Disusun Oleh:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Tekanan darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan jumlah darah
sistolik sama dengan atau di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau
di atas 90 mmHg. Darah yang dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh dalam
pembulu darah. Setiap kali jantung berdetak, ia memompa darah ke pembuluh darah.
Tekanan darah diciptakan oleh kekuatan darah yang mendorong dinding pembuluh
darah (arteri) yang dipompa oleh jantung. Hipertensi, juga dikenal suatu kondisi di
mana pembuluh darah terus meningkatkan tekanan. Semakin tinggi tekanan dalam
pembuluh darah semakin sulit jantung bekerja untuk memompa darah. (WHO, 2013).
Menurut AHA dalam (Pratiwi, Maryanto, & Pontang, 2018)Hipertensi juga disebut
sebagai si pembunuh senyap “ silent killer” karena gejalanya sering tanpa keluhan
namun dapat menyebabkan penyakit yang berbahaya seperti : gagal jantung,
aneurisma, gagal ginjal, stroke, bahkan kebutaan.
Data WHO 2015 menunjukkan bahwa 1,13 miliar orang di dunia menderita
hipertensi. Artinya 1 dari 3 orang didunia terdiagnosis menderita hipertensi. Jumlah
penderita hipertensi di dunia meningkat setiap tahunnya, dan diperkiran pada tahun
2025 akan ada 1,5 miliar orang terkena hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada
9,4 juta orang meninggal karena hipertensi dan komplikasi (Depkes, 2018). Di
indonesia menurut data Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi di indonesia
sebesar 34,1%, prvalensi tertinggi terjadi di kalsel (44,1%) , dan yang terendah papua
( 22,6%) dimana jawa timur menduduki peringkat ke -6 (Riskesdas, 2018). Data
dinkes kota malang 2016 menyebutkan bahwa jumlah kasus hipertensi dikota malang
mencapai 26,627 orang (34,41%)(Dinkes malang, 2017). di Indonesia pada tahun
2014 , Hipertensi yang disertai dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab
kematian nomor -5 pada semua umur (Depkes, 2019).
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi hipertensi
2.1.2 Klasifikasi
1. Hipertensi pulmonal
Suatu penyakita yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
pada pembuludarah arteri dan paru-paru yang menyebabkan sesak
nafas , pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi
penyakit yang ditandai penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan, kriteria diagnosa untuk
hipertensipulmonal merujuk pada national institute of health ; bila
tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau “mean
“ tekanan pulmonalis lebih dari 30mmHg pada aktifitas dan tidak
didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri , penyakit
myokardium , penyakit jantung kongenital, da tidak adanya
kelainan paru.
2. Hipertensi pada kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi pada umumnya terdapat
pada saat kehamilan yaitu:
a. preeklamsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi
yang diakibatkan kehamilan /keracunan kehamilan( selain
tekanan darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada
air kencingnya ). Preeklamsia adalah penyakit yang timbul
dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak
sebelum ibu mengandung janin
c. Preeklamsia pada hipertensi kronik , yang merupakan
gabungan preeklamsia dengan hipertensi kronil
d. Hipertensi gestsional atau hipertensi sesaat
1. Toksin
Toksin adalah zat-zat sisa pembuangan yang seharusnya dibuang
karena bersifat racun. Dalam keadaan biasa, hati kita akan
mengeluarkan sisa-sisa pembuangan melalui saluran usus dan
kulit. Sementara ginjal mengeluarkan sisa pembuangan melalui
saluran kencing atau kantong kencing.
Apabila hati dan ginjal kita terluka atau terbebani, maka fungsi
pembersihan toksin yang biasanya dapat dilakukan menjadi tidak
dapat dilakukan. Akibatnya toksin di dalam tubuh kita akan
menyebar ke dalam darah. Darah yang mengandung toksin
tersebut jika tidak dapat dihilangkan atau dinetralisir akan dapat
menyebabkan kematian.
Naluri daya tahan manusia telah menyesuaikan diri dengan cara-
cara lain yang mengagumkan. Daya tahan endokrin akan
membawa toksin supaya toksin tersebut dapat dibersihkan
melalui organ-organ pengeluaran lain seperti kelenjar gondok
yang akan memaksa pembersihan toksin melalui sel-sel
membrane mucs yang berasal dari endothelial dan menyebabkan
mikositis.
Kelenjar adrenal akan memaksa ginjal memperkuat fungsi
penyaringan sehingga dapat merusak ginjal. Tekanan darah juga
dapat meningkat dan menyebabkan serangan penyakit jantung
atau berpengaruh buruk terhadap sistem penyebaran lainnya.
