Anda di halaman 1dari 38

MALAKAH

KEBIJAKAN KESEHATAN
DOSEN PEMBIMBING: Amir Abdul Malik. S.Kep,Ns.MM

Disusun oleh :
NAMA KELOMPOK

1.INDAH HAIRUNNISSA
2.MARDIANA D. LAKORO
3.NADIA HASLINDA
4.NISPA
5.NI LUH NITA WELAS ASIH
6.NOVA ANGGRAINI
7.STEVIANA PANJAITAN
8.WANHAR HIDAYAH

POLITEHNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI D4 KEPERAWATAN TINGKAT I
2021/2022
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun laporan
praktikum biologi ini dengan baik. Laporan ini berisi tentang uraian hasil riset
mengenai “Program pemerintah dalam penanggulangan penyakit’’.Laporan ini
kami susun secara cepat dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak
diantaranya; Amir Abdul Malik. S.kep.Ns.MM, selaku dosen mata kuliah
Biologi Murni, Bapak Abi, M.sc selaku kepala lab Biologi Murni dan Kak
Nabila selaku asisten lab. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas
waktu, tenaga dan pikirannya yang telah diberikan. Dalam penyusunan laporan
ini, kami menyadari bahwa hasil laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna.

PENULIS
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Program pembangunan kesehatan pada dasarnya lebih mengutamakan upaya


peningkatan dan pemeliharaan kesehatan serta memperhatikan ketersediaan
sumber daya kesehatan di masa depan. Salah satu pokok program pembangunan
kesehatan adalah upaya kesehatan yang di dalamnya mencakup pemberantasan
penyakit. Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari pada kesehatan
masyarakat pada umumnya, mempunyai tujuan membina dan meningkatkan
derajat kesehatan dari kehidpan sehari-hari baik fisik,mental,maupun sosial
dengan cara pencegahan terhadap penyakit dan gangguan kesehatan. Masalah
kesehatan lingkungan terutama di kota-kota besar pada zaman pembangunan ini
menjadi masalah yang sangat rumit dan memerlukan pemecahan secara
terorganisir tujuandari program tersebut adalah menurunkan angka kesakitan,
kematian dan kecacatan dari suatu penyakit serta mencegah prevalensinya
sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. (Depkes RI 1999). Salah satu
permasalahan yang harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan
segenap komponen bangsa indonesia saat ini adalah masalah kesehatan.
Perhatian terhadap masalah kesehatan dipandang sangat serius karena saat ini
terlihat betapa rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini tergambar
melalui rendahnya kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat, belum
meratanya pelayanan kesehatan, belum memadainya saran dan prasarana
kesehatan, menyebar dan berkembangnya penyakit menular seperti TB, HIV,
DBD, MALARIA, VILARIASIS, GONDOK, PENYAKIT DM, HIPERTENSI,
JANTUNG KORONER, DAN COVID-19.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka di rumuskan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Tubercolosis.
2. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
HIV/AIDS
3. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit DBD.
4. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Malaria.
5. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Filariasis.
6. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Gondok.
7. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Diabetes melitus.
8. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Hipertensi.
9. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Jantung Coroner.
10.Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit
Covid19.

1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui program pemerintah dalam penanggulangan
penyakit menular.
1.4 MANFAAT
1. Sebagai masukkan tentang bagaimana pentingnya dalam melaksanakan
pencegahan penyakit menular.
2. Menambah wawasan tentang pencegahan serta memberi informasi
tentang pentingnya pencegahan penyakit menular.

2.6 GONDOK
Penyakit Gondok

Penyakit gondok adalah kondisi ketika terdapat benjolan di leher akibat kelenjar
tiroid yang membesar. Kelenjar tiroid dimiliki oleh pria maupun wanita. Pada
pria, kelenjar tiroid terletak tepat di bawah jakun.

Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak tampak menonjol. Fungsi kelenjar ini
adalah untuk menghasilkan hormon tiroid, yang mengatur berbagai fungsi
normal tubuh, seperti denyut jantung, suhu tubuh, dan kekuatan otot.

Gejala yang dialami oleh penderita penyakit gondok dapat berbeda-beda,


tergantung dari pengaruhnya terhadap hormon tiroid dalam tubuh, apakah
meningkat, menurun, atau tetap normal.

Penyebab Penyakit Gondok


Meskipun pada beberapa kasus, gondok dapat muncul tanpa penyebab yang
pasti, namun secara umum, gondok disebabkan oleh sejumlah kondisi berikut:

Kekurangan yodium. Kelenjar tiroid memerlukan yodium untuk memproduksi


hormon tiroid. Kekurangan yodium akan membuat kelenjar tiroid bekerja lebih
keras dan akhirnya membesar.
Makanan. Contoh makanan yang jika dikonsumsi secara berlebihan dapat
menimbulkan penyakit gondok adalah kacang kedelai, bayam, dan tahu.
Penyakit Graves. Penyakit Graves terjadi ketika kelenjar tiroid terlalu aktif
dalam memproduksi hormon, akibat reaksi sistem kekebalan tubuh yang
menyerang kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme)
akan mengakibatkan kelenjar tiroid membesar.
Penyakit Hashimoto. Rendahnya produksi hormon pada penyakit Hashimoto
membuat kelenjar pituitari menghasilkan hormon yang merangsang kelenjar
tiroid secara berlebihan. Hal inilah yang membuat kelenjar tiroid membesar.
Kanker tiroid. Kanker tiroid dapat menyebabkan pembengkakan pada salah satu
sisi kelenjar tiroid.
Kehamilan. Hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang diproduksi
tubuh selama kehamilan dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Merokok. Gondok dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok. Hal ini terkait
dengan kandungan tiosianat pada rokok, yang dapat memengaruhi kemampuan
tubuh dalam menyerap yodium.
Faktor Risiko Penyakit Gondok
Penyakit gondok dapat dialami oleh siapa saja. Akan tetapi, beberapa faktor di
bawah ini membuat seseorang lebih berisiko terkena penyakit gondok:
Selain munculnya benjolan di leher, penyakit gondok dapat mengakibatkan
perubahan pada kadar hormon tiroid dalam darah. Peningkatan hormon tiroid
akan menimbulkan gejala hipertiroid, dan sebaliknya, penurunan kadar hormon
tiroid akan menimbulkan gejala hipotiroid. Namun, kadar hormon tiroid bisa
juga tetap normal, sehingga tidak menimbulkan keluhan.
Bila terkena penyakit gondok, apalagi sampai mengakibatkan perubahan kadar
hormon tiroid, waspadailah beberapa gejala berikut:
Demam
Lemas
Mual dan muntah
Nyeri perut
Diare atau konstipasi
Keringat berlebih atau merasa kedinginan
Berat badan meningkat atau menurun drastis
Sesak napas
Kejang
Penurunan kesadaran.
Diagnosis Penyakit Gondok
Penyakit gondok akan terlihat sebagai benjolan di leher. Dokter akan meraba
leher pasien dan meminta pasien untuk menelan, agar dapat dipastikan benjolan
tersebut adalah kelenjar tiroid. Guna memastikan diagnosis, dokter akan
melakukan pemeriksaan lanjutan berupa:

USG tiroid. Pemeriksaan USG tiroid dilakukan untuk mengetahui ukuran


gondok dan melihat apakah terdapat benjolan lain yang tidak dapat teraba atau
terlihat dari luar.
Pemeriksaan hormon. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat perubahan kadar
hormon tiroid berupa tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan hormon TSH yang
memengaruhi kelenjar tiroid.
Pemeriksaan nuklir. Pemindaian ini dilakukan dengan terlebih dahulu
menyuntikkan zat radioaktif ke dalam pembuluh darah. Kemudian, kamera
khusus akan digunakan untuk mengambil gambar tiroid. Dengan cara ini,
ukuran dan lokasi gondok dapat terlihat lebih jelas.
Biopsi. Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel jaringan atau cairan dari
kelenjar tiroid, untuk kemudian diperiksa di laboratorium.
Pengobatan Penyakit Gondok
Metode pengobatan penyakit gondok berbeda-beda, tergantung kepada ukuran
benjolan, kadar hormon tiroid, gejala yang dirasakan, serta penyebab yang
mendasarinya. Pada benjolan kecil yang tidak menimbulkan gejala, pengobatan
tidak diperlukan. Namun, dokter tetap akan memantau perkembangan kondisi
pasien.

Bagi pasien yang kekurangan yodium, dokter akan menyarankan untuk


mencukupi asupan yodium, yaitu 150 mikrogram setiap hari. Asupan yodium
bisa didapatkan dari makanan yang tinggi yodium, seperti ikan laut, kerang,
udang dan rumput laut, atau garam beryodium.

Meskipun begitu, jangan mengonsumsi makanan yang mengandung yodium


secara berlebihan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kelebihan yodium juga
dapat memicu gondok. Oleh karena itu, sebaiknya mintalah saran dari dokter
dalam pemenuhan asupan yodium.

Secara umum, penyakit gondok bisa diatasi dengan beberapa cara berikut:

Levotiroksin. Obat ini digunakan untuk mengatasi penyakit gondok dengan


kadar hormon tiroid yang rendah.
Obat antitiroid (misalnya propylthiouracil atau methimazole). Obat ini diberikan
pada penyakit gondok dengan kadar hormon tiroid yang tinggi.
Operasi pengangkatan tiroid. Jika ukuran gondok cukup besar hingga
menyebabkan gangguan dalam bernapas dan membuat penderita sulit menelan,
dokter dapat menganjurkan operasi pengangkatan tiroid (tiroidektomi). Prosedur
bedah ini bertujuan untuk mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar tiroid.
Operasi juga disarankan jika gondok disebabkan oleh kanker tiroid.
Terapi nuklir tiroid. Terapi nuklir akan menghancurkan sel-sel tiroid, sehingga
ukuran gondok mengecil. Meski demikian, metode ini dapat menyebabkan
hipotiroidisme, sehingga perlu diberikan tambahan hormon dari luar (terapi
hormon).
Komplikasi Penyakit Gondok
Apabila tidak ditangani dengan baik, gondok dapat menyebabkan beberapa
komplikasi di bawah ini, terutama jika ukuran gondok cukup besar:

Limfoma
Perdarahan
Kanker tiroid
Sepsis.
Pengertian Diabetes

Diabetes adalah penyakit kronis atau yang berlangsung jangka panjang yang
ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa) hingga di atas nilai
normal. Ada dua jenis utama diabetes, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.

Penyebab Diabetes

Diabetes disebabkan karena adanya gangguan dalam tubuh, sehingga tubuh


tidak mampu menggunakan glukosa darah ke dalam sel, sehingga glukosa
menumpuk dalam darah.

Pada diabetes tipe 1, gangguan ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang
dan menghancurkan sel penghasil insulin. Akibatnya, tubuh kekurangan atau
bahkan tidak dapat memproduksi insulin sehingga gula yang seharusnya diubah
menjadi energi oleh insulin menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam
darah.

Sedangkan pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin secara normal,
tetapi insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal juga sebagai
resistensi insulin.
Faktor Risiko Diabetes

Faktor risiko diabetes tipe 1, antara lain:

1.Faktor riwayat keluarga atau keturunan, yaitu ketika seseorang akan lebih
memiliki risiko terkena diabetes tipe 1 jika ada anggota keluarga yang
mengidap penyakit yang sama, karena berhubungan dengan gen tertentu.
2.Faktor geografi, orang yang tinggal di daerah yang jauh dari garis
khatulistiwa, seperti di Finlandia dan Sardinia, berisiko terkena diabetes tipe 1.
Hal ini disebabkan karena kurangnya vitamin D yang bisa didapatkan dari sinar
matahari, sehingga akhirnya memicu penyakit autoimun.

3.Faktor usia. Penyakit ini paling banyak terdeteksi pada anak-anak usia 4–7
tahun, kemudian pada anak-anak usia 10–14 tahun.

4.Faktor pemicu lainnya, seperti mengonsumsi susu sapi pada usia terlalu dini,
air yang mengandung natrium nitrat, sereal dan gluten sebelum usia 4 bulan
atau setelah 7 bulan, memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, serta menderita
penyakit kuning saat lahir.

Faktor risiko diabetes tipe 2, antara lain:

1.Berat badan berlebih atau obesitas.

2.Distribusi lemak perut yang tinggi.

3.Gaya hidup tidak aktif dan jarang beraktivitas atau berolahraga.

4.Riwayat penyakit diabetes tipe 2 dalam keluarga.

5.Ras kulit hitam, hispanik, Native American, dan Asia-Amerika, memiliki


angka pengidap lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih.

6.Usia di atas 45 tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi


sebelum usia 45 tahun.

7.Kondisi prediabetes, yaitu ketika kadar gula darah lebih tinggi dari normal,
tapi tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai diabetes.
8.Riwayat diabetes saat hamil.

9.Wanita dengan sindrom ovarium polikistik, yang ditandai dengan menstruasi


tidak teratur, pertumbuhan rambut berlebihan, dan obesi.

Gejala Diabetes

Nyatanya, gejala diabetes akan dialami berbeda-beda oleh tiap pengidapnya.


Namun, secara umum ada beberapa gejala yang akan dialami oleh pengidap
diabetes tipe 1 maupun tipe 2, seperti peningkatan rasa haus, peningkatan
frekuensi buang air kecil, kelelahan terus menerus, gangguan penglihatan, dan
terjadinya infeksi terus menerus. Infeksi yang terjadi umumnya terjadi pada
bagian gusi maupun kulit. Sedangkan pada wanita, waspada infeksi bagian
bagian vagina yang bisa menjadi tanda penyakit diabetes.

Diagnosis Diabetes

Dokter akan mendiagnosis diabetes pada seseorang dengan melakukan


wawancara medis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, seperti
pemeriksaan darah dan urine.

Baca juga: Diabetes Terjadi saat Hamil, Apa Penyebabnya?

Pengobatan Diabetes

Pengobatan akan disesuaikan dengan jenis diabetes yang kamu alami. Terapi
insulin menjadi salah satu pengobatan yang bisa dilakukan oleh pengidap
diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Bahkan, pada diabetes tipe 1 yang cukup berat,
tranplantasi pankreas bisa dilakukan guna mengatasi kerusakan pada pankreas.
Sedangkan, pengidap diabetes tipe 2 akan diberikan beberapa jenis obat-obatan
untuk menangani diabetes tipe 2.
Namun, umumnya ada beberapa perawatan yang harus dilakukan untuk
menurunkan risiko diabetes, seperti

1.Melakukan Pola Makan Sehat

Jika kamu mengalami penyakit diabetes, sebaiknya atur kembali pola makan
yang sehat. Fokuskan pada pengonsumsian buah, sayur, protein tanpa lemak,
dan juga biji-bijian. Tidak hanya itu, kamu juga perlu mengonsumsi serat dan
mengurangi beberapa jenis makanan, seperti makanan yang mengandung lemak
jenuh, karbohidrat olahan, hingga pemanis buatan. Kamu bisa tanyakan
langsung pada dokter melalui Halodoc untuk pola makan tepat bagi pengidap
diabetes.

2.Rutin Melakukan Aktivitas Fisik

Setiap orang tentunya membutuhkan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan


tetap optimal. Termasuk pengidap diabetes. Olahraga menjadi satu kegiatan
yang bisa dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah dengan mengubahnya
menjadi energi. Kamu bisa memilih untuk melakukan olahraga ringan, seperti
berjalan kaki, berenang, atau bersepeda. Jadikan kegiatan tersebut sebagai
rutinitas harian untuk membantu kamu menghindari kondisi diabetes menjadi
lebih buruk.

Pencegahan Diabetes

Lakukan beberapa gaya hidup sehat ini untuk mencegah penyakit diabetes:

1.Mempertahankan berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan rendah


lemak.

2.Mengonsumsi makanan tinggi serat seperti buah dan sayur.

3.Mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis.


4.Berolahraga secara rutin dan banyak melakukan aktivitas fisik.

5.Mengurangi waktu duduk diam terlalu lama, seperti ketika menonton televisi.

6.Menghindari atau berhenti merokok.


Komplikasi Diabetes

Baik diabetes tipe 1 maupun 2 dapat menyebabkan komplikasi berupa


kerusakan retina mata, kerusakan saraf, penyakit stroke dan jantung koroner,
kerusakan ginjal, disfungsi seksual, keguguran, atau bayi lahir mati dari ibu
yang mengidap diabetes.

Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi ketika tekanan darah di
130/80 mmHg atau lebih. Jika tidak segera ditangani, hipertensi bisa
menyebabkan munculnya penyakit-penyakit serius yang mengancam nyawa,
seperti gagal jantung, penyakit ginjal, dan stroke.
Tekanan darah dibagi menjadi tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan
sistolik adalah tekanan saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh,
sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan saat jantung berelaksasi sebelum
kembali memompa darah.

Hipertensi terjadi ketika tekanan sistolik berada di atas 130 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 80 mmHg. Tekanan darah yang melebihi angka tersebut
merupakan kondisi berbahaya dan harus segera ditangani.

Gejala Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya, karena bisa terjadi tanpa
gejala. Bahkan, pada beberapa kasus, gejalanya baru muncul setelah hipertensi
makin parah dan sampai mengancam nyawa. Gejala yang dapat muncul pada
kondisi tersebut antara lain:
 Mual
 Muntah
 Sakit kepala
 Mimisan
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Gangguan penglihatan
 Telinga berdenging
 Gangguan irama jantung
 Darah dalam urine

Penyebab Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer
berkembang selama bertahun-tahun dan tidak diketahui penyebabnya secara
pasti. Hipertensi primer merupakan jenis hipertensi yang paling sering terjadi.
Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder bisa disebabkan oleh
sejumlah kondisi, yaitu:
 Penyakit ginjal
 Penyakit kelenjar tiroid
 Tumor kelenjar adrenal
 Kelainan bawaan pada pembuluh darah
 Kecanduan alkohol
 Penyalahgunaan NAPZA
 Gangguan pernapasan yang terjadi saat tidur (sleep apnea)
 Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat penurun panas, obat pereda
nyeri, obat batuk pilek, atau pil KB
Faktor Risiko Hipertensi
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terserang
hipertensi, di antaranya:
 Bertambah usia, terutama di atas 65 tahun
 Hamil
 Jarang berolahraga dan melakukan aktivitas fisik
 Kurang mengonsumsi makanan yang mengandung kalium
 Memiliki keluarga dengan riwayat tekanan darah tinggi
 Menderita obesitas, sleep apnea, diabetes, atau penyakit ginjal
 Mengonsumsi terlalu banyak makanan tinggi garam
 Mengonsumsi terlalu banyak kafein
 Memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol

Diagnosis Hipertensi
Dalam menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan tanya jawab terkait
riwayat penyakit pasien dan keluarga pasien. Dokter juga akan bertanya
mengenai gaya hidup pasien, seperti kebiasaan merokok dan mengonsumsi
minuman beralkohol.
Diagnosis hipertensi dilakukan dengan mengukur tekanan darah pasien
menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer. Berikut ini adalah tahapan
pemeriksaan tekanan darah yang benar agar didapatkan hasil yang akurat:
 Pasien tidak boleh berolahraga, merokok, dan mengonsumsi minuman
berkafein 30 menit sebelum pemeriksaan tekanan darah.
 Pasien akan diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu, kemudian
duduk rileks di kursi dengan kaki berpijak di lantai.
 Pasien perlu menggulung lengan kemeja atau melepas pakaian yang
menutupi area pemasangan manset sphygmomanometer.
 Pasien tidak boleh berbicara selama pemeriksaan tekanan darah
berlangsung.
 Dokter akan mengukur tekanan darah pada kedua lengan pasien, lalu
pengukuran akan diulang di lengan dengan tekanan darah yang lebih
tinggi.
 Dokter akan mengulang pengukuran tekanan darah minimal dua kali
dengan jeda 1–2 menit.
Selanjutnya, hasil pengukuran tekanan darah akan diklasifikasikan sebagai
berikut:
 Normal: berada di bawah 120/80 mmHg
 Meningkat: berkisar antara 120ꟷ129 mmHg untuk tekanan sistolik dan
kurang dari 80 mmHg untuk tekanan diastolik
 Hipertensi tingkat 1: 130/80 mmHgꟷ139/89 mmHg
 Hipertensi tingkat 2: 140/90 mmHg atau lebih tinggi
Kemudian, untuk mencari tahu penyebab tekanan darah tinggi dan mendeteksi
kerusakan organ yang mungkin terjadi akibat hipertensi, dokter dapat
melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan:
 Tes darah, untuk mengukur kadar kolesterol dan kreatinin
 Tes urine, untuk mengukur kadar elektrolit dan hormon
 Elektrokardiogram, untuk mengetahui aktivitas listrik jantung
 CT scan perut, untuk mengetahui kondisi kelenjar adrenal
 USG ginjal, untuk memeriksa kondisi ginjal

Pengobatan Hipertensi
Tekanan darah tinggi bisa diatasi dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih
sehat. Namun, pada beberapa penderita, perubahan gaya hidup juga harus
disertai dengan konsumsi obat antihipertensi.
Perlu atau tidaknya penggunaan obat antihipertensi tergantung pada nilai
tekanan darah pasien dan seberapa besar risiko pasien terserang komplikasi,
seperti stroke atau serangan jantung.
Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan yang dapat digunakan untuk
menangani hipertensi:
Perubahan gaya hidup
Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat bisa menurunkan tekanan darah
dalam beberapa minggu. Biasanya, dokter akan menyarankan perubahan gaya
hidup tanpa perlu konsumsi obat jika risiko pasien terserang komplikasi rendah.
Gaya hidup sehat yang yang perlu dijalani, antara lain:
 Mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur-sayuran
 Mengurangi konsumsi garam hingga kurang dari satu sendok teh per hari
 Memperbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga
 Menurunkan berat badan berlebih dan menjaga berat badan ideal
 Menghentikan kebiasaan merokok
 Menghindari atau mengurangi konsumsi minuman beralkohol
 Mengurangi konsumsi minuman berkafein, seperti kopi, teh, atau cola
 Melakukan terapi relaksasi untuk mengelola stres, seperti yoga atau
meditasi
Penggunaan obat-obatan
Pada beberapa kasus, penderita hipertensi harus mengonsumsi obat penurun
tekanan darah untuk seumur hidup. Akan tetapi, dokter dapat menurunkan dosis
atau menghentikan pengobatan jika tekanan darah pasien sudah terkendali
melalui perubahan gaya hidup.
Dokter akan meresepkan obat antihipertensi pada pasien yang tekanan darahnya
lebih dari 140/90 mmHg dan berisiko terserang komplikasi.
Beberapa jenis obat yang sering digunakan untuk menangani hipertensi adalah:
 Diuretik, seperti hydrochlorothiazide
 Antagonis kalsium, seperti amlodipine dan nifedipine
 Penghambat Beta, seperti atenolol dan bisoprolol
 ACE inhibitor, seperti captopril dan ramipril
 Diuretik hemat kalium, seperti spironolactone
 Angiotensin-2 receptor blocker (ARB), seperti losartan dan valsartan
 Penghambat renin, seperti aliskiren
 Vasodilator, seperti minoxidil

Penting bagi pasien untuk mengonsumsi obat di atas dalam dosis yang sudah
ditentukan dan memberitahu dokter jika ada efek samping yang muncul.

Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi bisa merusak pembuluh darah dan organ-organ lain di
dalam tubuh. Jika tidak segera diobati, tekanan darah tinggi bisa menimbulkan
penyakit-penyakit serius, seperti:
 Hilangnya penglihatan
 Sindrom metabolik
 Gangguan ingatan
 Penyakit ginjal
 Penyakit arteri perifer
 Penyakit jantung
 Serangan jantung
 Gagal jantung
 Demensia vaskular
 Aneurisma otak
 Stroke hemoragik

Pencegahan Hipertensi
Cara mencegah hipertensi adalah dengan menghindari faktor yang dapat
meningkatkan risiko terserang penyakit ini. Beberapa cara efektif yang dapat
dilakukan adalah:
Raih dan pertahankan berat badan ideal.
 Lakukan olahraga rutin, seperti jalan cepat atau bersepeda 2–3 jam setiap
minggu.
 Konsumsi makanan rendah lemak dan kaya serat, seperti buah dan
sayuran.
 Batasi jumlah garam dalam makanan, tidak lebih dari 1 sendok teh per
hari.
 Hindari konsumsi minuman beralkohol.
 Batasi konsumsi minuman berkafein.
 Hentikan kebiasaan merokok.

Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner adalah kondisi ketika arteri koroner tersumbat oleh
timbunan lemak. Penyakit ini menimbulkan keluhan berupa nyeri dada, sesak
napas, dan gejala serangan jantung. Jika dibiarkan, penyakit jantung koroner
dapat menyebabkan gagal jantung.

Arteri koroner adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kaya oksigen ke
jantung. Arteri koroner bercabang dari aorta atau pembuluh darah besar. Ada
dua jenis arteri koroner, yaitu arteri koroner kiri utama dan arteri koroner kanan.

Businessman Heart Attack in Isolated

Arteri koroner kiri utama berfungsi mengalirkan darah ke serambi kiri dan bilik
kiri jantung. Sedangkan, arteri koroner kanan bertugas mengalirkan darah ke
serambi kanan dan bilik kanan jantung.

Penumpukan lemak pada arteri koroner membuat arteri koroner menyempit dan
menebal. Kondisi ini menyebabkan aliran darah kaya oksigen ke jantung
menjadi berkurang sehingga menimbulkan gejala penyakit jantung koroner.
Berdasarkan data WHO di tahun 2019, ada 17,9 juta penduduk di dunia yang
meninggal karena penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), di
antaranya akibat penyakit jantung koroner (PJK). Sementara, di Indonesia
tercatat lebih dari 2 juta orang terserang penyakit kardiovaskular di tahun 2018.

Penyebab dan Gejala Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner terjadi ketika aliran darah ke jantung terhambat.
Banyak faktor yang bisa meningkatkan risiko tersebut, antara lain merokok,
menjalani pola makan yang tidak sehat, atau menderita penyakit tertentu, seperti
tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi.

Penyakit jantung koroner dapat ditandai dengan gejala sesak napas, lemas, dan
nyeri dada yang menjalar ke lengan atau punggung. Jika tidak segera ditangani,
penyakit jantung koroner dapat menyebabkan serangan jantung, gangguan
irama jantung, atau gagal jantung.

Selain itu, penderita PJK merupakan kelompok orang yang lebih rentan terkena
COVID-19 dengan gejala yang lebih berat. Oleh karena itu, jika Anda
menderita kondisi ini dan mengalami gejala infeksi virus Corona, segera temui
dokter. Klik tautan di bawah ini agar Anda dapat diarahkan ke fasilitas
kesehatan terdekat:

Rapid Test Antibodi


Swab Antigen (Rapid Test Antigen)
PCR
Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
Untuk mengatasi penyakit jantung koroner, dokter dapat meresepkan obat-
obatan. Namun, jika pemberian obat-obatan tidak efektif, dokter akan
menjalankan tindakan operasi.

Penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat,
antara lain dengan mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga rutin. Selain
itu, Anda juga wajib memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter secara berkala,
terutama jika berisiko terserang penyakit jantung koroner.
Penyebab Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner disebabkan oleh kerusakan pada arteri koroner.


Kerusakan tersebut terutama disebabkan oleh penumpukan ateroma di dinding
arteri. Ateroma adalah senyawa yang terdiri dari kolesterol dan zat sisa hasil
metabolisme tubuh.

Ateroma yang terus menumpuk dapat menyebabkan dinding arteri menyempit


sehingga aliran darah ke jantung menjadi terhambat. Kondisi ini disebut dengan
aterosklerosis.

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko aterosklerosis, yaitu:

Rokok
Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin
dan karbon monoksida di dalam asap rokok dapat memacu jantung bekerja lebih
cepat sehingga membebani kerja jantung. Kedua senyawa tersebut juga
meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah.

Di samping itu, senyawa lain pada rokok juga dapat merusak dinding pembuluh
jantung dan menyebabkan penyempitan.

Diabetes
Kadar gula darah tinggi bisa menyebabkan dinding pembuluh darah menebal
dan menghambat aliran darah. Penderita diabetes juga diketahui dua kali lipat
lebih berisiko terserang penyakit jantung koroner.
Trombosis
Trombosis adalah bekuan darah yang dapat terbentuk di pembuluh darah
vena atau arteri. Bila terbentuk di arteri koroner, bekuan darah ini akan
menghambat aliran darah ke jantung sehingga meningkatkan risiko
serangan jantung.
Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi membuat jantung harus bekerja
lebih keras. Jika tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan
pembuluh darah menebal dan menyempit sehingga menghambat aliran
darah.

Kolesterol tinggi
Kadar kolesterol yang tinggi (hiperkolesterolemia) dapat meningkatkan
risiko aterosklerosis. Kolesterol tinggi bisa terjadi akibat kadar kolesterol
jahat (LDL) yang berlebihan, atau kadar kolesterol baik (HDL) yang
rendah.

Berat badan berlebih


Berat badan berlebih atau obesitas terjadi akibat penumpukan lemak
dalam tubuh, yang bila dibiarkan dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena penyakit jantung koroner. Seseorang bisa dikatakan menderita
obesitas jika memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30.

Kurang aktivitas fisik


Kurang berolahraga atau aktivitas fisik bisa menyebabkan plak
menumpuk di arteri. Plak yang makin menumpuk dan menyumbat arteri
jantung dapat menyebabkan serangan jantung. Sementara jika
penyumbatan terjadi di arteri ke otak, penderita dapat terserang stroke.

Pola makan tidak sehat


Risiko penyakit jantung koroner bisa meningkat akibat pola makan yang
tidak sehat, seperti terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan kadar
gula atau garam tinggi, atau makanan yang mengandung kadar lemak
jenuh dan lemak trans yang tinggi.
Riwayat kesehatan keluarga
Risiko penyakit jantung koroner lebih tinggi pada seseorang yang memiliki
keluarga dengan riwayat penyakit jantung. Risiko akan makin tinggi bila:
Memiliki ayah atau saudara laki-laki yang terdiagnosis penyakit jantung
sebelum usia 55 tahun
Memiliki ibu atau saudara perempuan yang terserang penyakit jantung
sebelum usia 65 tahun
Jenis kelamin
Penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi pada pria dibanding
wanita. Namun, risiko terserang penyakit ini akan meningkat pada wanita
yang memasuki masa menopause.

Usia
Makin tua usia seseorang, makin tinggi risikonya terserang penyakit
jantung koroner. Penyakit ini lebih sering menimpa pria usia lebih dari 45
tahun dan wanita lebih dari 55 tahun.

Sleep apnea
Sleep apnea bisa menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun
secara tiba-tiba. Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

Stres
Penelitian menunjukkan bahwa stres yang tidak dikelola dengan baik
berpotensi menyebabkan penyakit jantung koroner. Stres juga bisa
memicu faktor risiko lain, seperti merokok atau mengonsumsi makanan
tinggi gula secara berlebihan.

Alkohol
Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dapat merusak otot
jantung dan memperburuk kondisi orang yang memiliki faktor risiko
penyakit jantung koroner, seperti hipertensi dan obesitas.

Preeklamsia
Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan hipertensi
dan kadar protein tinggi dalam urine. Kondisi ini meningkatkan risiko
gangguan pada jantung, termasuk penyakit jantung koroner.

Gejala Penyakit Jantung Koroner

Berkurangnya asupan darah ke jantung mungkin pada awalnya tidak


menimbulkan gejala apa pun. Namun, bila lemak makin menumpuk di
arteri, maka akan muncul gejala penyakit jantung koroner, seperti:

Sesak Napas
Penyakit jantung koroner dapat menimbulkan gejala sesak napas atau
napas yang tersengal-sengal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya oksigen
akibat kondisi jantung yang tidak mampu memompa darah dengan
optimal.

Angina
Angina adalah nyeri dada akibat berkurangnya suplai darah ke otot
jantung. Kondisi ini dapat berlangsung beberapa menit dan biasanya
dipicu oleh aktivitas fisik atau stres. Meski umumnya tidak mengancam
nyawa, angina dapat menjadi tanda bahwa tubuh berisiko terkena
serangan jantung atau stroke.

Pada kasus yang ringan, angina hanya menimbulkan rasa tidak nyaman,
seperti sakit maag. Namun, serangan angina berat dapat menimbulkan
rasa tertekan di dada yang bisa menyebar ke lengan, leher, dagu, perut,
dan punggung.

Serangan Jantung
Serangan jantung terjadi ketika arteri sudah tersumbat sepenuhnya.
Kondisi ini harus segera ditangani agar tidak terjadi kerusakan permanen
pada otot jantung.
Nyeri akibat serangan jantung serupa dengan angina. Hanya saja, nyeri
pada serangan jantung akan terasa lebih berat dan bisa terjadi meskipun
penderita sedang beristirahat.

Gejala serangan jantung bisa berupa nyeri yang menjalar dari dada ke
lengan, dagu, leher, perut, dan punggung. Nyeri tersebut dapat
berlangsung selama lebih dari 15 menit. Selain gejala tadi, penderita juga
dapat mengalami pusing, berkeringat, mual, dan tubuh terasa lemas.

Serangan jantung bisa terjadi tiba-tiba, terutama pada penderita diabetes


dan lansia.

Diagnosis Penyakit Jantung Koroner

Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan
memeriksa faktor risiko yang dimiliki pasien.

Pada pasien yang berisiko terkena penyakit jantung koroner, dokter akan
mengukur tekanan darah pasien. Dokter juga akan memeriksa kadar
kolesterol pasien, dengan terlebih dahulu meminta pasien berpuasa 12 jam
sebelum tes agar hasilnya akurat.

Selanjutnya, dokter akan menjalankan beberapa metode pemeriksaan


berikut untuk memastikan diagnosis:

Elektrokardiografi (EKG)
EKG bertujuan untuk merekam aktivitas listrik jantung pasien. Melalui
EKG, dokter bisa mengetahui apakah pasien pernah atau sedang
mengalami serangan jantung. EKG juga dapat membantu dokter
mengetahui detak dan irama jantung pasien tergolong normal atau tidak.
Stress Test
Bila gejala yang dialami pasien lebih sering muncul saat sedang
beraktivitas, dokter akan menyarankan stress test. Tes ini dilakukan untuk
menilai kerja jantung pasien ketika beraktivitas.

Dalam stress test, pasien akan diminta berjalan di treadmill atau


mengayuh sepeda statis sambil menjalani pemeriksaan EKG,
ekokardiografi atau CT scan di saat yang bersamaan. Jika pasien tidak
dapat beraktivitas, dokter akan memberikan obat untuk meningkatkan
detak jantung.

Kateterisasi Jantung dan Angiografi Koroner


Kateterisasi jantung dilakukan dengan memasukkan kateter melalui
pembuluh darah di lengan atau paha untuk diarahkan ke jantung. Setelah
itu, dokter akan melakukan prosedur angiografi koroner.

Angiografi koroner dilakukan dengan menggunakan foto Rontgen dan


bantuan cairan kontras untuk melihat aliran darah menuju jantung.
Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui bila ada penyumbatan
di pembuluh darah koroner.

Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang
suara (USG), untuk menampilkan gambaran jantung pasien di monitor.
Selama ekokardiografi dilakukan, dokter akan memeriksa apakah semua
bagian dinding dan katup jantung berfungsi baik dalam memompa darah.

Dinding jantung yang bergerak lemah dapat disebabkan oleh kekurangan


oksigen, atau kerusakan akibat serangan jantung. Hal tersebut bisa
menjadi tanda penyakit jantung koroner.

Pemindaian
Pemindaian dengan CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat kondisi
jantung dan pembuluh darah dengan lebih detail. Pemeriksaan ini bisa
memperlihatkan bila ada penumpukan kalsium di pembuluh darah yang
dapat memicu penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan Radionuklir
Pemeriksaan radionuklir bertujuan untuk mengukur aliran darah ke otot
jantung saat beristirahat dan saat beraktivitas. Sama seperti pada stress
test, pasien akan diminta berjalan di treadmill atau mengayuh sepeda
statis. Bedanya, tes ini dapat menunjukkan informasi yang lebih lengkap
dengan menampilkan gambar jantung pasien.

Diagnosis Penyakit Jantung Koroner

Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan
memeriksa faktor risiko yang dimiliki pasien.

Pada pasien yang berisiko terkena penyakit jantung koroner, dokter akan
mengukur tekanan darah pasien. Dokter juga akan memeriksa kadar
kolesterol pasien, dengan terlebih dahulu meminta pasien berpuasa 12 jam
sebelum tes agar hasilnya akurat.

Selanjutnya, dokter akan menjalankan beberapa metode pemeriksaan


berikut untuk memastikan diagnosis:

Elektrokardiografi (EKG)
EKG bertujuan untuk merekam aktivitas listrik jantung pasien. Melalui
EKG, dokter bisa mengetahui apakah pasien pernah atau sedang
mengalami serangan jantung. EKG juga dapat membantu dokter
mengetahui detak dan irama jantung pasien tergolong normal atau tidak.

Stress Test
Bila gejala yang dialami pasien lebih sering muncul saat sedang
beraktivitas, dokter akan menyarankan stress test. Tes ini dilakukan untuk
menilai kerja jantung pasien ketika beraktivitas.

Dalam stress test, pasien akan diminta berjalan di treadmill atau


mengayuh sepeda statis sambil menjalani pemeriksaan EKG,
ekokardiografi atau CT scan di saat yang bersamaan. Jika pasien tidak
dapat beraktivitas, dokter akan memberikan obat untuk meningkatkan
detak jantung.

Kateterisasi Jantung dan Angiografi Koroner


Kateterisasi jantung dilakukan dengan memasukkan kateter melalui
pembuluh darah di lengan atau paha untuk diarahkan ke jantung. Setelah
itu, dokter akan melakukan prosedur angiografi koroner.

Angiografi koroner dilakukan dengan menggunakan foto Rontgen dan


bantuan cairan kontras untuk melihat aliran darah menuju jantung.
Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui bila ada penyumbatan
di pembuluh darah koroner.

Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang
suara (USG), untuk menampilkan gambaran jantung pasien di monitor.
Selama ekokardiografi dilakukan, dokter akan memeriksa apakah semua
bagian dinding dan katup jantung berfungsi baik dalam memompa darah.

Dinding jantung yang bergerak lemah dapat disebabkan oleh kekurangan


oksigen, atau kerusakan akibat serangan jantung. Hal tersebut bisa
menjadi tanda penyakit jantung koroner.

Pemindaian
Pemindaian dengan CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat kondisi
jantung dan pembuluh darah dengan lebih detail. Pemeriksaan ini bisa
memperlihatkan bila ada penumpukan kalsium di pembuluh darah yang
dapat memicu penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan Radionuklir
Pemeriksaan radionuklir bertujuan untuk mengukur aliran darah ke otot
jantung saat beristirahat dan saat beraktivitas. Sama seperti pada stress
test, pasien akan diminta berjalan di treadmill atau mengayuh sepeda
statis. Bedanya, tes ini dapat menunjukkan informasi yang lebih lengkap
dengan menampilkan gambar jantung pasien.

Pengobatan Penyakit Jantung Koroner

Penanganan penyakit jantung koroner umumnya melibatkan perubahan


pola hidup yang dapat dikombinasikan dengan obat-obatan atau prosedur
medis. Dokter dapat menyarankan pasien untuk menjalani pola hidup
sehat, yaitu dengan:

Berhenti merokok
Mengurangi atau berhenti mengonsumsi minuman beralkohol
Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang
Mengelola stres dengan baik
Menjaga berat badan ideal
Berolahraga secara teratur.
Dokter juga dapat meresepkan obat-obatan untuk mengatasi penyakit
jantung koroner, antara lain:

Pengencer darah, seperti aspirin dan clopidogrel, untuk membantu


mencegah pembekuan darah
Statin, seperti atorvastatin dan simvastatin, untuk menurunkan kolesterol
dengan membuang LDL dari darah
Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors), seperti
captopril dan enalapril, untuk mengatasi hipertensi
Angiotensin II receptor blockers (ARB), seperti valsartan dan telmisartan,
untuk menurunkan tekanan darah
Penghambat beta (beta blockers), seperti bisoprolol dan metoprolol, untuk
mencegah angina dan mengatasi hipertensi
Nitrat, seperti nitrogliserin, untuk melebarkan pembuluh darah sehingga
aliran darah ke jantung meningkat dan jantung tidak memompa darah
lebih keras
Antagonis kalsium, seperti verapamil dan diltiazem, untuk melebarkan
otot di pembuluh darah sehingga tekanan darah menurun
Diuretik, untuk mengurangi kadar air dan garam dalam darah melalui
urine
Bila obat sudah tidak efektif untuk mengatasi gejala, pasien akan
disarankan untuk menjalani operasi. Operasi juga dilakukan bila
penyempitan pada pembuluh darah disebabkan oleh penumpukan
ateroma.

Sejumlah metode operasi yang dapat dilakukan adalah:

Pemasangan Ring Jantung


Pasang ring jantung atau angioplasti koroner dilakukan dengan
memasukkan kateter ke bagian arteri yang menyempit. Setelah itu, dokter
akan memasang ring (stent) di arteri untuk mencegah penyempitan
kembali. Dengan begitu, aliran darah dapat kembali lancar.

Prosedur ini dapat dilakukan secara terencana pada pasien dengan gejala
angina, atau sebagai tindakan darurat pada seseorang yang mengalami
serangan jantung.

Bypass Jantung
Prosedur ini dilakukan dengan mengambil pembuluh darah dari bagian
tubuh lain, untuk ditempel (dicangkok) ke bagian antara pembuluh darah
besar (aorta) dan arteri dengan melewati area yang menyempit. Tujuannya
adalah agar darah bisa mengalir lancar melalui rute baru tersebut.

Bypass jantung dilakukan dengan membedah dada pasien. Prosedur ini


umumnya hanya dilakukan bila terdapat lebih dari satu arteri yang
tersumbat.

Transplantasi Jantung
Tindakan ini dilakukan jika kerusakan jantung sudah sangat parah dan
tidak dapat lagi diatasi dengan obat-obatan. Tranplantasi jantung
dilakukan dengan mengganti jantung pasien yang rusak dengan jantung
yang sehat dari pendonor.
Komplikasi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner yang tidak tertangani dapat memicu sejumlah


komplikasi, seperti:

Angina atau nyeri dada, akibat menyempitnya arteri sehingga jantung


tidak mendapatkan cukup darah
Serangan jantung, akibat arteri yang tersumbat sepenuhnya oleh
tumpukan lemak atau gumpalan darah
Gagal jantung, akibat kondisi jantung yang tidak cukup kuat untuk
memompa darah
Gangguan irama jantung (aritmia), akibat kurangnya suplai darah ke
jantung atau kerusakan di jaringan jantung yang memengaruhi impuls
listrik jantung
Pencegahan Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan menjalani pola hidup


sehat, seperti:

Mengonsumsi Makanan Sehat dan Bergizi Seimbang


Perbanyaklah mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti sayur dan buah.
Selain itu, pastikan kadar garam pada makanan tidak lebih dari satu
sendok teh sehari.

Hindari jenis makanan tinggi kolesterol, terutama bila kadar LDL Anda
cukup tinggi. Makanan dengan kadar gula tinggi juga harus dihindari,
karena dapat meningkatkan risiko diabetes, salah satu faktor risiko
penyakit jantung koroner.

Sebaliknya, tingkatkan kadar kolesterol baik atau HDL dengan


memperbanyak konsumsi makanan tinggi lemak tak jenuh. Jenis makanan
ini antara lain minyak ikan, minyak zaitun, minyak biji bunga matahari,
minyak sayur, serta alpukat dan kacang-kacangan.

Melakukan Olahraga Rutin


Pola makan sehat yang dikombinasikan dengan olahraga rutin dapat
menjaga berat badan ideal. Di samping itu, olahraga rutin dapat
menurunkan kadar kolesterol dan menjaga tekanan darah tetap normal.

Luangkan waktu untuk berolahraga setidaknya 150 menit dalam


seminggu, misalnya dengan jogging, senam, atau renang. Namun, bagi
orang yang berisiko terserang penyakit jantung koroner, diskusikan
terlebih dahulu dengan dokter mengenai jenis dan durasi olahraga yang
tepat.

Mengonsumsi Obat dengan Benar


Pastikan untuk mengikuti petunjuk dokter dalam mengonsumsi obat-
obatan. Penting untuk diingat, jangan menghentikan pengobatan tanpa
terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter, karena berisiko
memperburuk penyakit yang diderita.

Beberapa langkah lain untuk mencegah penyakit jantung koroner adalah:


Berhenti merokok
Membatasi konsumsi minuman beralkohol
Mengelola stres dengan baik
Mempertahankan berat badan ideal
Menjalani pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol secara
berkala.

Virus Corona

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2


(SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit
akibat infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa
menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru
yang berat, hingga kematian.

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau yang


lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari
Coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini dapat menyerang siapa
saja, mulai dari lansia (golongan usia lanjut), orang dewasa, anak-anak
dan bayi, sampai ibu hamil dan ibu menyusui.

Virus Corona - Alodokter

Infeksi virus Corona yang disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019)
pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan menyebar ke hampir semua
negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.

Hal tersebut membuat beberapa negara memberlakukan kebijakan


lockdown untuk mencegah virus Corona makin meluas. Di Indonesia,
pemerintah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) untuk menekan penyebaran virus ini.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang menginfeksi sistem pernapasan.
Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan
ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi
pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang termasuk dalam
kelompok Coronavirus adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS).

Meski disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yakni


Coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan
MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan
gejala.

Bila Anda memerlukan pemeriksaan COVID-19, klik tautan di bawah ini


agar Anda dapat diarahkan ke fasilitas kesehatan terdekat:

Rapid Test Antibodi


Swab Antigen (Rapid Test Antigen)
PCR

Gejala Virus Corona (COVID-19)


Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala
flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala.
Setelah itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah memberat.

Penderita COVID-19 dengan gejala berat bisa mengalami demam tinggi,


batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, atau nyeri dada. Keluhan
tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan virus Corona.
Secara umum, ada tiga gejala umum yang bisa menandakan seseorang
terinfeksi virus Corona, yaitu:

Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)


Batuk kering
Sesak napas
Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus Corona
meskipun lebih jarang, yaitu:

Diare
Sakit kepala
Konjungtivitis
Hilangnya kemampuan mengecap rasa
Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia)
Ruam di kulit
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai
2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien yang
terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen tanpa adanya
gejala apa pun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.

Guna memastikan apakah gejala-gejala tersebut merupakan gejala dari


virus Corona, diperlukan rapid test atau PCR.

Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang menyebar melalui gigitan


nyamuk. Penderita malaria akan mengeluhkan gejala demam dan
menggigil.

Walaupun mudah menular melalui gigitan nyamuk, malaria bisa sembuh


secara total bila ditangani dengan tepat. Namun jika tidak ditangani,
penyakit ini bisa berakibat fatal dari menyebabkan anemia berat, gagal
ginjal, hingga kematian.

Malaria-Alodokter
Di Indonesia, jumlah penderita malaria cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Namun, beberapa provinsi di Indonesia masih banyak yang
menderita malaria, terutama di wilayah timur Indonesia, yaitu Papua dan
Papua Barat. Sementara itu, provinsi DKI Jakarta dan Bali sudah masuk
ke dalam kategori provinsi bebas malaria.

Gejala Malaria
Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil,
demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas
sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul
mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali
(kuartana).

Penyebab Malaria
Manusia dapat terkena malaria setelah digigit nyamuk yang terdapat
parasit malaria di dalam tubuh nyamuk. Gigitan nyamuk tersebut
menyebabkan parasit masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini akan
menetap di organ hati sebelum siap menyerang sel darah merah.

Parasit malaria ini bernama Plasmodium. Jenis Plasmodium bermacam-


macam, dan akan berpengaruh terhadap gejala yang ditimbulkan serta
pengobatannya.

Diagnosis Malaria
Bila seseorang mengalami gejala malaria, dokter akan menanyakan
apakah ia tinggal atau baru saja bepergian ke daerah yang banyak kasus
malaria. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa malaria meliputi tes diagnostik
cepat malaria (RDT malaria) dan pemeriksaan darah penderita di bawah
mikroskop. Tujuan pemeriksaan darah di bawah mikroskop adalah untuk
mendeteksi parasit penyebab malaria dan mengetahui jenis malarianya.
Perlu diketahui, pengambilan sampel darah dapat dilakukan lebih dari
sekali dan menunggu waktu demam muncul.

Pengobatan Malaria
Malaria harus segera ditangani untuk mencegah risiko komplikasi yang
berbahaya. Penanganan malaria dapat dilakukan dengan pemberian obat
antimalaria.

Obat-obatan ini perlu disesuaikan dengan jenis parasit penyebab malaria,


tingkat keparahan, atau riwayat area geografis yang pernah ditinggali
penderita. Penyakit malaria pada anak-anak bisa ditangani oleh dokter
anak konsultan penyakit infeksi tropis.

Komplikasi Malaria
Beberapa komplikasi serius yang disebabkan oleh malaria, di antaranya
anemia berat, hipoglikemia, kerusakan otak, dan banyak organ gagal
berfungsi. Komplikasi tersebut dapat berakibat fatal dan lebih rentan
dialami oleh balita serta lansia

Pencegahan Malaria
Meski belum ada vaksinasi untuk mencegah malaria, dokter dapat
meresepkan obat antimalaria sebagai pencegahan jika seseorang
berencana bepergian atau tinggal di area yang banyak kasus malarianya.
Selain itu, pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
dengan memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan pakaian
lengan panjang dan celana panjang, serta menggunakan krim atau
semprotan antinyamuk. Langkah pencegahan gigitan nyamuk juga penting
untuk selalu dilakukan pada anak-anak.

Anda mungkin juga menyukai