuk- segar, air
melimpah, tanaman hijau sepanjang tahun, penduduknya ramah, kental dengan budaya
daerah, tetapi semua itu tinggal cerita, lebih-lebih setelah era reformasi dan moderenisasi.
Banyak hutan ditebang, pencemaran air, udara, tanah lengkap meradang. Letak geografis
sekolah serta latar belakang kelurga siswa mayoritas dari pedesaan, maka berpeluang
untuk investasi pelestarian lingkungan dan budaya daerah. Satuan pendidikan merupakan
pusat pengembangan budaya dan karakter bangsa. Kurikulum SMP Negeri 4
Ampelgading Satu Atapini mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
sebagai satu kesatuan kegiatan pendidikan yang terjadi di sekolah yang melingkupi dan
terintegrasi dalam seluruh kegiatan pendidikan sebagai budaya sekolah.
b. Profil Sekolah
23
NO IDENTITAS SEKOLAH
2. NIS/NPSN 20561850
3. N. S. S. 20105180944
5. OTONOMI -
6. KECAMATAN AMPELGADING
7. DESA/KELURAHAN ARGOYUWONO
11. FAKSIMILE
24
25. JARAK KE PUSAT OTODA 70 KM
25
ataupun guru ataupun
dengan pembelajaran,
peserta didik terutama
dukungan positif
peserta didik.
4. Pendekatan, V Guru
moteode menggunakan
mengajar pendekatan,
guru yang metode
bervariasi pembelajaran
yang bervariasi
5. Lingkungan V Memiliki
sekolah lapangan
olahraga yang
memadai dan
tempat parker
yang cukup luas.
KELEMAHAN
1. Rekruitmen V Rekruitmen
guru dan staff guru dan staff
terkadang tidak
sesuai dengan
kebutuhan.
2. Penerimaan V Penerimaan
peserta didik peserta didik
baru/pindahan berdasarkan
. sistem Zonasi.
3. Gedung V Banyak
sekolah gedung-gedung
yang
membutuhkan
26
perbaikan
terutama ruang
kelas dan
perpustakaan.
Ket:
Dari hasil survei dan observasi terkait fakta di lapangan yang sesuai dengan data di atas
penulis menemukan beberapa masalah yang terjadi sehingga mempengaruhi fakta yang tertulis di
dalam kurikulum ini mengalami perbedaan dengan apa yang ada di lapangan yang sebenarnya,
yakni terkait fasilitas perpustakaan dan laboratorium, Di SMP Negeri 4 Ampelgading Satu
Atap untuk fasilitas perpustakaan dan laboratorium masih memiliki kekurangan yang mana hasil
dari observasi lapangan penulis menemukan masalah yang terjadi yakni perpustakaan di SMP
Negeri 4 Ampelgading Satu Atap masih belum tertata dan belum termanage sehingga
perpustakaan ini belum bisa di gunakan oleh siswa/i sebagai sarana penambah ilmu pengetahuan
melalui membaca buku yang ada dalam perpustakaan, gedung perpustakaan sudah ada hanya
saja seperti penyusunan buku-buku dan penempatan katalog belum terbentuk, salah satu hal
penghambat kenapa perpustakaan ini belum tertata yakni karena kekurangan sumber daya yang
ada dalam mengatur dan merawat sarana dan prasarana sehingga perpustakaan dan laboratorium
di SMP Negeri 4 Ampelgading Satu Atap belum tertata dengan rapi.
Di poin 5 yakni tentang lingkungan sekolah di atas disebutkan bahwa sekolah ini memliki
lahan parkir yang luas dan lapangan yang memadai, dalam fakta yang sebenarnya di lapangan
penulis menemukan permasalahan yang terjadi yakni hasil observasi lapangan bahwa fakta yang
sebenarnya ada di lapangan untuk lahan parkir di lingkungan sekolah belum ada, melainkan
lahan parkir berada di lingkungan masyarakat dengan cara komite sekolah bekerja sama dengan
masyarakat untuk pembuatan lahan parkir, selain itu yang menjadi masalah yakni belum
terfungsinya lapangan olahraga dengan baik sehingga untuk penyaluran bakat dan minat peserta
didik menjadi kurang, salah satu hal yang harus dilakukan yakni lebih merawat ulang lagi sarana
lapangan olahraga supaya siswa/i bisa berolahraga dan menyalurkat bakat dan minat.