Toksin empedu yang dibersihkan oleh hati kita akan dihilangkan
melalui kulit sebagai pengganti sehingga menyebabkan berbagai
penyakit kulit seperti jerawat, bitnik-bintik, dan tahi lalat.
Sebenarnya penyebab segala penyakit bukan dari bakteri,
melainkan toksin yang berawal dari keracunan makanan. Toksin
ini menyebabkan rusaknya sel tissue sehingga terjangkit bakteri.
Dalam banyak masalah, penggunaan obat untuk menyembuhkan
penyakit merupakan tindakan berbahaya. Efeks samping dari
obat tersebut bisa membawa kematian.
Penyakit yang paling biasa diderita akibat penumpukan toksin
dalam tubuh adalah pilek, flu, dan bronchitis. Penumpukan
toksin pada bagian yang berlainan pada tubuh akan
menyebabkan penyakit-penyakit yang berbeda-beda, termasuk
hipertensi.
Sisa-sisa pembuangan di dalam saluran darah akan menghambat
kelancaran peredaran darah. Hal tersebut mengakibatkan jantung
terpaksa bekerja lebih keras untuk membantu perjalanan darah
melalui saluran yang tersumbat. Hal tersebut menyebabkan
pembesaran jantung dan selanjutnya mengakibatkan penyakit
jantung. Sementara itu, tekanan yang dilakukan terhadap saluran
darah akan mengakibatkan tekanan darah tinggi.
2. Keturunan
Adanya factor genetic pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga tersebut mempunyai risiko menderita hipertensi.
Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai risiko dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
3. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur seseorang. Individu yang berumur di atas 60
tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama
dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi
yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.
4. Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin memiliki struktur organ dan hormone yang
berbeda. Demikian juga pada perempuan dan laki-laki. Berkaitan
dengan hipertensi, laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi
menderita hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai
risiko yang lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler. Sedangkan pada perempuan, biasanya lebih
rentan terhadap hipertensi ketika mereka sudah berumur di atas
umur 50 tahun.
5. Etnis
Setiap etnis memiliki kekhasan masing-masing yang menjadi ciri
khas dan pembeda satu dengan lainnya. Hipertensi lebih banyak
terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih.
Belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi pada orang
kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan
sensitivitas terhadap vasopresin yang lebih besar.
6. Stres
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan
pekerjaan, kelas social, ekonomi, dan karakteristik personal.
Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik
terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Terdapat beberapa jenis
penyakit yang berhubungan dengan stress yang dialami
seseorang, di antaranya hipertensi atau peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih
dari 80 mmHg.
Stres yang dialami seseorang akan membangkitkan saraf
simpatetis yang akan memicu kerja jantung dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu, bagi mereka yang
sudah memiliki riwayat sejarah kesehatan penderita hipertensi,
disarankan untuk berlatih mengendalikan stress dalam hidupnya.
7. Kegemukan (Obesitas)
Kegemukan (obesitas) juga merupakan salah satu factor yang
menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit berat, salah
satunya hipertensi. Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya
hubungan antara berat badan dengan tekanan darah baik pada
pasien hipertensi maupun normotensi.
Pada populasi yang tidak ada peningkatan berat badan seiring
umut, tidak dijumpai peningkatan tekanan darah sesuai
peningkatan umut. Yang sangat mempengaruhi tekanan darah
adalah kegemukan pada tubuh bagian atas dengan peningkatan
jumlah lemak pada bagian perut atau kegemukan terpusat
(obesitas sentral).
8. Pola makan
Sodium adalah penyebab penting terjadinya hipertensi primer.
Asupan garam tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan
dari hormone natriouretik yang secara tidak langsung akan
meningkatkan tekanan darah. Asupan garam tinggi dapat
menimbulkan perubahan tekanan darah yang dapat terdeteksi
yaitu lebih dari 14 gram per hari atau jika dikonversi ke dalam
takaran sendok makan adalah lebih dari 2 sendok makan.
9. Merokok
Penelitian terbaru menyatakan bahwa merokok menjadi salah
satu factor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi. Merokok
merupakan factor risiko yang potensial untuk ditiadakan dalam
upaya melawan arus peningkatan hipertensi khususnya dan
penyakit kardiovaskuler secara umum di Indonesia.
10. Narkoba
Mengkonsumsi narkoba jelas tidak sehat. Kompone-komponen
zat aditif dalam narkoba juga akan memicu peningkatan tekanan
darah.
11. Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga akan memicu
tekanan darah seseorang. Selain tidak bagus bagi tekanan darah
kita, alkohol juga membuat kita kecanduan yang akan sangat
menyulitkan untuk lepas.
