Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DI RUANG RPU 3 RUMAH SAKIT SAMARINDA MEDIKA CITRA

Di susun oleh

JESSICA DEBI CRISTIANI

P2003018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.(Smeltzer C. Suzanne, 2012 dalam
ekspresiku-blogspot 2016)
Stroke adalah keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.(Batticaca,
2012)
Stroke Non Hemoragic adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena
defisit neurologis yang terjadi secara mendadak yang disebabkan oleg gangguan
sirkulasi darah ke otak.

B. ETIOLOGI
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
trombosisi ibi terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat oedema dan kongesti disekitarnya
2. Atherosklerosis
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya ketentuan atau elastisitas
pembuluh darah
3. Hypercoagulasi pada polysistemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat dapat
memperlambat aliran darah serebral areteritis (radang pada arteri)
4. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
Penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah, lemak dan udara. Pada umunya
emboli berasal dari trombusdi jantung yang terllepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli itu berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
5. Hipoksia umum
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac pulmonary arrest
c. CO turun akibat aritmia
6. Hipoksia Setempat
a. Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aracnoid
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain (Smeltzer C. Suzanne,
2012)

C. KLASIFIKASI
1. Stroke Non Haemoragic
a. Trombosis serebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak perlahan
karena proses arterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral.
b. Emboli serebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak akibat
abnormalitas patologik pada jatung. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi cerebral.
2. Stroke Haemoragic
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarhan subaracnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
teerjadinya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umunya menurun (Cowin, 2014)

D. PATOFISIOLOGI
Suplai darah ke otak dapat berubah pada ganguuan fokal (trombus, emboli,
poerdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena ganguuan umum (hypoksia
karena ganguuan paru dan jantung). Artherosklerosis sering/cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak artherosklerotik atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema
dan nekrosis diikuti trombosis dan hypertensi pembuluh darah.
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus
maka mulai terjadi kekurangan O2 kejaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat
menyebabkan nekrosis mikroskopis neuron-neuron area kemudian disebut infark.
Kekurangan O2 pada awalnya mungkin akibat iskemi umum (karena henti
jantung/hipotensi) hipoksia karena proses anemia/kesulitan bernafas. Jika neuron
hanya mengalami iskemi, maka masih ada peluang untuk menyelamatkannya. Suatu
sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu infark disekitar zona yang
mengalami kekurangan O2.
Stroke karena embolus merupakan akibat dari bekuan beku, lemak, dan udara,
emboli pada otak kebanyakan bersal dari jantung. Sindrom neuron vaskulker yang
lebih penting terjadi pada stroke trombotik dan embolik karena keterlibatan arteri
serebral mediana (Hudak, G. 2012)
E. PATWAY
F. Pathway Stroke Non Haemoragik

Factor-faktor risiko stroke

Penyakit kardiovaskuler : fibrilasi jantung, jantung koroner, gagal jantung, RHD,


Kebiasaan : merokok, alcohol, hipertensi, endokarditis, miokard infark, katup jantung rusak, aterosklerosis,
Usia tua, obesitas
penggunaan obat terlarang (kokain) hiperkoagulasi

Penyumbatan Pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara

Nyeri akut
Emboli serebral, suplai darah dan oksigen ke otak

Nyeri
Oklusi yang menyebabkan sumbatan aliran darah otak

Peningkatan Asam Laktat Metabolisme


Hipoksia sel otak
Anaerob
Edema serebral
Iskemik lobus otak

Risiko ↑ TIK
Defisit Neurologi

Penurunan perfusi Kehilangan kontrol volunter Kerusakan pd lobus frontal Disfungsi bahasa dan
jaringan serebral kapasitas, memori, atau komunikasi
fungsi intelektual kortikal
Kerusakan
mobilitas fisik Hambatan komunikasi
verbal
Hemiplegi dan hemiparesis Kompresi batang
otak
Koma Disartria, disfasia/afasia,
Kerusakan fungsi kognitif apraksia
dan efek psikologi
Imobilisasi Depresi saraf
kardiovaskuler
Kemampuan batuk Disfungsi kandung
dan pernapasan
menurun dan kemih dan saluran
Konstipasi
peningkatan pencernaan
Kematian produksi sekret

