1 September 2010
Arsitektur suatu wilayah permukiman dapat menunjukkan baik buruknya keadaan sosial, ekonomi dan
budaya dari masyarakat yang bermukim di situ. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami
penyebab kesemrawutan permukiman terpinggirkan; dampak negatif dari kesemrawutan tersebut; dan solusi
untuk penataan arsitektur permukiman tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kesemrawutan penataan ruang dan kondisi lingkungan
kelompok sosial yang terpinggirkan di Kota Kendari adalah kelompok yang luput dalam perencanaan
perkotaan dan fasilitas konstruksi. Selain itu, sosial ekonomi, yang ditandai dengan pekerjaan di sektor
informal, rumah semi-permanen untuk hidup maupun untuk bekerja (industri rumah) yang terletak dekat
dengan pusat kota, dan limbah yang tidak sehat, memberikan konstribusi akan kondisi tersebut.
dampak negatifnya adalah mengubah nilai estetika kota, kesehatan masyarakat menurun dan
menyebabkan tekanan sosial dan remaja. Perhatian dan partisipasi dari para stakeholder, seperti lembaga
publik, LSM dan masyarakat itu sendiri yang harus menangani situasi ini.
Kata Kunci : Marginal, permukiman kumuh, masyarakat sosial
ABSTRACT
Architecture of human settlement may show the socio economy conditions and culture of the community
living there. The purposes of this research are to understand the cause of the chaos situation of marginalized
settlements and its negative impact, solutions for restructuring that settlement.
The study shows that the causes of the chaos of spatial arrangement and environment condition of social
groups marginalized in Kendari City are this group excluded in urban planning and construction facilities.
Besides, socioeconomic, which is characterized as working in informal sector, semi-permanent house for
living as well as for working (home industry) located close to the city center, and unwell treated waste, is also
contributes to that condition.
Its negative effects are distorts the aesthetic value of city, decrease public health and lead to social
stress and juvenile. The attention and participation from stakeholders, such as public institution, NGO and
the community it self are need to deal with this situation.
Keywords: Marginal, slums, social community
(fasilitas jalan, air bersih, riol, fasos, fasum) untuk miskin perkotaan itu menjalankan fungsi sosial
wilayah tersebut. yang penting meskipun masih belum diakui,
Salah satu ciri arsitektur permukiman dari khususnya bagi lahirnya kelas menengah di kota,
kelompok sosial terpinggirkan adalah rumah yang sangat berhutang budi kepada adanya tenaga
dibangun tidak permanen, sangat sederhana dan dan jasamurah. Kaum miskin bekerja sebagai
sempit serta berdempetan sebagai akibat dari pembantu rumah tangga, tukang kebun, pesuruh,
padatnya penduduk kampung. Sanitasi sopir, dansejumlah besar tenaga kasar berbagai
lingkungannya sangat buruk bahkan ada yang dapat bentuk.Kalau ada hubungan simbiosis antara
disebut sebagai rumah tidak layak huni. Misalnya, masyarakat kota dan marginalitas, yang menarik
ada rumah yang luasnya hanya beberapa meter keuntungan besar sudah pasti ialah kelas menengah
persegi saja, tinggi satu meter,terbuat dari plastik (Lomnitz, 1977: 208).
atau kardus dan menempel pada tembok orang lain.
Penduduk miskin kota ini sudah biasa hidup dalam A. Kelompok Sosial dan Permukiman
sistem sosial, ekonomi dan budayanya sendiri yang Terpinggirkan
disebut budaya kemiskinan. Kelompok sosial terpinggirkan atau lebih
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat tepatnya kelompok sosial marjinal yaitu kelompok
disimpulkan bahwa rumusan masalahnya, yaitu: sosial yang menjadi bagian dari dua budaya atau
1. Apa yang menjadi penyebab kesemrawutan dua masyarakat, tetapi tidak termasuk secara
permukiman terpinggirkan; penuh(utuh) pada salah satu budaya atau
2. Bagaimana dampak negatif yang ditimbulkan masyarakat tersebut (bandingkan, Horton & Hunt,
oleh kesemrawutan permukiman 1993:402). Tidak tersentuhnya kelompok sosial
terpinggirkan; terpinggirkan dari program pembangunan fasilitas
3. Bagaimana solusi penataan arsitektur kota, juga disebabkan oleh karena mereka tinggal di
permukiman terpinggirkan; wilayah kota yang terpinggirkan, yang tidak mesti
4. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam harus terletak dipinggiran kota, tetapi bisa jadi
pelaksanaan program penataan dan bagaimana dekat dengan pusat kota.
alternative pemecahannya.
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah
untuk lebih mengetahui dan mendalami tentang :
1. Penyebab kesemrawutan permukiman
terpinggirkan;
2. Dampak negatif dari kesemrawutan tersebut;
3. Solusi untuk penataan arsitektur permukiman
tersebut;
4. Faktor-faktor yang menjadi kendala
pelaksanaan program penataan dan alternatif
Pemecahannya.