12. Kafein
Kopi adalah bahan minuman yang banyak mengandung kafein.
Demikian pula teh walaupun kandungannya tidak sebanyak pada
kopi. Kandungan kafein selain tidak baik pada tekanan darah
dalam jangka panjang, pada orang-orang tertentu juga
menimbulkan efek yang tidak baik seperti tidak bisa tidur,
jantung berdebar-debar, sesak napas, dan lain-lain.
13. Kurang Olahraga
Zaman modern seperti sekarang ini, banyak kegiatan yang dapat
dilakukan dengan cara yang cepat dan praktis. Manusia pun
cenderung mencari segala sesuatu yang mudah dan praktis
sehingga secara otomatis tubuh tidak banyak bergerak.
Selain itu, dengan adanya kesibukan yang luar biasa, manusia
pun merasa tidak punya waktu lagi untu berolahraga. Akibatnya,
kita menjadi kurang gerak dan kurang olahraga. Kondisi inilah
yang memicu kolesterol tinggi dan juga adanya tekanan darah
yang terus menguat sehingga memunculkan hipertensi.
2.1.5. Patofisiologi
Reseptor yang menerima perubahan tekanan darah yaitu refleks
baroreseptor yang terdapat pada sinus karotis dan arkus aorta. Pada
hipertensi, karena adanya berbagai gangguan genetic dan risiko
lingkungan, maka terjadi gangguan neurohormonal yaitu sistem saraf
pusat dan sistem renin-angiotensin- aldosterone, serta terjadinya
inflamasi dan resistensi insulin. Resistensi insulin dan gangguan
neurohormonal menyebabkan vasokontriksi sistemik dan peningkatan
resistensi perifer. Inflamasi menyebabkan gangguan ginjal yang
disertai gangguan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang
menyebabkan retensi garam dan air di ginjal, sehingga terjadi
peningkatan volume darah. Peningkatan resistensi perifer dan volume
darah merupakan dua penyebab utama terjadinya hipertensi. Pusat
yang menerima impuls yang dapat mengenali keadaan tekanan darah
terletak pada medula di batang otak.
Perubahan structural dan fungsional pada sistem pembuluh
darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada akhirnya akan menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya yaitu kemampuan aorta dan arteri besar menjadi
berkurang dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan resistensi perifer(Brunner & Suddarth)
2.1.6. Komplikasi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit.
Menurut buku Penyakit Kardiovaskular karya Edward K. Chung,
komplikasi hipertensi di antaranya adalah stroke hemorragik, penyakit
jantung hipertensi, penyakit arteri koronaria, anuerisma, gagal ginjal,
dan ensefalopati hipertensi.
1. Stroke Hemorragik
Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. Hampir
70% kasus stroke hemorragik terjadi pada penderita hipertensi.
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada
dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah
menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah.
Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-sel
otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi
yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut kekurangan nutrisi
dan akhirnya mati. Darah yang keluar dari pembuluh darah yang
pecah juga dapat merusak sel-sel otak yang berada di sekitarnya.
Gejala-gejala serangan stroke pada seseorang dapat dikenali,
antara lain tiba-tiba lemah (lumpuh) pada suatu sisi tubuh (dapat
terjadi di sisi kiri atau kanan tubuh); rasa baal dan kesemutan
pada satu sisi tubuh; pandangan gelap; bila melihat, ada
bayangan (melihat dobel); tiba-tiba tidak dapat atau lancer
berbicara (pelo); mulut “merot” (miring ke kiri atau ke kana);
tiba-tiba muncul perasaan akan jatuh saat akan berjalan; kadang-
kadang disertai pusing terasa berputar; mual dan muntah; serta
sakit kepala atau kesadaran menurun. Gejala-gejala tersebut
dapat ditemukan salah satu atau beberapa sekaligus, tergantung
berat dan letak lesi pada otak orang yang terkena serangan
stroke.
Gejala-gejala yang disebutkan di atas bisa muncul tiba-tiba saat
sedang santai (menonton atau sedang mengobrol) atau ketika
melakukan aktivitas, misalnya olahraga, bekerja di kantor atau di
lapangan. Bahkan, ketika bangun tidur. Akan tetapi, gejala stroke
bervariasi dan tergantung pada bagian otak mana yang terserang
serta seberapa luas kerusakannya. Inilah sebabnya, stroke
hemorragik disebut sebagai silent killer disease.
2. Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga
beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi
ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertofi ini
ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang
yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi
dilatasi dan “payah jantung”. Jantung semakin terancam seiring
parahnya aterosklerosis coroner. Angina pectoris juga dapat
terjadi karena gabungan penyakit arterial coroner yang cepat dan
kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan
massa miokard.
3. Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai factor risiko utama penyakit
arteri koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak
terbentuk pada percabangan arteri yang kea rah arteri koronaria
kiri, arteri koronaria kanan, dan agak jarang pada arteri
sirromfleks. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi
secara permanen maupun sementara yang disebabkan oleh
akumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat
pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi
kolateral untuk menyediakan suplai oksigen yang adekuat ke sel
yang berakibat terjadinya pernyakit arteri koronaria.
4. Aneurisma
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang
terpisah sehingga ada ruangan yang memungkinkan darah
masuk. Pelebaran pembuluh darah bisa timbul karena dinding
pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta disekans. Ini
dapat menimbulkan penyakit aneurisma. Gejalanya adalah sakit
kepala yang hebat serta sakit di perut sampai ke pinggang
belakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi pelebaran
pembuluh darah aorta (pembuluh nadi besar yang membawa
darah ke seluruh tubuh). Aneurisma pada perut dan dada
penyebab utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena
proses penuaan (aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu
timbulnya aneurisma.
5. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan tidak dapat diperbaiki dari berbagai
penyebab. Salah satunya pada bagian yang menuju ke
kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal
ginjal kronis karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin
angiotensin aldosterone (RAA).
6. Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan
parah tekanan arteri disertai dengan mual, muntah, dan nyeri
kepala yang berlanjut ke koma dan disertai tanda klinik deficit
neurologi. Jika kasus ini tidak diterapi secara dini, sindrom ini
akna berlanjut menjadi stroke, ensefalopati menahun, atau
hipertensi maligna. Kemudian, sifat reversibilitas jauh lebih
lambat dan jauh lebih meragukan(Shanty, 2011).
2.1.7. Usia rawan
Ada banyak orang beranggapan bahwa hipertensi hanya
menyerang golongan manula atau lanut usia. Ini adalah pandangan
yang tidak benar. Hipertensi tidak mengenal umur. Semua usia
rawan hipertensi, baik mereka yang tua, muda, bahkan anak-anak
baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut terutama
dipengaruhi oleh pola hidup yang tidak sehat dan makan secara
sembarangan. Jadi, tidaklah mengherankan kalua banyak anak
muda terkena hipertensi akut dengan dampak negative seperti
serangan jantung.Oleh karena tidak ada masa usia tertentu yang
dapat dikategorikan rawan hipertensi, maka sejak dini kita harus
melakukan deteksi hipertensi dan melakukan antisipasi
pencegahan. Langkah penting ini harus segera diambil terutama
mereka yang memang sejak awal memiliki genetika (sifat turunan)
penderita hipertensi.
Pola hidup sehat dan pola makan sehat merupakan pilihan tepat
untuk menjaga diri terbebas dari hipertensi. Semuanya itu harus
dilakukan secara terus-menerus, tidak boleh temporer. Sekali kita
lengah menjaga diri dengan tidak mengikuti pola makan sehat
dapat dipastikan kita akan mudah terkena hipertensi dan penyakit
lainnya. Pada anak-anak meskipun masih dalam masa
pertumbuhan, orang tua selayaknya juga mengontrol jenis zat-zat
yang masuk ke dalam tubuh mereka. Jangan sampai mereka
mengkonsumsi sembarang makanan yan dapat memicu hipertensi
akut di kalangan anak-anak(Susilo & Wulandari, 2011).
2.2 Hidroterapi
2.2.1 Definisi
2.3.2. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Subfamili : Zingiberoidae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale
(Ramadhan, 2013)
Jahe jenis ini bisa ditemukan dalam warna putih, kuning dan dalam
kondisi tertentu berwarna merah. Serat jahe emprit bertekstur lembut
dengan aroma yang tidak tajam. Tetapi jahe emprit dilengkapi rasa yang
jauh lebih pedas ketimbang jahe gajah atau badak. Kandungan gingerol,
zingeron, dan shogaol yang dimiliki jahe emprit memang lebih tinggi
ketimbang jahe gajah. Hal ini menyebabkan rasa pedasnya lebih dominan.
Menurut penelitian, jahe kuning ini mengandung minyak atsiri sebesar 1,5
– 3,8% dari berat keringnya dan cocok untuk ramuan obat-obatan atau
untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Tim Lentera, 2002).