Bersihan jalan
Gangguan
Intake nutrisi napas tdk efektif
eliminasi urin dan
tdk adekuat
fekal
Kelemahan
Resiko ketidak Disfungsi persepsi visual dan fisik umum
seimbangan Penurunan penurunan sensori Gangguan Harga
nutrisi kurang tingkat Diri
dari kebutuhan kesadaran Defisit Perawatan
Perubahan Diri
persepsi sensori
Tirah baring
lama

Kurang Kurang
informasi Pengetahuan
Penekanan
jaringan Resiko
setempat kerusakan
integritas kulit
G. MANIFESTASI KLINIK
Stroke menyebabkan beberapa defisit neurologik bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlahnya aliran darah kolateral (sekunder/aksesori). Fungsi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya kehilangan kehilangan motorik.Stroke adalah
penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik, karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol volunter pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan,
hemipereseis adalah tanda yang lain. Diawal tahap stroke gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
Apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam),
peningkatan tonus disertai dengan spatisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada
ekstremitas yang terkena dapat dilihat. Kehilangan komunikasi, fungsimotak lain
dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan kimunikasi. Stroke adalah penyebab afasia
paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut:
1. Disatria (kesulitan bicara)
Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2. Disfasia atau Afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara)
Terutama pada ekspresi atau reseptif
3. Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)
seperti terlihat ketika pasien mengammbil obat dan berusaha minum obat.
(Smeltzer C. Suzanne, 2012)

H. FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral(khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar
estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat (kokain)
9. Konsumsi alcohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2014, hal 2131)

I. KOMPLIKASI
1. Hemiparasis dan Hemiplagia
2. Afraksia
3. Afasia: sensorik,motorik, dan global
4. Disatria: kesulitan berbicara
5. Disfagia: kesulitan menelan
6. Perubahan penglihatan
7. Perubahan berfikir abstrak
8. Emosi labil
9. Inkontinensia

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
a. Menunjukkan adanya tekanan abnormal
b. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan
4. MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infarks, hemoragik\
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler: Mengideentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak: Menunjukkan perubahan kelenjar lempeng pineal
K. PENATALAKSANAAN
1. Bantuan kepatenan jalan nafas
a. Ventilasi, berikan O2
b. Trakeostomi
2. Tirah Baring
3. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi
4. Obat-obatan:
a. anti hipertensi
b. anti fibrinditi
c. anti spasmodic
d. anti konvulsan
e. kortikosteroid
5. EEG dan pemantauan jantung
6. Pnatau TIK
7. Pemasangan kateter indwelling
8. Rehabilitasi neurologis (Tucker, 2012)