Gambar 1. Pemukiman Terpinggirkan Di Kota
TINJAUAN PUSTAKA Kendari
Studi-studi tentang kota di Dunia Ketiga Berhasilnya orang menempati suatu situs di
menunjukkan adanya interkoneksi sistem yang erat kota, pada akhirnya hanyalah karena tanah tersebut
antara orang kaya di kota dan orang miskin kota, dapat diperas manfaatnya sebanyak-banyaknya, dan
adanya ketergantungan ekonomi colonial dari kelas mampunya orang yang bersangkutan membayar
menengah yang naik bintangnya di antara puluhan harga sewanya. Persaingan tersebut paling kuat
ribu orang miskin. Kelompok sosial miskin kota terjadi di bagian pusat kota, karena di kawasan itu
hidup dari berburu dan meramu di hutan belukar tersaji lokasi-lokasi yang paling menguntungkan; di
kota, yang setiap hari pergi berburu pekerjaan. samping tanah di situ memang langka. Karena
Kehidupan mereka didasarkan atas sisa-sisa: sisa alasan itu pula, maka harga tanah di kawasan pusat
pekerjaan, sisa perdagangan, sisa ruang hidup, kota itu amat mahal (Daldjoeni, 2003: 198). Trade
rumah terbuat dari sisa-sisa. Mereka mendiami off model, bertalian erat dengan kondisikondisi
celah-celah sistem industri kota dan makan dari perilaku yang diidealkan dari segi kemampuan
buangannya. ekonomi. Sehubungan itu, diasumsikan adanya kota
Akan tetapi, meskipun sifatnya marginal/ dengan pusat tunggal yang terletak di dataran tanpa
terpinggirkan, pasukan compang camping kaum topografi yang menonjol, sedang segala kegiatan
penduduknya bertumpuk di pusat kota. Di dalam
kota, biaya transportasi meningkat langsung sandang. Selain, perlunya disediakan sejumlah
mengikuti jarak yang ditempuh dari pusat kota, pelayanan mendasar, seperti air minum bersih,
namun sewa yang tergantung dari keterjangkauan sanitasi, transportasi, lembaga kesehatan dan
(accessibility) saja, berbanding terbalik dengan pendidikan, serta kesempatan kerja dengan imbalan
jarak. Artinya semakin menjauhi pusat kota, yang wajar bagi tiap orang yang sanggup dan ingin
semakin menurunkan sewa. Para pemakai tanah di bekerja. Juga harus dipenuhinya kebutuhan yang
dalam kota menggunakan keputusan menurut bersifat kualitatif, yaitu lingkungan hidup yang
tempatnya masing-masing dengan sehat, manusiawi, memuaskan, partisipasi rakyat
memperhitungkan kekuatan kantong mereka. pada semua keputusan yang menyangkut hidup dan
Dengan demikian maka, dari segi ekonomi keperluan hidupnya, serta kebebasan-kebebasan
kelompok sosial marjinal/terpingirkan adalah individual. Sedangkan kemiskinan relatif bukan
masyarakat berpenghasilan rendah, yang memilih saja meliputi ketidakmerataan ekonomi seperti pada
tinggal di bagian wilayah kota terpinggirkan pula kemiskinan mutlak, tetapi juga meliputi
dari pertimbangan nilai ekonomis. Dengan ketidakmerataan kesempatan dan peluang di segala
demikian, pengertian permukiman kelompok sosial kehidupan lainnya. Gejala-gejala yang sama juga
terpinggirkan yang dimakud di sini, adalah mewarnai hubungan internasional, sebagaimana
permukiman dari Kelompok sosial miskin kota tampak dalam istilah-istilah, jurang antara Dunia
yang merupakan zone perumahan yang sewanya Utara dan Selatan atau antara Dunia Barat dan
murah, karena kondisi tanah yang paling tidak Timur (Muller, 2006: 5-6).
menguntungkan dari motivasi ekonomi, misalnya di
pinggiran bantaran sungai Tukad Badung; atau C. Arsitektur Permukiman Kelompok Sosial
secara geografis, wilayah-wilayah kota yang sering Terpinggirkan
tergenang banjir di musim hujan dan yang tidak
Di dalam upaya pembangunan untuk
ditunjang fasilitas kota.
