MAKALAH
MAKALAH
KEBIJAKAN KESEHATAN
DOSEN PEMBIMBING: Amir Abdul Malik. S.Kep,Ns.MM
Disusun oleh :
NAMA KELOMPOK
1.INDAH HAIRUNNISSA
2.MARDIANA D. LAKORO
3.NADIA HASLINDA
4.NISPA
5.NI LUH NITA WELAS ASIH
6.NOVA ANGGRAINI
7.STEVIANA PANJAITAN
8.WANHAR HIDAYAH
PENULIS
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui program pemerintah dalam penanggulangan
penyakit menular.
1.4 MANFAAT
1. Sebagai masukkan tentang bagaimana pentingnya dalam melaksanakan
pencegahan penyakit menular.
2. Menambah wawasan tentang pencegahan serta memberi informasi
tentang pentingnya pencegahan penyakit menular.
2.6 GONDOK
Penyakit Gondok
Penyakit gondok adalah kondisi ketika terdapat benjolan di leher akibat kelenjar
tiroid yang membesar. Kelenjar tiroid dimiliki oleh pria maupun wanita. Pada
pria, kelenjar tiroid terletak tepat di bawah jakun.
Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak tampak menonjol. Fungsi kelenjar ini
adalah untuk menghasilkan hormon tiroid, yang mengatur berbagai fungsi
normal tubuh, seperti denyut jantung, suhu tubuh, dan kekuatan otot.
Secara umum, penyakit gondok bisa diatasi dengan beberapa cara berikut:
Limfoma
Perdarahan
Kanker tiroid
Sepsis.
Pengertian Diabetes
Diabetes adalah penyakit kronis atau yang berlangsung jangka panjang yang
ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa) hingga di atas nilai
normal. Ada dua jenis utama diabetes, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.
Penyebab Diabetes
Pada diabetes tipe 1, gangguan ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang
dan menghancurkan sel penghasil insulin. Akibatnya, tubuh kekurangan atau
bahkan tidak dapat memproduksi insulin sehingga gula yang seharusnya diubah
menjadi energi oleh insulin menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam
darah.
Sedangkan pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin secara normal,
tetapi insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal juga sebagai
resistensi insulin.
Faktor Risiko Diabetes
1.Faktor riwayat keluarga atau keturunan, yaitu ketika seseorang akan lebih
memiliki risiko terkena diabetes tipe 1 jika ada anggota keluarga yang
mengidap penyakit yang sama, karena berhubungan dengan gen tertentu.
2.Faktor geografi, orang yang tinggal di daerah yang jauh dari garis
khatulistiwa, seperti di Finlandia dan Sardinia, berisiko terkena diabetes tipe 1.
Hal ini disebabkan karena kurangnya vitamin D yang bisa didapatkan dari sinar
matahari, sehingga akhirnya memicu penyakit autoimun.
3.Faktor usia. Penyakit ini paling banyak terdeteksi pada anak-anak usia 4–7
tahun, kemudian pada anak-anak usia 10–14 tahun.
4.Faktor pemicu lainnya, seperti mengonsumsi susu sapi pada usia terlalu dini,
air yang mengandung natrium nitrat, sereal dan gluten sebelum usia 4 bulan
atau setelah 7 bulan, memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, serta menderita
penyakit kuning saat lahir.
7.Kondisi prediabetes, yaitu ketika kadar gula darah lebih tinggi dari normal,
tapi tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai diabetes.
8.Riwayat diabetes saat hamil.
Gejala Diabetes
Diagnosis Diabetes
Pengobatan Diabetes
Pengobatan akan disesuaikan dengan jenis diabetes yang kamu alami. Terapi
insulin menjadi salah satu pengobatan yang bisa dilakukan oleh pengidap
diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Bahkan, pada diabetes tipe 1 yang cukup berat,
tranplantasi pankreas bisa dilakukan guna mengatasi kerusakan pada pankreas.
Sedangkan, pengidap diabetes tipe 2 akan diberikan beberapa jenis obat-obatan
untuk menangani diabetes tipe 2.
Namun, umumnya ada beberapa perawatan yang harus dilakukan untuk
menurunkan risiko diabetes, seperti
Jika kamu mengalami penyakit diabetes, sebaiknya atur kembali pola makan
yang sehat. Fokuskan pada pengonsumsian buah, sayur, protein tanpa lemak,
dan juga biji-bijian. Tidak hanya itu, kamu juga perlu mengonsumsi serat dan
mengurangi beberapa jenis makanan, seperti makanan yang mengandung lemak
jenuh, karbohidrat olahan, hingga pemanis buatan. Kamu bisa tanyakan
langsung pada dokter melalui Halodoc untuk pola makan tepat bagi pengidap
diabetes.
Pencegahan Diabetes
Lakukan beberapa gaya hidup sehat ini untuk mencegah penyakit diabetes:
5.Mengurangi waktu duduk diam terlalu lama, seperti ketika menonton televisi.
Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi ketika tekanan darah di
130/80 mmHg atau lebih. Jika tidak segera ditangani, hipertensi bisa
menyebabkan munculnya penyakit-penyakit serius yang mengancam nyawa,
seperti gagal jantung, penyakit ginjal, dan stroke.
Tekanan darah dibagi menjadi tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan
sistolik adalah tekanan saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh,
sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan saat jantung berelaksasi sebelum
kembali memompa darah.
Hipertensi terjadi ketika tekanan sistolik berada di atas 130 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 80 mmHg. Tekanan darah yang melebihi angka tersebut
merupakan kondisi berbahaya dan harus segera ditangani.
Gejala Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya, karena bisa terjadi tanpa
gejala. Bahkan, pada beberapa kasus, gejalanya baru muncul setelah hipertensi
makin parah dan sampai mengancam nyawa. Gejala yang dapat muncul pada
kondisi tersebut antara lain:
Mual
Muntah
Sakit kepala
Mimisan
Sesak napas
Nyeri dada
Gangguan penglihatan
Telinga berdenging
Gangguan irama jantung
Darah dalam urine
Penyebab Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer
berkembang selama bertahun-tahun dan tidak diketahui penyebabnya secara
pasti. Hipertensi primer merupakan jenis hipertensi yang paling sering terjadi.
Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder bisa disebabkan oleh
sejumlah kondisi, yaitu:
Penyakit ginjal
Penyakit kelenjar tiroid
Tumor kelenjar adrenal
Kelainan bawaan pada pembuluh darah
Kecanduan alkohol
Penyalahgunaan NAPZA
Gangguan pernapasan yang terjadi saat tidur (sleep apnea)
Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat penurun panas, obat pereda
nyeri, obat batuk pilek, atau pil KB
Faktor Risiko Hipertensi
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terserang
hipertensi, di antaranya:
Bertambah usia, terutama di atas 65 tahun
Hamil
Jarang berolahraga dan melakukan aktivitas fisik
Kurang mengonsumsi makanan yang mengandung kalium
Memiliki keluarga dengan riwayat tekanan darah tinggi
Menderita obesitas, sleep apnea, diabetes, atau penyakit ginjal
Mengonsumsi terlalu banyak makanan tinggi garam
Mengonsumsi terlalu banyak kafein
Memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol
Diagnosis Hipertensi
Dalam menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan tanya jawab terkait
riwayat penyakit pasien dan keluarga pasien. Dokter juga akan bertanya
mengenai gaya hidup pasien, seperti kebiasaan merokok dan mengonsumsi
minuman beralkohol.
Diagnosis hipertensi dilakukan dengan mengukur tekanan darah pasien
menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer. Berikut ini adalah tahapan
pemeriksaan tekanan darah yang benar agar didapatkan hasil yang akurat:
Pasien tidak boleh berolahraga, merokok, dan mengonsumsi minuman
berkafein 30 menit sebelum pemeriksaan tekanan darah.
Pasien akan diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu, kemudian
duduk rileks di kursi dengan kaki berpijak di lantai.
Pasien perlu menggulung lengan kemeja atau melepas pakaian yang
menutupi area pemasangan manset sphygmomanometer.
Pasien tidak boleh berbicara selama pemeriksaan tekanan darah
berlangsung.
Dokter akan mengukur tekanan darah pada kedua lengan pasien, lalu
pengukuran akan diulang di lengan dengan tekanan darah yang lebih
tinggi.
Dokter akan mengulang pengukuran tekanan darah minimal dua kali
dengan jeda 1–2 menit.
Selanjutnya, hasil pengukuran tekanan darah akan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Normal: berada di bawah 120/80 mmHg
Meningkat: berkisar antara 120ꟷ129 mmHg untuk tekanan sistolik dan
kurang dari 80 mmHg untuk tekanan diastolik
Hipertensi tingkat 1: 130/80 mmHgꟷ139/89 mmHg
Hipertensi tingkat 2: 140/90 mmHg atau lebih tinggi
Kemudian, untuk mencari tahu penyebab tekanan darah tinggi dan mendeteksi
kerusakan organ yang mungkin terjadi akibat hipertensi, dokter dapat
melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan:
Tes darah, untuk mengukur kadar kolesterol dan kreatinin
Tes urine, untuk mengukur kadar elektrolit dan hormon
Elektrokardiogram, untuk mengetahui aktivitas listrik jantung
CT scan perut, untuk mengetahui kondisi kelenjar adrenal
USG ginjal, untuk memeriksa kondisi ginjal
Pengobatan Hipertensi
Tekanan darah tinggi bisa diatasi dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih
sehat. Namun, pada beberapa penderita, perubahan gaya hidup juga harus
disertai dengan konsumsi obat antihipertensi.
Perlu atau tidaknya penggunaan obat antihipertensi tergantung pada nilai
tekanan darah pasien dan seberapa besar risiko pasien terserang komplikasi,
seperti stroke atau serangan jantung.
Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan yang dapat digunakan untuk
menangani hipertensi:
Perubahan gaya hidup
Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat bisa menurunkan tekanan darah
dalam beberapa minggu. Biasanya, dokter akan menyarankan perubahan gaya
hidup tanpa perlu konsumsi obat jika risiko pasien terserang komplikasi rendah.
Gaya hidup sehat yang yang perlu dijalani, antara lain:
Mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur-sayuran
Mengurangi konsumsi garam hingga kurang dari satu sendok teh per hari
Memperbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga
Menurunkan berat badan berlebih dan menjaga berat badan ideal
Menghentikan kebiasaan merokok
Menghindari atau mengurangi konsumsi minuman beralkohol
Mengurangi konsumsi minuman berkafein, seperti kopi, teh, atau cola
Melakukan terapi relaksasi untuk mengelola stres, seperti yoga atau
meditasi
Penggunaan obat-obatan
Pada beberapa kasus, penderita hipertensi harus mengonsumsi obat penurun
tekanan darah untuk seumur hidup. Akan tetapi, dokter dapat menurunkan dosis
atau menghentikan pengobatan jika tekanan darah pasien sudah terkendali
melalui perubahan gaya hidup.
Dokter akan meresepkan obat antihipertensi pada pasien yang tekanan darahnya
lebih dari 140/90 mmHg dan berisiko terserang komplikasi.
Beberapa jenis obat yang sering digunakan untuk menangani hipertensi adalah:
Diuretik, seperti hydrochlorothiazide
Antagonis kalsium, seperti amlodipine dan nifedipine
Penghambat Beta, seperti atenolol dan bisoprolol
ACE inhibitor, seperti captopril dan ramipril
Diuretik hemat kalium, seperti spironolactone
Angiotensin-2 receptor blocker (ARB), seperti losartan dan valsartan
Penghambat renin, seperti aliskiren
Vasodilator, seperti minoxidil
Penting bagi pasien untuk mengonsumsi obat di atas dalam dosis yang sudah
ditentukan dan memberitahu dokter jika ada efek samping yang muncul.
Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi bisa merusak pembuluh darah dan organ-organ lain di
dalam tubuh. Jika tidak segera diobati, tekanan darah tinggi bisa menimbulkan
penyakit-penyakit serius, seperti:
Hilangnya penglihatan
Sindrom metabolik
Gangguan ingatan
Penyakit ginjal
Penyakit arteri perifer
Penyakit jantung
Serangan jantung
Gagal jantung
Demensia vaskular
Aneurisma otak
Stroke hemoragik
Pencegahan Hipertensi
Cara mencegah hipertensi adalah dengan menghindari faktor yang dapat
meningkatkan risiko terserang penyakit ini. Beberapa cara efektif yang dapat
dilakukan adalah:
Raih dan pertahankan berat badan ideal.
Lakukan olahraga rutin, seperti jalan cepat atau bersepeda 2–3 jam setiap
minggu.
Konsumsi makanan rendah lemak dan kaya serat, seperti buah dan
sayuran.
Batasi jumlah garam dalam makanan, tidak lebih dari 1 sendok teh per
hari.
Hindari konsumsi minuman beralkohol.
Batasi konsumsi minuman berkafein.
Hentikan kebiasaan merokok.
Penyakit jantung koroner adalah kondisi ketika arteri koroner tersumbat oleh
timbunan lemak. Penyakit ini menimbulkan keluhan berupa nyeri dada, sesak
napas, dan gejala serangan jantung. Jika dibiarkan, penyakit jantung koroner
dapat menyebabkan gagal jantung.
Arteri koroner adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kaya oksigen ke
jantung. Arteri koroner bercabang dari aorta atau pembuluh darah besar. Ada
dua jenis arteri koroner, yaitu arteri koroner kiri utama dan arteri koroner kanan.
Arteri koroner kiri utama berfungsi mengalirkan darah ke serambi kiri dan bilik
kiri jantung. Sedangkan, arteri koroner kanan bertugas mengalirkan darah ke
serambi kanan dan bilik kanan jantung.
Penumpukan lemak pada arteri koroner membuat arteri koroner menyempit dan
menebal. Kondisi ini menyebabkan aliran darah kaya oksigen ke jantung
menjadi berkurang sehingga menimbulkan gejala penyakit jantung koroner.
Berdasarkan data WHO di tahun 2019, ada 17,9 juta penduduk di dunia yang
meninggal karena penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), di
antaranya akibat penyakit jantung koroner (PJK). Sementara, di Indonesia
tercatat lebih dari 2 juta orang terserang penyakit kardiovaskular di tahun 2018.
Penyakit jantung koroner dapat ditandai dengan gejala sesak napas, lemas, dan
nyeri dada yang menjalar ke lengan atau punggung. Jika tidak segera ditangani,
penyakit jantung koroner dapat menyebabkan serangan jantung, gangguan
irama jantung, atau gagal jantung.
Selain itu, penderita PJK merupakan kelompok orang yang lebih rentan terkena
COVID-19 dengan gejala yang lebih berat. Oleh karena itu, jika Anda
menderita kondisi ini dan mengalami gejala infeksi virus Corona, segera temui
dokter. Klik tautan di bawah ini agar Anda dapat diarahkan ke fasilitas
kesehatan terdekat:
Penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat,
antara lain dengan mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga rutin. Selain
itu, Anda juga wajib memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter secara berkala,
terutama jika berisiko terserang penyakit jantung koroner.
Penyebab Penyakit Jantung Koroner
Rokok
Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin
dan karbon monoksida di dalam asap rokok dapat memacu jantung bekerja lebih
cepat sehingga membebani kerja jantung. Kedua senyawa tersebut juga
meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah.
Di samping itu, senyawa lain pada rokok juga dapat merusak dinding pembuluh
jantung dan menyebabkan penyempitan.
Diabetes
Kadar gula darah tinggi bisa menyebabkan dinding pembuluh darah menebal
dan menghambat aliran darah. Penderita diabetes juga diketahui dua kali lipat
lebih berisiko terserang penyakit jantung koroner.
Trombosis
Trombosis adalah bekuan darah yang dapat terbentuk di pembuluh darah
vena atau arteri. Bila terbentuk di arteri koroner, bekuan darah ini akan
menghambat aliran darah ke jantung sehingga meningkatkan risiko
serangan jantung.
Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi membuat jantung harus bekerja
lebih keras. Jika tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan
pembuluh darah menebal dan menyempit sehingga menghambat aliran
darah.
Kolesterol tinggi
Kadar kolesterol yang tinggi (hiperkolesterolemia) dapat meningkatkan
risiko aterosklerosis. Kolesterol tinggi bisa terjadi akibat kadar kolesterol
jahat (LDL) yang berlebihan, atau kadar kolesterol baik (HDL) yang
rendah.
Usia
Makin tua usia seseorang, makin tinggi risikonya terserang penyakit
jantung koroner. Penyakit ini lebih sering menimpa pria usia lebih dari 45
tahun dan wanita lebih dari 55 tahun.
Sleep apnea
Sleep apnea bisa menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun
secara tiba-tiba. Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Stres
Penelitian menunjukkan bahwa stres yang tidak dikelola dengan baik
berpotensi menyebabkan penyakit jantung koroner. Stres juga bisa
memicu faktor risiko lain, seperti merokok atau mengonsumsi makanan
tinggi gula secara berlebihan.
Alkohol
Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dapat merusak otot
jantung dan memperburuk kondisi orang yang memiliki faktor risiko
penyakit jantung koroner, seperti hipertensi dan obesitas.
Preeklamsia
Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan hipertensi
dan kadar protein tinggi dalam urine. Kondisi ini meningkatkan risiko
gangguan pada jantung, termasuk penyakit jantung koroner.
Sesak Napas
Penyakit jantung koroner dapat menimbulkan gejala sesak napas atau
napas yang tersengal-sengal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya oksigen
akibat kondisi jantung yang tidak mampu memompa darah dengan
optimal.
Angina
Angina adalah nyeri dada akibat berkurangnya suplai darah ke otot
jantung. Kondisi ini dapat berlangsung beberapa menit dan biasanya
dipicu oleh aktivitas fisik atau stres. Meski umumnya tidak mengancam
nyawa, angina dapat menjadi tanda bahwa tubuh berisiko terkena
serangan jantung atau stroke.
Pada kasus yang ringan, angina hanya menimbulkan rasa tidak nyaman,
seperti sakit maag. Namun, serangan angina berat dapat menimbulkan
rasa tertekan di dada yang bisa menyebar ke lengan, leher, dagu, perut,
dan punggung.
Serangan Jantung
Serangan jantung terjadi ketika arteri sudah tersumbat sepenuhnya.
Kondisi ini harus segera ditangani agar tidak terjadi kerusakan permanen
pada otot jantung.
Nyeri akibat serangan jantung serupa dengan angina. Hanya saja, nyeri
pada serangan jantung akan terasa lebih berat dan bisa terjadi meskipun
penderita sedang beristirahat.
Gejala serangan jantung bisa berupa nyeri yang menjalar dari dada ke
lengan, dagu, leher, perut, dan punggung. Nyeri tersebut dapat
berlangsung selama lebih dari 15 menit. Selain gejala tadi, penderita juga
dapat mengalami pusing, berkeringat, mual, dan tubuh terasa lemas.
Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan
memeriksa faktor risiko yang dimiliki pasien.
Pada pasien yang berisiko terkena penyakit jantung koroner, dokter akan
mengukur tekanan darah pasien. Dokter juga akan memeriksa kadar
kolesterol pasien, dengan terlebih dahulu meminta pasien berpuasa 12 jam
sebelum tes agar hasilnya akurat.
Elektrokardiografi (EKG)
EKG bertujuan untuk merekam aktivitas listrik jantung pasien. Melalui
EKG, dokter bisa mengetahui apakah pasien pernah atau sedang
mengalami serangan jantung. EKG juga dapat membantu dokter
mengetahui detak dan irama jantung pasien tergolong normal atau tidak.
Stress Test
Bila gejala yang dialami pasien lebih sering muncul saat sedang
beraktivitas, dokter akan menyarankan stress test. Tes ini dilakukan untuk
menilai kerja jantung pasien ketika beraktivitas.
Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang
suara (USG), untuk menampilkan gambaran jantung pasien di monitor.
Selama ekokardiografi dilakukan, dokter akan memeriksa apakah semua
bagian dinding dan katup jantung berfungsi baik dalam memompa darah.
Pemindaian
Pemindaian dengan CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat kondisi
jantung dan pembuluh darah dengan lebih detail. Pemeriksaan ini bisa
memperlihatkan bila ada penumpukan kalsium di pembuluh darah yang
dapat memicu penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan Radionuklir
Pemeriksaan radionuklir bertujuan untuk mengukur aliran darah ke otot
jantung saat beristirahat dan saat beraktivitas. Sama seperti pada stress
test, pasien akan diminta berjalan di treadmill atau mengayuh sepeda
statis. Bedanya, tes ini dapat menunjukkan informasi yang lebih lengkap
dengan menampilkan gambar jantung pasien.
Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan
memeriksa faktor risiko yang dimiliki pasien.
Pada pasien yang berisiko terkena penyakit jantung koroner, dokter akan
mengukur tekanan darah pasien. Dokter juga akan memeriksa kadar
kolesterol pasien, dengan terlebih dahulu meminta pasien berpuasa 12 jam
sebelum tes agar hasilnya akurat.
Elektrokardiografi (EKG)
EKG bertujuan untuk merekam aktivitas listrik jantung pasien. Melalui
EKG, dokter bisa mengetahui apakah pasien pernah atau sedang
mengalami serangan jantung. EKG juga dapat membantu dokter
mengetahui detak dan irama jantung pasien tergolong normal atau tidak.
Stress Test
Bila gejala yang dialami pasien lebih sering muncul saat sedang
beraktivitas, dokter akan menyarankan stress test. Tes ini dilakukan untuk
menilai kerja jantung pasien ketika beraktivitas.
Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang
suara (USG), untuk menampilkan gambaran jantung pasien di monitor.
Selama ekokardiografi dilakukan, dokter akan memeriksa apakah semua
bagian dinding dan katup jantung berfungsi baik dalam memompa darah.
Pemindaian
Pemindaian dengan CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat kondisi
jantung dan pembuluh darah dengan lebih detail. Pemeriksaan ini bisa
memperlihatkan bila ada penumpukan kalsium di pembuluh darah yang
dapat memicu penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan Radionuklir
Pemeriksaan radionuklir bertujuan untuk mengukur aliran darah ke otot
jantung saat beristirahat dan saat beraktivitas. Sama seperti pada stress
test, pasien akan diminta berjalan di treadmill atau mengayuh sepeda
statis. Bedanya, tes ini dapat menunjukkan informasi yang lebih lengkap
dengan menampilkan gambar jantung pasien.
Berhenti merokok
Mengurangi atau berhenti mengonsumsi minuman beralkohol
Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang
Mengelola stres dengan baik
Menjaga berat badan ideal
Berolahraga secara teratur.
Dokter juga dapat meresepkan obat-obatan untuk mengatasi penyakit
jantung koroner, antara lain:
Prosedur ini dapat dilakukan secara terencana pada pasien dengan gejala
angina, atau sebagai tindakan darurat pada seseorang yang mengalami
serangan jantung.
Bypass Jantung
Prosedur ini dilakukan dengan mengambil pembuluh darah dari bagian
tubuh lain, untuk ditempel (dicangkok) ke bagian antara pembuluh darah
besar (aorta) dan arteri dengan melewati area yang menyempit. Tujuannya
adalah agar darah bisa mengalir lancar melalui rute baru tersebut.
Transplantasi Jantung
Tindakan ini dilakukan jika kerusakan jantung sudah sangat parah dan
tidak dapat lagi diatasi dengan obat-obatan. Tranplantasi jantung
dilakukan dengan mengganti jantung pasien yang rusak dengan jantung
yang sehat dari pendonor.
Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
Hindari jenis makanan tinggi kolesterol, terutama bila kadar LDL Anda
cukup tinggi. Makanan dengan kadar gula tinggi juga harus dihindari,
karena dapat meningkatkan risiko diabetes, salah satu faktor risiko
penyakit jantung koroner.
Virus Corona
Infeksi virus Corona yang disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019)
pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan menyebar ke hampir semua
negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.
Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang termasuk dalam
kelompok Coronavirus adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS).
Diare
Sakit kepala
Konjungtivitis
Hilangnya kemampuan mengecap rasa
Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia)
Ruam di kulit
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai
2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien yang
terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen tanpa adanya
gejala apa pun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.
Pengertian Malaria
Malaria-Alodokter
Di Indonesia, jumlah penderita malaria cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Namun, beberapa provinsi di Indonesia masih banyak yang
menderita malaria, terutama di wilayah timur Indonesia, yaitu Papua dan
Papua Barat. Sementara itu, provinsi DKI Jakarta dan Bali sudah masuk
ke dalam kategori provinsi bebas malaria.
Gejala Malaria
Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil,
demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas
sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul
mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali
(kuartana).
Penyebab Malaria
Manusia dapat terkena malaria setelah digigit nyamuk yang terdapat
parasit malaria di dalam tubuh nyamuk. Gigitan nyamuk tersebut
menyebabkan parasit masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini akan
menetap di organ hati sebelum siap menyerang sel darah merah.
Diagnosis Malaria
Bila seseorang mengalami gejala malaria, dokter akan menanyakan
apakah ia tinggal atau baru saja bepergian ke daerah yang banyak kasus
malaria. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa malaria meliputi tes diagnostik
cepat malaria (RDT malaria) dan pemeriksaan darah penderita di bawah
mikroskop. Tujuan pemeriksaan darah di bawah mikroskop adalah untuk
mendeteksi parasit penyebab malaria dan mengetahui jenis malarianya.
Perlu diketahui, pengambilan sampel darah dapat dilakukan lebih dari
sekali dan menunggu waktu demam muncul.
Pengobatan Malaria
Malaria harus segera ditangani untuk mencegah risiko komplikasi yang
berbahaya. Penanganan malaria dapat dilakukan dengan pemberian obat
antimalaria.
Komplikasi Malaria
Beberapa komplikasi serius yang disebabkan oleh malaria, di antaranya
anemia berat, hipoglikemia, kerusakan otak, dan banyak organ gagal
berfungsi. Komplikasi tersebut dapat berakibat fatal dan lebih rentan
dialami oleh balita serta lansia
Pencegahan Malaria
Meski belum ada vaksinasi untuk mencegah malaria, dokter dapat
meresepkan obat antimalaria sebagai pencegahan jika seseorang
berencana bepergian atau tinggal di area yang banyak kasus malarianya.
Selain itu, pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
dengan memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan pakaian
lengan panjang dan celana panjang, serta menggunakan krim atau
semprotan antinyamuk. Langkah pencegahan gigitan nyamuk juga penting
untuk selalu dilakukan pada anak-anak.