L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
1) Data Subyektif:
a) Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
b) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Data obyektif:
a) Perubahan tingkat kesadaran.
b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia),
kelemahan umum.
c) Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
1) Data Subyektif:
a) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.
2) Data obyektif:
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c. Integritas ego
1) Data Subyektif:
a) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
2) Data obyektif:
a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan.
b) Kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
1) Data Subyektif:
a) Inkontinensia, anuria
b) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara
usus(ileus paralitik)
c) Makan/ minum
2) Data Subyektif:
a) Nafsu makan hilang.
b) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
c) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
e. Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
1) Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
b) Obesitas (faktor resiko).
f. Sensori Neural
1) Data Subyektif:
a) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati.
d) Penglihatan berkurang.
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
2) Data obyektif:
a) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
g. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
(kontralateral).
h. Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
1) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
2) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil.
3) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
4) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral.
i. Nyeri/kenyamanan
1) Data Subyektif:
a) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
2) Data obyektif:
a) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
j. Respirasi
1) Data Subyektif:
a) Perokok (factor resiko).
k. Keamanan
1) Data obyektif:
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali.
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh.
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri.
l. Interaksi social
1) Data obyektif:
a) Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
m. Pengkajian pada saraf kranial
1) N. I Olfaktori
Tutup satu lubang hidung, minta pasien mencium bau yang dikenal
2) N. II Optikus
Lapang pandang dapat dikaji dengan menutup satu mata, melihat ke depan
dan mengidentifikasi pada saat jari pemeriksa didekatkan dalam jarak
perifer pasien
3) N. III Okulomotorius, N. IV Troklearis, N. VI Abdusen
Dilakukan dengan makna: enam batas pokok dari pandangan, ukuran, dan
bentuk pupil, respon pupil langsung dan umum akomodasi pembukaan
kelopak mata.
Untuk mengkaji fungsi batang otak pasien koma dengan dua test:
a) Reflek Okulovestibular (test kalori dingin)
Setelah membran timpani utuh , irigasi air dingin injeksikan kedalam
saluran telinga
b) Reflek Okulosefalik (reflek mata “boneka”)
Dengan cepat mengerakkan kepala dari samping atau samping atau
fleksi ekstensi leher
4) N. V Trigeminus
a) Sensorik
Test reflek kornea dengan menyentuh kornea dengan kapas atau kassa
b) Motorik
Dengan gigi pasien mencengkram, dengan palpasi otot masseter, dan
otot temporal
5) N. VII Saraf Fasial
a) Sensori
Pada baian anterior lidah, cuka, gula, garam, pada waktu yang
bersamaan
b) Motorik
Evaluasi kekuatan dan simetris dari otot fasial dengan meminta pasien
menaikkan alis mata, mengerutkan dahi, menggembungkan dahi,
tersenyum,. menutup mata dengan rapat, dan memperlihatkan gigi
6) N. VIII Auditorius
Kaji pendengaran dengan menggunakan detik jam pada jarak tertentu pada
masing-masing telinga, test bisik, test webers.
7) N. IX Glasofaringeus, N. X Vagus
Dengan mulut terbuka, minta pasien mengatakan “ah”, test selanjutnya
adalah muntah dan menelan
8) N. XI Assesorius
Palpasi otot trapezius, meninggiukan bahu melawan tahanan, evaluasi otot.
Sternokleidomstoid dengan meminta pasien memutar kepala melawan
tahanan pemeriksa
9) N. XII Hipoglosus
Dengan pasien menjulurkan lidah, inspeksi terhadap atropi, fasikulasi dan
posisi. Evaluasi dengan menggunakan dagu sementara lidah pasien ditekan
melawan dagu dalam.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas mal adaptif intra kranial berhubungan dengan oedema
serebral ditandai dengan pasien mengeluh sakit kepala, tekanan darah
meningkat, bradikardi, pola napas irregular, tingkat kesadaran menurun,
respon pupil melambat atau tidak sama, reflex neurologis terganggu.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas ditandai dengan dispneau, bicara sulit, ortopnea, batuk tidak efektif
atau tidak mampu batuk, sputum berlebih/obstruksi jalan napas,
mengi/wheezing dan/atau ronchi kering, gelisah, sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
ditandai dengan dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal, pernapasan pursed lipped, pernapasan
cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit meningkat, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan
ditandai dengan sakit kepala.
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan ditandai
dengan otot pengunyah lemah, otot menelan lemah.
6. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat
spasme otot.
7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Penurunan kapasitas mal Kapasitas adaptis intracranial meningkat Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
adaptif intra kranial Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasil 2 3 4 5 1. Identifikasi penyeban peningkatan tekanan
Tingkat kesadaran intrakranial(mis, lesi, gangguan metabolism, edema
Fungsi kognitif
serebral)
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup
meningkat;5:meningkat 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK(mis, tekanan
Kriteria hasi 2 3 4 5 darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi,
Sakit kepala pola napas irregular, kesadaran menurun)
Gelisah 3. Monitor MAP (Meab Arterial Pressure)
Agitasi 4. Monitor CVP(Central Venous Pressure)
Muntah
Ket: 2:cukup meningkat;3:sedang;4:cukup
5. Monitor status pernapasan
menurun;5:menurun 6. Monitor intake dan output cairan
Kriteria hasi 2 3 4 5 Terapeutik
Tekanan darah 1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
Bradikardi tenang
Pola napas 2. Berikan posisi semi fowler
Respon pupil
Reflex neurologis
3. Hindari valsava maneuver
Ket: 2:cykup memburuk;3:sedang;4:cukup 4. Cegah terjadinya kejang
membaik’5:membaik 5. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
6. Hindari penggunaan PEEP
7. Atur ventilator agar PaCO₂ optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak yinja, jika perlu

Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas meningkat Manajemen Jalan Napas
efektif Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasi 2 3 4 5 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Batuk efektif 2. Monitor bunyi napas tambahan ( mis, gurgling, mengi,
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup
meningkat;5:meningkat
wheezing, ronkhi kering)
3. Monitorsputum (jumlah, warna, aroma)
Kriteria hasi 2 3 4 5 Terapeutik`
Produksi sputum
Mengi
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tily dan chin-
Wheezing lift (jaw-trust jika curiga trauma servikal)
Dyspnea 2. Posisikan semi fowler atau fowler
Ortopnea 3. Berikan minum hangat
Sulit bicara 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Sianosis 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detij
Gelisah
Ket: 2:cukup meningkat;3:sedang;4:cukup
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
menurun;5:menurun 7. Berikan olsigen, jika perlu
Kriteria hasi 2 3 4 5 Edukasi
Frekuensi napas 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada
Pola napas kontraindikasi
Ket: 2:cukup memburuk;3:sedang;4:cukup 2. Ajarkan teknik batuk efektif
membaik’5:membaik
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

Pola napas tidak efektif Pola napas membaik Pemantauan respirasi


Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasi 2 3 4 5 1. monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya napas
Ventilasi semenit 2. monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kapasitas vital
kussmaul, cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
Diameter thoraks anterior-
posterior 3. monitor adanya produksi sputum
Tekanan ekspirasi 4. monitor adanya sumbatan jalan napas
Tekanan inspirasi 5. palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup 6. auskultasi bunyi napas
meningkat;5:meningkat 7. monitor saturasi oksigen
Kriteria hasi 2 3 4 5
Dyspnea
8. monitor nilai AGD
Penggunaan otot bantu napas 9. monitor hasil x-ray toraks
Pemanjangan fase ekspirasi Terapeutik
ortponea 1. atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Pernapasan pursed lip 2. dokumentasikan hasil pemantauan
Pernapasan cuping hidung Edukasi
Ket: 2:cukup meningkat;3:sedang;4:cukup
menurun;5:menurun
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kriteria hasi 2 3 4 5
Frekuensi napas
Kedalaman napas
Ekskursi dada
Ket: 2:cukup; memburuk:3:sedang;4:cukup
membaik;5:membaik
Nyeri akut Tingkat nyeri menurun Manajemen Nyeri
Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasil 2 3 4 5 1. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Kemampuan meningkatkan intensitas nyeri,
aktivitas
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup
2. identifikasi skala nyeri
meningkat;5:meningkat 3. identifikasi respon nyeri non verbal
Kriteria hasil 2 3 4 5 4. identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Keluhan nyeri 5. monitor terapi komplementer yang telah diberikan
Meringis 6. monitor efek samping penggunaan analgetik
Sikap protektif
Gelisah
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup
Terapeutik
meningkat;5:meningkat 1. berikan teknik nonfarmakologik untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
Kriteria hasil 2 3 4 5 TENS, hypnosis, acupressure, dll)
Frekuensi nadi 2. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Pola napas 3. fasilitasi istirahat dan tidur
Tekanan darah
4. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
Ket: 2:cukup; memburuk:3:sedang;4:cukup
membaik;5:membaik meredakan nyeri

Edukasi
1. jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan nyeri
3. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. ajarkan teknik nonfarmakologik

Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Serum albumin
Defisit nutrisi Status nutrisi membaik Manajemen Nutrisi
Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasil 2 3 4 5  identifikasi status nutrisi
Porsi makanan dihabiskan
 identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kekuatan otot mengunyah
Kekuatan otot menelan  identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup  identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
meningkat;5:meningkat  monitor asupan makanan
 monitor berat badan
Kriteria hasil 2 3 4 5
Berat badan
 monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Indeks nassa tubuh Terapeutik
Frejuensi makan  lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Nafsu makan  sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Bising usus  berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Ket: 2:cukup; memburuk:3:sedang;4:cukup
membaik;5:membaik  berikan makanan tinggi kalori dan protein
 berikan suplemen makanan, jika perlu
 hentikan pemberian makan melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
 anjurkan posisi duduk, jika mampu
 ajarkan diet yang diprogramkan
kolaborasi
 kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
 kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan.

Resiko cedera Tingkat cedera menurun Pencegahan Cedera


Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasil 2 3 4 5  identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
Toleransi aktivitas cidera
Nafsu makan
Toleransi makanan  identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup  identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
meningkat;5:meningkat ekstremitas bawah
Kriteria hasil 2 3 4 5 Terapeutik
Kejadian cedera  sediakan pencahayaan yang memadai
Luka/lecet
Ketegangan otot  sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat
Agitasi inap
Gangguan mobilitas  gunakan alas lantai jika beresiko mengalami cedera serius
Gangguan kognitif  sediakan alas kaki antislip
Ket: 2:cukup meningkat;3:sedang;4:cukup
menurun;5:menurun
 sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi ditempat tidur,
jika perlu
Kriteria hasil 2 3 4 5  pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
Tekanan darah  pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
Frekuensi nadi  pertahankan posisi tempat tidur diposisi terendah saat
Frekuensi napas
digunakan
Ket: 2:cukup; memburuk:3:sedang;4:cukup
membaik;5:membaik  pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi
terkunci
 gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
 tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
 jelaskan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
 anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri.
Gangguan komunikasi verbal Komunikasi verbal meningkat Promosi komunikasi: Defisit bicara
Kriteria hasil Observasi
Kriteria hasil 2 3 4 5 1. monitor kecepatan. Tekana, kuantitas, volume dan diksi
Kemampuan berbicara bicara
Kemampuan mendengar
2. monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh
Ket: 2: cukup menurun; 3:sedang;4:cukup berkaitan dengan bicara (mis, memori,pendengaran dan
meningkat;5:meningkat bahasa)
3. monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang
Kriteria hasil 2 3 4 5 mengganggu bicara
afasia 4. identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
disfasia komunikasi
apraksia
disleksia
afonia Terapeutik
pelo 1. gunakan metode komunikasi alternative (mis, menulis, mata
gagap
berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat
Ket: 2:cukup meningkat;3:sedang;4:cukup
menurun;5:menurun tangan, dan computer)
2. sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis, berdiri di
Kriteria hasil 2 3 4 5 depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
Respons perilaku gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan
Pemahaman komunikasi sambal menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis
Ket: 2:cukup; memburuk:3:sedang;4:cukup atau meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan
membaik;5:membaik
pasien)
3. modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4. ulangi apa yang disampaikan pasien
5. berikan dukungan psikologis
6. gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1. anjurkan bicara perlahan
2. ajarkan pasien dan keluargaa proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara
Kolaborasi
1. rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
DAFTAR PUSTAKA

Corwin. Elizabert. J. 2014.Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih Bahasa Tim
penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta
Harsono. 2011. Kapita Selekta Neurologi, Gadja Mada University Press, Yogyakarta
Hudak. C.M., Gallo B.M. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,Volume II,
ECG, Jakarta
Marilynn E, Doengoes, 2012, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2012.
PPNI. (2017). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervesi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 2015.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC, 2012.
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan SistemPersyarafan,
Jakarta, EGC, 2014

21

Anda mungkin juga menyukai