meningkatkan derajat kehidupan yang lebih baik
bagi kelompok sosial masyarakat di permukiman
B. Pengertian Kemiskinan terpinggirkan ini, pihak perencana dan pelaksana
Penanganan program pengentasan kemiskinan pembangunan tidak hanya dituntut untuk
di Indonesia dari waktu ke waktu, dari rezim satu mengetahui masalah-masalah atau kendalakendala
ke rezim terakhir tidak pernah berhasil dan tidak yang bersifat fisik saja, tetapi juga yang terkait
akan pernah tuntas. Hal ini menurut Soedjatmoko dengan situasi sosial dan budaya masyarakat
(1986: 1 & 159) membuktikan bahwa, ternyata sasaran program. Terlebih-lebih terkait dengan
tingkat pengetahuan masyarakat dewasa ini lingkungan buatan yang disebut arsitektur, yang
mengenai keanekaragaman wajah kemiskinan di sangat dipengaruhi oleh keberadaan/keadaan
tanah air masih sangat terbatas. Masyarakat tidak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat tersebut.
tahu struktur-struktur sosial dan kebudayaan Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
kemiskinan di negeri ini. Masyarakat tidak tahu Mangunwijaya (1981; Budihardjo, 1983: 9) bahwa,
dengan pasti siapa golongan yang paling miskin, di masalah arsitektur meliputi kurang lebih 80 %
mana mereka berada dan sebab-musabab dari masalah sosial kemasyarakatan, dan baru kemudian
kemiskinan yang sangat mendalam itu. Masyarakat sisanya yang 20 % menyangkut masalah teknis
pun tidak mengetahui dengan pasti bagaimana cara teknologis.
mencapainya dan masyarakat tidak akan dapat
mengetahuinya selama pengetahuan tentang
masalah kemiskinan tidak dikembangkan secara
sistematis.
Kemiskinan mutlak berarti kemelaratan fisik
dan material yang nyata sekali. Bentuk yang keras
adalah kematian dini, entah karena kelaparan, entah
karena penyakit yang sebenarnya bisa
disembuhkan. Tidak terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan pokok (basic needs) dan minimum (bagi
kelangsungan hidup) adalah konsep di belakang
kemiskinan mutlak. Pemenuhan kebutuhan pokok
dan minimum menurut International Labour Gambar 2. Pemukiman Terpinggirkan
Organizations\(ILO, 1976, 7f) meliputi kebutuhan Masyarakat Pesisir Toronipa Kota Kendari
minimum sebuah keluarga akan pangan, papan, dan
Sudah menjadi fakta, penghuni utama Ditemukan bahwa, konsep-konsep mengenai ruang
permukiman terpinggirkan di kota besar privat, semi privat dan publik, crowding, tekanan
kebanyakan dalah kaum miskin, di mana mata lingkungan, stress dan lain-lain berkaitan erat
pencahariannya lebih banyak dari sector informal. dengan susunan ruang-ruang dalam rumah, ruang
Setiap orang berupaya memiliki suatu usaha atau antar rumah serta lingkungan permukiman secara
industri kecil untuk kelangsungan ekonomi rumah keseluruhan. Menurut Turgut (2001:6) permukiman
tangganya. Semua jenis usaha yang dilakukan kumuh dan proses pengkumuhan merupakan suatu
warga kampung miskin kota ini tidak lain adalah objek yang kompleks. Oleh karena itu, studi
bentuk-bentuk strategi untuk mengatasi masalah- terhadap permukiman kumuh tidak bisa hanya
masalah kehidupan yang paling dasar. Keterbatasan dilakukan pada satu subjek saja dan menganggap
modal, keterbatasan lahan dan atas berbagai hal tersebut merupakan masalah sosial saja, atau
pertimbangan lain, maka usaha atau industri dan hanya masalah penyediaan hunian saja, atau hanya
pembuangan limbah mereka lakukan di lingkup masalah ekonomi dan politik saja. Harus ada
rumah atau pekarangan mereka masing-masing. pendekatan yang menyeluruh untuk mencapai
Bentuk arsitektur perumahan yang dibangun akan definisi dan interpretasi yang lebih komprehensif.
disesuaikan dengan guna yang semaksimal Analisis struktural dari pola perumahan kumuh di
mungkin mendukung usaha tersebut, yang berarti dalamnya termasuk empat komponen yaitu:
otomatis arsitekurnya akan mencitrakan bentuk komponen budaya, perilaku, sosial-ekonomi dan
usaha dan keberadaan ekonomi, social dan budaya komponen spasial.
masyarakat miskin yang hidup di dalamnnya. Walaupun ada empat komponen yang
Gambaran umum wajah kampung kumuh di ditawarkan dalam analisis struktural perumahan
permukiman terpinggirkan di kota-kota besar kumuh, namun dalam tinjauan ini penekanan akan
adalah wajah arsitektur rumah seadanya saja, tata diarahkan lebih besar ke komponen budaya, karena
ruang bangunan semrawut dengan penampilan menurut persepsi penulis lebih tepat untuk materi
jorok, populasi bangunan padat dengan hunian yang matrikulasi Program Magister Kajian Budaya.
tinggi, penggunaan bahan bangunan bekas dan Walau demikian, komponen lain akan tetap diberi
murahan dengan sistem konstruksi yang jauh di porsi sewajarnya. Komponen budaya yang
bawah standar baku keselamatan untuk dimaksud di sini adalah adanya masalah Budaya
penghuninya, lingkungan sekitar selalu kotor, Kemiskinan yang menyebabkan lemahnya Modal
becek, sanitasi buruk, sumur sebagai sumber air Sosial untuk pembangunan.
bersih tercemar.
