Anda di halaman 1dari 19

MIKOLOGI

Oleh:

KELOMPOK 1

ANGGOTA:

GHINNA FADHILLAH FAATIN (1520121007)

NURZAIDATI (1520121008)

CUT IRMA NOSY (1520121002)

ELI NURLIZA (1520121005)

STIKES MUHAMMADIYAH ACEH

BANDA ACEH 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatserta karunia-Nya
kepada kami sehinnga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
yang berjudul “ MIKOLOGI ”

Makalah ini berisikan tentang penjelasan mengenai dasar-dasar mikologi, reproduksi, dan
pertumbuhannya, kemudian mejelaskan juga jamur yang mempengaruhi kesehatan pada ibu hamil dan obat-
obat anti jamur.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karna itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami
berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kami sendiri sebagai penulis dan kepada pihak lain
yang nantinya membaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 1

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 3

a. Latar Belakang ....................................................................................................................... 3


b. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3
c. Tujuan ..................................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 4

a. Dasar – Dasar Mikologi ........................................................................................................ 4


b. Pertumbuhan Mikologi ........................................................................................................ 10
c. Jamur yang Mempengaruhi Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui ............................. 12
d. Obat Anti Jamur ..................................................................................................................... 14

BAB II PENUTUP ........................................................................................................................ 17

REFERENSI .................................................................................................................................. 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikologi berasal dari bahasa Yunani mykes=jamur dan logos=ilmu. Menurut
Alexopoulos et al (1996), sebenarnya istilah mikologi kurang tepat, karena mykes
berdasarkan tatabahasa Yunani adalah myceto. Fungi makroskopik memiliki tubuh buah
besar, yang sekarang dikenal sebagai makrofungi dan juga banyak dihidangkan (bisa
dimakan). Sedangkang fungi mikroskopik memiliki tubuh yang sangat kecil sehingga kita
dapat melihatnnya menggunakan mikroskop.
Jumlah jenis jamur menurut Hawksworth (1991) sejumlah 1.500.000 itu termasuk
fungi mikroskopis dan makroskopis dan jumlahnya seiring meningkat dengan
perkembangan penggunaan data molekuler.
Pada awalnya fungi dibagi dalam 4 divisi (Cambell. 2008) yaitu : Zygimycota,
Ascomycota, Basideomycota, Deuteromycota. Namun dengan perkembangan sistem
klasifikasi yang baru membagi fungi menjadi enam divisi, yaitu : Chytridiomycota,
Zygomycota, Glomeromycota, Ascomycota, Basidiomycota dan Deuteromycota.
Fungi yang patogen biasanya adalah eksogenus, mereka hidup dialam bebas seperti
air, tanah, dan debris organik. Manusia terinfeksi melalui inhalasi spora atau masuk
kedalam jaringan tubuh melalui trauma. Faktor utama yang dapat menyebabkan
meningkatnya infeksi fungi adalah perubahan sistem imun.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah menjelaskan tentang dasar-dasar
mikologi, pertumbuhan dan perkembangannya. Kemudian menjelaskan jamur
mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui, dan juga menjelaskan jenis-jenis obat
anti jamur.

C. Tujuan
Agar pembaca dapat mengetahui dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan
mikologi, mengetahui jenis jamur apa saja yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil
dan menyusui, dan mengetahui jenis obat-obatan yang dapat mengatasi penyakit jamur.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar-Dasar Mikologi
a. Definisi Mikologi
Mikologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fungi
(jamur) atau sering disebut juga cendawan. Fungi atau jamur adalah organisme
heterotrofik yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari
benda mati yang terlarut disebut dengan Saprofit. Saprofit ini memiliki keuntungan dan
kerugian, dimana kuntungannya mereka dapat menguraikan zat-zat kimia menjadi lebih
sederhana, menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, yang
kemudian dikembalikan ke dalam tanah dan meingkatkan kesuburan tanah. Kerugiannya,
mereka dapat membusukkan kayu, tekstil, makanan, dan bahan lainya. Ada beberapa
istilah yang digunakan pada fungi, antara lain :
1. Fungi = adalah semua jenis jamur/ fungi baik yang makroskopis maupun yang
mikroskopis.
2. Mushroom = adalah jamur/fungi yang bersifat makroskopik
3. Kapang atau molds = adalah jamur yang bersifat mikroskopik berfilamen
multiseluler.
4. Yeast = ini sama dengan khamir yaitu jamur yang bersifat mikroskopik
uniseluler
5. Cendawan = jamur yang bersifat bisa makroskopik atau mikroskopik

