Anda di halaman 1dari 6

Moderasi Islam

Oleh : Mukhamad Syarifal Maqom

Nim : C1B200073

(Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Al-Ghifari Bandung)

Email : syarifal089@gmail.com

Abstrak

Konsep Wasathiyah Islam atau moderasi Islam saat ini telah menjadi arah atau aliran pemikiran
Islam yang telah menjadi diskursus penting dalam dunia Islam dewasa ini, melihat kondisi umat
Islam yang selalu menjadi tertuduh dalam setiap peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh
personal muslim yang tidak memahami karakter dan ini ajaran Islam. Oleh karenanya penilitian
literatif ini bertujuan memberikan pemahaman dan konsep orisinil tentang aliran pemikiran
moderasi islam, agar setiap muslim modern dapat memahami dan mengimplementasikannya
dengan benar dan komprehensif dalam kehidupannya sehari-hari.

Keyword : moderasi islam

A. Pendahuluan

Moderasi Islam hadir sebagai wacana atau paradigma baru terhadap pemahaman keislaman
yang menjunjung tinggi nilai-nilai tasamuh, plural dan ukhuwah, Islam yang mengedepankan
persatuan dan kesatuan umat, dan Islam yang membangun peradaban dan kemanusiaan.
Sebagaimana diterangkan dalam beberapa ayat alQur’an; (QS. Al-Furqan : 67),4 (QS. Al-Isra : 29),
(QS. Al-Isra : 110), dan (QS. Al-Qashash : 77). Ayat-ayat al-Qur’an tersebut merupakan bentuk
legitimasi bahwa umat Islam diperintahkan untuk bersikap moderat. Moderasi Islam (wasathiyyah)
akhir-akhir ini dipertegas sebagai arus utama keislaman di Indonesia. Ide pengarusutamaan ini
disamping sebagai solusi untuk menjawab berbagai problematika keagamaan dan peradaban global,
juga merupakan waktu yang tepat generasi moderat harus mengambil langkah yang lebih agresif.

Al-Qur’an telah disepakati secara consensus (Ijma’) oleh para Ulama Islam setiap generasi
dari masa Rasulullah SAW sampai kiamat, bahwa dia adalah referensi utama dan tertinggi dalam
Islam, baik secara akidah dan syar’at maupun secara ilmiah. Al-Qur’an telah menjelaskan dengan
mendasar, akuratif dan relevan tentang hakikat arah pemikiran washathiyah dalam kehidupan umat
Islam pada banyak ayat dalam Al-Qur’an. Dari isyarat Al-Qur’an ini lahirlah pandangan-
pandangan dan konsep serta manhaj moderasi Islam dalam setiap aspek kehidupan umat.

B. Studi kepustakaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 2008, moderasi diartikan sebagai pengurangan
kekerasan dan penghindaran ekstremisme. Di cetakan pertama (1988) dihidangkan penjelasan
tentang arti kata/sikap moderat: (1) selalu menghindar dari perilaku atau pengungkapan yang
ekstrem; (2) berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah. Sedangkan kata "moderator"
adalah (1) orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dsb); (2) pemimpin sidang (rapat
atau diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau perdiskusian masalah. Makna-
makna di atas sejalan walau tidak seluas makna wasathiyyah yang digunakan oleh pakar-pakar
bahasa Arab, lebih-lebih yang menjadikan Al-Quran sebagai rujukan.

Sedangkan Wassatiyah berasal dari kata wasa-ta yang mengandung arti kebajikan, keadilan
dan kebaikan. Menurut Muhammad Qutb berarti keseimbangan, maksudnya keseimbangan diantara
keimanan dan realita yang dapat dirasai dengan panca indra. Wasath sesuatu adalah apa yang
terdapat di antara kedua ujungnya dan ia adalah bagian darinya juga berarti pertengahan darí segala
sesuatu. Jika dikatakan: syai'un wasath maka itu berarti sesuatu itu antara baik dan buruk. Kata ini
juga berarti 'apa yang dikandung oleh kedua sisinya walaupun tidak sama', Kata wasath juga berarti
adil dan baik (Ini disifati tunggal atau bukan tunggal). Dalam Al-Quran, "dan demikian kami
jadikan kamu ummatan wasathan," dalam arti penyandang keadilan atau orang-orang baik. Kalau
Anda berkata, Dia dari wasath kaumnya', maka itu berarti dia termasuk yang terbaik dari kaumnya.
Kata ini juga bermakna lingkaran sesuatu atau lingkungannya.

Menurut istilah wassatiyah menurut Yusuf al-Qaradhawi ialah Pertengahan antara dua
pihak yang saling berlawanan dan saling menyingkirkan satu sama lain dan setiap pihak tidak
mengambil lebih dari hak-hak yang sepatutnya.

C. Pembahasan

 Apa Itu Moderasi Islam?

Merujuk pada KBBI V dan kamus 3, moderasi berarti pengurangan kekerasan atau
penghindaran keekstreman. Pada dasarnya makna moderasi sejalan dengan kata moderat, yang
keduanya merupakan pengalihbahasaan dari kata bahasa arab wasathiyyah. Maka dalam konteks
moderasi Islam, istilah tersebut terambil dari wasathiyyah al-islamatau al-wasathiyyah al-
islamiyyah.

Secara kebahasaan, al-wasathiyyah berasal dari kata wasath yang maknanya berkisar pada
adil, baik, tengah, dan seimbang. Wasath atau moderat dapat pula diartikan sebagai sikap lunak dan
tidak terjerumus ke dalam ekstrimisme yang berlebihan. Karakteristik Islam dan umat Islam yang
‚wasath‛ digambarkandalam firman-Nya:

Ciri-ciri dari Islam Wassatiyah ini menurut Yusuf Qaradhawi, sebagaimana dikutip oleh
Muhd. Nashiruddin antara lain;

1. Meyakini adanya hikmah di balik syari’at serta kandungannya untuk kemaslahatan


makhluk.
2. Selalu menginterkoneksikan antara satu nash/hukum dengan nash/hukum yang lainnya atau
mendukung pemahaman Islam yang komprehensif, karena apabila tidak komprehensif
maka moderat yang dimaksudkan akan menyeleweng menjadi radikalisme dan akan
berubah posisi dari pertengahan menjadi berat sebelah.
3. Bersikap moderat (pertengahan) pada setiap perkara agama dan dunia.
4. Selalu mengkorelasikan nash-nash agama dengan realita-realita yang kongkrit dan
kontemporer.
5. Selalu mengedepankan yang termudah dan mengambil yang termudah.
6. Keterbukaan (inklusifisme) dan toleran (tasammuh) dengan kelompok yang berbeda
pendapat.
 Pilar-pilar Penting Moderasi Islam

Terdapat pilar-pilar penting dalam moderasi islam, yaitu Tawazun (Berkeseimbangan),


Adalah (Keadilan), Tasāmuḥ (Toleransi), Tawassuth (Mengambil Jalan Tengah) dan Syura
(Musyawarah). Penjelasannya sebagai berikut:

Tawazun (Berkeseimbangan)

Sikap seimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah,
misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan
dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia
Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, wasathiyyah yang dapat disebut juga dengan at-tawâzun, yaitu
upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi/ujung/pinggir yang berlawanan atau bertolak-
belakang, agar jangan sampai yang satu mendominasi dan menegaskan yang lain. Sebagai contoh
dua sisi yang bertolak belakang; spiritualisme dan materialisme, individualisme, dan sosialisme,
paham yang realistik dan yang idealis, dan lain sebagainya. Bersikap seimbang dalam
menyikapinya yaitu dengan memberi porsi yang adil dan proporsional kepada masing-masing
sisi/pihak tanpa berlebihan, baik karena terlalu banyak maupun terlalu sedikit. Menurut Abu Anwar
keseimbangan dalam hidup diperlukan agar segala sesuatu dapat berjalan dengan baik serta
mengurangi masalah lainnya yang muncul.

Pada tataran yang lebih rinci bentuk-bentuk keseimbangan dalam Islam dapat
diklasifikasikan ke dalam berbagai ragam pranata kehidupan beragama sebagai berikut:

1) Keseimbangan teologi
2) Kesimbangan ritual keagamaan
3) Keseimbangan moralitas dan budi pekerti
4) Keseimbangan proses tasyri‟ (pembentukan hukum)

Adalah (Keadilan)

Kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”.
Persamaaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak kepada
kebenaran, dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang. „Persamaan” yang merupakan makna asal
kata “adil” itulah yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak”, dan pada dasarnya pula seorang
yang adil “berpihak kepada yang benar” karena baik yang benar ataupun yang salah samasama
harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu “yang patut” lagi “tidak
sewenangwenang.” Adil berarti sikap menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya
melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin.

Pengertian adil menurut Al-Ghazali adil sendiri adalah antara sesuatu yang tidak lebih dan
yang kurang. Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwasanya adil adalah memberikan sesuatu yang
semestinya kepada orang yang berhak terhadap sesuatu itu. Lebih lengkap lagi Ibnu Taymiyyah
memaparkan bahwa adil ialah memberikan sesuatu kepada masyarakat sesuai dengan haknya yang
harus diperoleh tanpa harus diminta, tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu
pihak, mengerti mana yang salah dan mana yang benar serta bertindak jujur dan tetap menuruti
peraturan yang berlaku.

Tasāmuḥ (Toleransi)

Secara etimologi, kata “tasāmuḥ” berasal dari bahasa Arab yang artinya berlapang dada,
toleransi. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai kata toleran sebagai berikut:
bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan kebiasaan, kelakuan, dsb), yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri. Jadi toleransi secara bahasa adalah sikap menghargai pendirian orang lain. Dan
menghargai bukan berarti membenarkan apalagi mengikuti. Tillman mendefinisikan Tasāmuḥ
(Toleransi) adalah sebuah sikap saling menghargai dengan tujuan untuk kedamaian. Menurut
Friedrich Heiler Tasāmuḥ (Toleransi) adalah sikap seseorang yang mengakui adanya pluralitas
agama dan menghargai setiap pemeluk agama tersebut.

Tawassuth (Sikap tengah-tengah)

Islam adalah jalan tengah dalam segala hal, baik dalam segala hal, baik dalam konsep,
akidah, perilaku, dan hubungan dengan sesama manusia. Tawasuth merupakan sikap tengah-
tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kanan ataupun ekstrim kiri. Tawassuth adalah sikap netral
yang berintikan pada prinsip hidup menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah-tengah kehidupan
bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Sikap ini dikenal juga dengan sebutan moderat
(al-wasathiyyah).
Syura (Musyawarah)

Kata-syura berasal-dari kata kerja-syawara – yusyawiru yang-berarti menjelaskan,


menyatakan-atau mengajukan-dan mengambil sesuatu. Bentuk-bentuk lainyang-berasal dari-kata
syawara-adalah tasyawara, artinyaberunding, saling bertukar pendapat; -syawir, yang artinya
meminta-pendapat atau musyawarah. Ibnu Arabi mengatakan bahwa ʻʻmusyawarah itu
melembutkan hati orang banyak, mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran dan tidak ada
satu pun yang bermusyawarah yang tidak mendapatkan petunjuk Menurut Abdul Al-Anshari
mengatakan bahwa Syura (Musyawarah) berarti saling bertukar pendapat mengenai suatu masalah
atau meminta pendapat dari berbagai pihak untuk kemudian dipertimbangkan dan diambil yang
terbaik demi kemaslahatan bersama.

Karakteristik Wasthiyyah (Moderasi) dalam Islam

Dalam salah satu bukunya yang berjudul Bulughul Amal fi Tahqiq al-Wasthiyah,13 al-
Sudais menjelaskan secara panjang lebar mengenai karakteristik moderasi dalam Islam, yaitu:

a. Berasaskan Ketuhanan (Rububiyah)

Moderasi yang dibangun oleh Islam adalah moderasi yang bersumber dari wahyu Tuhan
yang ditetapkan berdasarkan ayatayat al-Quran dan hadits nabi sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, sebagai salah satu maksud dan tujuan syariah Islam yang paling urgen. Karena itu
sudah pasti karakteristik moderasi tidak lepas dari karakteristik Tuhan yang menurunkan
ajaranajaran kesderhanaan dimaksud. Tuhan yang bijaksana, adil, sempurna, maha mengetahui
segala perkara baik yang tanpak maupun yang tersebunyi. Di sinilah letak keistimewaan moderasi
Islam yang berlandaskan kepada pondasi ketuhanan.

b. Berlandaskan petunjuk kenabian

Hampir dalam segala tindakan nabi mengisyaratkan ajaran moderasi ajaran Islam.
Kesederhanaan dalam hidup dalam artian tidak terlalu berorientasi duniawi namun tidak
meninggalkannya sama sekali, adalah tauladan yang pernah dipraktekkan Nabi dalam
kehidupannya. Nabi adalah adalah paling baikknya manusia dan paling taqawanya manusia, namun
tidak pernah berlebihan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

c. Kompatibel dengan fitrah manusia

Salah satu watak wasathiyah dalam Islam adalah selalu sesuai dengan fitrah manusia.
Fitrah adalah potensi yang dibawa manusia sejak lahir. Sebagian ulama menyebutnya sebagai
instink. Fitrah atau tabiat yang tertanam ke dalam diri manusia adalah potensi kuat penerimaan
terhadap agama yang benar yang sudah diciptakan oleh Allah sejak manusia masih dalam
kandungan ibunya. Ketika manusia memiliki potensi kuat (fitrah) untuk menerima agama yang
benar, maka secara otomatis juga berpotensi untuk mengikuti konsep moderat dalam beragama,
karena pada dasarnya salah satu tujuan syariat agama adalah menegakkan konsep moderasi dan
keadilan.

d. Terhindar dari pertentangan

Oleh karena konsep moderasi dalam Islam merupakan ajaran yang selaras dengan fitrah
beragama manusia, maka tidak ada lagi alasa untuk menentangnya, apalagi untuk
mempertentangkan dengan konsep yang terkait keberagamaan. Karena konsep moderasi dalam
Islam memang ajaran Allah Maha bijaksana dan Maha mengetahui segala sesuatu. Ini
menunjukkan bahwa konsep moderasi Islam merupakan konsep yang sangat sempurna, terhindar
dari kekurangan dan aib,demikian karena konsep ini bersumber dari Syariat Islam yang juga baik
dan sempurna.
e. Ajek dan konsisten

Konsep moerasi Islam di samping sulit ditentang dengan akal sehat, juga merupakan
konsep yang ajek dan konsisten, dalam artian menjadi ajaran yang akan tetap kekal dan relevan
dalam setiap waktu dan tempat, sebagaimana syariat Islam memiliki karakter yang sama. Imam
Syatibi14 menyatakan bahwa salah satu karakter syariat Islam adalah ajek dan tetap tanpa
perubahan dan penghapusan, hal demikian tentunya setelah masa kesempurnaan dari syariat Islam.

f. Bermuatan universal dan konprehensip

Konsep Moderasi Islam adalah mencakup segala aspek kehidupan, baik keduniaan,
keagamaan, social, ekonomi, politik, budaya, ilmu pengetahuan, dan sebagainya tanpa kurang
sedikit pun. Relevan di setiap zaman dan tempat. Terhindar dari cacat dan kekurangan. Moderasi
Islam juga mencakup aspek aqidah, ibadah, mu’amalah, manhaj(metodologi), pemikiran, dan
akhlak.

g. Bijaksana, seimbang dan bebas dari tindakan berlebihan

Salah satu karakter moderasi Islam adalah adanya sifat bijaksana dan seimbang dalam
menjalankan aspek-aspek kehidupan. Seimbang dalam mencari bekal antara kehidupan dunia dan
akhirat, seimbang dalam bermuamalah dengan sesama masyarakat di muka bumi, seimbang dalam
memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani, dan seimbang dalam segala hal. Ajaran Islam juga hadir
untuk kebahagian hidup umat manusia, untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dengan
cara sederhana, yaitu tidak berlebihan dan tidak melalaikan.

Kesimpulan

Wasathiyah Islam atau moderasi Islam saat ini telah menjadi arah atau aliran pemikiran
Islam yang telah menjadi diskursus penting dalam dunia Islam dewasa ini, melihat kondisi umat
Islam yang selalu menjadi tertuduh dalam setiap peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh personal
muslim yang tidak memahami karakter dan ini ajaran Islam.

Al-Qur’an telah disepakati secara consensus (Ijma’) oleh para Ulama Islam setiap generasi
dari masa Rasulullah SAW sampai kiamat, bahwa dia adalah referensi utama dan tertinggi dalam
Islam, baik secara akidah dan syar’at maupun secara ilmiah. Al-Qur’an telah menjelaskan dengan
mendasar, akuratif dan relevan tentang hakikat arah pemikiran washathiyah dalam kehidupan umat
Islam pada banyak ayat dalam Al-Qur’an. Pengertian wasathiyah mengandung dua prinsip utama,
yaitu "kebaikan dan "pertengahan; kemoderatan". Untuk mewujudkan dua hal itu diperlukan
kesediaan meninggalkan ekstremisme, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Artinya, dituntut
untuk berpegang pada jalan lurus yang merepresentasikan kebaikan sekaligus pertengahan.

Daftar Pustaka
Arif, K. M. (2020). Moderasi Islam (Wasathiyah Islam) Perspektifal-Qur’an, As-Sunnah Serta
Pandanganpara Ulama Dan Fuqaha .

Rustam, A. A. (2018). Islam Nusantara:Moderasi Islam Di Indonesia

Busyro, A. H. (2019). MODERASI ISLAM (WASATHIYYAH) DI TENGAH PLURALISME AGAMA


INDONESIA.
Shihab, M. Q. (2019). Wasathiyyah Wawasan Islam Tentang Moderasi Beragama. Tanggerang
Selatan: Lentera Hati.

Al-Awani, M. Y. (2020). Moderasi Islam Dan Kebebasan Beragama. Yogyakarta: Cv Budi Utama.

SAMSUDIN, S. (2021 ). Konsep moderasi islam perspektif m. Quraish shihab dan relevansinya
terhadappendidikan agama islam kontemporer.

Kosim, M. d. ( 2019). MODERASI ISLAM DI INDONESIA. Yogyakarta: LKiS.

ˆˆ

Anda mungkin juga menyukai