Penelitian di sebuah wilayah permukiman
terpinggirkan menemukan bahwa lingkungan fisik
kampungkampung sepanjang Kali Tinanggea
Sulawesi Tenggara darisegi sosial-budaya memiliki
keterkaitan dengan perilaku masyarakat di kampung
tersebut secara dialektik, dalam arti saling
mempengaruhi. Katerbatasan fisik, terutama dari
segi luasan area serta fasilitas umum yang ada
(MCK, air bersih, dan lain-lain) menuntut mereka
untuk menggunakan fasilitas umum secara
bersamasama. Hal ini menyebabkan intensitas
interaksi sosial antar penduduk kampung tinggi, Gambar 3. Pemukiman Dikali Kota Kendari
yang secara tidak langsung menyebabkan tingkat
solidaritas sosial di antara penduduk kampong METODOLOGI PENELITIAN
tersebut juga menjadi kuat. Sebaliknya, tingginya
tingkat hubungan social dan kuatnya solidaritas Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
sosial di antara mereka, secara incremental untuk mendapatkan gambaran keterkaitan
(motivasi semangat berswadaya) mengharuskan Arsitektur dan Permukiman Kelompok Sosial
mereka membuat susunan lingkungan fisik agar Terpinggirkan di Kota kendari. Cara pengumpulan
dapat mewadahi berbagai jenis kegiatan dan bentuk data yang digunakan adalah pengamatan,
perilaku sosial mereka. Dengan kata lain, perilaku pengukuran, wawancara, pengumpulan dokumen
dan lingkungan fisik pada kampung tersebut secara dan studi literatur. Pengamatan dan pengukuran
dialektik saling mempengaruhi, dan akhirnya dilakukan terhadap bangunan yang berbentuk
mewujudkan suatu pola kehidupan yang spesifik. rumah tradisional Makassar dengan sketsa dan foto.
Selain itu juga dilakukan wawancara terbuka
terhadap beberapa masyarakat pemilik rumah (tidak tingkat Modal Sosial yang rendah. Sebagai salah
terstruktur). Studi literatur dilakukan melalui kota di Indonesia, Kota Kendari tidak luput dari
beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan masalah permukiman kumuh. Kebanyakan
yang ada hubungannya dengan rumah tradisional permukiman terpinggirkan ini berada di sekitar
Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk bantaran sungai Kendari Caddi. Lokasi
membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, permukiman kumuh per kecamaan di Kota Kendari,
faktual, dan akurat hubungan antara fenomena yang terbesar berada di Kecamatan Kota Kendari Caddi.
diselidiki. Studi kasus dilakukan dalam wilayah
Kota Kendari. B. Penyebab Kesemrawutan Permukiman
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive, Terpinggirkan di Kota Kendari
yakni pengambilan sampel atas dasar tujuan Kaum urban luar kota yang menempati
tertentu sehingga memenuhi keinginan dan permukiman kumuh di Kota Kendari banyak dating
kepentingan dari penelitian. tetapi paling didominasi oleh kaum urban dari
Analisis yang digunakan adalah Sulawesi Selatan Terutama suku Bajoe. Ada pola
penggabungan antara analisis kuantitatif dan kecenderungan dalam menetap sebagai berikut.
kualitatif. Adapun penggunaan analisis ini di Bila dia datang menetap sendiri cenderung memilih
gunakan untuk ; menyewa kamar atau rumah milik dari warga
1) Penyebab kesemrawutan permukiman setempat, ditempati beberapa orang berarti bentuk
terpinggirkan; dan ukuran ruang huniannya terbatas atau sempit.
2) Dampak negatif dari kesemrawutan tersebut; Sedangkan bila mereka datang membawa keluarga
3) Solusi untuk penataan arsitektur permukiman cenderung menetap dengan menyewa tanah atau
tersebut; lahan kosong terbatas, sehingga walau kelihatan
4) Faktor-faktor yang menjadi kendala pelaksanaan bentuk dan ukuran ruang peruntukan rumahnya
program penataan dan alternatif Pemecahannya. lebih luas namun bila dibagi per jumlah keluarga
tetap saja tergolong sempit. Sempitnya lahan yang
HASIL DAN PEMBAHASAN harus menampung berbagai bentuk kegiatan yang
ditekuni juga berpengaruh terhadap kesemrawutan
A. Perspektif Kebudayaan Kemiskinan arsitektur permukiman terpinggirkan ini.
Modal Sosial adalah sumber daya yang dapat
dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan
sumber daya baru. Sesuatu yang disebut sumber
daya (resources) adalah sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk dikonsumsi, di simpan dan
diinvestasikan. Modal sosial berbeda dengan istilah
populer lain yaitu Modal Manusia (human capital).