27
Faktor-faktor Kurang Cukup Baik Komentar
strategi Eksternal
PELUANG
1. Dukungan V Sekolah dapat
pemerintah mengajukan
daerah dalam Proposal ke
melengkapi Pemerintah
sarana dan Daerah
prasarana. Tingkat I dan
Tingkat II
perlu
dilakukan
untuk
melengkapi
sarana dan
prasarana
sekolah.
2. Kesesuaian s V Karena sarana
sarana dan dan prasarana
prasarana merupakan
sekolah kekuatan
dengan artinya
tututan kerjasamaan
potensi daerah pengadaan
dan sarana dan
perkembangan prasarana
IMPTAQ dan serta
IPTEK pemanfaatan
yang harus
ada di
kembangkan
terus.
28
3. Tuntutan V Masyarakat
masyarakat mengharapkan
terhadap setelah selesai
lulusan yang dari SMP ini
berkualitas. diharapkan
mampu
melanjutkan
ke jenjang
yang lebih
tinggi.
Kesimpulan:
Kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak diluar sekolah, dimana peluang ini akan
memperkecil ancaman-ancaman dapat di minimalisir dengan peluang-peluang tersebut dengan
cara tidak hanya infrastruktur saja yang di perhatikan tetapi juga sumber daya manusianya.
29
VISI, MISI, DAN TUJUAN KURIKULUM SMP NEGERI 4 AMPELGADING SATU
ATAP
A. VISI
B. MISI
a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan efektif, melaksanakan kegiatan
Bimbingan Belajar serta kegiatan intrakulikuler sehingga kemampuan siswa/i dapat
berkembang secara optimal dan dapat menguasai Ilmu Pengetahuan.
b. Melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler untuk meningkatkan dan mengoptimalkan
kemampuan non-akademis siswa/i.
c. Membina siswa agar bisa hidup di masyarakat secara mandiri.
d. Melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan Teknologi Informasi dan
Komunikasi serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Melaksanakan kegiatan kerohanian untuk meningkatkan keimanan dan
f. Meningkatkan kedisiplinan, etos kerja dan profesionalisme guna meningkatkan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
C. TUJUAN
a. Meningkatkan kompetensi siswa/i dalam bidang akademis dan non-akademis.
b. Membudayakan pelaksanaan kegiatan keagamaan untuk meningkatkan keiamanan
dan ketaqwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Meningkatkan mutu lulusan, sehingga siswa/i lulusan nantinya dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
d. Menambah pengetahuan siswa/i dalam bidang Tekhnologi Informasi dan Komunikasi
sehingga tercipta siswa/i yang menguasai IPTEK.
e.
30
TUJUAN PENYUSUNAN DOKUMEN KURIKULUM DARURAT
1. Menyamakan persepsi kepala Sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan
Komite Sekolah tentang berbagai peraturan dan perundang-undangan yang mendasari
implementasi kurikulum 2013 pada masa pandemic covid-19.
2. Sebagai acuan tekhnis atau pedoman penyelenggaran pembelajaran selama pandemi
covid-19 di Sekolah. Dengan harapan agar pembelajaran di SMP Negeri 4 Ampelgading
Satu Atap ini dapan terlaksana dengan baik dan efektif.
3. Sebagai panduan implementasi kurikulum 2013 untuk mempersiapkan manusia Indonesia
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontibusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
4. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif Sekolah dalam
mengembangkan kurikulum.
5. Memberdayakan sumber daya yang tersedia.
6. Meningkatkan kepedulian warga Sekolah dalam mengembangkan kurikulum melalui
pengambilan keputusan bersama untuk mewujudkan keunggulan Sekolah.
7. Untuk memastikan hak anak tetap mendapatkan layanan pendidikan. Melindungi warga
satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik,
peserta didik, dan orang tua.
31
pedoman yang sesuai, serta memperhatikan pertimbangan komite Sekolah dan
dikembangkan berdasarkan landasan dan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum Suplemen Kurikulum Darurat
Suplemen Kurikulum Darurat dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan di
bawah koordinasi Kementrian Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kementrian Agama
Kabupaten. Kurikulum Darurat ini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Berpusat pada potensi.
Perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan kompetisisnya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetesi peserta didik
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan
tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada
peserta didik.
2. Beragam dan Terpadu.
Kurikulum darurat dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta dididk, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada
masa darurat covid-19 saat ini.