b. Ciri – Ciri Mikologi


Berdasarkan tinjauan oleh para ilmuwan, saat ini diperkirakan spesies fungi
berjumlah antara 2,2 – 3,8 juta spesies dengan sekitar 120.000 spesies yang telah diketahui
saat ini. Fungi dikelompokkan dalam kingdom tersendiri karena memiliki ciri-ciri yang
berbeda dengan lainnya, berikut adalah ciri-ciri fungi :
1. Sel bersifat eukariotik uniseluler atau multiseluler.
2. Fungi memiliki anggota berukuran mikroskopis serta berukuran makroskopis.
3. Fungi bersifat Heterotrof (tidak berklorofil).
4. Fungi memiliki sifat hidup sebagai dekomposer, parasit, atau mutualisme.
5. Mengambil nutrisi dengan absorbsi.
6. Tubuh tersusun dari struktur seperti benang yang disebut Hifa. Kumpulan hifa
disebut Miselium.
7. Dinding sel fungi diperkuat oleh Chitin.
8. Habitat berada di lingkungan lembab.
9. Cara reproduksi dengan seksual ataupun aseksual.
10. Bereproduksi dengan spora.

Hifa pada fungi terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hifa bersepta, merupakan hifa yang bagian isi dalam selnya terdapat sekat
pemisah yang disebut septa
2. Hifa tidak bersepta, disebut juga dengan coenocytic fungi, dimana didalam hifa
tersebut tidak ada septa atau penyekat. (Robles-Carrion et al.,2016)

c. Habitat Mikologi
Fungi memiliki habitat yang beragam karena memiliki sifat hidup yang berbeda.
Jenis fungi makroskopis dan mikroskopis paling banyak ditemukan pada lantai hutan serta
daratan yang lembab dan terdapat bahan organik misalnya pohon tumbang dan tumpukan
daun.
Selain itu untuk jenis fungi yang bersimbiosis seperti mikoriza dan fungi endofit
maka keberadaanya dapat ditemukan pada organ tumbuhan seperti akar, batang dan daun
tumbuhan. Jamur yang menempel pada batu-batuan disebut dengan Lichen, dan ada juga
beberapa fungi parasit yang hidup pada inangnya diantaranya tanaman budidaya ataupun
hewan dan manusia.

d. Reproduksi Mikologi
Umumnya reproduksi adalah pembentukan individu-individu baru yang
mempunyai semua sifat yang khas dalam suatu species. Ada dua cara reproduksi pada
mikologi, yaitu :

1. Reproduksi secara kawin (Seksual)


Reproduksi secara kawin merupakan penggabungan dua inti yang sesuai
(kompatibel), proses reproduksi ini khususnya dapat dibedakan kedalam 3 fase :
- Plasmogami, yaitu penggabungan dua protopasma yang menyebabkan dua inti
saling berdekatan dalam sel yang sama.
- Kariogami, yaitu penggabungan dua inti setelah plasmogami dan menghasilkan
suatu inti yang diploid.
- Miosis, yaitu proses reduksi yang mengembalikan inti haploid (satu inti diploid
menghasilkan 4 inti haploid).

Beberapa species fungi menghasilkan kelamin jantan dan betina yang jelas
dan dapat dibedakan pada setiap thallus, species ini dinamakan Hermaprodit.
Sedangakan, species Dioecius alat kelaminnya terpisah dalam dua individu thallus
yang berbeda. Satu dioecious biasanya tidak dapat berkembang biak secara kawin
sendiri karena thallus tersebut hanya berfungsi sebagai kelamin jantan atau betina
saja.