Berdasarkan sifatnya, jahe ini sering dijadikan bahan obat herbal dan
bumbu makanan. Rasa pedasnya memang memberi sensasi hangat yang
jauh lebih baik. Sayangnya, aroma yang tidak sekuat jahe gajah membuat
jahe emprit jarang digunakan untuk produk seperti permen jahe, jelly jahe,
sirup jahe, dan lain-lain. Jahe emprit (bersama jahe merah) paling
popouler digunakan sebagai bahan untuk membuat produk ekstrak
oleoresin dan juga minyak atsiri. Produk ini dengan mudah bisa
didapatkan di toko herbal dengan harga yang terjangkau. Air rebusan jahe
emprit juga dikenal ampuh untuk menghangatkan badan serta
mengoptimalkan kesehatan.
3. Jahe Merah
Jahe merah menjadi jahe yang banyak dijadikan pilihan orang. Hal ini
karena jahe merah dipercaya memiliki khasiat yang lebih baik
dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Secara turun temurun jahe merah
telah dikonsumsi, baik sebagai obat ataupun hanya sekedar suplemen
tambahan.
Jahe merah atau yang bernama Latin Zingiber officinale var. rubrum
memiliki rimpang berwarna merah dan lebih kecil daripada jahe putih
kecil, dengan diameter 24 s/d 43 mm, tinggi 52 s/d 104 mm, dan panjang
123 s/d 126 mm. Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen
setelah tuam dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup
tinggi, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan dan jamu.
Jahe ini memiliki ukuran rimpang paling kecil dengan kulit warna merah,
dan serat lebih besar dibanding jahe biasa. Seperti halnya jahe emprit, jahe
merah ini mengandung minyak atsiri 1,5 – 3,8% dari berat keringnya dan
cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin dan
minyak atsirinnya (Tim Lentera, 2002)
Jahe merah tidak hanya dikonsumis orang Indonesia saja. Di China, jahe
merah digunakan secara luas dalam pengobatan tradisional China. Jahe
merah, menurut mereka, sangat mendukung limpa kecil, perut/lambung
dan ginjal, terutama untuk pria, dan juga diklasifikasikan sebagai
aphrodisiac/zat perangsang dan pengobatan yang baik untuk impotensi.
Lain lagi dengan orang Arab, di mana jahe merah dianggap sebagai panas
derajat kedua dan lembab derajat pertama. Jahe merah dianggap
menghangatkan dan mampu melembutkan perut, sehingga bisa berguna
bagi tubuh dalam mengatasi masalah di organ pencernaan seperti
kembung, keracunan makanan, dan sembelit.
Sedangkan di Barat, jahe merah memegang pernanan penting dalam dunia
pengobatan Barat seperti halnya dalam dunia pengobatan Timur (China,
Jepang, dan India). Jahe merah bisa digunakan sendirian atau sebagai
bahan campuran dalam resep herbal dan juga dipakai sebagai
“penyembuhan koreksi” terhadap efek yang tidak diinginkan dari
tumbuhan lain. Telah dibuktikan dalam riset terakhir bahwa jahe merah
mempunyai kandungan unik yang dapat membantu pengobatan lain
menjadi lebih baik diterima dan diserap tubuh (Ramadhan, 2013).
(Sety
aningrum & Saparinto, 2013)
Kandungan Jumlah
Protein 8.6%
Karbohidrat 66.5%
Lemak 6.4%
Serat 5.9%
Abu 5.7%
Kalsium 0.1%
Fosfor 0.15%
Sodium 0.3%
Potasium 1.4%
Vitamin A 175 IU
Vitamin B1 0.05 mg
Vitamin B2 0.13 mg
Vitamin C 12 mg
Niasin 1.9%
BAB III
KERANGA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
FAKTOR EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
Ras
Keturunan
Pola hidup
Usia
Stress
Jenis
Obesitas
kelamin
Kebiasaan
merokok
Konsumsi
minuman alkohol
Resisten insulin Gangguan sistem saraf pusat
inflamasi
dan sistem rennin angiotensin
aldosteron
MANFAAT
MANFAAT
men
1. Memberi efek farmakologi
1. Menggunakan dan merelaksasikan seperti antioksidan, anti
otot inflamasi, anti koagulan,
analgestik, anti karsinogenik,
2. Memperbaiki pola jalan dan postur
non-toksik dan non
tubuh mutagenic
3. Menguranginyeri, bengkak, kaku 2. Memperlebar pembuluh
otot dan sendi darah sehingga aliran darah
lancar
4. Meningkatkan fungsi jantung,
sirkulasi darah dan pernafasan.
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasakan kajian kerangka konseptual penelitian tersebut maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Ada keefektifitasan rendam kaki menggunakan air hangat (hidroterapi) dan
mengonsumsi air jahe terhadap penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi di
puskesmas pandanwangi kecamatan blimbing.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Identifikasi Masalah
Penyusunan Proposal
Populasi
Sampel
Sampling
Hasil Akhir