3. Tanggap Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Teknoligi dan Seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, pada
masa darurat semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan
melalui teknologi.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum darurat dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan termasuk di dalamnya kehidupan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri.
32
Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan
akademik dan keterampilan vokasional sangat penting.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum darurat mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan menyesuaikan dengan kondisi masa
darurat.
6. Belajar Sepanjang Hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional
and daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan 4 pilar yaitu
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
33
C. KERANGKA DASAR, STRUKTUR KURIKULUM DAN MUATAN
KURIKULUM
Ket: Hasil observasi terkait konsep kurikulum darurat ini yang di terapkan
di SMP Negeri 4 Ampelgading Satu Atap tidak semuanya mengikuti konsep
dasar yang telah tertulis, melihat kondisi dan keadaan lingkungan menjadi
salah satu faktor adanya perubahan dalam implementasi kurikulum, yakni
seperti halnya jika mengacu pada konsep dasar kurikulum darurat di atas
mengharuskan semua pembelajaran dilakukan secara Daring, tapi bentuk
nyata di lapangan bahwa pembelajaran di SMP Negeri 4 Ampelgading Satu
Atap tidak bisa memberlakukan proses belajar mengajar menggunakan
Daring seluruhnya, melihat kondisi dan lokasi pendidikan ini berada di
pedesaan maka yang menjadi kendala yakni keterbatasan jaringan internet,
sehingga mempengarui proses belajar mengajar secara Daring, selain itu dari
siswa/i nya juga kurang antusias karena menurut survei yang telah di lakukan
di lapangan, siswa/i mendapati banyak kendala saat belajat Online seperti
halnya sulitnya jaringan yang di akses, tidak memiliki kuota internet, dan juga
kurangnya dukungan dari orang tua murid, maka dari itu, melihat berbagai
34
masalah yang dihadapi, pihak sekolah tetap memberlakukan pendidikan
secara Offline dengan cara tidak seluruh siswa/i ini masuk semua, melainkan
dengan memberi kuota atau jadwal, seperti contoh hari senin kelas 7 yang
masuk, maka kelas 8 dan 9 belajar Online, dan seterusnya, mengapa di adakan
seperti ini, karena agar tujuan pendidikan dapat terpenuhi, jika dilakukan
proses belajar mengajar secara Online, maka banyak dari anak didik yang
kesusahan menyerap pelajaran dan akan mempengaruhi kualitas pendidikan
dan lulusan.
35
hal tersebut dapat ditunujukkan melalui surat keterangan sehat dari
puskesmas sebagai pentuk pemenuhan kelengkapan apabila proses
pembelajaran akan dilakukan secara tatap muka atau kelas nyata.
e. Kegiatan pembelajaran masa darurat dilaksanakan dengan
mempertimbangkan terjaganya kesehatan, keamanan, dan
keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan
masyarakat baik pada aspek fisik maupun psikologi, untuk pembelajaran
tatap muka atau kelas nyata hal tersebut ditunjukkan dengan surat
rekomendasi dari pemerintah setempat dan surat persetujuan dari orang
tua.
36
f. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
g. Pembelajaran yang dilaksanakan di rumah lebih menitik beratikan pada
pendidikan kecakapan hidup, misalnya pemahaman mengatasi pandemi
Covid-19, penguatan nilai karakterat akhlak, serta keterampilan beribadah
peserta didik di tengah keluarga
h. Keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, pendidik, kepala
seluruh warga satuan pendidikan menjad satuan pendidikan dan
pertimbangan utama dalam pelaksanaan belajar dari rumah
i. Mengedepankan pola interaksi dan komunikasi yang positif antara guru
dengan peserta didik dan orang tualwali
j. Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan balik yang
bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memben
skor/nilai kuantitatif
37
1. Desain pembelajaran untuk memperkuat pendekatan berbasis
ilmiah/saintifik berbentuk model-model pembelajaran, seperti model
Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery learning) model
Pembelajaran Berbasis Penelitian (nquiry learning), Model Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project Based Learning), Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning), dan model pembelajaran lainnya yang
memungkinkan peserta didik belajar secara aktif dan kreatif
2. Gunu memilih metode yang memungkinkan pencapaian tujuan
pembelajaran pada kondisi darurat
3. Guru secara kreatif mengembangkan metode pembelajaran aktif yang
disesuaikan dengan karakteristik materi/tema dan karakter situasi yang
dihadapi Sekolah pada kondisi darurat.