Alat-alat kelamin jamur disebut Gametangium, yang memberikan sel


kelamin disebut Gamet. Jika kedua gametangium tersebut dapat dibedakan, maka
dinamakan Heterogametangium. Jika gametangium serupa bentuknya maka
dinamakan Isogametangium. Gametangium jantan disebut Antheridium dan yang
betina disebut Oogonium.

Apabila sel-sel gamet mempunyai bentuk yang sama, baik jantan maupun
betina maka disebut Isogamet. Sedangkan, berbeda disebut Anisogamet atau
Heterogamet. Ada beberapa cara perkawinan yang sering terjadi pada fungi/jamur :

1. Kopulasi Planogamet, yaitu terjadinya perhubungan antara gamet-gamet


yang dapat bergerak (planogamet), bisa isogamet, anisogamet, dan
heterogamet
2. Kontak Gametangium, gametnya dipindahkan secara langsung dari satu
gametangium ke gametangium lainnya (berpindah dari antheridium ke
oogonium).
3. Kopulasi Gametangium, ini ditandai dengan bersatunya seluruh isi dari
gametangium yang saling berhubungan. Cara bersatunya ada dua, yaitu :
 Berpindahnya isi gametangium ke gametangium yang lain melalui
lubang yang terdapat pada dinding gametangium.
 Penyatuann secara langsung antara dua sel gametangium menjadi satu
sel, oleh karena itu dinding sel gametangium lebur, dan isi kedua sel
tersebut bercampur jadi satu.
4. Spermatisasi, jamur mempunyai struktur yang kecil berinti satu,
menyerupai spora dan bersifat jantan, sporanya disebut dengan
Spermatia. Spermatia dibawa ke gametangium, kemudian ke hifa
penerima khusus (serangga, angin, dan air). Isi spermatia pindah ke alat
kelamin betina melalui suatu lubang yang terdapat pada titik pertemuan
antara keduanya.
5. Somatogami, terjadi karena jamur tersebut tidak mempunyai sel atau alat
kelamin, sehingga sel-sel somatik berfungsi sebagai alat kelamin (contoh
pada Basidiomycetes).

2. Reproduksi secara tidak kawin (Aseksual)


Reproduksi secara tidak kawin adalah lebih penting bagi jamur untuk
perkembangan karena banyak menghasilkan individu-individu baru yang
terjadinya secara berulang-ulang. Sedangkang yang reproduksi secara kawin hanya
setahun atau semusim. Reproduksi ini digolongkan de dalam :
- Fragmentasi dari tubuh, tiap potongan tubuh mejadi individu baru, potongan
tersebut disebut Arthrospora atau Oidia.
- Pembelahan (fission) dari sel-sel somatik menjasi sel-sel anakan.
- Penguncupan (budding) dari sel-sel somatik atau spora, tiap kuncup
membentuk individu baru.
- Pembentukan Spora, tiap spora baru akan berkecambah membentuk tabung
kecambah yang tumbuh menjadi miselium.

Spora yang terbentuk dari miselium somatic dapat berbentuk berbagai jenis macam,
anatar lain :

1. Sporangiofora
terjadi karena diferensiasi dalam jumlah yang tak tentu dari protoplasma sel
besar yang disebut sporangium. Spora yang terbentuk dadri dua macam yaitu
yang dapat bergerak disebut Zoospora dan yang tidak bergerak disebut
Aplanospora.
2. Konodium
Dibentuk diujung atau disamping perkecambahan hifa yang disebut
Konidiofora.

e. Klasifikasi Mikologi
Penggolongan umum yang sering digunakan dalam megklasifikasi jamur adalah
sebagai berikut : Kerajaan (Kingdom), Divisi (Division), Kelas (Class), Bangsa (Orde),
Suku (Family), Marga (Genus), Jenis (Species). Kerajaan adalah golongan terbesar dan
meliputi beberapa divisi. Tiap-tiap divisi meliputi banyak kelas dan demikian
seterusnya sampai jenis kesatuan terkecil dari klasifikasi (sampai famili). Jamur dibagi
menjadi 5 divisi :
1. Divisio oomycotina
- Reproduksi secara seksual dengan cara oogami yang menghasilkan oospora
- Reproduksi seksual terjadi dengan membentuk zoospora yang dihasilkan dalam
sporangium
- Hifa fungi ini adalah hifa non-septat (tidak berseptat)
- Contohnya :
 Phytophthora infestans (yaitu menyebabkan penyakit pada tanaman
kentang, coklat, lada, dll).
 Saprolegnia (sering ditemukan pada bangkai serangga)

