menyebabkan gangguan atau kecatatan fisik dalam jangka waktu yang lama dan kematian secara
tiba-tiba (Arisdiani et al., 2019). CVA merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini, dikarenakan pola makan yang tidak sehat. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang menyatakan sekitar 75% kasus stroke di usia dewasa muda selalu mengkonsumsi
makanan tinggi lemak dan kolesterol dibandingkan dengan 68,4% responden yang jarang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol (Iskandar, A, 2018). Fenomena yang sering
terjadi saat ini adalah karena stroke merupakan salah satu penyakit mematikan nomer tiga di
Indonesia maka dari itu baik keluarga atau individunya yang mengalami stroke langsung mengambil
keputusan atau kesimpulan bahwa orang yang mengalami stroke tidak akan hidup lebih lama lagi,
orang yang mengalami stroke akan mati, sehingga baik individu atau keluarga tidak memiliki
semangat agar penderita sembuh Kembali (Saputri, 2018).
Berdasarakan Riskesdas, prevelensi stroke nasional 12,1 per mil dan yang terakhir data di 2018
menunjukan 10,9 per mil. Kenaikan di perkirakan terjadi pada usia muda (Sulaiman, 2019). Data
WHO (World Health Organization) menyebutkan terdapat 17 juta kasus stroke baru yang tercatat
tiap tahunnya dan di dunia terjadi 7 juta kematian yang disebabkan oleh stroke. Di Indonesia, jumlah
penderita stroke mengalami peningkatan setiap tahunnya (Azizah, 2018). Selain itu, hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tahun 2018 menunjukkan,
prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10,85
persen. Penyebab stroke/ CVA adalah pecahnya pembuluh darah diotak atau terjadinya thrombosis
dan emboli. Gumpalan darah akan masuk kealiran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau
karena adanya bagian otak yang cedera dan menyumbat arteri otak, akibatnya fungsi otak berhenti
dan menjadi penurunan fungsi otak (Dewi, 2016). Perubahan gaya hidup, pola makan terlalu banyak
gula, garam dan lemak, serta kurang beraktivitas adalah faktor risiko CVA. Banyak faktor yang
menyebabkan penyakit stroke. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor risiko yang tidak dapat diubah
dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi usia, jenis kelamin, ras
dan genetik. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah diantarannya adalah hipertensi, merokok,
obesitas, diabetes mellitus, tidak menjalankan perilaku hidup sehat, tidak melakukan medical check
up secara rutin dan mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak garam (Wayunah &
Saefulloh, 2017).
Salah satu faktro terjadinya CVA selain diabetes melitus adalah penyakit hipertensi. Saat ini
penyakit hipertensi masih cukup tinggi dan masih cendurung meningkat, yang disebabkan penderita
tidak patuh melaksanakan diet karena kurangnya pengetahuan tentang diet hipertensi sehingga
penyakit hipertensi sering kambuh (Izzo et al, 2018). Penyakit hipertensi telah membunuh 9.4 juta
warga didunia setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah penderita
hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang besar. Negara maju memiliki
35%. Kawasan Amerika serikat sebanyak 35%. Di Asia Tenggara sebanyak 36%. WHO mencatat ada
satu milyar orang yang terkena hipertensi sementara untuk kawasan Asia penyakit hipertensi telah
membunuh 1.5 juta orang setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia angka penderita mencapai 32%
pada tahun 2008 dengan kisaran usia atas dari 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42.7%
sedangkan wanita 39.2% (Nuarini, 2015). Indonesia termasuk negara yang mengalami banyak
masalah kesehatan karena semakin tua umur seseorang maka masalah kesehatan akan semakin
bertambah (Izzo et al, 2018). Jika penderita yang mengelami hipertensi tidak mengetahui pola
pengaturan diet seharianya dan cara mencegahnya, maka beresiko terhadap komplikasi akibat
hipertensi yang diderita seperti gagal ginjal, gagal jantung, stroke, dan sebagainya.
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan cepat
dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya
segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi
patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin (KDIGO, 2012). Acute kidney injury
(AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA) atau acute renal failure (ARF)
merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan
peningkatan insidens. Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan
karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada
komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan
peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat
terdiagnosis .Beberapa laporan di dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5- 0,9% pada
komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat
di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar
25% hingga 80% (Lameire & Besen, 2015). AKI telah menarik perhatian dengan adanya pengakuan
bahwa perubahan kecil dalam fungsi ginjal mungkin memiliki efek yang serius dalam diagnosa akhir.
Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan staging AKI dengan emergensi biomarker
menginformasikan tentang mekanisme dan jalur dari AKI, tetapi mekanisme AKI berkontribusi
terhadap peningkatan mortalitas dan morbiditas pada pasien rawat inap masih belum jelas.
Perkembangan deteksi dini dan manajemen AKI telah ditingkatkan melalui pengembangan definisi
universal dan spektrum staging. Cedera AKI berubah dari bentuk kurang parah menjadi staging
severe injury (USRDS, 2015).
Diagnosis dini, modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang mendasari sangatlah
penting pada pasien dengan CVA. CVA merupakan penyakit life threatening disease, sehingga
diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit
ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan
akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu
memperbaiki kualitas hidup penderita.
Iskandar, A, et al. (2018). KEJADIAN STROKE ISKEMIK PADA USIA KURANG DARI 45 TAHUN ( Studi Di
BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh ) NASKAH PUBLIKASI
ARIF ISKANDAR. Gaya Hidup Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Stroke Iskemik Pada Usia Kurang
Dari 45 Tahun.
Sulaiman, M. R. (2019). Hari stokr sedunia, Kemenkes waspada kasus stroke di usia muda.
https://www.suara.com/health/2019/10/29/060500/hari-stroke-seduniakemenkes-waspadai-kasus-
stroke-di-usia-muda
Azizah, K. N. (2018). Wduh! Jumlah pasien stroke RI 6 kali lipat penduduk Brunai darusalam.
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4221883/waduhjumlah-pasien-stroke-ri-6-kali-lipat-
penduduk-brunei-darussalam
Dewi, Y. I. (2016). Gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya stroke. Jurnal Kesehatan Andalas,
436–444.
Wayunah, W., & Saefulloh, M. (2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Di
Rsud Indramayu. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 2(2), 65.
https://doi.org/10.17509/jpki.v2i2.474
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan
(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 04/01/2022 dari
http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf
PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta :PERKERNI
American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 04/01/2022 Diabetes bacic.
Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics
Shadine,M,2010. Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit Keenbooks
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans
Info Mediaq
Izzo, Joseph L,. Sica, Domenic,. & Black, Hendry R. (2018). Hypertension Primer: The essentials
of High Blood Pressure Basic Science, Population Science, and Clinical Management, Edisi ke-4.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Joint National Committee. (2003). Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure.7 th report. Maryland : U.S. Departement of Health and Human Services.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice Guideline for
Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2. 19-36
Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the fall of mortality of patients
with acute renal failure: what the analysis of two databases does and does not tell us. J Am Soc
Nephrol. 2015;17:923-5
United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5 : Acute Kidney Injury.
2015. Vol. 1. 57-66
Pola hidup/makan tidak terkontrol
Konsumsi
Konsumsi lemak Konsumsi garam
karbohidrat
berlebih berlebih
berlebih
Kejadian Obesitas HT
Vasokontriksi
Resistensi Insulin Pembentukan thrombus kuat Pembuluh Fungsi Ginjal
DM II Sindroma dalam PD ↑ darah terganggu
Metabolik
Resiko rusaknya
Trombosis Cerebral pembuluh darah otak
CVA
Hipoksia Otak Defisit Neurologis
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2016). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Terjemahan oleh Brahm U. P, Huriawati H, Pita W, Dewi A. M. Jakarta : EGC.