Dhika Kames
Abstract
become the foundation and goal of National Education since the enactment of MPRS
Decree No. II of 1960 and the Higher Education Law No. 22 of 1961, which obliges
students who have noble personalities, faith and piety in accordance with national
education goals. Therefore, several interesting questions emerged that became the
focus of this study, namely: (1) How is the application of Islamic Religious Education
Islamic Religious Education in public universities? (4) What are the problems that
Abstrak
PENDAHULUAN
Pendidikan agama merupakan mata pelajaran wajib dari Sekolah Dasar (SD)
melalui kurikulum Perguruan Tinggi (PT), dan pendidikan agama Islam merupakan
salah satu dari mata pelajaran wajib tersebut. Pasal 37 (2) UU 20/2003 menyatakan
bahwa kurikulum pendidikan harus mencakup pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, dan bahasa. Ketiga mata pelajaran wajib ini mewakili tujuan
pendidikan nasional untuk mencapai jati diri bangsa di negara yang menghormati
umat beragama Indonesia, warga negara, dan bahasa nasional. Pendidikan Pelajaran
Agama Islam juga untuk meningkatkan potensi mental atau kemampuan intelektual,
dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkepribadian mulia yang
beriman dan bertakwa kepada Yang Maha Esa.1
1
Sekretariat Negara RI, Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
hal. 20
tinggi umum di negeri ini telah ditorehkan dalam sejarah pendidikan di Indonesia
sejak perguruan tinggi mulai ada. Mulai dari mata kuliah yang dianggap yang
dianggap tidak penting, hingga mata kuliah yang "disajikan" sebagai mata kuliah
wajib.
Singkatnya, mata kuliah ini ialah untuk menjadikan manusian yang memiliki
semangat intelektual dan Berwawasan, yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kemudian menjadi individu bertindak sesuai ajaran agamanya dalam kehidupan
pribadi, masyarakat, dan dalam menjalankan misi pembangunan negaranya.
PEMBAHASAN
Mahasiswa sering mendapat kesan bahwa mata kuliah "wajib lulus" menjadi
mata kuliah "wajib diluluskan". Hal ini karena jika gagal, maka akan menjadi
penghambat jalannya di atas. Sederhananya, siswa dapat mengatakan "wajib lulus"
dan dosen dapat mengatakan "wajib meluluskan". Ini, tentu saja, merupakan masalah
yang cukup serius. Padahal pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk
meningkatkan kualitas PAI di PTU, baik untuk fakultas dan materi kurikulum, dan
sarana untuk peningkatan kredit. Namun, selalu terkendala di lapangan oleh berbagai
faktor. Misalnya, dosen tidak konsisten dalam pendekatan pembelajaran PAI karena
latar belakang masing-masing disiplin ilmu agama yang berbeda. (Mardiatmaja,
1996).
Belum lagi, materi kurikulum nasional seringkali membuat dosen tidak bisa
berimprovisasi, sehingga tidak jarang pelajaran menjadi monoton. Dilihat dari
jumlah pertemuan tatap muka, jelas 2 sks sangat tidak cukup. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI tetapi beragam upaya seakan
termentahkan oleh alasan bahwa tidak ada tambahan jam karena mahasiswa harus
menyelesaikan begitu banyak jam mata pelajaran, terutama jurusan non-keagamaan.
(Mardiatmaja, 1996).
Sebagai bagian dari kurikulum inti Universitas mata kuliah PAI tidak lepas
dari kendali pemerintah. Oleh karena itu, kurikulum PAI tidak terlepas dari
kepentingan politik yang berkembang ketika kurikulum diperkenalkan. Oleh karena
itu, perbedaan arah, visi, dan misi sistem pemerintahan mempengaruhi isi kurikulum
PAI itu sendiri. Di era orde baru, PAI PTN dikhususkan pada konsep dasar
pendidikan Islam normatif murni. Area pendidikan berisi tiga pilar utama ajaran
Islam: Aqidah, Syariah, dan moralitas. Hal ini dijelaskan dalam kurikulum PAI PTU
Namun, sejak tahun 2002 utamanya sebagai akibat dari kejatuhan rezim orde baru, isi
kurikulum PAI Universitas mengalami perubahan yang signifikan. (Husna, 2011:56).
b) Setelah Reformasi
Perlu diketahui Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai bagian dari MPK,
Resolusi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa pendidikan
agama Islam terdiri dari mata pelajaran sebagai berikut:
2. Agama Islam
5. Aqidah
7. Akhlaq
8. Taqwa
kehidupan masyarakat.
8. Kebudayaan Islam
Karena kelas Pendidikan Agama Islam adalah fakultas lintas fakultas, beberapa PTN
seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas
Lambung Mangkurat (UNLAM) memiliki kebijakan untuk mengoordinasikan
pengajaran kelas dalam satu program. Penyesuaian ini sebenarnya diamanatkan oleh
SK Mendiknas No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang pelaksanaan mata kuliah
pembentukan kepribadian di perguruan tinggi tertanggal 2 Juni 2006. Pasal 12
menyatakan bahwa: "Penyelenggaraan perkuliahan pengembangan pribadi dan dan
kegiatan terkait lainnya dikelola oleh universitas dalam satu unit".
Dari penyesuaian tersebut, berharap agar semua guru PAI memiliki visi yang
sama dalam merencanakan dan menyelenggarakan perkuliahan PAI di kampusnya
masing-masing. Mereka juga dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam
menjalankan pekerjaan profesionalnya.Di tingkat nasional, pengajar perguruan tinggi
negeri dan swasta (PTU) telah mengumpulkan baik negeri maupun swasta, dalam
sebuah forum yang disebut Asosiasi Pengajar Pendidikan Islam (ADPISI) Saat ini
tim manajemen sudah terbentuk di berbagai daerah, dan DPW Kalsel sudah dibentuk
di Banjarmasin pada April 2007, dan juga menjangkau wilayah Kalimantan.
Menurut Muhammad Zaki (2015:50) ada beberapa hal yang masih menjadi
merupakan problematika dalam pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum
yakni,
1. Pemahaman utama siswa tentang nilai dan pendidikan Islam adalah sebagai
berikut: Rendah. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa hal, seperti tidak dapat
membaca Al-Qur'an dengan benar, atau tidak dapat membedakan apa yang
diwajibkan oleh hukum atau sunnah. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan
Islam tidak dilaksanakan secara optimal pada jenjang sebelumnya. Rendahnya
tingkat pemahaman siswa membuat semakin sulitnya untuk mendidik nilai-
nilai agama.
2. Khusus di perguruan tinggi swasta, kemampuan pengajar agama Islam tidak
mencukupi, tetapi guru merupakan ipelaksanaan pengajaran agama Islam.
Pengajar Agama Islam menurut tidak cukup hanya tamat kuliah Agama, tetapi
yang lebih penting adalah penguasaan ilmu agama dan cabangnya. Dengan
cara ini, pengajar dapat membedakan antara sifat dasar dan yang tidak boleh
diajarkan, penulis percaya bahwa setidaknya satu instruktur Islam memenuhi
persyaratan
3. Persentase mata kuliah agama sangat rendah, terbukti dari mata kuliah ini
diambil hanya pada semester pertama dan hanya 2 sks. Dalam waktu
sesingkat itu, akan sangat sulit bagi perguruan tinggi untuk mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dari gelar tersebut. Dalam sejarah Islam, ada para
sahabat seperti Abu Bakar Ash Sidik, Umar bin kHattab, Utsman bin Affan
dan Ali bin Abi Thalib. Berkat pelatihan langsung Nabi Muhammad, nama-
nama ini bisa dengan cepat menjadi luar biasa setelah belajar Islam rata-rata
selama 20 tahun.
Penutup
Daftar Pustaka
Sekretariat Negara RI, Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional SK Dirjen Dikti Depdiknas No: 43/DIKTI/Kep/2006, Tentang
Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok MatakuIiah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi, tertanggal 2 Juni 2006.