2. Divisio zygomycotina
- Reproduksi seksual dengan cara konjungsi yang menghasilkan zigospora
- Reproduksi aseksual dengan menghasilkan spora yang terkandung dalam
konidium atau sporangium
- Hifa pada fungi ini yaitu non-septat (tidak bersepta)
- Biasanya hidup terestial
- Contohnya :
 Rhyzopus oryzae (fungi untuk buat tempe)
 Mucor javanicus (terdapat dalam ragi tempe)

3. Divisio ascomycotina
- Reproduksi seksual menghasilkan spora yang disebut askospora
- Askospora dihasilkan dalam suatu struktur usus yang disebut Askus
- Reproduksi aseksual dilakukan dengan mengahsilkan konidia
- Hifanya bersepta
- Contohnya :
 Penicillium (penghasil bahan antibiotik penisilin)
 Piedraia hortai (penyebab infeksi rambut pada manusia)
 Candida albicans (menimbulkan penyakit pada selaput lendir, mulut,
vagina dan saluran pencernaan)

4. Divisio basidiomycotina
- Reproduksi seksual menghasilkan basidiospora
- Reproduksi aseksual membentuk konidium
- Bersifat saprofit dan parasit
- Contohnya : Volvariella volvaceae (jamur merang)

5. Divisio deuterommycotina
- Reproduksi seksual belum diketahui sehingga dikenal sebagai jamur tidar
sempurna (fungi imperfect)
- Reproduksi aseksual dengan konidium seperti pada ascomytina
- Hifanya bersekat (septat)
- Beberapa anggota fungi ini hidup parasit pada manusia atau hewan
- Contonya :
 Histoplasma capsulatum
 Epidermiphyton floocosum
 Epodermiphyton microsporum
 Tricophyton

B. Pertumbuhan Mikologi
Purtumbuhan fungi memerlukan nutrien-nutrien dan vitamin-vitamin dari
lingkungannya. Ada fungi yang dapat mensintesis vitaminnya sendiri, misalnya Rhizopus
oligosporus yang menghasilkan vitamin sendiri untuk metabolisme dan pertumbuhannya
(Hesseltine,1965).
Umumnya fungi mengekresikan enzim ekstraseluler ke lingkungan untuk mengurai
subtrat yang kompleks agar memperoleh nutrien-nutrien yang diperlukan. Transportasi
nutrien ke dalam sel fungi dapat berlangsung melalui beberapa cara, antara lain melalui
transportasi aktif. Pertumbuhan fungi pada suatu subtrat ditandai dengan adanya
penambahan massa sel, proses metabolisme yang menyebabkan perubahan subtrat, antara
lain subtrat menjadi lunak, basah, timbul bau, perubahan warna, dan kekeruhan pada
suatu subtrat cair.
Pertumbuhan fungi di alam terjadi dalam keadaan diam, misalnya pada kayu lapuk
atau pada serangga mati dan pertumbuhan khamir pada buah yang mulai membusuk.
Pertumbuhan kapang dan khamir di laboratorium dapat diatur dengan suhu, aerasi, dan
menggunakan pengocokan atau tidak.
Selama pertumbuhan fungi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak diperlukan
lagi dan dikelurkan ke lingkungan. Senyawa tersebut merupakan sutu pengaman bagi
dirinya terhadap serangan organisme lainnya termasuk sesama mikroorganisme. Manusia
memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut, yang kita kenal sebagai antibiotik, untuk
mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Setiap mikroooganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi. Kurva
perutumbuhan pada fungi ada beberapa fase, antara lain :
1. Fase Lag
 Yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan enzim-
enzim untuk mengurai subtrat.
2. Fase Akselerasi
 Yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif
3. Fase Eksponensial
 Yaitu fase memperbanyak jumlah sel , aktivitas sel sangat meningkat, dan
fase ini merupakan fase penting dalam kehidupan fungi. Pada fase ini fungi
mendapatkan banyak enzim-enzim.
4. Fase Deselerasi
 Yaitu sel-selnya mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa
sel atau senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel-sel.
5. Fase Stasioner
 Yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif
seimbang. Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase ini.
Kurva pada fase ini garis lurus horizontal.
6. Fase Kematian Dipercepat
 Jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif lebih banyak jumlahnya daripada
sel-sel yang masih hidup.