Pada modal manusia segala sesuatunya lebih
merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan
keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Pada
Modal Sosial, lebih menekankan pada potensi
kelompok dan pola-pola hubungan antar individu
dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan
ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, Gambar 4. Pemukiman Masyarakat Pinggiran
dan kepercayaan antara sesama yang lahir dari Kendari Caddi
anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.
Modal sosial juga sangat dekat dengan terminologi Terbukti dari hasil penelitian aspek spasial
sosial lainnya seperti kebajikan sosial (social perumahan kaum urban di permukiman kumuh kota
virtue). Perbedaan keduanya terletak pada dimensi Kota Kendari oleh Diputra (2003) menemukan
jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan bahwa, ruang-ruang pada rumah kumuh bersifat
berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan multifungsi, karena penghuni memasukkan
keterikatan untuk saling berhubungan yang bersifat beragam kegiatan ke dalamnya. Privasi ruang di
imbal balik dalam suatu bentuk hubungan sosial. dalam rumah tidak optimal, namun tidak dianggap
Robert D Putnam (2000; Hasbullah, 2006:5) sebagai sesuatu yang mengganggu karena sudah
memberikan proposisi bahwa suatu entitas dibiasakan dan dimaklumkan. Organisasi ruang
masyarakat yang memiliki kebajikan sosial yang bersifat linier karena terjadinya penambahan ruang
tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan hanya bisa dilakukan sangat terbatas sebagai akibat
dipandang sebagai masyarakat yang memiliki dari minimnya lahan. Kualitas ruangan dan
performance yang dihasilkan kurang baik sebagai mereka hanya untuk mencari uang (pekerjaan),
akibat dari rendahnya kualitas bahan bangunan dan sebagai modal untuk buka usaha di kampungnya
sempitnya dimensi ruang, yang akhirnya bila sudah mencukupi.
menyebabkan rasa ketersesakan. Candrawati (2003) Faktor sosial-budaya seperti inilah menjadi
yang melihat dari sudut struktur dan kontruksi kendala bagi penataan dan perbaikan arsitektur dan
rumah kumuh di Kota Kendari menemukan bahwa kawasan kumuh atau terpinggirkan di Kota Kota
struktur dan konstruksi atap menggunakan kuda- Kendari. Karena seperti dijelaskan oleh
kuda, balok dinding, gording, usuk, reng, bubungan Anindyasari, penduduk pendatang ini tidak
dan papan bubungan termasuk dengan pemakaian memanfaatkan kelebihan pendapatannya untuk
bahan dan sistem sambungan konstruksinya. berinvestasi rumah tinggal, sebab mereka selalu
Struktur dan konstruksi dinding menggunakan berpikir akan kembali ke kampong halamannya
perpaduan antara batako dan papan atau batako dan VHWHODK FXNXS EHUKDVLO ³ND\D´ ini menandakan
gedeg. Sistem struktur pondasi dan lantai tidak adanya nilai-nilai budaya yang tidak cocok untuk
layak dari segi kekuatan dan keamanan, yaitu pembangunan yaitu cepat puas dengan keberhasilan
menggunakan pondasi dari pasangan batako yang dicapai. Tidak ada semangat yang lebih kuat
ditanam pada kedalaman 50 cm dan diteruskan ke untuk mandiri, semangat berusaha dan semangat
atas sebagai dinding. terus maju, terbukti selalu ingin kembali ke
Dari penelitian aspek non fisik yang menarik kampung, selalu merindukan keindahan
ditemukan bahwa, penduduk perumahan kumuh di pengalaman masa lalu, mengangankan selalu
Kota Kendari adalah kaum urban yang bila diukur berkumpul bersama keluarga ataupun famili di
dari segi pendapatan perkapitanya sebenarnya tidak kampung asal seperti masa lalunya. Lebih
tergolong miskin sungguhan (kemiskinan mutlak), mementingkan primordialisme suku dan daerah.
karena mereka mampu membiayai hidup mereka Tidak memiliki visi dan semangat untuk
sendiri dan terkadang mampu mengirimkan uang membangun dalam kebersamaan di daerah
kepada sanak famili di kampung halamannya. permukiman tempatnya mencari kerja, karena
Hanya memang tampilan tempat tinggal dan menganggap etnis local bukan bagian dari dirinya
lingkungan hidupnya saja yang tampak kumuh dan atau saudaranya. Inilah yang oleh Putnam (2000)
miskin (Arieska, dkk. 2003). dan Abdullah (2006) disebutnya sebagai Modal
Dari hasil penelitian Kecamatan Kendari juga Sosial yang rendah.
diketahui bahwa, ada beberapa faktor sosial-budaya Tepat seperti dikatakan Kuntowijoyo (1987:
penyebab tetap terjadinya kesemrawutan arsitektur 105) bahwa, tumbuhnya kota telah mengubah
dan buruknya kualitas bangunan rumah serta lingkungan komunal desa menjadi lingkungan
lingkungan pada permukiman terpinggirkan yaitu: individualis. Di sini kelangsungan hidup
Tidak adanya kepedulian masyarakat sekitar perorangan merupakan tanda tanya besar, sehingga
terhadap kondisi rumah atau lahan yang mereka pekerjaan menjadi motif utama orang untuk tinggal.
tempati sebagai akibat dari tidak adanya rasa Di kota, lingkungan tidak lagi dipandang sebagai
memiliki, karena kebanyakan rumah yang ditempati tempat untuk bermasyarakat, tetapi sebagai tempat
adalah rumah kontrakan milik penduduk asli bekerja semata-mata. Manusia kota telah
setempat. Demikian pula bagi mereka yang hanya kehilangan keinginan untuk hidup bermasyarakat,
menyewa tanah kosong, selalu ada anggapan bahwa keinginan untuk bertanggung jawab, dan keinginan
mereka akan tinggal untuk sementara saja, sehingga untuk saling bergantung (berhubungan sosial).
rumah yang dibangun hanya berwujud sekedar saja, Individualisme di kota-kota besar telah juga
apalagi kebanyakan profesi atau mata pencaharian menghilangkan kohesi sosial, sekalipun solidaritas
mereka sebagai pedagang kecil dengan penghasilan baru dalam asosiasi-asosiasi dapat menggantikan
yang tidak terlalu besar. Biasanya sisa pendapatan kohesi itu.
dari hasil penyisihan untuk kebutuhan hidup sehari- Seperti halnya keinginan kaum urban di
hari tidak dialokasikan bagi perbaikan fisik rumah permukiman kumuh kota Kota Kendari, selalu
yang ditempati, melainkan untuk memperbesar ingin kembali ke asalnya setelah berhasil, berarti
modal usaha dan untuk dikirim ke daerah asalnya. mereka menganggap Kota Kendari hanya sebagai
Kurangnya rasa kepemilikan terhadap rumah tempat untuk berkerja semata-mata, bukan untuk
juga diketahui dari hasil penelitian Suwitri membangun kampung halaman baru yang lebih
(2006:81) yang meliputi kota Kota Kendari sebagai baik dari asalnya, tidak memiliki visi untuk menjadi
berikut. Kaum urban melihat rumah yang mereka penduduk tetap.
tempati hanya sebagai tempat tinggal sementara.
Sebagian terbesar dari mereka (60%) menyatakan
bahwa ia tidak ingin tinggal menetap karena tujuan
tetapi pelaku juga melakukan kejahatan di yang baru ataupun meningkatkan kualitas
tempat/lingkungan lain. kehidupan mereka.
Ini membuktikan bahwa berbagai steriotip Dalam penataan arsitektur permukiman
yang muncul tentang perkampungan kumuh atau kumuh bagi masyarakat yang modal sosial rendah,
miskin kota, sebagai sumber kejahatan, patologi tidak mungkin mengharapkan datangnya inisiatif
kebudayaan dan disorganisasi sosial bisa jadi benar, dari pihak mereka sendiri. Karena itu, dibutuhkan
terlebih-lebih apabila memang benar masyarakat peran pihak ketiga dalam hal ini dinas pemerintah
urban kurang/lemah dalam melakukan kohesi sosial terkait, dengan melibatkan lembagalembaga
dan membangun solidaritas sosial bersama swadaya masyarakat yang memahami kompleksitas
masyarakat asli setempat, yang salah satu masalah permukiman kumuh, bukan saja dari segi
dampaknya ialah rawannya keamanan lingkungan. teknis-teknologis tetapi terutama dari segi sosial-
Sebaliknya, bila kohesi sosial mereka kuat hanya di budayanya. Sebaliknya, perencanaan penataan
antara sesama suku, agama, dan asal maka dampak arsitektur di permukiman kumuh kota, tidak bisa
yang timbul justru lebih parah, yaitu timbulnya hanya dari satu arah oleh pihak/penguasa saja,
benih ketidakpercayaan, kecemburan sosial antar tatapi harus bersifat timbale balik, dengan
etnik, agama, sebagai akibat dari nasionalisme melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat di
sempit/kedaerahan. Terlihat dari hasil penelitian permukiman kumuh sebagai subjek utama. Minimal
Dedi Prasetyo, dkk. (2003) dalam tinjauan aspek penguasa memperhatikan aspirasi dan masukan dari
sosial budayanya menemukan bahwa kegiatan mereka, karena mereka yang akan hidup di sana dan
tolong menolong sesama tetangga permukiman mereka lebih tahu kebutuhan mereka sendiri
kumuh ditandai dengan saling kunjung tentang fungsi guna ruang, serta lebih faham
mengunjungi dan membantu warga lain yang kondisi lingkungannya. Penentu kebijaksanaan
mempunyai hayatan ataupun kesusahan sebagai hanya wajib memberi pengarahan teknik penataan
manifestasi kuatnya hubungan sosial di antara ke arah yang lebih baik dan manusiawi, membantu
mereka.