4. Aktivitas dan tugas pembelajaran pada masa belajar dari rumah
dilaksanakan bervariasi antar peserta didik, sesuai minat dan kondisi
masing-masing, temasuk mempertimbangkan kesenjangan akses
ketersediaan fasilitas belajar di rumah.
5. Pemberian tugas pembelajaran dilaksanakan dengan mempertimbangkan
konsep belajar dani rumah, yaitu sebagai usaha memutus mata rantai
penyebaran Covid-19, maka beban tugas yang diberikan kepada peserta
didik dipastikan dapat diselesaikan tanpa ke luar numah dan tetap terjaga
kesehatan, serta cukupnya waktu istirahat untuk menunjang daya imunitas
peserta didik
38
TV edukasi Kemendikbud (https:tve.kemendikbud.go.id/live/), Pembelajaran
Digital oleh Pusdatin dan SEAMOLEC, Kemendikbud
(http:/rumahbelaijar.id) Tatap muka daring program sapa duta
rumahbelajarPusdatinKemendikbud.
39
1) Sebelum melakukan aktiftas pembelajaran, guru menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun secara
simple/sederhana, mudah dilaksanakan. Dalam menyusun RPP,
guru merujuk pada SKL, KI-KD dari materi esensi dan
Indikator Pencapaian yang diturunkan dari KD.
2) Guru membuat pemetaan KD dan memilih materi esensi yang
akan di ajarkan kepada peserta didik pada masa darurat.
3) Dalam setiap menyusun RPP, terdapat 3 (tiga) ranah yang perlu
dicapai dan perlu diperhatikan pada setiap akhir pembelajaran.
yaitu dimensi sikap, aspek pengetahuan dan aspek keterampilan.
4) Dimensi sikap mencakup nilai-nilai spiritual sebagai wujud
iman dan takwa kepada Allah Swt, mengamalkan akhlak yang
terpuji dan menjadi teladan bagi keluarga masyarakat dan
bangsa, yaitu sikap peserta didik yang jujur, disipilin,
tanggungjawab, peduli, santun, mandin, dan percaya diri dan
berkemauan kuat untuk mengimplementasikan hasil
pembelajarannya di tengah kehidupan dirinya dan
masyarakatnya dalam rangka mewujudkan kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yanglebih
baik.
5) Dimensi pengetahuan yaitu memiliki dan mengembangkan
pengetahuan secara konseptual, taktual, prosedural dan
metakognitif secara teknis dan spesifik dari tingkat sederhana,
kongkrit sampai abstrak, komplek berkenaaan dengan
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya
masyarakat sekitar, lingkungan alam, bangsa, negara dan
kawasan regional, nasional maupun intemasional
6) Dimensi keterampilan yaitu memiliki keterampilan berpikir
tingkat tinggi dan bertindak: kreatif, produktif, kritis, mandiri,
kolaboratif, dan komunikatif serta mampu bersaing di era global
40
dengan kemampuan Sikap, pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki
7) Setelah penyusunan RPP selesai dan disahkan oleh kepala
Sekolah, RPP tersebut dapat juga dibagikan kepada orang tua
peserta didik agar orang tua mengetahui kegiatan pembelajaran,
tugas dan target capaian kompetensi yang hanus dilakukan
anaknya pada masa darurat.
41
3) Guru menyampaikan materi sesuai dengan metode
yang direncanakan
4) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya, mengem ukakan pendapat dan/atau
melakukan refleksi
c). Kegiatan pasca pembelajaran
1) Setiap peserta didik mengisi lembar aktivitas
sebagai bahan pemantauan belajar harian.
2) Mengingatkan orang tualwali peserta didik atau
pesertadidik untuk mengumpukan foto aktifitas
lembar tugas atau fle penugasan
3) Membernkan umpan balik terhadap hasil karya
tugas peserta didik/lembar refleksi pengalaman
belajar
4) Kegiatan penutup diakhiri dengan membaca doa,
guru memberikan infomasi kepada peserta didik
tentang materi/kompetensi yang akan dipelajari
pada pertemuan berikutnya dan memberikan pesan
moral serta informasi tentang pandemic covid 19.
42
4) Guru dan orangtua/wali peserta didik yang bertemu
untuk menyerahkan jadwal dan penugasan diwajibkan
melakukan prosedur keselamatan pencegahan COVID-
19.