 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi :


1. Substrat

 Merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat


dimanfaatkan sesudah fungi mengekresikan enzim-enzim ekstraseluler yang dapat
mengurai senyawa-senyawa kompleks dari subtrat menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Contohnya : subtratnya nasi/singkong/kentang, maka fungi tersebut harus
mampu mengekskresikan enzim amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa.
Senyawa glukosa itulah yang diserap oleh fungi. Fungi yang tidak dapat menghasilkan
enzim sesuai komposisi subtrat dengan sendirinya, maka tidak dapat memanfaatkan
nutrien-nutrien dalam subtrat tersebut.

2. Kelembapan
 Pada fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan
dengan kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium,
dan banyak Hyphomucetes dapat hidup di kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu
80%. Fungi golongan xerofilik dapat bertahan hidup di kelmbapan 70%, seperti
Aspergillus glaucus, Wallemia sebi, dll. Dengan mengetahui sifat kelembapan fungi kita
dapat mencegah kerusakan pada fungi tersebut.
3. Suhu
 berdasarkan lingkungan, fungi dikelompokkan menjadi fungi psikrofil, mesofil, dan
termofil. Fungi termofil atau termotoleran (Candida tropicalis, Mucor miehei dan
Paecilomyces variotii) dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi
peningkatan suhu karena metabolisme funginya.
4. Derajat Keasaman Lingkungan
 pH subtrat sangat penting bagi fungi karena enzim-enzim tertentu hanya akan
mengurai suatu subtrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi
suka hidup di pH < 7,0. Jenis khamir bahkan tumbuh pada pH yang sangat rendah (4.5
- 5,5).
5. Bahan Kimia
 Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan fungi. Misalnya,
natriumbenzoat dimasukka ke dalam bahan pangan sebagai pengawet karena senyawa
tersebut tidak bersifat toksik untuk manusia. Senyawa formalin juga disemprotkan
pada tekstil yang akan disimpan untuk waktu tertentu sebelum dijual.

C. Jamur yang Mempengaruhi Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui


a. Infeksi jamur pada masa kehamilan
Infeksi jamur pada wanita sering terjadi, apalagi bila dalam kondisi hamil. Infeksi
jamur saat hamil terjadi ketika kadar asam dan ragi normal dalam vagina tidak
seimbang, sehingga memungkinkan jamur untuk tumbuh berlebihan dan
menimbulkan rasa tidak nyaman. Infeksi jamur saat hamil dapat disebabkan oleh satu
atau lebih dari hal berikut :
1. Perubahan hormon yang datang bersama kehamilan atau sebelum haid.
2. Minum antibiotik atau steroid
3. Gula darah tinggi, seperti diabetes.

4. Hubungan vagina
5. Darah atau air mani
Infeksi jamur yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu infeksi jamur vagina (vaginitis
monilial/kandidiasis vagina). Infeksi jamur ini terjadi karena pada masa kehamilan tubuh
mengalami begitu banyak perubahan dan sulit bagi tubuh untuk mengikuti perubahan
kimia di vagina. Dimana, di dalam cairan vagina itu lebih banyak mengandung gula yang
membuat vagina menjadi lembab dan menjadi tempat yang nyaman bagi jamur.
Dengan meningkatnya produksi gula, maka mengakibatkan kadar glikogen menjadi
tinggi. Kadar glikogen yang tinggi ini bisa mengubah spora tersebut menjadi hifa dan hifa
inilah yang menyebabkan daerah sekitar vagina menjadi gatal sehingga memicu timbulnya
infeksi jamur. Gejala – gejala yang terjadi pada saat ibu hamil terinfeksi jamur yaitu :
1. Ruam merah, gatal atau iritasi pada bibir vagina
2. Kotoran/fases berubah warna menjadi kehijauan atau kekuningan, mirip dengan
keju cottage dan mungkin berbau seperti ragi/roti.
3. Tekstur keputihan yang biasanya bewarna putih/coklat, berubah menjadi warna
keju cottage dan berbau seperti ragi