Kurangnya kesadaran bahwa, yang diinginkan kredit bank, misalnya dengan sistem
oleh masyarakat miskin di perkampungan kumuh pendataan penduduk pendatang secara baik
kota adalah: hunian dengan ruangan luar ataupun dan pasti (crosschek ke daerah asalnya). Atau,
dalam yang tidak sumpek, mendapat penerangan dicari sistem bapak angkat dari kelompok
alami yang cukup, dan terkait dengan kegiatan sosial mereka yang telah mampu.
usaha yang mereka lakukan. Alternatif d. Kepribadian kaum urban yang eksklusif
pemecahannya dengan perbaikan mental dan (cenderung membedakan, mencurigai
peningkatan pemahaman terhadap kebutuhan dari kesetiaan dan kepercayaan orang di luar suku,
masyarakat miskin kota ini. Sumber kendala lain, agama, dan golongannya) dalam hubungan
bisa juga datang dari warga masyarakat yang sosial, perlu proses penyadaran intensif,
menjadi subjek pada sasaran program (pemilik terutama oleh kalangan social mereka sendiri
rumah atau lahan dan calon penghuni/penyewa). yang telah mampu, memiliki wawasan
Kendala seperti ini juga akan dihadapi oleh para luas/maju dan terbuka.
penentu kebijaksanaan berkaitan dengan penataan e. Adanya sikap fatalistik kaum miskin kota,
kampung miskin atau kumuh di kota Kota Kendari, harusnya bukanlah alasan yang benar untuk
disebabkan oleh: menuduh mereka sebagai orang malas, kurang
a. Kepemilikan rumah/lahan berada di tangan kreatif, kurang semangat dalam menghadapi
penduduk lokal yang beragama berbeda dari kemiskinan. Harus dicari alternatif pemecahan
penghuni kampung kumuh. Hal ini misalnya melalui pemberian bekal berbagai
menyebabkan sulitnya menata arsitektur jenis ketrampilan yang dapat menjadi peluang
sesuai dengan kehendak penghuni, bila tidak usaha, membuka lapangan kerja yang lebih
ada persetujuan pemilik asli setempat. Berarti luas, dan membantu pemasaran produk-
harus ditemukan jalan keluar agar memuaskan produk mereka. Yang terpenting, memberi
semua pihak, mungkin dengan sistem kontrak bekal wawasan arti masa depan dan cita-cita
jangka panjang, disesuaikan dengan kekuatan terus maju, menanamkan kesadaran akan arti
umur bangunan, sehingga penghuni/penyewa kemandirian dan nasionalisme (dalam arti
tidak merasa terlalu rugi setelah habis masa luas), satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa
kontrak, didasarkan perhitungan ekonomi dan dalam membangun kota tujuan.
modal untuk menata atau perbaikan bangunan.
Agar tidak ada permasalahan di belakang hari, KESIMPULAN
maka pembuatan kontrak harus memiliki
kekuatan hukum jelas dan tegas di saksikan Arsitektur suatu wilayah permukiman dapat
dan dilindungi oleh pihak yang berwenang. menunjukkan baik buruknya keadaan sosial,
b. Semangat untuk hidup menetap yang rendah ekonomi dan budaya dari masyarakat yang
sebagai salah satu bentuk rendahnya modal bermukim di situ. Indonesia sebagai salah satu
sosial dari kaum urban, membutuhkan negara berkembang misalnya banyak memiliki
sosialisasi intensif tentang arti kehidupan dan permukiman kelompok sosial kota terpinggirkan.
penghidupan yang lebih baik di daerah tujuan Kurangnya kesadaran bahwa, yang diinginkan oleh
dan berbagai bentuk keuntungan yang masyarakat miskin di perkampungan kumuh kota
dihasilkannya. Semua dapat dikaitkan dengan adalah: hunian dengan ruangan luar ataupun dalam
Rencana Program Penataan arsitektur dan yang tidak sumpek, mendapat penerangan alami
lingkungan permukiman mereka, melalui yang cukup, dan terkait dengan kegiatan usaha yang
penyadaran akan arti positif ketertiban dan mereka lakukan. Alternatif pemecahannya dengan
keindahan arsitektur serta lingkungan bagi perbaikan mental dan peningkatan pemahaman
kesehatan fisik dan keindahan jiwa mereka. terhadap kebutuhan dari masyarakat miskin kota
Sekaligus mencari masukan dari mereka ini. Sumber kendala lain, bisa juga datang dari
tentang pola ruang arsitekur dan permukiman warga masyarakat yang menjadi subjek pada
yang mereka inginkan. sasaran program (pemilik rumah atau lahan dan
c. Kemiskinan kaum urban, tidak menjamin calon penghuni/penyewa). Kendala seperti ini juga
mereka mampu membayar cash sewa rumah akan dihadapi oleh para penentu kebijaksanaan
atau lahan untuk jangka panjang. Harus berkaitan dengan penataan kampung miskin atau
dicarikan mekanisme sistem pembayaran yang kumuh di kota Kota Kendari, disebabkan oleh:
efektif, melalui sistem kredit perbankan. 1. Kepemilikan rumah/lahan berada di tangan
Mengingat masyarakat miskin banyak yang penduduk lokal yang beragama berbeda dari
tidak memiliki jaminan, harus ada solusi yang penghuni kampung kumuh. Hal ini
mampu menjamin keamanan pengembalian menyebabkan sulitnya menata arsitektur sesuai
dengan kehendak penghuni, bila tidak ada Hasbullah, Jousairi. 2006. Social Capital (Menuju
persetujuan pemilik asli setempat. Keunggulan Budaya Manusia Indonesia).
2. Semangat untuk hidup menetap yang rendah Jakarta, Penerbit MR-United Press.
sebagai salah satu bentuk rendahnya modal Horton, Paul B. & Hunt, Chester L. 1993. Sosiologi
sosial dari kaum urban, membutuhkan Edisi Keenam (Alih Bahasa: Aminuddn
sosialisasi intensif tentang arti kehidupan dan Ram & Tita Sobari). Jakarta, Penerbit
penghidupan yang lebih baik di daerah tujuan Erlangga.
dan berbagai bentuk keuntungan yang
Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya
dihasilkannya. Semua dapat dikaitkan dengan
Suatu Persepektif Kontemporer (Edisi
Rencana Program Penataan arsitektur dan
Kedua-Alih Bahasa Soekadijo). Jakarta,
lingkungan permukiman mereka, melalui
Penerbit Erlangga.
penyadaran akan arti positif ketertiban dan
keindahan arsitektur serta lingkungan bagi Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat.
kesehatan fisik dan keindahan jiwa mereka. Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya.
3. Kemiskinan kaum urban, tidak menjamin .XVZDUWRMR ³Mencari Wawasan Arsitektur´
mereka mampu membayar cash sewa rumah artikel dalam buku Jati Diri Arsitektur
atau lahan untuk jangka panjang. Harus Indonesia (Budihardjo, ed.). Bandung,
dicarikan mekanisme sistem pembayaran yang Penerbit Alumni.
efektif, melalui sistem kredit perbankan. Lomnitz. L.A. 1977. Networks and Marginality:Life
Mengingat masyarakat miskin banyak yang in a Mexican Shanty Town. New York,
tidak memiliki jaminan, harus ada solusi yang Academic Press, Inc.
mampu menjamin keamanan pengembalian
kredit bank, misalnya dengan sistem pendataan 0DGHV\DZDWL 'ZL GNN ³Analisis Rumah
Kumuh sebagai Tempat Produksi´
penduduk pendatang secara baik dan pasti
(Materi
(crosschek ke daerah asalnya)
4. Kepribadian kaum urban yang eksklusif Mangunwijaya, Y.B. 1995. Wastu Citra:Pengantar
(cenderung membedakan, mencurigai kesetiaan ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, Sendi-
dan kepercayaan orang di luar suku, agama, dan sendi Filsafatnya beserta Contoh
golongannya) dalam hubungan sosial, perlu Praktis. Jakarta, Penerbit PT. Gramedia
proses penyadaran intensif, terutama oleh Pustaka Utama.
kalangan social mereka sendiri yang telah Muller, Johannes. 2006. Perkembangan
mampu, memiliki wawasan luas/maju dan Masyarakat Lintas-Ilmu. Jakarta,
terbuka. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
5. Adanya sikap fatalistik kaum miskin kota, Setiawan, Haryadi B. 1995. Arsitektur Lingkungan
harusnya bukanlah alasan yang benar untuk dan Perilaku. Jakarta, Proyek
menuduh mereka sebagai orang malas, kurang Pengembangan Pusat Studi Lingkungan
kreatif, kurang semangat dalam menghadapi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
kemiskinan. Harus dicari alternatif pemecahan Depdikbud RI.
misalnya melalui pemberian bekal berbagai
jenis ketrampilan yang dapat menjadi peluang
usaha, membuka lapangan kerja yang lebih luas
DAFTAR PUSTAKA