43
D. PENGELOLAAN KELAS MASA DARURAT
a. Contoh Pedoman Pengelolaan Kelas pada Sekolah yang berada pada
zona merah
1. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan secara jarak jauh atau kelas
virtual Dalam Jaringan (Daring) yaitu bagi peserta didik yang terpenuhi
fasilitasnya berupa laptop Hp android maupun jaringan intemet, Sekolah
dan guru menggunakan aplikasi pembelajaran digital dengan menyediakan
menu/pengaturan kelas virtual antara lain E –leaming Sekolah darn
Kemendikbud, dan/atau aplikasSi lain yang sejenis. Pada proses
bembelajaran Daring tatap muka virtual juga dilakukan melalui video
conference, teleconference, dan/atau diskusi dalam group di media Social
atau aplikasi pesan, hal tersebut dilakukan untuk memastikan adanya
interaksi/ komunikasi dua arah antara guru dengan peserta didik.
2. Untuk pembelajaran jarak jauh Luar Jaringan (Luring) dilaksanakan bagi
peserta didik yang belum terpenuhi fasilitasnya berupa laptop, Hp android
maupun jaringan internet, guru dan peserta didik menggunakan fasilitas
melalui media buku, modul, dan bahan ajar dari lingkungan sekitar. Selain
itu, para peserta didik juga dapat menggunakan media televisi dan radio
atau pengiriman bahan ajar menggunakan kurir.
3. Dalam pelaksanaan Kegiatan pembelajaran jarak jauh baik Daring maupun
Luring, jadwal kelas diatur secara proporsional, yaitu dalam sehari hanya
ada satu atau dua mapel virtual, hal tersebut dilakukan agar peserta didik
tidak berada di depan komputer/laptop/HP seharian penuh. Disamping itu
juga untuk menghemat penggunaan paket data intemet.
44
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum satuan
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. KTSP yang dimaksud disini adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh para guru, dewan sekolah atau komite sekolah SMP NEGERI 4
Ampelgading Satu Atap dan di laksanakan di SMP NEGERI 4 Ampelgading
Satu Atap
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh pesera didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman
muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran dituangkan dalam kompetensi
yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum
dalam struktur kurikulum Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar
kompetensi lulusan
Struktur kurikulum terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen mata
pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Komponen muatan lokal dan pengembangan diri merupakan bagian
intergral dan struktur kurikulum. Struktur kurikulum ini meliputi substansi
pembelajaran yang ditempah dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun,
yakni mulai kelas VII sampai dengan kelas IX.
Table 8 Struktur Kurikulum SMP Negeri 5 Ampelgading Satu Atap dapat
dilihat dalam table berikut:
1. Pendidikan Agama* 3 3 3
2. Pendidikan 3 3 3
Kewarganegararaan*
3. Bahasa Indonesia* 6 6 6
4. Bahasa Inggris* 4 4 4
5. Matematika* 5 5 5
45
6. Ilmu Pengetahuan 5 5 5
Alam*
7. Ilmu Pengetahuan 4 4 4
Sosial*
8. Seni Budaya* 3 3 3
9. Pend. Jasmani, OR dan 3 3 3
Kesehatan*
10. Prakarya* 2 2 2
B. Muatan Lokal
1. Bahasa Daerah* 2 2 2
C. Pengembangan Diri 1 1 1
(Bimbingan Karir)
JUMLAH 40 40 40
KETERANGAN:
F. Evaluasi Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum darurat yang di terapkan di SMP Negeri 4
Ampelgading Satu Atap sudah mencapai 90% sesuai dengan yang telah
ditentukan oleh pemerintah pusat, kurikulum darurat yang diberlakukan
mencakup sistem pembelajaran dan juga proses penerapan protokol Kesehatan
yang sesuai dengan ketentuan dari kementrian Kesehatan, dalam hal ini
implementasi kurikulum sudah berjalan lancar sesuai perencanaan awal,
hanya saja terjadi beberapa kendala yang juga dapat berpengaruh terhadap
tercapainya tujuan kurikulum ini, diantaranya yakni hasil wawancara dengan
46
WAKA Kurikulum SMP Negeri 4 Ampelgading Satu Atap yang menjadi
kendala dalam Implementasi kurikulum darurat ini antara yakni Pertama
Kurang Disiplin, maksud kurang disiplin disini yakni masih adanya beberapa
siswa/i yang belum menerapkan protokol Kesehatan sesuai dengan peraturan
yang telah di terapkan yakni memakai masker, mencuci tangan, dan
menghindari kerumunan maka di perlukan perhatian lebih kepada siswa/i
yakni seperti halnya selalu memantau dan mengontrol siswa/i sebelum masuk
kelas apakah sudah menerapkan protokol Kesehatan sesuai dengan anjuran
yang telah ditentukan. Kedua Efektivitas Waktu Belajar dalam hal ini memliki
kendala yang juga dapat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan kurikulum
yakni efektivitas waktu belajar yang dirasa masih kurang dalam kurikulum ini,
yakni waktu belajar mengajar dikelas dilaksanakan dalam 2 jam tanpa ada
istirahat dengan proses belajar mengajar melalui Luring dalam waktu belajar
yang hanya 2 jam dirasa kurang efektif dikarenakan siswa/i masih merasa
kesulitan dalam menyerap ilmu pada setiap mata pelajaran hal ini menjadikan
setiap tenaga pendidik harus bekerja ekstra dalam mengajar dan menggunakan
media ajar yang tersedia sehingga dapat memaksimalkan proses belajar
mengajar dalam wakru 2 jam ini, di sisi lain sekolah juga di tuntut oleh
peraturan yang hanya memperbolehkan belajar tatap muka dengan kuota
tertentu dan rentan waktu tertentu, maka hal ini yang menjadi tantangan dalam
setiap Lembaga pendidikan agar dapat memaksimalkan waktu dan
menggunakan media ajar secara efektiv dan efisien guna tercapainya tujuan
kurikulum yang telah di rencanakan sejak awal.
Jika dilihat dari kendala yang dihadapi oleh SMP Negeri 4 Ampelgading
Satu Atap ini serta hasil evaluasi selama penerapan kurikulum darurat ini
yakni bisa dipastikan bahwasannya seluruh aspek yang ada di dalam
kurikulum darurat sudah dapat dipastikan berjalan 90%.
47
KESIMPULAN
Kurikulum darurat adalah salahsatu pilihan yang bisa diambil satuan Pendidikan yang
melakukan pembelajaran jarak jauh. Kurikulum darurat diciptakan untuk penyederhanaan
kompetensi dasar selama pembelajaran jarak jauh, penyerderhanaan ini akan mengurangi
kompetensi dassar untuk setiap mata pelajaran. Sehingga, peserta didik akan focus pada
kompetensi yang esensial dan kompetensi yang menjadi prasyaratuntuk kelanjutan pembelajaran
ke tingkat selanjutnya.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenal tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah kurikulum satuan operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. KTSP yang dimaksud disini adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
para guru, dewan sekolah atau komite sekolah SMP NEGERI 4 Ampelgading Satu Atap dan di
laksanakan di SMP NEGERI 4 Ampelgading Satu Atap.
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh pesera didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata
48
pelajaran dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban
belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan.
Struktur kurikulum terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen mata pelajaran, muatan lokal,
dan pengembangan diri. Komponen muatan lokal dan pengembangan diri merupakan bagian
intergral dan struktur kurikulum. Struktur kurikulum ini meliputi substansi pembelajaran yang
ditempah dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun, yakni mulai kelas VII sampai dengan
kelas IX.
49
memaksimalkan waktu dan menggunakan media ajar secara efektiv dan efisien guna tercapainya
tujuan kurikulum yang telah di rencanakan sejak awal.
50
,
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Cet. 1; Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya; 2011.
Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Cet. IV; Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya: 2010
McNeil, John D, Curriculum: A Comprehensif Introduction, London: Scott, Foresman/Litle,
Brown Higher Education, 1990.
Olivia, Peter F., Development of Curriculum, Edisi VI; New York: Pearso Education, Inc, 2004,
Rusman, Manajemen Kurikulum, (SeriII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada:2009), h,21
Robert, Stake E, The Countanance of Education Evaluation, Teacher College 68, 1967.
Rusman, Manajemen Kurikulum, Seri II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2009.
Schdmidt, Norman, G.R, H.G. Effectiveness of Problem Based Learning Curricula: Theory,
Practice and Paper Darts, Medical Education 2000.
Sowel, Evelyn J., Curriculum An Integrative Introduction, Edisi III; New York: Pearso
Education Inc.
51
Lampiran
FOTO DOKUMENTASI
52