Dampak yang terjadi pada bayi yaitu dapat menyebabkan bayi mengalami sariawan
mulut akibat tertelan cairan yang mengandung jamur tersebut. Cara mengatasi agar ibu
hamil dapat terhindar dari infeksi jamur, yaitu :

1. Menjaga daerah sekitar vagina agar tetap kering dan tidak lemab, sehingga
menghambat pertumbuhan jamur dan mencegah infeksi.
2. Segera mengganti pakaian yang berkeringat serta gunakan pakaian yang mudah
menyerap keringat.
3. Usahakan arah bilas buang air kecil dari depan ke belakang, karena jika dari
belakang ke depan dapat berisiko terinfeksi jamur atau bakteri lainnya.
4. Segera mandi setelah berenang dan ganti baju renang sebelum area vagina
semakin lembab.

Jenis – jenis obat yang dapat membantu mengobati infeksi jamur ini yaitu bisa
berbentuk krim atau salep, seperti :

1. Klotrimozal (mycelex, lotrimin AF)


2. Mikonazol
3. Terkonazol

b. Infeksi jamur pada masa menyusui


Infeksi jamur pada payudara merupakan hal yang sangat umum terjadi pada ibu
menyusui. Kondisi ini dikenal juga sebagai Nipple Thrush. Nipple Thrush terjadi ketika
payudara dan puting mengalami infeksi akibat jamur Candida albicans.
Umumnya, jamur Candida albicans sudah ada pada tubuh secara alami, yang
berfungsi untuk menyingkirkan sel kulit mati dan mecegah bakteri tumbuh secara
berlebihan pada kulit. Jamur ini juga dapat menjaga sistem kekebalan tubuh seseorang,
tetapi jika jamur ini berkembang secara berlebihan akan berisiko menimbulkan
gangguan pada kesehatan.
Faktor – faktor yang dapat memicu terjadinya infeksi jamur payudara, yaitu;
munculnya luka pada puting di awal menyusui, penggunaan breast pad yang membuat
area puting menjadi lembab, kelelahan, kekurangan nutirsi, serta memiliki penyakit
kronis (seperti diabetes dan anemia). Tanda atau gejala yang terjadi pada infeksi jamur
payudara yaitu :
1. Payudara dan puting terasa gatal, seperti terbakar atau ditusuk jarum.
2. Terjadi peradangan (pembengakakan), jika puting atau areola bengkak dan
sangat merah , bisa jadi itu disebabkan oleh jamur.
3. Iritasi pada puting, infeksi ini dapat membuat putih terlihat mengkilap atau
bersisik. Terkadang muncul lepuh kecil atau bercak putih pada kulit di sekitar
puting.
4. Muncul rasa nyeri yang dalam seperti ditusuk-tusuk pada payudara setiap
selesai menyusui.

Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena infeksi jamur payudara,yaitu :

1. Selalu menjaga kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi agar
jamur maupun bakteri yang menempel pada tangan tidak berpindah pada
payudara.
2. Area payudara dan puting selalu dalam kondisi bersih dan kering
3. Hindari menggunakan bra atau breast pad yang basah dan lembab.
4. Jaga kebersihan payudara dan puting setiap mandi.
5. Batasi penggunaan gula karena jamur atau ragi menyukai gula.

D. Obat Anti Jamur


Obat-obat anti jamur juga disebut obat antimikotik, yang dipakai untuk mengobati
dua jenis infeksi jamur, yaitu infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau sistem saraf pusat
dan infeksi jamur ringan (seperti pada tinea pedis (athlete’s foot)) dan infeksi jamur berat
(seperti pada paru-paru/maningitis). Seperti pada jamur Candida spp, merupakan bagian
dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus, dan vagina.
Infeksi karena jamur disebut sebagai mikosis, umumnya bersifat kronis, dapat
ringan pada permukaan kulit (mikosis kutan),dapat pula menembus kulit menimbulkan
mikosis subkutan. Mikosis yang paling sulit diobati ialah mikosis sistemik yang sering
menimbulkan kematian. Obat – obat anti jamur dikelompokkan dalam 4 kelompok :
1. Polien, termasuk amfoterisin B dan nistatin
2. Imidazol, termasuk ketokonazol, mikonazol, dan flukonazol
3. Anti jamur antimetabolit, termasuk flusitosin
4. Anti jamur topikal, untuk infeksi superfisial

 Secara klinis, infeksi jamur dapat digolongkan menurut lokasi infeksinya, yaitu :
1. Mikosis sistemik (infeksi jamur sistemik) terdiri dari deep mycosis (misalnya
aspergilosis, blastomikosis, koksidioidomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis,
mukormikosis, parakoksidio-idomikosis, dan kandidiasis) dan sub-cutan mycosis
(misalnya, kromomikosis, mesitoma, dan sporotrikosis).
2. Dermatofit, yaitu infeksi jamur yang menyerang kulit, rambut, dan kuku. Biasanya
disebabkan oleh epidermofiton dan mikrosporum.
3. Mikosis mukokutan, yaitu infeksi jamur pada mukosa dan lipatan kulit yang lembap,
biasanya disebabkan oleh Candida.

 Menurut indikasi klinis, obat-obat anti jamur dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
1. Anti jamur untuk infeksi sistemik, termasuk : amfoterisin B, flusitosin, imidazol
(ketokonazol, flukonazol, mikonazol), dan hidroksistilbamidin.
2. Anti jamur untuk infeksi Dermatofit dan Mokokutan, termasuk gresiovulvin, golongan
imidazol, nistatin, tolnaftat, dan antijamur topikal lainnya.

 Jenis – jenis obat anti jamur, antara lain :


1. Amfoterisin B (Polien)
 Amfoterisin B dihasilkan oleh streptomyces nodosus. Untuk infeksi jamur sistemik,
amfoterisin diberikan melalui infus secara perlahan-lahan. Amfoterisin B berkaitan
dengan Beta-lipoprotein plasma dan disimpan dalam jaringan depot, serta sukar
berpenetrasi kedalam SPP.
Obat ini dikenalkan sejak tahun 1956 sampai sekarang masih terus digunakan tetapi
penggunaannya dalam pengawasan ketat, karena ia efektif dalam melawan berbagai
penyakit jamur, termasuk histoplasmosis, kriptokokosis, koksidioidomikosis, dll.
Amfoterisin B tidak diabsorbsi melalui saluran gastrointestinal, oleh karena itu
diberikan intravena dalam dosis rendah untuk mengobati infeksi jamur sistemik.
Efek samping dan reaksi yang merugikan pada obat ini adalah kulit kemerahan,
demam, menggigil, mual, muntah, hipotensi, parestesi, dan tromboflebitis. Amfoterisin
B dianggap sangat toksik dan dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan
ketidakseimbangan elektrolit, khususnya hipokalemia dan hipomagnesemia (kadar
kalium dan natrium serum yang rendah).
2. Nistanin (Polien)
 Yaitu suatu obat anti jamur polien yang diberikan per oral atau topikal untuk
mengobati infeksi kandida. Obat ini tersedia dalam bentuk suspensi, krim, salep, dan
tablet vagina. Nistanin yang sering digunakan yaitu suspensi oral untuk infeksi
kandida dalam mulut. Klien diajarkan untuk menggulum cairan di dalam mulut supaya
terjadi kontak dengan selaput lendir dan beberapa menit kemudian cairannya ditelan.
Nistanin diabsorpsi dengan buruk melalui saluran gastrointestinal.
3. Ketokonazol (Imidazol)
 Adalah obat anti jamur pertama yang efektif dan diserap melalui oral. Obat ini dapat
mengobati beragam jenis infeksi jamur kulit, seperti panu, kurap, kutu air, dan infeksi
bagian tubuh lain (seperti kandidiasis vagina). Ketokenazol tersedia dalam bentuk krim,
tablet, dan sampo. Efek samping obat ini yaitu dapat menyebabkan mual dan muntah,
sakit kepala, mata sensitif terhadap cahaya, perubahan suasana hati, depresi, diare,
penurunan libido, dll. Untuk infeksi sistemik pengobatan harus berlangsung selama 1-6
bulan.
4. Mikonazol (Imidazol)
 Obat anti jamur untuk meningitis akibat jamur dan infeksi kandung kemih oleh
jamur. Pemberian obat ini dilakukan intravena. Mikonazol bekerja dengan cara
merusak struktur membran sel tidak dapat berfungsi dengan baik dan menyebabkan sel
jamur kehilangan kalium dan senyawa penting lainnya, dan pertumbuhan jamur pun
dapat berhenti. Obat ini bisa dalam bentuk salep, bedak, gel, tablet, dan pessary. Efek
samping obat ini yaitu kulit melepuh, hipopigmentasi, dermatitis kontak, iritasi saluran
pernapasan, dan biduran.

5. Flukonazol (Imidazol)
 Flukonazol diindikasikan untuk (1) meningitis kriptokokus pada klien AIDS, (2)
kandidiasis sistemik dan infeksi jamur di saluran nafas dan saluran cerna, (3)
kandidiasis orofaringeal dan, (4) kandidiasis vaginal. Manfaat obat ini yaitu untuk
menghentikan atau menghambat pertumbuhan jamur Candida dan Crytococcus. Obat
ini dapat berupa tablet, kapsul, dan suntik. Efek sampingnya yaitu sakit kepala, nyeri
perut, perubahan pada lidah, pusing, dan diare. Infeksi jamur ini bisa terjadi di bagina,
mulut, tenggorokan, kerongkongan, rongga perut, paru, saluran kemih atau aliran
darah.
6. Flusitosin (Antimetabolik)
 Flusitosin adalah 5-fluorotitositn yang merupakan anti jamur sistemik yang dapat
dierikan per oral. Jika flusitosin digunakan bersamaan dengan amfoterisin B dapat
meningkatkan efek terapeutik, demikian pula halnya dalam toksisitas. Efek samping
yang sering dijumpai yaitu mual, muntah dan diare. Mekanisme kerjanya menghambat
sitesa DNA jamur. Obatnya berbentuk kapsul yang diserap cepat dan baik lewat
saluran cerna.

BAB III

PENUTUP

Jamur atau cendawan adalah organisme yang tersebar merata di setiap wilayah, baik di
daerah tropik, subtropik, kutub utara, maupun antartika. Jamur juga ditemukan di darat, perairan
tawar, laut, mangrove, dibawah permukaan tanah, kedalaman laut, maupun udara. Ciri – ciri
fungi selnya bersifat eukariotik uniseluler atau multiseluler, fungi ada yang berukuran
mikroskopis dan makroskopis, fungi bersifat heterotrof, dan menghasilkan nutrisi dengan cara
mengabsorbsi.

Purtumbuhan fungi memerlukan nutrien-nutrien dan vitamin-vitamin dari lingkungannya.


Selama pertumbuhan fungi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak diperlukan lagi dan
dikelurkan ke lingkungan. Manusia memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut, yang kita kenal
sebagai antibiotik, untuk mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Fungi bereproduksi dengan 2 cara, yaitu secara seksual dan aseksual.

Fungi Candida albicans merupakan fungi yang sering terinfeksi pada ibu hamil dan
menyusui. Banyak juga jenis obat yang dapat mengobati infeksi-infeksi yang diakibatkan oleh
jamur/fungi , salah satunya adalah amfoteresin B, nistanin, ketokenazol, dan lain-lain.

REFERENSI

Dr. Lianah, M.Pd. Dasar-Dasar Mikologi. Wonosari, Ngaliyan, Semarang, November 2021, CV.
Alinea Media Dipantara

Prof. Dr. Ir. Ika Rochjatun Sastrahidayat. Mikologi Ilmu Jamur. Malang, April 2011. Elektronik
Pertama & Terbesar di Indonesia.
Indrawati Gandjar, Wellyzar Sjamsuridzal, Ariyanti Oetari. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta,
November 2006. Yayasan Obor Indonesia.

Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes. Farmakologi : pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta 1996.
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai